Anda di halaman 1dari 49

Kajian Kebijakan Pengelolaan Sampah SYSTEMIQ, APKASI, APEKSI, didukung oleh

Kedutaan Besar Norwegia di Indonesia

Seminar Nasional, 22 Juni 2021


co-host oleh: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
2
61% sampah di Indonesia dibakar atau dibuang sembarangan 76% kebocoran ke lingkungan berasal dari kota
sehingga mencemari tanah dan air arketipe rural, medium, dan remote
% total, juta ton plastik
Leakage into sea, % total, juta ton plastik
lakes & rivers

6.8Mt 1.6Mt 1.8Mt 2.5Mt 0.9Mt


10% Bocor ke laut,
danau, & sungai 1% 4% 7% 12% 13%
3%
Tidak terkumpul

Pembuangan di
17% 21% 8% 8%
tanah Bocor ke laut,
0.7 juta ton
danau, atau sungai
45%
Lainnya yang salah
36% Pembakaran
kelola
4.1 juta ton
61% 64%
Sampah terkelola 2.0 juta ton
Penimbunan
9% terbuka resmi 74%
Terkumpul

Pembuangan
20% terkelola
45%

10% Daur ulang 19% 15%


Seluruh Mega Medium Rural Remote
Indonesia

3 Sumber: National Plastic Action Partnership (NPAP), SYSTEMIQ, World Economic Forum, ; Tingkat pengumpulan 39% di NPAP termasuk sampah yang di
daur ulang dan dikumpulkan baik sector formal dan informal dan yang diangkut ke TPA pembuangan terkelola (sanitary dan controlled) dan open
dumping; Data NPAP berfokus pada sampah plastik tetapi hasilnya mewakili keseluruhan sampah (perhitungan berdasarkan data seluruh sampah).
Pasuruan

Muncar -
Banyuwangi

Sungai Citarum

Sungai Citarum

4
Status TPSTS/TPS3R¹
Jumlah unit di Indonesia, 2021

Beroperasi
Terbengkalai/status tidak diketahui

1,807

28%

72%

335
59%
41%
TPST TPS3R

5 1. PUPR: http://ciptakarya.pu.go.id/plp/simpersampahan/baseline/rosampahdatalist.php?tabid=datakelembagaan – data diakses pada 9 April 2021


TPA saniter (sanitary landfill) dan TPA terkendali (controlled
landfill) yang berubah menjadi fasilitas open dumping
Jumlah fasilitas yang didirikan di Indonesia pada 2016

TPA saniter dan terkendali


Fasilitas open dumping

355 355 355

157
194 188

198
161 167

2016 2017 2018

KLHK: Peluncuran GERAKAN INDONESIA BERSIH dan Rapat Kerja Nasional Pusat dan Daerah, Jakarta, 21 Februari 2019; Data Program Adipura 2017,
6 Pengelolaan Sampah Plastik, Presentasi Dr. Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah pada HPSN 2019.
Pertanyaan kunci: Faktor penentu apa saja yang paling penting untuk meningkatkan pengumpulan sampah 2x lipat pada tahun 2030?

Ulasan ekstensif lebih dari Analisa 10 negara dengan Focus group discussions (FGD) Pembelajaran dari
30 peraturan dan kebijakan ekonomi yang mirip terkait stakeholders: Kami menga- implementasi di lapangan
pengelolaan sampah di hipotesa faktor penentu dakan 10 FGD, 4 workshop • Project STOP (Muncar,
Indonesia tingkat pengumpulan sampah dan 2 wawancara mendalam Pasuruan, Jembrana)
dengan 13 direktorat kemen- • Program Bersih Indonesia
terian, 4 asosiasi pemerintah (Malang)
daerah (Pemda), 8 NGO dan
ahli-ahli. Bersih
Indonesia

• 2 Undang-undang (UU)
• 4 Peraturan Presiden
• 8 Standar Nasional (SNI)
• 3 Peraturan Pemerintah
• 14 Peraturan Menteri
(Permen)
• 4 Peraturan Gubernur
• 4 Peraturan Bupati

7
Tantangan yang kita lihat
• Pencemaran lingkungan: 40 juta ton sampah (4 juta ton plastik) mencemari
lingkungan setiap tahun
• Tingkat pengumpulan rendah: 165 juta orang tidak terkumpul sampahnya
• TPS3R dan TPST terbengkalai: 70% TPS3R dan >40% TPST terbengkalai
• Peralihan sistem TPA: Tiap tahun jumlah TPA saniter dan terkendali berubah
menjadi fasilitas open dumping

AKAR MASALAH
1) Tata kelola yang tidak stabil dan tidak kuat
• Struktur kelembagaan yang menyulitkan tercapainya keberlanjutan dan
keberhasilan sistem bergantung kepada figure pemimpin
• Tanggungjawab pengeloaan sampah terbagi antara pemerintah kab/kota
dengan masyarakat (desa/RT/RW)
• Penegakan hukum yang tidak berjalan untuk larangan
pembuangan/pembakaran sampah dan belum adanya intensif dan
konsekuensi jika target-target pengelolaan sampah (pemerintah,
produsen) tidak tercapai
2) Pendanaan yang tidak mencukupi dan tidak stabil
• Pendanaan yang ada belum mencukupi
• Sumber -sumber pendanaan yang ada tidak stabil untuk menutup
gap/selisih pendanaan
• Potensi pendanaan lain yang umum di negara lain belum maksimum
3) Kurangnya kapasitas menjalankan sistem pengelolaan sampah
8
berkelanjutan
▪ Tata kelola pengelolaan sampah yang stabil dan kuat
▪ Pendanaan pengelolaan sampah yang memadai dan stabil

9
Diekspor Didaur ulang secara mekanis Landfill terkendali Fasilitas open dumping Pembakaran Mencemari tanah Bocor ke laut Contoh plastik
DIDOMINASI WILAYAH PERKOTAAN DIDOMINASI WILAYAH PEDESAAN

Daerah arketipe mega Daerah arketipe rural


Juta Metrik Ton Juta Metrik Ton
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2 Sampah plastik
salah kelola
1 1
Sampah plastik
0 salah kelola 0
2020 2025 2030 2035 2040 2020 2025 2030 2035 2040

Daerah arketipe medium Daerah arketipe remote


Juta Metrik Ton Juta Metrik Ton
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2
1 1 Sampah plastik
Sampah plastik
0 salah kelola 0 salah kelola
2020 2025 2030 2035 2040 2020 2025 2030 2035 2040

