Anda di halaman 1dari 10

Sinergitas Dalam Memajukan UMKM; Solidaritas wujudkan Indonesia Maju

(Rizal Ma’sum, Kandidat Sarjana Strata Satu Sekolah Tinggi Agama Islam Tanbihul Ghofilin Banjarnegara)
Disusun pada hari Senin, 28 Maret 2022. Diajukan pada hari Rabu, 30 Maret 2022

ABSTRACT

Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan vital dalam
perekonomian di Indonesia, bahkan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya dinamika perkembangan teknologi yang begitu pesat, dan mayoritas
masyarakat sudah menggunakan digital platform dalam melakukan transaksi bisnisnya
maka menjadi suatu keniscayaan bagi pelaku UMKM, untuk dapat melakukan perubahan
penjualan dan promosinya dengan menggunakan digital platform. Tujuan dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui peranan komponen-komponen yang ada di lingkup
masyarakat dalam mendukung pertumbuhan bisnis UMKM, dan juga mengetahui regulasi
pemerintah dalam rangka mendukung eksistensi UMKM sebagai tulang punggung
perekonomian di Indonesia. Focus dalam penulisan ini adalah bagaimana cara membangun
kerangka putar objektifitas untuk mendukung UMKM tetap stabil pada kondisi apapun.
Komponen-komponen yang harus diajak bekerjasama ialah Pelaku Usaha, Pemerintah,
masyarakat dan Bank. Disini bank juga harus berkolaborasi dengan finansial teknologi
(fintek) untuk mengakomodir kebutuhan dari pelaku UMKM pada era digital. Selanjutnya,
pemerintah sebagai regulator memiliki peranan yang penting untuk mendukung UMKM
menggunakan digital platform dalam rangka meningkatkan omzet penjualannya.

Kata Kunci: UMKM, Masyarakat, Bank, Pemerintah.

LATAR BELAKANG

Sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki kontribusi besar
bagi perekonomian pada seluruh negara di dunia bahkan menjadi tulang punggung
perekonomian (Ayyagari et al., 2011). Kontribusi UMKM terhadap perekonomian
suatu negara tidak hanya pada negara berkembang, akan tetapi juga termasuk di negara
maju, UMKM berkontribusi menyumbang pekerja sejumlah 43,5% secara global.
Dengan demikian, sektor UMKM merupakan sektor usaha yang mampu menciptakan
lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran. Di sisi lain sektor
UMKM memiliki tantangan yang signifikan dalam mencari permodalan untuk
mengembangkan bisnisnya (Beck dan Demirguc-Kunt, 2006).
Pelaku UMKM memiliki keterbatasan untuk mendapatkan akses keuangan
dikarenakan tingginya risiko dari usaha dan juga ketiadaan agunan yang dijadikan jaminan
sehingga pengajuan pinjaman mereka banyak ditolak oleh pihak bank. Industri perbankan
sudah selayaknya pro terhadap sektor UMKM, dan mampu menyediakan produk dan jasa
keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya. (Lucky dan Willy, Eksistensi dan tantangan
UMKM, 2020)

Kemandirian suatu bangsa salah satunya ditandai dengan banyaknya wirausahawan


dengan skala kecil menengah (UMKM) yang mampu memberikan sumbangsih dalam
pergerakan ekonomi Negara. Kenyataan membuktikan bahwa selama krisis perekonomian,
UMKM mampu bertahan menghadapi goncangan perekonomian (Prasetyo, 2008). Selain
UMKM tahan terhadap krisis ekonomi, sektor UMKM nasional dikenal memiliki
karakteristik positif seperti kemampuan untuk menyerap tenaga kerja yang besar,
mengakomodir peran dari masyarakat miskin dan dominan dalam perekonomian (Nugroho,
2014; Amah, 2013).

