Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua tanaman membutuhkan air, tanah, udara dan sinar matahari untuk
pertumbuhannya. Tanpa air, tanaman tidak dapat tumbuh, tetapi jika terlalu
banyak air juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada umumnya tanaman
untuk memenuhi kebutuhan airnya diperoleh dari hujan. Tetapi jika terlalu banyak
hujan, maka tanah akan penuh dengan air sehingga kelebihan air ini harus dibuang
dengan pembuatan saluran drainase. Jika tidak ada hujan atau hujan terlalu sedikit
maka diperlukan sumber air lain atau melalui air irigasi. Jumlah air yang
diperlukan melalui air irigasi tidak saja tergantung kepada air yang tersedia dari
curah hujan, tetapi juga tergantung pada total air yang dibutuhkan oleh berbagai
jenis tanaman yang kita tanam. Ada dua faktor utama dalam perhitungan
kebutuhan air irigasi, yaitu total kebutuhan air dari berbagai jenis tanaman dan
jumlah air dari curah hujan yang tersedia untuk tanaman.
Air memiliki peran penting dalam kelangsungan kehidupan makhluk
hidup. Salah satu sumber daya alam ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan
pertanian, perikanan, industri, pariwisata maupun kegiatan lainnya. Kurang
cermatnya dalam pemanfaatan dan penggunaan air sehingga dibutuhkan
pembangunan, konservasi, pembenahan dan pengawasan sebagai usaha
memelihara kesetimbangan antara kebutuhan dengan ketersediaan air. Khususnya
dalam kegiatan pertanian, air sangat dibutuhkan dalam mencukupi keperluan
pangan dan ekspansi wilayah. Tuntutan terhadap kinerja irigasi yang lebih baik
semakin meningkat untuk mendukung peningkatan produksi pertanian dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat,
khususnya petani. Akibatnya, pengelolaan air irigasi yang dilakukan selama ini
dinilai belum efektif, efisien, dan berkelanjutan sehingga tingkat layanan irigasi
untuk mendukung peningkatan produksi pertanian masih belum optimal. Efisiensi
irigasi yaitu volume air yang dibutuhkan untuk digunakan tanaman dalam
pertumbuhannya terhadap volume air yang disalurkan dari sumbernya. Efisiensi
irigasi meliputi kinerja sisitem irigasi, kemerataan aplikasi air dan respon tanaman
terhadap pemberian air irigasi
Meningkatkan kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) dan perubahan
iklim global, serts meningkatnya kerusakan infrastruktur irigasi dapat
mengganggu ketahanan pangan. Kondisi kritis ketahanan pangan juga
disebabkanoleh menurunnya ketersediaan air akibat kerusakan fungsi hidrologis
beberapa DAS (Daerah Aliran Sungai) dan kerusakaninfrastruktur jaringan irigasi.
Menurut laporan dari BP DAS (2006) bahwa kerusakan DAS di Indonesia telah
mencapai sekitar 458 DAS penting baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa, dan hal
inimenyebabkan berkurangnya ketersediaan air terutama padamusim kemarau dan
meningkatnya intensitas dan luasan banjirpada musim penghujan. Menurut
laporan dari Ditjen SDA (Renstra Ditjen SDA 2010-2014) bahwa kerusakan
jaringan irigasi selama 5 tahun terakhir adalah sekitar 1,5 juta Ha harus
direhabilitas. Di samping itu, isu perubahan iklim dan pemanasan global juga
telah mendorong pentingnya melakukan modernisasi irigasi agar pengelolaan
irigasi menjadi lebih efektif. Akibat dari pemanasan global seperti perubahan
iklim dan cuaca yang dijadikan sebagai masukan di dalam pelaksanaan OP
menjadikan karakteristik OP tidak lagi bersifat statis, sehingga harus dilaksanakan
secara fleksibel/lentur
Lemahnya upaya pengelolaan jaringan irigasi dimana dari 3,3 juta hektar
luas jaringan, sebanyak 52% berada dalam kondisi buruk pada tahun 2014. Untuk
itu pembentukan unit irigasi yang dibawahi oleh seorang manajer merupakan
langkah yang dianggap tepat untuk meningkatkan kondisi jaringan (Angguniko et
al.,2017). Berdasarkan pernyataan diatas maka Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian akan melaksanakan kegiatan pengembangan metode audit jaringan
irigasi atau pengumpulan data jaringan irigasiberbasis peta citra kepada petugas
lapang Dinas Pertanian dan Dinas Pengairan Audit irigasi merupakan kegiatan
mengumpulkan data, memverifikasi sistem berfungsi seperti yang dirancang dan
mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efisisensi penggunaan air. Audit
irigasi juga dapat dikatakan sebuah rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari
proses pembangunan irigasi berkelanjutan yang berperan penting dalam menilai
apakah tujuan-tujuan dari sebuah konsep dan kebijakan sistem irigasi yang
diimplemtasikan telah mengarah pada pencapaian yang diinginkan yaitu
efektifitas dan efisensi air irigasi (Asri, et al., 2014).
