Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

IRIGASI TETES UNTUK PERKEBUNAN CABAI

Disusun Oleh :

MUHAMMAD REZKI IAN


20130110022
KELAS A 2013

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bagi negara agraris seperti Indonesia, irigasi adalah prasarana yang cukup menentukan
dalam pembangunan pertanian. Irigasi didefinisikan sebagai usaha penambahan air pada tanah
dengan tujuan memelihara dan menambah kelembaban tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman
untuk pertumbuhannya. Jumlah air yang diberikan tergantung kepada kebutuhan tanaman dan
curah hujan di daerah tersebut. Pada prakteknya penambahan air hanya dilakukan bilamana
penambahan air secara alami tidak mencukupi kebutuhan tanaman (Sumarna, 1998)
Permintaan cabai menunjukkan indikasi yang terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan stabilitas ekonomi nasional yang mantap. Mengingat
permintaan cabai merah relatif stabil sepanjang tahun, maka management produksi perlu diatur,
agar tidak terjadi fluktuasi baik produksi maupun harga. Pola produksi cabai merah selama ini
sangat tidak beraturan sehingga yang semestinya usahatani ini sangat menguntungkan, seringkali
mendatangkan kerugian bagi petani maupun konsumen karena produksi cabai merah ini
berkaitan dengan musim tanam. Keadaan tersebut dapat dirubah dengan cara memperbaiki
Teknologi Budidaya cabai merah. Salah satunya adalah denganmenggunakan sistem irigasi
hemat air (irigasi tetes).
Irigasi tetes adalah sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam tanah
melalui pemancar (emitter). Irigasi tetes menggunakan debit kecil dan konstan serta tekanan
rendah. Air akan menyebar di tanah baik ke samping maupun ke bawah karena gaya kapiler dan
gravitasi. Bentuk sebarannya tergantung pada jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah dan
jenis tanaman. Cocok untuk tanaman buah-buahan dan sayursayuran (Ilyas dan Mansur, 2013)
Sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air, karena dapat meminimumkan
kehilangan-kehilangan air yang mungkin terjadi seperti perkolasi, evaporasi dan aliran
permukaan, sehingga memadai untuk diterapkan di daerah pertanian yang mempunyai sumber air
yang terbatas. Irigasi tetes pada umumnya digunakan untuk tanaman-tanaman bernilai ekonomi
tinggi, termasuk tanaman cabai. Hal ini sejalan dengan diperlukannya biaya awal yang cukup
tinggi, akan tetapi untuk biaya produksi selanjutnya akan lebih kecil karena sistem irigasi tetes
dapat menghemat biaya pengadaan peralatan yang biasanya dapat digunakan untuk beberapa kali
musim tanam serta menghemat biaya tenaga kerja untuk penyiraman, pemupukan dan
penyiangan (Sumarna, 1998).

B. TUJUAN
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui pengertian penggunaan irigasi tetes


Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan irigasi tetes
Untuk mengetahui komponen irigasi tetes
Untuk mengetahui irigasi tetes pada kebun cabai