Jumlah pelaku usaha industri UMKM Indonesia termasuk paling banyak di antara
negara ASEAN dan sejalan dengan dinamika pembangunan ekonomi, jumlah UMKM di
Indonesia terus mengalami perkembangan dari tahun 2010 hingga tahun 2018 dan jumlah
pelaku UMKM di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan pada masa-masa yang akan
datang. (Kemenkop, 2018)

Era Pandemi Covid-19 telah membawa perekonomian nasional dan global ke arah
resesi ekonomi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan global yang
negatif atau kontraksi. Perekonomian nasional sendiri, baru mengalami kontraksi pada
triwulan II tahun 2020 dengan pertumbuhan ekonomi -5,3%. Kontraksi tersebut terutama
disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga akibat pembatasan sosial untuk mencegah
Covid-19, penurunan belanja investasi termasuk untuk pembangunan dan perolehan aset
tetap, dan penurunan realisasi belanja pemerintah termasuk belanja barang. Disamping itu,
terjadi penurunan perdagangan luar negeri yang cukup tajam. Palung penurunan pertumbuhan
ekonomi telah dilalui pada triwulan II, namun Covid-19 masih akan menahan pertumbuhan
ekonomi pada triwulan III dan IV. Oleh sebab itu, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan
performance ekonomi nasional pada triwulan III dan diharapkan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2020 sekitar -0,4% sampai 1%. (Dedy Sasongko, 2020)

Untuk mencapai hal tersebut, Pemerintah melaksanakan program Pemulihan Ekonomi


Nasional (PEN) yang diharapkan efektif mulai triwulan III. PEN tersebut terdiri dari 3 (tiga)
kebijakan utama yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri (demand), peningkatan aktivitas
dunia usaha (supply) serta menjaga stabilitas ekonomi dan ekpansi moneter. Ketiga kebijakan
tersebut harus mendapat dukungan dari Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah,
BUMN/BUMD, pelaku usaha, dan masyarakat. (Kementrian Keungan, 2020)

Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Keci, dan Menengah (KUKM) tahun
2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di
Indonesia. Daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari
daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara itu kontribusi UMKM terhadap perekonomian
nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha
besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01% dari jumlah pelaku usaha. UMKM
tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68% dengan daya serap
tenaga kerja sekitar 89%. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar
37,8%. (Dwi Dadya, 2018)

Dari data di atas, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat
karena jumlah UMKM terutama usaha mikro yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja
sangat besar. Pemerintah dan pelaku usaha harus menaikkan ‘kelas’ usaha mikro menjadi
usaha menengah. Basis usaha ini juga terbukti kuat dalam menghadapi krisis ekonomi. Usaha
mikro juga mempunyai perputaran transaksi yang cepat, menggunakan produksi domestik dan
bersentuhan dengan kebutuhan primer masyarakat.

PEMBAHASAN

a) Masyarakat sebagai konsumen aktif

Pada tahun 2017-an masih banyak kita jumpai kalangan masyarakat terkhusus kawula
muda, lebih tertarik dengan brand luar negeri daripada brand lokal. Hal itu dapat
dimengerti karena pada tahun-tahun itu dan sebelumnya, produk lokal belum sebooming
saat ini. Mayoritas pegiat brand lokal pun masih minder untuk mengeluarkan karya-
karyanya, terkecuali pada industry seni dan art. Dimana kedua industry itu sudah lebih
maju daripada yang lain.

Dalam menyukseskan UMKM di Indonesia sangatlah diperlukan adanya dukungan dan


support yang besar oleh masyarakat itu sendiri. Kebutuhan sandang, pangan dan papan
sudah menjadi prioritas dalam kehidupan. Akan tetapi dalam membeli kebutuhan
seringkali tidak sesuai kebutuhan melainkan hanya keinginan belaka. Maka sudah
sepatutnya hal ini disadari bersama, bahwa dalam membelanjakan uang haruslah sesuai
kebutuhan bukan keinginan.