Analisa SYSTEMIQ
Catatan: Hasil untuk daerah arketipe rural dan remote utamanya dipengaruhi asumsi bahwa semua fasilitas pembuangan pemerintah di daerah ini
10 adalah fasilitas open dumping dan bukan TPA terkendali
Lebih cepat dan
Kelurahan – wilayah perkotaan Desa – wilayah pedesaan
mudah meningkatkan
Karakteristik kota Padat dan berkarakter kota Tidak padat dan berkarakter desa dan mengelola sistem
persampahan di
Jumlah di 8,488 74,953 wilayah dengan
Indonesia sistem tata kelola
Rerata jumlah 5,943 (luar Jawa) – 12,586 1,645 (luar Jawa) – 4,366 (Jawa) kelurahan
penduduk1 (Jawa)
Kabupaten/kota Kota (semua) dan kabupaten Hanya kabupaten Desa Kelurahan
(beberapa)
Kepala daerah Ditunjuk oleh Bupati Dipilih oleh masyarakat Kabupaten
(Kabupaten)/Walikota (Kota) Banyuwangi

Otonomi Bergantung pada Mandiri dan memiliki otonomi utuh Kota


kabupaten/kota Banyuwangi

Kepemilikan aset Tidak memiliki aset Memiliki aset (lahan, bangunan.)


Tanggung jawab Umumnya Dinas Lingkungan Masyarakat – pengumpulan dari
pengelolaan Hidup (DLH) – Pengelolaan rumah ke TPS/TPS3R, mengelola
sampah sampah dari hulu ke hilir TPS3R; DLH – pengangkutan dari
TPS/TPS3R ke TPA, mengelola TPA
11
1. Analisa SYSTEMIQ berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri
Negara dengan pengumpulan sampah rendah

INDONESIA MYANMAR THAILAND INDIA BANGLADESH


Tingkat
• 39%1 - 53%2 • <40% • 50% • 51% • 52%
pengumpulan
• Kota: DLH • Kota & Desa: • Kota: Pemerintah • Kota: Pemerintah • Kota: Pemerintah
Tanggung jawab
• Desa: Masyarakat Desa: Masyarakat • Desa: Masyarakat • Desa: Masyarakat
pengelolaan
sampah Masyarakat
Negara dengan pengumpulan sampah tinggi

FILIPINA MALAYSIA AFRIKA SELATAN JORDAN


Tingkat
pengumpulan • 69% • 71% • 71% • 80%
Tanggung jawab • Kota & Desa: • Kota & Desa: • Kota & Desa: • Kota & Desa:
pengelolaan Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
sampah (pemda) (nasional) (pemda) (nasional)

1. NPAP Analysis; 2. Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, KLHK https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/, data diakses pada 9
12
Juni, 2021.
Contoh dalam
pengumpulan
Fase pengelolaan sampah (contoh pengumpulan sampah), % penduduk yang sampahnya dikumpulkan sampah

>90%
80-90%
60-80%
40-60%
<40%

DB1: Inisiasi DB2: Perkembangan awal DB3: Perluasan layanan DB4: Konsolidasi DB5: Implementasi DB6-9 – sistem
kendali masif sistem yang lebih maju
• Pengelolaan • Pemerintah mulai • Cakupan layanan • Penegakan aturan • Akses universal
sampah oleh mengkoordinasikan mulai lebih luas yang tegas pengumpulan
masyarakat dan • Sistem persampahan di • mewajibkan sampah di kota,
pengangkut Pendanaan sistem
perkotaan dipimpin persampahan yang masyarakat bertang- dan pengumpulan
sampah swasta pemerintah, di gung jawab menge- di desa sudah tinggi
skala kecil baru dan stabil mulai
pedesaan berbasis muncul lola sampah mereka • Tata kelola
masyarakat (mis. peraturan ketat persampahan di
• Tata kelola ad- • Tata kelola di kota tentang membuang
• Tata kelola bergantung desa tersistematis,
hoc mulai tersistematis, di sembarangan dan
pada figur pemimpin tidak lagi
desa masih pembakaran)
dan bisa dipengaruhi bergantung figur
bergantung pada
politik • Tata kelola di desa pemimpin
figur pemimpin
mulai tersistematis

13 “The Nine Development Bands (9DBs) – A Conceptual Framework and Global Theory for Waste and Development”, Whiteman, Webster and Wilson, ISWA Waste
Management and Research. DB=Development Band atau tingkat perkembangan.
Fase pengelolaan sampah (contoh pengumpulan sampah)
% penduduk yang sampahnya terangkut

>90%
80-90%
60-80%
40-60%
<40%

DB1: Inisiasi DB2: Perkembangan DB3: Perluasan layanan DB4: Konsolidasi DB5: Implementasi
awal kendali masif sistem

Bergantung pada individu (kota + desa) Kota: bergantung pada sistem Bergantung pada
1 Susunan tata Desa: bergantung pada individu sistem (kota + desa)
kelola

Dipimpin masyarakat Kota: dipimpin pemerintah Dipimpin pemerintah (kota + desa)


2 Koordinasi tata (kota + desa) Desa: dipimpin masyarakat
kelola

3 Penegakan Masyarakat memiliki opsi membuang sembarangan/membakar Aturan dan konsekuensi tegas bagi yang
hukum sampah dan ikut atau tidak dalam layanan sampah tanpa membuang sembarangan/membakar
membuang/ konsekuensi tegas, layanan sampah sampah dibaringi dengan
membakar juga terbatas upaya akses universal layanan sampah
sampah
1

Tantangan susunan tata kelola berdasarkan pengalaman Program STOP Muncar:

• Layanan sampah yang sudah bagus dapat • Minimnya anggaran untuk modal belanja
berubah ketika pemimpin berganti (CAPEX) dan ketat nya aturan/prosedur untuk
anggaran belanja operasional (OPEX)
• Pengurus dan petugas pengelola sampah dipilih
atas kepentingan politik oleh kepala desa (Kades) • Ada paham bahwa anggaran persampahan
serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan seharusnya dari APBD kabupaten
umumnya mengabaikan kompetensi teknis serta
dapat diganti kapan saja

• Kades vs BPD
• Minimnya tata kelola untuk proses perekrutan, • Kades vs Kepala BUMDes
pelatihan, dan penyusunan sistem keuangan yang
transparan • Kades terpilih vs calon yang tidak terpilih

Kades keberatan untuk • Desa tanpa fasilitas persampahan enggan


membayar iuran dan memberikan bahan daur
• Menetapkan iuran yang memadai (ingin jasa ulang (atau barang bernilai jual lainnya) ke desa
persampahan gratis) lain yang memiliki sistem layanan sampah
• Menegakkan aturan dan mendisiplin kerja
pegawai atau meningkatkan produktivitas pekerja
2

Contoh 1: TANGGUNG JAWAB PERSAMPAHAN DI BANYUWANGI1 REGULASI NASIONAL MENGENAI


TANGGUNG JAWAB PERSAMPAHAN
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH KABUPATEN (PEMKAB): PERMENDAGRI 33/2010 (dicabut thn 2016):
▪ Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA

TANGGUNG JAWAB MASYARAKAT (Masyarakat atau TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH


pengelola sampah): KABUPATEN/KOTA:
▪ Pengumpulan dan pengangkutan sampah dari ▪ Pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke
sumber ke TPS TPA
▪ Sampah dari fasilitas publik, sosial, dan
lainnya dari sumber sampah dan/atau
dari TPS/TPST sampai ke TPA
Contoh 2: TANGGUNG JAWAB PERSAMPAHAN DI JEMBRANA2
TANGGUNG JAWAB MASYARAKAT (Lembaga
TANGGUNG JAWAB PEMKAB: yang dibentuk RT/RW):
▪ Pengangkutan sampah dari TPS/TPST ke TPA ▪ Sampah rumah tangga ke TPS/TPST
▪ Pengangkutan sampah dari fasilitas publik, sosial, dan
lainnya dari sumber atau TPS/TPST ke TPA TANGGUNG JAWAB PENGELOLA KAWASAN
▪ Sampah kawasan permukiman, komersil,
TANGGUNG JAWAB MASYARAKAT (Lembaga yang
industri, dan khusus, dari sumber sampah
dibentuk desa atau kelurahan):
dan/atau dari TPS/TPST sampai ke TPA
▪ Pengangkutan sampah dari rumah ke TPS/TPST

16 1. Perda Kabupaten Banyuwangi No. 9/2013; 2. Perda Jembrana No. 8/2013


1,2

Kriteria ideal sistem tata kelola persampahan yang dipimpin pemerintah

✓ Cakupan layanan terintegrasi satu kabupaten/kota (tidak terbatas per desa/kelurahan)


agar pelayanan sistem persampahan tersebar merata
✓ Dapat secara sah menerima pendanaan dari berbagai sumber termasuk:
1. Pendanaan pemerintah;
2. Iuran sampah rumah tangga dan usaha;
3. Penjualan material sampah yang terpilah, pengomposan, dsb.;
4. Pendanaan dari sektor swasta misalnya Extended Producer Responsibility (EPR), Plastic
Credits dan sejenisnya.
✓ Pendapatan dapat dikelola dengan mandiri dan transparan tanpa harus masuk ke APBD
kabupaten/kota melalui rekening bank yang terpisah dari pendapatan pemerintah lainnya
sehingga dana bisa dilacak dan diverifikasi.
✓ Pemasukan yang didapat dipakai untuk sistem persampahan

17
Kekuatan Diantara Kelemahan

1,2

Sistem Tata BUMDes Private


KSM BUMDes Desa Adat DLH/UPTD BLUD Koperasi Yayasan BUMD
Kelola Bersama (PT/CV etc)
Pengelolaan Masyarakat Usaha Usaha milik Desa adat Pemerintah Pemerintah Individu Individu Pemerintah (min Swasta
& Desa beberapa desa (hanya di (DLH) (DLH) saham 51%)
Kepemilikan Bali)
Jangkauan Kebanyakan 1 desa Beberapa desa 1 Desa Seluruh kabupaten Seluruh Tidak Tidak Seluruh Tidak
hanya 1 desa Adat kabupaten terbatas terbatas kabupaten terbatas
Dana Desa Tidak, kecuali YA- YA TIDAK. TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK
diminta oleh dianggap Desa Adat
kepala desa sebagai menerima
sebagai hibah modal dana
BUMDES khusus.
APBD TIDAK TIDAK TIDAK TIDAK YA - melalui DLH YA - melalui DLH TIDAK TIDAK YA TIDAK

Iuran YA YA YA YA YA – melalui YA, melalui YA TIDAK YA YA


pengumpula Peraturan Bupati, Peraturan Bupati
n sampah masuk ke APBD dan masuk ke
rekening BLUD
Pendapatan YA YA YA YA TIDAK, DLH/UPTD YA, masuk ke YA TIDAK YA YA
dari tidak terlibat rekening BLUD
penjualan aktivitas penjualan
Sektor YA YA YA YA TIDAK, DLH/UPTD YA, masuk ke YA YA YA YA
Swasta EPR hanya bisa terima rekening BLUD
hibah
Sektor YA YA YA YA YA, tetapi biasanya YA YA YA YA YA
Swasta CSR dalam bentuk fisik
Process Mudah dan Mudah dan Mudah tetapi Mudah Sulit dan lama, Sulit dan lama, Mudah Mudah Sulit dan lama, Mudan dan
cepat cepat membutuhkan dan cepat harus dengan harus dan dan harus disetujui cepat.
waktu Peraturan Bupati membentuk cepat cepat oleh kepada Lama untuk
persetujuan UPTD lebih dulu daerah dan perusahaan
dari desa-desa. DPRD. asing
18
1,2

BLUD menjawab hambatan tata kelola sistem persampahan:

▪ Memenuhi kriteria-kriteria ideal sistem tata kelola: mencakup seluruh kabupaten/kota, lebih berkelanjutan
secara pendanaan, dapat mengelola pemasukan secara mandiri dan memungkinkan pendanaan
sepenuhnya digunakan untuk sistem persampahan
▪ Menjawab hambatan susunan tata kelola: Sistem kelembagaan BLUD bisa lebih mandiri dan professional,
terpisah dari perubahan politik dan tidak bergantung figur pemimpin daerah
▪ Menjawab hambatan koordinasi tata kelola: Tanggungjawab persampahan dapat dikelola secara terpusat di
tingkat kabupaten/kota melalui BLUD
▪ Memisahkan peran BLUD sebagai operator dan DLH sebagai regulator. Sebagai operator, BLUD dapat
Kerjasama/men-subkontrak layanan kepada operator pengelola sampah, mis.: KSM, BumDes, operator swasta.
▪ Mengelola penanganan sampah dari pengumpulan dan pengangkutan, pemilahan dan pemprosesan di TPST
dan juga pengelolaan TPA.
▪ Menjadi bank sampah induk dan off-taker untuk sampah daur ulang dari TPST/3R, bank sampah dan sektor
informal – dapat mengatasi sampah plastik bernilai rendah yang membutuhkan volume besar untuk dijual.

