Anda di halaman 1dari 208

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

LAPORAN AKHIR
i
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pangandaran Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan


Kalipucang merupakan daerah otonom baru yang strategis di Jawa Barat, dan ditetapkan
sebagai pusat pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Berdasarkan peraturan tersebut,
dilakukan perlu disusun rencana kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya,
dan mengoordinasikan serta mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan
ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat,
maupun antar wilayah Kabupaten/Kota. Pendekatan yang digunakan secara kualitatif dan
kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi.
Hasil menunjukkan, kondisi 4 sektor (kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis,
agroindustri) di Pangandaran Raya sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi)
investasi. Investasi untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali di Kecamatan
Pangandaran yang mendekati jenuh. Rencana investasi yang potensial bagi kepariwisataan
yaitu wisata alam, budaya dan minat khusus berbasis ecotourism. Sektor kelautan dan
perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, namun masih
terbuka kesempatan untuk budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna
serta budidaya rumput laut. Sektor Agrobisnis yang menjadi andalan adalah budidaya kelapa,
padi dan pisang yang merupakan mata pencaharian tipikal petani pesisir di Indonesia, dan
masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi
seperti honje, dan hata, peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Sementara itu, untuk
agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta
masih terbuka kesempatan investasi pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik
pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari
kecamatan lainnya. Rencana investasi potensial dikembangkan bagi kepariwisataan yaitu
pariwisata berbasis ecotourism, terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri,
dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional, dan
berkelanjutan (sustainable tourism). Untuk itu, perlu program kolaborasi stake holder berbasis
Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media).
Sektor kelautan dan perikanan andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, dan masih
terbuka kesempatan budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, ikan tuna, serta
budidaya rumput laut. Sektor agrobisnis andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang, dan
masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi
seperti honje, dan hata, serta peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun untuk
sektor agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang,
serta masih terbuka kesempatan investasi untuk pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan
tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih
berpotensi dari kecamatan lainnya.
---agisu---

LAPORAN AKHIR
i
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

RANGKUMAN

Latar belakang: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru, namun


Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi daerah penting dan jadi kawasan
strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran Raya yang meliputi
5 Kecamatan (Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang). Kawasan ini telah
ditetapkan sebagai Pusat Pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Tujuan pekerjaan ini untuk
1) menyusun kajian Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya; 2)
mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan
ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat,
maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan
pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Landasan pekerjaan: aturan yang
berlaku dan teori pemetaan pusat pertumbuhan perekonomian. Metode: menerapkan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis,
dan studi dokumentasi. Pemetaan dilakukan untuk menggambarkan Rencana Kebutuhan
Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, dan polarisasinya baik untuk pusat
pertumbuhan primer, sekunder, maupun tersier bagi sektor pariwisata, kelautan dan
perikanan, agrobisnis, dan agroindustri. Hasil pekerjaan: Secara umum kondisi 4 sektor yang
dielaborasi sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Kondisi investasi
terkini untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali Kecamatan Pangandaran
yang mendekati jenuh; Kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan
budidaya ikan tawar; Agrobisnis unggulan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang
bersifat tipikal mata pencaharian petani pesisir di Indonesia; Adapun agroindustri andalan
adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang. Rencana investasi di
Pangandaran Raya “titik pusatnya” adalah di Kecamatan Cijulang, karena merupakan
kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah, dan berpotensi terbuka lebih luas untuk
investasi baru daripada 4 kecamatan lainnya. Rencana investasi yang potensial
dikembangkan dalam kepariwisataan mencakup wisata alam, budaya dan minat khusus.
Rencana investasi atraksi wisata andalannya wisata alam pantai, pesisir, laut, sungai, dan
alam pedesaan khususnya desa wisata. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih
dapat dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi
perlu dikembangkan berbasis ecotourism. Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat
berperan penting bagi kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru,
reaktivasi jalur Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, jalan nasional jalur selatan, dan jalan tol
Banjar Pangandaran sebagai lanjutan CIGATAS. Rencana investasi layanan ameniti
(akomodasi, transfer wisatawan, pemandu wisata) yang tepat di Pangnadaran Raya adalah
pengembangan potensi masyarakat lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan
dimaksud adalah penyediaan makanan dan minuman, serta gastronomi, penginapan
terutama homestay. Adapun layanan transfer atau transportasi lokal dapat menyediakan bus
pariwisata. Investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan
wisatawan berkelas dunia di Cijulang yang berdekatan dengan pantai dan Bandara
Nusawiru. Rencana investasi ansilari (pengelolaan kepariwisataan) yang lebih baik untuk
LAPORAN AKHIR
ii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola yang berasal dari


masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan. Rencana investasi untuk
kelautan dan perikanan dapat dirancang untuk Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan
di laut dengan menggunakan KJAL (Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak.
Pembenihan dan pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di
antaranya udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Investasi paling penting adalah
berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi pembenihan ikan laut, KJAL, dan
peralatan bagi nelayan, serta investasi budidaya rumput laut dan budidaya ikan tawar. Peran
BPBAPLWS sebagai balai pengembangan sangat berperan penting untuk investasi sektor
kelautan dan perikanan. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi
berbasis budidaya andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, pisang. Di sisi lain perlu
menggali budidaya “tanaman unggulan” lain di antaranya budidaya tanaman langka yang
menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata. Rencana investasi untuk agroindustri yang
tepat diarahkan pada investasi yang berbasis pada pengembangan “kreasi dan inovasi”
masyarakat setempat untuk mengolah bahan yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan
kelautan setempat. Beberapa potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari
kelapa, padi, pisang, ikan laut, ikan tangkapan, dan pengolahan ikan tawar. Tindak lanjut:
rencana investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan dan
terpolarisasi secara optimal bagi daerah sekitarnya, jika kualitas dan kuantitas aksesibilitas
ditingkatkan terutama realisasi jalan raya nasional lintas pantai selatan menjadi salah satu
jalur utama di Pulau Jawa, reaktivasi jalur KA Banjar-Cijulang, penyiapan Bandara Nusawiru
bagi pesawat berbadan lebar, pembangunan pelabuhan laut di Bojong Salawe, dan jalan tol
dari CIGATAS hingga Pangandaran. Sektor Pariwisata Pangandaran Raya perlu dibangun
secara terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning
pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional yang berkelanjutan (sustainable
tourism). Diperlukan program kolaborasi stakeholder berbasis Hexa Helix Model (industry,
government, local community, business, academia, mass media). Rencana investasi sektor kelautan
perlu menghimpun pemilik modal lokal dan domestik. Adapun arah pengembangannya
adalah budidaya ikan laut antara lain KJAL menggunakan pola investasi inti-plasma dengan
penduduk setempat. Rencana investasi ikan tawar yang potensial adalah pembudidayaan
ikan tawar yang diarahkan untuk swasembada pangan dan pemenuhan kebutuhan
kepariwisataan. Sektor agrobisnis perlu peningkatan kuantitas dan kualitas varietas serta
budidaya tanaman unggulan, karena budidaya tanaman selama ini masih terbatas pada
kelapa, padi dan pisang. Satu di antara prospek budidaya unggulan penghasil gastronomi
antara lain honje dan hata. Perlu meningkatkan investasi untuk peternakan sapi potong, sapi
perah dan kuda pacu. Adapun investasi sektor agroindustri perlu meningkatkan kreativitas
dan kemampuan inovasi masyarakat lokal mengolah hasil pertanian setempat. Tindak lanjut
implementasi rencana investasi tersebut dapat lebih terjamin keberhasilannya, jika dilengkapi
“Perda” yang khusus mengatur investasi di Pusat Pertumbuhan.

LAPORAN AKHIR
iii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

KATA PENGANTAR TIM KAJIAN

Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkahnya kepada kita
semua. Satu di antara nikmat yang diberikan-NYA adalah kita dapat berkarya untuk
melayani masyarakat melalui pengabdian di Pemprov Jabar. Buku ini adalah satu di antara
output dari pekerjaan yang berjudul: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN
INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Buku laporan ini
ditujukan untuk menyajikan hasil kajian. Adapun target pembaca dari buku ini adalah pihak
internal BAPPEDA Pemprov Jabar.
“PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran
Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam
menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan
danPencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi
perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.
Laporan ini memuat permasalahan, landasan pengerjaan, dan metode pemecahan
pekerjaan hingga pembahasan tindak lanjut dari kajian. Isi dari Laporan ini mencakup 8 bab
yang meliputi Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Landasan Teori dan Landasan Normatif, Bab 3
Metode Penyelesaian Pekerjaan, Bab 4 Gambaran Umum Pangandaran Raya, Bab 5 Gambaran
Investasi Terkini, Bab 6 Rencana Kebutuhan Investasi, Bab 7 Matriks Kebutuhan Investasi
dan Bab 8 Kesimpulan serta Tindak Lanjut. Berdasarkan seluruh bab tersebut, laporan ini
diharapkan dapat menjabarkan esensi dari kajian kebutuhan Penyusunan Rencana
Kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Sehingga dapat dicapai tujuan
pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan
menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu. Tim
kajian pekerjaan ini menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah turut
serta membantu, sehingga dapat dituntaskan pekerjaan ini.

Bandung, Oktober 2016


Kepala BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan Tim

LAPORAN AKHIR
iv
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... i


RANGKUMAN .............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR TIM KAJIAN ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................v
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Pekerjaan ........................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 3
1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja .............................................................. 4
1.4 Batasan Kegiatan ..................................................................................................... 4
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ............................................................. 5
BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN .............................................................. 6
2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah ...................... 6
2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah ................................ 8
2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah .................................................................... 8

2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal .............................................................. 11

2.2.3 Optimasi Aset ....................................................................................................... 12

2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................... 26


2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi................................................................................. 26

2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi .......................................... 28

2.3.3 Kelayakan Investasi .............................................................................................. 30

2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 33

2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah 38

2.4 Pembangunan Pariwisata ........................................................................................ 41

2.4.1 ..............Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat


................................................................................................................................... 43

2.5 Pembangunan Agrobisnis dan Agroindustri ............................................................ 44

LAPORAN AKHIR
v
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2.6 Pembangunan Industri Kelautan .............................................................................. 48


2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan .................................................................. 49

2.7 Landasan Normatif.................................................................................................... 51


BAB 3 METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN .................................................................. 55
3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan .............................................................. 55
3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan . 56
3.3 Prosedur Teknis Operasional .................................................................................... 56
3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah ....................................................................... 58
3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan ...................................................................... 70
BAB 4 GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA ..................................................... 71
4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya ............................................................................. 71
4.2 Demografi/Kependudukan ...................................................................................... 74
4.3. Sosial Budaya............................................................................................................ 77
4.4 Pendidikan................................................................................................................. 78
4.5 Kesehatan .................................................................................................................. 81
4.6 Peribadatan ................................................................................................................ 83
4.7 Transportasi ............................................................................................................... 84
4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan ........................................................ 85

4.7.2 Terminal ................................................................................................................ 86

4.7.3 Transportasi Udara ............................................................................................... 86

4.7.4 Transportasi Air .................................................................................................... 87

4.8 Jaringan Utilitas ......................................................................................................... 88


4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase ............................................................................... 88

4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum ........................................................................... 89

4.8.3 Persampahan ........................................................................................................ 91

4.8.4 Jaringan Listrik/Energi ........................................................................................ 91

4.8.5 Jaringan Telekomunikasi ...................................................................................... 92

4.8.6 Perekonomian ....................................................................................................... 92

4.8.7 Sektor Kelautan dan Perikanan ............................................................................ 94

LAPORAN AKHIR
vi
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 5 GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS DI PUSAT


PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA .............................................................. 95
5.1 Sektor Pariwisata ....................................................................................................... 96
5.1.1 Atraksi Wisata ...................................................................................................... 96

5.1.2 Aksesibilitas ........................................................................................................ 100

5.1.3 Ameniti ............................................................................................................... 103

5.1.4 Ansilari ............................................................................................................... 105

5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata ...................................................................... 113

5.2 Kelautan dan Perikanan .......................................................................................... 114


5.2.1 Tangkapan .......................................................................................................... 117

5.2.2 Budidaya ............................................................................................................. 120

5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan ................................................ 124

5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran ...................................................................... 125


5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan................................................................................ 125

5.3.2 Perkebunan ......................................................................................................... 127

5.3.3 Peternakan .......................................................................................................... 132

5.3.4 Kehutanan........................................................................................................... 134

5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis ...................................................................... 136

5.4 Agroindustri ............................................................................................................ 139


5.4.1 Industri Makanan dan Minuman ....................................................................... 142

5.4.2 Industri Penggergajian Kayu .............................................................................. 147

5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri .................................................................. 147

BAB 6 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN


PANGANDARAN RAYA .............................................................................................. 149
6.1 Kepariwisataan ........................................................................................................ 149
6.2 Kelautan dan Perikanan .......................................................................................... 151
6.3 Agrobisnis................................................................................................................ 154
6.4 Agroindustri ............................................................................................................ 156
6.5 Sektor Pendukung Lainnya ..................................................................................... 158

LAPORAN AKHIR
vii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 7 MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN


PANGANDARAN RAYA .............................................................................................. 165
7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata .................................................... 166
7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan .............................. 169
7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ................................................... 170
7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri ................................................ 171
7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya............................................................................................... 173
BAB 8 KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT RENCANA INVESTASI PUSAT
PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA ............................................................ 177
8.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 177
8.2 Tindak Lanjut Bagi Investasi Pangandaran Raya ................................................... 181

LAPORAN AKHIR
viii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur .......................................................... 60


Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya .................................. 73
Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran ............................................ 74
Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran .................. 75
Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk ................................................................................. 76
Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk ................................................................................................. 77
Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya ............................................ 77
Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ............................. 79
Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan ................................................................... 80
Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013 ................................ 81
Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan ................................................................... 82
Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013 ............ 83
Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya ............................. 84
Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya ............... 85
Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran ....................................... 88
Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun 2011-
2012 .......................................................................................................................................... 90
Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013 .................................................................. 92
Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013 ........... 92
Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012
atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) ............................................................. 93
Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran
Tahun 2012 ............................................................................................................................... 93
Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun
2013 .......................................................................................................................................... 94
Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam ............................................................................................... 97
Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya .............. 99
Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya ................................... 99
Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata ............................................................................. 101
Tabel 5. 5 Capaian Indikator 2015 ......................................................................................... 102

LAPORAN AKHIR
ix
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035 ......................................................................................... 102


Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata .................................................................................... 114
Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015 ................................................. 114
Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya ................................................... 115
Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015 ..................................... 116
Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015
................................................................................................................................................ 117
Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan ............................. 117
Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007
– 2015 ..................................................................................................................................... 119
Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014 ......... 121
Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 .................. 122
Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015 .................. 123
Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan ..................................... 124
Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan ................................................ 124
Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran ............................................ 126
Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut Kecamatan
Di Pangandaran Raya Tahun 2013 ........................................................................................ 126
Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran
Raya ....................................................................................................................................... 127
Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet,
Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya ......................................................... 128
Tabel 5.23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center
Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013 ........................................................................... 129
Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di
Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015 .......................................................... 132
Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran ................................ 132
Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya................................................................. 133
Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013 ........................ 133
Tabel 5. 28 Luas Hutan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013
................................................................................................................................................ 135

LAPORAN AKHIR
x
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013 ........ 135
Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013
................................................................................................................................................ 136
Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis .................................................................................. 137
Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya .................................. 139
Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013
................................................................................................................................................ 143
Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center
Kabupaten Pangandaran ....................................................................................................... 145
Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten
Pangandaran .......................................................................................................................... 145
Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center
Kabupaten Pangandaran ....................................................................................................... 146
Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center Kabupaten
Pangandaran .......................................................................................................................... 146
Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth
Center Kabupaten Pangandaran ........................................................................................... 147
Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri .............................................................................. 148
Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata .................................................. 150
Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ............................ 151
Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis .................................................. 154
Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri .............................................. 157
Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya .................................. 159
Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata .................................................. 166
Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan ............................ 169
Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis ................................................. 170
Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri .............................................. 171
Tabel 7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya ..........................................................................................................174

LAPORAN AKHIR
xi
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset
Tertinggi dan Terbaik .............................................................................................................. 15
Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning ................................................................. 17
Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset
Barang Milik Daerah (BMD) .................................................................................................... 24
Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana 26
Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga ............................................... 29
Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen ............................................................. 38
Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges ...................................................................... 39
Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept).................................... 40
Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata.............................................................................. 42
Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan berbasis
Pentahelix Model........................................................................................................................ 43
Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset
Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat
Setempat .................................................................................................................................. 44
Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis .............................................................................................. 45
Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya ............................................................................ 49
Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK .......... 57
Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran...................................................... 72
Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya ............................... 73
Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya .................................................. 75
Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk .............................................................................. 75
Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran ........................................... 89
Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya .............................................................. 98
Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari ............................................ 113
Gambar 5. 3 Presentase Penduduk Pangandaran Raya Per Kecamatan Tahun 2015 ........... 115

LAPORAN AKHIR
xii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran


Tahun 2015 ............................................................................................................................. 120
Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya ....................................... 121
Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015 ...... 123
Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya . 128
Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya .................... 134
Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya ................................................ 142
Gambar 5. 10Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje .............................................................. 144
Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata ....................... 161
Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan ... 162
Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis ...................... 163
Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri ................... 164
Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata....................................................................... 183
Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat
Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya ............................................................. 184
Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan............................................... 186
Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan ................................................... 187
Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis ...................................................................... 189
Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis .......................................................................... 190
Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri .................................................................. 191
Gambar 8. 8 Kerangka Kerja Sektor Agroindustri ...................................................................... 192

LAPORAN AKHIR
xiii
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pekerjaan


Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan kegiatan
yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya. Perencanaan dimaskud
guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengamanatkan
bahwa perencanaan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel,
partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan (RPJMD Jabar, 2014).
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, ditetapkan WP Priatim –
Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis,
Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar, memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian,
perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, pertambangan mineral.
Berdasarkan pada Perda tersebut, Kabupaten Pangandaran menjadi 1 di antara 6 (enam) Wilayah
Pengembangan (WP).
Kabupaten Pangandaran adalah satu di antara kabupaten di Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Pangandaran baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012. Kabupaten
ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir pantai dengan
panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan
posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara,
Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di
sebelah barat.

LAPORAN AKHIR
1
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat
perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten
Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting,
bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Hal tersebut dapat diketahui dari kebijakan
penataan ruang yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menjelaskan bahwa Pangandaran
ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kewilayahan (PKW). Sementara berdasarkan Peraturan
Daerah No 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009-2029,
Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional Provinsi (PKNP) masuk kedalam
wilayah pengembangan Priangan Timur, dan Pangandaran ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Provinsi (KSP) penanganan ekonomi.
Kabupaten Pangandaran yang berada di Jawa Barat bagian selatan, memiliki potensi yang
cukup besar untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Karakteristik wilayah
Pangandaran ini didominasi oleh kawasan lindung. Berdasarkan pada Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat No 12 Tahun 2004, tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan
Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Barat disebutkan bahwa, Pusat Pertumbuhan
merupakan wilayah yang memiliki keunggulan karena lokasi, sejarah dan/atau kebijakan
pemerintah yang dimilikinya, sehingga mempunyai wilayah pengaruh yang luas dan dapat
dimanfaatkan sebagai penggerak percepatan pembangunan di seluruh wilayah daerah.
Berbeda dengan pendekatan delineasi Wilayah Metropolitan yang dilakukan berdasarkan
jumlah penduduk perkotaan, persentase kawasan terbangun dan kondisi aktivitas sosial dan
ekonomi masyarakatnya, maka delineasi Wilayah Growth Center Pangandaran dilakukan dengan
melihat potensi perkembangan sektor ekonomi lokal (dalam hal ini pariwisata) yang sudah
berkumpul pada suatu lokasi tertentu. Dengan adanya suntikan investasi dan percepatan
pembangunan infrastruktur di wilayah ini, sektor pariwisata dan perikanan diharapkan dapat
berkembang lebih cepat serta menarik berbagai aktivitas ekonomi lainnya untuk bersama-sama
mendorong terwujudnya Growth Center Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang
sangat potensial. Potensi yang dimiliki adalah di bidang pertanian yaitu kelapa, peternakan

LAPORAN AKHIR
2
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

yakni sapi dan domba. Kemudian perikanan tangkap dan kelautan, serta Objek dan Daya Tarik
Wisata (ODTW) unggulan wisata pantai.
Pangandaran memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai salah satu pusat
pertumbuhan di Jawa Barat, dan dipandang mampu untuk merangsang daerah lainnya.
Berdasarkan potensi yang ada maka, Pemerintah Jawa Barat mengambil langkah dan inisiatif
untuk mengelola pembangunan dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif
dan efisien, agar Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan dapat terwujud dengan baik.
Berdasarkan kewilayahannya, dan menurut potensi untuk pusat pertumbuhannya, ada beberapa
kawasan potensial untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Pangandaran Raya adalah
sebuah kawasan yang di antaranya berpotensi tinggi dijadikan pusat pertumbuhan. Karena
itulah, perlu kajian mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT
PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.”

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi:
1. Menyusun kajian tentang “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran
Raya” yang mencakup:
a. Gambaran umum wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;
b. Kondisi perekonomian Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;
c. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana infrastruktur penunjang di wilayah Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya;
d. Rencana kebutuhan nilai investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;
e. Skema investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; dan
f. Strategi penciptaan minat investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.
2. Mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan
ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat,
maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan
pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

LAPORAN AKHIR
3
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Adapun tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa
Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan
pariwisata terpadu.

1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja

Kajian ini memiliki indikator keluaran yang diharapkan sebagai berikut:


1. Indikator Keluaran (output yang akan dihasilkan, kualitas dan manfaat) adalah “Tersusunnya
dokumen perencanaan kebutuhan investasi pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran
Raya yang dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan dalam pembangunan di Jabar Selatan.”
2. Keluaran (jumlah/volume output yang dihasilkan dan satuan output) adalah berupa
dokumen “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya”

Adapun indikator kinerja pekerjaan ini adalah: “Tersusunnya dokumen perencanaan


pembangunan Pangandaran Raya, rencana kebutuhan, serta strategi investasi dalam
pengembangan Pangandaran Raya.”

1.4 Batasan Kegiatan


“Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA.
2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun
Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan dan Pencetakan, serta
Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke
Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.
Batasan kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat lebih difokuskan kepada:
1. Penyusunan dokumen berupa kajian “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya.”
2. Koordinasi dan sinergi antar stakehoders terkait perencanaan kebutuhan investasi Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya.
3. Melakukan pengumpulan data berupa data sekunder dan primer, serta menghimpun
informasi dari berbagai stakeholders terkait kajian tersebut melalui survey lapangan.

LAPORAN AKHIR
4
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan


Pangandaran Raya” dilaksanakan dari mulai bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016
atau selama 4 bulan. Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi dilaksanakan pada bulan Agustus 2016.
Adapun matriks jadwal kegiatan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan
Agustus September Oktober November
URAIAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan
2. Pembahasan Draf Awal
3. Pembahasan Draf Akhir
4. Diseminasi
5. Persiapan Monitoring
6. Rapat Monitoring
Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran


Raya Bidang Ekonomi di Jawa Barat dilaksanakan
1. Survey lapangan di daerah Kabupaten Pangandaran, dan pengumpulan dokumen terkait
pekerjaan di kantor Kabupaten Pangandaran, serta di beberapa Kantor Kecamatan maupun
Kantor Desa di Pangandaran. Data yang dikumpulkan dari Pangandaran mengenai
agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun potensi
investasi di masa datang.
2. Pengumpulan dokumen di Kantor Provinsi Jawa Barat yang berkenaan dengan
pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan,
baik yang telah ada maupun berupa potensi investasi di masa datang.
3. Survey lapangan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan
kepariwisataan di Bappeda Bali, Bappeda Buleleng, dan di lokasi pengembangan serta
pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di daerah bersangkutan.
---agisu--

LAPORAN AKHIR
5
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 2
LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN

Pada Bab 2 ini disajikan landasan penyelesaian pekerjaan. Isi dari bab ini mencakup dua
bagian besar yang keduanya merupakan landasan pekerjaan dimaksud. Kedua landasan tersebut
adalah landasan teori, dan landasan normatif untuk kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan
Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”

2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah


Setiap daerah dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya tentu memerlukan
perhitungan dasar terutama untuk kebutuhan investasi. Besarnya kebutuhan investasi
ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan,
dengan pertimbangan untuk mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang harus
dicapai.
Analisis yang umum dan tepat digunakan untuk menentukan kebutuhan atau rencana
investasi pembangunan adalah konsep “Incremental Capital Output Ratio (ICOR).” ICOR ini
memiliki manfaat sangat penting dalam teori ekonomi. Rasio ini disebut rasio kenaikan ouput
akibat kenaikan kapital yang berarti indikator ekonomi makro yang digunakan untuk menilai
kinerja investasi di suatu negara. Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukkan
perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan
pendapatan atau output. Angka ini dihitung untuk prakiraan kebutuhan secara menyeluruh
maupun sektoral. Dengan angka ICOR ini, akan dapat dihitung prakiraan kebutuhan investasi
secara total serta alokasi sektoral. Sebuah perencanaan dan khususnya prakiraan kebutuhan
investasi dan sumber pembiayaan pembangunan dapat digunakan beragam alat analisis di
antaranya:
K = Angka ICOR
I = Investasi pada tahun t
Y = Peningkatan PDRB pada tahun t + 1

Jumlah kebutuhan investasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
I = k*g*Y

LAPORAN AKHIR
6
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

dimana :
I = Jumlah investasi
k = Angka ICOR
g = Laju pertumbuhan ekonomi
Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Khususnya untuk menghitung kebutuhan investasi di sebuah Pemerintahan Daerah, maka


sangat bergantung pada kondisi keuangan yang tersedia. Pembangunan daerah yang sejalan
dengan era otonomi di Indonesia, membuka peluang bagi setiap daerah untuk melakukan
pembangunan di berbagai bidang, industri dan sektor sesuai potensi yang dimiliki daerah
tersebut. Permasalahannya antara lain, bagaimana upaya meningkatkan investasi di daerah
bersangkutan agar dapat meningkatkan PADS, pendapatan masyarakat setempat yang akhirnya
bermuara pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Karena itulah, jika Pemda
merencanakan investasinya, maka perlu menghitung prakiraan jumlah pendapatan dari
investasi tersebut.

Banyak teori yang populer dalam teori perkembangan wilayah. Secara umum dikenal ada
4 kategori teori dalam perkembangan wilayah.
1. Kelompok yang menitikberatkan pada kemakmuran wilayah.
2. Fokus pada sumberdaya alam dan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi
keberlanjutan kegiatan produksi atau sustainable development.
3. Menitikberatkan pada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan.
4. Memberikan perhatian pada kesejahteraan masyarakat didalam daerah tersebut.
Masing-masing kelompok dalam 4 golongan tersebut di atas, ternyata muncul beberapa teori
yang popular mengenai pembangunan wilayah di antaranya dikenal:
1. Teori Keynes
2. Teori Neoklasik
3. Teori Inter dan Intra Wilayah
4. Teori Trickle Down Effect
5. Teori Tempat Sentral
6. Teori Von Thunen
7. Teori Biaya Lokasi Minimum

LAPORAN AKHIR
7
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

8. Teori Pendekatan Pasar


9. Teori Polarization Effect and Trickle Down Effect
10. Teori Pusat Pertumbuhan
11. Teori Ir. Sutami
12. Teori Kutub Pertumbuhan
Pada bahasan dalam bab 2 ini hanya akan disajikan teori yang menjadi landasan dalam kajian
pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu menjadi fokus bahasan sesuai dengan judul kajian
dalam pekerjaan ini berjudul: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya.”

2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah


Pusat pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah pada dasarnya dapat dibangun secara
sengaja melalui perencanaan dan program pertumbuhan, namun ada pula pusat pertumbuhan
itu dapat terjadi secara alami. Pusat pertumbuhan yang sesuai kehendak tentu perlu perencanaan
dan program yang terarah.

2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah


Berkenaan dengan perencanaan dan program pertumbuhan dimaksud, berikut ini
disajikan landasan teori pusat pertumbuhan.

1. Teori Polarisasi Ekonomi


Teori polarisasi ekonomi ini dikemukakan Gunar Myrdal yang secara tegas ia berpendapat
bahwa, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga
buruh dari pinggiran di sekitar daerah bersangkutan. Pusat pertumbuhan tersebut bukan saja
terbuka bagi para tenaga profesional terdidik, namun juga menimbulkan daya tarik bagi tenaga
terampil, investor, dan beragam barang yang diperdagangkan, sehingga pada tahap selanjutnya
mendorong secara terus menerus pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan. Pertumbuhan
tersebut terus makin meningkat dari waktu ke waktu, dan lama-kelamaan semakin pesat,
sehingga menjadi “polarisasi pertumbuhan ekonomi” atau “polarization of economic growth”.
Dalam teori menganggap bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan,
akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah yang kemudian akan

LAPORAN AKHIR
8
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata lain, suatu wilayah yang berkembang
akan membuat wilayah di sekitarnya ikut berkembang
Pada dasarnya teori polarisasi ekonomi dari Gunar Myrdal adalah berupa penyusunan
“konsep pusat-pinggiran atau coreperiphery.” Konsep ini memiliki keistimewaan terutama
pertumbuhan sebuah daerah akan sangat cepat. Di sisi lain, ada kelemahan yang sangat sulit
diatasi yakni, konsep pusat-pinggiran ini merugikan daerah pinggiran itu sendiri. Ada upaya
yang dapat dilakukan untuk membatasi perpindahan penduduk dari pinggiran ke perkotaan
(urbanisasi), misal upaya pembatasan migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari
daerah pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan.
Rangkaian upaya tersebut umumnya tidak mudah dilakukan karena beragam faktor turut
mempengaruhinya.
Setiap pusat pertumbuhan ekonomi yang dirancang tentu diharapkan dapat berdampak
dan berpengaruh signifikan pada daerah yang ada di sekitarnya. Dampak dan pengaruh pusat
pertumbuhan ekonomi dapat bersifat positif atau negatif. Dampak dan pengaruh positif pada
perkembangan daerah di sekitarnya disebut spread effect atau efek menyebar. Umpama
terciptanya kesempatan kerja baru bagi penduduk setempat, makin meningkatnya investasi,
upah buruk semakin naik, distribusi barang makin cepat, pengolahan bahan mentah menjadi
barang setengah jadi dan barang jadi makin meningkat, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Adapun dampak dan pengaruh negative
disebut backwash effect atau efek sampingan. Umpama terjadinya ketimpangan pembangunan
antar wilayah terutama wilayah kota dengan pedesaan, makin meningkatnya kriminalitas,
kerusakan lingkungan alam dan budaya yang terus menurus meningkat, dan tentu masih banyak
lagi potensi efek negatif lainnya.