Jika kontroling dalam diri masyarakat sudah bisa diatasi, dan mereka secara sadar
melakukannya maka hal ini akan berdampak juga untuk kelangsungan produk local yang
ada. Kebanyakan masyarakat khususnya Indonesia, merasa minder dan gengsi untuk
membeli produk-produk local negaranya sendiri. Lebih percaya diri jika sandang yang
mereka pakai bermerk Di.or missal, ketimbang made in Indonesia. Perilaku-perilaku
demikian itu yang seharusnya mulai dihilangkan, jika mau melihat bangkitnya UMKM di
Indonesia.

Masyarakat memiliki peranan sangat penting untuk hal diatas, karena roda putar
perekonomian tentunya masyarakat juga yang menentukan. Semakin konsumtif dan
bangga terhadap brand local semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Contoh hal besarnya seperti China dan Jepang, dimana pada zaman kebangkitannya
dimulai masyarakat disana wajib untuk membeli dan suka terhadap produk barangnya
sendiri. Walaupun memang kualitas dan harga lebih cocok barang dari negara sebelah,
akan tetapi mereka telah sadar perihal pentingnya peran masyarakat dalam mensuport
barang local. Korea Selatan pun tidak kalah pintarnya, dengan produk samsungnya
mereka berhasil go internasional. Hal itu tidak lepas dari keihklasan masyarakatnya untuk
senantiasa mencintai produk local walaupun dulunya dibilang jelek, akan tetapi saat ini
Samsung bisa bersaing dengan brand ponsel lainnya.

Dewasa ini, masyarakat Indonesia juga sudah mulai mencintai produk lokalnya sendiri.
Kesadaran dan kecintaan itu didapat dengan digetolkannya pameran atau expo dan
pempublikasian yang terus menerus digalakkan. Cara itu dinilai sukses dalam
memperkenalkan produk local kepada masyarakat. Seperti halnya pada perayaan NTB
Expo 2021 di Mandalika. Ada 50 UKM berorientasi ekspor yang difasilitasi oleh Deputi
Bidang UKM dari 330 UKM yang akan ikut dalam pameran tersebut. Ia menyebutkan,
UKM tersebut adalah 39 UKM binaan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi NTB, 1 binaan
Dinas Perindustrian Provinsi NTB yaitu Science Technology and Industrial Park (STIP),
serta 10 UKM binaan PT Bank BNI (Persero), Tbk. Kesempatan langka itu telah
dijalankan dengan baik oleh pegiat usaha dan pemerintah setempat bekerjasama dengan
pusat.

b) Peran Pemerintah Terhadap UMKM

Eksistensi UMKM bagi kehidupan bangsa Indonesia memang tidak perlu diragukan
lagi. Tercatat sudah terdapat 64 juta UMKM dengan melibatkan kurang lebih 97% tenaga
kerja. (Berta Retnawati, 2021). Namun tak bisa diabaikan bahwa kondisi pandemi
berdampak pada eksistensi mereka. Adanya penurunan daya beli, menjadikan UMKM
perlu mendapatkan pertolongan untuk tetap bertahan.

Pemerintah pun turut mengambil tindakan untuk tetap menjaga keseimbangan antara
peran produsen dan konsumen. Terhitung sudah banyak bantuan yang diberikan, terutama
dengan pengadaan program Pemulihan ekonomi Nasional. Melakukan refocusing dana
dan pengeluaran dana yang tidak sedikit demi bisa membalikkan keadaan ekonomi.

Melihat penghasilan devisa negara hampir 60 persen didapat dari peran UMKM,
membuat eksistensi mereka perlu diperjuangkan. Bahkan bila ditelusuri lebih dalam,
usaha mikro menjadi struktur perekonomian tertinggi bagi negara. Maka pemerintah tidak
ragu untuk memberikan bantuan, salah satunya restrukturisasi kredit yaitu membantu
dengan memperpanjang jangka pelunasan hutang di bank.