19
1,2

Langkah membentuk Langkah penerapan PPK


UPTD1€ BLUD ke UPTD 2 Tantangan dengan struktur
Perkiraan durasi: ~ 6 bulan Perkiraan durasi: ~ 7-8 bulan UPTD saat ini
1. Persiapan: 1. Persiapan:
▪ DLH menyiapkan kebutuhan
administratif (mis.: kajian akademis,
▪ UPTD harus memenuhi 3 kriteria:
substantif, teknis, dan administratif.
 Tidak ada otonomi keuangan karena
pendapatan masuk ke APBD
kabupaten, tidak langsung ke sistem
analisa rasio biaya pegawai, dsb). ▪ Kepala UPTD mengajukan usulan
▪ Pemkab menggunakan dokumen penerapan BLUD ke Kadis DLH persampahan
untuk pengajuuan ke gubernur. ▪ Kadis DLH menyampaikan
Tidak bisa terlibat dalam penjualan
2. Perancangan dan pengkajian:
▪ Merancang Perbup/Perwal terkait
permohonan ke bupati/walikota
2. Perancangan dan pengkajian:  material sampah secara sah,
sehingga tidak ideal mengelola TPST
pembentukan UPTD dan mengkaji ▪ Bupati/walikota membentuk tim
rancangan yang disusun tim verifikasi, tidak lebih dari 3 bulan Di Program STOP Jembrana, harus
perancang (Pemkab/pemkot, ▪ Hasil verifikasi disampaikan kepada dibentuk struktur KSM secara
akademisi, ahli-ahli).
3. Penetapan peraturan kepala
bupati/walikota sebagai pertimba-
ngan untuk menyetujui/menolak
 paralel untuk bermitra dengan UPTD
dalam mengelola dana secara
mandiri sembari membentuk BLUD
daerah: 3. Penetapan peraturan kepala daerah:
▪ Dokumentasi rancangan Perbup ▪ Bupati/walikota mengeluarkan
/Perwal kepada gubernur Perbup/Perwal
▪ Bupati/walikota mengeluarkan ▪ Perbup/Perwal disampaikan ke ketua
Perbup/Perwal terkait DPRD tidak lebih dari 1 bulan
pembentukan UPTD. setelahnya.

20 1. Permendagri 12/2017 (Pasal 20-25) 2. Permendagri 79/2018 (Pasal 29-45); 3. KSM umumnya beroperasi di tingkat kelurahan/desa sehingga ada
kompleksitas tambahan untuk KSM di tingkat kabupaten atau kecamatan
3

Tantangan penegakan hukum


membuang/membakar sampah Usulan penegakan hukum yang efektif

▪ Peraturan larangan membuang Penegakan hukum akan efektif jika:


sembarangan dan membakar 1. Cakupan layanan sampah memadai, sehingga perlu
sampah sudah ada di undang- dipertimbangkan agar pengelolaan sampah menjadi Urusan
undang¹ dan Perda² Pemerintahan Wajib – Pelayanan Dasar (dengan revisi UU
▪ Jika masyarakat tidak memiliki 23/2014), agar:
akses ke layanan sampah, maka ▪ Anggaran akan meningkat
penegakan hukum tidak bisa efektif ▪ Pelayanan terstandardisasi melalui SPM
▪ Saat ini pengelolaan sampah ▪ Memenuhi hak setiap orang dalam mendapatkan lingkungan
termasuk Urusan Pemerintahan hidup dan pengelolaan sampah yang baik, sesuah UUD 45
Wajib – Non Pelayanan Dasar dan UU 18/2008
sehingga:
2. Sebagai tambahan, penegakan hukum harus dibaringi dengan:
− Pengelolaan sampah tidak
▪ Kampanye dan informasi pengurangan sampah (3R - reduce,
prioritas utama, layanan sampah
reuse, recycle) yang memadai
tidak memadai
▪ Sistem pertanggungjawaban pemerintah misalnya sistem
− Tidak ada Standar Pelayanan
pengaduan dari masyarakat
Minimal (SPM) pengelolaan
sampah ▪ Regulasi yang efektif dan SDM untuk penegakan aturan

1. UU 18/2008 pasal 29 tentang larangan membuang dan membakar sampah serta sanksi, 2). Misalnya Perda Banyuwangi
21
09/2013, Perda Jembrana 8/2013 mengatur larangan membuang sembarangan dan membakar sampah dan sanksi pidana
Usulan kebijakan jangka pendek:
Bekerja sama denan Kemendagri, APKASI, APEKSI untuk:
1. Sosialisasi manfaat kelembagaan BLUD pengelolaan sampah ke kabupaten/kota (telah
berjalan)
2. Piloting penerapan PPK-BLUD pengelolaan sampah pada UPTD di 1 s/d 3 kabupaten/kota
(sedang berjalan)
3. Membuat buku panduan teknis pembentukan BLUD pengelolaan sampah (sedang berjalan)
Usulan kebijakan jangka panjang:
1 1. Mengusulkan proses percepatan penerapakan PPK BLUD pada UPTD: memasukan klausul di
Susunan
persyaratan Administratif, Pasal 36 Permendagri 79/2018: “dalam mengelola UPTD, dapat
tata kelola
diusulkan sistem/pola Administrasi dan Keuangan UPTD dengan penerapan PPK BLUD”,
sehingga ketika UPTD baru terbentuk, dapat langsung menerapkan PPK BLUD.
2. Memisahkan peran DLH sebagai regulator dan BLUD sebagai operator persampahan
3. Memperkuat landasan hukum BLUD pengelolaan sampah melalui:
a. Tambahan pasal tentang pengaturan UPTD Pengelolaan Sampah di Permendagri 12/2017
Tentang Pembentukan UPT, seperti UPTD Kesehatan di Pasal 23.
b. Memasukkan layanan pengelolaan sampah dalam penjelasan PP 23/2005 Tentang BLU
agar menjadi pertimbangan dalam perubahan Permendagri 12/2017 untuk
22 mengamanatkan penerapan BLUD pada UPTD Pengelolaan Sampah
Institusionalisasi tanggung jawab pengumpulan sampah: mengusulkan diterbitkannya
Permendagri pengganti Permendagri 33/2010 untuk:
▪ Mengubah sistem kelembagaan pengelolaan sampah dari yang berbasis masyarakat ke
berbasis institusi, serta memberikan tanggung jawab pengelolaan sampah sepenuhnya
Koordinasi
2 kepada pemerintah kabupaten/kota termasuk untuk pengumpulan dan pengangkutan
tata kelola
sampah dari sumber.
▪ Memberikan peran utama kepada masyarakat/desa dalam hal kampanye perubahan
perilaku untuk pengurangan sampah atau 3R – reduce (pembatasan), reuse (pemanfaatan
kembali), dan recycle (pendauran ulang) sampah.

1) Mengusulkan pengelolaan sampah menjadi Urusan Pemerintah Wajib – Pelayanan Dasar


kabupaten dan kota (saat ini wajib – non pelayanan dasar) dengan mengajukan revisi UU
Penegakan
hukum 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3 membuang 2) Penegakan hukum yang melarang pembuangan sembarangan dan pembakaran sampah,
/membakar yang dibaringi dengan kampanye pengurangan sampah dan informasi yang memaadai
sampah dan memastikan adanya sistem pertanggungjawaban pemerintah misalnya sistem
pengaduan dari masyarakat dan tindakan jika layanan sampah tidak tersedia.