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IRIGASI TETES
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994), irigasi adalah kegiatan penyediaan dan
pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal
dari air permukaan dan air tanah. Pengaturan irigasi (pengairan pertanian) akan menjangkau
beberapa tahapan pekerjaan atau bidang sebagai berikut:
a. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani,
b. Penyaluran air irigasi dari sumbernya ke daerah atau lahan-lahan usaha tani,
c. Pembagian dan pemberian air di daerah atau lahan-lahan usaha tani,
d. Pengaliran dan pembuangan air yang melimpah dari daerah pertanian.
Yang kesemuanya mempunyai tujuan utama yaitu membasahi tanah guna menciptakan
keadaan lembab sekitar daerah perakaran agar tanaman tumbuh dengan baik dengan tercukupi
kebutuhan airnya.
Irigasi tetes tampaknya bisa dijadikan pilihan cerdas untuk mengatasi masalah kekeringan
atau sedikitnya persediaan air di lahan-lahan kering.Irigasi tetes pertama kali digunakan di
kawasan gurun dimana air sangat langka dan berharga. Pada pertanian skala besar, irigasi tetes
cocok untuk sistem pertanian berjajar, untuk buah-buahan, juga sistem irigasi di
dalam greenhouse. Irigasi tetes juga menjadi sarana penting di negara-negara maju di seluruh
dunia dalam mensiasati pasokan air yang terbatas.Drip irrigation dirancang khusus untuk
pertanian bunga-bungaan, sayuran, tanaman keras,greenhouse, bedengan, patio dan tumbuhan di
dak.
Selain oleh petani tradisional, sistem mikro irigasi ini cocok untuk kebun perkotaan,
sekolah, rumahan, operator greenhouse. Pada dasarnya siapapun yang bercocok tanam yang
butuh pengairan yang tepat dan efisien, bisa menggunakan sistem ini.Sistem irigasi tetes cepat
dan mudah dirakit. Komponennya utama adalah pipa paralon dengan dua ukuran yang berbeda.
Yang berdiameter lebih besar digunakan sebagai pipa utama, sementara yang lebih kecil
digunakan sebagai pipa tetes. Pipa utama berfungsi sebagai pembagi air ke setiap pipa tetes. Pipa
tetes diberi lubang-lubang untuk meneteskan air ke setiap tanaman dengan jarak sesuai jarak
antar tanaman. Untuk mengalirkan air dari sumbernya diperlukan pompa air, juga dilengkapi
kran dan saringan air ke pipa utama, tidak lupa pipa konektor untuk sambungan.
Dibandingkan dengan sprinkler atau penyiram taman sistem semprot perlu jumlah air yang
banyak. Diperlukan sebanyak 400 galon air per jam, sementara tanah tidak diberi waktu untuk

menyerap air. Hasilnya air lolos di permukaan mengakibatkan erosi. Sementara dengan irigasi
tetes air bisa dihemat hingga 50%.
Irigasi tetes termasuk salah satu sistem irigasi permukaan (surface irrigation) dengan cara
pemberian air di antara jalur-jalur tanaman. Air diberikan melalui jaringan-jaringan pipa di atas
permukaan tanah yang dipasang menurut jalur-jalur tanaman. Cara ini tidak memerlukan
pembuatan parit-parit atau selokan-selokan seperti pada sistem irigasi lainnya, tetapi diperlukan
peralatan khusus seperti pipa-pipa (utama, sub-utama dan lateral), alat penetes, pompa air,
saringan, katup-katup, pengontrol tekanan dan umumnya dilengkapi dengan alat injektor pupuk.
Setiap tanaman secara langsung akan menerima air irigasi melalui penetes yang dipasang
pada pipa lateral dan terletak di atas perakaran tanaman. Permukaan tanah akan menerima air
berupa tetesan-tetesan yang debitnya tergantung kepada tekanan yang diberikan. Tekanan yang
diberikan umumnya rendah, dengan mengatur besarnya tekanan sistem irigasi ini mampu
memberikan jumlah serta kecepatan pemberian air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Efisiensi pemakaian air dengan sistem irigasi tetes pada pertanaman sayuran dapat mencapai
antara 90-100 persen, bila dilaksanakan dengan cermat, terampil dan beraturan (Sumarna, 1998).
irigasi tetes Pemberian air pada tanaman disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman,
karena jenis dan umur tanaman menentukan perkembangan akar yang selanjutnya menentukan
volume daerah perakaran. Pada irigasi tetes, hal ini sangat penting karena pemberian air hanya
mencakup daerah volume perakaran dengan kadar air optimum.
Permukaan tanah tidak seluruhnya dapat dibasahi, akan tetapi hanya di sekeliling
tanaman, secara gravitasi dan kapiler air dari penetes bergerak menembus profil tanah sehingga
secara umum pertumbuhan akar tanaman cenderung terpusat di daerah dimana kondisi untuk
mengabsorpsi air lebih besar. Bila pemberian air kurang dari volume daerah perakaran, akan
menghambat perkembangan akar, Sebaliknya bila melebihi volume daerah perakaran, akan
mengurangi efisiensi pemberian air atau terjadi pemborosan pemakaian air (Sumarna, 1998).

B. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN IRIGASI TETES


Keuntungan dan Kerugian Irigasi Tetes Menurut Ilyas dan Mansur (2013), Irigasi Tetes
mempunyai kelebihan, yaitu:
1. Efisiensi penggunaan air sangat tinggi karena evaporasi minimum, tidak ada gerakan air
di udara, tidak ada pembasahan daun, tidak ada run off, serta pengairan dibatasi di sekitar
tanaman pokok. Penghematan air 30-50%. Efisiensi mendekati 100%.
2. Respon tanaman terhadap sistem ini lebih baik dalam hal produksi, kualitas, dan
keseragaman produksi.

a. Tidak mengganggu aerasi tanah, dapat dipadu dengan unsur hara, tekanan rendah
sehingga tidak mengganggu keseimbangan kadar lengas,
b. Mengurangi perkembangan serangga, penyakit dan jamur karena air yang diberikan,
c. Penggaraman atau pencucian garam lebih efektif karena ada isolasi lokasi. Gulma
tidak tumbuh tanpa air.
3. Lahan tidak terganggu karena pengolahan tanah, siraman dan lain-lain. Serta, mengurangi
run off dan meningkatkan drainase permukaan.
4. Perencanaan dan konstruksi irigasi tetes murah bila penyumbatan tidak terjadi dan
pemeliharaan emiter minimum.
5. Bisa diletakkan di bawah mulsa plastik, tidak terpengaruh angin, bisa diterapkan di
daerah bergelombang.
Sedangkan kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah:
1. Memerlukan perawatan yang intensif, Penyumbatan pada penetes merupakan masalah
yang sering terjadi pada irigasi tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman
pemberian air. Untuk itu diperlukan perawatan yang intensif dari jaringan irigasi tetes
agar resiko penyumbatan dapat diperkecil.
2. Penumpukan garam, Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada
daerah yang kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.
3. Membatasi pertumbuhan tanaman, Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes
menimbulkan resiko kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.
4. Keterbatasan biaya dan teknik, Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi
dalam pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk merancang,
mengoperasikan dan memelihara (Ilyas dan Mansur, 2013)

C. KOMPONEN IRIGASI TETES

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa
lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol.(Ilyas dan Mansur, 2013)
1. Unit utama (head unit) Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan)
utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup).
2. Pipa utama (main line) Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchloride
(PVC), galvanized steel atau besi cord dan berdiameter antara 7,5-25 cm. Pipa utama
dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold) Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang
lebih halus (80-100 m), katub solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan
katub pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density
polyethylene) dan berdiameter antara 50-75mm.
4. Pipa Lateral Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya
dari pipa polyethylene (PE). Berdiameter 8-20 mm dan dilengkapi dengan katup
pembuang.

Gambar 1. Komponen irigasi tetes


Jaringan Pipa pada Irigasi tetes, Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa
utama, pipa sekunder. Pipa pipa ini merupakan komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak
dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah,
bentuk, dan keadaan topografi. Dalam sistem irigasi tetes tersusun atas pipa dan emitter. Air di
alirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya dari plastik yang berdiameter 12
mm (1-2 inch) 25 mm (1 inch) Ukuran pipa harus cocok dengan pompa yang harus digunakan.
Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Poly Vinyl Chloride) dan PE (Poly Ethylene).
Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa
sekunder, dan kalau pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,5-1 inchi (1,27-2,54
cm) dan pipa sekunder 0,24-0,5 inchi (0,61-1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993 pada Milala,
2010)
Emiter (Penetes) merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter
mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Daerah yang
dibasahi emiter tergantung pada jenis tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus menghasilkan
aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang menghasilkan konstan. Penampang aliran
perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen, dkk., 1992 pada Milala,
2010).