Salah satu sasaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah menggerakkan
UMKM. Untuk itu, Pemerintah mengambil beberapa kebijakan antara lain subsidi bunga
pinjaman, restrukturisasi kredit, pemberian jaminan modal kerja dan insentif perpajakan.
Adapun dana yang dialokasikan untuk skema tersebut adalah sebesar Rp123,46 triliun.
(DJKN, 2020)

Subsidi bunga diberikan untuk memperkuat modal UMKM melalui Kredit Usaha
Rakyat/KUR (disalurkan oleh perbankan), kredit Ultra Mikro/UMi (disalurkan oleh
lembaga keuangan bukan bank) dan penyaluran dana bergulir yang dilaksanakan oleh
Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Kementerian KUKM. Pemerintah juga
menempatkan dana di perbankan nasional untuk tujuan restrukturisasi kredit UMKM
dengan mengalokasi dana sekitar Rp78,78 triliun. Untuk meningkatkan likuiditas UMKM
dalam berusaha, Pemerintah juga melakukan penjaminan modal kerja UMKM sampai
Rp10 miliar melalui PT. (Persero) Jamkrindo dan Askrindo. (Kemenkeu.go.id, 2020)

Sementara itu, Pemerintah juga memberikan insentif perpajakan untuk mengurangi


beban karyawan UMKM dengan insentif Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung
Pemerintah. Untuk pelaku UMKM, diberikan insentif PPh final 0,5% Ditanggung
Pemerintah. Wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak atas usahanya, dan
tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran
kepada pelaku UMKM. UMKM juga diberikan insentif PPh pasal 22 Impor.

Tidak hanya hal diatas, pemerintah khususnya di jawa tengah oleh gubernur Ganjar
Pranowo melakukan trobosan dalam menangani UMKM. Ganjar mengaku, bahwa dalam
setiap kegiatan kunjungan yang dilakukannya ia selalu menyempatkan untuk tilik pelaku
UMKM didaerah yang ia kunjungi. Taruhlah contoh dalam kunjungannya di Magelang,
setidaknya, ada empat pelaku UMKM yang dikunjungi Ganjar, diantaranya Jerawood
Craft, UKM Makanan Berkah Abadi, UKM Getuk Marem dan Oemah Mbudur. Melalui
kunjungan ini, Ganjar seakan tak pernah lelah memompa semangat mereka agar tetap
survive, meskipun dalam kondisi sulit.
Dari kunjungannya ke sejumlah UMKM itu, Ganjar mengatakan, ekonomi mereka
perlahan mulai bangkit. Banyak diantara pelaku UMKM yang mengoptimalkan media
sosial dan berdampak cukup signifikan. Secara khusus, Ganjar juga mengajak seluruh
aparatur sipil negara (ASN) untuk peduli pada nasib pelaku UMKM di Jawa Tengah.
Mereka diminta membangun solidaritas, sekaligus mengamalkan Pancasila. Ia juga turut
serta mempromosikan UMKM masyarakatnya disosial media yang ia Kelola sendiri.
Tanpa meminta bayaran (endorsmen) ia melakukan secara sukarela dan senang hati bisa
membantu UMKM yang ada di Jawa Tengah, tempat dirinya mengabdikan hidup.

c) Peranan Bank mendigitalisasi dan memfasilitasi UMKM

Perbankan memiliki peran yang penting dalam sistim ekonomi suatu negara, terutama
dalam mendukung sektor keuangan. Bank memiliki fungsi untuk menggerakkan roda
perekonomian suatu negara melalui salah satu fungsinya menyalurkan dana kepada
masyarakat (Adeyemi, 2006; Nugroho, Badawi, dan Hidayah, 2019). Dengan baiknya
fungsi intermediary dan sehatnya kualitas pinjaman suatu bank akan mendukung stabilitas
keuangan pada negara tersebut sehingga perekonomian pada negara memiliki
pertumbuhan yang baik (Sassi et al., 2014; Nugroho et al., 2019; Nugroho dan Nezzim
Bararah, 2018).

