NAMA KELOMPOK 6:
I Gede Andre Pratama (25)
I Gede Putu Sumandhita Edi Saputra (27)
Komang Noga Adhi Pranata (29)
Usaha kecil di Indonesia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang disatu sisi dapat
dibangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu
menerapkan system organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti diusaha-
usaha modern dan di sisi lain berbeda dengan usaha menengah, usaha kecil pada umumnya membuat
barng-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat yang berpenghasilan
rendah.
Sektor Usaha Kecil dan Menengah telah mampu menunjukkan kinerjayang relatif lebih
tangguh dalam menghadapi masa krisis yang panjang.UKM mendorong pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja yang tidak bisa lagi dilakukan oleh usaha besar. Indikator ekonomi makro
yang yang merupakan hasil kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Kementrian Koperasi dan
UKM mengumumkan pertumbuhan UKM yang terus mengalami peningkatan. Apabila melihat data
yang dilansir BPS menunjukkan betapa UKM menuju perkembangan yang sangat menjanjikan.
Besaran Produk Domestik Bruto (PDB) yang disumbangkan UKM pada 2003 mencapai Rp1.013
triliun atau 56,7 persen dari total PDB nasional. Pada 2001 terjadi pertumbuhan 3,8 persen, tahun
2002 naik menjadi 4,1 persen dan2003 meningkat menjadi 4,6 persen. Bahkan sumbangan
pertumbuhan PDB UKM lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan usaha besar. Tahun 2003 dari 4,1
persenpertumbuhan PDB nasional ,2,4 persen berasal dari UKM). Kontribusi sektor ini pada
perekonomian nasional juga cukup signifikan. Pada tahun 2002 jumlah UKM tercatat 41,3juta unit
atau 99,99% dari keseluruhan unit usaha ekonomi yang ada, dengan tingkat penyerapan tenaga kerja
sebesar 88,7% dari jumlah tenaga kerja yang ada, atau mencapai 68,28 jutaorang. Dibanding dengan
kondisi tahun 2002, jumlah tersebut meningkat sebesar2,7% menjadi 42,4 juta unit usaha, dengan
penyerapan tenaga kerja menjadi 79juta tenaga kerja atau meningkat 15,7 %.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, dunia usaha di daerah akan menghadapi suatu
perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha/persaingan di daerah. Oleh sebab
itu, seetiap pelaku bisnis di daerah dituntut untuk dapat beradaptasi menghadapi perubahan tersebut.
Di satu sisi, perubahan itu akan memberi kebebasan sepenuhya bagi daerah dalam menentukan
sendiri kegiatan-kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan. Tentunya diharapkan kegiatan-
kegiatan yang produktif yang dapat menghasilkan nilai tambah (NT) yang tinggi dan dapat memberi
sumbangan besar bagi pemerntukan PAD, salah satunya adalah industri-industri dengan dasar
sumber daya alam. Diharapkan industri-industri tersebut dapat dikembangkan di daerah yang kaya
sumber daya alam sehingga mempunyai daya saing tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain.
Bagi pengusaha setempat, pembangunan industri-industri tersebut berarti suatu peluang bisnis ang
besar, baik dalam arti membangun perusahaan di industri tersebut atau perusahaan di sector lain yang
terkait dengan industri tersebut, misalnya di sector jasa (perusahaan transportasi) atau di sector
perdagangan (perusahaan ekspor-impor).
Di sisi lain, jika tidak ada kesiapan yang matang dari pelaku bisnis daerah, maka
pemberlakuan otonomi daerah akan menimbulkan ancaman besar bagi mereka untuk dapat bertaha
menghadapi persaingan dari luar daerah atau luar negeri. Dengan kata lain, tantangan yang pasti
dihadapi setiap pelaku bisnis di daerah pada masa mendatang adalah bagaimana mereka
memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya.
Sejak terjadi reformasi kebijakan perdagangan di Indonesia pada awal tahun 1980-an,
Indonesia mulai keluar dari cangkangnya untuk membuka diri dan terlibat dalam perekonomian
global. Setelah sekian lama berlindung dan bergantung terhadap pendapatan minyak dan gas yang
melimpah ruah, Indonesia segera mencari alternatif pendapatan negara sejak redamnya masa oil
boom sehingga fokus harus dialihkan pada pengembangan pundi-pundi dari sektor non-migas
(sektor selain minyak bumi dan gas). Oleh karenanya, pemerintah Indonesia berinisiatif untuk
melakukan reformasi kebijakan perdagangan, mulai dari pengurangan hambatan perdagangan non-
tarif secara bertahap hingga penurunan tingkat tarif mencapai 0% di beberapa sektor.Semua tingkat
perjanjian perdagangan pun ditindaklanjuti, baik di tingkat multilateral, regional, serta bilateral.Tak
ketinggalan, deregulasi berbagai peraturan perdagangan pun dilakukan demi meminimalisasi peluang
korupsi di tataran birokrat.
Kendala utama yang dihadapi UMKM sehingga pembentukan nilai ekspornya sangat rendah
disebabkan oleh teknologi yang belum mumpuni untuk menunjang produktivitas, rendahnya keahlian
tenaga kerja, kurangnya pengetahuan mengenai pasar dan strategi bisnis global, dan keterbatasan
dalam mengakses modal.Pengetahuan pemasaran yang kurang memadai mengakibatkan para pelaku
UMKM tidak melakukan kegiatan secara ekspor secara mandiri melainkan menggunakan jasa pihak
ketiga untuk melakukan ekspor. Hal ini untuk sementara bisa diatasi dengan menjadikan pelaku
UMKM supplier bagi perusahaan besar dan perusahaan asing dalam negeri yang memiliki jaringan
internasional sehingga mereka terlatih dalam membentuk jaringan.Namun, manfaat untuk jangka
panjang, pemerintah dan institusi terkait perlu mengadakan pelatihan guna meningkatkan
kemampuan pemasaran secara internasional tersebut.Untuk mengatasi permodalan, pemerintah telah
berupaya untuk memperluas Bank Penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui Bank
Pembangunan Daerah (BPD) sehingga pada tahun 2011 melalui Kementerian Koperasi dan UKM
mampu merealisasikan KUR sebesar 29 triliun. Dengan kata lain, tercapai 145% melampaui
target.Kementerian Koperasi dan UKM telah mencanangkan berbagai program strategis seperti,
Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN), pengembangan Inkubator Bisnis, pengembangan dan
perluasan pasar produk UMKM.Namun, pemerintah masih luput untuk fokus pada pengembangan
sumber daya manusia dan teknologi untuk meningkatkan kemampuan inovasi dan mutu produk
sehingga produk UMKM Indonesia bisa diakui secara internasional.
Daftar Pustaka
Fekool: Konsep Pengusaha Kecil dan Menengah