Anda di halaman 1dari 13

EKSISTANSI UKM DI DALAM PROSES PEMBANGUNAN EKONOMI

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Ni Kadek Risna (15/1902622010272)


2. Luh Heni Andriani (27/1902622010284)
3. Ni Luh Pande Diah Purnami (28/1902622010285)
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


PEMBAHASAN
1.1 Konsep Pengusaha Kecil dan Menengah

UMKM merupakan usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan
usaha di semua sektor ekonomi. Pada prinsipnya, perbedaan antara UMI (Usaha Mikro), UK (Usaha
Kecil), UM (Usaha Menengah), dan UB ( Usaha Beasar) umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak
termasuk tanah dan bangungan), omset rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap. Di Indonesia,
definisi UMKM diatur dalam Undang – Undang RI No 20 tahun 2008 tentang UMKM. Dalam bab 1
(Ketentuan Umum), pasal 1 dari UU tersebut menyatakan :

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang-perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria UM sebagimana diatur dalam UU ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usahha
Menengah atau Usaha Beasar yang memenuhi kritertia Usaha Kecil.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagimana diatur dalam UU
ini.

d. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha
nasional milik Negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukankegiatan ekonomi di
Indonesia.

Dalam Undang-Undang ini kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan UMK seperti yang tercantum
dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai aset, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau hasil penjualan tahunan. Dalam pasal tersebut berikut merupakan kriteria untuk UMI, UK,
UMKM:

a. Kriteria Usaha Mikro (UMI) adalah :

 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangungan tempat usaha; atau
 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)

b. Kriteria Usaha Kecil (UK) adalah :

 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah sampai dengan paling
banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangungan tempat
usaha; atau
 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 (Dua milyar lima ratus juta rupiah)

c. Kriteria Usaha Menengah (UM) adalah :

 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangungan
tempat usaha.
 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah)

1.2 Keberadaan UKM Secara Alami

Seperti yang kita ketahui, dunia saat ini sudah memasuki era globalisasi. Salah satunya, adalah globalisasi
dalam bidang perekonomian. Globalisasi dalam perekonomian dunia ini memperbesar ketidakpastian
terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya.
Kemampuan UKM bertahan selama ini di Indonesia menunjukan potensi kekuatan yang dimiliki UKM
Indonesia untuk menghadapi perubahanperubahan dalam perdagangan dan perekonomian dunia di masa
depan. Relatif lebih baiknya UK dibadingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis ekonomi tahun 1998
tidak lepas dari 2 sifat alami dari keberadaan UK yang berbeda dengan sifat alami dari keberadaan UM
apalagi UB di Indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami agar dapat
mempredisikan masa depan UK atau UKM. UK pada umumnya membuat barang-barang konsumsi
sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagian dari pengusaha kecil
dan pekerjanya di Indonesia adalah kelompok masyarakat berpandidikan randah (SD) dan kebanyakan
dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau buatan dari mereka sendiri. UK
sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim kredit
murah. Untuk mengetahui besarnya dampak dan proses terjadinya dampak tersebut dari suatu gejolak
ekonomi seperti krisis tahun 1998 terhadap UK perlu dianalisis dari dua sisi :

 Penawaran
 Permintaan

Dari sisi penawaran, pada saat krisis berlangsung banyak pengusaha-pengusaha besar terpaksa menutup
usaha mereka karena mahalnya biaya pengadaan bahan baku dan input lainnya terutama yang diimpor
akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Namun, krisis ekonomi tahun 1998 memberi
suatu dorongan positif bagi pertumbuhan UK (dan mungkin hingga tingkat tertentu bagi pertumbuhan
UM) di Indonesia. Bagi banyak orang khususnya dari kelompok masyarakat berpendapatan rendah atau
penduduk miskin UK berperan sebagai salah satu the last resort yang memberi sumber pendapatan
secukupnya atau penghasilan tambahan.

