Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah Ciri, Pembiayaan dan

Perkembangannya di Indonesia
13:54:00

EKONOMI

Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah adalah - Untuk Indonesia sendiri mendefenisikan
Industri Kecil (Usaha Kecil) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Usaha mikro diartikan
sebagai model usaha yang paling kecil, biasanya dilakukan di rumah (definisi ini juga digunakan
oleh Bank Dunia). Jika dikaitkan dengan jumlah pekerja, usaha mikro menurut definisi Amerika dan
Eropa sama, yaitu jumlah pekerja di bawah 10 pekerja. Erwin, SMK dan Usaha Mikro,
http://mybusinessblogging.com/entrepreneur/ 2008/01/05/smk-dan-usaha-mikro/, diakses tanggal 10
Agustus 2009.

Definisi Usaha Mikro


Usaha mikro adalah usaha yang bersifat menghasilkan pendapatan dan dilakukan oleh rakyat
miskin atau mendekati miskin. Sedangkan Pengusaha Mikro adalah orang yang berusaha di bidang
usaha mikro. Ciri-ciri usaha mikro antara lain: modal usahanya tidak lebih dari Rp 10 juta (tidak
termasuk tanah dan bangunan), tenaga kerja tidak lebih dari lima orang dan sebagian besar
mengunakan anggota keluarga/kerabat atau tetangga, pemiliknya bertindak secara naluriah/alamiah
dengan mengandalkan insting dan pengalaman sehari-hari. P2KP, Mengenal Kelompok Usaha
Mikro, http://www.p2kp.org/wartaarsip detil.asp?mid=1094&catid=2&

Jenis usaha mikro, antara lain seperti dagang (seperti warung kelontong, warung nasi, mie
bakso, sayuran, jamu), industri kecil (konveksi, pembuatan tempe/kerupuk/kecap/kompor/sablon),
jasa (tukang cukur, tambal ban, bengkel motor, las, penjahit), pengrajin (sabuk, tas, cindera
mata, perkayuan, anyaman), dan pertanian/peternakan (palawija, ayam buras, itik, lele). Ibid

Terkait pengembangan usaha mikro, dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Pertama, Kelompok
Usaha Mikro (KUM), yaitu sekelompok orang yang bersepakat untuk saling membantu dan
bekerjasama dalam membangun sumber pelayanan keuangan dan usaha produktif, sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. KUM adalah kelompok swadaya masyarakat
yang bergerak dalam bidang ekonomi. KUM diperlukan, karena usaha sendiri tidaklah mudah dan
memiliki keterbatasan pengetahuan/pendidikan, sumber bahan baku terbatas, modal kecil, teknologi
produksi sederhana, serta tidak memiliki akses kepada sumber modal, apalagi persaingan antar
usaha cukup kuat.

Pemberdayaan Industri Kecil bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha
kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah
dan juga untuk meningkatkan peranan industri kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan
kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan
pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkokoh struktur.

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pada Pasal 6 ayat (1) menyebutkan kriteria yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai usaha
mikro, yaitu:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah.

Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
memberikan pengertian pemberdayaan sebagai upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan
pengembangan usaha terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah sehingga mampu tumbuh dan
berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

Selanjutnya pada Pasal 1 angka (10) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah memberikan definisi dari upaya pengembangan, yaitu:
Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,
pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan
daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah.

Ketentuan untuk dikatakan sebagai usaha kecil harus sesuai dengan beberapa ketentuan yang
diatur oleh undang-undang, di antaranya ketentuan mengenai besarnya modal dan pendapatan.
Ditinjau dari sisi modal dan pendapatan, Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang No. 20
Tahun 2008 mengatur harus memiliki kekayaan bersih lebih dari dari Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2. 500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).

Ciri-ciri Usaha Mikro

Pada umumnya kelompok dan individu didampingi dengan dasar keswadayaan. Untuk kelompok,
keswadayaan dilakukan dengan mengembangkan kegiatan simpan pinjam, sehingga nantinya
kelompok akan mempunyai dana sendiri yang dapat digunakan oleh keseluruhan anggota.
Keterbatasan dana dalam kelompok merupakan hal yang selalu terjadi, dimana simpanan anggota
lebih kecil dari kebutuhan.