Oleh karenanya, manajemen dari industri perbankan akan fokus mencegah terjadinya
kredit atau pembiayaan bermasalah. Salah satu indikator keuangan penting (key financial
indicator) untuk mengetahui kualitas kredit atau pembiayaan di industri perbankan adalah
tingkat Non Performing Loan (NPL) atau disebut dengan Non Performing Financing
(NPF) pada industri perbankan syariah (Ghosh, 2015; Nugroho et al., 2018). Disisi lain,
bank memiliki persepsi bahwa segmen pembiayaan UMKM merupakan segmen yang
memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan segmen wholesale (pengusaha besar)
sehingga banyak bank yang enggan untuk menyalurkan dananya bagi UMKM. Adapun
pertimbangan-pertimbangan bank enggan untuk menyalurkan penyaluran dana kepada
UMKM mencakup hal-hal sebagai berikut:

• UMKM tidak memiliki jaminan dan agunan yang memadai;


• Penyaluran pembiayaan kepada UMKM cenderung memerlukan biaya overhead
yang tinggi dikarenakan secara nominal pembiayaan UMKM relatif rendah
dibandingkan segmen wholesale sehingga memerlukan nasabah yang banyak
(volume) untuk meningkatkan portofolio atau oustanding kredit bank tersebut;
• UMKM tidak memiliki pencatatan keuangan yang memadai sehingga sulit untuk
melakukan analisa kelayakan kredit secara tepat;
• Memerlukan investasi yang relatif besar untuk membuka outlet-oulet di
pedesaaan dan daerahdaerah yang sulit terjangkau untuk mengakses pengusaha
UMKM.

Salah satu kendala dari berkembangnya sektor UMKM adalah sulitnya mendapatkan
pinjaman baik untuk modal kerja ataupun untuk investasi (Berger dan Frame, 2007).
Sedangkan bank memiliki persepsi bahwa UMKM memiliki risiko yang besar atas kredit
atau pembiayaan macet mengenakan suku bunga atau margin yang lebih tinggi
dibandingkan nasabah pinjaman pada segmen wholesale. Disisi lain segmen UMKM
merupakan segmen yang bertahan pada saat krisis moneter sehingga perbankan yang
memiliki fokus pada produk dan layanan kepada segmen UMKM akan bertahan pada saat
krisis moneter seperti Bank Rakyat Indonesia-BRI (Wijaya dan Kesumawardhani, 2010).
BRI merupakan bank yang memiliki fokus penyaluran dananya pada segmen UMKM dan
saat ini merupakan dengan laba terbesar di Indonesia mengalahkan Mandiri, BCA dan
BNI46 (Tumbelaka dan Loindong, 2014).

Laba tersebut dikontribusi oleh besarnya porsi penyaluran dana BRI pada segmen
mikro. Selain itu BRI memiliki pengalaman yang paling lama dalam melayani kebutuhan
segmen UMKM dimana mereka membutuhkan layanan yang cepat sehingga terdapat
pendekatan risiko tertentu dalam menganalisa pengajuan proposal pinjaman UMKM
khususnya sektor mikro. Selain BRI terdapat lembaga keuangan bank lain yang memiliki
fokus kepada segmen UMKM adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) dan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) yang sifatnya adalah
regional.

Selanjutnya, disisi UMKM saat ini yang menjadi kendala karena mereka tidak berbank
dan tidak mengakses internet dikarenakan tingkat pendidikan mereka yang rendah
(Kabecha, 1999; Nugroho dan Chowdhury, 2015). Oleh karenanya rendahnya literasi
keuangan dan literasi terhadap internet perlu menjadi perhatian seluruh stakeholder untuk
melakukan sosialisasi dan diseminasi terkait dengan fungsi dari lembaga keuangan bank
dan juga penggunaan internet, baik dalam transaksi perbankan, transaksi bisnis dan
transaksi keuangannya.