2. Teori Kutub Pertumbuhan


Perroux, seorang ahli ekonomi Prancis (1950) mengajukan sebuah konsep “kutub
pertumbuhan” atau growth pole concept.” Ia berpendapat bahwa, kutub pertumbuhan adalah
pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat menyebarkan dan memancarnya
kekuatan-kekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pada teori dan
konsep ini, proses pembangunan tidak terjadi secara serentak, namun muncul di tempat-tempat
LAPORAN AKHIR
9
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda antar satu tempat dengan lainnya. Kutub
pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang dinamis.
Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara sektor-sektor
ekonomi yang terbentuk.
Menurutnya pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi
terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara
esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan
digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan
kutub-kutub dinamis. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan pula suatu kompleks
industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci adalah industri yang
mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat.
Teori Kutub Pertumbuhan dapat menarik kegiatan lain karena ada tarikan dari industri
yang dikembangkan. Sebagai contoh pembangunan industri pariwisata di sebuah daerah dapat
memiliki kemampuan menarik atau sentripental pada yang lainnya, di antaranya dapat menarik
bahan makanan dan minuman atau restaurant, tumbuhnya sektor perhotelan. Selain itu,
pembangunan kepariwisataan secara tidak langsung atau sentrifugal akan mendorong
tumbuhnya sektor lain misal sektor pertanian masyarakat setempat. Contoh lain pembangunan
industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatan-
kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan
mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu
rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industri baja.
Jika dibandingkan dengan teori Polarisasi Ekonomi tentu memiliki perbedaan terutama pusat
pertumbuhan dalam polarisasi lebih cepat, sedangkan dalam teori Kutub Pertumbuhan proses
bertumbuh ekonominya lebih lamban.

3. Teori Pusat Pertumbuhan Industri Populasi dari Boudeville


Seorang ahli ekonomi dari Francis bernama Boudeville mengemukakan Teori Pusat
Pertumbuhan “Industri Populasi”. Menurut Boudeville, pusat pertumbuhan adalah sekumpulan
fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah
kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat

LAPORAN AKHIR
10
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar,
pengaruh tersebut baik langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan lainnya di sekitar
populasi bersangkutan.

4. Teori Tempat Sentral


Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari
Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam
suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda
ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh August Losch
(1945) seorang ahli ekonomi Jerman. Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk
menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang
dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-
simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan
partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas
pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya. Tempat-
tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang
memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral
dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan sarang lebah.
Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang
melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang
komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada
pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).

2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal


Pengembangan ekonomi lokal memiliki ciri khas sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Halena Norberg dan Hodge (dalam Kusumastanto, 2003) sebagai berikut:
1. Terlokalisasi (localized) dengan tujuan untuk mengurangi biaya transportasi
2. Terjadi proses diversifikasi produk yang tinggi (highly diversified) yang menyebabkan
terjadinya perdagangan antar satu daerah dengan yang lain karena keragaman produk

LAPORAN AKHIR
11
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Berbasis masyarakat (community based) yang di dalamnya termasuk budaya masyarakat


(community culture), jati diri, dan pengetahuan lokal (indogenous knowledge).
Wilayah pesisir memiliki pilar-pilar penting yang menjadi kekuatan untuk mebangun
wilayah tersebut berdasarkan perspektif ekonomi regional. Kekuatan tersebut meliputi
(Kusumastanto, 2003):
1. Natural resources advantages atau imperfectfactor mobility
Wilayah pesisir memiliki pusat keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh wilayah
lainnya, yaitu:
a. Keunggulan sumber daya alam contohnya mangrove, terumbu karang, dan padan lamun
b. Ciri egaliter, inward looking, dan dinamis pada karakteristik kultural
c. Terdapat keterkaitan masyarakat dengan sumber daya wilayah pesisir
2. Economicof concentralion atau imperfect diversibility
Pengelompokan industri sejenis (cluster of industry) dilakukan secara spasial berdasarkan skala
ekonomi. Pengelompokan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor:
a. Biaya produksi yang meliputi biaya buruh dan biaya bahan baku
b. Biaya transaksi
c. Kenyamanan berusaha
3. Mobilitas adalah korban
Setiap pergerakan barang dan jasa di asumsikan sebagai “korban”, karena memunculkan
biaya transportasi dan komunikasi. Berdasarkan perspektif ekonomi wilayah pergerakan
barang dan jasa serta sumber ekonomi lainnya dicerminkan oleh jarak. Oleh karena itu,
kebijakan pembangunan di wilayah pesisir diupayakan untuk meminimalkan jarak dan
memaksimumkan akses sehingga memerlukan dukungan infrastruktur.

2.2.3 Optimasi Aset


Setiap aset yang direncanakan perlu memperhitungkan optimasi aset bersangkutan.
“Optimasi aset adalah rangkaian kegiatan, tindakan, proses, atau cara-cara agar sebuah
rancangan, sistem, atau keputusan yang telah ditentukan berfungsi sempurna, lengkap, atau
efektif sesuai rencana atau harapan” (Sugiama, 2013:227). Sedangkan menurut Siregar (2004:519)
optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk

LAPORAN AKHIR
12
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset
tersebut. Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa optimasi aset adalah
salah satu proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
aset yang ada baik itu potensi fisik, legal, maupun ekonomi dari suatu aset sehingga aset tersebut
dapat memberikan profit dan benefit bagi perusahaan, serta dapat meminimalkan risiko atas
kepemilikan aset tersebut. Analisis optimasi suatu aset dapat dilakukan dengan Highest and Best
Use Analysis (Siregar, 2004). Berdasarkan tujuannya, optimasi aset ditujukan untuk
memaksimalkan potensi aset sehingga dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pendapatan.

2.2.3.1 Highest and Best Use Analysis


Analisis Highest and Best Use penting untuk dilakukan terutama untuk mengestimasi nilai
pasar yang digunakan dalam penilaian properti. Berdasarkan The Uniform Standards of Professional
Appraisal Practice (Hidayati dan Harjanto, 2014), definisi Highest and Best Use sebagai berikut: “the
reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is physically possible,
appropiately supported, financially feasible, and that results in the highest value.” Sebuah analisis HBU
adalah upaya untuk mencari keyakinan yang paling memungkinkan atas penggunaan tanah atau
bangunan yang paling memungkinkan secara fisik, diijinkan secara legal, layak secara keuangan,
dan menghasilkan nilai yang paling tinggi. HBU juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan
yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah
dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan
menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik
Penilaian Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) (MAPPI, 2013).
Tujuan analisis Highest and Best Use adalah untuk mengetahui pengembangan yang tepat
atas suatu aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun tujuan analisis Highest and
Best Use akan berbeda pada properti berupa tanah kosong dan properti yang telah dibangun
(Hidayati dan Harjanto, 2014) yang ditujukan untuk mengetahui:
1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik untuk Tanah Kosong
Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong harus memperhatikan hubungan antara
kegunaan yang ada pada saat ini dengan semua kegunaan potensialnya. Penggunaan aset
saat ini terkait dengan tupoksi suatu organisasi. Dengan demikian, analisis Highest and Best

LAPORAN AKHIR
13
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Use pada tanah kosong bertujuan mengembangkan potensi tanah kosong tersebut agar dapat
dibangun menjadi aset penunjang organisasi untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan
tupoksinya.
2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Properti yang telah Terbangun
Tujuan analisis Highest and Best Use untuk properti yang telah dibangun adalah untuk
mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat
pengembalian tertinggi dari modal yang diinvestasikan. Untuk mengetahui tingkat
pengembalian dari investasi diperlukan estimasi atas penggunaan tertinggi dan terbaik atas
properti tersebut.
Kriteria analisis HBU sebagaimana dinyatakan dalam KEPI & SPI (MAPPI, 2013) secara
umum dikaji berdasarkan empat kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan
tertinggi dan terbaik. Keempat aspek tersebut yaitu aspek legal, aspek fisik, aspek finansial, dan
aspek produkivitas maksimal. Analisis HBU mencakup 5 aspek yang perlu dikaji. Kelima aspek
tersebut:
1. Aspek Legal Aset;
2. Aspek Fisik Aset;
3. Aspek Pemasaran;
4. Aspek Keuangan;
5. Aspek Produktivitas Maksimum.
Rangkaian detail pekerjaan tersebut di atas dapat dirangkum secara skematik sebagaimana
dicerminkan dalam Gambar 2.10 berikut:

LAPORAN AKHIR
14
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PENINJAUAN Analisis aspek Legally


UMUMPOTENSI Legal permissible
ASET
Physically possible
Analisis aspek
fisik

ANALISISKRITIS TINGKAT
ASPEK-ASPEK Analisis aspek Marketable PENGGUNAAN
DALAM pemasaran/ TERTINGGI DAN
HBU_PLUS pengguna TERBAIK

Analisis aspek
Keuangan
Financially feasible

Maximally
productive

Sumber: Sugiama, 2013


Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset
Tertinggi dan Terbaik

1. Analisis Aspek Legal


Secara Hukum Diizinkan (Aspek Legal) yaitu mempertimbangkan batasan/retriks hukum
dari penggunaan aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset.
Apabila retriks berbeda dengan peraturan tata kota, maka penilai harus merujuk kepada
ketentuan yang lebih membatasi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan penilai antara lain:
a. Peruntukkan (zoning)
b. Retriksi/ Batasan
c. Peraturan Bangunan
d. Kontrak/ Perjanjian
e. Hak Menggunakan/Status Kepemilikan
f. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
g. Distrik/ Area Bersejarah
h. Peraturan Lingkungan

LAPORAN AKHIR
15
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

i. Kemungkinan Perubahan Dimasa Depan


j. Atribut Legal (perizinan)

2. Analisis Aspek Fisik


Secara Fisik Dimungkinkan (Aspek Fisik) yaitu mempertimbangkan karakteristik fisik dari
aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Beberapa hal yang
menjadi faktor pertimbangan dalam aspek fisik sebagai berikut:
a. Ukuran aset;
b. Bentuk dan Kegunaan aset;
c. Lebar Hadap Jalan (Frontage) dan dimensi;
d. Kemudahan Akses;
e. Ketersediaan dan Kapasitas Utilitas;
f. Lokasi dalam Market Area;
g. Topografi;
h. Water Frontage;
i. Kondisi Tanah dan Lapisan Bawah Tanah;
j. Banjir dan Kemungkinan Tanah Longsor.

3. Aspek Pemasaran
Pasar adalah semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa, dan pemasaran
adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan
yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai
imbalannya (Kotler dan Amstrong; 2008:6). Pada analisis kelayakan aspek pemasaran (Sugiama,
2013), aspek pemasaran secara umum dapat mencakup analisis unsur STP (Segmenting, Targeting,
dan Positioning) serta analisis bauran pemasaran.

a. STP (Segmenting, Targeting, and Positioning)


Banyak organisasi yang memanfaatkan pemasaran sasaran yaitu dengan membagi pasar
kedalam segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau dua bahkan lebih segmen, dan
mengembangkan produk serta program pemasaran yang dirancang khusus bagi masing-masing

LAPORAN AKHIR
16
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

segmen. Guna melakukan segmentasi pasar, penentuan target dan menentukan posisi pasar, ada
tiga langkah utama sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Sumber: Kotler, P. & Amstrong, G., 2003

Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning

Penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut disajikan sebagaimana di bawah ini:

1) Segmentasi Pasar (Segmenting)


Menurut Kotler dan Armstrong (2003, 285), segmenting (segmentasi pasar) adalah “membagi
suatu pasar menjadi kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik,
atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang
berbeda”. Pada dasarnya, pasar dapat dibagi menjadi pasar konsumen dan pasar bisnis. Adapun
variabel segmentasi untuk pasar konsumen mencakup segmentasi geografis, demografis dan
fsikografis (Kotler dan Armstrong; 2003),:
Selanjutnya, segmentasi pasar bisnis menurut Kotler dan Keller (2013) didasarkan pada:
a) Demografis (industri, ukuran, dan lokasi);
b) Variabel operasi (teknologi, status pengguna dan non pengguna);
c) Pendekatan pembelian (organisasi fungsi pembelian, struktur kekuatan, sifat dan hubungan
eksisting, kebijakan pembelian umum, dan kriteria pembelian);
d) Faktor situasional (urgensi, aplikasi spesifik, ukuran atau pesanan);
e) Karakteristik pribadi (kemiripan pembeli dan penjual, sikap terhadap risiko, dan loyalitas);
Jadi untuk analisis STP ini harus dipetakan untuk segmentasi pasar konsumen dan juga pasar
bisnis untuk produk MICE yang akan dipasarkan.

2) Penentuan Target Pasar (Targeting)

LAPORAN AKHIR
17
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Segmentasi pasar mengungkap segmen pasar yang berpeluang bagi suatu perusahaan.
Selanjutnya, perusahaan harus mengevaluasi berbagai segmen dan memutuskan berapa banyak
dan menuntaskan segmen yang mana yang akan menjadi sasaran. Menurut Munandar (dalam
Pradipta, 2014), dalam memilih pasar sasaran yang optimal, perlu diperhatikan beberapa kriteria
berikut:
a) Responsif
Pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program-program pemasaran yang
dikembangkan.
b) Potensi penjualan
Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya.
Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tapi juga daya beli dan keinginan
pasar untuk memiliki produk tersebut.
c) Pertumbuhan yang memadai
Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-lahan sampai akhirnya
meluncur dengan cepat dan mencapai titik pendewasaan.
d) Jangkauan media
Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih media untuk
mempromosikan dan memperkenalkan produknya.

3) Penetapan Posisi Pasar (Positioning)


Menurut Kotler dan Armstrong (2003) penetapan posisi pasar (positioning) adalah
perumusan pemosisian bersaing dan produk dan menciptakan bauran pemasaran yang lebih
rinci. Menurut Kotler dan Armstong (2003) tugas dalam positioning terdiri dari tiga langkah:
a) Mengidentifikasi keunggulan bersaing
Suatu keunggulan di atas pesaing dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen, baik
melalui harga yang rendah atau dengan menyediakan lebih banyak manfaat yang
mendukung penetapan harga lebih mahal.
b) Memilih keunggulan bersaing yang tepat
Secara umum, perusahaan perlu menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah
under positioning yaitu gagal dalam memposisikan perusahaan sesungguhnya. Maksudnya

LAPORAN AKHIR
18
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

adalah pembeli tidak tahu dengan tegas sesuatu yang khusus dari perusahaan. Kesalahan
kedua adalah over positioning yaitu memberikan gambaran yang sempit tentang perusahaan.
Kesalahan ketiga, confused positioning yaitu menghindari pembeli mendapatkan citra
perusahaan yang membingungkan.
c) Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih ke pasar
Setelah menetapkan satu posisi yang akan dipergunakan, perusahaan harus membuat
gerakan yang tegas dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan posisi yang diinginkan
kepada pasar sasaran. Pada intinya adalah menjabarkan taktik strategi positioning secara
rinci, seperti mendesain bauran pemasaran produk, harga, distribusi, dan promosi.

b. Bauran Pemasaran
Beberapa ahli memberikan bermacam-macam definisi tentang pemasaran. Menurut Stanton
(dalam Umar, 2005:31) pemasaran adalah “keseluruhan sistem yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga
mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan
kebutuhan pembeli baik yang aktual maupun yang potensial”. Dari definisi tersebut, dapat
diketahui pengertian pemasaran adalah kegiatan usaha yang dimulai dari perencanaan sampai
dengan pendistribusian barang/jasa kepada pembeli aktual maupun potensial.
Adapun ruang lingkup bauran pemasaran menurut Morrison dalam Sugiama (2013) terdiri
dari 8P yakni product, pricing, place, promotion, people, physical evidence, process dan packaging.
Berikut ini penjelasan bauran pemasaran.

Produk
Produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan
sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen. Jadi dapat disimpulkan bahwa produk adalah pemahaman subyektif produsen
mengenai jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pengembangan suatu produk melibatkan pendefinisian manfaat yang akan ditawarkan produk
tersebut. Manfaat yang dikomunikasikan dan dihantarkan dapat berupa atribut produk yang
meliputi kualitas, fitur, serta gaya dan desain (Kotler dan Amstrong, 2003).

LAPORAN AKHIR
19
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Harga
Menurut Kotler dan Amstrong (2003), harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan
untuk memperoleh produk. Adapun menurut Suliyanto (dalam Pradipta, 2014) bahwa harga
adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari
barang lain yang disertai dengan pemberian jasa. Dapat disimpulkan bahwa harga merupakan
sejumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh produk disertai pemberian jasa. Beberapa
pendekatan penetapan harga di antaranya biaya, laba dan persaingan (Kotler dan Amstrong;
2003).
Tempat
Tempat adalah tugas untuk membawa barang ke pasar. Kemajuan dalam pemesanan tempat
secara elektronik dan sistem komunikasi sedang mengubah cara distribusi. Distribusi termasuk
saluran distribusi, pemerataan distribusi, lokasi gerai, wilayah penjualan, tingkat inventaris, serta
lokasi dan transportasi.

Promosi
Promosi terdiri atas seluruh metode pengkomunikasian produk jasa yang ditawarkan pada
pasar yang ditargetkan. Peralatan promosi termasuk pemasangan iklan above-the-line yang
biayanya telah dibayar seperti televisi, radio, iklan pers, iklan di bioskop dan poster kampanye;
pemasangan iklan below-the-line mengacu pada promosi penjualan yang meliputi memberikan
contoh produk jasa secara cuma-cuma, kupon diskon, persaingan, titik penjualan, dan
pengiriman bahan promosi secara langsung (direct mailing), penjualan pribadi, dan publisitas.

Sumber Daya Manusia


People atau manusia berarti memusatkan pada mutu sumber data manusia yang terlibat
dengan produk, keterampilan, pengetahuan, motivasi, serta kepedulian mereka pada pelanggan.
Sifat-sifat karyawan termasuk keramahan, bagaimana menampilkan diri, kesediaan membantu,
kemampuan pendekatan, sopan santun, pengetahuan, dan kompetensi.

Bukti Fisik
Physical evidence atau bukti fisik maksudnya adalah perhatian dipusatkan pada dekor,
lingkungan, dan suasana produk atau dimana produk akan dikonsumsi. Bentuk bukti fisik

LAPORAN AKHIR
20
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

termasuk ukuran, gedung, citra perusahaan, suasana, kenyamanan, fasilitas, dan kebersihan.

Proses
Process atau proses berkaitan dengan efisiensi dan kinerja proses yang dinilai. Sifat proses
adalah kecepatan, efisiensi, waktu pelayanan, sistem pembuatan janji, dan formulir serta
dokumen. Berkenaan dengan proses, perlu kemudian dikembangkan standar-standar pelayanan
dalam bentuk Operations Process Chart (OPC), Flow Process Chart (FPC), dan Standard Operating
Procedure (SOP).

Paket
Packaging atau merancang paket berarti para pemasar dalam kepariwisataan perlu memiliki
kemampuan merancangpaket wisata yang didalamnya mencakup layanan transportasi,
akomodasi dan lainnya (Morrison dalam Sugiama, 2013).

4. Analisis Aspek Finansial


Aspek finansial yaitu mempertimbangkan hasil pendapatan yang memadai atau arus kas
untuk menghasilkan pengembalian investasi yang dilakukan terhadap alternatif penggunaan
aset yang secara hukum diizinkan dan secara fisik dimungkinkan. Untuk properti penghasil
pendapatan, uji finansial berfokus pada analisis tingkat balikan modal investasi dibandingkan
dengan tingkat balikan pasar yang disyaratkan untuk mengetahui penggunaan yang layak secara
finansial. Asumsi yang digunakan dalam uji finansial harus berdasarkan hasil analisis lokasi,
permintaan dan penawaran, serta analisis risiko. Hal-hal yang dilakukan dalam mengkaji aspek
finansial antara lain:
a. Partisipan pasar yang melakukan pembelian di lingkungan properti atau area pasar.
b. Lama waktu pemasaran atau penjualan yang dibutuhkan.
c. Fasilitas pembiayaan yang tersedia.
d. Efektivitas kekuatan daya beli yang memadai di lingkungan properti atau area pasar.
e. Keuntungan yang didapatkan.
Analisis kelayakan keuangan, kegunaan yang memungkinkan perlu dianalisis lebih lanjut
dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return), apakah sama, lebih kecil atau
lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan yang diekspektasikan dapat

LAPORAN AKHIR
21
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

memberi positive return dianggap memiliki kelayakan keuangan. Untuk menentukan kelayakan
keuangan, seorang penilai mengestimasi pendapatan kotor yang akan diterima(future gross
income) yang diekspektasikan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset
tersebut.
Analisis finansial dimulai dengan analisa biaya pengembangan, analisa penjualan dan
pendapatan, biaya operasional, proyeksi cash flow, analisa kelayakan investasi. Berdasarkan pada
penjelasan mengenai aspek finansial dalam kajian HBU, dapat disimpulkan bahwa kelayakan
finansial dari alternatif pengembangan yang dianalisis dapat dilihat dari faktor-faktor kelayakan
finansial suatu proyek yang meliputi net operating income (NOI), payback period (PP), net present
value (NPV), internal rate of return (IRR) dan return on investment (ROI).

5. Analisis Aspek Produktivitas Maksimal


Aspek produktivitas maksimum mengkaji kegunaan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan
produktivitas yang maksimum/nilai tertinggi. Menurut (Hidayati dan Harjanto, 2014:58) nilai
tertinggi yang dimaksud yaitu nilai yang konsisten dengan tingkat pengembalian (rate of return).
Untuk menganalisis kelayakan dalam hal finansial, ada beberapa alat analisis sebagai tolok ukur
yang digunakan. Alat analisis tersebut meliputi Net Operating Income (NOI), Payback Period
(PB), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Return on Investment (ROI).
Alternatif kegunaan yang menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan
tertinggi adalah alternatif yang memenuhi kriteria penggunaan tertinggi dan terbaik atas suatu
aset.

2.2.3.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Aset


Salah satu bentuk dari optimasi aset dalam ruang lingkup Pemerintah adalah dengan cara
memaksimalkan penggunaan dan pemanfaatan aset. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
27 tahun 2014 pengertian penggunaan dan pemanfaatan adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan
menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi
yang bersangkutan.

LAPORAN AKHIR
22
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan


untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat
daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan
adalah kegiatan pengelolaan dan penatausahaan aset sesuai tugas pokok dan fungsi serta
pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi, sehingga aset dapat digunakan secara optimal
selama masa ekonomisnya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dapat diuraikan mengenai penggunaan dan
pemanfaatan suatu aset. Dalam penggunaan aset ditentukan terlebih dahulu mengenai
peruntukkan aset, kemudian dari peruntukkan aset dapat diketahui mengenai penggunaan aset
tersebut. Penggunaan harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari aset tersebut,
jangan sampai penggunaan yang dilakukan keluar dari tugas pokok dan fungsi yang telah
ditetapkan. Setelah penggunaan aset terpenuhi, maka aset dapat di dayagunakan diluar tugas
pokok dan fungsinya tersebut. Kegiatan pendayagunaan diluar tugas pokok dan fungsi ini
disebut pemanfaatan.
Berikut adalah gambaran mengenai operasi/pemakaian aset yang) diadopsi dari PP
Nomor 27 Tahun 2014 mengenai pemakaian aset:

Penggunaan Aset

Sewa Aset
Operasi/Pemakaian
Pinjam Pakai Aset

Kerja Sama Pemanfaatan Aset


Pemanfaatan Aset
Bangun Guna Serah atau Bangun
Serah Guna
Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur

Sumber: PP Nomor 27 Tahun 2014 dalam Sugiama (2013)

LAPORAN AKHIR
23
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 2. 3 Pengembangan Investasi melalui Alternatif Penggunaan dan Pemanfaatan Aset


Barang Milik Daerah (BMD)

Berdasarkan Gambar 2.3, dapat diketahui bahwa terdapat bentuk-bentuk pemanfaatan aset
meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah atau bangun serah
guna dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dalam paparan di bawah ini:
1. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu
dan menerima imbalan berupa uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan
untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
2. Pinjam Pakai
Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa
menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut
diserahkan kembali kepada pemerintah pusat. Barang Milik Negara yang dapat dipinjam
pakaikan adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah
dan/atau bangunan.
3. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan
lainnya. Kerjasama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan
penerimaan negara dan mengamankan Barang Milik Negara.
4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain
dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di
dayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan
kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati.
Sedangkan Bangun Serah Guna (BSG) adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah

LAPORAN AKHIR
24
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
5. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha
untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

2.2.3.3 MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition)


Industri pariwisata memiliki beragam sektor layanan yang dapat dijadikan sebagai layanan
bisnis. Ladkin dan Julie Spiller (2000) menyatakan bahwa, khususnya untuk layanan
pertunjukkan ada beberapa bentuk layanan yang dapat dilakukan, namun yang paling populer
adalah penyediaan layanan MICE yakni Meeting, Incentives, Convention, dan Exhibition.
Berdasarkan konsep produk di atas selanjutnya produk yang berbasis MICE perlu diidentifikasi
dan dikembangkan mana yang berpotensi untuk dipasarkan. Dalam hal jasa MICE sudah jelas
delivery produk akan dilakukan di tempat di mana akan terjadi interaksi antara penjual (pihak
penyelenggara MICE) dan pembeli seperti tamu, undangan, ataupun penonton. Setiap layanan
MICE memerlukan prasarana dan sarana, serta layanan pendukung yang menjadi prasyarat
penyelenggaraan MICE tersebut. Prasarana yang harus disediakan berupa:
1. infrastruktur transportasi untuk mempermudah aksesibilitas menuju area MICE,
2. lahan dan bangunan (termasuk di dalamnya tempat parkir, gedung dan lainnya) di mana
MICE akan diselenggarakan.
Adapun sarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan MICE antara lain berupa:
1. peralatan dan perlengkapan
2. makanan dan minuman
Setiap penyelenggaraan MICE tentu memiliki multiplier effect pada beragam sektor usaha,
dan mendorong perluasan kesempatan kerja baik untuk lingkungan lokal bahkan secara
nasional. Tinggi rendahnya pengaruh tersebut sangat bergantung pada beragam faktor, di
antaranya pengaruh faktor skala MICE yang diselenggarakan. Penyelenggaraan MICE berskala

LAPORAN AKHIR
25
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

nasional tentu berefek lebih luas daripada berskala lokal. Demikian pula MICE berskala
internasional jauh berbeda efeknya secara positif daripada berskala lokal.

Penyedia (provider)
Penyelenggaraan
MICE

Prasarana dan Sarana


Penyelenggaraan
MICE
PrasaranaPenyelen SaranaPenyelengga
ggaraan MICE raan MICE

PrasaranaTranspor Prasarana gedung Sarana Kebutuhan


tasi menuju tempat dan bangunan kebutuhan makanan dan
MICE lainnya di tempat peralatan di minuman di
MICE tempat MICE tempat MICE

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 2. 4 Penyelenggaraan MICE yang Memerlukan Penyediaan Prasarana dan Sarana

2.3 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi


Investasi menurut teori ekonomi dapat diartikan sebagai pengeluaran untuk membeli
barang-barang modal dan peralatan produksi yang akan digunakan di masa depan. Investasi
memiliki hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi. Todaro (2003) menyatakan
bahwa, tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi adalah hal yang saling membutuhkan dan
tidak dapat dipisahkan, karena pertumbuhan merupakan fungsi dari investasi. Semakin besar
tingkat pertumbuhan yang dicapai maka semakin besar investasi yang dibutuhkan.

2.3.1 Pemahaman Dasar Investasi


Investasi adalah suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan
biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang
akan datang (Sunariyah; 2003:4). Investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha

LAPORAN AKHIR
26
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

(termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan (Taswan dan Soliha; 2002:168). Investasi
dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit
pada masyarakat yang membutuhkan. Investasi menjadi dua bagian utama, yaitu (Sunariyah;
2004):
1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real asset) meliputi aktiva berwujud seperti emas, perak,
intan, barang-barang seni dan real estate.
2. Investasi dalam surat berharga (financial asset) meliputi surat-surat berharga yang dikuasai
oleh entitas. Aktiva finansial dalam investasi pada sebuah entitas dapat dipilih dengan dua
cara, yaitu:
a. Investasi langsung (direct investment) yang dapat diartikan sebagai pemilihan surat-surat
berharga secara langsung untuk suatu entitas yang secara resmi telah go public dengan
harapan akan mendapatkan keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains.
b. Investasi tidak langsung (indirect investment) terjadi apabila surat-surat berharga milik
suatu entitas diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi sebagai perantara.
Irawan dan Suparmoko (1992) menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi
suatu negara atau wilayah dapat dilakukan dengan mengusahakan besaran tingkat investasi
yang dijelaskan melalui beberapa teori sebagai berikut:
1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory)
Teknik-teknik produksi dan investasi dipilih berdasarkan biaya-biaya relatif. Industrialisasi
dilakukan secara perlahan untuk mengurangi risiko kekeliruan. Injeksi kapital dilakukan sesuai
dengan daya serap perekonomian. Kemajuan industri kecil dan pembangunan masyarakat desa
menjadi prioritas yang harus diusahakan. Kegiatan yang membutuhkan modal banyak
diusahakan bila keuntungan melebihi kegiatan padat karya.
2. Teori Dorongan Besar (Big Push)
Teori ini menyatakan bahwa investasi harus dilakukan secara besar-besaran untuk
menghilangkan kemiskinan, memaksimumkan output melalui teknik yang paling produktif.
Investasi dipusatkan pada alat-alat modal untuk mempertahankan pertambahan dan
pertumbuhan output. Konsumsi diminimalkan agar investasi dapat selalu ada. Skala ekonomi
(economic of scale) dititikberatkan pada produksi massa dan membutuhkan modal yang banyak.

