Anda di halaman 1dari 27

Budidaya Tebu

1. Syarat Tumbuh Tebu (Saccarum officinarum)Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Adapun
syarat-syarat tumbuh tanaman tebu adalah:• Tumbuh di daerah dataran rendah yang kering. Iklim panas yang
lembab dengan suhu antara 25ºC-28ºC• Curah hujan kurang dari 100 mm/tahun• Tanah tidak terlalu masam, pH
diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dpl.

Agar tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim tanamnya. Pada waktu masih
muda tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika mulai tua memerlukan musim kemarau yang panjang.
Daerah penghasil tebu terutama di Jawa, Sumatera Selatan, Sumateran Barat,Lampung,dan,NusaTenggara.

2. Persiapan Bibit

Bibit yang akan ditanam terdiri dari beberapa jenis, diantaranya bibit pucuk, bibit batang muda, bibit rayungan dan
bibit siwilan.a. Bibit pucuk Bibit diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata
(bakal tunas baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar
melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena
tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat
dilakukan jika kebun telah berporduksi.

b. Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7
bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk
mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang. Setiap hektar tanaman kebun bibit
bagal dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.

c. Bibit rayungan (1 atau 2 tunas). Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang
tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:

 Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.

 Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai.

 Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan pertumbuhannya lebih cepat
daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu.
Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama
seperti halnya bibit bagal.

 Bibit siwilan. Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit
siwilan sama dengan bibit rayungan.

 Penentuan Komposisi Bibit secara Umum dikaitkan dengan Tingkat Kemasakannya, Masa Tanam, Iklim, Kondisi
Lahan serta Lamanya Musim Giling. Bibit-bibit yang ditanam diharapkan mempunyai kriteria :

- Mempunyai Potensi Kwintal Tebu dan Rendemen tinggi.

- Mempunyai Tingkat Kemurnian tinggi ( > 90 % ).

- Bebas dari Hama dan Penyakit.

- Mempunyai Daya Kecambah tinggi.

- Tahan terhadap kekeringan dan tidak mudah roboh.

1
Pada kondisi fisik lingkungan yang ada, yaitu pada areal lahan kering atau tegalan, maka agar dapat dicapai produksi
yang tinggi diperlukan bibit tebu dengan varietas tebu yang sesuai dengan kondisi lahan kering. Varietas untuk lahan
kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain:

• Mempunyaidayatahankekeringan

• Mudahberkecambah, cepatberanakdanbertunasbanyak.

• Mempunyaidayatahankepras yang baik.

• Rendementinggi

• Mudahdiklentek

• Tahanroboh

Adapun varietas-varietas unggul untuk tebu lahan kering atau tegalan berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan
oleh P3GI (1990) diantaranya, adalah (PS 77-1381, PS 77-1553, PS 78-561, PS 79-1497, PS 80-1070). Untuk
mengetahui varietas yang paling cocok untuk dikembangkan di suatu daerah, dapat dilakukan dengan mengadakan
percobaan adaptasi tanaman terlebih dahulu.

Sedangkan untuk pengadaan bibit tebu dilakukan melalui tahapan penjenjangan kebun pembibitan, mulai dari
Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) hingga Kebun Bibit Datar (KBD)
sebagai sumber bibit bagi pertanaman atau Kebun Tebu Giling (KTG).

3. Persiapan Lahan

Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi
fisik dan kimia tanah sesuai dengan media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas
beberapa jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.

Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan tanaman bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi
untuk PC kegiatan persiapan lahan tidak dapat dilaksanakan secara intensif. Hal tersebut disebabkan oleh tata letak
petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru dibuka masih belum sempurna, sehingga
kegiatan mesin/peralatan di lapang sering terganggu. Pada areal tersebut masih terdapat sisa-sisa batang/perakaran
yang dapat mengganggu operasional mesin di lapang. Petak dibuat dengan ukuran 200 m x 500 m (10 ha) yang
dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.

Lahan yang bisa dikembangkan menjadi perkebunan tebu lahan kering berupa hutan primer dan sekunder, padang
rumput atau padang alang-alang, semak belukar, lahan tegalan, sawah tadah hujan dan bekas perkebunan. Teknik
pembukaan lahan maupun perlatan yang digunakan disesuaikan untuk masing-masing jenis lahan. Pada prinsipnya
lapisan tanah bagian atas yang merupakan bagian tersubur harus dijaga agar jangan hilang tergusur atau terkikis oleh
air hujan.

Karena kelangkaan tenaga kerja, sementara waktu tanam optimal pertanaman tebu di lahan kering adalah sempit,
maka tenaga penarik untuk pengolahan tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan traktor. Tahap
pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan
dengan garu untuk menggemburkan tanah. Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman).
Untuk mendapatkan hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan gembur, tanah harus dalam keadaan cukup
air (tidak basah dan tidak terlalu kering). Berdasarkan hal ini maka saat yang tepat untuk mengolah tanah adalah
segera setelah musim hujan selesai atau awal musim kemarau.

Adapun tahapan kegiatan pengolahan tanah secara umum adalah sebagai berikut ;

2
a. Pembajakan

Pembajakan atau pengolahan tanah dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap kegiatan, yaitu ;

Pembajakan I

Bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan
yang digunakan adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yang ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal
kegiatan pembajakan dimulai dari sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 – 30 cm dan kapasitas kerja
mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk satu petak kebun (±10ha) dibutuhkan waktu 8 jam kerja (mesin operasi).
Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan
menyilang terhadap barisan tanaman tebu.

Pembajakan II

Dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan
kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inchi dan traktor
80 – 90 HP.

b. Penggaruan

Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah.
Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh
traktor 140 HP.

Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan,
mencacah dan mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan
dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan
kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.

c. Pengumpulan Akar

Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa – sisa kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan
pembuatan alur tanam, dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa – sisa kayu
dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 – 15 meter kemudian dibersihkan dari areal tersebut.

d. Pembuatan Alur Tanam

Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat
menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter.

Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur
tanam dapat lurus atau melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang dengan kemiringan
tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah
kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan
lebih dari 5% dibuat teras bangku (Contour Bank). Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.

4. Penanaman

Pada saat penanaman tebu, kondisi tanah yang dikehendaki lembab tapi tidak terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk
saat ini tanam tebu lahan kering yang paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau sampai awal
musim hujan atau sebaliknya. Menurut Tonny Kuntohartono dkk. (1976). Untuk daerah kering (tipe iklim C dan D

3
Schimdt-Fergusson) saat tanam adalah antara pertengahan Oktober-Desember, sedang pada daerah basah (tipe iklim
B) adalah awal musim kemarau.

Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering) tebu ditanam sebagai bibit stek mata tiga dengan
jumlah 8-9 mata tunas per meter juringan (15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah pada
jumlah mata tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada dasar juringan dengan jarak tanam 1,25-
1,35 m. Pada daerah dengan musim kemarau pendek, digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to end)
atau tumpang tindih (overlapped 20 percent) pada dasar juringan yang dangkal. Pada keadaan yang mendesak dan
kekurangan tenaga dapat dipakai tebu lonjoran dengan 5-6 mata, dipotong menjadi dua.

Untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar, kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata
tumbuh per meter juringan. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end (nguntu
walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada
umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan
besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan dapat
menggantikannya.

Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun
karena kondisi yang terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri
dari dua periode, yaitu.

Periode I

Menjelang musim kemarau (Mei – Agustus) pada daerah – daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang
yaitu 5 – 6 bulan basah, atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan tambahan air
untuk periode ini.

Periode II

Menjelang musim hujan (Oktober – November) pada daerah sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah.

Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut : bibit yang telah diangkut menggunakan
keranjang diecer pada guludan agar mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada
juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering
biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), sehingga jumlah bibit tiap
juringan diusahakan lebih apabila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan apabila pada saat tanam curah
hujan terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimong up

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman tebu dilahan kering hampir sama macamnya dengan tebu lahan sawah yaitu terdiri dari
penyulaman, pemberian tanah, klentek, pemupukan, pemeliharaan saluran drainase dan penyiangan gulma.
Pemeliharaan saluran drainase terutama perlu dilakukan selama musim hujan untuk menjaga kelancaran pengeluaran
air yang berlebih.

 Penyulaman

Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman
baru ataupun tanaman keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit
bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu setelah
tanam.

4
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 – 3 mata sebanyak dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang
telah dilubangi sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.