23
▪ Tata kelola pengelolaan sampah yang stabil dan kuat

▪ Pendanaan pengelolaan sampah yang memadai dan stabil

24
Fokus kajian

KOMITMEN PEMERINTAH
SUMBER DAYA YANG DIPERLUKAN
70% PENANGANAN
1
untuk semua jenis sampah1 54-67 triliun IDR
($3,8-4,8 miliar USD)
CAPEX4
2X PENGUMPULAN MENJADI 80%
2 antara 2017 dan 2025
pengumpulan sampah di 20252

7-12 triliun IDR


70% PENGURANGAN ($490-826 juta USD)
3
sampah plastik di laut3 OPEX/tahun
antara 2017 dan 2025
30% PENGURANGAN
4
sampah di sumber1

1. Perpres No. 97 Tahun 2017; 2. NPAP: Mengurangi Polusi Plasttik Secara Radikal di Indonesia – Rencana Aksi Multi Pemangku Kepentingan; 3. PerpresNo.
25 83 Tahun 2018; 4. Keseluruhan untuk 2017-2025, capaian pertama komitmen
1 CAPEX: Biaya awal pembentukan sistem 2 OPEX: Biaya operasional berjalan
Wadah sampah
Pendirian
Gaji pegawai
TPS3R/TPST
pengumpulan

Conveyor belt
Gaji pegawai, perawatan TPA

Truk, motor roda tiga


Perawatan peralatan

26
Sistem persampahan linier Sistem persampahan sirkular

Pilihan 1:
Jenis sistem
Pengumpulan Pengang- Pembuangan Pengumpulan TPS3R/TPST Pengang- Pembua-
kutan /TPA Door-to-door kutan residu ngan/TPA

Kelebihan: • Lebih murah • Membentuk ekonomi sirkular dan memberikan


• Lebih sederhana siklus kehidupan kedua dan lebih kepada material
• Lebih cepat • Menggunakan lebih sedikit lahan TPA
• Membuka lebih banyak lapangan pekerjaan
• Menyuburkan tanah
Kekurangan: • Membutuhkan lebih banyak • Lebihi mahal, rumit, dan memakan waktu
lahan untuk TPA dan biaya TPA • Membutuhkan perubahan perilaku
yang lebih tinggi masyarakat untuk memiliah sampah
• Kehilangan nilai guna/jual
material

27
Beragam wadah sampah
Mesin press/baling,
Kendaraan pengumpul khusus
forklift

Perubahan perilaku

Conveyor belt dan petugas


Pembangunan TPS3R/TPST Transportasi
pemilahan
Total CAPEX sistem persampahan
agar mencapai pengumpulan 80% Linier: CAPEX untuk pengumpulan 80% Sirkular: CAPEX untuk pengumpulan 80%
Miliar USD, 2017-20251, % selisih Miliar USD, 2017-20251 Miliar USD, 2017-20251

-21%
4.8 Selisih CAPEX Pengumpulan 0.7 1.2
~ $ 1M

3.8
Pemilahan 0.0 1.0

Pembuangan
4.0 1.6
/TPA

Total 4.8 3.8

Linier Sirkuler
Catatan: (1) Kebutuhan CAPEX dihitung dengan mengalikan $/ton CAPEX setahun dengan usia pakai dan kapasitas rancangan pada 2040,
kecuali biaya fasilitas daur ulang; (2) Untuk pembuangan, diasumsikan pembuangan yang baru membutuhkan CAPEX meskipun ada sisa dari
kapasitas yang ada karena keperluan meningkatkan operasional pembuangan saat ini secara signifikan; (3) Asumsi depresiasi asset: sanitary
29 landfill (9 tahun), TPS3R (fasilitas pemilahan) (10 tahun - peralatan, 20 tahun - bangunan), truk (10 tahun), motor roda tiga, peralatan (5 tahun).
Sumber: Analisa SYSTEMIQ
Total OPEX/tahun untuk Linier: OPEX/tahun untuk pengumpulan 80% Sirkular: OPEX/tahun untuk pengumpulan 80%
pengumpulan sampah 80%
Juta USD/year, rerata 2017-2025 Juta USD/tahun, rerata 2017-2025
Juta USD, % selisih

+79%
Pengumpulan &
271 444
373 pengangkutan

Selisih
Pemilahan 0 293
tahunan
OPEX ~$165
juta 218 88
Pembuangan

208 Total biaya 490 826

Pendapatan
0 171
(penjualan sampah)

Pendapatan
282 282
(retribusi)

Selisih biaya 208 373

Linier Sirkuler
Catatan: Pendapatan di sistem sirkular dihitung dari rerata jumlah sampah yang dipilah di TPS3R serta harga dan tingkat serapan organik dan
30 anorganik di TPS3R, berdasarkan data proyek STOP. Pendapatan dari iuran kemungkinan tidak menggambarkan realita dan diestimasikan iuran
sebesar IDR 8.000/KK-bulan di kota dan IDR 2.500/KK-bulan di desa di seluruh Indonesia.
Perbandingan keuangan sistem persampahan
Perbandingan biaya sistem persampahan linier dan sirkular dari waktu ke waktu
linier dan sirkular
Miliar USD, biaya CAPEX + OPEX selama 10 tahun pelayanan Miliar USD, kumulatif 2017-2025
Linier Sirkuler
12,000
11,000 Sirkuler
10,000 4.4
OPEX +68%
9,000 Linier 7.4
8,000
4.8
7,000 CAPEX -21%
6,000 3.8

5,000
2.5
4,000 Pendapatan +64%
4.1
3,000
2,000
6.6
1,000 Selisih Total +9%
7.2
0
Year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Catatan: (1) Sistem sirkular memiliki sistem TPA sanitary landfill yang lebih baik dan lebih sedikit sampah yang dikirim ke TPA. Ini menandakan
kebergantungan yang lebih rendah pada TPA sehingga usia layannya lebih panjang dan biaya penggantian aset lebih kecil dalam jangka
31 panjang. Hal ini belum diperhitungkan dalam grafik karena rentang waktu yang terbatas.
Source: SYSTEMIQ Analysis
Kecil, terdesentralisasi Sedang, semi-terpusat Besar, terpusat
(Development Band 2) (Development Band 3) (Development Band 4/5)