LAPORAN AKHIR
27
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth)


Perkembangan perekonomian dimungkinkan bila ada perimbangan yang baik antara
berbagai sektor di dalam perekonomian (Rosenstein-Rodan; 1953). Arti dari pertumbuhan
seimbang adalah perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas “titik
pertumbuhan” (growing point) sektor-sektor yang sedang berkembang saja. Investasi sebaiknya
dilakukan secara merata pada setiap sektor yang ada sehingga dapat memperluas dan
memperkuat ketergantuan pasar antara satu sektor dengan sektor yang lainnya.
4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth)
Hirschman (1992) mengkritik teori pembangunan seimbang, pendapatnya bahwa masyarakat
dengan pendapatan rendah belum dapat mengubah perekonomian tradisional menjadi
perekonomian modern. Modal yang besar akan menjadi hambatan bagi negara berkembang.
Ketidakseimbangan pada suatu sektor tertentu akan mendorong kemajuan ekonomi secara lebih
cepat karena biaya ekspansi akan diminimumkan. Sektor yang memiliki permintaan tinggi akan
dapat menutup kekurangan pada sektor lain yang memiliki output rendah.

2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Investasi


Tingkat investasi atau pembentukan modal yang dilakukan dalam perekonomian
ditentukan berdasarkan faktor-faktor utama sebagai berikut (Sukirno, 2011):
1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return)
Perencanaan investasi hanya akan dilakukan bila tingkat keuntungan yang diperoleh lebih
besar dari suku bunga yang dibayarkan. Investasi memberikan keuntungan apabila nilai
sekarang (present value) dari pendapatan di masa yang akan datang lebih besar dari nilai
sekarang (present value) modal yang diinvestasikan. Nilai sekarang (present value) pendapatan
di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang
dikemukakan oleh Sukirno (2011), yaitu:
Keterangan:
NS = nilai sekarang pendapatan yang diperoleh diantara tahun 1 hingga tahun n
Y1, Y2, ..., Yn = pendapatan netto (keuntungan) perusahaan yang diperoleh antara tahun ke
1 sampai dengan tahun ke n
r = suku bunga
Misal nilai sekarang (present value) yang diinvestasikan adalah M, maka investasi tersebut

LAPORAN AKHIR
28
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

disebut menguntungkan apabila NS lebih besar dari M (NS > M).

2. Suku Bunga
Suku bunga memberikan pengaruh yang besar pada investasi. Hal tersebut disebabkan karena
tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan tingginya biaya investasi sehingga akan
mempengaruhi tingkat pengembalian (return) dari investasi yang dilakukan. Sebaliknya,
apabila suku bunga rendah maka biaya investasi akan turun sehingga keuntungan atau
pengembalian investasi tersebut akan tinggi. Sukirno (2011) menyatakan hubungan suku
bunga dengan investasi dalam grafik sebagai berikut:

Sumber: Sukirno, 2011


Gambar 2. 5 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa suku bunga sebesar r0 memiliki investasi yang bernilai Io.
Ketika suku bunga menurun menjadi r1 maka terjadi kenaikan nilai investasi sebesar I1.
Demikian juga apabila suku bunga lebih rendah yaitu sebesar r2 maka investasi semakin tinggi
menjadi I2.
3. Kemajuan Teknologi
Penemuan teknologi baru dalam kegiatan produksi akan memicu inovasi pada pembelian
barang modal dan bangunan/industri yang baru. Maka, semakin banyak inovasi yang
dilakukan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat investasi yang dicapai.

LAPORAN AKHIR
29
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2.3.3 Kelayakan Investasi


Kelayakan investasi merupakan suatu konsep yang dikembangkan dari konsep menajemen
keuangan yang ditujukan untuk menemukan inovasi baru pada suatu perusahaan (Sofyan, 2003).
Afandi (2015) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam studi
kelayakan, yaitu:
1. Ruang lingkup proyek
2. Cara kegiatan melakukan kegiatan proyek
3. Evaluasi aspek-aspek keberhasilan proyek
4. Sarana yang diperlukan proyek
5. Hasil kegiatan proyek serta estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai hasil
6. Perhitungan dampak positif dan negatif dari proyek yang akan dilaksanakan
7. Memperhitungkan langkah-langkah awal untuk memulai proyek
Kelayakan investasi dapat diukur dari berbagai kriteria, yang meliputi aspek non
discounting yang terdiri dari break even point dan payback period serta aspek discounting yang terdiri
dari net present value, benefit/cost ratio, daninternal rate of return.
1. Non Discounting
Non discounting merupakan adalah “analisis kelayakan investasi yang tidak mempergunakan
suku bunga compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemuk)
digunakan untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui
besarnya bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan
untuk menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120).”
Perhitungan non discounting meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Break Even Point (BEP)
Titik impas adalah suatu keadaan perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak
menderita kerugian. Perhitungan titik impas dilakukan apabila telah disusun laba rugi pada
suatu keadaan tertentu. BEP berarti bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk produksi
dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Hubungan antar variabel di dalam kegiatan
perusahaan seperti tingkat produksi, biaya dan pendapatan dapat diketahui dengan
perhitungan Break Even Point. Penentuan Break Even Point didasarkan pada persamaan

LAPORAN AKHIR
30
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

penjualan dengan total biaya dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Anwar dan
Asmawarn, 2013):
BEP Harga Jual: R = FC + VC
P x Q = FC + VC
P* =
P* = AFC + AVC
BEP Kuantitas: R = FC + VC
P x Q = FC + VC
P x Q = FC + AVC x Q
P x Q – (AVC x Q) = FC
Q(P - AVC) = FC
Q* =
Dimana:
FC = Biaya tetap
VC = Biaya variabel total
P = Harga jual
P* = Harga pada saat break even point
AFC = Rata-rata biaya tetap
AVC = Rata-rata biaya variabel
Q = Kuantitas penjualan
Q* = Kuantitas pada saat break even point
Apabila:
a) P*< Ppasar maka usaha menguntungkan.
b) P*> Ppasar maka usaha mengalami kerugian.
c) P* = Ppasar maka usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.
b. Payback Period (PP)
Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas keluar/
investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali modal) (Mardiyanto, 2009:
205). Menurut Sofyan (2005) teknik payback period menentukan jangka waktu modal akan
kembali jika alternatif aliran kas (cash flow) yang didapat dari usaha diusulkan kembali.
2. Rumus payback period sebagai berikut (Sofyan, 2002):
𝐼𝑛𝑖𝑡𝑖𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡
Payback Period =
𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑖𝑛 𝑓𝑙𝑜𝑤

3. Discounting
Discounting merupakan analisis kelayakan investasi yang mempergunakan suku bunga
compounding factor maupun discount factor. Compounding factor (bunga majemeuk) digunakan
untuk mencari nilai yang akan datang (F) dari nilai uang saat ini (P) jika diketahui besarnya

LAPORAN AKHIR
31
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

bunga (i) dan lamanya periode investasi (n), sedangkan discount factor digunakan untuk
menghitung jumlah uang saat ini (Firdaus; 2007:120). Kategori perhitungan discounting meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:

a. Net Present Value (NPV)


Net Present Value digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang
akan diterima pada masa yang akan datang setelah dikurangi arus keluar atau investasi awal.
Berikut adalah rumus NPV (Mardiyanto; 2009: 205),:
Berikut adalah rumus NPV:
n
CFn
NPV = ∑ − I0
(1 + k)n
i=1

Keterangan
CF = arus kas masuk (cash inflow)
I0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay)
k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn)
n = umur proyek

b. Benefit Cost Ratio


Benefit Cost Ratio atau B/C ratio disebut juga dengan istilah “profitability index”. Menurut
Mardiyanto (2009: 205), Profitability Index (PI) adalah metode kelayakan investasi yang
mengukur tingkat kelayakan investasi berdasarkan rasio antara nilai sekarang arus kas
masuk total (TPV) dengan arus kas keluar. Rumus benefit cost ratio/profitability index
(Mardiyanto, 2009) sebagai berikut:
CFn
∑nt=1
(1+k)n
PI =
I0
Keterangan
CF = arus kas masuk (cash inflow)
I0 = arus kas keluar (cash outflow/initial investment/initial outlay)
k = biaya modal (cost of capital) atau imbal hasil (rate ofreturn)
n = umur proyek
Kriteria Penilaian PI:
Terima jika PI>1; tolak jika PI<1 (mutually exclusive)
Terima jika PI>1; dan dana mencukupi (independent)
LAPORAN AKHIR
32
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

c. Internal Rate of Return


Menurut Sofyan (2002) Internal Rate of Return menggambarkan besarnya suku bunga
tingkat pengembalian atas modal yang diinvestasikan. Kriteria investasi IRR harus lebih besar
dari OCC (Opportunity Cost of Capital) agar rencana atau usulan investasi dapat layak
dilaksanakan. Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian rupa
sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk menghitung IRR,
digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR adalah sebagai berikut:
sebagai berikut:
𝑛
𝐶𝐹𝑛
𝐼0 = ∑
(1 + 𝑘)𝑛
𝑖=1

Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k dapat
diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak adalah apabila nilainya
lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto, 2009).

2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi


Teori pertumbuhan ekonomi berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi.
Dinamika pertumbuhan ekonomi dikembangkan berdasarkan aliran teori pertumbuhan
ekonomi Adam Smith, pertumbuhan ekonomi David Ricardo, teori pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes), dan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan
(Pendekatan Neo-Klasik).

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith


Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations (1776) mengemukakan proses pertumbuhan ekonomi secara sistematis dalam jangka
panjang. Satu diantara proses pertumbuhan Adam Smith adalah Pertumbuhan Output Total.
Menurut Smith ada 3 macam unsur pokok dari sistem produksi suatu negara, yaitu:
b. Sumber daya alam yang tersedia (faktor produksi tanah), sumber daya alam menjadi wadah
dan merupakan batas dalam pertumbuhan ekonomi. Jika sumber daya alam belum digunakan

LAPORAN AKHIR
33
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

secara optimal, maka pertumbuhan output masih bergantung kepada jumlah penduduk dan
stok modal. Pertumbuhan output akan berhenti jika sumber daya alam telah digunakan
secara penuh.
c. Sumber daya insani (jumlah penduduk) berperan pasif dalam proses pertumbuhan output,
yang berarti jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan tenaga kerja
dari suatu masyarakat.
d. Stok barang modal yang besar dapat meningkatkan produktivitas per kapita dengan
melakukan spesialisasi dan pembagian kerja. Spesialisasi dapat meningkatkan keterampilan
setiap pekerja dalam bidang tertentu dan pembagian kerja dapat mengurangi waktu yang
hilang pada saat peralihan macam pekerjaan. Hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan
output.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi David Ricardo


Menurut Ricardo laju pertumbuhan merupakan perpaduan antara laju pertumbuhan
penduduk dan laju pertumbuhan output. Selain itu, jumlah faktor produksi tanah tidak bisa
bertambah sehingga akhirnya menjadi faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu
masyarakat. Ricardo dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political Economy and
Taxation(1917) mengungkapkan bahwa akumulasi modal terjadi bila tingkat keuntungan yang
diperoleh pemilik modal berada diatas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk
melakukan investasi.
Peranan akumulasi modal dan kemajuan teknologi akan meningkatkan produktivitas
tenaga kerja sehingga dapat memperlambat the law of deminishing returns. Hal tersebut berarti
bahwa terdapat perlambatan penurunan tingkat hidup ke arah tingkat hidup minimal.
Menurut Ricardo (dalam Arsyad, 1992) inti dari proses pertumbuhan ekonomi kapitalis adalah
proses tarik menarik antara dua kekuatan dinamis yaitu the law of deminishing return dan
kemajuan teknologi yang dimenangkan oleh the law of deminishing return.

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar (Pendekatan Neo-Keynes)


Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek
(kondisi statis) sedangkan Harrod – Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis).

LAPORAN AKHIR
34
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Harrod-Domar menganalisis syarat-syarat agar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi


dapat bertahan secara jangka panjang. Teori Harrod-Domar memiliki beberapa asumsi sebagai
berikut (Arsyad, 1999):
a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang
modal dalam masyarakat digunakan secara penuh.
b. Perekonomian yang terdiri dari dua sektor yakni rumah tangga dan sektor perusahaan.
c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan
nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian
juga ratio antara modal-output (capital-outputratio = COR) dan rasio pertambahan modal-
output (incremental capital- outputratio = ICOR).
Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod–Domar membuat analisis dan
menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi
dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan
sebagai berikut:
g=K=n
Dimana:
g = Growth (tingkat pertumbuhan output)
K = Capital (tingkat pertumbuhan modal)
n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terdapat keseimbangan maka antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat
kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi
ditentukan oleh v (capital output ratio = rasio modal output).

4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan (Pendekatan Neo-Klasik)


Inti dari teori ini adalah pengembangan dari formulasi Harrod–Domar dengan
menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta variabel independen ketiga, yakni
teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan (growth equation). Model Pertumbuhan Neo-
Klasik dari Solow memberikan analisis tentang keterkaitan antara akumulasi modal,
pertumbuhan populasi penduduk, dan perkembangan teknologi serta pengaruh ketiganya

LAPORAN AKHIR
35
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

terhadap tingkat produksi output. Fungsi produksi yang dikemukakan oleh Solow sebagai
berikut:
Y = f (K,L)
Keterangan
Y = Jumlah output yang dihasilkan
f = Fungsi
K = Modal atau Capital
L = Tenaga kerja

Fungsi di atas menjelaskan bahwa output bergantung pada modal dan tenaga kerja. Jika
ingin menyatakan variabel fungsi produksi dalam per tenaga kerja maka fungsi produksi
menjadi sebagai berikut:
Y = f (K)
Jumlah output per tenaga kerja adalah fungsi dari jumlah modal per tenaga kerja. Dalam
model pertumbuhan neo-klasik dari Solow, akumulasi modal merupakan faktor terpenting yang
berkontribusi kedalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan produktivitas ditunjukan dengan
peningkatan modal per tenaga kerja atau disimbolkan Y (Fagerberg,1994).

5. Teori Basis Ekspor Richardson


Teori ini membagi kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu
wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan atau non-basis). Kegiatan
basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal
perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya.
Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di
daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung pada kondisi umum
perekonomian wilayah tersebut. Artinya sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh).
Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan.
Perbedaan pandangan antara Richardson dan Tiebout dalam teori basis adalah Tiebout
melihatnya dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran.
Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri (Tarigan, 2007) yakni:
1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi;
2. Ada efek pengganda (multiplier effect);

LAPORAN AKHIR
36
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Adanya konsentrasi geografis;


4. Bersifat mendorong wilayah belakangnya.
Beberapa hal yang dapat dicapai melalui konsep pengembangan pusat-pusat pertumbuhan
baru (Samsudin dalam Danastri, 2011) antara lain:
a. Pendapatan daerah secara keseluruhan akan meningkat dan merata seperti yang dikatakan
Richardson bahwa pendapatan di daerah pertumbuhan akan mencapai maksimal apabila
pembangunan dipusatkan di pusat-pusat pertumbuhan daripada pembangunan itu dipencar-
pencar secara terpisah di seluruh daerah.
b. Penyediaan prasarana dan perumahan lebih mudah dan murah apabila dipusatkan pada titik-
titik pertumbuhan daripada terpencar.
c. Yang terpenting adalah titik pertumbuhan baru dapat menampung tenaga kerja sehingga
persoalan pengangguran di pusat utama maupun daerah sekitarnya dapat ditanggulangi.
d. Titik-titik pertumbuhan dapat berfungsi sebagai pembendung arus pendatang ke pusat utama
karena umumnya pendorong arus migrasi adalah rendahnya tingkat kehidupan. Dengan
demikian arus migrasi ke pusat utama dapat dibendung di titik ini.
e. Konsentrasi penduduk tidak terjadi pada pusat utama saja sehingga beban kota utama dalam
penyediaan fasilitas dan lapangan kerja dapat dikurangi.
Dalam pengembangan daerah melalui pusat-pusat pertumbuhan, kegiatan akan disebar ke
beberapa pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hierarki dan fungsinya. Pada skala regional
dikenal tiga orde sebagaimana dinyatakan Friedman (dalam Danasatri, 2011):
1. Pusat pertumbuhan primer (utama). Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu
ialah pusat utama dari keseluruhan daerah, pusat ini dapat merangsang pusat pertumbuhan
lain yang lebih bawah tingkatannya. Bisanya pusat pertumbuhan orde satu ini dihubungkan
dengan tempat pemusatan penduduk terbesar, kelengkapan fasilitas dan potensi aksesbilitas
terbaik, mempunyai daerah belakang terluas serta lebih multi fungsi dibandingkan dengan
pusat-pusat lainnya.
2. Pusat pertumbuhan sekunder (kedua). Pusat pertumbuhan sekunder ini adalah pusat dari
sub daerah, seringkali pusat ini diciptakan untuk mengembangkan sub-daerah yang jauh dari

LAPORAN AKHIR
37
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

pusat utamanya. Perambatan perkembangan yang tidak terjangkau oleh pusat utamanya
dapat dikembangkan oleh pusat pertumbuhan sekunder ini.
3. Pusat pertumbuhan tersier (ketiga). Pusat pertumbuhan tersier ini merupakan titik
pertumbuhan bagi daerah pengaruhnya. Fungsi pusat tersier ini ialah menumbuhkan dan
memelihara kedinamisan terhadap daerah pengaruh yang dipengaruhinya.

2.3.5 Pola Penggunaan Lahan dan Struktur Ruang dalam Pengembangan Wilayah
Di dalam pembangunan ekonomi, perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan
suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini
karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda. Pada
dasarnya untuk melihat apakah daerah itu sebagai kota atau tidak, adalah dari seberapa banyak
jenis fasilitas perkotaan yang tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan.
Dalam pola penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah ada beberapa teori yang
mendasarinya seperti yang dikemukakan berikut ini (Rustiadi, 2009), yaitu:
1. Pola penggunaan lahan von Thunen. Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan
pola ruang dengan bentuk wilayah yang melingkar seputar kota. Von Thunen memberi
gambaran pola penggunaan lahan yang didasarkan pada “economic rent”, dimana setiap
penggunaan lahan akan menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda,
sehingga modelnya disusun berupa seri zona-zona konsentrik.

Sumber: Rustiadi, 2009


Gambar 2. 6 Penggunaan Lahan Model Von Thunen

Gambar penggunaan lahan model Von Thunen dibagi menjadi dua bagian, bagian
pertama setengah lingkaran sebelah kiri, merupakan zona-zona konsentris yang
LAPORAN AKHIR
38
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

memenuhi asumsi-asumsi ideal, sedangkan gambar bagian kedua setengah lingkaran


sebelah kanan merupakan zona-zona nyata dimana terdapat sungai yang memotong
lahan pertanian dan terdapat sebuah kota kecil (subcenter) yang memiliki wilayahnya
sendiri.
2. Model Burges (1925) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam
mengelompokan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut-
turut dalam kawasan dari pusat ke arah hinterland. Hipotesis Burges menyatakan bahwa
zona-zona penggunaan lahan akan menjaga keteraturan, tetapi karena kota tumbuh dan
berkembang maka setiap zona harus menyebar dan berkembang keluar, menggeser zona
berikutnya dan menciptakan zona transisi penggunaan tanah.

Sumber: Rustiadi, 2009


Gambar 2. 7 Model Penggunaan Lahan Burges

3. Teori pusat lipat ganda (Multiple Nucleiconcept) menurut Harris (Harvey dalam Rustiadi,
2009) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam mengelompokan
aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut-turut dalam kawasan
kota, dengan pola yang ditunjukan dalam Gambar 2.8.

LAPORAN AKHIR
39
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Rustiadi, 2009


Gambar 2. 8 Model Teori Pusat Lipat Ganda (Multiple Nucleiconcept)

Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat


tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya
penataan ruang. Penataan ruang merupakan proses untuk mewujudkan tujuan pembangunan,
penataan ruang sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal
instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Chapin (1995) mengemukakan
ada dua hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan
perubahan penggunaan lahan yaitu adanya perkembangan penduduk dan perekonomian serta
pengaruh sistem aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan.
Rencana pola ruang merupakan elemen penting dalam rencana tata ruang wilayah kota,
dimana didalamnya ditunjukkan alokasi ruang bagi berbagai kegiatan perkotaan. Rencana pola
ruang ini dirumuskan sesuai dengan hasil analisis serta dengan mempertimbangkan arahan
kebijakan dari stakeholders Kota. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang).

LAPORAN AKHIR
40
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Perencanaan struktur ruang menggambarkan mengenai hubungan keterkaitan (linkage)


antara aspek-aspek aktivitas pemanfaatan ruang (Rustiadi, 2009). Dimana diarahkan untuk
menentukan hirarki dan fungsi pusat-pusat permukiman serta sistem jaringan prasarana dan
sarana, sehingga dapat menciptakan tingkat perkembangan fisik, ekonomi dan sosial yang
diinginkan selama kurun waktu perencanaan. Suatu kota pada dasarnya terbentuk dari pusat-
pusat kegiatan yang membentuk hirarki dan pola keterkaitan satu dengan lainnya. Karena itu
rencana sistem pusat kegiatan dirumuskan dengan menentukan hierarki serta fungsi setiap pusat
kegiatan berdasarkan pertimbangan tertentu
Menurut Rustiadi (2009) ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya arti dari
perencanaan dan penataan struktur ruang, yaitu:
1. Yang optimal bagi suatu individu tidak selalu optimal bagi masyarakat, karena itu
perencanaan tata ruang dianggap perlu.
2. Salah satu faktor dari ruang yaitu atmosfer merupakan suatu sumber daya yang bersifat public
goods.
3. Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi-fungsi ekologis dari ruang dalam
suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem.

2.4 Pembangunan Pariwisata


Pariwisata diyakini menjadi industri terbesar dan yang paling cepat pertumbuhannya di
dunia (Esmailzade, 2013, Matiza and Olabanji, 2014, Sugiama, 2014b). Pada umumnya di negara-
negara sedang berkembang, industri pariwisata menjadi upaya penting dan sangat strategis
untuk mendorong perekonomiannya sebagaimana di Indonesia (Lietaer and Stephen, 2003.,
Matiza and Olabanji, 2014., Mir, 2014., Sugiama, 2014a, Sugiama, 2014b). Karena itulah, industri
pariwisata menjadi isu populer di berbagai negara sebagai penggerak perekonomian
(Esmailzade, 2013., Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013., Mir, 2014).
Setiap pengembangan kepariwisataan memerlukan penyediaan empat (4) komponen
kepariwisataan yang perlu di elaborasi yakni 4A: Attraction, Accessibility, Amenities, and Ancillary
(Cooper, 2000., Sugiama, 2014a., Sugiama, 2013., Sugiama, 2014c). Pengelolaan seluruh
komponen tersebut perlu dukungan oleh berbagai pihak (stakeholders) yang di dalamnya
terutama: masyarakat setempat, pemerintah, pengelola desa wisata, dan perguruan tinggi

LAPORAN AKHIR
41
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

sebagaimana dikenal dalam model triple helix (Sugiama, 2014). Perkembangan kolaborasi antar
pihak dalam sebuah stakeholders terus meningkat dan kini dikenal Penta Helix Model. Berdasarkan
Penta Helix Model pihak yang mendukung pengembangan desa wisata: pengelola desa wisata,
publik, bisnis, akademi, dan masyarakat sosial setempat (adaptasi dari Boras, 2013., Calzada dan
Bjork, 2013., Nano-technology, 2012., Noorul, 2014). Berkenaan dengan upaya integrasi para
pemangku kepentingan dan pihak yang berkolaborasi dalam pengembangan serta pemasaran
desa wisata dirancang model sebagaimana Pentahelix Model yang dicerminkan Gambar 2.9.

Sumber: Sugiama, 2016


Gambar 2. 9 Model Penta Helix Desawisata

Pada dasarnya integrasi pengembangan dan pemasaran pariwisata perlu dibangun dengan
melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Peran serta dalam berkolaborasi perlu
dirancang agar masing-masing berkontribusi bagi kepariwisataan. Masing-masing pihak
menjadi pilar kokoh untuk membangun kepariwisataan, baik untuk skala kawasan wisata (KW),
Satuan Kawasan Wisata (SKW), maupun Destinasi Tujuan Wisata (DTW). Keterlibatan masing-
masing stakeholder sebagaimana dicerminkan Gambar 2.10.

LAPORAN AKHIR
42
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Adaptasi dari Yahya, 2015., Sugiama, 2016


Gambar 2. 10 Kolaborasi Pilar Utama Pengembangan Destinasi Wisata Berkelanjutan
berbasis Pentahelix Model

Pengembangan pariwisata dapat dibangun di berbagai tempat, baik di perkotaan maupun


di kawasan pedesaan. Pengembangan kawasan wisata pedesaan yang disebut desa wisata untuk
membangun ekonomi masyarakat setempat sangat penting dibangun, karena sangat besar
manfaatnya terutama bagi kehidupan masyarakat setempat (Guo and others, 2014., Mutana,
2013., Sugiama, 2013). Desa wisata dapat berkontribusi positif bagi pendapatan masyarakat,
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan distribusi barang, menekan serendah mungkin
tingkat urbanisasi, dan mengurangi tingkat kemiskinan (Esmailzade, 2013., Mir, 2014). Di sisi lain
desa wisata juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan konservasi alam
dan budaya masyarakat setempat (Lietaer and Meulenaere, 2003, Ivolga and Vasily, 2013.,
Sugiama, 2009).

2.4.1 Kunjungan Wisatawan dan Pengaruhnya pada Pendapatan Masyarakat


Pengembangan destinasi wisata berkelanjutan, termasuk pengembangan sebuah desa
wisata yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung, adalah pengembangan
kepariwisataan yang dirancang sesuai prinsip ecotourism dan berkelanjutan, sehingga akan
berdampak positif pada kehidupan masyarakat setempat di antaranya pada pengurangan
pengangguran (Adamowicz, 2010., Guo and others, 2014., Sugiama, 2009., Sugiama, 2014c
Sugiama, 2014a). Setiap desa wisata yang telah dikembangkan perlu dijaga keberlanjutannya,
agar dampak positif tersebut juga berkelanjutan, untuk itulah penting diterapkan prinsip dan

LAPORAN AKHIR
43
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

konsep konservasi alam dan budaya sesuai prinsip ecotourism atau pariwisata berwawasan
ekologi (Dorobantu et al., 2012., Sugiama, 2014c).
Studi menujukkan bahwa, khususnya di pedesaan tidak semua tempat wisata di kawasan
pedesaan dapat dikembangkan sebagai desa wisata yang dapat meningkatkan kunjungan dan
pendapatan masyarakat setempat, sebagaimana hasil studi Sugiama di Kawasan pantai Selatan
Cipatujah (2014c), dan hasil studi Boscovic et al. (2013). Beberapa tempat wisata di kawasan
pedesaan yang dikembangkan tidak berbasis pada labor intensive yang berasal dari desa setempat,
namun mengutamakan capital intensive yang berasal dari para investor. Pengembangan desa
wisata yang ideal bagi kesejahteraan masyarakat setempat adalah yang berbasis pada potensi
aset kepariwisataan setempat. Untuk itu, perlu rangkaian tahapan yang perlu di elaborasi, mulai
dari menggali potensi hingga pengendalian dampak kepariwisataan tersebut (Boskovic et al.,
2013., Sugiama, 2014a).

Pengembangan Kepuasan
Aset destinasi wisatawan
wisata Jumlah Pendapatan
(Atraksi, Kunjungan Penduduk
aksesibilitas, Wisatawan setempat
ameniti, Loyalitas
ansilari) wisatawan

Daya dukung: Pengelola, Pemerintah, Publik, Pebisnis, & Masyarakat setempat (Penta Helix)
Sumber: Sugiama,2016

Gambar 2. 11 Model Hipotetik Upaya Strategis Integrasi Pengembangan dan Pemasaran Aset
Destinasi Wisata untuk meningkatkan Jumlah Kunjungan dan Pendapatan Masyarakat
Setempat

2.5 Pembangunan Agrobisnis dan Agroindustri


Soekartawi (2001) meyatakan bahwa agrobisnis merupakan suatu kegiatan yang utuh dan
memiliki ikatan dengan kegiatan lainnya, mulai dari proses produksi, pengolahan, hasil,
pemasaran dan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan pertanian. Pertanian dalam artian
yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang dan ditunjang oleh kegiatan pertanian

LAPORAN AKHIR
44
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

(Soekartawi, 2005). Agrobisnis merupakan sistem yang meliputi beberapa subsistem. Hubungan
dan keterkaitan antar subsistem agrobisnis tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Subsistem Subsistem Subsistem Subsistem


Agrobisnis Usaha tani Pengolahan Pemasaran
Hulu aspek
• Usaha • Industri
• Distribusi
• Industri tanaman makanan
• Promosi
perbenihan/ pangan dan • Industri
• Informasi pasar
pembibitan holtikultura minuman
• Kebijakan
tanaman • Usaha • Industri rokok
perdagangan
• Industri perkebunan • Industri
• Struktur pasar
agrikimia • Usaha barang serat
• Analisis aspek
• Agrootomotif peternakan alam
legal
(al. mesin • Analisis • Industri
perontok aspek biofarma
padi, mesin keuangan • Industri
pengering, agrowisata
mesin dan estetika
penggiling)

Subsistem Jasa dan Penunjang


• Perkreditan dan asuransi
• Penelitian dan pengembangan
• Pendidikan dan penyuluhan
• Transportasi dan pergudangan

Sumber: Badan Agrobisnis , 1995


Gambar 2. 12 Sistem Agrobisnis

Kegiatan agrobisnis akan menciptakan hubungan antara manusia dengan lingkungan.


Hubungan tersebut merupakan upaya memanfaatkan dan menata lingkungan sesuai dengan
kegunaan yang diinginkan. Siagian (2003) menyatakan bahwa maksud dari memanfaatkan
meliputi memberi pupuk, irigasi dan perlindungan lahan. Menata memiliki arti sebagai kegiatan
menanam pada musim hujan, memanen dalam musim kering atau menanam perennial crops pada
tanah miring/lereng dan sebagainya.