 Pengendalian Gulma

Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat
yang berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma
daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius,
Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri
atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya
sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.

Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk
sistem reynoso, pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum
pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre
emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). Adapun jenis herbisida dan dosis yang digunakan
untuk penegendalian gulma

Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan
tanaman tebu belum tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan
menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter (8 baris) yang ditarik oleh traktor kecil 80 HP.
Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam.

Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun
dan tanaman tebu sudah berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan aplikasi pre
emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2
kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.

Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan
pada saat pengemburan tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah
tanam.

Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana,
dilaksanakan pada saat kondisi tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh
gulma merambat, populasi gulma hanya spot – spot, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak
tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang
dilakukan.

Penyiangan gulma dikerjakan secara manual tiga kali yakni pada umur 1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam.
Penggunaan herbisida sebagai pengganti tenaga penyiang yang mulai sulit diperoleh, adalah dengan penyemprotan
campuran-campuran herbisida emetryne + 2,4 D ; diuron + 2,4 D atau atrazine + 2,4 D.

 Pembumbunan dan penggemburan

Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang sehingga pertumbuhan anakan dan
pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman.
Pelaksanaan pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.

Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya
tanaman tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran. Apabila drainase tanahnya jelek pemberian tanah
untuk tebu lahan kering hanya dilakukan dua kali yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan dan pada
umur 2,5-3 bulan, atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan.

5
Penggemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk mengendalikan gulma. Alat yang digunakan
adalah Tyne Cultivator. Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum
pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam.

Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma.
Aplikasi dilaksanakan dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra
Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman
olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.

 Klentek

Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada tanaman tebu yangdilakukan secara manual. Tujuan klentek
adalah untuk merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah
kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan
klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Sebagai
konsekuensinya tebu lahan kering harus dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu lahan
kering, yaitu tahan bakar.

Klentek hanya dilakukan satu kali pada akhir musim hujan atau sekitar (2-3) bulan sebelum tebang.

 Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya
serangan hama /penyakit pada areal perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya
peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yang umum menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu
(Triporyza vinella F), penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma
F).

Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala; adanya lorong gerekan pada ibu tulang daun, lorong
gerekan yang lurus di bagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati,
daun muda menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu ekor penggerek. Pencegahan; menggunakan bibit bebas
penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah, pergiliran tanaman dengan
padi/palawija. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yang
disebut pias. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20 butir granular Furadan 3G/tanaman,
aplikasi Furadan 3G pada tanah 25 kg/ha.

Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo sachariphagus) gejala bercak – bercak putih bekas gerekan pada
daun kulit luar tidak tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada ruas-ruas, titik
tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang biasanya lebih dari satu penggerek.

Untuk menghindari hama penggerek batang, harus dilakukan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian, dengan
cara;

Pencegahan: memilih bibit yang bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan
pergiliran tanaman.

Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 – 40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis
townsend (Lalat Jatiroto) sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 ltr/ha atau Asodrin 15 WSC 5
ltr/ha.

Jenis penggerek batang untuk tanaman tebu, diantarnya adalah : Uret (Lepidieta stigma f) dengan gejala; tanaman
layu, daun kering kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan disekitar perakaran

6
terdapat uret. Untuk pencegahan dan pengendaliannya dengan cara; Pencegahan: pergiliran tanaman tebu dengan
padi, dan palawija. Pengendalian: penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.

Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga
pengendaliannya cukup dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya masih
mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan menggunakan varietas tahan terhadap semua hama,
sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan karena tingkat serangannya rata – rata masih dibawah 5%.

Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit
pokah bung, penyakit mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit Ratoon
Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan
lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau merah
muda pada bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas tahan, alat pemotong dengan
deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air panas pada bibit dengan suhu air 500 C selama 2 – 3 jam. Serangan
penyakit yang selama ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak dilakukan adalah
dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.

 Pemupukan

Sebagaimana pada lahan sawah, pemupukan bagi tanaman tebu di lahan kering tidak diberikan sekaligus tetapi
bertahap disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan untuk mencegah kehilangan pupuk. Dosis umum disesuaikan
dengan kondisi tanah setempat. Pedoman umum dari P3GI (1988): untuk tanaman pertama, pupuk pertama yang
terdiri dari ZA dan TSP (untuk daerah dengan musim kemarau panjang) atau ZA+TSP+KCl (untuk daerah dengan
musim kemarau pendek), diberikan sesaat sebelum tanam, ditaburkan pada dasar juringan. Sedangkan pupuk yang
kedua terdiri dari ZA dan KCl diberikan pada umur 1,5-2 bulan dengan cara ditaburkan dalam larikan kemudian
ditutup dengan pemberian tanah pertama. Pada tanaman keprasan, pupuk pertama dan kedua diberikan dalam paliran
yang letaknya saling berlawanan, sedalam 5-10 cm dan berjarak ± 10 cm dari barisan tanaman yang kemudian
ditutup dengan tanah.

Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman pertama (TRIT I) adalah 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3
ku KCl tiap hektar dengan aplikasi 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk dasar
dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 1,5
bulan yaitu pada awal musim hujan dengan 2/3 dosis ZA.

Untuk tebu keprasan, disamping pemeliharaan sebagaimana pada tanaman pertama, dilakukan pola pengaturan
klaras dan sub-soiling. Pengaturan klaras (off baring) di antara barisan tanaman tebu dilakukan untuk mencegah
melebarnya rumpun tebu keprasan agar penebangan dengan mesin tebang tidak mengalami kesulitan. Sedangkan
sub-soiling ditujukan untuk menggemburkan tanah diantara barisan tanaman tebu yang biasanya mengalami
pemadatan oleh roda traktor dan trailer yang digunakan pada penebangan dan pengangkutan. Di daerah-daerah tebu
tegalan di Jawa, kedua pekerjaan tersebut tidak dilakukan.

Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian
pupuk dengan bantuan traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus
pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor tangan

6. Pemanenan

Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu taksasi hasil perencanaan tebang
berdasarkan analisis pendahuluan kemasakan tebu dan tebang angkut.

a. Taksasi Hasil

7
Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yang akan diperoleh nantainya, sehingga dapat direncanakan
berapa lama hari giling, berapa tenaga kerja yang harus disiapkan dan berapa banyak bahan pembantu di pabrik
yang harus disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2 kali yaitu pada bulan Desember dan Februari. Taksasi
dilakukan dengan menghitung tebu dengan sistim sampling dan digunakan rumus

Y = jmlbt/m juring x jmljuring/ha x tinggibt x bobotbt/m

Dimana.,

• Y = hasiltaksasitebu per hektar

• Jmlbt/m juring = hasilperhitunganjumlahbatangtebu per m juring

• Jmljuring/ha = banyaknyajuringan per ha (yang ada di lapangan)

• Tinggibt = diukursampaititikpatah (± 30 cm daripucuk)

• Bobotbt = bobotbatang per m yang diperolehdari data tahunsebelumnya

Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April sampai Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan
masalah kemudahan transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum
pada musim kering.

Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum
panen dimulai. Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang, penentuan
kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, serta
persiapan sarana dan prasarana tebang.

Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus untuk memperkirakan waktu yang tepat
penebangan tebu, dilaksanakan analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan tiga
kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat tanaman menginjak umur delapan bulan. Kegiatan tersebut
dimulai dengan pengambilan tanaman contoh yang diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi
dan 30 baris dari barisan pinggir. Tanaman contoh diberi tanda untuk mempermudah pengambilan contoh
berikutnya. Setiap kali analisis dibutuhkan 15 – 20 batang atau sebanyak dua rumpun tebu, kemudian dilakukan
penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi batang, serta penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya
dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yang diperoleh dipetakan pada peta
kemasakan tebu yang akan digunakan sebagai informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen.

Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik,
kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.

b. Pelaksanaan Tebang

Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane) dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau
adalah menebang tebu dalam kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar adalah dilakukan
pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah yang tidak perlu. Tebu di
Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa khususnya Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.

Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped
Cane (tebu cacah). Pelaksanaan di lapangan tebang masih dimominasi dengan manual, sebab dari segi kualitas tetap
lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.