Koordinasi tata Berbasis Berbasis lintas desa atau Berbasis kabupaten/kota


kelola masyarakat/desa sistem per-kecamatan

Tipe tata kelola BUMDes, KSM BUMDesMA, BLUD BLUD

Development DB 1 & 2 DB 2 & 3 DB 4 & 5


band

Contoh Rumah Kompos Project STOP Pasuruan, Bersih Indonesia


Padang Tegal, Ubud Project STOP Jembrana Malang

Ukuran TPST/3R 1 TPS3R/2.500 orang 1 TPST/60.000 orang 1 TPST/400.000 orang

Otomasi Terkadang YA YA

Jumlah
pekerja/TPST-3R ~35 ~65 ~250
32
CAPEX dan OPEX linier vs sirkular
Satuan dalam IDR per kapita per tahun, baseline 2017-2025

POIN UTAMA
50 48.661 Dengan semakin terpusatnya sistem
48 47.155 persampahan:
▪ Terciptanya stabilitas ekonomi karena
46 rantai nilai end-to-end yang lebih
44 baik, dan
42.457
28.653 Opex Sirkuler ▪ Lebih sedikit aset terbengkalai karena
28 27.216 sistem akan berkelanjutan secara
26.650 keuangan dengan sendirinya
26.841 Capex Linier
26
25.327 25.764
24 22.729
23.386 Opex Linier
22

20 19.245
Capex Sirkuler
18
Kecil, Sedang, Besar,
terdesentralisasi semi- terpusat
terpusat

33 Catatan: Biaya sistem linier terdiri atas kegiatan pengumpulan, transport dan TPA, sementara sirkular mencakup juga pemilahan. Dalam satuan per ton, sistem
sirkular akan jauh lebih mahal daripada linier, namun pendapatan dan manfaat ekonomi hanya dapat dibentuk dengan sistem sirkular.
Sumber pendanaan untuk membayar OPEX sistem persampahan Sumber pendanaan untuk membayar CAPEX sistem
persampahan

Sumber pendanaan
Sumber
sistem Dibayar oleh Saat ini? Dibayar
pendanaan sistem Saat ini?
persampahan oleh
persampahan
Berjalan, meskipun besaran
01 Rumah tangga retribusi umumnya rendah Umum, meskipun banyak TPST/TPS3R
Retribusi
& usaha dan jumlah yang Kementeri-an Pemerintah yang terbengkalai dan TPA
terkumpulkan juga rendah. 01 PUPR pusat terkendali/sanitary landfills menjadi
Berjalan, meskipun bervariasi open dumping.
02 antar daerah, rata2 saat ini
Pendanaan Pemerintah Beberapa pinjaman dana
pemda membelanjakan Rp.
pemerintah daerah Lembaga infrastruktur hijau tersedia tetapi
24.113/kapita/tahun atau Pembiaya-an
Pembang- tidak digunakan karena
0,7% dari total APBD 02 Pembangu-
unan (e.g., pengembalian pinjaman dan
Tidak umum karena nan
Perusahaan KFW, JICA) diperlukan nya implementasi lintas
03 yang
kebanyakan sistem daerah.
Penjualan persampahan adalah linier
menggunakan
sampah dan pemerintah tidak terlibat
bahan daur 1) Tidak umum karena Plastic
jual beli sampah, umumnya
ulang Credits adalah mekanisme
TPS3R dikelola masyarakat. 03 Plastic “Produsen”
keuangan yang baru.
Credits dan , e.g.
“Produsen”, 2) Sistem PRO yang bersifat
pendanaan FMCGs,
04 Pendanaan misalnya e.g. Hadir di negara lain, belum di sektor swasta ritel,
sukarela dan saat ini masih baru;
sektor swasta FMCGs, ritel, Indonesia. belum ada pendanaan swasta
yang lain converter
converter yang wajib.
OPEX tahunan sistem sirkular
Juta USD per tahun untuk pengumpulan 80%, rerata 2017-2025

Belanja pemerintah
Linier 432 826
Sirkular

336

Sampai sekitar 394 96


826

Belanja OPEX pemerintah saat ini1 Selisih OPEX Total kebituhan OPEX tahunan

(1) Berdasarkan rerata biaya pengelolaan sampah dari studi FITRA + SYSTEMIQ terhadap 60 sampel kabupaten/kota + 3 kabupaten STOP (2019) serta 12
35 sampel kabupaten kota untuk rerata proporsi capex dan opex. Belanja opex sudah termasuk retribusi persampahan.
OPEX tahunan untuk sistem sirkular per kapita1
IDR/kapita setiap tahunnya, rerata 2017-2025

Nasional Perkotaan Pedesaan


43.000

5.000
43K 50K 37K
19.000 Per kapita ($3) ($4) ($3)
15.000

388K 452K 341K


Per ton ($28) ($32) ($24)

23.000 24.000

Pengumpulan Pemilahan Pembuangan Total3 Belanja OPEX Selisih


/TPA pemerintah
saat ini2
1. Berdasarkan Perkiraan Penduduk 2025, BPS, 2019; 1 USD = IDR 14,000.
2. Berdasarkan rerata biaya pengelolaan sampah dari studi FITRA + SYSTEMIQ terhadap 60 sampel kabupaten/kota + 3 kabupaten STOP serta 12 sampel
36
kabupaten kota untuk rerata proporsi capex dan opex. Belanja opex sudah termasuk retribusi persampahan.
3. Rata-rata opex sirkular dari tiga ukuran ssstem persampahan.
CAPEX tahunan untuk sistem sirkular per kapita1
IDR/kapita setiap tahunnya, rerata 2017-2025

Nasional Perkotaan Pedesaan


22.300

5.000
22K 26K 19K
Per kapita
9.300 ($2) ($2) ($1)

200K 233K 176K


6.000
Per ton
17.300 ($14) ($17) ($13)

7.000

Pengumpulan Pemilahan Pembuangan Total3 Belanja CAPEX Selisih


/TPA pemerintah
saat ini2

1. Berdasarkan Perkiraan Penduduk 2025, BPS, 2019; 1 USD = IDR 14,000.


2. Berdasarkan rerata biaya pengelolaan sampah dari studi FITRA + SYSTEMIQ terhadap 60 sampel kabupaten/kota + 3 kabupaten STOP serta 12 sampel
37
kabupaten kota untuk rerata proporsi capex dan opex. Belanja capex sudah termasuk retribusi persampahan.
3. Rata-rata capex sirkular dari tiga ukuran system persampahan.
Tinjauan keuangan TPST di Indonesia1
Pendapatan total dan biaya IDR per kapita Contoh kasus
Retribusi rumah tangga Pendapatan dari daur ulang lain Subsidi pemerintah
Retribusi usaha Pendapatan maggot/BSF Total pendapatan
Pendapatan daur ulang plastik Pendapatan kompos Pendanaan sektor swasta (mis. EPR)

