Anda di halaman 1dari 6

Pengendalian Gulma Tanaman Karet

1. Pengendalian Gulma Pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan (TBM)

Sejak pembukaan lahan dan pembersihan kebun harus sekaligus ditujukan untuk
pengendalian gulma sehingga pada saat penanaman areal pertanaman bersih dari gulma.
Gulma berbahaya (noxious weed) seperti alang-alang, mikania, kirinyuh, karendong
dianjurkan diberantas dari pertanaman karet. Diperkebunan karet gulma dapat dikendalikan
dengan cara Mekanis, Kultur Teknis, dan Kimiawi. Ketiga cara tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga dianjurkan diterapkan secara terpadu,
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan petani agar diperoleh hasil yang efektif dan
efisien.

A. Pengendalian Gulma di Pembibitan Karet

Pengendalian gulma di pembibitan berbeda dengan di areal kebun, baik untuk tanaman
yang belum menghasilkan maupun tanaman yang menghasilkan. Areal pembibitan harus
diusahakan selalu bersih dari gulma. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus diulang
secara teratur sehingga tidak ada kesempatan hidup bagi gulma.

a) Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cangkul atau kored setiap dua
minggu sekali sampai tajuk saling bersinggungan. Selanjutnya, pengendalian dilakukan
setiap sebulan sekali.
b) Pengendalian secara kimia dilakukan dengan herbisida setelah bibit berumur 4 – 5 bulan,
batangnya berwarna coklat. Penyemprotan harus hati-hati agar percikan herbisida tidak
terlalu banyak mengenai bagian bibit yang masih hijau Herbisida yang dapat digunakan
adalah Gramoxone 1,5/1,0 liter dan Paracol 1,5/1 liter dengan volume semprot60 liter/ha
disemprotkan dua kali berselang dua minggu. (Haryono, 2013).

B. Pengendalian Gulma di Areal Kebun TBM

Areal kebun terdiri dari kebun yang tanamannya belum menghasilkan dan kebun yang
tanamannya sudah menghasilkan. Cara pengendalian dari kedua kebun tersebut harus
dibedakan. Pengendalian gulma di kebun yang belum menghasilkan. dilakukan dengan cara
penanaman tanaman penutup tanah, pemeliharaan piringan atau jalur tanaman, dan
pemeliharaan gawangan tanaman. Perawatan tanaman sebelum menghasilkan meliputi
kegiatan penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan, pemeliharaan
tanaman penutup tanah, serta pengendalian hama dan penyakit. (Haryono, 2013)
a). Piringan Tanaman
Piringan tanaman dengan jari-jari 0,5 – 1,0 m agar selalu bersih dari gulma atau
penutupan tanah oleh gulma maksimum 30%. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara
manual atau kimiawi.

 Penyiangan secara manual yakni dengan mencabur atau menggunakan kored/cangkul,


dilakukan sebulan sekali atau tergantung pada perkembangan gulma. Arah penyiangan
dibuat silih berganti. Penyiangan I menjauhi batang tanaman sedangkan penyiangan ke II
menuju batang tanaman, demikian selanjutnya. Hal ini juga berlaku pada penyiangan
jalur tanaman untuk menghindarkan terjadinya pencekungan tanah sekeliling pangkal
batang.
 Pengendalian secara kimiawi yakni dengan menggunakan herbisida. Herbisida yang
digunakan adalah Paracol 1,5/lt/ha, Ustinex SP 2,0/2,0 kg/ha, masingmasing dalam 600
liter air, penyemprotan dilakukan dua (2) kali berselang dua (2) minggu, penyemprotan
selanjutnya disesuaikan dengan perkembangan gulma. Menjelang tanaman mulai
menghasilkan, kebun yang penyiangannya hanya pada piringan diubah menjadi
penyiangan jalur atau dibuat jalan panen selebar 1 meter.