 Bundled Cane (Tebu Ikat)

8
Tebangan ini dilaksanakan secara manual, baik pada saat penebangan maupun pemuatan tebu ke dalam truk.
Pemuatan/pengangkutan tebu dari areal ke pabrik dilkasanakan mulai jam 5.00 – 22.00 WIB dengan menggunakan
truk (los bak maupun ada baknya). Truk yang digunakan terdiri atas truk kecil dengan kapasitas angkut 6 – 8 ton dan
truk besar dengan kapasitas angkut 10 – 12 ton. Saat pemuatan tebu ke dalam truk dalam kondisi lahan tidak basah,
truk masuk ke areal dan lintasan truk tidak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke pabrik sesuai
dengan rute yang telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40 km/jam.

Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat penampungan tebu sebelum giling) setelah penimbangan,
dengan menggunakan patok beton (Cane Stacker) atau langsung ke meja tebu (Direct Feeding).

 Loose Cane (Tebu Urai)

Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi mekanik. Penebangan tebu dilaksanakan secara manual
sedangkan pemuatan tebu ke Trailer atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di
tempat penampungan tebu (Cane Yard) langsung ke meja tebu (Feeding Table).

Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya setiap 12 baris ditebang dan ditumpuk menjadi satu
tumpukan, dilaksanakan oleh dua orang. Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6 – 7, sedangkan sampah pada
barisan ke 1 dan 12. Penebangan harus rata dengan tanah dan sampah yang terbawa ke pabrik tidak boleh lebih dari
6%.

 Chopped Cane (Tebu Cacah)

Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan menggunakan alat Bantu berupa mesin Cane Harvester.
Penebangan sistem ini digunakan sebagai peyangga atau pembantu untuk memenuhi guota pengiriman tebu.

Untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal diperlukan kondisi areal yang relatif rata, kondisi tebu tidak
banyak yang roboh, kondisi areal bersih dari sisa – sisa kayu/tunggul, tidak banyak gulma merambat, petak tebang
dalam kondisi utuh sekitar 10 ha dan kondisi tanah tidak basah.

Pelaksanaan Tebang Muat Angkut harus direncanakan secara matang dengan dibuat Daftar Nominasi Tebang per
kebun, karena tebu adalah tanaman semusim yang nilai produksinya sangat ditentukan oleh suatu batasan waktu.

Dasar Pertimbangan Tebang Muat Angkut adalah :

 Nilai Kemasakan Tebu, dengan adanya Analisa Pendahuluan untuk mengetahui Faktor Kemasakan, Kosien
Peningkatan dan Kosien Daya Tahan.

 Rencana Kapasitas Giling Pabrik

 Faktor-faktor lain, seperti Keadaan Visual Tanaman, Situasi Kebun Sulit, Serangan Hama dan Penyakit, Tebu
Terbakar dan Faktor Keamanan Kebun.

Cara Panen :

a) Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu sedalam 20 cm.

b) Pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan
3 buku dari pangkal batang.

c) Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan dibongkar.

9
d) Pucuk dibuang.

e) Batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera digiling Panen
dilakukan satu kali di akhir musim tanam.

Perkiraan Produksi

Hasil Tebu Rakyat Intensifikasi I di tanah sawah adalah 120 ton/ha dengan rendemen gula 10% sedangkan hasil TRI
II di tanah sawah adalah 100 ton dengan rendemen 9%. Di tanah tegalan produksi tebu lebih rendah lagi yaitu pada
TRI I tegalan adalah 90 ton/ha dan pada TRI II tegalan sebesar 80 ton/ha. Dengan dasar tersebut maka perkiraan
hasil produksi tanaman tebu ditetapkan sebesar ± 100 ton/ha. Dengan umur panen diperkirakan selama ± 12 bulan (1
tahun) maka rencana produksi tebu secara rinci dapat dilihat dalam Tabel IV.5 berikut:

7. Pascapanen

a. Pengumpulan hasil panen dilakukan dengan cara diikat untuk dibawa ke pengolahan.

b. Penyortiran dan penggolongan syarat batang tebu siap giling supaya rendeman baik :

 Tidak mengandung pucuk tebu

 Bersih dari daduk-daduk (pelepah daun yang mengering)

 Berumur maksimum 36 jam setelah tebang.

Kemudian hasil panen tersebut diangkut dengan menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut
berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20 – 30 cm. Pada saat
pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja
tebu (feeding table).

Teknik Dan Cara Menanam Tebu Yang Benar

Kita pasti sudah mengenal tanaman tebu. Tanaman ini adalah tanaman yang setelah diolah, akan menjadi gula.
Bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Budi daya tebu memang harus perlu dicermati, dan teliti.
Karena ada teknik yang harus dipelajari agar mendapat hasil yang baik.

Kita harus memperhatikan iklim dan cuaca, karena tebu yang baik tentunya ditanam pada iklim dan cuaca yang
tepat. Indonesia merupakan salah satu negara yang baik digunakan untuk budi daya tebu, karena iklim tropis dengan
suhu 25 sampai 28 derajat Celcius. Daerah yang baik, juga harus memiliki curah hujan 100 mm / tahun.

Jenis tanah alivial, podsolik, regosol, dan mediteran adalah jenis tanah yang sangat baik jika digunakan untuk
budidaya tanaman tebu. Kandungan pH tanah yang baik adalah sekitar 6.4 sampai 7.7 (atau keasaman netral).

Pembibitan ada 4 macam, yaitu bibit pucuk yang biasanya diambil dari tebu yang berusia 12 bulan dengan
mengambil sekitar 2 sampai 3 tunas muda dengan panjang 20 cm. Lalu bibit batang muda yang berasal dari tanaman
berusia 7 bulan yang diambil seluruh batang tebu dan dibagi menjadi 3 bagian untuk di stek. Berikutnya bibit
rayungan atau bibit dari tebu yang memang digunakan untuk pembibitan. Terakhir adalah bibit siwilan atau bibit
yang diambil dari pucuk tebu yang sudah mati.

10
Penanaman yang tepat adalah pada awal musim kemarau. Penanaman pada daerah kering dapat dengan stek yang
ditanam pada media juringan dendan kedalaman 1.25 sampai 1.35 meter. Untuk daerah basah, dapat menggunakan
stek 3 tunas atau sistem tumpang tindih / sentuh ujung.

Penyiraman harus melihat cuaca dan keadaan tanah. Sebaiknya dilakukan setelah pemupukan (paling lama 3 hari
setelah pemupukan). Proses penyulaman atau penggantian bibit yang tidak tumbuh dengan baik perlu dilakukan,
agar tidak mengganggu proses pertumbuhan sebaiknya dilakukan dengan segera (sekitar 2 sampai 4 minggu, baru
terlihat baik atau buruknya bibit tersebut).

Penyiangan dapat dengan mencangkul dan memangkas gulma. Cara lain adalah dengan menggunakan herbisida,
atau sebagainya untuk menghambat pertumbuhan gulma. Pemupukan dapat menggunakan pupuk sp36, kcl, atau za.
Dapat dilakukan dengan bertahap. Hama dapat di kontrol dengan predator alami, seperti Lalat Jatiroto, Trichogama
sp. , atau dengan menyemprotkan Thiodan35ec. Pemanenan biasanya pada bulan kering ,sekitar antara April atau
Oktober.

A. PENDAHULUAN

Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia.
Usaha pemerintah sangatlah wajar dan tidak berlebihan mengingat dulu Indonesia pernah mengalami masa kejayaan
sebagai pengekspor gula sebelum perang. Bisakah masa keemasan ini terulang kembali?
Untuk itu PT. Natural Nusantara berusaha ikut serta mengembalikan masa kejayaan melalui peningkatan produksi
tebu baik secara kuantitas, kualitas dan kelestarian (aspek K-3).

B. SYARAT TUMBUH
Tanah yang cocok adalah bersifat kering-kering basah, yaitu curah hujan kurang dari 2000 mm per tahun. Tanah
tidak terlalu masam, pH diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dpl.

C. JENIS – JENIS TEBU


Jenis tebu yang sering ditanam POY 3016, P.S. 30, P.S. 41, P.S. 38, P.S. 36, P.S. 8, B.Z. 132, B.Z. 62, dll.

D. PEMBUKAAN KEBUN
Sebaiknya pembukaan dan penanaman dimulai dari petak yang paling jauh dari jalan utama atau lori pabrik.

Ukuran got standar ; Got keliling/mujur lebar 60 cm; dalam 70 cm, Got malang/palang lebar 50 cm; dalam 60 cm.
Buangan tanah got diletakkan di sebelah kiri got. Apabila got diperdalam lagi setelah tanam, maka tanah
buangannya diletakkan di sebelah kanan got supaya masih ada jalan mengontrol tanaman.