Dari sisi permintaan salah satu dampak negatif dari krisis ekonomi tahun 1998 yang sangat nyata adalah
merosotnya tingkat pendapatan riil masyarakat per kapita. UK di Indonesia hingga saat ini tetap ada
bahkan jumlahnya terus bertambah walaupun mendapat persaingan ketat dari UM, UB
Pada umumnya produk-produk buatan UK adalah dari kategori inferior yang harganya relatif murah
daripada harga dari produk sejenis buatan UM dan UB. Struktur pasar output dualisme ini yang membuat
UK bisa bertahan dalam persaingan dengan UM dan UB

Kemampuan UKM

Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia terdapat tiga faktor kompetitif yang
akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha antara lain:

 Kemajuan Teknologi 3
 Penguasaan ilmu pengetahuan
 Kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) Sayangnya, ketiga faktor keunggulan kompetitif
tersebut masih merupakan kelemahan utama dari sebagian besar UKM (terutama UK)
diIndonesia.

1.3 Kinerja UKM di Indonesia

UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalahmasalah ekonomi dan
sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan
distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan,
serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang
signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.

Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for
Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies
(CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam
melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu
mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.

UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu :

(1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak
tahan lama,(2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan
usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya
memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari
banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.

UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama
perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini,
paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1)
Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal,
(2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3)
Sektor UKM 4 sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang
dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha dan
tenaga kerja (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Nilai Tambah Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila
dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM
pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7
triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM
memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bila dirinci menurut skala usaha, pada
tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha
Besar sebesar 46,7 persen.

b. Unit Usaha dan Tenaga Kerja Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha
atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai
85,4 juta orang.

c. Ekspor UKM Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3
triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap
total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen
pada tahun 2006

1.4 Kontribusi Ukm Terhadap Kesempatan Kerja Dan PDB

Kontribusi UMKM terhadap kesempatan kerja secara nasional


  Peranan UMKM terlihat cukup jelas pasca krisis ekonomi, yang dapat dilihat dari
besaran pertambahan nilai PDB, pada periode 1998-2002 yang relative netral dari intervensi
pemerintah dalam pengembangan sektor perekonomian karena kemampuan pemerintah yang
relative terbatas, sektor yang menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari
industri kecil,kemudian diikuti industri menengah dan besar. Hal ini mengindikasikan
bahwa UKM mampu dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi pada masa akan
datang.
  Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian secara absolute memiliki kontribusi lebih
besar dari pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa.  Arah
perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin
mendalam antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi  dan
menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
  Pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada sektor yang yang
memberikan kontribusi terhadap output perekonomian yang tinggi dan penyerapan tenaga
kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor yang dimaksud adalah sektor industri
pengolahan, dengan tingkat pertambahan output bruto sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan
tenaga kerja sebesar 23,21% lebih besar daripada sektor pertanian, pertambangan dan
jasa. Berdasarkan skala,UMKM memiliki kontribusi terhadap pertambahan output bruto
dan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar daripada Usaha Besar.
       
Peranan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dari UB juga
terlihat selama periode 2002-2005. UMKM memberikan kontribusi terhadap penyerapan
tenaga kerjarata rata sebesar 96,66% terhadap total keseluruhan tenga kerja nasional
sedangkan UB hanya memberikan kontribusi rata rata 3,32% terhadap tenaga kerja nasional.
Tinggi kemampuan UMKM dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding usaha besar
mengindikasikan bahwa UMKM memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan
dan dapat berfungsi sebagai katub pengaman permasalahan tenaga kerja (pengangguran). Dan
tampaknya sektor UMKM punya kontribusi yang paling besar pada pembentukan PDB yang
makin besar. Selain itu sektor UMKM terbukti dari tahun ke tahun secara parsial mampu
menyerap dan membuka lapangan kerja baru dari berbagai bidang mulai bidang ekonomi,
pertanian, pertenakan, kerajinan, industri, dsb. Sehingga pertumbuhan dan pemberdayaan sektor
UMKM menjadi suatu keharusan dalam rangka pencitaan lapangan kerja baru, baik disektor
formal maupun sektor informal.
      Gambar di bawah ini bisa dilihat bagaimana kontribusi UMKM di beberapa negara dan bisa
dibandingkan dengan kontribusi UMKM di Indonesia. Ternyata kontribusi UMKM kita
membanggakan dan bersifat strategis walau di tengah keterbatasan.