b). Gawangan Tanaman

Penanaman tanaman penutup tanah kacangan (PTK)/ Legume cover crop (LCC).
Setelah pengolahan tanah/pembukaan lahan selesai segera dilakukan pengajiran. Penanaman
PTK dilakukan setelah pengajiran diupayakan satu tahun sebelum penanaman karet atau
paling lambat bersamaan dengan penanaman karet. PTK ditanam 1,5-2,0 meter dari
ajir/barisan tanaman dalam 4 baris. Kacangan yang digunakan adalah:
 Campuran konvensional yaitu Centrosema pubesncens, Calpogonium mucunoides dan
Pueraria javanica dengan perbandingan 2:2:1. Penanaman dilakukan dengan menugal
sedalam kurang lebih 5 cm. Dalam satu lubang diisi 3-5 butir biji, kemudian ditutup
dengan tanah. Jarak dalam barisan 40-50 cm atau dideder sepanjang larikan.
 Capologonium caeruleum, ditanam di lapangan dengan bibit dalam polybag yang
berasal dari biji maupun stek. Bibit yang berasal dari biji lebih dahulu dikecambahkan
kemudian dipindahkan ke pembibitan dalam polybag. Bibit yang berasal dari stek,
stek diambil 2 ruas dari tanaman yang cukup tua dan sudah ada tumbuh akarnya,
ditanam dalam polybag. Setelah 3-4 minggu bibit dapat dipindahkan ke lapangan,
jarak tanam dalam barisan 1 m. tiap lubang tanaman diberi pupuk 3 gram rock
phospate. Penanaman dapat dilakukan pada awal musim hujan atau akhir msim
kemarau. Gulma yang tumbuh diantara PTK harus dikendalikan dengan mencabut
atau menggunakan kored agar tidak mengganggu pertumbuhan PTK.

Dari beberapa jenis LCC, saat ini Mucana bracteata merupakan jenis yang paling
banyak digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu : pertumbuhannya cepat,
produksi biomassa tinggi, tahan terhadap naungan, tahan terhadap kekeringan, menekan
pertumbuhan gulma, dan tidak sukai ternak. Pemeliharaan LCC sebaiknya dilakukan secara
berkala sejak LCC di tanam di lapangan.
Pemeliharaan Tanaman Penutup Tanah (Legume Cover Crops (LCC). LCC memiliki
banyak manfaat, beberapa manfaat langsung yang ditimbulkan dari penggunaan LCC pada
pertanaman karet diantaranya :

 Meningkatkan kesuburan tanah,


 Melindungi tanah dari erosi
 Memperbaiki sifat fisik tanah,
 Memperpendek masa TBM,
 Meningkatkn produksi karet,
 Mengurangi serangan Jamur Akar Putih (JAP),
 Mempertinggi homogenitas tanaman,
 Mempercepat regenerasi kulit pulihan.
c). Penanaman Tanaman Sela
Pada gawangan yang tidak ditanami PTK sebaiknya ditanami tanaman sela seperti
jagung, padi, kacang tanah, kedelai, dan sebagainya. Tanaman sela akan membantu
pendapatan petani dan sekaligus mendorong petani untuk melakukan pemeliharaan tanaman.
Bila ditanami tanaman sela maka jarak antara tanaman sela dengan tanaman karet minimal 1
meter. Tanaman sela diberi pupuk yang cukup. Penanaman tanaman sela diupayakan
sepanjang tahun dengan menanam tanaman yang sesuai dengan musimnya, seperti
penanaman padi, jagung pada musim hujan dan kedelai, kacang uci pada musim kemarau.
Dengan demikian tanaman terpelihara sepanjang tahun.

C. Pengendalian Gulma Pada Tanaman Menghasilkan

Gulma yang ada pada areal TM umumnya adalah gulma tahan naungan seperti
Axonopus compressus (alang-alang), Mikania micrantha (sembung rambat), Nephrolepis
bisserata (pakis kinca), Cyclossorus aridus (pakis kadal). Tujuan pengendalian gulma pada
jalur TM, adalah

 Menjaga keseimbangan persaingan antara tanaman dengan gulma,


 Memudahkan pengumpulan lateks,
 Memudahkan pemupukan, dimana pupuk segera terserap oleh tanaman, serta
 Memudahkan pengawasan .