Juringan/cemplongan (lubang tanam) baru dapat dibuat setelah got – got malang mencapai kedalaman 60 cm dan
tanah galian got sudah diratakan. Ukuran standar juringan adalah lebar 50 cm dan dalam 30 cm untuk tanah basah,
25 cm untuk tanah kering. Pembuatan juringan harus dilakukan dua kali, yaitu stek pertama dan stek kedua serta
rapi.

Jalan kontrol dibuat sepanjang got mujur dengan lebar + 1 m. Setiap 5 bak dibuat jalan kontrol sepanjang got
malang dengan lebar + 80 cm. Pada juring nomor 28, guludan diratakan untuk jalan kontrol (jalan tikus)

E. TURUN TANAH/KEBRUK
Yaitu mengembalikan tanah stek kedua ke dalam juringan untuk membuat kasuran/bantalan/dasar tanah. Tebalnya
tergantung keadaan, bila tanahnya masih basah + 10 cm. di musim kemarau terik tebal + 15 – 20 cm.

F. PERSIAPAN TANAM

 Lakukan seleksi bibit di luar kebun

11
 Bibit stek harus ditanam berhimpitan agar mendapatkan jumlah anakan semaksimal mungkin. Bibit stek +
70.000 per ha.
 Sebelum ditanam, permukaan potongan direndam dahulu dengan POC NASA dosis 2 tutup + Natural
GLIO dosis 5 gr per 10 liter air.
 Sebelum tanam, juringan harus diari untuk membasahi kasuran, sehingga kasuran hancur dan halus.

G. CARA TANAM
1. Bibit Bagal/debbeltop/generasi
Tanah kasuran harus diratakan dahulu, kemudian tanah digaris dengan alat yang runcing dengan kedalaman + 5-10
cm. Bibit dimasukkan ke dalam bekas garisan dengan mata bibit menghadap ke samping. Selanjutnya bibit ditimbun
dengan tanah.

2. Bibit Rayungan (bibit yang telah tumbuh di kebun bibit), jika bermata (tunas) satu: batang bibit terpendam
dan tunasnya menghadap ke samping dan sedikit miring, + 45 derajat. Jika bibit rayungan bermata dua; batang bibit
terpendam dan tunas menghadap ke samping dengan kedalaman + 1 cm.

3. Sebaiknya, bibit bagal (stek) dan rayungan ditanam secara terpisah di dalam petak-petak tersendiri supaya
pertumbuhan tanaman merata.

H. WAKTU TANAM
Berkaitan dengan masaknya tebu dengan rendemen tinggi tepat dengan timing masa giling di pabrik gula. Waktu
yang tepat pada bulan Mei, Juni dan Juli.

I. PENYIRAMAN
Penyiraman tidak boleh berlebihan supaya tidak merusak struktur tanah. Setelah satu hari tidak ada hujan, harus
segera dilakukan penyiraman.

J. PENYULAMAN

1. Sulam sisipan, dikerjakan 5 – 7 hari setelah tanam, yaitu untuk tanaman rayungan bermata satu.
2. Sulaman ke – 1, dikerjakan pada umur 3 minggu dan berdaun 3 – 4 helai. Bibit dari rayungan bermata dua
atau pembibitan.
3. Penyulaman yang berasal dari ros/pucukan tebu dilakukan ketika tanaman berumur + 1 bulan.
4. Penyulaman ke-2 harus selesai sebelum pembubunan, bersama sama dengan pemberian air ke – 2 atau
rabuk ke-2 yaitu umur 1,5 bulan.
5. Penyulaman ekstra bila perlu, yaitu sebelum bumbun ke -2.

K. PEMBUMBUNAN TANAH
Pembumbunan ke-1 dilakukan pada umur 3-4 minggu, yaitu berdaun 3 – 4 helai. Pembumbunan dilakukan dengan
cara membersihkan rumput-rumputan, membalik guludan dan menghancurkan tanah (jugar) lalu tambahkan tanah ke
tanaman sehingga tertimbun tanah.

Pembumbunan ke – 2 dilakukan jika anakan tebu sudah lengkap dan cukup besar + 20 cm, sehingga tidak
dikuatirkan rusak atau patah sewaktu ditimbun tanah atau + 2 bulan.

Pembumbunan ke-3 atau bacar dilakukan pada umur 3 bulan, semua got harus diperdalam ; got mujur sedalam 70
cm dan got malang 60 cm.

L. GARPU MUKA GULUD


Penggarpuan harus dikerjakan sampai ke pinggir got, sehingga air dapat mengalir. Biasanya dikerjakan pada bulan
Oktober/November ketika tebu mengalami kekeringan.

12
M. KLENTEK
Yaitu melepaskan daun kering, harus dilakukan 3 kali, yaitu sebelum gulud akhir, umur 7 bulan dan 4 minggu
sebelum tebang.

N. TEBU ROBOH
Batang tebu yang roboh atau miring perlu diikat, baik silang dua maupun silang empat. Ros – ros tebu, yang terdiri
dari satu deretan tanaman, disatukan dengan rumpun – rumpun dari deretan tanaman di sisinya, sehingga berbentuk
menyilang.

O. PEMUPUKAN

 Sebelum tanam diberi TSP 1 kuintal/ha


 Siramkan pupuk SUPER NASA yang telah dicampur air secara merata di atas juringan dosis ± 1 – 2
botol/1000 m² dengan cara :

1. Alternatif 1 : 1 botol SUPERNASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap
50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram juringan.
2. Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan SUPERNASA untuk menyiram 5 – 10
meter juringan.

 Saat umur 25 hari setelah tanam berikan pupuk ZA sebanyak 0,5-1 kw/ha. Pemupukan ditaburkan di
samping kanan rumpun tebu.
 Umur 1,5 bulan setelah tanam berikan pupuk ZA sebanyak 0,5 – 1 kw/ha dan KCl sebanyak 1-2 kw/ha.
Pemupukan ditaburkan di sebelah kiri rumpun tebu.
 Untuk mendapatkan rendemen dan produksi tebu tinggi, semprot POC NASA dosis 4 – 6 tutup dicampur
HORMONIK 1 – 2 tutup per-tangki pada umur 1 dan 3 bulan.

P. HAMA DAN PENYAKIT


1. Hama Penggerek Pucuk dan batang
Biasanya menyerang mulai umur 3 – 5 bulan. Kendalikan dengan musuh alami Tricogramma sp dan lalat Jatiroto,
semprot PESTONA / Natural BVR.

2. Hama Tikus
Kendalikan dengan gropyokan, musuh alami yaitu : ular, anjing atau burung hantu

3. Penyakit Fusarium Pokkahbung


Penyebab jamur Gibbrella moniliformis. Tandanya daun klorosis, pelepah daun tidak sempurna dan pertumbuhan
terhambat, ruas-ruas bengkok dan sedikit gepeng serta terjadi pembusukan dari daun ke batang. Penyemprotan
dengan 2 sendok makan Natural GLIO + 2 sendok makan gula pasir dalam tangki semprot 14 atau 17 liter pada
daun-daun muda setiap minggu, pengembusan tepung kapur tembaga ( 1 : 4 : 5 )

4. Penyakit Dongkelan
Penyebab jamur Marasnius sacchari, yang bias mempengaruhi berat dan rendemen tebu. Gejala, tanaman tua sakit
tiba-tiba, daun mengering dari luar ke dalam. Pengendalian dengan cara penjemuran dan pengeringan tanah, harus
dijaga, sebarkan Natural GLIO sejak awal.

5. Penyakit Nanas
Disebabkan jamur Ceratocytis paradoxa. Menyerang bibit yang telah dipotong. Pada tapak (potongan) pangkas,
terdapat warna merah yang bercampur dengan warna hitam dan menyebarkan bau seperti nanas. Bibit tebu direndam
dengan POC NASA dan Natural GLIO.

6. Penyakit Blendok
Disebabkan oleh Bakteri Xanthomonas albilincans Mula-mula muncul pada umur 1,5 – 2 bulan setelah tanam.

13
Daun-daun klorotis akan mengering, biasanya pada pucuk daun dan umumnya daun-daun akan melipat sepanjang
garis-garis tadi. Jika daun terserang hebat, seluruh daun bergaris-garis hijau dan putih. Rendam bibit dengan air
panas dan POC NASA selama 50 menit kemudian dijemur sinar matahari. Gunakan Natural GLIO sejak awal
sebelum tanam untuk melokalisir serangan.