1.5 Kontribusi UMKM terhadap PDB

               Kontribusi Usaha mikro kecil menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto
(PDB) diupayakan akan terus ditingkatkan seiring semakin banyaknya program pemberdayaan
yang dilakukan. UMKM juga memberikan kontribusi pada ekspor non migas sebesar
14,20%. Hal ini berarti pada sektor-sektor dimana terbuka bagi masyarakat luas UMKM
mempunyai sumbangan nyata.  Sehingga kemampuan untuk melahirkan percepatan pemulihan
ekonomi akan ikut ditentukan oleh kemampuan menggerakkan UMKM. 

Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2011-2012

        Gambar di atas menjelaskan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)


Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000. PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional
menurut harga berlaku pada tahun 2011 sebesar Rp4.321,8 triliun atau 58,05%, sedangkan tahun
2012 sebesar Rp4.869,5 triliun atau 59,08%. Total kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional
merupakan akumulasi dari semua sektor ekonomi UMKM. Penggolongan jenis kegiatan
ekonomi mengikuti konsep ISIC (International Standard Classification of All Economic
Activities) yang direvisi tahun 1968. Klasifikasi sektor ini bertujuan untuk memudahkan
perbandingan tingkat aktivitas ekonomi antar berbagai macam kegiatan.

Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2010-2011

Tabel di atas menunjukkan sumbangan UMKM terhadap PDB selama kurun waktu 2010 – 2011
terus mendominasi dibanding usaha besar. Lima sektor ekonomi yang
memberikan kotribusi besar terhadap PDB adalah:

1. Perdagangan, Hotel dan Restoran


2. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
3. Industri Pengolahan
4. Jasa-jasa
5. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

 1.6 Otonomi Daerah Dan Peluang Bagi Ukm Daerah

Pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde baru yang lebih terfokus pada
pertumbuhan ternyata tidak membuat banyak daerah di tanah air berkembang dengan baik.
Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembagunan selama itu lebih
terkonsentrasi di pusat (Jawa). Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-
rata per tahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan per kapita naik terus setiap tahun (hingga
krisis terjadi). Namun dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi antar
provinsi semakin membesar. Masalah ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan
antara lain karena selama pemerintahan orde baaru, berdasarkan UU No. 5 tahun 1974,
pemerintah pusat menguasai dan mengontrol hampir semua sumber pendapatan daerah yang
ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam (SDA)
di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Konstelasi hubungan
keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) yang berlaku sejak pemmerintahan
orde baru hingga diberlakukannya otonomi daerah (OD) sejak bulan Januari 2001 lalu
menyebabkan relative kecilnya peranan pendapatan asli daerah (PAD) dalam struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sumber-sumber 7 penerimaan yang yang relative besar
pada umumnya dikelola oleh pemerintah pusat, sedangkan sumber-sumber relatif kecil dikelola
oleh pemda. Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah Menurut UU
No.18 Tahun 1997, sumber-sumber keuangan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD);
bagi hasil pajak dan nonpajak; pendapatan pemberian dari pemerintah pusat, yang terdiri atas
sumbangan/subsidi daerah otonom atau SDO, inpres/bantuan pembangunan atau DIP, dan
sumbangan-sumbangan lain yang diatur denan peraturan perundang-undangan. Dengan
keluarnya UU No. 25/1999, struktur keuangan daerah mengalami perubahan, dimana sumber
baru yang penting adalah dana dari pemerintah pusat. Didasarkan dari sejumlah asumsinya,
penerimaan provinsi secara total meningkat sebesar 17%. Berdasarkan penerimaan yang
bersumber dari bagian daerah, empat provinsi yang memiliki kekayaan alam cukup besar
mendapatkan kenaikan penerimaan besar, yakni DI Aceh, Riau, Jawa Barat, dan Kalimantan
Timur. Dalam makalah Kalla (1999) mengatakan bahwa dengan diberlakukannya otonomi
daerah, secara umum pengusaha di daerah akan melakukan hal sebagai berikut: - Bekerja dengan
biaya lebih murah dan mudah karena tidak perlu berurusan banyak dengan birokrasi di Jakarta. -
Tata niaga nasional pasti tidak ada lagi, dengan syarat Pemda tidak membuat aturanaturan tata
niaga lokal yang menimbulkan sekat-sekat baru. - Mengurangi persaingan dengan perusahaan
besar dengan lobi pusat. Ini artinya, pengusaha-pengusaha di daerah dapat bersaing dipasar
secara langsung, dan fair dengan pengusaha-pengusaha dari luar (misalnya Jakarta). - Mencegah
adanya proyek yang datang sekaligus dengan kontraktornya. - Kebijakan ekonomi yang sesuai
dengan kelebihan daerah masing-masing dapat diambil oleh pemda dan pengusaha-pengusaha
setempat untuk pertumbuhan yang lebih baik. Peluang terbaik dalam otonomi daerah yang juga
dapat dikaitkan dengan era perdagangan bebas adalah wilayah Negara kita yang terletak di
kawasan Asia Pasifik dengan ekonominya yang besar dan dinamis. Kota-kota Indonesia dapat
disiapkan untuk menjadi bagian penting dari jaringan-jaringan bisnis yang berkembang di
kawasan ini. Daya tarik Indonesia di kawasan Asia Pasifik dan bagian dunia lain diperkuat oleh
sumber daya alam, angkatan kerja, dan letak geografikal yang sangat dibutuhkan dalam system
produksi global.