Fungsi penetes sangat penting dalam suatu sistem irigasi tetes. Air dikeluarkan melalui
penetes dalam debit air yang rendah secara konstan dan kontinyu, kondisi ini tergantung pada
tekanan dalam pipa untuk menghasilkan debit air yang diinginkan. Karakteristik dari penetes
akan menunjukkan debit air yang dapat melewati penetes tersebut. Efisiensi sistem irigasi tetes
secara langsung tergantung pada air yang dikeluarkan dari penetes dalam ke seluruhan sistem.
Menurut Sumarna (1998), penetes yang diharapkan untuk irigasi tetes harus mempunyai
persyaratan sebagai berikut :
1) Menghasilkan debit yang rendah, seragam dan konstan untuk setiap kerja tekanan,
2) Mempunyai lubang pengeluaran yang cukup besar untuk mecegah penyumbatan benda
benda asing atau endapan bahan kimia,
3) Harganya murah, kuat dan seragam.
Tekanan Menurut Erizal (2003) pada Milala (2010) keseragaman pemberian air
ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emitter. Karena debit merupakan fungsi dari
tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh
karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampung
akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan semakin besar.
Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir persatuan waktu. Pada irigasi tetes
debit yang diberikan hanya beberapa liter perjam. Umumnya debit rata-rata dari emiter tersedia
dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit
irigasi tetes yang umum digunakan adalah 4 liter per jam, namun ada beberapa pengolahan
pertanian menggunakan debit 2,6,8 liter per jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan
waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990. Pada Milala (2010)). Menurut Milala (2010) frekuensi
pemberian air dilakukan 6-9 kali sehari tergantung kondisi cuaca. Pemberian air dilakukan antara
07.00-16.00 WIB dengan selang waktu sekitar 1 jam. Jumlah air yang diberikan disesuaikan
dengan fase pertumbuhan tanaman dan kondisi tanah. Jika pada fase vegetatif kebutuhan air
pengairan dibutuhkan sekitar 200 ml/hari/tanaman, maka pada jarak tanam 60-70 cm, dibutuhkan
4 liter air per jam tiap luasan 1 hektar.

D. IRIGASI PADA TUMBUHAN CABAI


Tanaman cabai termasuk tanaman berbentuk perdu, berdiri tegak dan bertajuk lebar.
Tanaman ini juga mempunyai banyak cabang dan setiap cabang akan muncul bunga yang pada
akhirnya berkembang menjadi buah. Batang cabai tumbuh tegak berwarna hijau tua dan berkayu.
Batangnya berbentuk silindris, berukuran diameter kecil dengan tajuk daun lebar dan buah cabai
yang lebat. Daun cabai berbentuk lonjong dan di bagian pangkal dan ujung daun meruncing.
Pada permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedang dibagian bawah berwarna hijau

muda. Panjang tangkai daunnya berkisar 2-4 cm yang melekat pada percabangan, sedangkan
tulang daunnya berbentuk menyirip
Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. tanaman ini dapat diusahakan
di daratan rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut,
tetapi pertumbuhan di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan
tanaman cabai adalah 25-27 0C pada siang hari dan 18-20 0C pada malam hari (Jaya, 2014)
Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan tananam
cabai. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan
oleh cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang
baik untuk tanaman cabai adalah sekitar 600-1200 mm per tahun. Cahaya matahari sangat
dibutuhkan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada intensitas cahaya yang
tinggi dalam waktu yang cukup lama, masa pembungaan cabai terjadi lebih cepat dan proses
pematangan buah juga berlangsung lebih singkat (Jaya, 2014)
Tanah yang ideal untuk penanaman cabai adalah tanah yang gempur, remah, mengandung
cukup banyak organik, unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (Ph) tanah
yang sesuai adalah 6-7. Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tetapi tidak
becek) dan temperatur tanah antara 24-30 0C sangat mendukung pertumbuhan tanaman cabai.
Temperatur tanah yang rendah akan menghambat pengambilan unsur hara oleh akar (Jaya, 2014)
Air berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut unsur hara ke organ tanaman, air berperan
dalam proses fotosintesis (pemasakan makanan) dan proses respirasi (pernafasan). Kekurangan
air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati. Air yang diperlukan
tanaman berasal dari mata air atau sumber air yang bersih yang membawa mineral atau unsur
hara yang dibutuhkan tanaman, bukan air yang berasal dari suatu daerah penanaman cabai yang
terserang penyakit, karena air ini dapat menyebabkan tanaman cabai yang sehat akan segera
tertular, dan bukan air yang berasal dari limbah pabrik yang berbahaya bagi tanaman cabai (Tani,
2014)
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat esensial bagi produksi
pertanian, dan air menentukan potensi perluasan areal tanam ekstensifikasi dan intensifikasi
pertanaman, serta kualitas hasil produk (Kurnia, 2004 dalam Purwani, 2012) Ketersediaan air
sangat menentukan keberhasilan produksi tanaman, baik secara vegetatif maupun generatif. Oleh
karena itu, air sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Kekurangan air pada cabai akan
menyebabkan tanaman kerdil, buah menjadi kerdil dan mudah gugur, maka penggunaan air harus
dilakukan seefesien mungkin. Kualitas air pengairan harus memenuhi syarat kualitas agar tidak
berbahaya bagi tanaman yang akan diairi, karena dalam jangka panjang dapat mempengaruhi
kualitas hasil (Setiadi, 1987 dan Schwab et al, 1981 dalam Purwani, 2012)
Pengairan bertujuan untuk memberikan tambahan air pada air hujan dalam jumlah yang
cukup dan pada waktu di perlukan tanaman. Secara umum, pengairan berguna untuk

