Anda di halaman 1dari 20

USAHA KECIL, MENENGAH, DAN BESAR

DI BIDANG PERKEBUNAN

Dosen Pengampu: Dr. Iman Arman, SP. MM

Oleh:
Abdi Chairi Ihsan 01.02.19.066
Muhammad Ramadhan 01.02.19.082
Wahyu Fikriansyah 01.02.19.096
Wulan Dari Yunaidi 01.02.19.098
Yulia Devi Sari 01.02.19.099

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERKEBUNAN PRESISI


JURUSAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor usaha perkebunan menjadi salah satu pembahasan dari daftar negatif
investasi mengenai bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan untuk
dicadangkan atau kemitraan dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu
usaha perkebunan yang memiliki luas 25 hektar atau lebih yang terintegrasi
dengan unit pengolahan dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu
dengan penanaman modal asing (PMA) maksimal sebesar 95%. Sektor
perkebunan merupakan subsektor strategis dan menjadi salah satu andalan
perekonomian Indonesia, dimana pertumbuhan sektor ini cukup tinggi yaitu
sekitar 17,85% per tahun. Disisi lain sektor perkebunan mempunyai keterkaitan
yang erat dengan sektor industri yang menjadi subsistem tengah dan hilir sehingga
berpotensi meningkatkan nilai tambah.
Apabila ditinjau dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan sendiri
meliputi: 1. Perkebunan Besar Negara (6%); 2. Perkebunan Besar Swasta (21%)
dan; 3. Perkebunan Rakyat (72%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
para pelaku usaha perkebunan di Indonesia mayoritas adalah para pekebun rakyat
termasuk didalamnya pelaku UMKM seperti petani pekebun, pelaku usaha
penyedia input awal seperti benih, pupuk, obat-obatan, dan alat-alat pendukung
proses produksi, hingga pelaku usaha pengolahan hasil perkebunan.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting
dalam perekonomian di Indonesia. UMKM memiliki proporsi sebesar 99,99%
dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 56,54 juta unit.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu membuktikan eksistensinya
dalam perekonomian di Indonesia.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui usaha kecil dibidang perkebunan
2. Untuk mengetahui usaha menengah dibidang perkebunan
3. Untuk mengetahui usaha besar dibidang perkebunan
BAB II
ISI

A. Gambaran Umum Bisnis Sektor Perkebunan


Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai,
mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Sesuai Undang-Undang nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, bahwa
secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional;
sedangkan secara ekologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air,
penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung serta secara
sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Dari aspek komoditas, perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa
tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran
rendah sampai dataran tinggi, beberapa diantaranya yang menjadi andalan
nasional, seperti Perkebunan Sawit, Karet, Kakao, Jarak Pagar, Tebu, Kapas,
Kopi, Cengkeh, Jambu Mete, Lada dan Teh.
Ditinjau dari aspek produksi, hasil produksi perkebunan merupakan bahan
baku industri baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Apabila ditinjau
dari bentuk pengusahaannya, usaha perkebunan meliputi: 1. Perkebunan Besar
Negara (6%); 2. Perkebunan Besar Swasta (21%) dan; 3. Perkebunan Rakyat
(72%) (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2015).