3. Peluang Dan Tantangan Bagi Ukm Dalam Liberasi Perdagangan

Derasnya paham globalisasi dan kesuksesan integrasi ekonomi Eropa dalam bentuk pasar
tunggal yang digodok sejak 1950-an sedikit banyak menginspirasi wilayah lain. Asia Tenggara
menjadi wilayah yang kemudian mengikuti langkah ini. Isu integrasi ekonomi ASEAN mulai
dipelajari tahun 1997 ketika badai krisis ekonomi global menerpa. Salah satu 9 gagasan negara-
negara anggota ASEAN adalah dengan mengadakn Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
ASEAN sangat berkepentingan membentuk pakta ekonomi yang kokoh, saling melindungi dan
bersifat timbal balik karena kawasan ini adalah pasar dan wilayah investasi terbesar dari negara-
negara industri. Tentu saja di luar kepentingan ekonomi, geopolitik ASEAN kini semakin
penting karena menjadi kawasan perimbangan kekuatan Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Rusia
dan China. Satu negara yang bergantung namun terkesan gengsi melakukan pendekatan dalam
taraf setara adalah Australia yang berada di utara.

A. Peluang Perubahan sistem perdagangan internasional menuju liberalisasi, seperti ASEAN


menuju AFTA dan nanti menjadi MEA, memunculkan banyak peluang diantaranya yaitu:

1. Manfaat integrasi ekonomi Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9 (sembilan)


Negara ASEAN lainnya membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun
2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi
dalam mewujudkan MEA melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar,
dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan
tenaga kerja di kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di
kawasan.
2. Pasar potensial dunia Pewujudan MEA di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN
sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3
terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah China dan India. Pada tahun
2008, jumlah penduduk ASEAN sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic
Community Chartbook, 2009), dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat dan usia mayoritas berada pada usia produktif. Pertumbuhan ekonomi
individu Negara ASEAN juga meningkat dengan stabilitas makroekonomi ASEAN yang
cukup 10 terjaga dengan inflasi sektitar 3,5 persen. Jumlah penduduk Indonesia yang
terbesar di kawasan (40% dari total penduduk ASEAN) tentu saja merupakan potensi
yang sangat besar bagi Indonesia menjadi negara ekonomi yang produktif dan dinamis
yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan.