mempermudah pengolahan tanah, mengatur suhu tanah dan iklim mikro, membersihkan atau
mencuci tanah dari garam-garam yang larut atau asam-asam tinggi, membersihkan kotoran
dalam saluran air dan menggenangi tanah untuk memberantas tanaman pengganggu dan hama
penyakit (Setiadi, 1987 dalam Purnawati, 2012) Beberapa pertimbangan utama di dalam
menentukan berapa banyaknya air yang akan diberikan (Sumarna, 1998), diantaranya adalah : .
1. Kadar Air Tanah Optimum
Pemberian air yang cukup adalah yang paling utama dibutuhkan oleh pertumbuhan
tanaman. Setiap tanaman mencoba mengabsorpsi air secukupnya dari tanah untuk pertumbuhan.
Jadi yang terpenting untuk tanaman itu adalah, bahwa air dalam tanah itu berada dalam keadaan
yang mudah diabsorpsi (Sumarna, 1998) Interval pemberian air sangat berpengaruh terhadap
kelembapan tanah, baik untuk setiap jenis tanaman maupun fase pertumbuhannya (Kurnia,
2002). Apabila air diberikan setiap hari, kelembapan tanah masih di atas 30% volume, sehingga
pemberian air tersebut tidak efesien. Pemberian air dengan interval 2-4 hari masih
memungkinkan tanaman tumbuh dengan baik, karena kelembapan tanah masih cukup. Namun,
pemberian air setiap 4 hari dapat menurunkan hasil tanaman cukup signifikan (Kurnia, 2002
dalam Purwani, 2012). Berbeda dengan fase inisiasi, pemberian air setiap 3 hari pada fase
vegetatif dan 5 hari pada fase generatif menyebabkan perbedaan kelembapan tanah. Semakin
bertambah umur tanaman, kebutuhan air tanaman untuk evapotranspirasi dan perkolasi juga
bertambah, sehingga kelembapan tanah pada fase generatif semakin rendah, karena air yang ada
di dalam tanah digunakan untuk pembungaan dan pembentukan buah atau biji (Purwani, 2012)
Tanaman cabai merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan
air. Jika tanah telah menjadi kering dengan kadar air di bawah limit, maka tanaman akan kurang
mengabsorpsi air sehingga menjadi layu dan lama kelamaan akan mati. Demikian pula
sebaliknya, ternyata pada tanah yang banyak mengandung air akan menyebabkan aerasi tanah
menjadi buruk dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan akar, akibatnya pertumbuhan
tanaman akan kurus dan kerdil. Di samping itu, kebutuhan air 19 untuk tanaman cabai akan
sejalan dengan pertumbuhan tanaman lainnya. Untuk fase vegetatif rata-rata dibutuhkan air
pengairan sekitar 200 ml/hari/tanaman, sedangkan untuk fase generatif sekitar 400
ml/hari/tanaman
2. Distribusi Air dalam
Tanah Besarnya volume tanah yang dapat dibasahi oleh irigasi tetes menentukan
perkembangan perakaran tanaman. Akar tanaman akan tumbuh lebih baik pada tanah yang
lembab dari pada di tanah yang kering, kadangkala akar tanaman tidak dapat menembus tanah
yang kering. Penambahan debit air dan lamanya pemberian air akan semakin memperluas
daerah/volume tanah yang basah. (Sumarna, 1998) Setiap jenis tanah mempunyai pola
pembasahan yang berbeda, tergantung kepada teksturnya. Pada tanah yang banyak mengandung
pasir cenderung terbentuknya pola infiltrasi yang memanjang ke arah vertikal, sedangkan pada