B. Potensi Usaha di Bidang Perkebunan


Perkebunan merupakan subsektor yang strategis dan menjadi salah satu
andalan perekonomian Indonesia, dimana pertumbuhan sektor perkebunan cukup
tinggi yaitu sekitar 17,85% per tahun. Peran subsektor perkebunan sebenarnya
lebih besar karena mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor industri yang
menjadi subsistem tengah dan hilir sehingga berpotensi meningkatkan nilai
tambah. Dengan adanya keterkaitan ini, dan potensi peningkatan nilai tambah,
subsektor perkebunan dapat menjadi salah satu subsektor untuk mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan, pangan dan perekonomian daerah. Peran penting
lain adalah sebagai basis pengembangan ekonomi rakyat di seluruh wilayah
Indonesia sehingga dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah.
Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2006, total luas daratan Indonesia adalah
sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6%) merupakan kawasan
budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4%) merupakan kawasan lindung. Dari total
luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal perkebunan seluas 101 juta
ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3
juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha.
Dari area perkebunan yang sangat luas tersebut, saat ini ada 12 produk
unggulan di area perkebunan tersebut, seperti, karet, kelapa, kelapa sawit, kopi,
teh, lada, cengkeh, kakao, jambu mete, tebu, tembakau, dan kapas. Secara umum,
dari 12 produk unggulan di sektor perkebunan tersebut, usaha bisnis kelapa sawit
memberikan kontribusi lahan terbesar yaitu dengan luas lahan, sebesar 10,9 Juta
Ha, pada tahun 2014, atau tumbuh sebesar 4,6% dibandingkan tahun sebelumnya
yang hanya sebesar 10,4 Juta Ha, namun demikian sektor perkebunan karet juga
memiliki luas lahan yang cukup besar, yaitu 3,6 Juta Ha, atau tumbuh sebesar
1,4%, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dari sisi produksi, kelapa sawit tetaplah menjadi primadona, dengan
memberikan kontribusi terbesar, yaitu 29,3 Juta ton, per tahun atau tumbuh
sebesar 5,6% dibandingkan produksi tahun 2013, yang hanya sebesar 27,7 Juta
ton, sedangkan yang menduduki peringkat kedua dalam hal pertumbuhan produksi
adalah perkebunan tebu, dimana pada tahun 2014, produksi teh tumbuh 3,1% atau
sebesar 2,6 Juta ton, dibandingkan dengan tahun 2013, yang menghasilkan
produksi 2,5 Juta ton per tahun (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia,
2015).
C. Definisi Usaha Kecil, Menengah, dan Besar di Bidang Perkebunan
UU 20/2008 UMKM mendefinisikan UMKM berdasarkan kekayaan bersih
dan hasil penjualan tahunan. Kriteria UMKM berdasarkan Undang-Undang
tersebut sebagai berikut:
1. Usaha Kecil
Merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Kriteria
Usaha Kecil (KUK) sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
2. Usaha Menengah
Merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria:
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
3. Usaha Besar
Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar
dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta,
usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
yang memenuhi kriteria:
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah)
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50.000.000.000,- (lima
puluh milyar rupiah)

D. Landasan Hukum Usaha Kecil, Menengah dan Besar di Bidang


Perkebunan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UU UMKM)

E. Karakteristik Usaha Kecil, Menengah dan Besar di Bidang Perkebunan


Karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi faktual yang melekat
pada aktifitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam
menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku
usaha sesuai dengan skala usahanya. Menurut Bank Dunia, UMKM dapat
dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Usaha Mikro (jumlah karyawan 10 orang);
2. Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang); dan
3. Usaha Menengah (jumlah karyawan hingga 300 orang).
Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat kelompok,
yaitu:
1. UMKM sektor informal, contohnya pedagang kaki lima.
2. UMKM Mikro adalah para UMKM dengan kemampuan sifat pengrajin namun
kurang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan usahanya.
3. Usaha Kecil Dinamis adalah kelompok UMKM yang mampu berwirausaha
dengan menjalin kerjasama (menerima pekerjaan sub kontrak) dan ekspor.
4. Fast Moving Enterprise adalah UMKM yang mempunyai kewirausahaan yang
cakap dan telah siap bertransformasi menjadi usaha besar.
Di Indonesia, Undang-Undang yang mengatur tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Dalam
undang-undang tersebut UMKM dijelaskan sebagai: “Sebuah perusahaan yang
digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola
oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah
kekayaan dan pendapatan tertentu”.
Ukuran Usaha Karakteristik
Usaha kecil a. Jenis barang/komoditi yang diusahakan
umumnya sudah tetap tidak gampang
berubah.
b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah
menetap tidak berpindah-pindah.
c. Pada umumnya sudah melakukan
administrasi keuangan walau masih
sederhana.
d. Keuangan perusahaan sudah mulai
dipisahkan dengan keuangan keluarga.
e. Sudah membuat neraca usaha.
f. Sudah memiliki izin usaha dan
persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP.
g. Sumberdaya manusia (pengusaha)
memiliki pengalaman dalam berwira
usaha.
h. Sebagian sudah akses ke perbankan
dalam keperluan modal.
i. Sebagian besar belum dapat membuat
manajemen usaha dengan baik seperti
business planning.
Usaha Menengah a. Memiliki manajemen dan organisasi
yang lebih baik, dengan pembagian
tugas yang jelas antara lain, bagian
keuangan, bagian pemasaran dan
bagian produksi.
b. Telah melakukan manajemen keuangan
dengan menerapkan sistem akuntansi
dengan teratur sehingga memudahkan
untuk auditing dan penilaian atau
pemeriksaan termasuk oleh perbankan.
c. Telah melakukan aturan atau
pengelolaan dan organisasi perburuhan.
d. Sudah memiliki persyaratan legalitas
antara lain izin tetangga.
e. Sudah memiliki akses kepada sumber-
sumber pendanaan perbankan.
f. Pada umumnya telah memiliki sumber
daya manusia yang terlatih dan
terdidik.
g. Contoh: Usaha pertambangan batu
gunung untuk kontruksi dan marmer
buatan