3. Negara pengekspor Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-


negara pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam maupun berbagai produk
elektronik. Dengan meningkatnya harga komoditas internasional, sebagian besar Negara
ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian yang
cukup baik juga menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi (penanaman
modal). Indonesia sudah mencatat 10 (sepuluh) komoditi unggulan ekspornya baik ke
dunia maupun ke intra-ASEAN selama 5 tahun terkhir ini (2004 – 2008) dan 10 (sepuluh)
komoditi ekspor yang potensial untuk semakin ditingkatkan. Komoditi unggulan ekspor
ke dunia adalah minyak kelapa sawit, tekstil & produk tekstil, elektronik, produk hasil
hutan, karet & produk karet, otomotif, alas kaki, kakao, udang, dan kopi, sedangkan
komoditi ekspor ke intra-ASEAN adalah minyak petroleum mentah, timah, minyak
kelapa sawit, refined copper, batubara, karet, biji kakao, dan emas. Disamping itu,
Indonesia mempunyai komoditi lainnya yang punya peluang untuk ditingkatkan nilai
ekspornya ke dunia adalah peralatan kantor, rempah-rempah, perhiasan, kerajinan, ikan &
produk perikanan, minyak atsiri, makanan olahan, tanaman obat, peralatan medis, serta
kulit & produk kulit. Tentu saja, Indonesia harus cermat mengidentifikasi tujuan pasar
sesuai dengan segmen pasar dan spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan.

4. Negara tujuan investor Uraian tersebut di atas merupakan fakta yang menunjukkan
bahwa ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Fakta-fakta tersebut
merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam dalam negeri
masing-masing anggota dan intra-ASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan.
Sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar (40%) diantara Negara Anggota
ASEAN, Indonesia diharapkan akan mampu menarik investor ke dalam negeri dan
mendapat peluang ekonomi yang lebih besar dari Negara Anggota ASEAN lainnya. Dari
segi peningkatan investasi, berbagai negara ASEAN mengalami penurunan rasio
investasi 11 terhadap PDB sejak krisis, antara lain akibat berkembangnya regional
hubproduction. Tapi bagi Indonesia, salah satu faktor penyebab penting penurunan rasio
investasi ini adalah belum membaiknya iklim investasi dan keterbatasan infrastuktur.
Dalam rangka MEA 2015, berbagai kerjasama regional untuk meningkatkan infrastuktur
(pipa gas, teknologi informasi) maupun dari sisi pembiayaan menjadi agenda.
Kesempatan tersebut membuka peluang bagi perbaikan iklim investasi Indonesia melalui
pemanfaatan program kerja sama regional, terutama dalam melancarkan program
perbaikan infrasruktur domestik.
5. Daya saing Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus
barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena
hambatan tarif dan non-tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah
bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha
lainnya untuk meproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien
sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para
konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal.
Indonesia sebagai salah satu Negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di
sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam,
berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam
negeri.

B. Tantangan Pemikiran akan pentingnya menjalin kerjasama yang lebih erat lagi dalam proses
integrasi merupakan salah satu upaya merespon tantangan di era globalisasi. Karena dengan
kerjasama yang solid dan intens dibidang ekonomi maka ASEAN akan mampu memegang
kendali kawasan, bukan menjadi marjinal di kawasannya sendiri dan Asia pada umumnya.
Namun, tetap ada tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia, berikut ini berbagai tantangan
yang mungkin akan dihadapi Indonesia dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN:

1. Laju peningkatan ekpor dan impor 12 Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia memasuki
integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapi
terlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN
seperti China dan India. Kinerja ekspor selama periode 2004 – 2008 yang berada di
urutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan importer tertinggi ke-3
setelah Singapura dan Malaysia, merupakan tantangan yang sangat serius ke depan
karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang defisit terhadap
beberapa Negara ASEAN tersebut. Ancaman yang diperkirakan lebih serius lagi adalah
perdagangan bebas ASEAN dengan China. Hingga tahun 2007, nilai perdagangan
Indonesia dengan China masih mengalami surplus, akan tetapi pada tahun 2008,
Indonesia mengalami defisit sebesar + US$ 3600 juta. Apabila kondisi daya saing
Indonesia tidak segera diperbaiki, nilai defisit perdagangan dengan China akan semakin
meningkat. Akhir-akhir ini para pelaku usaha khususnya yang bergerak di sektor industri
petrokimia hulu, baja, tekstil dan produk tekstil, alas kaki serta elektronik,
menyampaikan kekhawatirannya dengan masuknya produk-produk sejenis dari China
dengan harga yang relative lebih murah dari produksi dalam negeri.