Q. RENDEMEN TEBU
Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung
pada ruas yang yang bersangkutan. Tebu yang sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang
seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang.
Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada posisi optimal yaitu sekitar bulan Agustus atau tergantung jenis
tebu. Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10 %, sedang yang berumur 12 bulan bisa
mencapai 13 %.

R. TEBU KEPRASAN

 Yaitu menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang, baik bekas tebu giling atau tebu bibitan
(KBD).
 Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Sebelum mengepras ,
sebaiknya tanah yang terlalu kering di airi dulu. Kepras petak – petak tebu secara berurutan. Setelah
dikepras siramkan SUPER NASA (dosis sama seperti di atas). Lima hari atau seminggu setelah dikepras,
tanaman diairi dan dilakukan penggarapan (jugaran) sebagai bumbun ke-1 dan pembersihan rumput –
rumput.
 Lakukan penyemprotan POC NASA dan HORMONIK pada umur 1,2 dan 3 bulan dengan dosis seperti di
atas.Pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanam tebu pertama.

Saat ini PT. Natural Nusantara telah mengeluarkan 2 produk unggulan baru sebagai penyempurnaan produk
sebelumnya, yaitu Pupuk Organik Serbuk Greenstar dan Supernasa Granule Modern.

Pupuk Organik Serbuk Greenstar dikemas dengan sangat praktis dan ekonomis. Serta dalam
produk Greenstar tersebut sudah terkandung unsur yang ada pada produk POC NASA dan HORMONIK. Dan
pupuk organik Supernasa Granule Modern juga dikemas dalam bentuk granule yang mantap sehingga lebih praktis
dalam aplikasinya serta harganya lebih ekonomis.

teknik budidaya tanaman tebu

Syarat tumbuh tanaman tebu

1. Iklim

a) Hujan yang merata diperlukan setelah tanaman berumur 8 bulan dan kebutuhan ini berkurang sampai menjelang
panen

b) Tanaman tumbuh baik pada daerah beriklim panas dan lembab.

c) Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini > 70%Suhu udara berkisar antara 28-34 derajat C.

2. Media Tanam

a) Tanah yang terbaik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang.

b) Jika ditanam di tanah sawah dengan irigasi pengairan mudah di atur tetapi jika ditanam di ladang/tanah kering
yang tadah hujan penanaman harus dilakukan di musim hujan.

14
3. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah 5-500 m dpl. II.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Pembibitan

Bibit yang akan ditanam berupa bibit pucuk,bibit batang muda, bibit rayungan dan bibit siwilan

a) Bibit pucuk Bibit diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal
tunas baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar
melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena
tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat
dilakukan jika kebun telah berporduksi.

b) Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7
bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk
mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang.1 hektar tanaman kebun bibit bagal
dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.

c) Bibit rayungan (1 atau 2 tunas) Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang
tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:

1. Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.

2. Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai.

3. Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan pertumbuhannya lebih cepat
daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu.

Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama
seperti halnya bibit bagal. d) Bibit siwilan Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah
mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.

Pengolahan Media Tanam Terdapat dua jenis cara mempersiapkan lahan perkebunan tebu yaitu cara reynoso dan
bajak. Persiapan Disebut juga dengan cara Cemplongan dan dilakukan di tanah sawah. Pada cara ini tanah tidak
seluruhnya diolah, yang digali hanya lubang tanamnya

Pembukaan Lahan

a) Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1.000 m2. Parit membujur, melintang dibuat dengan lebar 50 cm
dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.

b) Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak antar lubang tanam (parit) sejauh 1 m.
Tanah galian ditumpuk di atas larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah guludan ini
dipindahkan lagi ke tempat semula.

Teknik Penanaman

15
Penentuan Pola Tanam Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur pada bulan Juni-Agustus (di tanah
berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di tanah tegalan/sawah tadah hujan). Terdapat dua cara bertanam tebu
yaitu dalam aluran dan pada lubang tanam.

Pada cara pertama bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal 2-3 cm dan disiram. Cara ini banyak
dilakukan dikebun Reynoso. Cara kedua bibit diletakan melintang sepanjang solokan penanaman dengan jarak 30-
40 cm. Pada kedua cara di atas bibit tebu diletakkan dengan cara direbahkan. Bibit yang diperlukan dalam 1 ha
adalah 20.000 bibit.Cara Penanaman Sebelum tanam, tanah disiram agar bibit bisa melekat ke tanah.

a) Bibit stek (potongan tebu) ditanam berimpitan secara memanjang agar jumlah anakan yang dihasilkan banyak.
Dibutuhkan 70.000 bibit stek/ha.

b) Untuk bibit bagal/generasi, tanah digaris dengan kedalaman 5-10 cm, bibit dimasukkan ke dalamnya dengan
mata menghadap ke samping lalu bibit ditimbun dengan tanah. Untuk bibit rayungan bermata satu, bibit dipendam
dan tunasnya dihadapkan ke samping dengan kemiringan 45 derajat, sedangkan untuk rayungan bermata dua bibit
dipendam dan tunasnya dihadapkan ke samping dengan kedalaman 1 cm. Satu hari setelah tanam lakukan
penyiraman jika tidak turun hujan. Penyiraman ini tidak boleh terlambat tetapi juga tidak boleh terlalu banyak.

Pemeliharaan Tanaman

1. Penjarangan dan Penyulaman

a) Sulaman pertama untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata satu dilakukan 5-7 hari setelah
tanam. Bibit rayungan sulaman disiapkan di dekat tanaman yang diragukan pertumbuhannya. Setelah itu tanaman
disiram. Penyulaman kedua dilakukan 3-4 minggu setelah penyulaman pertama.

b) Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata dua dilakukan tiga minggu setelah tanam
(tanaman berdaun 3-4 helai). Sulaman diambil dari persediaan bibit dengan cara membongkar tanaman beserta akar
dan tanah padat di sekitarnya. Bibit yang mati dicabut, lubang diisi tanah gembur kering yang diambil dari guludan,
tanah disirami dan bibit ditanam dan akhirnya ditimbun tanah. Tanah disiram lagi dan dipadatkan.

c) Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk. Penyulaman pertama dilakukan pada minggu ke 3.
Penyulaman kedua dilakukan bersamaan dengan pemupukan dan penyiraman ke dua yaitu 1,5 bulan setelah
tanam.Kedua penyulaman ini dilakukan dengan cara yang sama dengan point (b) di atas.

d) Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum pembumbunan ke 6. Adanya penyulaman ekstra
menunjukkan cara penanaman yang kurang baik.

e) Penyulaman bongkaran. Hanya boleh dilakukan jika ada bencana alam atau serangan penyakit yang
menyebabkan 50% tanaman mati. Tanaman sehat yang sudah besar dibongkar dengan hati-hati dan dipakai
menyulan tanaman mati. Kurangi daun-daun tanaman sulaman agar penguapan tidak terlalu banyak dan beri pupuk
100-200 Kg/ha.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembubunan tanah dan dilakukan beberapa kali tergantung dari
pertumbuhan gulma. Pemberantasan gulma dengan herbisida di kebun dilaksanakan pada bulan Agustus sampai
November dengan campuran 2-4 Kg Gesapas 80 dan 3-4 Kg Hedanol power.

Pembubunan

Sebelum pembubunan tanah harus disirami sampai jenuh agar struktur tanah tidak rusak.

16
a) Pembumbunan pertama dilakukan pada waktu umur 3-4 minggu. Tebal bumbunan tidak boleh lebih dari 5-8
cm secara merata. Ruas bibit harus tertimbun tanah agar tidak cepat mengering.

b) Pembumbun ke dua dilakukan pada waktu umur 2 bulan.

c) Pembumbuna ke tiga dilakukan pada waktu umur 3 bulan.

d) Perempalan Daun-daun kering harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu bersih dari daun tebu kering dan
menghindari kebakaran.

Bersamaan dengan pelepasan daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh baik dibuang. Perempalan pertama
dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 6-7 bulan.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dua kali yaitu saat tanam atau sampai 7 hari setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8 gram
TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg TSP dan 300 kg KCl/ha).dan (2) pada 30 hari setelah
pemupukan ke satu dengan 10 gram urea per tanaman atau 200 kg urea per hektar. Pupuk diletakkan di lubang
pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera
disiram supaya pupuk tidak keluar dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam satu
hari. Agar rendeman tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh seperti Cytozyme (1 liter/ha) yang diberikan dua
kali pada 45 dan 75 Hari.