50%-80%

19.000

43,000 2.700 15%-25%

9.300
20%-30%

8.100
11.300
?
1.700 15
1.500
Total pendapatan Retribusi Subisidi pemerintah Selisih biaya Pemanfaatan sampah Pendanaan
(non-retribusi, sektor swasta
dana desa dll)
38 Catatan: Model diambil dari Proyek STOP di Tembokrejo, Muncar, yang melingkupi 31.215 orang; Data diambil dari 3 bulan terakhir yang berakhir pada
Maret 2020; Pembuangan tidak termasuk karena ditanggung pemerintah; Proyek STOP P&L lintas kota
01

Tantangan pengumpulan Peraturan baru: Permendagri No. 7 Tahun 2021


retribusi (dan iuran) saat ini
▪ Permendagri No. 7 Tahun 2021 Memberikan rumus perhitungan kepada
1. Mayoritas Perda menetapkan retribusi kabupaten/kota untuk menghitung jumlah optimal retribusi bagi penghasil
sampah yang sangat rendah, mis: sampah berdasarkan biaya ideal penanganan sampah dikurangi subsidi
▪ Kab. Jembrana: IDR5k – 15k/bulan pemerintah dari anggaran non-retribusi.
▪ Kab. Banyuwangi: IDR1k-3k/bulan ▪ Retribusi berlaku untuk 5 jenis penghasil sampah:
▪ Kab. Pasuruan: IDR1k-2.5k/bulan 1) Rumah tangga,
2. Sebagian besar retribusi dan iuran 2) Usaha
sampah dikumpulkan dengan 3) Fasilitas umum milik swasta
metode door-to-door, memakan 4) Industri
waktu dan sumber daya 5) Umum (perkantoran, dsb).
3. Pendapatan dari retribusi masuk ke ▪ Retribusi ditujukan untuk menanggung sebagian CAPEX dan OPEX untuk:
APBD, tidak langsung ke sistem 1) Pengumpulan dari sumber ke TPS
persampahan 2) Pengangkutan dari sumber dan/atau TPS ke TPA
4. Ketaatan membayar yang rendah 3) Kebutuhan untuk pembuangan akhir
karena kurangnya kesadaran warga 4) (Sebagian untuk pemilahan di TPS)
5. Kurangnya transparansi keuangan – ▪ Pendapatan dari retribusi masuk ke APBD, tidak langsung ke sistem
rentan penyalahgunaan persampahan, tetapi diprioritaskan untuk pengelolaan sampah.
▪ Metode pengumpulan retribusi tidak diatur dalam peraturan ini.

39
Source: SYSTEMIQ policy team analysis
01

Tingkat pembayaran iuran sampah di Program STOP Muncar


% KK yang membayar iuran sampah per bulan di 2 TPST Muncar

100

90 Avg: 74%

Tembokrejo
80

70

65

60
Avg: 71%
55
Sumberberas
0
Jul-20 Sep-20 Nov-20 Jan-21 Mar-21

40 Source: SYSTEMIQ Analysis based on Program STOP Data


01

Apa itu “Sistem pengumpulan retribusi sampah secara tidak langsung”? Opsi umum untuk sistem retribusi sampah
tidak langsung
Mengikatkan retribusi pada utilitas atau sistem pembayaran yang sudah
terbentuk (co. listrik, pajak properti, tagihan sampah), tingkat ketaatan • Tagihan listrik
pembayarannya tinggi, dan dapat dibayarkan lewat banyak media • Pajak properti
pembayaran (sistem non-tunai), sehingga dapat meningkatkan • Tagihan air
pendanaan sistem persampahan dan transparansi iuran sampah
PRELIMINARY
Keunggulan
Contoh sistem retribusi sampah tidak langsung
✓ Sistem retribusi yang lebih andal
Alur pembayaran
✓ Dana sistem persampahan yang stabil
✓ Tidak ada lagi pembayaran tunai
Rumah tangga ✓ Transparansi data lebih baik karena
pelacakan keuangan lebih mudah
✓ Potensi korupsi lebih rendah
+ Electricity Waste System ✓ Terbukti secara global: beberapa
(PLN) negara telah mendapatkan banyak
Rumah tangga membayar tagihan bulanan untuk retribusi sampah yang sudah manfaat dari sistem tidak langsung
digabungkan dengan tagihan listrik merupakan salah satu contoh sistem ✓ Ketaatan lebih tinggi sehingga ada
pengumpulan retribusi secara tidak langsung yang sudah digabungkan dengan
tagihan utilitas yang ada. Karena PLN adalah pemilik sistem pembayaran, retribusi
potensi mematok iuran per rumah
akan masuk ke PLN, dan sistem persampahan akan menerima porsinya melalui tangga lebih rendah untuk mendanai
realokasi. sistem persampahan
41
01

Sumber pendanaan sistem persampahan di beberapa negara


% pendanaan sistem persampahan dari pajak PBB, listrik, air & sanitasi, dan tagihan pelanggan, tinggi kolom adalah tingkat pengumpulan retribusi
Ipengumpulan retribusi tidak langsung Ipengumpulan retribusi langsung
Pajak properti Listrik Air & sanitasi Tagihan langsung X % retribusi pengumpulan tidak langsung (listrik, pajak PBB, dll)

0 91 72 100 100 59 32 100 72 99 85 96 41 0 73 9

0 0

35% 3% 0 0
7%
0 0 0 0
32%
59%
68%
41%
100% 0
(0) 91% 69% 9% 0
0 0 100% 85%
0 76% 0 63%
100% 96%
100%
66% 68%
0 0%
100% 0 91%
59%
41% 11%
28% 28% 0% 0
0 16% 27%
9% 15%
0 0 0
0
0 0
0
0 0 0
Indonesia
Venezuela Kolombia Uruguay Chile Kosta Belize Panama Ekuador Peru Bolivia El Guatemala Paraguay
Argentina Rika Salvador Honduras

42 Sumber: Pengelolaan Sampah Padat di Amerika Latin dan Karibia IDB; www.iadb.org/agua
02

Alokasi APBD kab/kota untuk pengelolaan sampah1


Rata-rata % APBD total (2019)
Perlu mempertimbangkan pengelolaan sampah menjadi
Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar (revisi UU Kota 1,2%
23/2014 Pemerintahan Daerah):
Kabupaten 0,4%
1. Rerata angaran pengelolaan sampah hanya 0.7% dari
APBD Rata-rata: 0,7%