Implementasi digitalisasi bagi UMKM akan memberikan keuntungan dan efektivitas,


dimana dengan digitalisasi, maka UMKM akan terkoneksi luas dengan seluruh
masyarakat sehingga dapat menyebarluaskan barang dan jasanya yang mereka produksi.
Dengan kata lain digitalisasi dapat menciptakan pasar yang luas sehingga dapat
menambah keuntungan bagi UMKM tersebut. Adapun salah satu cara yang dapat
dilakukan pemerintah adalah dengan memasang WIFI pada tempat publik di lokasi
UMKM sering berada seperti di Pasar tradisional, tempat pelelangan ikan, tempat
pengepul sayur, dan lain-lain. Selain itu kebijakan pemerintah perlu melindungi UMKM
dari fintek illegal dengan melakukan sosialisasi bagaimana mencari modal dan pendanaan
serta menempatkan dananya pada tempat yang aman dan resmi sehingga pada masa yang
akan datang tidak merugikan UMKM tersebut.

Kebijakan pemerintah sudah seharusnya mendukung pengembangan UMKM


menggunakan digital platform melalui perundang-undangan dan peraturan pemerintah
dimana daerah pedesaan dan terpencil wajib ada WIFI pada tempat-tempat publik. Untuk
menjaga keberlangsungan UMKM, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan yang
melindungi pelaku UMKM dari keberadaan pengusaha-pengusaha besar, seperti
mengatur pembukaan gerai seperti Alfamart, Indomart ataupun supermarket agar tidak
mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional serta toko tradisional yang dimiliki oleh
UMKM.

d) Pelaku UMKM harus sadar diri

Berdasarkan data yang diperoleh dalam situs One Pesantren One Product, ternyata
sekitar 70% UMKM yang ada di Indonesia memulai UMKM-nya karena adanya desakan
ekonomi bukan karena mereka memiliki produk yang unik atau keterampilan pada bidang
tertentu. Tentu saja kondisi ini akhirnya membuat sebagian besar dari UKM di Indonesia
tidak memiliki daya saing, dimana kita ketahui bahwa untuk tetap bertahan dan
berkembang di dalam dunia bisnis yang semakin ketat kita harus memiliki keterampilan,
dapat bekerja secara profesional, dan mampu menciptakan inovasi-inovasi pada bisnis
mereka.

Lalu bagaimana seharusnya langkah untuk mengembangkan kemampuan dan


keterampilan dalam meningkatkan Usaha Kecil yang dimiliki?. Pertama, Pelaku UMKM
Harus Memiliki Jiwa Kepemimpinan Dalam Dirinya. Walaupun masih memulai UMKM
dan belum memiliki seorang karyawan, tetaplah harus menanamkan jiwa kepemimpinan
dalam diri, sehingga ketika nantinya memiliki karyawan dapat memimpin karyawan
tersebut dengan baik. Kemampuan dalam memimpin, merencanakan, mengatur, dan
menjalankan sebuah usaha tentunya akan memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangnan usaha itu sendiri.

Kedua, Pelaku UMKM Harus Mau Belajar Tentang Manajemen. Karena Pengetahuan
tentang Manajemen adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pelaku
UMKM. Dengan modal knowledge manajemen, akan mampu mengoptimalkan sumber
daya yang ada dalam bisnis, dan dapat mengurangi resiko kerugian yang mungkin terjadi.
Ketiga, Pelaku UMKM Harus Melakukan Marketing dan Branding. Salah satu
penyebab kegagalan sebuah UMKM adalah tidak melakukan marketing dan branding
secara maksimal. Dua faktor ini adalah sangat penting dalam tumbuh kembangnya sebuah
usaha baik skala besar ataupun skala kecil. Sebaiknya menciptakan sebuah logo dan juga
nama perusahaan yang mudah diingat oleh orang lain, dan juga melakukan promosi agar
UMKM semakin dikenal oleh masyarakat luas. Kita jangan pernah lupa bahwa sebagus
apapun produk yang jual bila tidak didukung oleh kegiatan promosi yang baik, orang tidak
akan mengenalnya.