Pengairan dan Penyiraman

Pengairan dilakukan dengan berbagai cara:

a) Air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman.

b) Penyiraman lubang tanam ketika tebu masih muda. Waktu tanaman berumur 3 bulan, dilakukan pengairan lagi
melalui saluran-saluran kebun.

c) Air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke tanaman. d) Membendung got-got sehingga air
mengalir ke lubang tanam.

Pengairan dilakukan pada saat:

a) Waktu tanam

b) Tanaman berada pada fase pertumbuhan vegetatif

c) Pematangan.

Hama dan Penyakit

Hama Penggerek batang bergaris (Proceras cacchariphagus), penggerek batang berkilat (Chilitrae auricilia),
penggerek batang abu-abu (Eucosma schismacaena), penggerek batang kuning (Chilotraea infuscatella), penggerek
batang jambon (Sesmia inferens)

Gejala: daun yang terbuka mengalami khlorosis pada bagian pangkalnya; pada serangan hebat, bentuk daun
berubah, terdapat titik-titik atau garis-garis berwarna merah di pangkal daun; sebagian daun tidak dapat tumbuh lagi;
kadang-kadang batang menjadi busuk dan berbau tidak enak.Pengendalian: dengan suntikan insektisida Furadan 3G

17
(0,5 kg/ha) pada waktu tanaman berumur 3-5 bulan. Suntikan dilakukan jika terdapat 400 tanaman terserang dalam 1
hektar.

Tikus Pengendalian: dengan gropyokan secara bersama atau pengemposan belerang pada lubang yang dihuni tikus.
Penyakit :

a) Pokkahbung Penyebab: Gibbrela moniliformis. Bagian yang diserang adalah daun, pada stadium lanjut dapat
menyerang batang. Gejala: terdapat noda merah pada bintik khlorosis di helai daun, lubang-lubang yang tersebar di
daun, sehingga daun dapat robek, daun tidak membuka (cacat bentuk), garis-garis merah tua di batang, ruas
membengkak. Pengendalian: memakai bibit resisten, insektisida Bulur Bordeaux 1% dan pengembusan tepung
kapur tembaga.

b) Dongkelan Penyebab: jamur Marasnius sach-hari Bagian yang diserang adalah jaringan tanaman sebelah dalam
dan bibit di dederan/persemaian. Gejala: tanaman tua dalam rumpun mati tiba-tiba, daun tua mengering, kemudian
daun muda, warna daun menjadi hijau kekuningan dan terdapat lapisan jamur seperti kertas di sekeliling batang.
Pengendalian: tanah dijaga agar tetap kering.

c) Noda kuning Penyebab: jamur Cercospora kopkei . Bagian yang diserang daun dan bagian-bagaian dengan
kelembaban tinggi. Gejala: noda kuning pucat pada daun muda yang berubah menjadi kuning terang. Timbul noda
berwarna merah darah tidak teratur; bagian bawah tertutup lapisan puiih kotor. Helai daun mati berwarna agak
kehitaman. Pengendalian: adalah dengan memangkas dan membakar daun yang terserang. Kemudian menyemprot
dengan tepung belerang ditambah kalium permanganat.

d) Penyakit nanas Penyebab: adalah jamur Ceratocytis paradoxa. Bagian yang diserang adalah bibit yang telah
dipotong. Gejala: warna merah bercampur hitam pada tempat potongan, bau seperti buah nanas. Pengendalian: luka
potongan diberi ter atau desinfeksi dengan 0,25% fenylraksa asetat.

e) Noda cincin Bagian yang diserang daun, lebih banyak di daerah lembab daripada daerah kering. Penyebab:
jamur Heptosphaeria sacchari, Helmintosporium sachhari, Phyllsticta saghina. Gejala: noda hijau tua di bawah helai
daun, bagian tengah noda menjadi coklat; pada serangan lanjut, warna coklat menjadi jernih, daun kering.
Pengendalian: mencabut tanaman sakit dan membakarnya.

f) Busuk bibit Bagian yang diserang adalah bibit dengan gejala tanaman kekuningan dan layu. Penyebab: bakteri.
Gejala: bibit yang baru ditanam busuk dan buku berwarna abu-abu sampai hitam. Pengendalian: menanam bibit
sehat, perbaikan sistim pembuangan air yang baik, serta tanah dijaga tetap kering.

g) Blendok Bagian yang diserang adalah daun tanaman muda berumur 1,5-2 bulan pada musim kemarau.Penyebab:
Xanthomonas albilicans. Gejala: terdapat pada khlorosis pada daun; pada serangan hebat seluruh daun bergaris hijau
dan putih; titik tumbah dan tunas berwarna merah. Pengendalian: Menanam bibit resisten (2878 POY, 3016 POY),
Lakukan desinfeksi para pemotong bibit, merendam bibit dalam air panas 52,5oC dan lonjoran bibit dijemur 1-2
hari.

h) Virus mozaik Penyebab: Virus. Pengendalian: menjauhkan tanaman inang, bibit yang sakit dicabut dan dibakar.

Panen

Ciri dan Umur Panen Umur panen tergantung dari jenis tebu:

a) Varitas genjah masak optimal pada < 12 bulan

b) Varitas sedang masak optimal pada 12-14 bulan,

18
c) Varitas dalam masak optimal pada > 14 bulan. Panen dilakukan pada bulan Agustus pada saat rendeman
(persentase gula tebu) maksimal dicapai.

Cara Panen

a) Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu sedalam 20 cm.

b) Pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan
menyisakan 3 buku dari pangkal batang.

c) Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan dibongkar.Potong akar batang dan 3 buku dari
permukaan pangkal batang.

d) Pucuk dibuang.

e) Batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera digiling Panen
dilakukan satu kali di akhir musim tanam.

Perkiraan Produksi Hasil Tebu Rakyat Intensifikasi I di tanah sawah adalah 120 ton/ha dengan rendemen gula 10%
sedangkan hasil TRI II di tanah sawah adalah 100 ton dengan rendemen 9%. Di tanah tegalan produksi tebu lebih
rendah lagi yaitu pada TRI I tegalan adalah 90 ton/ha dan pada TRI II tegalan sebesar 80 tom/ha.

Pascapanen

1. Pengumpulan Hasil tanam dari lahan panen dikumpulkan dengan cara diikat untuk dibawa ke pengolahan.

2. Penyortiran dan Penggolongan Syarat batang tebu siap giling supaya rendeman baik:

a. Tidak mengandung pucuk tebu

b. Bersih dari daduk-daduk (pelepah daun yang mengering)

c. Berumur maksimum 36 jam setelah tebang.

Tanaman tebu atau Saccharum officinarum merupakan bahan utama penghasil gula pasir. Pengusahaan tanaman
tebu pada lahan sawah perlu memperhatikan kelayakan usaha, dalam arti dapat memberikan produktivitas lahan
yang cukup tinggi, tidak terlalu jauh dari pabrik gula dengan prasarana seperti jalan dan jembatan yang cukup, dan
tidak membahayakan kelestarian lingkungan.

Kelayakan usaha ini sangat penting karena tidak saja menyangkut operasi perusahaan tetapi juga pendapatan petani
yang mengusahakan tebu di wilayah itu. Usahatani yang dapat menjamin pendapatan yang cukup tinggi merupakan
motivasi kuat yang mendorong petani mencintai tanaman tebu yang diusahakannya.

Bibit merupakan modal dasar dalam budidaya tebu, sehingga dalam upaya peningkatan produksi dan produktifitas
gula, penggunaan bibit unggul tebu mutlak dilakukan. Bibit tebu adalah bagian dari tanaman tebu yang merupakan
bahan tanaman yang dapat dikembangkan untuk pertanaman baru. Bibit unggul tebu berkualitas memiliki potensi
produksi tinggi, bebas hama penyakit, mempunyai tingkat kemurnian lebih dari 95%, umur sekitar 6 -7 bulan. Bibit
unggul dapat diperoleh di Kebun Bibit.

Kebun Bibit adalah kebun untuk penyelenggaraan pembibitan, guna memperoleh bibit yang memenuhi persyaratan
mutu dan jumlah yang cukup.