LAPORAN AKHIR
45
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Agrobisnis adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling
terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi (subsistem agrobisnis
hulu), subsistem usaha tani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran
serta subsistem jasa dan penunjang (Badan Agrobisnis , 1995).
Subsistem agrobisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang
menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia
(pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit.
Subsistem usaha tani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang
menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agrobisnis hulu untuk
menghasilkan produk pertanian primer. Subsistem usaha tani meliputi usaha tanaman pangan,
usaha tanaman hortikultura, usaha perkebunan, dan usaha peternakan. Subsistem agrobisnis
pengolahan adalah ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan,
baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik
maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agrobisnis
pengolahan meliputi industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri
pengolahan serat alam (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan
bahan kecantikan, industri biofarma dan industri agrowisata serta estetika. Subsistem
pemasaran meliputi distribusi, promosi, informasi pasar, kebijakan perdagangan dan struktur
pasar. Disamping keempat subsistem tersebut, diperlukan subsistem kelima sebagai bagian dari
pembangunan sistem agrobisnis . Subsistem jasa dan penunjang adalah seluruh kegiatan yang
menyediakan jasa bagi agrobisnis , yang meliputi perkreditan dan asuransi, penelitian dan
pengembangan pendidikan dan penyuluhan, serta transportasi dan pergudangan.

Hasyim dan Zakaria (1995) mengemukakan, agroindustri merupakan suatu kegiatan atau
usaha untuk mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan melalui proses
transformasi dengan menggunakan perlakuan fisik, kimia, penyimpanan, pengemasan, dan
distribusi. Ciri penting agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung musim, membutuhkan
manajemen usaha yang modern, pencapaian skala usaha yang optimal dan efisien, serta mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi. Pengolahan agroindustri memiliki tujuan agar produk
mudah diangkut, diterima konsumen dan tahan lama (Udayana, 2011).

LAPORAN AKHIR
46
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Agroindustri memiliki kelebihan karakteristik jika dibandingkan dengan industri lain,


antara lain (Udayana, 2011):
1. Memiliki keterkaitan yang kuat dengan industri hulu maupun industri hilir
2. Sumber daya alam yang digunakan adalah yang dapat diperbaharui
3. Memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif pada pasar domestik maupun internasional
4. Daya tampung tenaga kerja memiliki jumlah yang besar
5. Produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik

Secara garis besar agrobisnis digolongkan menjadi empat bagian yang meliputi (Udayana,
2011):
1. Agroindustri pengolahan hasil pertanian
2. Agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin pertanian
3. Agroindustri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida dan lain-lain)
4. Agroindustri jasa sektor pertanian(supporting services)
Pendapatan dalam agroindustri satu diantaranya adalah penerimaan dari hasil usaha tani.
Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi fisik dengan harga jual atau harga
produksi (Soekartawi, 1986). Penerimaan tunai usaha tani dapat diartikan sebagai sejumlah
uang yang diterima dari penjualan produk usaha tani. Pengeluaran usaha tani dapat diartikan
sebagai sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha tani.
Tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan
usaha yang akan datang melalui pembuatan perencanaan usaha tani. Pendapatan usaha tani
adalah selisih penerimaan dengan semua biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut
(Soekartawi, 1986):
= TR – TC = Y. PY – (X . Px ) – BTT
Keterangan
= Keuntungan (pendapatan)
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
Y = Produksi
Py = Harga satuan produksi
X = Faktor produksi
Px = Harga faktor produksi

LAPORAN AKHIR
47
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BTT = Biaya tetap total

Kriteria pengambilan keputusan:


1.Jika R/C < 1 , maka usaha tani yang dilakukan belum menguntungkan
2.Jika R/C >1 , maka usaha tani yang dilakukan menguntungkan
3.Jika R/C = 1 , maka usaha tani yang dilakukan berada pada titik impas

2.6 Pembangunan Industri Kelautan


Makna dari pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah
menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1983:3). Maritim bukan hanya
mencakup perikanan dan kelautan, akan tetapi maritim adalah segala kegiatan yang
berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kelautan atau kemaritiman
(Alexander,1998). Contoh industri maritim meliputi manufaktur dan pemeliharaan kapal,
teknologi perkapalan, kegiatan ekspor dan impor, jasa pelabuhan dan angkutan, pariwisata
pantai, dan budidaya perikanan (Bergheim dkk, 2015). Industri maritim meliputi industri
perkapalan, industri jasa pelabuhan, industri pelayaran dilakukan guna mengelola sumber daya
kelautan dan sumber daya alam lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Didit,
2015).
Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan meliputi
(Kusumastanto, 2003):
1. Sumber daya yang dapat diperbaharui seperti: perikanan (tangkap, budidaya, dan
pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau-
pulau kecil.
2. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti: minyak bumi dan gas, bahan tambang
dan mineral lainnya serta harta karun.
3. Energi kelautan seperti: pasang-surut, gelombang, angin, OTEC (Ocean Thermal Energy
Conversion).
4. Jasa-jasa lingkungan seperti: pariwisata, perhubungan dan pelabuhan serta penampung
(penetralisir) limbah.

LAPORAN AKHIR
48
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2.6.1 Isu Strategis Pembangunan Kelautan


Kusumastanto (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa isu strategis dalam
pembangunan sumber daya kelautan nasional yang meliputi:

1. Diversifikasi Sumber daya Pertambangan


Potensi eksplorasi sumber daya pertambangan memerlukan tindak lanjut, karena merupakan
sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Di era otonomi
daerah eksplorasi dan eksploitasi sumber daya pertambangan harus memberikan manfaat kepada
masyarakat lokal guna menghindari terjadinya konflik. Selain itu, peningkatan eksploitasi dan
eksplorasi sumber daya pertambangan sedapat mungkin meminimalkan kerusakan lingkungan
yang akan ditimbulkan serta mempertimbangkan koeksistensi sumber daya lainnya terutama
sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable).

2. Pembangunan Perikanan
Lemahnya akurasi data statistik perikanan menjadi satu diantara persoalan ayang paling
mendasar dalam pembangunan perikanan. Kebijakan pengembangan perikanan akan dapat
didukung oleh data-data yang akurat. Kebijakan memperbolehkan kapal asing menangkap ikan
pada ZEE mengandung berbagai kelemahan. Berdasarkan perspektif rente ekonomi (economic
rent) kebijakan tersebut memberikan keuntungan pada pengusaha nasional dan asing. Nilai
manfaat bersih dari pemanfaatan sumber daya perikanan setelah seluruh komponen biaya yang
diperhitungkan dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Sumber: PKSPL-IPB, 2000


Gambar 2. 13 Rente Ekonomi Sumber daya

LAPORAN AKHIR
49
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Aksis horizontal menggambarkan tingkat upaya sedangkan aksis vertikal menggambarkan


nilai moneter dari harga dan biaya. Kurva AR adalah kurva permintaan yang ditunjukkan
dengan kurva penerimaan rata-rata, sedangkan kurva MR digambarkan marjinal terhadap AR.
Dengan asumsi fungsi biaya yang linier terhadap effort, maka kurva C menggambarkan biaya
rata-rata dan biaya marjinal. Kebijakan tersebut tidak dapat memberikan multiplier effect terhadap
masyarakat.

3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir


Pembangunan usaha perikanan masyarakat pesisir memiliki persoalan mikro dan makro.
Permasalahan mikro meliputi persoalan internal masyarakat nelayan dan petani ikan
menyangkut aspek sosial budaya seperti pendidikan, mentalitas, dan sebagainya. Hal tersebut
mempengaruhi sifat dan karakteristik masyarakat nelayan dan petani ikan. Permasalahan makro
yaitu persoalan sosial menyangkut ketergantungan sosial (patron client). Karakter sebagian besar
masyarakat pesisir tergantung pada faktor-faktor berikut:
a. Kehidupan masyarakat nelayan dan petani ikan menjadi sangat tergantung pada kondisi
lingkungan dan rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi kualitas
lingkungan.
b. Kehidupan masyarakat nelayan sangat tergantung pada musim.
c. Ketergantungan kepada pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera
dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual.
Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan sangat
peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat mempengaruhi
kondisi sosial masyarakat nelayan.

4. Armada Angkutan Laut


Ekspor dan impor produk memerlukan transportasi yang prima. Namun, terdapat beragam
keterbatasan pada sektor armada angkutan laut yang meliputi terbatasnya armada kapal yang
andal, lemahnya dukungan lembaga keuangan, kemampuan manajemen dalam persaingan
internasional, sehingga armada angkutan laut seperti menjadi tamu di negeri sendiri karena
aktivitas transportasi lebih banyak ditangani perusahaan asing.

LAPORAN AKHIR
50
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5. Pelabuhan Umum dan Perikanan


Pembangunan kelautan berpusat pada keberadaan pelabuhan sebagai pusat aktivitas
perekonomian kelautan. Pengembangan pelabuhan umum dan perikanan memiliki keterbatasan
dalam fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah serta biaya yang mahal
maupun kesalahan dalam perencanaan. Kinerja pengelolaan pelabuhan harus dapat
ditingkatkan dan biaya pengelolaan harus dapat ditekan agar dapat mencapai tingkat efisiensi
nasional dan bisnis.

6. Pengembangan Industri Maritim


Industri maritim meliputi industri galangan kapal dan jasa perbaikan (docking), industri mesin
kapal dan perlengkapannya, industri pengolahan minyak dan gas bumi sangat menentukan
kemampuan nasional dalam memanfaatkan potensi laut. Permasalahan pada pengembangan
industri maritim disebabkan oleh tingginya nilai investasi yang harus ditanamkan, masih
terbatasnya kemampuan teknologi, dan kualitas sumber daya manusia yang andal sehingga
produk industri maritim kita secara umum tidak bisa menyaingi produk impor. Oleh karena itu,
diperlukan strategi yang komprehensif dalam mengembangkan industri maritim

7 . Bangunan Kelautan
Pesisir dan laut memiliki ekosistem dan fisik yang berbeda dengan daratan sehingga
pembangunan konstruksi di pesisir dan laut memerlukan kemampuan rekayasa yang sesuai
dengan kondisi alam (Design with the Nature).

8. Jasa Kelautan
Jasa kelautan meliputi segala jenis kegiatan yang bersifat menunjang dan mempelancar
kegiatan sektor kelautan seperti jasa pelayan pelabuhan, keselamatan pelayaran, perdagangan,
pengembangan sumberdaya kelautan seperti pendidikan, pelatihan dan penelitian. Karakteristik
bisnis jasa kelautan memerlukan kualifikasi sumber daya manusia yang prima, dukungan sarana
informasi, komunikasi dan dukungan teknologi maju.

2.7 Landasan Normatif


Kajian ini disusun dengan memperhatikan landasan normatif yang berlaku. Adapun
landasan normatif yang diacu untuk kajian ini sebagai berikut.

LAPORAN AKHIR
51
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4575);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4577);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4741);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

LAPORAN AKHIR
52
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4816);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4817);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
15. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014;
16. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
2013;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
18. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan
Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 46);
19. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 11 Seri D, Tambahan
Lembaran Daerah Nomor 47);
20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6 Seri E,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 64);
21. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Kesehatan;
22. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029;

LAPORAN AKHIR
53
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

23. Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025;
24. Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013;
25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2010 tentang Pengembangan
Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan Tahun 2010-2029;
26. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2010
Nomor 79 Seri E).
Keseluruhan sumber aturan di atas menjadi dasar dalam analisis khususnya berkenaan dengan
rencana kebutuhan investasi di daerah, sehingga dalam tahap akhir diperoleh penyimpulan
mengenai Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.

---agisu---

LAPORAN AKHIR
54
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 3
METODE PENYELESAIAN PEKERJAAN

3.1 Metode dan Teknik Pelaksanaan Pekerjaan


Sebagaimana dinyatakan dalam KAK Pekerjaan ini bahwa, Kegiatan “PPP – Penyusunan
Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan melalui:
1. Metode Pelaksanaan
Penyusunan dokumen kebutuhan investasi Pangandaran Raya dilakukan secara swakelola
dengan Narasumber dari Lembaga/ Institusi yang berkompeten dalam bidangnya.
2. Tahapan Kegiatan
- Rapat persiapan
- Survey lokasi Kawasan Pangandaran Raya
- Penyusunan Draft Awal
- Focus Group Discussion (FGD)
- Pembahasan Draft Awal
- Penyusunan Draft Akhir
- Pembahasan Draft Akhir
- Finalisasi, dan
- Diseminasi
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, berikut ini disajikan secara rinci mengeni metode
dan teknik pelaksanaan pekerjaan. Metode yang diterapkan dalam melaksanakan dan
menuntaskan pekerjaan ini adalah metode deskriptif eksplanatori. Berdasarkan metode tersebut,
data dikumpulkan untuk kemudian dipaparkan dan dianalisis berdasarkan kondisi pada saat
pengumpulan data dilakukan, dan pada tahap akhir disimpulkan (Sugiama, 2008). Penelitian
lapangan dilakukan pada masa selama 2 bulan. Khususnya untuk data primer dari lapangan,
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi di Pangandaran Raya. Adapun
data sekunder diperoleh dari kumpulan dokumen mengenai perekonomian, investasi, dan
kebutuhan investasi yang ada di Pangandaran Raya, dan dokumen di BAPPEDA Pemprov Jabar.

LAPORAN AKHIR
55
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pekerjaan ini juga memerlukan dasar aturan yang berlaku yakni aturan untuk analisis
perencanaan pengembangan investasi yang dapat dijadikan Pusat Pertumbuhan Wilayah.

3.2 Operasionalisasi Pengukuran Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan


Variabel dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kekuatan Interaksi pusat pertumbuhan: daya tarik antar kabupaten di wilayah
Pangandaran Raya.
2. Ketersediaan Fasilitas: kelengkapan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan
ekonomi masyarakat, dari mulai sarana kesehatan, sarana pendidikan, dan pendukung
kegiatan ekonomi.
3. Potensi ekonomi: sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan potensi yang
dimiliki

3.3 Prosedur Teknis Operasional


Prosedur teknis pekerjaan secara operasional dalam lingkup pekerjaan dinyatakan dalam
Kerangka Acuan Kerja, dan disesuaikan dengan lingkup pekerjaan sebagaimana dirinci dalam
KAK: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN
PANGANDARAN RAYA.” Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan runtutan proses
teknis operasional pekerjaan dimaksud sebagaimana dicerminkan gambar Alur Pekerjaan yang
mencakup Lingkup Pekerjaan dan Output berdasarkan KAK. Adapun proses umum dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Identifikasi Peraturan perundangan yang terkait dengan “Penyusunan Rencana
Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.
Pada rangkaian kegiatan ini perlu dilakukan pengidentifikasian berbagai aturan yang
berkenaan dengan “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan” sebuah wilayah.
Pada kegiatan awal tersebut diperoleh landasan normatif yang absolut diacu dalam upaya
“Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.”

LAPORAN AKHIR
56
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Lingkup Pekerjaan
1. Identifikasi aturan terkait “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.”
2. Studi komparatif (desk study & field study) pelaksanaan “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat
Pertumbuhan” di daerah lain, dan melakukan testimony books;
3. Mengkaji empirik potensi beberapa alternatif pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya yang
mencakup potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi
kawasan terpadu yang meliputi:
a. agrobisnis ,
b. agroindustri,
c. industrikelautan dan
d. pariwisata terpadu
4. Finalisasi penetapan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.

Output/luaran Pekerjaan
Buku besar hasil kajian
Strategi Investasi
dalam Pengembangan
Rencana Rencana Kebutuhan Pangandaran Raya
Pembangunan Investasi
Pangandaran Raya Pangandaran Raya

Rencana Kebutuhan Investasi Pusat


Pertumbuhan Pangandaran Raya:
• Pusat pertumbuhan primer
• Pusat pertumbuhan sekunder
• Pusat pertumbuhan tersier

1. Sektor 2. Sektor Kelautan 4.Sektor


3. Sektor Agrobisnis
Pariwisata dan Perikanan Agroindustri
terpadu

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 3. 1 Alur Pekerjaan dan Lingkup Pekerjaan serta Output berdasarkan KAK

2. Studi komparatif dalam bentuk desk study terhadap Rencana Kebutuhan Investasi Pusat
Pertumbuhan” di daerah lain; dan melakukan testimony books;.
Desk study ini dimaksudkan untuk memperoleh berbagai data sekunder, dan informasi
berkenaan dengan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.

LAPORAN AKHIR
57
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Pengkajian empirik potensi beberapa alternatif pusat pertumbuhan di Pangandaran Raya


yang mencakup potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi
kawasan terpadu yang meliputi:
a. agrobisnis,
b. agroindustri,
c. industrikelautan dan
d. pariwisata terpadu
4. Finalisasi penetapan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.

3.4 Langkah Teknis Pemecahan Masalah

Kajian ini dilatarbelakangi oleh central issue: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah
Otonom Baru (DOB), namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu
daerah yang berperan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat (Jabar)
Pangandaran berpotensi sangat besar dijadikan satu di antara pusat pertumbuhan di Jawa Barat,
dan dapat merangsang pertumbuhan daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada, Pemerintah
Jabar mengambil langkah dan inisiatif untuk membangun dan mengembangkan Kabupaten
Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran dapat dijadikan pusat pertumbuhan.
Karena itulah perlu dikaji mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI
PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.”
Berdasarkan central issue dan judul di atas, kajian ini difokuskan untuk mendapatkan
gambaran empirik mengenai potensi untuk mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan
yakni di Pangandaran Raya sebagai Pusat Pertumbuhan dan menjadikannya kawasan terpadu
yang meliputi:
1. agrobisnis ,
2. agroindustri,
3. kelautan dan perikanan
4. pariwisata terpadu
Fokus kajian diarahkan pada 4 sektor di atas, dan untuk itu diperlukan data primer serta data
sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi. Disamping
mengumpulkan data, teknik ini sekaligus menguji kredibilitas data dari berbagai teknik
LAPORAN AKHIR
58
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

pengumpulan data dan berbagai sumber data. Teknik pengumpulan data melalui triangulasi
meliputi observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi untuk sumber
data yang sama secara serempak yang secara teknis sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi ditujukan untuk memperoleh gambaran empirik di lapangan mengenai kondisi
pertumbuhan terkini, dan potensi pertumbuhan yang dapat dikembangkan menjadi pusat
pertumbuhan di Pangandaran Raya.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan melalui face-to-face (tatap muka) dengan para pelaku (stake holders)
ekonomi masyarakat di Pangandaran Raya. Para pemangku kepentingan yang
diwawancarai terutama pihak pemerintah, pengusaha, investor, dan masyarakat umum
sebagai local communities.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa data internal terutama
dari Pemprov Jabar dan Pemkab Pangandaran. Selain itu, studi dokumentasi diperoleh
dengan cara membaca buku atau jurnal ilmiah berkenaan dengan analisis Rencana
Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan.
4. FGD atau Focus Group Discussion adalah kegiatan untuk mencari solusi dalam Rencana
Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan di Pangandaran Raya.
Proses teknis kajian dalam pekerjaan ini mencakup empat (4) sektor yang selanjutnya
dijabarkan ke dalam sejumlah laten untuk kemudian dielaborasi. Adapun keempat sektor
dimaksud:
1. agrobisnis ,
2. agroindustri,
3. kelautan dan perikanan
4. pariwisata terpadu

Proses penjabaran yang bermula dari masing-masing sektor hingga butir pertanyaan
dicerminkan sebagaimana dalam tabel operasionalisasi dan pemetaan alat ukur di bawah ini.

LAPORAN AKHIR
59
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 3. 1 Tabel Operasional dan Pemetaan Alat Ukur

Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya


Variabel dan Definisi Sub Variabel dan
Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional

1. PUSAT PERTUMBUHAN AGROBISNIS


Gambaran “kondisi 1. Kondisi agrobisnis 1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Bisnis/usaha pertanian apa sajakah
terkini dan potensi masa sekarang di saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat
agrobisnis ” sebagai Pangandaran Raya 1.2 Jumlah usaha dalam saat ini
pusat-pusat/keruangan tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha
✓ Penduduk
tempat titik 1.3 Tempat usaha saat ini agrobisnis /usaha pertanian yang
setempat
menyebarkan dan 1.4 Penyerapan tenaga dilaksanakan oleh masyarakat saat
✓ Kantor Desa/
memancarnya kerja ini.
kelurahan
kekuatan-kekuatan 1.5 Rata-rata pendapatan 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha
✓ Kantor
(centrifugal) dan 1.6 Total pendapatan mereka (Kec. Dan Desa) saat ini.
Kecamatan
tertariknya kekuatan- 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan
✓ Kantor Pemkab
kekuatan (centripetal) tenaga kerja dari masing-masing
Pangandaran
yang tercermin dalam usaha pertanian.
✓ Kantor Pemprov
sekumpulan fakta serta 1.1.5 Berapa besar rata-rata pendapatan
Jabar
fenomena geografis dari per kapita dari usaha pertanian tsb.
semua kegiatan yang 1.1.6 Berapakah jumlah pendapatan dari
ada di Pangandaran usaha pertanian di masing-masing
Raya (Kombinasi dan desa tsb.
adaptasi dari teori 2. Potensi agrobisnis 1.7 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Potensi bisnis/usaha pertanian apa
✓ Penduduk
polarisasi, kutub masa datang utk masa datang sajakah yang dilaksanakan oleh
setempat
pertumbuhan dan sebagai pusat 1.8 Jumlah usaha dalam masyarakat di masa yad.
✓ Kantor Desa/
industri populasi). pertumbuhan di tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha
kelurahan
Pangandaran Raya 1.9 Tempat usaha masa agrobisnis /usaha pertanian yang
✓ Kantor
datang potensial dilaksanakan oleh
Kecamatan
1.10 Penyerapan tenaga masyarakat di masa yad.
✓ Kantor Pemkab
kerja
Pangandaran
1.11 Rata-rata pendapatan

LAPORAN AKHIR
60
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
1.12 Total pendapatan 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha ✓ Kantor Pemprov
mereka (kelurahan dan Kec.) yang Jabar
potensial dilakukan di masa yad.
1.1.4 Berapa potensi jumlah serapan
tenaga kerja dari masing-masing
usaha pertanian tsb di masa yad.
1.1.5 Berapa prakiraan besar rata-rata
pendapatan per kapita dari usaha
pertanian tsb.
1.1.6 Berapakah prakiraan jumlah
pendapatan dari usaha pertanian di
masing-masing desa tsb.

2. PUSAT PERTUMBUHAN AGROINDUSTRI


Gambaran “kondisi 1. Kondisi 1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Kegiatan agroindustri apa sajakah
terkini dan potensi agroindustri masa saat ini yang dilaksanakan oleh masyarakat
agroindustri” sekarang di 1.2 Jumlah usaha dalam saat ini
agroindustri sebagai Pangandaran Raya tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha ✓ Penduduk
pusat-pusat/keruangan 1.3 Tempat usaha saat ini agroindustri yang dilaksanakan oleh setempat
tempat titik 1.4 Penyerapan tenaga masyarakat saat ini. ✓ Kantor Desa/
menyebarkan dan kerja 1.1.3 Di mana sajakah tempat usaha kelurahan
memancarnya 1.5 Total biaya mereka (kecamatan dan desa) saat ✓ Kantor
kekuatan-kekuatan 1.6 Rata-rata pendapatan ini. Kecamatan
(centrifugal) dan 1.7 Total pendapatan 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan ✓ Kantor Pemkab
tertariknya kekuatan- tenaga kerja dari masing-masing Pangandaran
kekuatan (centripetal) usaha agroindustri. ✓ Kantor Pemprov
yang tercermin dalam 1.1.5 Berapakah jumlah biaya dari usaha Jabar
sekumpulan fakta serta agroindustri di masing-masing desa
fenomena geografis dari 1.1.6 Berapa besar rata-rata pendapatan
semua kegiatan yang per kapita dari usaha pertanian tsb.

LAPORAN AKHIR
61
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
ada di Pangandaran 1.1.7 Berapakah jumlah pendapatan dari
Raya (Kombinasi dan usaha agroindustri di masing-
adaptasi dari teori masing desa tsb.
polarisasi, kutub
pertumbuhan dan
industri populasi).

2. Potensi agroindustri 2.1 Jenis usaha yang ada 2.1.1 Potensi agroindustri apa sajakah
masa datang sebagai utk masa datang yang dilaksanakan oleh masyarakat
pusat pertumbuhan di 2.2 Jumlah usaha dalam di masa yad.
Pangandaran Raya tiap jenis usaha 2.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha
2.3 Tempat usaha masa agroindustri yang potensial
datang dialaksanakan oleh masyarakat di
2.4 Penyerapan tenaga masa yad. ✓ Penduduk
kerja 2.1.3 Di mana sajakah tempat usaha setempat
2.5 Total biaya mereka (kecamatan dan desa) yang ✓ Kantor Desa/
2.6 Rata-rata pendapatan potensial dilakukan di masa yad. kelurahan
2.7 Total pendapatan 2.1.4 Berapa potensi jumlah serapan ✓ Kantor
tenaga kerja dari masing-masing Kecamatan
usaha agroindustri tsb di masa yad. ✓ Kantor Pemkab
2.1.5 Berapakah estimasi total biaya untuk Pangandaran
pengembangan usaha agroindustri ✓ Kantor Pemprov
pada setiap desa Jabar
2.1.6 Berapa prakiraan besar rata-rata
pendapatan per kapita dari usaha
agroindustri tsb.
2.1.7 Berapakah prakiraan jumlah
pendapatan dari usaha agroindustri
di masing-masing desa tsb.

3. PUSAT PERTUMBUHAN KELAUTAN

LAPORAN AKHIR
62
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
Gambaran “kondisi 1. Kondisi industri 1.1 Jenis usaha yang ada 1.1.1 Jenis usaha/bisnis kelautan apa
terkini dan potensi kelautan masa saat ini sajakah yang dilaksanakan oleh
kelautan” industri sekarang di 1.2 Jumlah usaha dalam masyarakat saat ini
kelautan sebagai pusat- Pangandaran Raya tiap jenis usaha 1.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha
pusat/keruangan 1.3 Ketersediaan usaha/bisnis kelautan yang
sebagai tempat titik infrastruktur penunjang ilaksanakan oleh masyarakat saat
menyebarkan dan 1.4 Penyerapan tenaga ini.
✓ Penduduk
memancarnya kerja 1.1.3 Bagaimanakah kondisi
setempat
kekuatan-kekuatan 1.5 Rata-rata pendapatan ketersediaan infrastruktur
✓ Kantor Desa/
(centrifugal) dan 1.6 Total pendapatan penunjang industri kelautan yang
kelurahan
tertariknya kekuatan- ada saat ini
✓ Kantor
kekuatan (centripetal) 1.1.4 Berapa banyak jumlah serapan
Kecamatan
yang tercermin dalam tenaga kerja dari masing-masing
✓ Kantor Pemkab
sekumpulan fakta serta unit industri kelautan.
Pangandaran
fenomena geografis dari 1.1.5 Berapakah jumlah biaya unit
✓ Kantor
semua kegiatan yang industri kelautan.di masing-
Pemprov Jabar
ada di Pangandaran masing desa
Raya (Kombinasi dan 1.1.6 Berapa besar rata-rata pendapatan
adaptasi dari teori per kapita dari unit industri
polarisasi, kutub kelautan tsb.
pertumbuhan dan 1.1.7 Berapakah jumlah pendapatan dari
industri populasi). dari unit industri kelautan di
masing-masing desa tsb.
2. Potensi industri 2.1 Jenis usaha yang ada 3.1.1 Potensi industri kelautan apa ✓ Penduduk
kelautan masa datang utk masa datangJumlah sajakah yang dilaksanakan oleh setempat
sebagai pusat usaha dalam tiap jenis masyarakat di masa yad. ✓ Kantor Desa/
pertumbuhan usaha 3.1.2 Berapa banyak jumlah unit usaha kelurahan
2.2 Infrastruktur penunjang industri kelautan yang potensial ✓ Kantor
masa datang dialaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan
2.3 Penyerapan tenaga masa yad. ✓ Kantor
kerja Pemkab
2.4 Total biaya Pangandaran

LAPORAN AKHIR
63
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
2.5 Rata-rata pendapatan 3.1.3 Bagaimana kebutuhan infrastruktur ✓ Kantor
2.6 Total pendapatan penunjang industri kelautan yang Pemprov
potensial dilakukan di masa yad. Jabar
3.1.4 Berapa potensi jumlah serapan
tenaga kerja dari masing-masing
usaha di bidang kelautan tsb di masa
yad.
3.1.5 Berapakah estimasi total biaya untuk
pengembangan industri kelautan
pada setiap desa
3.1.6 Berapa prakiraan besar rata-rata
pendapatan per kapita dari industri
kelautan tsb
3.1.7 Berapakah prakiraan jumlah
pendapatan dari industri kelautan di
masing-masing desa tsb.