Usaha Besar Usaha ekonomi produktif yang dilakukan


oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari Usaha Menengah, yang meliputi
usaha nasional milik negara atau swasta,
usaha patungan, dan usaha asing yang
melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Sumber: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2015

F. Kriteria Usaha Kecil, Menengah dan Besar di Bidang Perkebunan


Pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM: kriteria usaha mikro,
kriteria usaha kecil, menengah dan besar sebagai berikut:
Ukuran Usaha Kriteria
Aset Omset
Usaha Kecil > Rp50 juta – Rp500 juta >Rp300 juta –Rp2,5 miliar
Usaha Menengah >Rp500 juta – Rp10 miliar >Rp2,5 miliar– Rp50 miliar
Usaha Besar >Rp10 miliar >Rp50 miliar

1. Kekayaan Bersih: hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan
total nilai kewajiban tidak termasuk tanah & bangunan tempat usaha.
2. Hasil penjualan tahunan: hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari
penjualan barang & atau jasa usahanya dalam 1 tahun buku.

G. Bentuk Perusahaan UMKM di Indonesia


Menurut Ridwan Khairandy, ada berbagai bentuk perusahaan di Indonesia yaitu:
a. Perusahaan Perseorangan;
b. Perusahaan Firma;
c. Perusahaan Persekutuan Komanditer (CV);
d. Perseroan Terbatas (PT);
e. Koperasi; dan
f. Perusahaan milik Negara yang terdiri dari Perusahaan Perseroan (Persero) dan
Perusahaan Umum (Perum).
Jika dilihat dari status hukumnya, perusahaan-perusahaan tersebut dapat
diklasifikasikan lebih lanjut, yaitu:
a. Perusahaan badan hukum yang terdiri dari Perseroan Terbatas (PT), Koperasi
dan Perusahaan Milik Negara (BUMN).
b. Perusahaan bukan badan hukum yang terdiri dari perusahaan Firma,
perusahaan Persekutuan Komanditer (CV), dan perusahaan perorangan.

H. Peranan Usaha Kecil, Menengah dan Besar di Bidang Perkebunan


Usaha di bidang perkebunan mempunyai peran yang penting dalam
pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan
investasi yang lebih kecil, sehingga usaha di bidang perkebunan lebih fleksibel
dalam menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan pasar. Oleh karena itu
pengembangan usaha di bidang perkebunan dapat memberikan kontribusi pada
diversifikasi ekonomi dan perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan
ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Disamping itu
tingkat penciptaan lapangan kerja lebih tinggi di bidang perkebunan.

I. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil, Menengah dan Besar di Bidang


Perkebunan
Beberapa aspek yang sangat menentukan prospek perkembangan UKM
adalah kemampuan UKM itu sendiri untuk mendiagnosis keuatan yang kemudian
dioptimalkan dan kelemahan yang kemudian harus diminimalisir dalam menjawab
tantangan internal maupun eksternal. Aspek-aspek yang menjadi kekuatan dan
kelemahan tersebut adalah faktor manusia dan faktor ekonomi.
1. Aspek manusia,
Kekuatan usaha kecil menengah dan besar bidang perkebunan :
a) Motivasi yang kuat untuk mempertahankan usahanya serta
b) Supply tenaga kerja yang melimpah dengan upah yang murah.
Kelemahan usaha kecil menengah dan besar bidang perkebunan:
c) Kualitas SDM rendah baik dilihat dari tingkat pendidikan formal maupun
ditinjau dari kemampuan untuk melihat peluang bisnis,
d) Tingkat produktivitas rendah,
e) Penggunaan tenaga kerja cenderung eksploitatif dengan tujuan untuk mengejar
target,
f) Sering mengandalkan anggota keluarga sebagai pekerja tidak dibayar.