Menurut Meilin (2006), jenis gulma yang ditemukan pada perkebunan karet yang
belum menghasilkan lebih banyak (17 jenis gulma) dari pada gulma yang ditemukan pada
perkebunan karet yang menghasilkan (12 jenis gulma). Ini menunjukkan bahwa jumlah jenis
gulma pada perkebunan karet dipengaruhi oleh umur tanaman karet TBM (< 5 tahun) dan
fase TM (> 5 tahun).

2. Pengendalian Gulma Secara Mekanis


Pengendalian gulma yang dilakukan biasanya dilakukan secara tradisional
menggunakan tangan atau alat sederhana seperti parang, cangkul, dan lain-lain. Praktek yang
dilakukan dengan tangan adalah dengan cara mencabut gulma yang tergolong gulma
semusim, sedangkan untuk gulma tahunan sering menggunakan parang. Pengendalian dengan
cara demikian disebut juga dengan istilah ”penyiangan”.
Selanjutnya gulma yang sudah disiang di bawa ke pinggir kebun dan dibakar.
Pengendalian ini dilakukan dengan frekuensi 6 bulan sekali dan seringkali dilakukan
bersamaan dengan saat pemupukan tanaman karet, dan juga dilakukan secara rutin pada
perkebunan karet belum menghasilkan dan menghasilkan.

Namun pada pengendalian secara mekanis, diperlukan biaya pengendalian untuk upah
yang lebih banyak, dan proses pengendaliannya juga memerlukan waktu yang lebih lama
dibanding pengendalian secara kimiawi. Hal ini juga dijelaskan oleh Sukman dan Yakup
(1995) bahwa umumnya pengendalian gulma secara mekanis cukup baik dilakukan pada
berbagai jenis gulma setahun, tetapi pada kondisi tertentu juga efektif bagi gulma-gulma
tahunan.

3. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi


Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian kimiawi dengan
menggunakan herbisida. Herbisida yang biasa digunakan dengan bahan aktif glyphosat dan
dosis sesuai dengan aturan pemakaian. Penggunaan herbisida ini biasanya dilakukan pada
bagian piringan pohon karet saja dan tidak dilakukan pada semua permukaan tanah yang
ditutupi gulma. Aplikasi herbisida menggunakan alat semprot punggung dan hanya dilakukan
bila gulma banyak tumbuh pada akhir musim penghujan dan biasanya setelah dilakukan
penyiangan terlebih dahulu.
Pengendalian gulma secara mekanis dan kimiawi dilakukan tanpa memperhatikan
tingkat dominansi gulma yang ada di perkebunan karet. Tindakan pengendalian yang
dilakukan hanya didasarkan pada keberadaan gulma di perkebunan dikategorikan sudah
banyak dan mengganggu aktifitas penyadapan. Pengendalian gulma secara kimiawi
menggunakan herbisida mempunyai beberapa kelebihan karena pelaksanaannya cepat,
menggunakan sedikit tenaga, dan memberikan hasil yang efektif.
Tetapi petani dihadapkan kendala modal untuk pembelian herbisida serta pengetahuan
dan keterampilan yang cukup tentang teknik aplikasi herbisida. Selain itu, kekurangan
pengendalian ini adalah dapat mencemari lingkungan dan air. Bisa menimbulkan gulma yang
resistesni, dapat meracuni tanaman bukan gulma dan makhluk hidup lainnya, termasuk
mikroorganisme tanah. Dapat menimbulkan residu pada tanaman dan tanah.

4. Pengendalian Secara Biologis


Di antara jenis-jenis ternak ruminansia, domba merupakan jenis ternak yang paling
sesuai untuk mengendalikan gulma di kawasan perkebunan karet dan kelapa sawit. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa ternak domba memiliki sifat dasar sebagai ternak
perenggut rumput (Hofmann, 1988), sehingga tidak memiliki kecenderungan untuk
mengganggu tanaman pokok.
Di samping itu, ternak domba sangat mudah dikendalikan karena sifatnya cenderung
membentuk kelompok, sehingga memudahkan pengaturan sistem clan Dengawasan
penggembalaan yang efektif menurut kondisi perkebunan .Diperkirakan bahwa seorang
penggembala dapat mengelola sekitar 150 ekor domba di areal perkebunan (Gatenby dan
Ginting, 1991) .

Anda mungkin juga menyukai