4. PUSAT PERTUMBUHAN PARIWISATA


Gambaran “kondisi 4.1 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 5.1.1 Bagaimana gambaran kualitas dan ✓ Penduduk
terkini dan potensi atraksi wisata 4.1.1 Atraksi alam keragaman, serta kuantitas atraksi setempat
industri pariwisata” (Attraction) 4.1.2 Atraksi budaya wisata alam yang ada dan telah jadi ✓ Kantor Desa/
sebagai pusat- gambaran kualitas 4.1.3 Atraksi minat khusus objek wisata saat ini kelurahan
pusat/keruangan dan keragaman, 5.1.2 Bagaimana gambaran kualitas dan ✓ Kantor
sebagai tempat titik serta kuantitas keragaman, serta kuantitas atraksi Kecamatan
menyebarkan dan atraksi wisata yang wisata budaya yang ada dan telah ✓ Kantor Pemkab
memancarnya ada (eksisting) dan jadi objek wisata saat ini Pangandaran
kekuatan-kekuatan potensi di masing- 5.1.3 Bagaimana gambaran kualitas dan ✓ Kantor
(centrifugal) dan masing SKW baik keragaman, serta kuantitas atraksi Pemprov Jabar
tertariknya kekuatan- berupa atraksi wisata minat khusus yang ada dan ✓ Operator
kekuatan (centripetal) wisata alam, telah jadi objek wisata saat ini Industri
yang tercermin dalam budaya maupun pariwisata
sekumpulan fakta serta setempat

LAPORAN AKHIR
64
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
fenomena geografis dari minat khusus di ✓ Wisatawan
semua kegiatan yang Pangandaran Raya Potensi utk pusat 5.1.4 Atraksi alam apa sajakah yang ✓ Penduduk
ada di Pangandaran pertumbuhan: memenuhi kualitas dan keragaman, setempat
Raya (Kombinasi dan 4.1.4 Atraksi alam serta kuantitas untuk dijadikan ✓ Kantor Desa/
adaptasi dari teori 4.1.5 Atraksi budaya sebagai pendukung pusat kelurahan
polarisasi, kutub 4.1.6 Atrakasi minat khusus pertumbuhan ✓ Kantor
pertumbuhan dan 5.1.5 Atraksi budaya apa sajakah yang Kecamatan
industri populasi). memenuhi kualitas dan keragaman, ✓ Kantor Pemkab
serta kuantitas untuk dijadikan Pangandaran
sebagai pendukung pusat ✓ Kantor
pertumbuhan Pemprov Jabar
5.1.6 Atraksi minat khusus apa sajakah ✓ Operator
yang memenuhi kualitas dan Industri
keragaman, serta kuantitas untuk pariwisata
dijadikan sebagai pendukung pusat setempat
pertumbuhan ✓ Wisatawan
4.2 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 4.2.1 Bagaimana gambaran kualitas, ✓ Penduduk
aksesibilitas 4.2.1 Kualitas, keragaman, keragaman, dan kuantitas Sarpras setempat
(Accessibility) dan kuantitas Sarpras transportasi darat yang telah tersedia ✓ Kantor Desa/
gambaran kualitas transportasi darat saat ini kelurahan
dan keragaman, 4.2.2 Kualitas, keragaman, 4.2.2 Bagaimana gambaran kualitas, ✓ Kantor
serta kuantitas dan kuantitas Sarpras keragaman, dan kuantitas Sarpras Kecamatan
prasarana dan transportasi laut transportasi laut yang telah tersedia ✓ Kantor Pemkab
sarana (Sarpras) 4.2.3 Kualitas, keragaman, saat ini Pangandaran
transportasi untuk dan kuantitas Sarpras 4.2.3 Bagaimana gambaran kualitas, ✓ Kantor
menuju tempat transportasi udara keragaman, dan kuantitas Sarpras Pemprov Jabar
wisata yang ada transportasi udara yang telah ✓ Operator
(eksisting) dan tersedia saat ini Industri
potensi di maing- pariwisata
masing SKW baik setempat
berupa Sarpras ✓ Wisatawan

LAPORAN AKHIR
65
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
transportasi darat, Potensi utk pusat 4.2.4 Bagaimana potensi kualitas, ✓ Penduduk
laut maupun udara pertumbuhan: keragaman, dan kuantitas Sarpras setempat
di Pangandaran 4.2.4 Kualitas prasarana transportasi darat yang dapat ✓ Kantor Desa/
Raya transportasi mendukung pusat pertumbuhan kelurahan
4.2.5 Kualitas sarana 4.2.5 Bagaimana potensi kualitas, ✓ Kantor
transportasi keragaman, dan kuantitas Sarpras Kecamatan
4.2.6 Keragaman prasarana transportasi laut yang dapat ✓ Kantor Pemkab
transportasi mendukung pusat pertumbuhan Pangandaran
4.2.6 Bagaimana potensi kualitas, ✓ Kantor
keragaman, dan kuantitas Sarpras Pemprov Jabar
transportasi udara yang dapat ✓ Operator
mendukung pusat pertumbuhan Industri
pariwisata
setempat
✓ Wisatawan
4.3 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 4.3.1 Bagaimana kKualitas, keragaman, dan ✓ Penduduk
layanan ameniti 4.3.1 Kualitas, keragaman, kuantitas Sarpras makanan dan setempat
(Amenity) dan kuantitas Sarpras minuman yang telah tersedia saat ini ✓ Kantor Desa/
gambaran kualitas makanan dan 4.3.2 Bagaimana kualitas, keragaman, dan kelurahan
dan keragaman, minuman yang telah kuantitas Sarpras penginapan yang ✓ Kantor
serta kuantitas tersedia saat ini telah tersedia saat ini Kecamatan
prasarana dan 4.3.2 Kualitas, keragaman, 4.3.3 Bagaimana kualitas, keragaman, dan ✓ Kantor Pemkab
sarana (Sarpras) dan kuantitas Sarpras kuantitas Sarpras pendukung lainnya Pangandaran
yang ada penginapan yang (ansilari) yang telah tersedia saat ini ✓ Kantor
(eksisting) dan telah tersedia saat ini Pemprov Jabar
potensi di maing- 4.3.3 Kualitas, keragaman, ✓ Operator
masing SKW untuk dan kuantitas Sarpras Industri
memenuhi pendukung lainnya pariwisata
kebutuhan (ansilari) yang telah setempat
wisatawan selama tersedia saat ini ✓ Wisatawan
berada di tempat Potensi utk pusat 4.3.4 Bagaimana kualitas, keragaman, dan ✓ Penduduk
wisata (overnight pertumbuhan: kuantitas Sarpras makanan dan setempat

LAPORAN AKHIR
66
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
tourist) baik utk 4.3.4 Kualitas, keragaman, minuman yang potensial untuk pusat ✓ Kantor Desa/
kebutuhan, dan kuantitas Sarpras pertumbuhan kelurahan
penginapan, makanan dan 4.3.5 Bagaimana kualitas, keragaman, dan ✓ Kantor
makanan dan minuman yang kuantitas Sarpras penginapan yang Kecamatan
minuman, serta potensial untuk pusat potensial untuk pusat pertumbuhan ✓ Kantor Pemkab
kebutuhan lainnya pertumbuhan 4.3.6 Bagaimana kualitas, keragaman, dan Pangandaran
di Pangandaran 4.3.5 Kualitas, keragaman, kuantitas Sarpras pendukung ansilari ✓ Kantor
Raya dan kuantitas Sarpras yang potensial untuk pusat Pemprov Jabar
penginapan yang pertumbuhan ✓ Operator
potensial untuk pusat Industri
pertumbuhan pariwisata
4.3.6 Kualitas, keragaman, setempat
dan kuantitas Sarpras ✓ Wisatawan
pendukung ansilari
yang potensial untuk
pusat pertumbuhan
4.4 Ketersediaan Kondisi yang ada (existing): 4.4.5 Bagaimana gambaran kualifikasi ✓ Penduduk
pengelola 4.4.1 Kualitas pengelolaan pengelolaan pariwisata yang telah ada setempat
pariwisata pariwisata di masing-masing SKW selama ini ✓ Kantor Desa/
(Ancilary) 4.4.2 Keterlibatan 4.4.6 Seberapa banyak (inten) keterlibatan kelurahan
gambaran penduduk setempat penduduk setempat dalam ✓ Kantor
kualifikasi 4.4.3 Intensitas hubungan pengelolaan pariwisata di masing- Kecamatan
pengelolaan pengelola dg sektor masing SKW selama ini ✓ Kantor Pemkab
pariwisata yang terkait 4.4.1 Bagaimana sustainabilitas pengelolaan Pangandaran
telah ada 4.4.4 Keberlanjutan pariwisata setempat di di masing- ✓ Kantor
(eksisting) dan pengelolaan masing SKW selama ini Pemprov Jabar
potensi di masing- pariwisata setempat ✓ Operator
masing SKW untuk Industri
memenuhi pariwisata
tuntutan setempat
profesionlisme ✓ Wisatawan

LAPORAN AKHIR
67
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
pengelolaan Potensi utk pusat 4.4.5 Bagaimana potensi kualifikasi ✓ Penduduk
pariwisata di pertumbuhan: pengelolaan pariwisata yang telah setempat
Pangandaran Raya 4.4.5 Kualitas pengelolaan ada di masing-masing SKW untuk ✓ Kantor Desa/
4.4.6 Keterlibatan mendukung pusat pertumbuhan kelurahan
penduduk setempat 4.4.6 Seberapa banyak (inten) potensi ✓ Kantor
4.4.7 Intensitas hubungan keterlibatan penduduk setempat Kecamatan
dg sektor terkait dalam pengelolaan pariwisata di ✓ Kantor Pemkab
4.4.8 Keberlanjutan masing-masing SKW untuk Pangandaran
pengelolaan mendukung pusat pertumbuhan ✓ Kantor
4.4.2 Bagaimana potensi sustainabilitas Pemprov Jabar
pengelolaan pariwisata setempat di di ✓ Operator
masing-masing SKW untuk Industri
mendukung pusat pertumbuhan pariwisata
setempat
✓ Wisatawan

5 RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN


Rencana Kebutuhan 1.1 Investasi untuk 1.1.1 Besarnya kebutuhan 1.1.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi
Investasi Pusat Pertumbuhan investasi primer primer untuk pertumbuhan
✓ Dokumen dan
Pertumbuhan adalah primer untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis ,
data sekunder
prakiraan jumlah dana ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri,
untuk analisis
yang diperlukan untuk ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan
proyeksi
mengembangkan pusat ✓ industri kelautan, ✓ pariwisata terpadu
kebutuhan
pertumbuhan primer, dan
sekunder dan tersier ✓ pariwisata terpadu
untuk agrobisnis , 1.2 Investasi untuk 1.2.1 Besarnya kebutuhan 1.2.2 Berapa besarnya kebutuhan investasi
agroindustri, industri Pertumbuhan investasi sekunder sekunder untuk pertumbuhan ✓ Dokumen dan
kelautan, dan sekunder untuk pertumbuhan ✓ agrobisnis , data sekunder
pariwisata terpadu di ✓ agrobisnis , ✓ agroindustri, untuk analisis
Pangandaran Raya. ✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan proyeksi
✓ industri kelautan, ✓ pariwisata terpadu kebutuhan
dan

LAPORAN AKHIR
68
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Variabel dan Definisi Sub Variabel dan


Indikator Pertanyaan Sumber Data
Operasional Definisi Operasional
✓ pariwisata terpadu
1.3 Investasi untuk 1.3.1 Besarnya kebutuhan 1.3.2 Berapa besarnya kebutuhan
Pertumbuhan investasi tersier untuk investasi tersier untuk pertumbuhan
✓ Dokumen dan
tersier pertumbuhan ✓ agrobisnis ,
data sekunder
✓ agrobisnis , ✓ agroindustri,
untuk analisis
✓ agroindustri, ✓ industri kelautan, dan
proyeksi
✓ industri kelautan, ✓ pariwisata terpadu
kebutuhan
dan
✓ pariwisata terpadu

LAPORAN AKHIR
69
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3.5 Asumsi dan Batasan yang Digunakan


Pada dasarnya laporan hasil kajian ini dapat dijadikan salah satu dasar dalam keputusan
pemanfaatan aset BMD lahan dan bangunan yang berada dalam kondisi menganggur (idle). Judul
pekerjaan ini adalah: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya.” Setiap kajian tentu memerlukan asumsi dasar, sehubungan dengan hal
tersebut, kajian ini memiliki asumsi sebagai berikut:
1. Kondisi ekonomi diasumsikan given atau tetap untuk selama masa tiga tahunan
2. Diasumsikan bahwa aksesibilitas meningkat
3. Aturan pemerintah masih tetap memberikan kesempatan dan mendorong pemanfaatan
BMD untuk bentuk Kerja sama Pemanfaatan (KSP)
4. Pihak swasta sebagai mitra yang menjadi provider mentaati semua tuntutan sebagaimana
dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan BMD
Beberapa faktor tersebut tentu menjadi asumsi dasar dalam melaksanakan kajian ini dan aplikasi
hasil kajian dimaksud.
Adapun batasan yang digunakan dalam penyusunan rencana kebutuhan investasi Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya meliputi empat (4) sektor. Keempat sektor yang dielaborasi
tersebut:
1. Agrobisnis ;
2. Agroindustri;
3. Kelautan dan perikanan
4. Pariwisata terpadu
---agisu---

LAPORAN AKHIR
70
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 4
GAMBARAN UMUM PANGANDARAN RAYA

4.1 Pemerintahan Pangandaran Raya


Gambaran umum berikut ini didasarkan pada data hasil survey dan data dari Renip
Pangandaran Raya tahun 2016. Kabupaten Pangandaran adalah satu di antara
kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012.
Kabupaten ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir
pantai dengan panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan.
Berdasarkan posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di
utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di
sebelah barat.
Kabupaten Pangandaran adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang
ibukotanya di Parigi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di
utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten
Tasikmalaya di sebelah barat. Lahirnya Kabupaten Pangandaran didasari oleh Undang-undang
nomor 21 tahun 2012 yakni sebagai kabupaten baru (DOB), yang ditandatangani Presiden RI
tanggal 16 November 2012. Kemudian diundangkan oleh Menhukkam dan HAM tanggal 17
November 2012, maka Pangandaran resmi menjadi Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Dalam UU
No. 21/2012 disebutkan, Kabupaten Pangandaran berasal dari sebagian wilayah Kabupaten
Ciamis. Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas laut 67.340 Ha.
Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km. Adapun jumlah penduduk menurut
jenis kelamin pada tahun 2014, perempuan berjumlah 212.022 jiwa dan laki-laki berjumlah
210.564 jiwa. Adapun pemerintahannya mencakup:
1. Kecamatan Parigi,
2. Kecamatan Cijulang,
3. Kecamatan Cimerak,
4. Kecamatan Cigugur,

LAPORAN AKHIR
71
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5. Kecamatan Langkaplancar,
6. Kecamatan Mangunjaya,
7. Kecamatan Padaherang,
8. Kecamatan Kalipucang,
9. Kecamatan Pangandaran dan
10. Kecamatan Sidamulih.
Sebaran seluruh kecamatan dalam peta Kabupaten Pangandaran dapat dicerminkan
sebagaimana dalam gambar di bawah ini.

Sumber: Renip Renip Pangandaran Raya, 2016

Gambar 4. 1 Peta Administratif Kabupaten Pangandaran

Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat
perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten
Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting,
bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran
Raya. Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran terdiri dari 5 (lima) kecamatan di Kabupaten

LAPORAN AKHIR
72
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pangandaran yaitu Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan


Pangandaran, dan Kecamatan Kalipucang.
Tabel 4. 1 Luas Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

No Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Desa

1 Cijulang 93,42 7
2 Parigi 83,00 10
3 Sidamulih 90,02 7
4 Pangandaran 52,39 8
5 Kalipucang 107,43 9
Jumlah 426,26 41
Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2014
Adapun sebaran kelima kecamatan tersebut lebih jelasnya dapat digambarkan sebagaimana
dalam gambar di bawah ini.

Sumber: Renip Renip Pangandaran Raya, 2016

Gambar 4. 2 Peta Administrasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

LAPORAN AKHIR
73
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.2 Demografi/Kependudukan
Demografi berhubungan dengan dinamika kependudukan manusia. Demografi yang
dibahas dalam hal ini adalah mengenai Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk,
Proyeksi Penduduk Kawasan Pengembangan di Pangandaran Raya.

1. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk


Jumlah penduduk Kawasan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebanyak
198.931 jiwa yang tersebar di 5 kecamatan yakni di Pangandaran Raya. Jumlah ini mencakup
penduduk yang bertempat tinggal tetap maupun penduduk tidak bertempat tinggal tetap.
Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Pangandaran dengan jumlah 59.998 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Cijulang dengan jumlah 25.825 jiwa.
Penyebaran penduduk di Kawasan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran di tiap-tiap
kecamatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran

No Kecamatan Laki laki Perempuan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Desa


1 Cijulang 12.875 13.340 26.215 7
2 Parigi 21.932 22.847 44.806 10
3 Sidamulih 14.947 15.171 30.145 7
4 Pangandaran 28.598 28.400 57.200 8
5 Kalipucang 18.535 17.752 36.287 9
Jumlah 78.352 79.758 194.653 41
Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2015

Keseluruhan jumlah penduduk di masing-masing 5 kecamatan tersebut cukup variatif. Jumlah


penduduk terbanyak di Kecamatan Pangandaran yakni sebanyak 30% dari jumlah penduduk di
Pangandaran Raya. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Cijulang yakni
hanya 13% dari jumlah penduduk Pangandaran Raya.

LAPORAN AKHIR
74
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Jumlah Penduduk (%)

13% Cijulang
20%
Parigi
22% Sidamulih

30% Pangandaran
15% Kalipucang

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 4. 3 Grafik Jumlah Penduduk di Pangadaran Raya

Untuk kepadatan penduduk di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran memiliki rata-rata


kepadatan penduduk 4,67 jiwa/Ha dengan kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan
Pangandaran dengan jumlah kepadatan 11,45 jiwa/Ha

Tabel 4. 3 Kepadatan Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran

No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas (Ha) Kepadatan Penduduk


1 Cijulang 26.215 9.342 2.81
2 Parigi 44.806 8.300 5.40
3 Sidamulih 30.145 9.002 3.35
4 Pangandaran 57.200 5.239 10.92
5 Kalipucang 36.287 10.743 3.38
Jumlah 194.653 42.626 4,67
Sumber: Kabupaten Pangandan dalam Angka, 2015

Mengacu pada data kepadatan penduduk, Kecamatan Pangandran menjadi kecamatan dengan
tingkat kepdatan tertinggi, sedangkan paling rendah kepadatannya di Cijulang.

Kepadatan Penduduk
15
Cijulang
10
Parigi
5 Sidamulih
Pangandaran
0
Kalipucang

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 4. 4 Grafik Kepadatan Penduduk
LAPORAN AKHIR
75
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Proyeksi Penduduk

Perkembangan penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya relatif cepat dari tahun
ke tahun. Dari tahun 2010 ke tahun 2011, penduduk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
bertambah sebanyak 16.018 jiwa, dengan pertumbuhan paling banyak dialami oleh Kecamatan
Kalipucang sebanyak 5.392 jiwa. Di tahun 2012, jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan
Pangandaran cenderung meningkat yaitu menjadi 205.901 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk yang positif namun terjadi penurunan penduduk pada tahun 2013 yang terjadi pada
4 kecamatan lainnya, hanya Kecamatan Pangandaran yang mengalami kenaikan penduduk. Hal
ini tidak lepas dari fungsi Pangandaran sebagai destinasi wisata untuk wisatawan regional dan
internasional. Faktor ini menjadi penarik utama dari pertumbuhan penduduk di Pusat
Pertumbuhan Pangandaran. Berikut ini merupakan gambaran jumlah penduduk dan
persebarannya di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran. Pada tahun 2014 terjadi kenaikan
penduduk pada hampr tiap kecamatan kecuali Kecamatan Pangandaran dan Kalipucang, hal ini
disebabkan adanya penyebaran distribusi penduduk untuk mengurangi kepadatan di kedua
kecamatan tersebut sehingga terjadi penurunan pertumbuhan penduduk di Pusat Pertumbuhan
Pangandaran.
Tabel 4. 4 Laju Pertumbuhan Penduduk

2010 2011 2012 2013 Laju


No Kecamatan 2014
Pertumbuhan
1 Cijulang 26.390 27.621 28.432 25.825 26.215 - 0.29
2 Parigi 42.014 45.070 46.442 44.511 44.806 1.01
3 Sidamulih 26.681 29.117 30.273 29.777 30.145 1.41
4 Pangandaran 52.034 55.937 58.696 59.998 57.200 0.74
5 Kalipucang 35.354 40.746 42.058 38.820 36.287 - 0.89
Jumlah 182.473 198.491 205.901 198.931 194.653 1.99
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

Untuk proyeksi penduduk hingga tahun 2035 jumlah penduduk di Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya adalah sebanyak 340.478 jiwa. Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan
Parigi menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak hal ini dapat dikarenakan sebagai
implikasi dari arahan pengembangan yang ditetapkan di Kecamatan Parigi dan Pangandaran.

LAPORAN AKHIR
76
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 5 Proyeksi Penduduk

No Kecamatan 2016 2020 2025 2030 2035


1 Cijulang 27,005 28,662 30,877 33,263 35,834
2 Parigi 32,255 35,882 40,995 46,836 53,509
3 Sidamulih 47,933 52,910 59,862 67,729 76,629
4 Pangandaran 60,523 65,512 72,330 79,859 88,170
5 Kalipucang 43,290 50,062 60,034 71,994 86,335
Jumlah 233,027 220.678 264,099 299,680 340.478
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

4.3. Sosial Budaya


Peran manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bias lepas dari kehidupan manusia itu
sendiri. Aspek sosial dari Kawasan Pertumbuhan Pangandaran yang akan diulas meliputi
mata pencaharian.
Mata Pencaharian
Penduduk di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran dominan bermata pencaharian
sebagai petani yaitu sebanyak 50.139 jiwa atau 66% dari jumlah penduduk bekerja. Selanjutnya,
penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan sebanyak 9.466 jiwa atau 12% dari total
penduduk bekerja. Selanjutnya, peternak dan pelayan merupakan lapangan usaha terbanyak
berikutnya yaitu 4.200 jiwa dan 4.141 jiwa atau 5% dari jumlah seluruh penduduk bekerja di
Pusat Pertumbuhan Pangandaran.
Jumlah penduduk terbanyak yang bekerja sebagai petani terdapat di Kecamatan
Pangandaran, yaitu 12.543 jiwa, kemudian Kalipucang yaitu sebanyak 10.248 jiwa. Sedangkan di
sektor pedagangan terbanyak berada di Kecamatan Kalipucang sebanyak 2.936 jiwa. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 6 Mata Pencaharian Masyarakat di Pangandaran Raya
Industri

Trans-portasi
Pedagang

PNS

TNI

Jumlah
Peternak

Nelayan

Polri

Lainnya
Petani

Konstruksi

Jasa Lainnya

No Kecamatan

1 Cijulang 9.537 660 226 1 190 512 191 428 13 12 172 0 11.942
2 Parigi 9.941 902 850 300 107 2.003 234 886 20 23 117 53 15.436
3 Sidamulih 7.870 1.313 40 154 96 1.636 89 279 19 12 12 0 11.520
4 Pangandaran 12.543 960 2.395 199 1.548 2.379 188 635 78 60 196 98 21.279
5 Kalipucang 10.248 365 630 995 134 2.936 249 248 21 30 149 318 16.323

LAPORAN AKHIR
77
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Industri

Trans-portasi
Pedagang

PNS

TNI

Jumlah
Peternak

Nelayan

Polri

Lainnya
Petani

Konstruksi

Jasa Lainnya
No Kecamatan

Pusat
Pertumbuhan 50.139 4.200 4.141 1.649 2.075 9.466 951 2.476 151 137 646 469 76.500
Pangandaran
% terhadap
65,54 5,49 5,41 2,16 2,71 12,37 1,24 3,24 0,20 0,18 0,84 0,61 100,00
penduduk bekerja
Sumber: Kabupaten Pangandaran Dalam Angka, 2014

4.4 Pendidikan
Tersedianya fasilitas pendidikan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran merupakan salah
satu wujud di bidang pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk
meningkatkan pembangunan dimana negara-negara berkembang mencurahkan perhatian yang
cukup besar terhadap perkembangan pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya merupakan
usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuannya.
Oleh karena itu dewasa ini masyarakat sudah menganggap pendidikan sebagai suatu kebutuhan
dan sudah menjadi simbol status sosial dan merupakan sarana yang diharapkan mampu
menyelesaikan banyak permasalahan.
Dalam sebaran sarana pendidikan tidak semua fasilitas pendidikan (TK, SD, SMP dan
SMA) baik itu pendidikan negeri maupun swasta. Semua kecamatan belum memiliki fasilitas
taman kanak - kanak untuk pendidikan negeri tetapi untuk fasilitas pendidikan lainnya seperti
SD, SMP dan SMA sudah tersebar di semua kecamatan tetapi untuk Kecamatan Kalipucang tidak
memiliki sarana pendidikan SMA. Sedangkan untuk pendidikan swasta jumlah sarana
pendidikan taman kanak kanak lebih banyak dan tersebar di semua kecamatan dibandingkan
negeri, Kecamatan Parigi memiliki taman kanak-kanan dengan jumlah paling tinggi yaitu 21 unit
dengan total 5 kecamatan yaitu 58 unit. Lokasi sarana pendidikan pada kawasan ini cukup baik
karena ditempatkan di sekitar permukiman warga sehingga terdapat aksesibilitas atau
keterjangkauan dalam menuju sarana pendidikan.

LAPORAN AKHIR
78
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 7 Jumlah Sarpras Pendidikan di Pangandaran Raya Tahun 2013

Pendidikan Negeri Pendidikan Swasta


No Kecamatan
TK SD SLTP SMU TK SD SLTP SMU
1 Cijulang 0 20 2 1 11 0 0 1
2 Parigi 0 36 4 2 21 0 1 3
3 Sidamulih 0 19 3 1 0 0 0 0
4 Pangandaran 0 30 4 2 14 5 4 1
5 Kalipucang 0 31 3 0 12 3 6 3
Jumlah 0 136 16 6 58 8 11 8
Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014 dan 2015

Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan secara langsung dalam proses
pendidikan. Sarana pendidikan yang terdapat di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
meliputi Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, SLTP, SMU dan SMK. Kebutuhan ruang dan
jumlah fasilitas pendidikan dihitung mengacu kepada Petunjuk Perencanaan Kawasan
Perumahan kota (Standar SNI 03-6981-2004).

- Fasilitas pendidikan Taman Kanak-Kanak dengan standar jumlah penduduk pendukung


sebesar 1250 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 500 m2/unit.

- Fasilitas pendidikan Sekolah Dasar dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar
1.600 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 2.000 m2/unit.

- Fasilitas pendidikan tingkat menengah dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800
jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 9.000 m2/unit.

- Fasilitas pendidikan tingkat menengah atas serta sederajat dengan jumlah penduduk
pendukung sebesar 4.800 jiwa/unit dengan luas lahan 12.500 m2/unit.

Untuk mengetahui jenis sarana pendidikan yang dibutuhkan di Pusat Pertumbuhan


Pangandaran Raya diperlukan perhitungan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya dengan menggunakan standar dari Peraturan Menteri Nomor
8 Tahun 2011 dan SNI 03-1773-2004 yang dapat dilihat pada tabel 4.8.

LAPORAN AKHIR
79
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 8 Tingkat Pelayanan Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan ( UNIT) Tahun 2035


No Kecamatan TK SD SMP SMA
ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP
1 Cijulang 21 0 K 16 20 B 5 2 K 5 1 K
2 Parigi 36 0 K 28 36 B 9 4 K 9 2 K
3 Sidamulih 24 0 K 19 19 B 5 3 K 5 1 K
4 Pangandaran 46 0 K 36 30 B 12 4 K 12 2 K
5 Kalipucang 29 0 K 23 31 B 8 3 K 8 0 K
Jumlah 156 0 K 122 136 B 39 16 K 39 6 K
Sumber: Hasil Analisis, 2016

a. Taman Kanak-kanak (TK)


Tingkat pelayanan TK di seluruh kelurahan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran tahun
2016 masih belum memadai bahkan tidak terdapat sarana TK untuk mencukupi kebutuhan
penduduknya. Untuk kebutuhan tahun rencana 20 tahun kedepan dan membutuhkan
sebanyak 156 unit.
b. Sekolah Dasar (SD)
Berdasarkan hasil analisis, pada tahun rencana Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran
telah dapat melayani kebutuhan masyarakat terhadap sarana pendidikan Sekolah Dasar
dengan jumlah eksisting 136 unit hal ini telah memenuhi standar pad tahun proyeksi yaitu
kebutuhan SD sebanyak 122 unit.
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pelayanan SMP tahun 2016 belum
memadai karena hanya berjumlah 16 unit sementara kebutuhan seharusnya adalah 39 unit.
Untuk kebutuhan tahun rencana, diperlukan penambahan SMP sebanyak 15 unit.
d. Sekolah Menengah Umum (SMU)
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pelayanan SMA tahun 2016 belum
memadai karena hanya berjumlah 6 unit sementara kebutuhan seharusnya adalah 39 unit.
Untuk kebutuhan tahun rencana, diperlukan penambahan SMA sebanyak 23 unit.
Berdasarkan standar sarana pendidikan memang perlu adanya penambahan sarana
pendidikan, namun dengan mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan tata ruang
lainnya dengan kebutuhan lahan untuk membangun unit sarana tersebut tidak dapat

LAPORAN AKHIR
80
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

dilakukan secara maksimal dikarenakan ketersediaan daya tampung lahan yang terbatas
seiring bertambahnya pembangunan, maka yang perlu di lakukan adalah meningkatkan
kualitas pelayanan fasilitas pendidikan atau merehabilitasi lingkungan sekolah.
Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kualitas masyarakat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kualitas yang dimilikinya, maka sarana
pendidikan ini harus lebih ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas agar
nantinya dapat memberdayakan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian,keterampilan dan wawasan yang luas dalam mengembangkan Pusat
Pertumbuhan Pangandaran.

4.5 Kesehatan
Sarana kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat setempat. Tingkat kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh besar dan jumlah
sarana kesehatan yang ada. Ketersediaan sarana yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan
Pangandaran sudah cukup lengkap untuk menunjang masyarakat yang ada di dalamnya seperti
posyandu sudah sangat banyak dan tersebar di 5 kecamatan dengan total 229 unit tetapi untuk
rumah sakit tidak tersedia di 5 kecamatan pusat pertumbuhan Pangandaran akan tetapi sudah
cukup didukung oleh Puskesmas yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 7 unit.
Tabel 4. 9 Jumlah Sarana Kesehatan di Pangandaran Raya Tahun 2013

Kesehatan
UPTD Pos Balai
No Kecamatan Rumah
Puskesmas Kesehatan Posyandu Pos KB Kesdes Pengobatan
Sakit
Pembantu
1 Cijulang 0 1 3 37 7 6 0
2 Parigi 0 2 3 58 10 5 0
3 Sidamulih 0 2 3 42 3 0 0
4 Pangandaran 0 1 2 50 0 0 0
5 Kalipucang 0 1 5 42 0 3 0
Jumlah 0 7 16 229 20 14 0
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 201

Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk melakukan upaya kesehatan. Sarana
kesehatan yang terdapat di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya terdiri atas Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit Bersalin, Posyandu dan Apotik. Perhitungan dilakukan

LAPORAN AKHIR
81
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

mengacu kepada Peraturan Menteri No.11 Tahun 2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan
Perumahan dan Permukiman, yaitu sebagai berikut :
1. Fasilitas kesehatan Rumah Sakit dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar
240.000 jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 86.400 m2/unit.
2. Fasilitas kesehatan Puskesmas dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 120.000
jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 1.000 m2/unit.
3. Fasilitas kesehatan Pustu dengan standar jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000
jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 300 m2/unit.
4. Fasilitas kesehatan klinik bersalin dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000
jiwa/unit dengan luas lahan sebesar 3.000 m2/unit.
5. Fasilitas kesehatan posyandu dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 1.250 jiwa/unit
dengan luas lahan 60 m2/unit.
6. Fasiltas kesehatan apotik dengan jumlah penduduk pendukung sebesar 30.000 jiwa/unit
dengan luas lahan 250 m2/unit

Tabel 4. 10 Tingkat Pelayanan Sarana Kesehatan

Rumah Sakit Puskesmas Balai Pengobatan Posyandu


No Desa
ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP
1 Cijulang 0 0 K 0 1 B 10 0 K 21 10 B
2 Parigi 0 0 K 0 2 B 18 0 K 36 7 K
3 Sidamulih 0 0 K 0 2 B 12 0 K 24 9 K
4 Pangandaran 1 0 K 0 1 C 23 0 K 46 7 K
5 Kalipucang 0 0 K 0 1 B 15 0 K 29 13 K
Jumlah 1 0 K 0 7 B 78 0 K 156 46 K
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

Sarana kesehatan seperti Rumah sakit, balai pengobatan dan posyandu belum mampu
melayani kebutuhan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat melalui standar dan ketesediaan
sarana yang ada. Sedangkan untuk sarana kesehatan puskesmas telah mampu mencukupi
kebutuhan masyarakat dengan tingkat pelayanan yang baik.