Uji audit irigasi ini akan memberitahu tentang rata-rata curahan air dari
sistem irigasi aktual yang dicapai di lapangan di bawah kondisi operasi irigasi
tertentu. Ini memberikan pengujian untuk sistem irigasi yang baru dan
memberikan informasi yang akurat mengenai kinerja curahan air dari sistem
irrigasi.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu merancang monitoring kualitas air irrigasi dan
merancang kegiatan audit irigasi dalam sistem irigasi.
BAB II
RANCANGAN DAN TAHAPAN AUDIT SISTEM IRIGASI DENGAN FURROW
IRRIGASI DI PERTANAMAN JAGUNG

Gambar 1. Sistem Irigasi Dengan Furrow Irrigasi Di Pertanaman Jagung


3.1 Rancangan Audit Sistem Irigasi Dengan Furrow Irrigasi Di Pertanaman Jagung
Irigasi yang baik adalah irigasi yang Jumlah air yang diterapkan adalah sesuai
kebutuhan tanaman dan kondisi tanah, Waktu aplikasi air sesuai dengan kebutuhan
tanaman dan kondisi cuaca, Air diterapkan secara merata dan efektif. Air diterapkan pada
zona akar tanaman tanpa kehilangan akibat limpasan permukaan drainase dalam, kurang
efektifnya cakupan irigasi dan penyebab lainnya. Audit irigasi merupakan kegiatan
mengumpulkan data, memverifikasi sistem berfungsi seperti yang dirancang dan
mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan efisisensi penggunaan air. Audit
irigasi yang efektif apabila Analisis kebutuhan air dan efisisen pengunaan irigasi
dalam konteks kondisi spesifik lokasi, Pengembangan jadwal iriigasi berdasarkan
kebutuhan, kualitas, dan ketersediaaan air, Pembuatan rekomendasi pemeiliharaan
untuk menjaga sistem rigasi bekerja dengan andal dan hemat biaya. Perkiraan
potensi penghematan biaya dan air dengan penerapan teknologi, produk
Berdasarkan pernyataan diatas maka dibutuhkan rancangan audit sistem
irigasi. Menurut Kosmaryono et al., (2012) komoditas jagung cocok
dikembangkan di lahan kering karena efisien dalam pengggunaan air dan juga
resisten terhadap suhu yang tinggi dan secara fisiologi, penggunaan air juga dapat
diefisienkan dengan mengurangi tingkat transpirasi tanaman melalui pemangkasan
daun pada bagian tertentu yang tidak produktif. Pengaturan sistem pemberian air
irigasi dengan berbagai dosis yang dikombinasikan dengan pemangkasan daun
bagian bawah pada tanam jagung diharapkan dapat mengefisienkan penggunaan
air sesuai dengan kebutuhan tanaman di lahan kering beriklim kering sehingga
produktivitas hasil dapat tercapai secara optimum. Sistem irigasi alur (Furrow
irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija salah satunya jagung, karena
penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah pemberian
air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau pipa kecil dan
megalirkannya sepanjang alur dalam lahan. Jagung juga merupakan tanaman yang
tergolong tidak tahan kelebihan air dan kekurangan air, dan relatif sedikit
membutuhkan air dibandingkan padi maka pengaturan ketersediaan air sangat
penting sehingga pendistribusian air dapat dilakukan melalui alur-alur yang dibuat
saat pembumbunan (Sukri, 2013)
Sistem irigasi furrow merupakan modifikasi dari sistem penggenangan
(flooding). Air sengaja diperangkap dalam alur sehingga penggunaan air lebih
efektif karena seluruh bagian permukaan tanah tidak basah hal ini mampu
mengurangi kehilangan air akibat evaporasi (Zaenudin, 2013). Sebelum menyusun
suatu rancangan irigasi harus diadakan terlebih dahulu survei mengenai kondisi
daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanah
pertanian, bagi bagian-bagian yang akan diirigasi dan lain-lain untuk menentukan
cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya.
Furrow planting merupakan salah satu metode paling tua dalam teknik irigasi
tanaman dan biasa digunakan untuk tanaman yang ditanam dalam baris seperti kapas dan
jagung. Metode ini cocok digunakan pada tanah dengan infiltrasi rendah seperti tanah liat.
Air yang mengalir di permukaan karena gravitasi kemudian mengalir lewat lereng-lereng
yang dibuat bergradasi dan landai. Kemiringan lereng yang ideal adalah kurang dari
0,25% dan manajemen air dapat dilakukan melalui penanaman Furrow planting dengan
pembuatan parit-parit sekunder dalam lahan (Zaenudin, 2013). Sistem irigasi alur dapat
dilakukan pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau
pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur dalam lahan.