2. Kesamaan produk Hal lain yang perlu dicermati adalah kesamaan keunggulan komparatif
kawasan ASEAN, khususnya di sektor pertanian, perikanan, produk karet, produk
berbasis kayu, dan elektronik. Kesamaan jenis produk ekspor unggulan ini merupakan
salah satu penyebab pangsa perdagangan intra-ASEAN yang hanya berkisar 20-25 persen
dari total perdagangan ASEAN. Indonesia perlu melakukan strategi peningkatan nilai
tambah bagi produk eskpornya sehingga mempunyai karakteristik tersendiri dengan
produk dari Negara-negara ASEAN lainnya.
3. Daya saing sektor prioritas integrasi Tantangan lain yang juga dihadapi oleh Indonesia
adalah peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi. Saat ini Indonesia
memiliki keunggulan di sektor/komoditi seperti produk berbasis kayu, pertanian, minyak
sawit, perikanan, produk karet dan elektronik, sedangkan untuk tekstil, elektronik,
mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk kimia, karet dan kertas masih
dengan tingkat keunggulan yang terbatas.

4. Daya saing SDM Kemapuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan
baik secara formal maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal
memenuhi ketentuan dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun 2008-2009, Mode 3
pendirian perusahaan (commercial presence) dan Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja
(movement of natural persons) intra ASEAN akan diberlakukan untuk sektor prioritas
integrasi. Untuk itu, Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya
sehingga bisa digunakan baik di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah
banjirnya tenaga kerja terampil dari luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena
memerlukan adanya cetak biru sistem pendidikan secara menyeluruh, dan sertifikasi
berbagai profesi terkait.

5. Tingkat perkembangan ekonomi Tingkat perkembangan ekonomi Negara-negara


Anggota ASEAN hingga saat ini masih beragam. Secara sederhana, penyebutan ASEAN-
6 dan ASEAN-4 dimaksudkan selain untuk membedakan tahun bergabungnya dengan
ASEAN, juga menunjukkan perbedaan tingkat ekonomi. Apabila diteliti lebih spesifik
lagi, tingkat kemajuan berikut ini juga terdapat diantara Negara Anggota ASEAN:
(i) kelompok negara maju (Singapura), (ii) kelompok negara dinamis (Thailand dan
Malaysia), (iii) kelompok negara pendapatan menengah (Indonesia, Filipina, dan Brunei),
dan (iv) kelompok negara belum maju. Tingkat kesenjangan yang tinggi tersebut
merupakan salah satu masalah di kawasan yang cukup mendesak untuk dipecahkan agar
tidak menghambat percepatan kawasan menuju MEA 2015. Oleh karenanya, ASEAN
dalam menentukan jadwal komitmen liberalisasi mempertimbangkan perbedaan tingkat
ekonomi tersebut. Dalam rangka membangun ekonomi yang merata di kawasan (region
of equitable economic development), ASEAN harus bekerja keras di dalam negeri
masing-masing dan bekerja sama dengan sesama ASEAN.
KESIMPULAN
Daftar Pustaka :

http://miemande.blogspot.com/2018/12/makalah-kontribusi-umkm-terhadap.html

https://www.coursehero.com/file/19700461/OTONOMI-DAERAH-DAN-PELUANG-BAGI-
UKM-DAERAH-presentasi-ke2/

file:///C:/Users/USER/Downloads/docx.pdf

file:///C:/Users/USER/Downloads/SAP_13_FIXX.docx.pdf

Anda mungkin juga menyukai