2. Pengelolaan sampah masuk Lingkungan Hidup Alokasi APBD Pelayanan Dasar vs Non Pelayanan Dasar
merupakan Urusan Pemerintahan Wajib – Non % APBD dari 3 Kab. Program STOP
Pelayanan Dasar, sehingga tidak prioritas dalam Banyuwangi (2017)
34%
penganggaran APBD 28% Pasuruan (2019)
23% 21% Jembrana (2019)
3. Jika menjadi Urusan Wajib – Pelayanan Dasar, 19%
13% 14%
pengelolaan sampah menjadi prioritas alokasi 10% 9%
anggaran 1% 2% 1%
Pendidikan Kesehatan Pekerjaan Lingkungan
4. Meningkatnya anggaran diperlukan mencapai akses Umum & hidup
universal layanan pengelolaan sampah sesuai amanat Penataan
ruang
undang-undang. Wajib - Pelayanan dasar Wajib - Non
Pelayanan dasar

43 1. Studi FITRA + SYSTEMIQ terhadap 60 sampel kabupaten/kota + 3 kabupaten STOP (2019)


03

Langkah selanjutnya dapat berupa kombinasi pilot dan


Telah ada 2 langkah konkrit untuk menunjang peran lebih dari swasta
desain sistem
Pemerintah: Peta Jalan Pengura- Pendanaan co-funding oleh sektor swasta untuk
Industri: PRO secara sukarela
ngan Sampah oleh Produsen sistem persampahan yang diatur oleh peraturan
Permen LHK 75/2019 mengatur 6 perusahaan terkemuka di PRAISE • Jika penarikan Kembali plastic bersifat wajib dan
pengurangan 30% sampah oleh membentuk Indonesia Packaging bukan sukarela, pendanaan co-funding dari sektor
produsen pada tahun 2029 Recovery Organisation (IPRO) swasta dapat secara signifikan meningkatkan
termasuk penarikan kembali kontribusi sektor swasta menutup selisih biaya OPEX
plastik1 yang pembiayaannya persampahan melalui operator-operator pengelola
dibebankan kepada produsen. sampah.

• Banyak negara dengan tingkat pengumpulan


sampah yang tinggi mengharuskan pendanaan co-
funding dari sektor swasta melalui Extended
Producer Responsibility (EPR) atau Packaging
Recovery Organization (PRO) mis. di Taiwan, India
dan Eropa.

• Di Indonesia, langkah selanjutnya dapat berupa


kombinasi piloting dan mengeksplorasi sistem yang
Agustus 2020 sesuai dengan konteks peraturan dan
kelembagaan Indonesia.

Desember 2019

44 1. Plenarikan Kembali Sampah dari produk, kemasan produk, dan/atau wadah. Jenis dari produk, kemasan produk dan/atau wadah termasuk plastik
04

Potensi pendaan plastic credits mendukung implementasi Permen


LHK 75/2019
Contoh kasus: CAPEX bersama untuk pembentukan
✓ Plastic credits adalah mekanisme baru dimana pengumpulan sistem pengelolaan sampah kota berukuran
dan daur ulang plastik dijual sebagai kredit ke perusahaan yang sedang (15 ribu ton plastik / tahun)
Juta EUR capex infrastruktur
ingin mengkompensasi sampah plastik melalui proses validasi dan
verifikasi. 15

✓ Plastic credits dan implementasi Permen LHK 75/201 dalam


penarikan kembali plastik oleh produsen (khususnya jika
diwajibkan) berpotensi membantu mendanai pembangunan 5-9
infrastruktur sistem persampahan yang baru
8
✓ Terdapat juga lembaga pembiayaan pembangunan (mis. KfW,
Bank Dunia, JICA) yang menyediakan pinjaman membangun
infrastruktur persampahan.
✓ Jika pemerintah memanfaatkan pinjaman pembiayaan
pembagunan, plastic credits berpotensi menutupi lebih dari 50%
biaya infrastruktur sistem persampahan, mengurangi beban
pemerintah dalam pembayaran kembali pinjaman pembiayaan
Kebutuhan Pendapatan Pembayaran
pembangunan. Capex kota dari pinjaman oleh
Plastic credits pemerintah
1. Berdasarkan model untuk Expansi Banyuwangi Expansion Model, asumsi harga jual Plastic Credit $100/kredit (1 credit = 1 ton
45
plastik yang dikumpulkan) dengan 30% potongan VAT + fee yang menetapkan plastic credit
Menjalankan pengumpulan retribusi tidak langsung dengan menggabung retribusi ke tagihan utilitas misalnya
dengan tagihan listrik, air atau pajak bumi dan bangunan (PBB), dengan Langkah:
a) Piloting sistem pengumpulan retribusi tidak langsung di 1 atau lebih kabupaten/kota besar
1 Retribusi
b) Mengkaji implementasi sistem pengumpulan retribusi tidak langsung secara nasional untuk menunjang akses
layanan sampah universal dengan membuat peraturan yang mendukung

Mengusulkan pengelolaan sampah menjadi Urusan Pemerintahan Wajib - Pelayanan Dasar agar pengelolaan
Pendanaan sampah menjadi prioritas alokasi anggaran agar tercapai akses universal layanan pengelolaan sampah
2 Pemerintah memenuhi hak setiap orang mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah secara baik sesuai amanat
undang-undang.

Menggali potensi pendanaan Bersama (co-funding) sektor swasta (seperti halnya EPR atau PRO di negara lain)
Pendanaan dengan mengusulkan implementasi Permen LHK 75/2019 dalam penarikan kembali plastik oleh produsen
3 sektor swasta bersifat wajib untuk meningkatkan kontribusi pendanaan sektor swasta untuk menutup selisih pendanaan
(opex) OPEX. Langkah awal dengan piloting di 1 atau lebih kabupaten/kota dan mengeksplorasi sistem yang sesuai
dengan konteks peraturan dan kelembagaan Indonesia.

Menggali potensi pendanaan plastic credits dan implementasi Permen LHK 75/2019 dalam penarikan kembali
Pendanaan
sektor swasta plastik oleh produsen dengan beberapa piloting di kabupaten/kota. Plastic credits dan penarikan kembali
4 plastik (khususnya jika diwajibkan) berpotensi menutupi 50% dari biaya CAPEX infrastruktur persampahan baru.
(capex)

46
47
48
Rerata anggaran persampahan Kota dan Rerata anggaran persampahan Kota vs
Kabupaten Kabupaten
Rp/kapita/tahun (2019) Rp/kapita/tahun (2019)

CAPEX
CAPEX OPEX
OPEX
Kota 7,570 31,034 38,604

4.729 19.384 24.113


-60.6%

Kabupaten
2,980 12,215 15,195

Rata-rata : 24,113

49 (1) Berdasarkan rerata biaya pengelolaan sampah dari studi FITRA + SYSTEMIQ terhadap 60 sampel kabupaten/kota + 3 kabupaten STOP (2019) serta 12
sampel kabupaten kota untuk rerata proporsi capex dan opex.

Anda mungkin juga menyukai