Keterbatasan inilah yang merupakan salah satu faktor penghambat perkembangan kelompok.
Banyak ide-ide produktif yang muncul dalam kelompok terkendala implementasinya disebabkan
kekurangan dana. Hal yang sama juga terjadi pada usaha-usaha yang dikelola individu. Banyak
usaha-usaha individual dan bersifat retail yang berprospek tetapi sangat terbatas sumber
pembiayaannya. Di lain pihak kebanyakan pengusaha lokal, mereka jarang bahkan tidak memiliki
aspek-aspek legalitas usaha seperti izin, SIUP walaupun usaha yang dijalankan sesungguhnya
menjadi penopang kehidupan keluarga.

Di lain pihak daya akses masyarakat ke lembaga-lembaga penyedia dana seperti perbankan, sering
kali harus menghadapi berbagai persyaratan maupun birokrasi yang panjang. Pihak Bank
menerapkan peraturan perbankan secara kaku tanpa melihat realitas yang ada di masyarakat.
Misalnya meminta aspek legalitas usaha yang demikian panjang daftarnya, yang kadang
kala harus berhadapan dengan penyelenggara pemerintahan yang penuh birokrasi.Tulus Tambunan,
Globalisasi Ekonomi dan Ekspor, Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, makalah, LP3E-Kadin
Indonesia, Jakarta, 2001, hlm.2.

Krisis ekonomi, apalagi yang sangat parah, tentu telah menyulitkan masyarakat dalam
kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini bukanlah hal yang mengejutkan kalau pengangguran,
hilangnya penghasilan serta kesulitan memenuhi kebutuhan pokok merupakan persoalan-persoalan
sosial yang sangat dirasakan masyarakat sebagai akibat dari krisis ekonomi.

Sementara itu, belakangan ini banyak diungkapkan bahwa Usaha mikro dan usaha kecil memiliki
peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi. Dengan memupuk usaha mikro dan usaha
kecil diyakini pula akan dapat dicapai pemulihan ekonomi. Hal serupa juga berlaku bagi sektor
informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya sebagian besar bersifat informal dan karena itu
relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru. Diah Kurniawati, Wajah Koperasi
Tani Dan Nelayan Di Indonesia: Sebuah Tinjauan Kritis, http://diahkurniawati.wordpress.com/, diakses
tanggal 19 Agustus 2009.

Pendapat mengenai peran usaha mikro dan usaha kecil atau sektor informal tersebut ada benarnya
setidaknya bila dikaitkan dengan perannya dalam meminimalkan dampak sosial dari krisis ekonomi
khususnya persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat. Usaha mikro dan
usaha kecil boleh dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam
menghadapi krisis yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang
berkarakteristik informal.Dengan hal ini maka persoalan pengangguran sedikit banyak dapat
tertolong dan implikasinya adalah juga dalam hal pendapatan.

Bukan tidak mungkin produk-produk usaha mikro dan usaha kecil justru menjadi substitusi bagi
produk-produk usaha besar yang mengalami kebangkrutan atau setidaknya masa-masa sulit akibat
krisis ekonomi. Jika demikian halnya maka kecenderungan tersebut sekaligus juga merupakan
respon terhadap merosotnya daya beli masyarakat. Usaha mikro dan usaha kecil nasional banyak
mengalami masalah, khususnya dalam bidang manajemen, baik manajemen produksi, pemasaran,
maupun sumber daya manusia (SDM), di samping masalah pembiayaan. Untuk menyukseskan
usaha mikro dan usaha kecil usaha mikro dan usaha kecil bangkit, pemerintah akan menggandeng
stakeholder (pihak terkait lainnya) seperti Kadin Indonesia dan pelaku usaha untuk membantu
mengatasi masalah UKM. Pada dasarnya pemerintah hanya sebagai regulator dan membuat
kebijakan yang membantu, tetapi pelaku di lapangan adalah swasta. Muhammad Jafar Hafsah,
Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, artikel Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004, hlm. 42.

Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka
Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber
daya manusia, teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis
jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah
dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan
mutu.Ibid

Usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah memegang peranan penting dalam ekonomi
Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan
lapangan kerja. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha-usaha kecil termasuk usaha-
usaha rumah tangga atau mikro yaitu:

Usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar), pada tahun
2000 meliputi 99,9 persen dari total usaha-usaha yang bergerak di Indonesia. Sedangkan usaha-
usaha menengah (yaitu usaha-usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1
Milyar dan Rp. 50 Milyar) meliputi hanya 0,14 persen dari jumlah total usaha. Dengan demikian,
potensi UKM sebagai keseluruhan meliputi 99,9 persen dari jumlah total usaha yang bergerak di
Indonesia. Carunia Mulya Firdausy, Prospek Bisnis UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Otonomi
Daerah,artikel, Lembaga Ilmu Pengtahuan Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 4.

Banyak kendala untuk meningkatkan akses usaha kecil melalui lembaga keuangan, dan kendala
terbesar adalah tidak tersedianya agunan fisik. Dalam hal ini agunan pinjaman menjadi fokus dalam
pengembangan akses pembiayaan pada usaha kecil. Sementara itu dukungan nyata kepada UMKM
juga dilakukan oleh BUMN, sebagai badan usaha milik negara, yang menyisihkan 1-5 persen dari
keuntungan bersih untuk program kemitraan dan bina lingkungan. Berdasarkan pengamatan dan
parameter perbankan nasional, saat ini masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan program
tersebut, antara lain adanya tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) yang relatif tinggi.
Sebagai lembaga yang mendukung peningkatan akses UMKM terhadap sumber-sumber
pembiayaan, PEAC BROMO merasakan hal tersebut menjadi problem yang cukup berat bagi
UMKM. Tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus secepatnya dicarikan solusi yang cerdas. Hal
tersebut mengingat peran strategis UMKM dalam perekonomian nasional.

Secara garis besar, terdapat 3 (tiga) kebijakan pokok yang dibutuhkan dalam pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu:

1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif (conducive business climate) sekaligus


menyediakan lingkungan yang mampu (enabling environment) mendorong pengembangan
UMKM secara sistematik, mandiri, dan berkelanjutan.

2. Kedua, menciptakan sistem penjaminan (guarantee system) secara finansial terhadap


operasionalisasi kegiatan usaha ekonomi produktif yang dijalankan oleh UMKM.

3. Ketiga, menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and


facilitation) secara manajerial guna meningkatkan status usaha UMKM agar feasible
sekaligus bankable dalam jangka panjang. Agustianto, Strategi Baru Pemberdayaan UMKM,
http://umkmakmur. wordpress.com/2008/ 12/04/strategi-baru-pemberdayaan-umkm/, diakses
tangal 15 september 2009.

Kebijakan dan strategi pertama pada dasarnya merupakan penerjemahan dari fungsi pemerintah
sebagai regulator dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah harus
mampu mengembangkan regulasi-regulasi ekonomis yang dapat memberikan tingkat kepastian
usaha sekaligus memberikan pemihakan yang tepat kepada segenap pelaku UMKM dalam
menjalankan dan mengembangkan usahanya.Kebijakan dan strategi kedua pada dasarnya
merupakan solusi terobosan terhadap adanya gap antara UMKM, dan perbankan/lembaga
keuangan bukan bank, dalam hal permodalan/pembiayaan usaha.

Pembiayaan Usaha Mikro


Secara empiris, selama ini UMKM terutama usaha mikro sangat sulit untuk memenuhi kriteria
aturan/mekanisme baku perbankan dalam penyaluran kredit untuk membiayai usaha dan
permodalan yang dikenal denan nama prinsip 5-C (character, condition of economy, capacity to
repay, capital, collateral).

Character yaitu data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat- sifat pribadi, kebiasaan-
kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini
untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya
dengan kata lain ini merupakan willingness to pay.

Capacity merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari
pendidikannya, pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang
pernah dikelola (pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity
ini merupakan ukuran dari ability to play atau kemampuan dalam membayar.

Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat
dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti
return on equity, return on investment. Dari kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan
diberi pembiayaan, dan beberapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan. Collateral adalah
jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon pelanggan benar-benar tidak bisa
memenuhi kewajibannya. Collateral ini diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada
suatu kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang
mungkin bisa dijadikan jaminan. R. Subekti, 1996, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit
(Termasuk Hak Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Oleh karenanya wajar apabila selama ini pemerintah melalui berbagai program pemberdayaan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan lebih cenderung menciptakan sekaligus menyediakan
skema kredit program yang lebih banyak bersifat dana hibah bergulir kepada berbagai kelompok
masyarakat (pokmas) yang bergerak dalam usaha mikro.Ibid

Skema kredit program tersebut merupakan salah satu alternatif strategi untuk membiayai
kegiatan UMKM dan koperasi (terutama usaha mikro) yang berkesan lebih cenderung untuk
mengabaikan rigiditas kriteria 5-C yang diberlakukan kalangan perbankan.Namun demikian,
strategi dalam bentuk penciptaan dan penyediaan skema kredit program tersebut dalam jangka
panjang tidaklah efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Pertama, dibutuhkan dana pemerintah yang sangat besar untuk menyediakan dana hibah
bergulir tersebut sehingga setiap tahun akan memberatkan keuangan negara melalui APBN
(baik bersumber dari dana rupiah murni maupun dana yang berasal dari hutang luar negeri).

2. Kedua, pengalaman implementasi berbagai skema kredit program ternyata tidak terlalu
berhasil terutama berkaitan dengan tingkat kemacetan kredit dan semakin menipisnya dana
hibah bergulir tersebut sebagai akibat rendahnya akuntabilitas di tingkat masyarakat yang
disebabkan oleh persepsi yang keliru bahwa dana tersebut adalah milik masyarakat yang
tidak perlu dipertanggunggjawabkan kepada pemerintah.

3. Ketiga, skema kredit program tersebut cenderung tidak mendorong penerapan dan
pengembangan sistem dan mekanisme pembiayaan yang benar dan proporsional, yaitu
melalui perbankan atau berbagai sistem dan mekanisme pembiayaan lainnya yang
dikembangkan oleh lembaga keuangan bukan bank. Ibid., hlm.20

Perkembangan Usaha Mikro di Indonesia

Untuk meningkatkan produksi industri kecil tentu saja memerlukan modal dan kadangkala si
pengusaha memerlukan modal tambahan. Untuk itu biasanya pengusaha akan mengjukan kredit
yang dapat diajukan kepada BUMN pembina. Adapun tata cara pemberian pinjaman dana Program
Kemitraan bagi pengusaha kecil adalah:

1. Calon Mitra Binaan menyampaikan rencana penggunaan dana pinjaman dalam rangka
pengembangan usahanya untuk diajukan kepada BUMN Pembina, dengan memuat
sekurang-kurangnya data sebagai berikut:

o Nama dan alamat unit usaha.

o Nama dan alamat pemilik atau pengurus usaha.


o Bukti identitas diri pemilik ataau pengurus.

o Bidang usaha.

o Izin usaha atau surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang.

o Perkembagan kinerja usaha (arus kas, perhitungan pendapatan/beban dan neraca


atau data yang menunjukan keadaan keuangan serta hasil usaha).

o Rencana usaha dan kebutuhan dana

2. BUMN pembina melaksanakan evaluasi dan selesai secara langsung atas permohonan
yang diajukan oleh calon mitra binaan setelah berkoordinasi dengan Koordinator BUMN
pembina.

3. Calon mitra binaan yang layak bina, menyelesaikan proses administrasi pinjaman dengan
BUMN pembina bersangkutan.

4. Pemberian pinjaman kepada calon mitra binaan dituangkan dalam surat perjanjian/kontrak
yang sekurang-kurangnya memuat:

o Nama dan alamat BUMN pembina dan mitra binaan.

o Hak dan Kewajiban BUMN pembina dan mitra binaan.

o Jumlah pinjaman dan peruntukannya.

o Syarat-syarat pinjaman (jangka waktu pinjaman, jadwal angsuran pokok dan bunga).

o BUMN pembina dilarang memberikan pinjaman kepada calon mitra binaan yang
menjadi mitra binaan BUMN pembina lain. Besarnya bunga pinjaman dana program
kemitraan maksimal 12% (dua belas persen) pertahun dengan sistem perhitungan
bunga efektif.

Penggolongan kualitas pinjaman ditetapkan sebagai berikut:


1. Lancar, adalah pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu.

2. Kurang lancar, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga
yang telah melampaui 1 (satu) hari dan belum melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari
dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah
disetujui bersama.

3. Diragukan, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang
telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dan belum melampaui 360 (tiga ratus
enam puluh) hari daari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian
yang telah disetujui bersama.