19
Daur kehidupan tanaman tebu melalui 5 fase, yaitu :

1. Perkecambahan

Dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu dan diakhiri pada fase kecambah pada
umur 5 minggu.

2. Pertunasan

Dimulai dari umur 5 minggu sampai 3,5 bulan.

3. Pemanjangan Batang

Dimulai dari umur 3,5 bulan sampai 9 bulan.

4. Kemasakan

Merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini
gula di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal hingga berangsur-angsur menurun. Fase ini disebut
juga fase penimbunan rendemen gula.

5. Kematian

Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan
rendemen tebu 10 %,artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan diperoleh gula
sebanyak 10 kg.

Ada 3 macam rendemen,yaitu: rendemen contoh,rendemen sementara, dan rendemen efektif.

1. Rendemen Contoh

Rendemen ini merupakan contah yang dipakai untuk mengetahui apakah suatu kebun tebu sudah mencapai masak
optimal atau belum. Dengan kata lain rendemen contah adalah untuk mengetahui gambaran suatu kebun tebu berapa
tingkat rendemen yang sudah ada sehingga dapat diketahui kapan kapan saat tebang yang tepat dan kapan tanaman
tebu mencapai tingkat rendemen yang memadai.

Rumus : Nilai nira x Faktor rendemen = Rendemen

2. Rendemen Sementara

Perhitungan ini dilaksanakan untuk menentukan bagi hasil gula,namun sifatnya masih sementara.Hal ini
untuk memenuhi ketentuan yang menginstruksikan agar penentuan bagi hasil gula dilakukan secepatnya setelah tebu
petani digiling sehingga petani tidak menunggu terlalu lama sampai selesai giling namun diberitahu lewat
perhitungan rendemen sementara.

Cara mendapatkan rendemen sementara ini adalah dengan mengambil nira perahan pertama tebu yang digiling untuk
dianalisis di laboratorium untuk mengetahui berapa besar rendemen sementara tersebut.

Rumus : Rendemen Sementara = Faktor Rendemen x Nilai Nira

3. Rendemen Efektif

20
Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen terkoreksi. Rendemen efektif adalah rendemen hasil
perhitungan setelah tebu digiling habis dalam jangka waktu tertentu.Perhitungan rendemen efektif ini dapat
dilaksanakan dalam jangka waktu 15 hari atau disebut 1 periode giling sehingga apabila pabrik gula mempunyai hari
giling 170 hari,maka jumlah periode giling adalah 170/15 = 12 periode.Hal ini berarti terdapat 12 kali rendemen
nyata/efektif yang bisa diperhitungkan dan diberitahukan kepada petani tebu.

Tebu yang digiling di suatu pabrik gula jelas hanya sebagian kecil saja yang akan menjadi gula.Kalau 1 kuintal tebu
mempunyai rendemen 10 % maka hanya 10 kg gula yang didapat dari 1 kuintal tebu tersebut

Manfaat Tebu (Sacharum officinarum)

Tebu (Sacharum officinarum) adalah termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang biak di
daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300
meter di atas permukaan laut.

Tebu yang tumbuh di lebih dari 200 negara, India adalah terbesar kedua produsen gula sdangkan pengasil
terbesarnay adalah Brasil. Di negera Negara Karibia tebu dioleh menjadi Falernum dan dipergunakan sebagai bahan
campuran cocktail.

Selain sebagai bahan baku gula, tebu juga banyak berkhasiat sebagai obat, khasiat dari Tebu adalah sebagai berikut :

1. Ada beberapa manfaat tebu diantaranya gigunakan untuk dikomsumsi langsung dengan cara dibuat jus,
dibuat menjadi tetes rum dan dibuat menjadi ethanol yang nantinya digunakan sebagai bahan bakar.
Limbah hasil produksi dari tebu bisa dimanfaatkan menjadi listrik.
2. Ekstrak sari tebu yang ditambah jeruk nipis dan garam biasa di komsumsi di India itu dimaksudkan untuk
memberika kekuatan gigi dan gusi
3. Air tebu dapat dimanfaatkan sebagai penyembuh sakit tenggorokan dan mencegak sakit Flu serta bisa
menjaga badan kita sehat. Air tebu ini bisa dimanfaatkan oleh penderita diabetes dimanfaatkan sebagai
pemanis karena kadar gula yang rendah. Karena tebu bersifat alkali sehingga dapat membantu melawan
kanker payudara dan prostat.
4. Mengkomsumsi air tebu secara teraktur dapat menjaga metabolisme tubuh kita dari kekurangan cairan
karena banyak kegiatan yang sudah dilakukan sehingga dapat terhindar dari stroke. Dengan banyaknya
kandungan karbonhidrat sehingga dapat menambah kekuatan jantung, mata, ginjal dan otak. Membantu
dalam pengobatan penyakit kuning karena memberikan kekuatan untuk hati yang menjadi lemah selama
penyakit kuning. Membantu dalam menjaga aliran air kencing yang jelas dan juga membantu ginjal untuk
menjalankan fungsi mereka dengan baik.

21
Pembuatan gula tebu

Pemanenan

Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika dewasa hampir seluruh daun-
daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh
tanaman tebu dibakar untuk menghilangkan daun-daun yang telah kering dan lapisan lilin. Api membakar pada suhu
yang cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut rusak.

Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena asap dan senyawa-senyawa karbon
yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk setempat. Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan,
karena CO2 yang dilepaskan sebenarnya memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan CO2 yang terikat
melalui fotosintesis selama pertumbuhan. Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika
ekstraksi gula dapat dilakukan semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia.

Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Pemotongan tebu secara
manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di
area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian
atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat
tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian
dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek. Mesin-mesin
hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan,
solusi ini tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan
hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

Ekstraksi

Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik, tebu dihancurkan dalam
sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk
selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang
digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari
lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Ekstraksi gula

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1
hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu

22
bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse
untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)

Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan
mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini
dinamakan liming.

Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa
kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang
sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih
(clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus
yang keluar merupakan jus yang jernih.

Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan penyaringan
dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum
dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.

Penguapan (Evaporasi)

Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap
panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung
menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi.

Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang
diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk'
(multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan
kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

Pendidihan/ Kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam panci
ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali
dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan
larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan
seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan
dengan udara panas sebelum disimpan.

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi
diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal
ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan
sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu
tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan. Pertama atau
pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang
lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan
terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan
untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang
lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara
proporsional lebih lama daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk
kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi.

23
Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping
(byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri
penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan
pabrik gula tebu.

Penyimpanan

Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih
menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat
digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak
diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

Afinasi (Affination)

Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang
melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup
kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan
melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi untuk
memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk
dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).

Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel
halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

Karbonatasi

Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai
padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang.
Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan
menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas
karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk
partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk
dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap
kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin
materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga
ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna.
Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi
yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih
kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah
dijelaskan di atas.

Penghilangan warna

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik
penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon
teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC
merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan.
Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula
yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan
terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan
lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi
yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

24
Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit
dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan
sebelum diolah di panci kristalisasi.

Pendidihan

Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah
bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah
tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan
keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar.
Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk
didistribusikan.

Pengolahan sisa (Recovery)

Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih mengandung
sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang
beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar
hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya
diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih
lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.

Proses pembuatan gula pasir dari Tebu

Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Rata – rata manusia di Indonesia mengkonsumsi
gula sebanyak 12 – 15 kg per tahun. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, tentu kebutuhan akan gula
akan semakin meningkat pula. Di Indonesia gula kristal yang konsumsi sehari – hari didominasi oleh gula tebu. Gula
kristal ini dibuat dan diproses dari tanaman tebu. Bagi penduduk di daerah pedesaan Jawa tentu sudah sangat kenal
dengan Tebu ini. Tanaman ini merupakan jenis tanaman semusim yang dipanen atau ditebang satu tahun sekali..

Pernah kah anda membayangkan bagaimana membuat gula dari Tebu ?? lain hal nya dengan beras atau jagung atau
bahan pokok lain. Proses pembuatan gula dari tebu memerlukan beberapa tahapan dan proses kimia serta mekanis.
Kalau beras yang kita makan hanya dilakukan proses penggilingan dari gabah menjadi beras beda dengan
pembuatan gula dari tebu yang harus dilakukan dalam skala pabrik. Untuk mengetahui langkah pembuatan gula dari
tebu dapat anda lihat di diagram di bawah :

25
Pada umumnya pemrosesan tebu di pabrik gula dibagi menjadi beberapa tahap yang dikenal dengan proses
pemerahan (gilingan), pemurnian, penguapan, kristalisasi, pemisahan dan penyelesaian (sugar handling)..