LAPORAN AKHIR
82
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.6 Peribadatan
Beragamnya agama yang dianut oleh masyarakat menggambarkan toleransi kehidupan
beragama dan indikator makin membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat diantaranya
adalah semakin mudahnya masyarakat melakukan ibadah menurut agama yang dianutnya.
Untuk kemudahan tersebut diantaranya tersedia tempat dalam hal melakukan ibadah. Sarana
peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang perlu
disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan yang
ditetapkan, juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Total sarana
peribadatan di wilayah pusat pertumbuhan Pangandaran sebanyak 1.213 unit yang didominasi
oleh mushola yang tersebar di 5 kecamatan dengan total 816 unit dan masjid yang tersebar di 5
kecamatan dengan total 382 unit yang dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat yang ada di
Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mayoritas beragama Islam akan tetapi terdapat
sarana peribadatan gereja untuk beragama Kristen dengan total 12 unit. Sarana peribadatan pura
dan wihara tidak tersedia di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran.

Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Peribadatan di Kawasan Pangandaran Raya Tahun 2013

Peribadatan
No Kecamatan
Masjid Mushola Gereja Pura Wihara
1 Cijulang 65 264 0 0 0
2 Parigi 95 205 0 0 0
3 Sidamulih 57 70 7 0 0
4 Pangandaran 86 145 4 0 0
5 Kalipucang 79 132 1 0 0
Jumlah 382 816 12 0 0
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

Untuk mengetahui jenis sarana peribadatan yang dibutuhkan di Pusat Pertumbuhan


Pangandaran Raya diperlukan perhitungan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk di Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya dengan menggunakan standar dari Peraturan Menteri Nomor
8 Tahun 2011 dan SNI 03-1773-2004.

LAPORAN AKHIR
83
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 12 Tingkat Pelayanan Sarana Peribadatan di Pangandaran Raya

Sarana Peribadatan (Unit )

No Kecamatan Masjid Langgar Gereja Pura Vihara

ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP ST EK TP

1 Cijulang 1 65 B 105 264 B 0 0 K 0 0 K 0 0 K

2 Sidamulih 1 95 B 179 205 B 0 0 K 0 0 K 0 0 K

3 Parigi 1 57 B 121 70 K 0 7 K 0 0 K 0 0 K

4 Pangandaran 2 86 B 229 145 K 0 4 K 0 0 K 0 0 K

5 Kalipucang 1 79 B 145 132 B 0 1 K 0 0 K 0 0 K

Jumlah 6 382 B 779 816 C 0 12 K 0 0 K 0 0 K


Sumber: Renip, 2016
Keterangan :
ST: STANDAR; EK: EKSISTING; TP: TINGKAT PELAYANAN; K: KURANG; C: CUKUP; B: BAIK

Berdasarkan standar diatas, perlu diadakan penambahan sarana. Penambahan sarana yang
perlu diperhatikan adalah langgar karena sarana masjid sudah mencukupi kebutuhan
masyarakat hingga tahun 2035 (Renip, 2016) hal ini mengingat mayoritas penduduk di
Kecamatan ini beragama muslim. Penambahan sarana bisa saja dilakukan karena keterjangkauan
pelayanan peribadatan yang harus dipenuhi, namun mengingat ketersediaan lahan yang terbatas
hal tersebut sulit dilakukan, sehingga kemungkinan solusi yang didapatkan adalah merubah
fungsi atau menghibahkan lahan bagi warga yang ingin menjadikan lahan mereka untuk
dijadikan tempat ibadah.

4.7 Transportasi

Transportasi berfungsi untuk mendorong, merangsang pertumbuhan daerah dalam


menikmati pembangunan sekaligus untuk mendukung tercapainya struktur tata ruang yang
dituju (to initiate development) dan mendukung pertumbuhan dan pembangunan wilayah dalam
rangka meningkatkan kinerja dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pelayanan (to answer
development). Jaringan transportasi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mencakup
jaringan transportasi darat, laut/sungai dan udara.

LAPORAN AKHIR
84
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.7.1 Status, Dimensi, dan Kondisi Jaringan Jalan


Beberapa potensi dan persoalan transportasi di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran
sebagai berikut:
• Pusat Pertumbuhan Pangandaran memiliki ruas jalan relatif banyak yang dapat
menghubungkan antar kecamatan dan desa. Ruas jalan yang ada dapat dijadikan sebagai
pembentuk struktur ruang Pusat Pertumbuhan Pangandaran tanpa harus membangun
jalan baru. Kendala yang dihadapi dimensi jalan relatif kecil, banyaknya ruas jalan
berkondisi buruk, diantaranya beberapa ruas jalan alternatif antar kecamatan dan beberapa
ruas jalan di kawasan perbatasan.
• Pusat Pertumbuhan Pangandaran terlalui oleh ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan
Kabupaten. Ruas jalan nasional melintasi Kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih,
Pangandaran dan Kalipucang. Ruas-ruas jalan tersebut berfungsi ganda, yaitu sebagai jalan
antar provinsi (regional) sekaligus sebagai jalan utama antar kecamatan (lokal).

Jalan Kabupaten di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran memiliki panjang sekitar


179,8 km yang terdiri dari 22 ruas jalan, dengan ruas jalan terpanjang untuk jalan kabupaten
adalah ruas Jalan Cikembulan-Kalijati yaitu mencapai 16,8 km yang berada di Kecamatan
Pangandaran, sedangkan ruas jalan terpendek untuk jalan kabupaten adalah ruas Jalan
Kertamukti-Cikondang yang hanya mencapai 4,8 km. Adapun untuk jalan desa yang terdapat di
Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sedikitnya terdiri dari 16 ruas jalan, dengan ruas
jalan terpanjang untuk jalan desa adalah ruas Jalan Cibanten-Cimindi yaitu mencapai 8,7 km
yang berada di Kecamatan Cijulang, sedangkan ruas jalan terpendek adalah ruas Jalan
Kalipucang-Santolo yang hanya mencapai 0,5 km.

Tabel 4. 13 Nama, Panjang, dan Lebar Jalan Desa di Kawasan Pangandaran Raya

Volume
No.
No. Nama Pangkal Ruas Nama Ujung Ruas Panjang Lebar Kecamatan
Ruas
km m
1 62 Prapat Pananjung 3.0 6.0 Pangandaran
2 72 Babakan Pagergunung 7.0 3.0 Pangandaran
3 74 Pantai Barat Batu Karas Pantai Timur Batu Karas 3.1 3.0 Cijulang
4 75 Prapat Pantai Barat 1.1 4.0 Pangandaran
Pangandaran

LAPORAN AKHIR
85
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Volume
No.
No. Nama Pangkal Ruas Nama Ujung Ruas Panjang Lebar Kecamatan
Ruas
km m
5 76 Cibanten Cimindi 8.7 3.0 Cijulang
6 78 Kalipucang Santolo 0.5 3.5 Kalipucang
7 938 Karangkedawung Bantardawa 2.3 3.0 Kalipucang
8 942 Tiwar Pagergunung 7.4 3.5 Pangandaran
9 943 Karapyak Bagolo 1.1 3.5 Kalipucang
10 944 Cibenda Bontos 2.6 3.0 Parigi
11 945 Cijulang Nusawiru 2.5 3.0 Cijulang
12 946 Batuhiu Bojongsalawe 5.0 3.0 Parigi
13 947 Parigi Cibenda 4.3 3.0 Parigi
14 948 Parigi Bojongsalawe 0.9 3.0 Parigi
15 965 Pelebaran Jalan Masuk Batuhiu 0.8 6.0 Parigi
Sumber: SK Gubernur Jawa Barat Nomor 620/74 Tahun 1998, disesuaikan dengan data pemekaran

4.7.2 Terminal
Terminal yang ada di Pusat Pertumbuhan terdapat di Kecamatan Pangandaran dan
Kecamatan Cijulang. Terminal Cijulang telah menunjukkan fungsi sebagai terminal tipe B yang
cukup signifikan, sedangkan dilihat dari fasilitas yang ada berstatus sebagai terminal tipe C
(salah satu indikasi terminal tipe C tidak tersedianya fasilitas ruang tunggu penumpang).
Terminal tipe C (terminal lokal) terdapat di kawasan perkotaan Kecamatan Parigi dan
Kalipucang. Begitupun terminal yang ada di Kecamatan Pangandaran.

4.7.3 Transportasi Udara


Bandar Udara Nusawiru bertempat di Kecamatan Cijulang dengan kondisi sebagai berikut:
• Jenis pesawat yang ada pada kondisi eksisting sejenis CN-235 (produksi Indonesia).
• Rute penerbangan kondisi eksisting adalah Jakarta-Bandung-Nusawiru-Cilacap
• Panjang Landasan Pacu 1.400 meter
• Lebar Landasan Pacu 30 meter
• Taxiway 20 meter.
Secara operasional ruang udara Bandar Udara Nusawiru direncanakan adalah ruang udara
dikendalikan (controlled airspace) dengan klasifikasi B, yang direncanakan terdapat Pendidikan
Penerbangan, untuk itu ruang udara Bandar Udara Nusawiru dikembangkan menjadi ADC dan

LAPORAN AKHIR
86
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

dilengkapi dengan ruang udara dan training diluar ruang udara bandar udara untuk
mengadakan pelatihan, dimensi ruang udara tersebut sebagai berikut :
Aerodrome Controlled (ADC) Nusawiru
Lateral limit : Area dalam lingkaran dengan r=10 NM berpusat di “NWR” VOR.
Vertikal limit : Permukaan bumi/air sampai ketinggian 2500 ft.
Kelas ruang udara :B
Altitude transisi : 11.000 ft
Level transisi : FL. 130

Kriteria ruang udara Bandar Udara Nusawiru dengan klasifikasi “ B ” adalah sebagai berikut :
1. Digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual;
2. Diberikan separasi kepada semua pesawat udara;
3. Diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;
4. Tidak ada batas kecepatan;
5. Memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
6. Pemberian izin oleh Air Traffic Control (ATC Clearance).
Pesawat komersial yang direncanakan melayani Bandara Nusawiru adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama sejenis pesawat penumpang 12 orang , sejenis Cessa B208B.
2. Tahap Kedua sejenis pesawat dengan penumpang 50 orang, sejenis F-50, ATR-42, Dash-
8, dan MA-60.

4.7.4 Transportasi Air


Jenis transportasi air yang terdapat di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sebagai
berikut :
• Dermaga angkutan penyeberangan penumpang dan barang di Kalipucang (Dermaga
Santolo).
• Dermaga angkutan penyeberangan penumpang dan barang di Kalipucang (Dermaga
Majingklak).

LAPORAN AKHIR
87
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

• Kedua dermaga tersebut di atas melayani pergerakan yang menghubungkan Kalipucang


dengan kota Cilacap (Jawa Tengah).
• Dermaga Santolo melayani rute angkutan pariwisata, selain melayani pelayanan
komersial. Pendangkalan sungai Citanduy yang terjadi berimplikasi tidak dapat
berfungsinya dermaga Santolo secara optimal.

4.8 Jaringan Utilitas


Jaringan utilitas merupakan sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan di suatu
wilayah. Jaringan utilitas dalam hal ini meliputi jaringan irigasi/drainase, jaringan air bersih,
persampahan, listrik/energi dan telekomunikasi.

4.8.1 Jaringan Irigasi dan Drainase


Kabupaten Pangandaran memiliki 22 daerah irigasi pemerintah yang mampu mengaliri
areal seluas 8.555,41 Ha. Diantaranya merupakan daerah irigasi yang melintasi Kawasan Pusat
Pertumbuhan Pangandaran, yaitu di Cibeureum dan Merjan. Daerah irigasi yang berada di
Kabupaten Pangandaran dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4. 14 Daerah Irigasi Pemerintahan Kabupaten Pangandaran
DAERAH DAERAH YANG DIALIRI
No AREA (HA) SUNGAI LOKASI KEWENANGAN
IRIGASI KECAMATAN DESA
Babakan, Sukahurip,
1 Ciputrapinggan 403,00 Ciputrapinggan Babakan Kabupaten Pangandaran
Pananjung
Sidomulyo,
2 Cikembulan 620,25 Cikembulan Sidamulih Kabupaten Pangandaran
Purbahayu, Wonoharjo
Sidamlih, Sukaresik,
3 Cibeureum 520,00 Cibeureum Sidamulih Kabupaten Sidamulih
Cikalong, Pajaten
Cibenda, Bojong,
4 Citumang 641,00 Citumang Bojong Kabupaten Parigi
Cintaratu
Maruyungsari,
Paledan, Sukanagara,
Cibogo, Kedungwuluh,
Padaherang Karangpawitan,
Sindangangi
5 Lakbok Selatan 4.071,66 Lakbok Selatan Pusat Padaherang,
n
Karangsari,
Sindangwangi
Mangunjaya,
Mangunjaya
Kertajaya, Sukamaju
Kertayasa, Cijulang,
6 Merjan 1.631,00 Merjan Kertayasa Provinsi Cijulang
Margacinta
Parigi, Karangbenda,
Parigi Karangjaladri,
Cintakarya
Mangunjaya,
7 Ciputrahaji 668,50 Ciputrahaji Sukasari Provinsi Mangunjaya
Sindangjaya

LAPORAN AKHIR
88
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAERAH DAERAH YANG DIALIRI


No AREA (HA) SUNGAI LOKASI KEWENANGAN
IRIGASI KECAMATAN DESA
Jumlah 8.555,41
Sumber : Dinas PSDA Kabupaten Pangandaran, 2014

Berikut merupakan DAS yang terkait dengan wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran.

Sumber : Penyusunan Masterplan Air Baku di Pusat Pertumbuhan Pangandaran

Gambar 4. 5 DAS di Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran

4.8.2 Jaringan Air Bersih/Air Minum


Pengolahan air baku PDAM Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran masih bergabung
dengan Kabupaten Ciamis yang memiliki dua jenis tipe pengolahan, yaitu tipe Pengolahan
Lengkap (IPA lengkap) dan tipe pengolahan sederhana (Saringan Pasir Lambat). Total kapasitas
terpasang dari unit-unit pengolahan tersebut yang tersebar di 6 wilayah pelayanan dan 11
instalasi pengolahan sebesar 191,10 l/dt, air yang di produksi dari masing-masing unit
pengolahan tersebut menurut data PDAM bulan Agustus tahun 2009 adalah sekitar 189,01 l/dt.

LAPORAN AKHIR
89
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran fasilitas produksi yang ada di PDAM Kabupaten
Ciamis dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4. 15 Jumlah Pelanggan dan Penggunaan Air Minum di Kabupaten Ciamis Tahun
2011-2012

2011 2012
No Kategori Pelanggan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Pelanggan Konsumsi Pelanggan Konsumsi
(SL) (m3) (SL) (m3)
1 Sosial Umum 316 80.072 368 77.212
2 Sosial Khusus 288 104.245 223 97.993
3 Rumah Tangga 18.917 1.085.084 18.815 3.083.299
Pemerintah, Badan/Lembaga Pemerin-
4 222 158.974 218 116.954
tah, Lembaga Pendidikan Tinggi
5 Niaga (Niaga Besar & Niaga Kecil) 880 199.812 890 193.747
6 Industri 0 0 0 0
7 Pelabuhan 0 0 0 0
Jumlah 20.623 1.628.187 20.514 3.569.205
Sumber: Kabupaten Ciamis Dalam Angka, Tahun 2013

Unit Kerja Cabang Pangandaran (unit Pangandaran, unit Parigi dan unit Kalipucang)
• Kehilangan air tinggi 31,20 %;
• Instalasi pengolahan kurang berfungsi dengan baik.
Unit Kerja Cabang Banjarsari (unit Banjarsari, unit Pamarican, unit Padaherang)
a. Cakupan pelayanan baru mencapai 5 %;
b. Tingkat kehilangan air cukup tinggi sebesar 34 % (>dari standar nasional= 20%);
c. Tingginya biaya produksi, operasional, pemeliharaan untuk IPA Banjarsari dibandingkan
dengan harga jual ke konsumen.
Pada penyusunan masterplan air baku akan direncanakan pembangunan waduk di
wilayah pusat pertumbuhan Pangandaran yaitu Waduk Sukahurip di Kecamatan Kalipucang
dan juga akan direncanakan bendungan di Kecamatan Parigi yang sesuai dengan arahan master
plan air baku.

LAPORAN AKHIR
90
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4.8.3 Persampahan
TPA adalah salah satu komponen penting dalam sistem pembuangan sampah. TPA yang
ada di Kabupaten Pangandaran saat ini masih diartikan tempat pembuangan akhir sampah yang
menggunakan model pembuangan sampah open dumping yang secara teoretis tidak baik.
Beberapa lokasi TPA yang mendukung terhadap Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah TPA
Purbahayu Pangandaran, termasuk dalam wilayah Desa Purbahayu, Kecamatan Pangandaran.
Luas lahan TPA ini kurang lebih 3 Ha dengan status lahan milik Pemerintah Kabupaten
Pangandaran namun akan dilakukan perluasan TPA menjadi 10 Ha dengan pengelolaan TPS 3R
yang lokasinya tidak jauh dari TPA. Volume sampah yang masuk di TPA ini kurang lebih 48
m3/hari. Sistem pengelolaan sampah bersifat open dumping. TPA ini mempunyai wilayah
pelayanan meliputi Kawasan Wisata Pangandaran, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan
Kalipucang, Kecamatan Parigi dan tempat–tempat komersial sekitarnya.

4.8.4 Jaringan Listrik/Energi


PT PLN yang melayani Kabupaten Pangandaran merupakan distribusi Jawa Barat Cabang
Tasikmalaya, yang meliputi:
1. Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 1
2. Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 2
3. Gardu Induk Ciamis Penyulang Kawali/KWLI 3
4. Gardu Induk Ciamis Penyulang Sadananya/SDNA 1
5. Gardu Induk Ciamis Penyulang Sadananya/SDNA 2
6. Gardu Induk Ciamis Penyulang Cikoneng/CKND
7. Gardu induk Ciamis Penyulang Benteng/BNTG8.
8. Gardu induk Ciamis Penyulang Cisaga/CSGA 1
9. Gardu induk Ciamis Penyulang Cisaga/CSGA 2
Pelanggan listrik di Pusat Pertumbuhan Pangandaran berjumlah 47.476 pelangan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

LAPORAN AKHIR
91
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 16 Jumlah Pelanggan Listrik Tahun 2013

No Kecamatan Jumlah Pelanggan


1 Cijulang -
2 Parigi 14.145
3 Sidamulih 9.727
4 Pangandaran 16.644
5 Kalipucang 6.960
Pusat Pertumbuhan Pangandaran 47.476
Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

4.8.5 Jaringan Telekomunikasi


Untuk menyongsong era globalisasi informasi, PT Telekomunikasi Indonesia berusaha
meningkatkan kualitas arus informasi serta memperluas jangkauan jasa telekomunikasi ke
seluruh pelosok tanah air. Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap
jasa telekomunikasi yang kian menurun. Pada tahun 2013 jumlah pelanggan jasa telekomunikasi
di 5 (Lima) Kecamatan Pengembangan Pangandaran adalah sejumlah 20 pelanggan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. 17 Jumlah Pemakai Jasa Telekomunikasi di Pangandaran Raya Tahun 2013

No Kecamatan Jumlah Pelanggan


1 Cijulang 20
2 Parigi -
3 Sidamulih -
4 Pangandaran -
5 Kalipucang -
Pusat Pertumbuhan Pangandaran 20
Sumber: Kecamatan dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

4.8.6 Perekonomian
Sektor ekonomi unggulan di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah sektor
perdagangan, hotel, dan restoran. Kontribusi sektor ini terhadap total PDRB (atas harga konstan
tahun 2000) di 5 (lima) kecamatan di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran mencapai
35,96% dengan nilai ekonomi mencapai Rp 431 Milyar, dimana konsentrasi aktivitas sektor
perdagangan terdapat di Kecamatan Pangandaran.

LAPORAN AKHIR
92
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 4. 18 PDRB Per Kecamatan di Kawasan Pangandaran Raya Pertumbuhan Tahun 2012
atas dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah)
KECAMATAN
NO LAPANGAN USAHA
CIJULANG PARIGI SIDAMULIH PANGANDARAN KALIPUCANG
1. Pertanian 93.493,408 90.266,988 42.141,134 76.013,185 50.675,934
2. Pertambangan dan 0 1.604,886 4.634,646 924,046 2.891,566
Penggalian
3. Industri Pengelolaan 201,547 2.033,652 13.285,328 38.476,998 1.157,227
4. Listrik, Gas dan Air 0 0 0 16.268,857 0
Bersih
5. Bangunan 4.892,889 14.692,190 4.356,222 10.396,643 6.766,527
6. Perdagangan, Hotel, 40.727,307 73.823,061 48.462,832 206.314,850 62.151,700
dan Restoran
7. Pengangkutan dan 2.181,711 2.781,149 1.271,468 18.059,487 1.989,970
Konstruksi
8. Keuangan Persewaan 8.449,694 21.942,342 7.349,678 12.264,460 7.105,616
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa 26.833,211 54.505,594 31.519,297 50.598,731 46.741,830
Jumlah 176.325,037 261.649,861 153.194,604 429.315,257 179.480,369
Sumber: Kecamatan-Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014
Perdagangan merupakan penggerak ekonomi tertinggi di Pusat Pertumbuhan
Pangandaran. Berdasarkan data yang didapat, jumlah perusahaan perdagangan menurut status
permodalannya sebanyak 242 perusahaan, dengan dominasi perusahaan kecil, dan 2 perusahaan
sedang.
Tabel 4. 19 Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di di Pangandaran Raya Pangandaran
Tahun 2012
Perusahaan
No Kecamatan Perusahaan Besar Perusahaan Kecil
Menengah
1 Cijulang 0 1 28
2 Parigi 0 0 70
3 Sidamulih 0 0 32
4 Pangandaran 0 0 84
5 Kalipucang 0 1 28
Pusat Pertumbuhan Pangandaran 0 2 242
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2013
Adanya pasar dan kegiatan perdagangan lainnya mendukung terlaksananya kegiatan
perekonomian masyarakat. Tidak hanya bagi pendorong roda perekonomian tapi juga bagi
ketersediaan bahan pokok yang diperlukan bagi masyarakat sekitar. Pemda Kabupaten
Pangandaran mengelola 13 pasar yang tersebar di beberapa kecamatan. Kios terbanyak terdapat
di Kecamatan Kalipucang sebanyak 874 unit, juga terdapat bank sebanyak 22 unit yang tersebar
di seluruh Kecamatan Wilayah Pertumbuhan Pusat Pangandaran. Fasilitas Perdagangan dan jasa
LAPORAN AKHIR
93
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

yang tersedia di Pusat Pertumbuhan Pangandaran beraneka ragam, kondisi ini menunjukkan
ragam kegiatan usaha penduduk yang ada. Kegiatan usaha yang banyak berkembang di
Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran adalah warung.
Tabel 4. 20 Jumlah Sebaran Fasilitas Perdagangan dan Jasa di di Pangandaran Raya Tahun
2013
Warung/
Pasar Pasar Tidak Non
No Kecamatan Kios/ Minimarket Bank KUD
Permanen Permanen KUD
Toko
1 Cijulang 391 3 0 0 5 2 1
2 Parigi 59 3 0 0 5 2 3
3 Sidamulih 0 2 0 3 1 1 0
4 Pangandaran 760 3 0 0 9 1 10
5 Kalipucang 874 2 0 0 2 0 2
Pusat Pertumbuhan
2084 13 0 3 22 6 16
Pangandaran
Sumber: Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Pangandaran, 2014

4.8.7 Sektor Kelautan dan Perikanan


Sektor kelautan dan perikanan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya menjadi sector
yang paling utama dalam pengembangan wilayah. Dalam hal ini akan dibahas mengenai
potensi meliputi skema, produksi dan sebaran perikanan.
---agisu---

LAPORAN AKHIR
94
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 5
GAMBARAN KONDISI TERKINI SEKTOR STRATEGIS
DI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

Kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran


Raya” tentu sangat penting, karena Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru
(DOB), namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang
berperan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat (Jabar). Pangandaran
berpotensi sangat besar dijadikan satu di antara pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dapat
merangsang pertumbuhan daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada, Pemerintah Jabar
mengambil langkah dan inisiatif untuk membangun dan mengembangkan Kabupaten
Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran dapat dijadikan pusat pertumbuhan.
Berkenaan dengan laporan awal kajian ini, telah disiapkan instrumen untuk pengumpulan
data primer dan data sekunder. Secara teknis operasional, pengumpulan data dilakukan melalui
kunjungan ke lapangan (field research), dan penelitian dokumentasi. Data dari lapangan
dikumpulkan melalui triangulasi. Tempat penelitian yang utama meliputi Daerah Pangandaran
Raya dan sekitarnya, serta pusat data yang ada baik di Pemkab Pangandaran maupun di
Pemprov Jabar. Adapun fokus kajian diarahkan pada pengembangan industri sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi Pangandaran Raya, yang mencakup 4 sektor: Pariwisata, industri
kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Berkenaan dengan hal tersebut, pada akhir
dari pekerjaan ini, dapat digambarkan kondisi terkini investasi yang terjadi di Pangandaran
Raya, dan potensi yang dapat dibangun untuk pusat pertumbuhan ke-empat fokus kajian
tersebut. Berdasarkan rangkaian langkah tersebut di atas, dapat diketahui polarisasi “Rencana
Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” baik untuk pusat pertumbuhan
primer, pusat pertumbuhan sekunder, maupun pusat pertumbuhan tersier bagi Pariwisata,
industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri. Pada tahap akhir Bab 5 ini,

disajikan pula analisis masalah yang disajikan dalam model SWOT untuk masing-
masing sektor. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap sektor dapat diketahui kekuatan,
kelemahan, kesempatan, dan ancaman.

LAPORAN AKHIR
95
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5.1 Sektor Pariwisata


Berdasarkan pada potensi dan perkembangannya selama ini, maka Pangandaran bagi
masyarakat umum dikenal sebagai tempat tujuan wisata pantai, namun sesungguhnya selain
pantai, Pangandaran memiliki beragam potensi alam, baik untuk dijadikan objek dan daya tarik
wisata (ODTW), maupun dikembangkan menjadi kelautan dan perikanan, agrobisnis, serta
agroindustri. Berkenaan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan gambaran umum mengenai
kondisi pada sektor Pariwisata, industri kelautan dan perikanan, agrobisnis serta agroindustri.
Potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah pariwisata baik objek wisata
pantai maupun sungai. Terdapat banyak objek wisata populer baik oleh wisatawan domestik
maupun mancanegara. Objek wisata yang terdapat di Kabupaten Pangandaran yaitu : pantai
pangandaran, taman wisata alam (Cagar Alam Pananjung), Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas,
Pantai Madasari, Pantai Karapyak, dan wisata sungai yaitu Cukang Taneuh (green canyon),
Citumang, Santirah. Tersedia fasilitas hotel dengan kelas yang bervariasi dan cukup lengkap,
restoran dan tempat hiburan lainnya. Dengan potensi yang besar dibidang pariwisata maka misi
Kabupaten Pangandaran yaitu
“Kabupaten Pangandaran Pada tahun 2025 menjadi kabupaten pariwisata yang mendunia,
tempat tinggal yang aman dan nyaman berlandaskan norma agama.”
Sesuai dengan wilayah yang dikaji adalah mencakup 5 Kecamatan dalam Pangandaran
Raya, maka pada bahasan mengenai gambaran umum kepariwisataan fokus pada kondisi terkini
kepariwisataan di Pangandaran Raya. Keragaman fasilitas kepariwisataan yang ada di
Pangandaran Raya secara umum telah dilengkapi semua komponen kepariwisataan. Adapun
komponen tersebut dikenal dengan 4A, yakni:
1. Atraksi wisata
2. Aksesibilatas
3. Ameniti
4. Ansilari

5.1.1 Atraksi Wisata

Atraksi wisata yang kini telah berkembang di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
meliputi wisata alam (pantai, sungai, panorama pegunungan dan goa), wisata budaya dan wisata
atraksi minat khusus.