4. Macet, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang
telah melampaui 360 (tiga ratus enam puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran
angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama. Ibid

Peranan Perbankan Nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat dengan tetap memperhatikan pembiayaan kepada usaha kecil.
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi di bidang sosial dan ekonomi, perlu dilakukan
penyesuaian kebijakan penyaluran kredit usaha kecil (KUK) yang didasarkan pada kemampuan
masing- masing bank. Hasil wawancara menyatakan bahwa seluruh responden (100%)
mendapatkan kredit untuk mengembangkan usahanya dengan proses yang cukup mudah dan tidak
berbelit-belit. Syarat yang diajukan dianggap cukup ringan, sehingga memudahkan pengusaha kecil
untuk melakukan pembayaran kredit mereka.

Dalam rangka pemantauan dan keterbukaan atau tranparansi dalam penyaluran KUK, bank
mengumumkan jumlah KUK yang disalurkan tersebut secara periodik kepada masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penyesuaian kebijakan KUK dimaksud telah ditetapkan
dalam Peraturan Bank Indonesia.

Kredit Usaha Kecil atau Industri Kecil adalah kredit atau pembiayaan dari Bank untuk investasi dan
atau modal kerja, yang diberikan dalam Rupiah dan atau Valuta Asing kepada nasabah usaha
kecil dengan plafon kredit keseluruhan maksimum Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
untuk membiayai usaha yang produktif, selanjutnya disebut KUK.

Usaha Kecil atau Industri Kecil adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Sedangkan
usaha produktif adalah usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam menghasilkan barang
dan atau jasa. Bank dianjurkan menyalurkan sebagian dananya melalui pemberian KUK. Bank yang
melaksanakan pemberian KUK wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam Rencana
Kerja Anggaran Tahunan Bank, melaporkan pelaksanaan pemberian KUK dalam Laporan Bulanan
Bank Umum dan mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui Laporan
Keuangan Publikasi.

Bank yang menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank Indonesia. Ketentuan
pelaksanaan dalam Peraturan Bank Indonesia telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan bank kepada Bank Indonesia
diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan
usaha Bank serta mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Sejalan dengan perubahan tugas dan fungsi Bank Indonesia, yang hanya bertugas menjaga
setabilitas nilai rupiah, dipandang perlu untuk menyesuaikan pengaturan kredit kepada usaha kecil
atau industri kecil yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam paket Januari 1990 dengan
mewajibkan kepada perbankan untuk menyediakan 20% dari total kreditnya kepada usaha kecil
atau industri kecil dan diubah dengan ketentuan terakhir pada bulan April 1997 menjadi sebesar
22,5% atau 25% dari ekspansi kredit netto.

Perubahan kebijakan tersebut selain dengan memperhatikan tugas dan fungsi Bank Indonesia saat
ini, dalam pelaksanaanya juga mempertimbangkan adanya perbedaan kemampuan dan kebijakan
pemberian Kredit Usaha Kecil.

Masing-masing Bank dan kebijakan perekonomian yang diarahkan kepada mekanisme pasar.
Dengan memperhatikan hal tersebut, besarnya pemberian KUK setiap Bank diserahakan pada
kebijakan dan kemampuan masing-masing Bank. Dalam hal ini Bank hanya diwajibkan untuk
mencantumkan rencana pemberian KUK dalam RKAT serta melaporkan realisasi KUK tersebut
melalui mekanisme Laporan Bulanan Bank Umum. Selain itu, sejalan dengan era keterbukaan dan
dalam rangka meningkatkan peran masyarakta dalam pengawasan pelaksanaan pemberian KUK
oleh Bank, Bank diwajibkan mencantumkam rencana pemberian KUK dalam RKAT dan
mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat.

Dalam rangka membantu program Pemerintah, Bank dianjurkan tetap menyediakan sebagian kredit
untuk disalurkan kepada usaha kecil atau industri kecil. Rencana Kerja Anggaran Tahunan adalah
rencana kegiatan dan anggaran tahunan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor:
27/117/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 tentang Penyampaian Rencana Kerja Bank dan laporan
Pelaksanaannya. Mengingat kemampuan dan kebijakan bank dalam pemberian

KUK berbeda maka besarnya rencana pemberian KUK yang dicantumkan dalam RKAT disesuaikan
dengan kondisi masing-masing bank. Peraturan Bank Indonesia No. 2/21/PBI/2000 Tanggal 19
September Tahun 2000 Tentang Pedoman Penyusun Laporan Bulanan Bank Umum.