GILINGAN
Langkah pertama dalam proses pembuatan gula adalah pemerahan tebu di gilingan. Pada proses ini tebu yang
ditebang dari kebun dicacah menggunakan alat pencacah tebu. Biasanya terdiri dari cane cutter, hammer shredder
atau kombinasi dari keduanya. Tebu diperah menghasilkan “nira” dan “ampas”. Nira inilah yang mengandung gula
dan akan di proses lebih lanjut di pemurnian. Ampas yang dihasilkan pada proses pemerahan ini digunakan untuk
berbagai macam keperluan. Kegunaan utama dari ampas adalah sebagai bahan bakar ketel (boiler) dan apabil
berlebih bisa digunakan sebagai bahan partikel board, furfural, xylitol dan produk lain.

PEMURNIAN
Setelah tebu diperah dan diperoleh “nira mentah” (raw juice), lalu dimurnikan. Dalam nira mentah mengandung
gula, terdiri dari sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa) ; zat bukan gula, terdiri dari atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al)
yang terikat pada asam-asam, asam organik dan an organik, zat warna, lilin, asam-asam kieselgur yang mudah
mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. Pada proses pemurnian zat-zat bukan gula akan dipisahkan dengan zat
yang mengandung gula.

Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan
secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap.

Pada proses pemurnian nira terdapat tiga buah jenis proses, yaitu :

1. Defekasi
2. Sulfitasi
3. Karbonatasi

Pada saat ini sebagian besar pabrik gula di Indonesia menggunakan proses sulfitasi dalam memurnikan nira. Pada
proses sulfitasi nira mentah terlebih dahulu dipanaskan melalui heat exchanger sehingga suhunya naik menjadi 700
C. Kemudian nira dialirkan kedalam defekator dicampur dengan susu kapur. Fungsi dari susu kapur ini adalah untuk
membentuk inti endapan sehingga dapat mengadsorp bahan bukan gula yang terdapat dalam nira dan terbentuk
endapan yang lebih besar. Pada proses defekasi ini dilakukan secara bertahap ( 3 kali ) sehingga diperoleh pH akhir
sekitar 8.5 – 10. Reaksi antara kapur dan phospat yang terdapat dalam nira :

CaCO3 ? CaO + CO2

CaO + H2O ? Ca(OH)2 + 15.9 Kcal

Ca(OH)2 ? Ca2+ + 2 OH-

3Ca2+ + 2PO43- ? Ca3(PO4)2

Setelah itu nira akan dialirkan kedalam sulfitator, dan direaksikan dengan gas SO 2. Reaksi antara nira dan gas SO2
akan membentuk endapan CaSO3, yang berfungsi untuk memperkuat endapan yang telah terjadi sehingga tidak
mudah terpecah, pH akhir dari reaksi ini adalah 7.

Tahap akhir dari proses pemurnian nira dialirkan ke bejana pengendap (clarifier) sehingga diperoleh nira jernih dan
bagian yang terendapkan adalah nira kotor. Nira jernih dialirkan ke proses selanjutnya (Penguapan), sedangkan nira
kotor diolah dengan rotary vacuum filter menghasilkan nira tapis dan blotong.

PENGUAPAN
Hasil dari proses pemurnian adalah “nira jernih” (clear juice). Langkah selanjutnya dalam proses pengolahan gula

26
adalah proses penguapan. Penguapan dilakukan dalam bejana evaporator. Tujuan dari penguapan nira jernih adalah
untuk menaikkan konsentrasi dari nira mendekati konsentrasi jenuhnya.

Pada proses penguapan menggunakan multiple effect evaporator dengan kondisi vakum. Penggunaan multiple effect
evaporator dengan pertimbangan untuk menghemat penggunaan uap. Sistem multiple effect evaporator terdiri dari 3
buah evaporator atau lebih yang dipasang secara seri. Di pabrik gula biasanya menggunakan 4(quadrupple) atau 5
(quintuple) buah evaporator.

Pada proses penguapan air yang terkandung dalam nira akan diuapkan. Uap baru digunakan pada evaporator badan I
sedangkan untuk penguapan pada evaporator badan selanjutnya menggunakan uap yang dihasilkan evaporator badan
I. Penguapan dilakukan pada kondisi vakum dengan pertimbangan untuk menurunkan titik didih dari nira. Karena
nira pada suhu tertentu ( > 1250 C) akan mengalamai karamelisasi atau kerusakan. Dengan kondisi vakum maka titik
didih nira akan terjadi pada suhu 700 C. Produk yang dihasilkan dalam proses penguapan adalah ”nira kental” .

KRISTALISASI
Proses kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula. Sebelum dilakukan kristaliasi dalam pan masak (
crystallizer ) nira kental terlebih dahulu direaksikan dengan gas SO 2 sebagai bleaching dan untuk menurunkan
viskositas masakan (nira). Dalam proses kristalisasi gula dikenal sistem masak ACD, ABCD, ataupun ABC.

Tingkat masakan (kristalisasi) tergantung pada kemurnian nira kental. Apabila HK nira kental > 85 % maka dapat
dilakukan empat tingkat masakan (ABCD). Dan apabila HK nira kental < 85 % dilakukan tiga tingkat masakan
(ACD). Pada saat ini dengan kondisi bahan baku yang rendah pabrik gula menggunakan sistem masakan ACD,
dengan masakan A sebagai produk utama.

Langkah pertama dari proses kristalisasi adalah menarik masakan (nira pekat) untuk diuapkan airnya sehingga
mendekati kondisi jenuhnya. Dengan pemekatan secara terus menerus koefisien kejenuhannya akan meningkat.
Pada keadaan lewat jenuh maka akan terbentuk suatu pola kristal sukrosa. Setelah itu langkah membuat bibit, yaitu
dengan memasukkan bibit gula kedalam pan masak kemudian melakukan proses pembesaran kristal. Pada proses
masak ini kondisi kristal harus dijaga jangan sampai larut kembali ataupun terbentuk tidak beraturan.

Setelah diperkirakan proses masak cukup, selanjutnya larutan dialirkan ke palung pendingin (receiver) untuk
proses Na – Kristalisasi. Tujuan dari palung pendingin ialah : melanjutkan proses kristalisasi yang telah terbentuk
dalam pan masak, dengan adanya pendinginan di palung pendingin dapat menyebabkan penurunan suhu masakan
dan nilai kejenuhan naik sehingga dapat mendorong menempelnya sukrosa pada kristal yang telah terbentuk. Untuk
lebih menyempurnakan dalam proses kristalisasi maka palung pendingin dilengkapi pengaduk agar dapat sirkulasi

PEMISAHAN (Centrifugal Process)


Setelah masakan didinginkan proses selanjutnya adalah pemisahan. Proses pemisahan kristal gula dari larutannya
menggunakan alat centrifuge atau puteran. Pada alat puteran ini terdapat saringan, sistem kerjanya yaitu dengan
menggunakan gaya sentrifugal sehingga masakan diputar dan strop atau larutan akan tersaring dan kristal gula
tertinggal dalam puteran. Pada proses ini dihasilkan gula kristal dan tetes. Gula kristal didinginkan dan dikeringakan
untuk menurunkan kadar airnya. Tetes di transfer ke Tangki tetes untuk di jual.

PROSES PACKING
Gula Produk dikeringkan di talang goyang dan juga diberikan hembusan uap kering. Produk gula setelah mengalami
proses pengeringan dalam talang goyang, ditampung terlebih dahulu ke dalam sugar bin, selanjutnya dilakukan
pengemasan atau pengepakan. Berat gula dalam pengemasan untuk masing-masing pabrik gula tidak sama, ada yang
per sak plastiknya 25 kg atau 50 kg. Setelah itu gula yang berada di sak plastik tidak boleh langsung dijahit, harus
dibuka dulu supaya temperatur gula dalam sak plastik mengalami penurunan suhu/temperatur. Suhu gula dalam
karung tidak boleh lebih dari 30 oC/suhu kamar, setelah gula dalam plastik dinyatakan dingin maka boleh dijahit.
Jika gula dalam sak plastik dalam keadaan panas dijahit maka berakibat penurunan kualitas gula .

27

Anda mungkin juga menyukai