LAPORAN AKHIR
96
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1. Wisata Alam
Atraksi wisata alam terdiri dari pantai, sungai, panorama pegunungan dan goa. Di bawah
ini, disajikan tabel mengenai atraksi wisata alam yang di kelompokan berdasarkan
kecamatan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

Tabel 5. 1 Atraksi Wisata Alam

NO Atraksi Wisata Alam


I. Kecamatan Cijulang
1 Cijulang Rafting
2 Goa Muarabengang
3 Puncak Muntuk Wareng
4 Mangrove
5 Pantai Batukaras
6 Green Canyon
7 Situ Cisamping
8 Curug Tringgul/Green Coral
9 Pondok Patra
10 Taman Wisata Alam Laut Cijulang
II. Kecamatan Kalipucang
1 Goa Donan
2 Pelabuhan Majingklak
3 Pantai Palatar Agung
4 Pantai Solok Timun
5 Pantai Karapyak
6 Patai Karang Nini
7 Pantai Lembang Putri
III. Kecamatan Pangandaran
1 Pantai Barat Pangandaran
2 Pantai Timur Pangadaran
3 Kawasan Cagar Alam Pananjung
4 Kawasan Mangrove Bulak Setra
5 Curug Bojong
6 Goa Badak Paeh
7 Goa Bojong Lekor
8 Curug Jambe Enum
9 Sungai Pingit
IV. Kecamatan Parigi
1 Santirah
2 Goa Lanang
3 Goa Regregan
4 Jogjogan
LAPORAN AKHIR
97
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5 Mangrove Bojongsalawe
6 Citumang
7 Pantai Batu Hiu
V. Kecamatan Sidamulih
1 Curug luhur
2 Curug pule
3 Komplek Sodong Panjang
4 Curug Kurung
5 Curug Bebek
6 Mangrove Karangtirta
Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015

Di Kecamatan Cijulang terdapat 10 wisata alam dan sekaligus sebagai jumlah wisata alam
terbanyak di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Gambar 5.1 disajikan peta sebaran
wisata di pusat pertumbuhan Pangandaran Raya.

Sumber: Hasil Analisi, 2016


Gambar 5. 1 Sebaran Pariwisata Pangandaran Raya
LAPORAN AKHIR
98
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Wisata Budaya
Pada Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya terdapat wisata budaya berupa hasil
kebudayaan dari masyarakat setempat. Pada Tabel 5.2 disajikan daftar wisata budaya pada
kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya.

Tabel 5. 2 Daftar Wisata Budaya pada Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya

NO Daya Tarik Wisata Budaya


I. Kecamatan Cijulang
1 Kampung Badud
2 Saing Angklung Mang Koko
3 Bengkel Seni Kang Didin
II. Kecamatan Kalipucang
1 Terowongan Wilhelmina
III. Kecamatan Pangandaran
IV. Kecamatan Parigi
V. Sidamulih
Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015

3. Wisata Atraksi Minat Khusus


Pada tabel 5.3 Disajikan daftar wisata buatan/minat khusus yang terdapat di pusat
pertumbuhan pangandaran raya.

Tabel 5. 3 Daftar Wisata Buatan di Pertumbuhan Pangandaran Raya

NO Daya Tarik Wisata Buatan/Minat Khusus


I. Kecamatan Cijulang
1 Sirkuit Metrojaya
2 Agrowisata Margacinta
3 Saung Panireman
4 Nusawiru
II. Kecamatan Kalipucang
III. Kecamatan Pangandaran
IV. Kecamatan Parigi
1 Penangkaran Penyu Batu Hiu
V. Kecamatan Sidamulih
Sumber: RIPPARDA Pangandaran, 2015

LAPORAN AKHIR
99
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 5.1 menunjukkan gambaran terkini sebaran tempat wisata yang ada di masing-
masing kecamatan di Pangandaran Raya.
4. Event pariwisata

Pariwisata dalam layanan Event di Kabupaten Pangandaran akan dapat menarik minat
wisatawan. Event yang ada di Kawasan Pertumbuhan Pangandaran Raya di antaranya:
1. Event wisata Rally Foto pariwisata Pangandaran
2. Event wisata Pangandaran Fair (carnival dan pameran pembangunan)
3. Event wisata Orari Fox Hunting
4. Event wisata Ngarung Bareng Green Canyon
5. Event wisata Hajat Laut
6. Event wisata Pesona Purnama Pesisir Pangandaran
7. Event wisata Aksi Sapta Pesona
8. Event KITE Festival

5.1.2 Aksesibilitas
Kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan.
Kemudahan akses tersebut diimplementasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas
umum lainnya. Artinya dalam mencapai suatu tujuan terdapat kemudahan dan jangkauan yang
dicapai oleh orang. Untuk mencapai Kabupaten Pangandaran khususnya Pusat Pertumbuhan
Pangandaran sudah terdapat akses yang dapat dijangkau berupa fasilitas umum seperti
bangunan masjid, pertokoan juga akses dimudahkan dengan adanya 1 terminal penumpang tipe
B dan 4 terminal tipe C Bandar Udara Nusawiru, dan juga 3 Pelabuhan serta terdapat rencana
reaktivasi rel kereta api yang ada di Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran sehingga
meskipun dengan adanya fasilitas diatas belum dirasakannya akses yang tinggi karena belum
optimalnya pengoperasian masing-masing fasilitas transportasi. Dan juga yang menjadi kendala
aksesibilitas ini hanya kondisi jalan yang sebagian besar dalam keadaan rusak khususnya untuk
mencapai destinasi wisata.

LAPORAN AKHIR
100
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

1. Kondisi Jalan
Akses jalan menuju objek pariwisata cukup penting untuk memudahkan wisatawan
dalam mengunjungi objek-objek wisata yang ada Kawasan Pusat Pertumbuhan
Pangandaran. Berikut akan dijelaskan kondisi akses jalan menuju objek pariwisata yang
ada di Pusat Pertumbuhan Pangandaran
Tabel 5. 4 Kondisi Jalan Objek Pariwisata

Objek Kondisi
No Lokasi
Wisata
Pantai Kec. Akses jalan menuju objek wisata pantai barat kondisinya
1
Barat Pangandaran sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal.
Pantai Kec. Akses jalan menuju objek wisata pantai timur kondisinya
2
Timur Pangandaran sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal.
Hutan Akses jalan menuju objek wisata hutan cagar budaya
Kec.
3 Cagar kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah
Pangandaran
Budaya diaspal.
Akses jalan menuju objek wisata pantai karang nini
Pantai kondisinya cukup buruk walaupun kondisi jalan yang
Kec.
4 Karang sudah diaspal tetapi banyak jalan yang masih berlubang
Kalipucang
Nini yang sangat mengganggu wisatawan dalam melakukan
wisata.
Akses jalan menuju objek wisata pantai karapyak
Pantai Kec.
5 kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah
Karapyak Kalipucang
diaspal.
Pantai Akses jalan menuju objek wisata pantai karapyak
6 Karang Kec. Sidamulih kondisinya cukup baik dengan kondisi jalan yang sudah
Tirta diaspal tetapi masih terdapat jalan yang berlubang.
Akses jalan menuju objek wisata pantai batu hiu
Pantai
7 Kec. Parigi kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah
Batu Hiu
diaspal.
Akses jalan menuju objek wisata pantai batu karas
Pantai
8 Kec. Cijulang kondisinya sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah
Batu Karas
diaspal.
Green Akses jalan menuju objek wisata green canyon kondisinya
9 Kec. Cijulang
Canyon sangat baik dengan kondisi jalan yang sudah diaspal.
Sumber: Renip Pangandaran Raya, 2016

Capaian bidang transportasi di Pangandaran Raya pada tahun 2015 capaian indikator
untuk kemantapan jalan, pengaturan antar moda, dan keterhubungan dicerminkan sebagaimana
dalam Tabel 5.5. Ternyata kemantapan jalan baru mencapai 56,68% dari tingkat optimasi yang

LAPORAN AKHIR
101
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

diharapkan. Sedangkan kemantapan antar moda belum tersedia dan keterhubungan belum
terintegrasi. Khususnya tingkat keterhubungan dalam transportasi belum terintegrasi.

Tabel 5. 5 Capaian Indikator 2015

CAPAIAN 2015
Indikator Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
Kemantapan Jalan 56,68% mantap
Pengaturan Antarmoda Belum Tersedia
Keterhubungan Belum Terintegrasi
Sumber : Hasil Analisis dan Pusdalitbang, 2016

Adapun capaian indikator tahun 2035 bidang transportasi di Pangandaran Raya, indikator
untuk kemantapan jalan ditargetkan mencapai 100%, pengaturan antar moda, dan
keterhubungan sudah terintegrasi, dan pengaturan antar moda sudah tersedia sepenuhnya
sesuai kebutuhan. Capaian tersebut dicerminkan sebagaimana dalam Tabel 5.6.

Tabel 5. 6 Capaian Indikator 2035

TARGET CAPAIAN 2035


Pusat Pertumbuhan
Indikator
Pangandaran Raya
Kemantapan Jalan 100% mantap
Pengaturan Antar moda Tersedia
Keterhubungan Terintegrasi
Sumber : Indikator Kunci Prov Jabar

Berdasarkan Renip 2016, untuk mencapai indikator Infrastruktur Utama perlu beberapa hal yang
harus dilakukan yaitu melalui upaya:
1. Memperbaiki akses jaringan jalan agar terdapat kemudahan dan kenyamanan dalam
mencapai tujuan.
2. Meningkatkan pelayanan transportasi umum dengan memberikan kenyamanan kepada
penumpang.
3. Meningkatkan pelayanan fasilitas transportasi umum seperti ruang tunggu, halte.
4. Pengelolaan berkelanjutan pada fasilitas terminal, dermaga, dan bandara.

LAPORAN AKHIR
102
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5. Dibentuk suatu sistem transportasi antar moda yang memudahkan masyarakat memilih
alternatif moda untuk mencapai tujuan pergerakan.

5.1.3 Ameniti

Fasilitas pariwisata tidak akan terpisah dengan akomodasi perhotelan. Karena pariwisata
tidak akan pernah berkembang tanpa penginapan. Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang
terciptanya kenyamanan wisatawan untuk dapat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata.

1. Perhotelan

Data Dinas Parperindagkop dan UMKM Kabupaten Pangandaran (2013) mencatat bahwa
di seluruh destinasi Pangandaran (termasuk Pangandaran, Batu Hiu, dan Batu Karas) terdapat
119 fasilitas akomodasi, yang terdiri dari 1 unit dengan klasifikasi bintang dan 118 unit dengan
klasifikasi Melati. Data ini menunjukkan penurunan dari data 2008, yang mencatat 129 fasilitas
akomodasi. Pangandaran, 2009; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011).
Sementara itu, PHRI Kabupaten Pangandaran mempunyai 111 anggota di kawasan
Pangandaran; yang terdiri dari 100 anggota di Pangandaran dan 11 anggota di Batukaras. Survey
fasilitas akomodasi pada tahun 2011 berhasil mendata 173 fasilitas akomodasi di Pangandaran
atau sekitar 73% lebih banyak dari data resmi saat ini.

Walaupun berdasarkan klasifikasi resmi hanya terdapat 2 jenis fasilitas akomodasi di


Pangandaran, tetapi sesungguhnya akomodasi di Pangandaran sangat beragam. Jika ditinjau
dari aspek kualitas kamar, fasilitas pendukung, pelayanan, dan pengelolaan; maka didapatkan
beberapa klasifikasi akomodasi; yaitu:

1. Klasifikasi 1, dengan karakter: hotel, kamar dilengkapi dengan AC dan/atau televisi,


mempunyai fasilitas kolam renang, restoran, ruang pertemuan, dan lobby, pengelolaan
sebagai unit usaha, dan memberikan pelayanan makan pagi
2. Klasifikasi 2, dengan karakter: hotel, kamar dilengkapi dengan AC dan/atau televisi,
mempunyai fasilitas salah satu atau dua dari kolam renang, restoran, ruang pertemuan,
lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan memberikan pelayanan makan pagi.

LAPORAN AKHIR
103
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3. Klasifikasi 3, dengan karakter: penginapan, sebagian kamar dilengkapi dengan AC dan


televisi, sementara sebagian hanya dilengkapi dengan kipas angin dan televisi, hanya
mempunyai fasilitas lobby, pengelolaan sebagai unit usaha, dan tidak memberikan
pelayanan apapun
4. Klasifikasi 4, dengan karakter: penginapan, kamar dilengkapi dengan kipas angin, sebagian
kamar dilengkapi dengan kipas angin, tidak mempunyai fasilitas penunjang, dan tidak
memberikan pelayanan apapun
5. Klasifikasi 5, dengan karakter rumah penduduk yang disewakan sebagian (kamar) atau
seluruh unit rumah. Secara fisik, rumah-rumah ini seringkali tidak terlihat berbeda dengan
rumah normal. Hanya saja, terdapat papan bertuliskan “Kosong” didepan rumah. Pada
musim ramai seperti lebaran dna tahun baru, hampir sebagian besar rumah penduduk di
sekitar pantai Pangandaran menjelma menjadi klasifikasi ini.
Berdasarkan jumlah unit usaha, akomodasi didominasi oleh hotel klasifikasi 4 dengan
jumlah 92 unit atau sekitar 53% dari seluruh hotel yang ditemukan; sekaligus menyediakan
jumlah kamar terbanyak dibanding akomodasi lain (38.87%). Akan tetapi karena harga kamar
yang jauh lebih murah; maka nilai bisnis untuk hotel-hotel klasifikasi 1 masih jauh lebih besar.
Total kapasitas kamar yang tersedia di Pangandaran cukup tinggi, yaitu 2979 unit kamar
dari berbagai tipe. Sebagian besar terdiri dari kamar di hotel klasifikasi 4 dan klasifikasi 2. Interior
dan kelengkapan kamar hotel di Pangandaran sebagian besar disesuaikan dengan minat
wisatawan domestik atau wisatawan mancanegara.
Sebagian besar hotel di Pangandaran masih dimiliki oleh masyarakat lokal. Terlihat dari
temuan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pangandaran yaitu sekitar 31,79% dari
pemilik hotel berasal dari masyarakat setempat. Jika pemilik hotel sekitar Pangandaran juga
dianggap masyarakat lokal, maka kepemilikan hotel lokal adalah 47,98%; sementara kepemilikan
non lokal adalah 52,02%.
2. Restoran
Fasilitas restoran di Pangandaran sangat memadai dan merupakan salah satu kekuatan
destinasi ini. Dari hasil survey, tercatat setidaknya 57 unit restoran yang dapat melayani
wisatawan. Jumlah ini diluar warung-warung makan sederhana yang lebih banyak melayani
masyarakat setempat. Varian menu makanan yang ditawarkan pun cukup beragam, yaitu: menu
LAPORAN AKHIR
104
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

lokal (makanan tradisional Indonesia), menu makanan laut (seafood), serta masakan cina (Chinese
food).
Restoran menu makanan laut cukup mendominasi dan merupakan favorit bagi wisatawan
yang berkunjung ke Pangandaran. Harga makanan di Pangandaran pun cukup terjangkau.
Untuk restoran yang paling baik rata-rata harga adalah Rp 50.000 – 70.000 per kepala (termasuk
minum); sementara restoran-restoran yang lebih sederhana sekitar Rp 20.000 – 40.000 per kepala.
Warung makan menawarkan makanan dengan kisaran harga Rp 10.000 – 20.000 per kepala.
Usaha Jasa makanan yang ada I Pangandaran berjumlah 57 restoran antara lain sate
galunggung, karya bahari, tunas rejeki, UNI, lestari, laksana, kidang mas, kidang mas putra, dita,
risma, sanyunan, sari melatih, berkah, mitra bahari, bitang timur, karya putra, yans, cibanjer,
karya bahari 2, RM pananjung pantai timur, warung jambu bandra, bu surman, erlin, holiday,
murasakhi, Mambo Jalan Jaga Lautan, Rasa Sayang, RM Chez Mama Resto, Mutya's, Sarimbit,
RM 33, A & R, Holiday Ayam, Pak Jaja Jalan, Lonely Planet, Sunrise Bgs Resto, Kedai Ulin,
Pujasera Nanjung, Christie, Rumah Makan Mina Bahari, Salero Mande, Sawargi, Bakso
Cemplang, Zurqa, Sate Bundaran, Bamboo, Mungil, Jacko, Number One, Diam Cafe, Warung
Nasi Butut, Mie Baso Podo Moro, Warung Ellis, Mas Yanto.

5.1.4 Ansilari
Ansilari adalah penyedia layanan kepada wisatawan. Adanya lembaga pariwisata,
wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari daerah wisata apabila wisatawan
dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi. Hal yang termasuk ansilari
yaitu pemandu wisata dan pelayanan kurir, agen periklanan, konsultan, pendidikan dan
penyedia pelatihan dan koordinasi kegiatan oleh dewan kepariwisataan lokal.
1. Usaha Jasa Biro/Agen Perjalanan Wisata
Walaupun kegiatan pariwisata di Pangandaran telah berlangsung sejak tahun 1970-an,
akan tetapi tidak banyak biro perjalanan wisata yang beroperasi di kawasan ini. Biro perjalanan
wisata nasional seringkali mengoperasikan tournya dari kantor pusat; tanpa bekerja sama
dengan biro perjalanan wisata lokal. Sebagian besar pemandu juga menjual paket wisata secara
otodidak; sehingga fungsi biro perjalanan wisata sangat kecil. Biro perjalanan wisata yang
beroperasi di Pangandaran, yaitu:

LAPORAN AKHIR
105
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

a. PT. Lotus Wisata Pangandaran


BPW ini beralamat di jalan Bulak Laut dan merupakan satu-satunya BPW yang berbadan
Hukum di Pangandaran. Dengan tenaga kerja sebanyak 5 orang, perusahaan ini melayani
paket tour (Pangandaran, Jawa, dan Bali), reservasi penerbangan, serta reservasi transport
bus. BPW telah pula menjalin kerja sama dengan beberapa BPW asing dan nasional, seperti
Asia Link.
b. Dan’s Tourist Service and Money Changer
BPW ini beralamat di jalan Kidang Pananjung dan tidak berbadan hukum. Dan’s memliki
4 orang tenaga kerja. Selain melayani paket perjalanan Pangandaran dan sekitarnya; Dan’s
juga memberikan jasa reservasi penerbangan, reservasi transport bus, dan penukaran mata
uang asing.
c. Kangkareng Tour
BPW ini beralamat di jalan Pamugaran dan tidak berbadan hukum. Hal ini karena dirinya
mengkhususkan untuk menjual paket wisata alternatif di Pangandaran dan sekitarnya,
seperti wisata sepeda, wisata tarian daerah, kelas memasak, adopsi karang, dan sebagainya.
2. Organisasi dan Asosiasi Pariwisata Kabupaten Pangandaran
a. Kompepar Kabupaten Pangandaran
Sebagai kabupaten yang memiliki potensi daya tarik wisata yang tersebar di sepuluh
kecamatan, Kabupaten Pangandaran memiliki Kelompok Masyarakat Penggerak
Pariwisata (Kompepar) yang mengelola beberapa kawasan wisata, diantaranya:
b. Kompepar Curug Bojong
Kompepar Curug Bojong merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang
mengelola kawasan daya tarik wisata Curug Bojong yang terletak di Desa Sukahurip,
Kecamatan Pangandaran. Adapun rencana pengembangan kawasan yang akan dilakukan
oleh kompepar ini diantaranya:
1) Mengembangkan daya tarik wisata yang berakar pada alam dan budaya Jawa Barat,
sehingga pengembangan pariwisata juga merupakan upaya pelestarian alam dan
budaya, serta sekaligus pembangunan jati diri dan pemberdayaan masyarakat Jawa
Barat.

LAPORAN AKHIR
106
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2) Mengembangkan kerangka sumber daya tarik wisata dengan tema umum budaya
sunda, berupa rangkaian simpul-simpul aspek sejarah, alam, seni, dan budaya Jawa
Barat.
3) Mengembangkan dan meng-enforce tema yang jelas di setiap simpul yang mengakar
pada alam dan budaya sunda, sehingga membentuk suatu produk wisata yang spesifik,
unik, khas Jawa Barat.
4) Memanfaatkan sumber daya tarik wisata provinsi sebagai gerbang pendorong/penarik
wisatawan ke produk wisata yang dikembangkan di kota dan kabupaten di Provinsi
Jawa Barat.
5) Secara Keruangan, pengembangan pariwisata diarahkan untuk mendorong
perkembangan wilayah di seluruh Jawa Barat, khususnya ke wilayah-wilayah yang
belum berkembang seperti, Jawa Barat bagian selatan dan Jawa Barat bagian timur.

Kemudian dari sisi kelembagaan Kompepar Curug Bojong ini juga memiliki strategi
pengembangannya, yaitu:
1) Mengembangkan perangkat kelembagaan yang memungkinkan pengembangan
pariwisata antar wilayah administrasi kota/kabupaten.
2) Peningkatan koordinasi dan konsolidasi antar lembaga pemerintah tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota, antar lembaga pemerintah dengan swasta, dan masyarakat
dalam pengembangan pariwisata Provinsi Jawa Barat.
3) Pengembangan lembaga pendidikan pariwisata sebagai pencetak sumber daya manusia
pariwisata yang kompeten/berkualitas dan sesuai dengan tuntutan pasar.

c. Kompepar Margacinta
Kompepar Margacinta merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang
mengelola Desa Margacinta yang merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah
Kecamatan Cijulang. Adapun potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Margacinta ini
beberapa diantaranya Cijulang Rafting, Wisata Mangrove, Sirkuit Metro Jaya, dan Kampung
Badud untuk jenis wisata alamnya. Sedangkan, untuk wisata budaya desa ini memiliki
potensi seni dan budaya berupa, Seni Badud, Seni Gondang, Seni Beluk, Seni Angklung,
Seni Degung, Kecapi Suling, Seni Pongdut, Seni Wayang Golek, Seni Reog, Seni Qosidah

LAPORAN AKHIR
107
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

dan Pengrajin Angklung. Seiring dengan diketahuinya kekuatan, peluang dan ancaman
serta tantangan maka pihak kompepar mengajukan permohonan bantuan dana guna
membangun panggung pagelaran yang dilengkapi oleh museum/galeri tentang sejarah
arsitektur dan budaya tradisional seni sunda. Adapun maksud dan tujuan dalam kegiatan
tersebut adalah untuk mengembangkan potensi kepariwisataan terutama di bidang potensi
alam, seni dan budaya secara umum dan mempertahankan serta menjaga kearifan lokal
Desa Margacinta. Sedangkan yang menjadi tujuan diantaranya:
1) Pembangunan TIC (Tourist Information Center),
2) Pembangunan gedung Padepokan Agung,
3) Pembangunan prasarana Desa Wisata dan Budaya (Akses),
4) Permodalan pengrajin/pengembangan ekonomi kreatif masyarakat pengrajin,
5) Pengembangan sarana dan prasarana atraksi wisata Cijulang Rafting,
6) Pembangunan homestay tradisional, dan
7) Pembangunan wahana atraksi wisata outbound.

Di samping itu ada juga sasaran dari kegiatan ini yaitu seluruh stakeholders kepariwisataan
dengan menitik beratkan kepada pengunjung, sehingga mereka bisa merasa nyaman dan
kembali berkunjung ke Desa Margacinta.

d. Kompepar Pangandaran
Kompepar Pangandaran merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata di
kawasan Pantai Pangandaran. Kompepar Pangandaran ini terbentuk dengan tujuan
sebagai berikut:
1) Meningkatkan peran serta pelaku usaha pariwisata dan masyarakat dalam menata
pelayanan dan kebutuhan wisatawan di Objek dan Daya Tarik Wisata.
2) Meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan.
3) Menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berwisata.
4) Meningkatkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona bagi masyarakat di sekitar objek dan
Daya Tarik Wisata.
5) Memanfaatkan dan meningkatkan potensi Objek Wisata dan peningkatan mutu
pelayanan bagi wisatawan.

LAPORAN AKHIR
108
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

6) Menciptakan Pangandaran sebagai Daerah Tujuan Budaya dan Wisata andalan.

Adapun sasaran dari pembentukan kompepar ini yaitu:

1) Tumbuhnya sadar wisata di kalangan masyarakat sehingga timbul rasa memiliki, rasa
turut bertanggung jawab terhadap pengembangan pariwisata.
2) Tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan dan
meningkatkan kesadaran pengusaha jasa usaha pariwisata untuk meningkatkan
pelayanan kepada pengunjung dan atau wisatawan.
3) Tersedianya sarana dan prasarana kepariwisataan yang memadai sesuai dengan upaya
peningkatan kegiatan kepariwisataan.
4) Terciptanya citra kepariwisataan yang serasi dengan lingkungan.
5) Terpeliharanya kebersihan dan ketertiban dalam rangka pelestarian lingkungan.
6) Meningkatnya pemerataan pembangunan dan pendapatan masyarakat serta
memperluas kesempatan kerja.
7) Peningkatan arus kunjungan wisatawan.
8) Adanya hubungan timbal balik antara pihak Pembina dan yang dibina sehingga
diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis.

e. PHRI
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau sering di singkat PHRI, adalah sebuah
himpunan yang beranggotakan Hotel - Hotel, Penginapan, Restoran ataupun Rumah
Makan yang memiliki Visi dan Misi yang sama. Adapun Visi dan Misi PHRI sebagai
berikut:
VISI:
1) Bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai dengan mengisi
pembangunan nasional di segala bidang kehidupan dan berkesinambungan.
2) Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang meliputi
juga pembangunan pariwisata, dan hanya dapat diwujudkan dengan peran aktif para
pelakunya termasuk badan usaha, perhotelan, restoran, jasa pangan, lembaga
pendidikan pariwisata serta jasa boga yang bersatu dalam satu wadah.
MISI:

LAPORAN AKHIR
109
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Beragam misi penting diemban PHRI sebagai organisasi yang memayungi anggota-
anggotanya yang bergerak di bidang perhotelan, restoran, jasa boga serta lembaga
pendidikan pariwisata, diantaranya mengembangkan potensi anggota, bimbingan,
konsultasi, penggalangan kerja sama & solidaritas, memberikan perlindungan, promosi
dalam & luar negeri, serta penelitian, perencanaan pengembangan usaha. Adapun misi-
misinya sebagai berikut:
1) Membina dan mengembangkan badan-badan usaha yang bergerak di bidang
perhotelan, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata.
2) Turut serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional.
3) Membantu dan membina para anggota, memberikan perlindungan, menerima
masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan mutu hotel, restoran, jasa boga, jasa pangan, serta lembaga pendidikan
pariwisata.
4) Menggalang kerja sama dan solidaritas sesama anggota dan seluruh unsur serta
potensi kepariwisataan nasional maupun internasional.
5) Berperan aktif dalam kegiatan promosi di dalam dan diluar negeri, untuk
meningkatkan dan memantapkan iklim usaha kepariwisataan.
6) Melakukan kegiatan penelitian, perencanaan dan pengembangan usaha.
7) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai asosiasi profesi bidang hotel,
restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata.
Dengan jumlah hotel yang terdaftar sebanyak 188 hotel di Kabupaten Pangandaran, PHRI
berusaha untuk selalu menjaga kualitas pelayanan dengan memberikan pelatihan dan
sertifikasi bagi tenaga kerja pariwisata di Kabupaten Pangandaran.

f. ASITA
Untuk organisasi terkait dengan agen atau biro perjalanan atau yang dikenal dengan ASITA
(Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia) di Kabupaten Pangandaran sendiri
berdasarkan pada hasil wawancara di lapangan diketahui bahwa di Kabupaten
Pangandaran belum ada organisasi ASITA, agen dan biro perjalanan yang ada di
Kabupaten ini.

LAPORAN AKHIR
110
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

g. HPI
Himpunan Pramuwisata Pangandaran merupakan organisasi yang mewadahi para
pramuwisata di Kabupaten Pangandaran. Kepengurusan HPI Pangandaran sendiri sudah
terbentuk sejak tahun 1990-an. hingga saat ini keanggotaan HPI Pangandaran berjumlah 58
orang anggota aktif. Pihak HPI sangat terbuka kepada siapa saja, terutama masyarakat
Pangandaran yang ingin bergabung dengan organisasi ini. Walaupun terbuka kepada siapa
saja, tetapi pihak HPI sendiri memiliki regulasi/aturan yang menjadi acuan bagi mereka
yang ingin bergabung. Berikut beberapa syarat yang diberikan oleh pihak HPI bagi
masyarakat yang ingin bergabung di organisasi ini.
1) Harus mengikuti pelatihan yang diadakan selam 14 hari dengan materi guiding. Dimana
para calon peserta akan diberi pelatihan mengenai bagai mana cara memandu tamu,
memberikan pelayanan kepada tamu dengan mempresentasikan setiap daya tarik atau
atraksi wisata di dalam sebuah kawasan. Sehingga wisatawan yang menjadi tamu bagi
pemandu dapat mendapatkan pengalaman yang menarik pada saat mereka melakukan
aktivitas wisata.
2) Kemudian yang kedua adalah harus menguasai salah satu bahasa asing baik itu Bahasa
Inggris, Bahasa Belanda, Bahasa Perancis, Bahasa German, Maupun Mandarin. Hal
tersebut untuk mempermudah penyampaian informasi kepada wisatawan yang
dipandu oleh anggota HPI.
3) Dan harus memiliki KTA Nasional.

h. Organisasi Perahu Pesiar Pangandaran ( OP3 )


Organisasi Perahu Pesiar Pangandaran adalah organisasi yang menghimpun para pelaku
perahu wisata yang berada di Kawasan Pantai Barat Pangandaran. Sedikitnya ada lima
kelompok yang tergabung dalam OP3 yang mempunyai anggota sekitar 40 perahu pesiar
per kelompok. OP3 sendiri mengatur mengenai standar keamanan bagi para pelaku usaha
perahu pesiar untuk menjaga keamanan para wisatawan yang menggunakan jasa mereka.
Adapun standar yang ditetapkan sebagai berikut:
1) Maksimal penumpang perahu pesiar adalah 10 (sepuluh) orang
2) Setiap Penumpang diwajibkan menggunakan pelampung (life jacket)

LAPORAN AKHIR
111
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

3) Penetapan denda sebesar Rp. 500,000 kepada pelaku perahu wisata yang melanggar
aturan keselamatan
OP3 sendiri menetapkan uang kas kepada anggotanya sebesar Rp. 10,000 per minggu untuk
kegiatan anggota dan asuransi kecelakaan. HPP adalah Himpunan Pengrajin Pangandaran.
Himpunan ini dikelola oleh warga masyarakat Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Para
pengrajin ini membuat kerajinan dengan bahan baku dari laut, seperti pasir, kerang, dan
lain sebagainya. Adapun hiasan yang diambil dari hewan laut seperti kuda laut yang sudah
diawetkan, lobster yang sudah diawetkan, ikan buntal yang sudah diawetkan, penyu yang
sudah diawetkan. Selain menghimpun para pengrajin di Kabupaten Pangandaran, HPP
sendiri mempunyai kegiatan rutin operasi kebersihan (opsih) yang dilakukan setiap hari
jumat di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Pangandaran.
i. Organisasi/kelompok/himpunan yang terkait dengan pariwisata lainnya
Selain organisasi dan himpunan yang skala kepengurusannya sudah hingga tingkat
nasional seperti PHRI dan HPI, Kabupaten Pangandaran juga memiliki
organisasi/kelompok/himpunan yang terkait dengan terkait dengan pariwisata lainnya,
diantaranya:
1) Organisasi Pemotret Wisata Pangandaran (OPWP)
2) Pengusaha Bugie dan Ban Renang Pangandaran (PPBRP)
3) Himpunan Pengemudi Pariwisata Pangandaran (HPPP)
4) Kelompok Sewaan Sepeda Wisata Pangandaran (KSSWP)
5) Himpunan Pengrajin Pangandaran (HPP)
6) Himpunan Pedagang Aksesoris dan Tatto ( HPAT )
7) Himpunan Pedagang Asongan

j. Kelompok/himpunan pengelola Desawisata


1) BUMDES Desa Kertayasa antara lain dalam pengelolaan Desa wisata Kertayasa dan body
rafting Guha Bau
2) Kelompok pemuda pengelola body rafting Santirah di Desa Selasari

LAPORAN AKHIR
112
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Dokumentasi Tim, 2016

Gambar 5. 2 Body Rafting di Desa Kertayasa dan Desa Selasari

5.1.3 Analisis SWOT Sektor Pariwisata


Sebagai dasar pertimbangan investasi sektor pariwisata di Kawasan Pertumbuhan
Pangandaran Raya maka diperlukan analisis terkait kondisi pariwisata di Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya. Analisis tersebut dapat dilihat dari analisis SWOT berikut ini.