Terakhir, pelaku UMKM Harus Mampu Berinovasi. Ingat, “Inovasi Dalam Bisnis
Adalah sesuatu yang sangat penting”, seorang pelaku UMKM harus bisa berinovasi dalam
menawarkan produknya ke pasar. Kebanyakan konsumen lambat laun akan bosan dengan
produk yang sama dan biasa-biasa saja, mereka mau sesuatu yang berbeda. Dengan kerja
keras dan kreatifitas yang dimiliki, mulailah untuk menawarkan produk yang berbeda atau
menawarkan produk yang biasa-biasa saja dengan cara yang berbeda sehingga produk itu
bisa memiliki nilai yang lebih tinggi di pasaran.

KESIMPULAN

Dalam era digital dimana penggunaan internet menjadi hal yang lazim sehingga
merubah kebiasaan dari masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli suatu produk ataupun
jasa. Dengan demikian, pelaku UMKM harus mengikuti perkembangan tersebut dengan
melakukan transaksi penjualan maupun pemasarannya melalui digital platform. Bank sebagai
agent of development sudah selayaknya mendukung pelaku UMKM dalam akses modal
maupun layanan bisnis dan keuangannya dengan bisnis proses yang cepat dan terjangkaunya
angsuran pinjaman. Implementasi layanan yang cepat, dan tidak adanya agunan pada plafond
pinjaman, yang selama ini dilakukan oleh fintek dapat menjadi nilai tambah apabila bank
dapat melakukan kolaborasi dengan fintek untuk memberikan layanan pinjaman. Selain itu
peran pemerintah sebagai regulator dapat mendukung UMKM dengan kebijakan yang
melindungi pelaku UMKM dalam bersaing dengan pengusaha besar.
DAFTAR PUSTAKA

Amah, N. (2013). Bank Syariah dan UMKM Dalam Menggerakkan Roda Perekonomian
Indonesia: Suatu Kajian Literatur. ASSETS: Jurnal Akuntansi Dan Pendidikan, 2(21),
48– 54.

Kemenkop. (2018). Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah -


www.depkop.go.id. Retrieved March 7, 2020, from http://www.depkop.go.id/data-
umkm

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13317/UMKM-Bangkit-Ekonomi-Indonesia-
Terungkit.html

Dika Irawan. (2018). Baru 8% Pelaku UMKM yang Memanfaatkan Platform Online.
Retrieved from https://ekonomi.bisnis.com/read/20180929/87/843556/baru-8-pelaku-
umkm-yangmemanfaatkan-platform-online

Nugroho, L., & Ali, A. J. (2020). E-Commerce to Improve Homemaker Productivity (Women
Entrepreneur Empowerment at Meruya Utara, Kembangan District, West Jakarta,
Indonesia). Amalee: Indonesian Journal of Community Research & Engagement, 1(01),
13– 24.

Prasetyo, P. E. (2008). Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran. AKMENIKA UPY, 2(1), 1–13.

Sudaryanto, Ragimun, & Wijayanti, R. R. (2013). Strategi Pemberdayaan UMKM


Menghadapi Pasar Bebas ASEAN. Jakarta.

Tumbelaka, M., & Loindong, S. (2014). Servicescape dan Personal Selling Pengaruhnya
Terhadap Kepuasan Nasabah Tabungan Britama Bank BRI Cabang Manado. Jurnal
EMBA, 2(2), 1239–1250.

Wardhana, M. (2017). Skema Alternatif Penyaluran Kredit Usaha Rakyat bagi Pelaku UMKM
dengan Peran Pemerintah Daerah Sebagai Avalis. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 5(1), 23–
25. Retrieved from http://books.google.com/books?id=ocI1AQAAIAAJ&pgis=1

Anda mungkin juga menyukai