Dalam hal terjadi perubahan rencana pemberian KUK dalam RKAT perubahan tersebut hendaknya
disertai dengan alasan dan wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Tata cara penyampaian
laporan pelaksanaan pemberian dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan Bank
Indonesia Nomor: 2/21/PBI/2000 tanggal 19 September 2000 tentang Pedoman Penyusun Laporan
Bulanan Bank Umum.

Dalam rangka transparansi kepada masyarakat, Bank diwajibkan mengumumkan pencapaian


pemberian KUK dalam media massa bersamaan dengan pengumuman laporan Keuangan Publikasi
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 31/40/KEP/DIR tanggal 9 Januari 1998
tentang Laporan Keuangan Publikasi. Dengan adanya keinginan Pemerintah untuk menyalurkan
Kredit kepada Industri Kecil atau Usaha Kecil dibidang Sektor Pertanian, Perikanan dan Kelautan,
Koperasi, Kehutanan, Perindustrian dan Perdagangan di nilai positif oleh masyarakat.

Program kredit untuk Industri Kecil atau Usaha Kecil merupakan peluang baik untuk para Petani dan
Nelayan serta sektor Dunia Industri Kecil dan Usaha Menengah lainnya untuk mengembangkan
usahanya, baik dibidang Pertanian, Perikanan, dan Perkebunan yang selama ini hanya berkembang
dengan sendirinya. Di samping itu selama ini Petani dan Nelayan berkembang sendiri tanpa
mendapat perhatian yang serius dalam pemberian dan penerimaan kredit bagi para Petani dan
Nelayan, oleh karena itu pihak Bank harus benar-benar meneliti para Kreditur, apakah Kreditur itu
benar-benar Petani dan Nelayan atau Sektor Industri yang dimaksud.

Harus diantisipasi munculnya Petani berdasi ketika pihak Bank akan mengucurkan Kredit terhadap
Petani dan Nelayan. Karena itu pihak Bank harus benar-benar mengseleksi, sebab dikhawatirkan
adanya suatu permainan yang akan dapat terjadi dipimpinan-pimpinan Koprasi yang
mengatasnamakan Petani dan Nelayan.

Peran aktif dari Kepala Desa, Lurah, dan Camat sangat dibutuhkan untuk melegitimasi Nelayan dan
Petani. Demikian juga halnya dengan Dinas-Dinas yang bersangkutan sehingga pemberian Kredit
kepada Petani dan Nelayan betul- betul dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Petani dan
Nelayan yang membutuhkan. Bank sebagai penjamin, kalau masih juga menggunakan Jaminan
Sertifikat atau benda bergerak dan tidak bergerak, itu sama saja menggagalkan program
Pemerintah, karena belum tentu bot yang dimiliki para Nelayan memiliki surat-surat.

Pembinaan dan pengembangan terhadap Dunia Industri Kecil dilakukan oleh pemerintah, Dunia
Usaha dan Masyarakat baik secara sendiri-sendiri maupun dengan bersama-sama dan dilakukan
secara terarah dan terpadu, secara berkesinambungan untuk mewujudkan Usaha kecil yang
tangguh dan mandiri, serta dapat berkembang, menjadi usaha menengah atau usaha besar. Lihat
Kompas, Senin 26 November 2007 Kinerja UMKM Masih Lemah, hlm. 19. Pembinaan dan
pengembangan kepada Dunia Industri Kecil atau Usaha Kecil dilaksanakan dengan memperhatikan
klasifikasi dan tingkat perkembangan dari Dunia Industri Kecil atau Usaha Kecil.

Pemerintah telah pula mengeluarkan Paket Kebijakan baru yang tertuang dalam Instruksi Presiden
No. 6 Tahun 2007 yang antara lain menyatakan bahwa Pemerintah akan memperkuat sistem
penjaminan kredit bagi Usaha Mikro Kecil menengah, di antaranya mempercepat penerbitan
Sertifikat Tanah bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Florianus SP Sangsun, Op.Cit. , hlm. 3.

Anda mungkin juga menyukai