2. Aspek ekonomi
Kekuatan usaha kecil menengah dan besar bidang perkebunan apabila
dilihar dari faktor ekonomi (bisnis) adalah :
a) Mengandalkan sumber keuangan informal yang mudah diperolah.
b) Mengandalkan bahan-bahan baku lokal (tergantung pada jenis produk yang
dibuat),
c) Melayani segmen pasar bawah yang tinggi permintaan (proposi dari populasi
paling besar).
Kelemahan usaha kecil menengah dan besar bidang perkebunan apabila
dilihar dari faktor ekonomi (bisnis) adalah :
a) Nilai tambah yang diperoleh rencah, dan akumulasinya sulit terjadi.
b) Manajemen keuangan yang buruk.
Kekuatan dari kedua faktor tersebut harus dioptimalkan dalam upaya
menjaga survivalitas UKM maupun untuk meningkatkan dan mengembangkan
UKM itu sendiri, sedangkan kelemahan dari kedua faktor tersebut harus secara
terus menerus diminimalisir dan dihilangkan sama sekali.

J. Permasalahan dan Solusi Usaha Kecil, Menengah dan Besar di Bidang


Perkebunan
a. Permasalahan
UMKM memiliki peran yang strategis dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong kemajuan
perekonomian serta mengatasi berbagai masalah-masalah perekonomian
khususnya kemiskinan dan pengangguran. Meskipum UMKM memiliki tujuan
yang strategis dalam mendukung perekonomian, terdapat beberapa permasalahan
yang dihadapi oleh UMKM yang dapat ditinjau dari sisi ekternal dan internal.
Permasalahan tersebut adalah:
1. Faktor Internal UMKM
a. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena
pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik
yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau
lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara
administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya
ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang
memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga menjumpai kesulitan dalam hal akses
terhadap sumber pembiayaan. Selama ini yang cukup familiar dengan mereka
adalah mekanisme pembiayaan yang disediakan oleh bank dimana
disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses pembiayaan lainnya seperti
investasi, sebagian besar dari mereka belum memiliki akses untuk itu. Dari
sisi investasi sendiri, masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
apabila memang gerbang investasi hendak dibuka untuk UKM, antara lain
kebijakan, jangka waktu, pajak, peraturan, perlakuan, hak atas tanah,
infrastruktur, dan iklim usaha.
b. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan
usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil
baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga
usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan
keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing
produk yang dihasilkannya. Hal ini disebabkan oleh :
a) Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha
kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar
yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat
terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda
dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid
serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional
dan promosi yang baik.
b) Mentalitas Pengusaha UKM, Hal penting yang seringkali pula
terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat
entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang
dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa
menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18]
Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali
memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme
kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga
seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatankesempatan yang
ada.
c) Kurangnya Transparansi, Kurangnya transparansi antara generasi awal
pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak
informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan
kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga
hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam
mengembangkan usahanya.
c. Jaringan Usaha
Sebahagian besar usaha kecil merupakan usaha keluarga yang memiliki
jaringan usaha yang terbatas dan kemampuan memahami kondisi pasar yang
sangat rendah. Dampak dari kualitas barang dan jumlah penduduk yang
terbatas akan mempengaruhi jaringan usaha untuk memasarkan barang/jasa
yang dihasilkan apalagi bila ingin menjangkau pasar global.