3.2 Tahapan Audit Sistem Irigasi Dengan Furrow Irrigasi Di Pertanaman Jagung
Pada penggunaan sistem irigasi alur memliki tiga tahapan dalam
pengembangan audit sistem irigasi tersebut, antara lain: 1. Pertama, melakukan
pengujian pada sistem irigasi guna memastikan apakah semua komponen sistem
irigasi telah berfungsi dengan baik. Umumnya, penghematan air yang signifikan
dapat tercapai hanya jika dilakukan perbaikan dan penyesuaiaan sistem irigasi
yang ada. Oleh karena itu, untuk menghindari air yang terbuang dengan percuma
auditor harus mampu memastikan apakah semua komponen pada sistem telah
berjalan dengan baik. 2. Kedua, tahapan selanjutnya yaitu melakukan pengujian di
lapangan dari setiap zona sistem irigasi. Banyaknya atau tingkat air irigasi yang
diberikan dan dilakukannya efisiensi dari masing-masing zona irigasi
dikumpulkan di bawah kondisi operasional sebenarnya. 3. Ketiga, tahapan
terakhir dalam audit sistem irigasi yaitu melakukan perhitungan pada jadwal
irigasi berdasarkan jenis tanaman, kondisi tanah, pola cuaca, dan hasil uji
lapangan. Auditor irigasi mengumpulkan data. Hal tersebut sesuai dengan
Angguniko dan Hidayah (2017) bahwa pengumpulan data dan informasi yang
dikumpulkan merupakan data mengenai kegiatan, struktur, dan mekanisme sistem
irigasi yang dilakukan oleh lembaga irigasi. Selain itu auditor juga melakukan
verifikasi bagaimana sistem irigasi yang digunakan bekerja sesuai dengan
perancangan sistemnya, dan melakukan identifikasi peluang untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan air dan meningkatkan kinerja sistem irigasi. Pada umumnya,
sistem irigasi alur atau furrow irrigation digunakan dalam pengairan tanaman
sayur-sayuran, contohnya jagung, tomat, dan lain-lain. Penggunaan sistem irigasi
tersebut didasarkan dari keunggulan yang diberikan yaitu memberikan
keuntungan karena air irigasinya tidak diterapkan secara langsung ke dalam lahan,
melainkan air irigasi akan masuk terlebih dahulu kedalam alur sehingga
penggunaan air akan lebih hemat. Tanaman perlu mendapatkan irigasi yang
seragam, sehingga dalam tujuan mendapatkan pola pembasahan yang seragam
pada zona perakaran tanaman perlu diperhatikan beberapa hal, seperti pemberian
jarak alur yang tepat, kemiringan yang seragam, dan kecepatan penerapan air
irigasi (Brouwer, 1988). Tedapat beberapa penyebab terjadinya pola pembasahan
yang buruk atau tidak merata, yaitu: a. Kondisi alam yang tidak menguntungkan,
seperti lapisan dipadatkan, jenis tanah yang berbeda-beda, dan kemiringan lahan
tidak merata b. Letak alur yang buruk, seperti jarak alur terlalu lebar c.
Manajemen yang buruk, seperti terlalu besarnya ukuran sungai yang tersedia dan
penghentian pemasukan air irigasi yang terlalu cepat Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Sukri (2013) menunjukkan bahwa efisiensi irigasi alur yang
digunakan pada lahan jagung yang diperoleh berdasarkan hasil desain mencapai
100%, sedangkan berdasarkan aplikasi yang digunakan oleh para petani di
lapangan efisiensi irigasi hanya memiliki nilai sebesar 36%. Selain itu, pengaturan
waktu dan metode distribusi air irigasi yang baik dan tepat perlu dilakukan agar
tanaman tumbuh dengan optimal. Perlu juga diperhatikan dengan baik mengenai
pemanfaatan air sehingga penggunaan air irgasi lebih efisiensi. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan meminimalisirkan air berlebih yang akan terbuang secara
percuma. Pada pertanaman jagung pada lahan sawah tadah hujan, ketersediaan air
mutlak diperlukan. Ketersediaan air mutlak diperlukan bertujuan untuk
mencukupi kebutuhan air tanaman, sehingga sumber air yang dapat dimanfaatkan
untuk irigasi tanaman harus ada.
DAFTAR PUSTAKA
Koesmaryono, Y., Haruna., B. Kartiwa, Impron. 2012. Efek Kombinasi Sistem
Pengaturan Air Irigasi dengan Pemangkasan Daun Bawah Terhadap Efisiensi Air dan
Radiasi, Serta Produktivitas Tanaman Jagung pada Lahan Kering Beriklim Kering.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17(3): 192-198.
Zaenudin, R. M. 2013. Penerapan Good Agricultural Practices (Gap) Pada Pengelolaan
Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di PT Sungai Menang, Pulau Seram, Maluku. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sukri. 2013. Desain Sistem Irigasi Alur Pada Perkebunan Tanaman Jagung Di Kabupaten
Bone. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin Makasaar.
Angguniko, B. Y., dan S. Hidayah. 2017. Rancangan Unit Pengelola Irigasi Modern Di
Indonesia. Jurnal Irigasi. 12(1): 23-56.
Asri, A., Kususma, Z., dan Suprayogo, D.. 2014. Kajian Faktor Penentu Sosio-Kultural
dan Kinerja Sistem Irigasi (Kasus Audit Irigasi Daerah Irigasi (D.I.) Molek, Kepanjen,
Kabupaten Malang). Jurnal Habitat 25(1): 40-45.

Anda mungkin juga menyukai