tanah yang banyak mengandung tanah liat, pola infiltrasi akan melebar ke arah horizontal.
(Sumarna, 1998)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Irigasi tetes termasuk salah satu sistem irigasi permukaan (surface irrigation) dengan cara
pemberian air di antara jalur-jalur tanaman. Air diberikan melalui jaringan-jaringan pipa di atas
permukaan tanah yang dipasang menurut jalur-jalur tanaman. Cara ini tidak memerlukan
pembuatan parit-parit atau selokan-selokan seperti pada sistem irigasi lainnya, tetapi diperlukan
peralatan khusus seperti pipa-pipa (utama, sub-utama dan lateral), alat penetes, pompa air,
saringan, katup-katup, pengontrol tekanan dan umumnya dilengkapi dengan alat injektor pupuk,
sehingga setiap tanaman secara langsung akan menerima air irigasi melalui penetes yang
dipasang pada pipa lateral dan terletak di atas perakaran tanaman.
Salah satu keunggulan sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air, karena dapat
meminimumkan kehilangan-kehilangan air yang mungkin terjadi seperti perkolasi, evaporasi dan
aliran permukaan, sehingga memadai untuk diterapkan di daerah pertanian dan perkebunan yang
mempunyai sumber air yang terbatas. Irigasi tetes pada umumnya digunakan untuk tanamantanaman bernilai ekonomi tinggi, termasuk tanaman cabai. Sedangkan kerugian pada system
irigasi ini adalah Memerlukan perawatan yang intensif, Penumpukan garam, Membatasi
pertumbuhan tanaman, Keterbatasan biaya dan teknik.
Komponen Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa
pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol.
Unit utama (head unit) Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan)
utama dan komponen pengendali. Pipa utama (main line) Pipa utama umumnya terbuat dari pipa
polyvinylchloride (PVC), berdiameter antara 7,5-25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau
di bawah permukaan tanah. Pipa pembagi (sub-main, manifold) Pipa pembagi dilengkapi dengan
filter kedua yang lebih halus (80-100 m), katub solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan
dan katub pembuang. Pipa Lateral Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi,
umumnya dari pipa polyethylene (PE). Berdiameter 8-20 mm dan dilengkapi dengan katup
pembuang.
Tanaman cabai merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap kelebihan dan
kekurangan air. Tanah yang banyak mengandung air akan menyebabkan aerasi tanah menjadi
buruk dan tidak mengguntungkan bagi pertumbuhan akar. Tanah yang kering akan menyebabkan

tanaman kurang mengabsorpsi air sehingga menjadi layu dan lama kelamaan akan mati. Air
pengairan yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas agar tidak mencemari tanah, tanaman
dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Chu,

Cangi Won. 2014. Irigasi Tetes Pada Budidaya Tanaman Cabai.


https://www.academia.edu/7451811/IRIGASI_TETES_PADA_BUDIDAYA_TANAMA
N_CABAI

Kurniati. 2012. Irigasi Tetes Pada Tanaman Cabai Merah. http://irigastetes.blogspot.sg/

Anda mungkin juga menyukai