2. Faktor Eksternal UMKM


a. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Barang yang dihasilkan oleh UMKM setelah masuk di pasar akan
bersaing dengan barang-barang lainnya baik ditinjau sebagai barang primer
dan sekunder. Dalam persaingan tersebut, terkadang masih terdapat
persaingan kurang sejat antar pelaku usaha kecil dan pelaku usaha besar. Hal
ini akan memicu persaingan yang tidak sehat dengan hadirnya monopoli
barang tertentu yang dilakukan oleh pelaku usaha besar.
b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan
usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UMKM
kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang
disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang
strategis.
c. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar
menjadi salah satu kendala juga bagi UMKM karena menambah pengeluaran
yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang
kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
d. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik
sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang
pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UMKM Indonesia
mudah rusak dan tidak tahan lama.
e. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.
f. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UMKM juga menemui kesulitan dalam hal
akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UMKM,
sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun
jasa dari unit usaha UMKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari
hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UMKM
untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau
jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak
memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya
beredar di pasar domestik.
b. Solusi
Pendampingan merupakan solusi yang tepat untuk menjawab kendala modal
maupun kendala SDM. Dengan menyediakan pendamping yang berkualitas dan
berpengalaman di bidangnya, pelaku UMKM dapat memperoleh arahan yang
tepat, baik untuk mendapatkan tambahan modal, mengelola usaha yang dimiliki,
hingga peningkatan skill SDM untuk menciptakan produk yang berdaya saing.
Saat ini, kebanyakan layanan yang disediakan hanyalah berupa pelatihan.
Jenis kegiatan pelatihan memang sangat diperlukan, namun kegiatan
pendampingan juga sama pentingnya. Karena dengan adanya pendampingan,
pemerintah dapat melakukan tindak lanjut (follow-up) dari kegiatan pelatihan
yang ada. Pelatihan seyogyanya tak hanya di kelas, tetapi sampai pada aplikasi di
masyarakat.
Perlu pembenahan serius dalam kegiatan pendampingan yang ada saat ini
untuk dapat mencapai tujuan pendampingan yang sesungguhnya. Pelaku UMKM
juga memerlukan pendamping yang berasal dari individu yang telah
berpengalaman di bidang usaha yang sama. Tujuannya tak lain agar menghasilkan
UMKM yang tangguh dan mandiri.
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dan langkah-
langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-
hal sebagai berikut :
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain
dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta
penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat
yang tidak memberatkan bagi UMKM, untuk membantu peningkatan
permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial
informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk
UMKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada
maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh
Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani
UMKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan
dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam
legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang
bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UMKM, atau
antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri,
untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Selain itu, juga untuk
memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan
demikian, UMKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku
bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek
kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya
dalam pengembangan usahanya. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk
menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui
pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya
penumbuhkembangan UMKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam
rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi
oleh UMKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya
antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan
untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UMKM dengan usaha
besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk
yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga diadakan talk show antara asosiasi
dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah
dengan dunia usaha (UMKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir
yang terkait dengan perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha bagi UMKM di tempat-tempat
yang strategis sehingga dapat menambah potensi berkembang bagi UMKM
tersebut.

K. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Pada Bisnis Sektor Perkebunan


1. Pemilihan dan ketersediaan bibit unggul (standar tertentu/ bersertifikasi).
2. Pola budidaya yang dikembangkan, antara lain intensif, semi intensif, organik,
non organik. Termasuk pula kepatuhan kepada Good Agriculture Practices
(antara lain: pengolahan lahan pemilihan/ penyemaian bibit, pemupukan
pemberantasan hama/penyakit).
3. Cara dan waktu panen yang tepat:
a. Cara panen yang baik akan menekan kehilangan hasil secara
kuantitatif, tergantung sosial budaya.
b. Waktu panen yang tepat akan menentukan kualitas hasil produksi,
tergantung varietas, iklim, dan ketinggian tempat.
4. Produk bersifat pabrikasi (perlu diolah lebih lanjut).
5. Ketergantungan pada bahan pembantu tinggi.
6. Sangat tergantung pada musim.
7. Bencana alam yang dapat diperkirakan dari frekuensi bencana alam.
8. Persiapan panen dan pasca panen.
9. Peraturan dan kebijakan pemerintah.
10. Volatilitas harga input dan output.
11. Sumber permodalan usaha.
12. Kelembagaan dan kemitraan

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Usaha kecil, merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)
2. Usaha menengah, merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung kecil atau usaha besar yang memenuhi
kriteria: Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah)
3. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar
dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta,
usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di
Indonesia memiliki asset lebih dari 10 miliyar dan omset lebih dari 50 miliyar.

DAFTAR PUSTAKA
Bambang Agus Sumantri, S.IP., M.M dan Erwin Putera Permana, M.Pd. 2017.
Manajemen Koperasi Dan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM).
Fakultas Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri

Dwi Susilowati, Siti Asmaniyah Mardiyani, dan Suyamto. 2021. Peranan UMKM
Agribisnis Komoditi Apel Melalui Hilirisasi Pertanian Dalam Pemulihan
Perekonomian Di Kota Batu. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis
(JEPA). Volume 5, Nomor 4 (2021): 1262-1269

LPPI. 2015. Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Bank
Indonesia

Reni Ratna Anggreini. 2020. Perlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) Sektor Perkebunan Dari Dominasi Kepemilikan Modal Asing Di
Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Undang Fadjar. 2006. Kemitraan Usaha Perkebunan : Perubahan Struktur Yang


Belum Lengkap. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 24
No. 1, Juli 2006 : 46 - 60

Yazfinedi. 2018. Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Indonesia: Permasalahan


Dan Solusinya. Vol XIV No. 25

Anda mungkin juga menyukai