LAPORAN AKHIR
113
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 7 Analisis SWOT Pariwisata

Unsur Deskripsi
Strength • Pangandaran sudah lama dikenal sebagai destinasi wisata
Weakness • Hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik
• Sadar wisata masyarakat masih rendah
• Pantai kecamatan Pangandaran sudah dalam keadaan jenuh
• Atraksi seni dan budaya masih sangat terbatas
• Kondisi aksesibilitas rendah.
• Tidak meratanya sebaran wisatawan di pusat pertumbuahn
Pangandaran Raya.
Opportunity • Pangandaran memiliki kesempatan untuk dibangun bandara,
pelabuhan kereta api Jalan nasional lintas pantai selatan,
• Terdapat beberapa tempat wisata alam yang belum dikembangkan
menjadi kawasan wisata dan satuan kawasan wisata
• Memiliki lapangan pacuan kuda Cimerak
Threat • Struktur dan karakteristik pantai Pangandaran memiliki kemiripan
sebagaimana pantai – pantai lain di Indonesia.
Sumber: Hasil Analisis, 2016

5.2 Kelautan dan Perikanan


Sebagai salah satu daerah otonom baru, Pangandaran Raya yang merupakan wilayah
Kabupaten Pangandaran memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hingga tahun
2015, jumlah penduduk di Pangandaran Raya mencapai 205.883 jiwa. Adapun gambaran

pertumbuhan penduduk di Pangandaran Raya dapat dilihat pada Tabel 5.8.


Tabel 5. 8 Jumlah Penduduk Pangandaran Raya 2011-2015

Jumlah Penduduk
No Kecamatan
2011 2012 2013 2014 2015
1 Cijulang 27621 28432 25825 26215 26945
2 Parigi 45070 46442 44511 44806 31391
3 Sidamulih 29117 30273 29777 30145 47020
4 Pangandaran 55937 58696 59998 57200 60450
5 Kalipucang 40746 42058 38820 36287 40077
Total 198.491 205.901 198.931 194.653 205.883
Sumber: Hasil analisis 2014
Berdasarkan data pada tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Kecamatan Pangandaran yaitu sebesar 29.36% yang diikuti oleh Sidamulih sebagai

LAPORAN AKHIR
114
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

kecamatan terpadat kedua di Pangandaran Raya. Pertumbuhan ini diproyeksikan akan terus
meningkat hingga 20 tahun ke depan. Menurut hasil proyeksi, Kecamatan Sidamulih
diperkirakan akan menjadi Kecamatan dengan penduduk terbanyak di Pangandaran Raya pada
tahun 2035. Selain itu, Kecamatan Pangandaran menjadi wilayah dengan penduduk terbanyak
kedua seperti yang tertera pada tabel 5.9.

19,46% 13,09%
15,25%

29,36% 22,84%

Cijulang Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang

Sumber: Hasil Analisis 2014


Gambar 5. 3 Presentase Penduduk Pangandaran Raya Per Kecamatan Tahun 2015

Struktur geografis Pangandaran Raya yang merupakan wilayah pesisir dan pantai
membuat banyak masyarakat memilih profesi sebagai nelayan. Berdasarkan aplikasi ke nelayan,
jumlah nelayan yang ada di Kabupaten Pangandaran Per 30 Agustus 2016 adalah 4.411 orang.
Adapun jumlah nelayan di wilayah Pangandaran Raya mencapai 4.141 orang per tahun 2015.

Tabel 5. 9 Proyeksi Jumlah Penduduk Pangandaran Raya

Tahun
No Kecamatan
2020 2025 2030 2035

1 Cijulang 29688 32487 35287 38087

2 Parigi 35281 39316 43352 47388

3 Sidamulih 52971 59243 65514 71786

4 Pangandaran 60572 61701 62831 63960

LAPORAN AKHIR
115
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

5 Kalipucang 42167 45311 48454 51598

Total 220.678 238.058 255.438 272.818


Sumber : Hasil Analisis, 2016
Dari data jumlah nelayan di Kabupaten Pangandaran, kita dapat melihat bahwa 93%
nelayan berada di kawasan Pangandaran Raya. Hal ini menjadi pertimbangan penting untuk
mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di kawasan tersebut terutama Kecamatan
Pangandaran dengan masyarakat berprofesi nelayan terbanyak. Lebih dari 50% nelayan berasal
dari kecamatan Pangandaran.
Tabel 5. 10 Jumlah Nelayan di Pangandaran Raya Per Tahun 2015

No Kecamatan Jumlah
1 Cijulang 226
2 Parigi 850
3 Sidamulih 40
4 Pangandaran 2395
5 Kalipucang 630
TOTAL 4.141
Sumber: Ciamis dalam angka 2011, 2012, 2013, 2014 dan Hasil analisis 2014
Hingga saat ini, para nelayan di daerah Pangandaran Raya mampu menghasilkan jumlah
produksi yang besar meskipun dengan menggunakan peralatan penangkapan yang minim dan
belum berteknologi canggih. Sebagian besar nelayan menggunakan mesin motor tempel 2 GT
untuk menangkap ikan karena biaya operasional yang dibutuhkan lebih terjangkau
dibandingkan dengan penggunaan kapal yang berkapasitas lebih besar. Adapun jumlah armada
penangkapan ikan yang ada di daerah Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.11.
Dalam rangka menganalisis potensi yang ada di kawasan Pangandaran Raya dalam sektor
kelautan dan perikanan, kita perlu melihat nilai dan hasil produksi existing terlebih dahulu.
Jumlah dan nilai produksi dari sektor kelautan dan perikanan dibagi menjadi 2 sub bab yaitu
nilai dari hasil tangkapan di laut dan budidaya.

LAPORAN AKHIR
116
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 11 Jumlah Perahu, Motor Tempel dan Kapal Motor Per Kecamatan Tahun 2014-2015

No Kecamatan Armada Penangkapan Ikan Tahun 2015


< 5 GT 5 – 30 GT > 30 GT
1 Cijulang 284 1 1
2. Parigi 304 - 1
3 Sidamulih - - -
4 Pangandaran 1.079 2 6
5 Kalipucang 154 - -
TOTAL 1.821 3 8
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

5.2.1 Tangkapan
Nilai produksi ikan terbanyak dari hasil tangkapan tahun 2015 berada di wilayah
Kecamatan Pangandaran. Apabila dibandingkan dengan tahun 2014, penangkapan hasil laut di
kecamatan Pangandaran mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1,881,080.40 kg
menjadi 1,447,556.00 kg karena pengaruh kekeringan yang terjadi pada tahun tersebut. Namun,
secara nilai keseluruhan hasil penangkapan ikan di Pangandaran Raya mengalami peningkatan.
Tabel 5. 12 Nilai Produksi Ikan Laut Menurut Tempat PeIelangan Ikan

Kecamatan TAHUN 2014 TAHUN 2015


Volume (Kg) Nilai (Juta Rp.) Volume (Kg) Nilai (Juta Rp.)
Cijulang 367,353.68 11,209.63 792,669.89 18,302,744.05
Parigi 186,236.65 6,996.29 483,289.30 12,497,823.58
Sidamulih - - - -
Pangandaran 1,881,080.40 34,394.24 1,447,556.00 42,302,386.42
Kalipucang 757.50 16.68 - -
2,483,370.0 54,881.39 2,846,068.05 76,981,858.49
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Penangkapan hasil perikanan laut menjadi primadona di wilayah Pangandaran Raya


dengan kecamatan Pangandaran sebagai daerah penghasil perikanan laut terbanyak. Adapun
produk ikan unggulan di kawasan Pangandaran Raya adalah udang, kakap merah, kakap putih,
kerapu, cucut, bawal hitam, bawal putih, tenggiri, layur dan tongkol. Dari ke 10 produk
unggulan penangkapan di laut, jumlah produksi terbanyak adalah ikan layur mencapai 691.46
ton. Ikan layur menjadi ikan yang jumlah produksinya terbanyak dari tahun 2007 hingga tahun
LAPORAN AKHIR
117
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2015 kecuali pada tahun 2013. Pada tahun 2013, udang menjadi produk dengan jumlah produksi
tangkapan terbanyak di kawasan Pangandaran Raya hingga 674.35 ton. Untuk rincian data yang
lebih jelas dapat dilihat dalam tabel 5.13

LAPORAN AKHIR
118
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 13 Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut di Kab.Pangandaran Tahun 2007 – 2015

No Jenis Ikan Tahun (Ton)


2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014 2015

1 Udang 200.43 145.84 29.05 8.68 12.01 674.35 507.20 372.52


2 Kakap 9.21 23.89 15.77 14.62 12.89 6.27 14.63 10.28
Merah
3 Kerapu 2.91 10.54 7.08 8.67 7.64 5.21 12.92 6.64
4 Kakap 10.05 21.42 15.08 10.96 11.86 6.50 13.31 17.43
Putih
5 Cucut 7.95 8.91 21.08 4.22 5.38 5.56 7.88 4.1
6 Bawal 35.37 30.47 33.45 7.14 4.22 5.58 5.16 1.54
Hitam
7 Bawal 62.16 65.31 32.29 4.80 2.59 77.86 109.89 33.52
Putih
8 Tenggiri 43.19 48.11 39.11 26.40 62.96 89.56 85.60 94.02
9 Layur 717.12 540.69 238.24 42.47 78.95 541.30 513.37 691.46
10 Tongkol 28.89 48.27 57.99 67.24 116.84 26.29 44.46 41.51
Jumlah 1,117.28 943.45 489.14 195.20 315.34 1,438.48 1,314.42 1,273.02
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

LAPORAN AKHIR
119
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pada tahun 2015, udang menjadi produk hasil tangkapan laut terbanyak kedua setelah
ikan layur. Adapun jumlah produksi udang adalah sekitar 54% lebih banyak apabila
dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan layur. Untuk data yang lebih jelas mengenai hasil
tangkapan di laut pada tahun 2015 dapat kita lihat pada gambar 5.3.

60
50
40
30
20
10
0

Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Gambar 5. 4 Grafik Jumlah Produksi Unggulan Penangkapan di laut


di Kab. Pangandaran Tahun 2015

5.2.2 Budidaya
Selain dari hasil tangkapan laut, produksi ikan juga diperoleh dari hasil budidaya seperti
tambak dan kolam. Tabel 5.14 menunjukkan bahwa jumlah produksi ikan terbanyak dengan
tambak dan kolam adalah masing-masing di Kecamatan Cijulang dan Parigi sebesar 366.74 ton
dan 419.36 ton. Sedangkan produksi ikan dari sawah hanya dihasilkan dari Kecamatan Cijulang
sebanyak 3.62 ton. Peta sebaran produksi kelautan Pangandaran Raya dapat dilihat pada
Gambar 5.6

LAPORAN AKHIR
120
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar 5. 5 Peta Sebaran Produksi Kelautan Pangandaran Raya

Tabel 5.14 menyajikan jumlah produksi ikan menurut tempat pemeliharaan pada tahun
2014 di Pangandaran Raya.
Tabel 5. 14 Jumlah Produksi Ikan Menurut Tempat Pemeliharaan Pada Tahun 2014

Kecamatan Tempat Pemeliharaan ( Ton )


Perikanan Tambak Kolam Sawah
Laut
Cijulang 575.54 366.74 305.86 3.62
Parigi 289.53 228.89 419.36 -
Sidamulih - 36.62 164.69 -

LAPORAN AKHIR
121
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pangandaran 1,351.20 148.26 94.35 -


Kalipucang 185.20 25.61 208.64 -
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Kawasan Pangandaran Raya belum memiliki budidaya perikanan laut. Budidaya yang
saat ini berjalan adalah budidaya air tawar dan budidaya air payau. Budidaya air tawar meliputi
beberapa jenis ikan seperti ikan mas, tawes, nila, gurame, udang galah, patin dan jenis ikan lain.
Jumlah produksi ikan terbanyak dalam budidaya air tawar pada tahun 2015 adalah ikan nila
dengan nilai 225 juta. Rincian lebih jelas dari nilai produksi ikan budidaya air tawar dapat dilihat
pada tabel 5.15.
Tabel 5. 15 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015

No Jenis Ikan Produksi (Kg) Nilai (Rp)


1 Ikan Mas 2000 60,000,000

2 Tawes 1000 20,000,000

3 Nila 9000 225,000,000

4 Gurame 4000 200,000,000

5 Udang Galah 1000 50,000,000

6 Patin 2000 90,000,000

7 Ikan Lainnya 8000 160,000,000

TOTAL 27000 805,000,000

Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Produksi ikan nila mencapai 34.88% dari total hasil produksi budidaya air tawar. Adapun jumlah
produksi budidaya air tawar terbanyak kedua adalah ikan gurame sebanyak 31.01% dari total
produksi. Adapun persentase gambaran jumlah produksi ikan pada budidaya air tawar dapat
dilihat pada gambar 5.5.

LAPORAN AKHIR
122
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

9,30% 3,10%

24,80%
13,95% 34,88%

31,01%

7,75%

Ikan Mas Tawes Nila Gurame


Udang Galah Patin Lainnya
Sumber : Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran
Gambar 5. 6 Persentase Jumlah Produksi Ikan Budidaya Air Tawar Pada Tahun 2015

Berbeda dengan budidaya air tawar yang terdiri dari berbagai jenis ikan, budidaya air
payau saat ini hanya dilakukan pada udang vaname. Nilai produksi ikan udang vaname pada
tahun 2015 mencapai 6 miliar rupiah. Adapun jumlah dan nilai produksi ikan budidaya air payau
dapat dilihat pada tabel 5.16.
Tabel 5. 16 Jumlah Nilai Produksi Ikan Budidaya Air Payau Pada Tahun 2015

No Jenis Ikan Produksi (Kg) Nilai (Rp)


1 Udang Vaname 100.000 6,000,000,000
TOTAL 100.000 6,000,000,000
Sumber: Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

Berdasarkan Rencana Induk Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, luas lahan yang
cocok dan dapat digunakan untuk kegiatan budidaya adalah seluas 41.497 hektare. Sedangkan
hingga tahun 2015, luas areal tempat penangkapan yang digunakan untuk budidaya seperti

LAPORAN AKHIR
123
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

tambak, kolam dan minapadi hanya sekitar 0.6% atau seluas 250.71 hektare. Hal ini menunjukkan
bahwa Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya memiliki potensi yang sangat besar dalam
budidaya. Untuk lebih rinci, luas areal tempat penangkapan menurut kecamatan dapat dilihat
pada tabel 5.17.
Tabel 5. 17 Luas Areal Tempat Penangkapan Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas Areal Tempat Pemeliharaan

Tambak (Ha) Kolam (Ha) Minapadi (Ha) Kolam Air Deras


(unit)
2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015

1 Cijulang 35.25 30 44.6 44.6 2 1 0 0


2 Parigi 22 22 79.26 79.26 0 0 0 0
3 Sidamulih 14.25 7 20 20 0 0 2 0
4 Pangandaran 6.5 3 20.35 20.35 0 0 0 0
5 Kalipucang 1.5 1.5 22 22 0 0 0 0
TOTAL 79.5 63.5 186.21 186.21 2 1 2 0
Sumbe : Bidang Kelautan dan Perikanan DKPK Kabupaten Pangandaran

5.2.3 Analisis SWOT Sektor Kelautan dan Perikanan


Analisis SWOT merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan strategi sebuah
usaha. Penerapan analisis SWOT sebelum menilai investasi diharapkan mampu menghasilkan
penilaian kebutuhan investasi yang strategis dan akurat sehingga mencapai pemilihan
alternative investasi yang maksimal. Analisis SWOT untuk bidang kelautan dan perikanan Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut.
Tabel 5. 18 Analisis SWOT Bidang Kelautan dan Perikanan

Strength 1. Terdapat himpunan profesi nelayan yang solid


2. Koordinasi yang baik antara himpunan nelayan, lembaga masyarakat
dan pemerintahan setempat
3. Masa transisi memungkinkan pemerintah lebih mudah mengambil
kebijakan

Weakness 1. Pengadaan armada penangkapan kapal > 30 GT dapat mengurangi


produksi hasil tangkapan rumah tangga perikanan nelayan kecil

LAPORAN AKHIR
124
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Pangkalan Pendaratan Ikan belum optimal sehingga pendaratan ikan


belum maksimal

Opportunity 1. Belum terdapat budidaya perikanan laut


2. Perikanan budidaya darat belum banyak dikembangkan
3. Pengembangan hasil tangkapan ikan bernilai ekonomis tinggi seperti
bawal putih dan produk ikan layur untuk komersial ekspor
4. Pengembangan perikanan tangkap dengan armada 5 GT dan 10 GT
(perairan lepas pantai)
5. Budidaya Ikan Sidat
6. Penangkapan ikan pelagis besar (tuna, cakalang)
7. Konservasi Penyu
8. Pengolahan ikan masih terbatas pada ikan asin sehingga
memungkinkan untuk diversifikasi produk

Threat 1. Musim kemarau sangat mempengaruhi produktivitas


2. Pengadaan armada penangkapan kapal > 30 GT dapat menimbulkan
konflik karena mengurangi produksi hasil tangkapan rumah tangga
perikanan para nelayan kecil
3. Pengadaan armada kapal lebih dari 10 GT membutuhkan biaya
operasional yang cukup tinggi atau kurang terjangkau oleh para
nelayan
Sumber: Hasil Analisis, 2016

5.3 Agrobisnis Kabupaten Pangandaran


Sektor Agribisnis di Kabupaten Pangandaran menjadi salah satu penggerak roda
perekonomian, cakupan sektor Agrobisnis ini meliputi Pertanian tanaman pangan, Perikanan Air
Tawar, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan.

5.3.1 Pertanian Tanaman Pangan


Selain potensi pariwisata ternyata Kabupaten Pangandaran juga memiliki potensi
pertanian yang cukup memadai. Luas sawah di Kabupaten Ciamis berdasarkan data Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis pada Tahun 2012 tercatat 51.903 Ha dan 26 persen
ada di Kabupaten Pangandaran atau sekitar 13 ribu Ha dengan sawah irigasi dan tadah hujan.

LAPORAN AKHIR
125
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 19 Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Pangandaran

Kondisi Sektor Pertanian 2013 2014


Luas Sawah (ha) 16.426,00 16.376
Luas Perkebunan (ha) 56.978,83 40.247
Luas Kehutanan [*kesesuaian
land cover terhadap rencana
KL Hutan] (ha) 27.764,17 17.019
Sumber: Dinas KPK Kabupaten Pangandaran

Pertanian tanaman padi (sawah dan ladang) merupakan komoditas utama di sektor
pertanian. Luas Panen padi sawah dan padi ladang di seluruh Kecamatan yang ada di
Pangandaran Raya berjumlah 13.323 hektare. Dari keseluruhan jumlah tersebut kecamatan yang
paling banyak memproduksi padi sawah maupun padi ladang yaitu Kecamatan Parigi, dengan
jumlah produksi sebanyak 27.260 ton dengan luas panen 4.290 Ha. Sedangkan, kecamatan yang
jumlah produksinya paling sedikit adalah Kecamatan Kalipucang dengan hasil produksi
sebanyak 11.609 ton dengan luas panen 1.900 Ha. Untuk melihat data yang lebih rinci mengenai
luas panen dan produksi panen di setiap kecamatan yang ada di Pangandaran Raya dapat dilihat
pada tabel 5.20.

Tabel 5. 20 Luas Panen dan Produksi Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) Menurut
Kecamatan Di Pangandaran Raya Tahun 2013

No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)


1 Kalipucang 1.900 11.609
2 Pangandaran 1.978 13.282
3 Sidamulih 2.159 14.043
4 Parigi 4.290 27.260
5 Cijulang 2.996 20.104
Total Pangandaran Raya 13.323 86.298
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014

Produksi padi di atas terbagi kedalam komoditas pertanian dan ternak yang juga tersebar
pada setiap kecamatan yang ada di Pangandaran Raya. Adapun komoditas tersebut diantaranya
kayu sengon, karet, kelapa, dan keledai untuk komoditas pertanian, sedangkan untuk komoditas

LAPORAN AKHIR
126
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

ternak diantaranya domba dan sapi. Dari berbagai komoditas tersebut dihasilkan dari kelompok
tani yang ada di setiap kecamatan. Untuk rincian data mengenai jumlah kelompok tani dapat
dilihat pada tabel 5.21.
Tabel 5. 21 Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Komoditas di Kecamatan di Pangandaran
Raya

No. Kecamatan Komoditas Pertanian Ternak Jumlah


Kayu Sengon, Keledai Domba Sapi
Karet, Kelapa
1. Kalipucang 16 7 9 3 35
2. Pangandaran 13 24 5 3 45
3. Sidamulih 13 9 6 5 33
4. Parigi 15 16 10 4 45
5. Cijulang 8 2 9 5 24
Jumlah 65 58 39 20 182
Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015

Berdasarkan tabel 5.20 terlihat bahwa jumlah kelompok tani di Pangandaran Raya
berjumlah 182 kelompok dan mayoritas adalah kelompok tani dengan jenis komoditas pertanian
Kayu Sengon, Karet, Kelapa dengan jumlah 65 kelompok, sedangkan jumlah kelompok tani
paling sedikit yaitu dengan komoditas sapi yang berjumlah 20 kelompok.
Berdasarkan jumlah pada setiap kecamatan, kelompok tani paling banyak terdapat di
Kecamatan Pangandaran dan Parigi yaitu dengan jumlah 45 kelompok. Sedangkan, kecamatan
yang paling sedikit memiliki kelompok tani adalah Kecamatan Cijulang, yaitu dengan jumlah 24
kelompok.

5.3.2 Perkebunan
Lahan panen tanaman budidaya yang ada di Pangandaran Raya pada data Dinas
Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan tahun 2015 didominasi oleh jenis tanaman kelapa, dimana
luas lahan panen tanaman kelapa di Kabupaten Pangandaran berjumlah 20.394,92 Ha. Dari
jumlah luas lahan tersebut yang menjadi lokasi terluas berdasarkan kecamatan adalah
Kecamatan Parigi yang memiliki luas 5.019,12 Ha.

LAPORAN AKHIR
127
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 22 Lokasi dan Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Salak, Karet,
Kelapa, Kacang Tanah, Kedelai di Pangandaran Raya

NO Lokasi Luas Lahan (Ha)


Karet Kelapa Sengon Kedelai
1. Kalipucang - 4.858,41 - 45
2. Pangandaran - 2.992,35 - 500
3. Sidamulih 17,5 2.597,84 - 170
4. Parigi - 5.019,12 - 300
5. Cijulang - 4.927,2 - 25
JUMLAH 17,5 20.394,92 - 1040
Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 5. 7 Sebaran Tanaman Pangan kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

LAPORAN AKHIR
128
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Penentuan rencana kebutuhan untuk investasi produk unggulan perlu didahului analisis
existing yang menunjukkan produktivitas masing-masing produk. Produktivitas tanaman padi,
palawija dan perkebunan di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2012-2013 menunjukkan hasil
yang tidak terlalu signifikan jika dibandingkan satu sama lain. Gambaran tingkat produktivitas
tanaman padi, palawija dan perkebunan dapat dilihat pada Tabel 5.23 berikut.
Tabel 5. 23 Produktivitas Tanaman Padi, Palawija, dan Perkebunan di Growth Center
Kabupaten Pangandaran Tahun 2012-2013
Kecamat Jenis Tanaman 2012 2013 +/-
an Padi/
Luas Produksi Produkti Luas Produks Produk Produk
Palawija/ Panen vitas Pane i tivitas tivitas
(Ton)
Perkebunan n (%)
(Ha) (Ton/Ha) (Ton) (Ton/H
(Ha) a)

Padi Sawah 2.808 21.916,91 7,81


Padi 65 83.297 1,28
Ladang/Gogo
Jagung 25 203,39 8,14
Ubi kayu 35 200,6 5,73

Cijulang Ubi Jalar 25 162,7 6,51


Kacang Tanah 18 20,6 1,14
Kacang Kedelai 45 47,15 1,05
Kacang Hijau 1 0,3 0,30
Pisang - - -
Kelapa - - -

Padi Sawah 3.988 27.358,16 6,86 4.190 28.827,20 6,88 0,29


Padi 135 650 4,81 100 476,00 4,76 (1,04)
Ladang/Gogo
Jagung 120 642 5,35 60 295,80 4,93 (7,85)
Parigi
Ubi kayu 36 845,64 23,49 59 660,90 11,20 (52,32)
Ubi Jalar 21 385,98 18,38 21 142,5 67,9 269,4
Kacang Tanah 175 33,75 0,19 175 330,75 1,89 894,7

LAPORAN AKHIR
129
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Kacang Kedelai 110 66 0,6 110 66 0,6 0


Kacang Hijau 0 0 0 0 0 0 0
Pisang 970 7.275 7,48 970 7.275 7,48 0
Kelapa 4.734 3.6357,12 7,68 4.734 36.357,12 7,68 0
Cengkeh 3 10,5 3,5 3 10,5 3,5 0
Kopi 20 8 0,4 20 8 0,4 0
Kapolaga 15 70 4.67 25 70 4,67 0

Padi Sawah 2.050 12.933 6,31 2.050 14.007 6,83 8,24


Padi 100 365 3,65 100 365 3,65 0
Ladang/Gogo
Jagung 45 231 5,13 25 231 9,24 80,12
Ubi kayu 120 961 8,00 110 853 7,75 (3,13)
Ubi Jalar 36 240 6,67 55 369,5 6,72 0,75

Sidamuli Kacang Tanah 94 117 1,24 110 119,36 1,09 (12,10)


h Kacang Kedelai 150 165 1,10 50 50,75 1,02 (7,27)
Kacang Hijau 60 45 0,75 65 8,3 0,13 (82,67)
Pisang
Kelapa 1.939 9.307.200 4.800 2.054 9.307.200 4.532 (6)
butir butir/ha butir butir/h btr/ha
a
Kopi 31 37 1,19 33 39 1,18 (0,84)
Kakao 100 315 3,15 100 315 3,15 0
Kapolaga 239 121 0,51 239 121 0,51 0

Padi Sawah
Padi
Ladang/Gogo
Jagung
Ubi kayu
Pangand
aran Ubi Jalar

LAPORAN AKHIR
130
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Kacang Tanah
Kacang Kedelai
Kacang Hijau
Pisang
Kelapa

Padi Sawah 1.396 8.642,7 6,19 1.396 8.624,7 6,19 0


Padi 225 765 3,4 225 765 3,4 0
Ladang/Gogo
Jagung 100 480,6 4,81 100 480,6 4,81 0
Ubi kayu 44 426,8 9,7 44 426,8 9,7 0

Kalipuca Ubi Jalar 2 17,2 8,6 2 17,2 8,6 0


ng Kacang Tanah 8 10,16 1,27 8 10,16 1,27 0
Kacang Kedelai 125 87,5 0,7 125 87,5 0,7 0
Kacang Hijau - - - - - - -
Pisang
Kelapa 1.695 3.230.000 2 1.695 3.230.000 2 0
butir butir/ha butir butir/h
a
Kopi 24 1,2 ton 0,05 24 1,2 ton 0,05 0
biji biji
kering kering
Kakao 11 2,75 ton 0,25 11 2,75 ton 0,25 0
biji biji
kering kering
Cengkeh 3,0 0,15 ton 0,05 3,0 0,15 ton 0,05 0
biji biji
kering kering
Sumber: BPS, 2014

Berdasarkan Tabel 5.24 tanaman budidaya kelapa memiliki luas lahan tanaman budidaya
yang paling besar. Luas lahan panen tanaman budidaya kelapa yang terbesar berada di
Kecamatan Parigi. Sedangkan lahan panen tanaman budidaya kelapa yang paling besar berada
di Kecamatan Parigi.

LAPORAN AKHIR
131
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 24 Luas Lahan Panen Tanaman Budidaya Kayu Sengon, Karet, Kelapa, Kedelai di
Growth Center Kabupaten Pangandaran Tahun 2015

NO Lokasi Luas Lahan (Ha)


Karet Kelapa Sengon Kedelai
1. Kalipucang - 4.858,41 - 45
2. Pangandaran - 2.992,35 - 500
3. Sidamulih 17,5 2.597,84 - 170
4. Parigi - 5.019,12 - 300
5. Cijulang - 4.927,2 - 25
JUMLAH 689,9 34.639,24 - 3.390
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025

Adapun jumlah produksi tanaman budidaya di Kabupaten Pangandaran mengalami


pertumbuhan dan penurunan setiap tahunnya, terlihat pada tahun 2014 jumlah produksi
menurun drastis dengan persentase 99,9%, tetapi pada tahun 2015 jumlah produksi mengalami
kenaikan sebesar 2,1 %.

Tabel 5. 25 Produksi Tanaman Budidaya di Kabupaten Pangandaran

No. Jenis Komoditas Produksi (TON)


2013 2014 2015
1. Kayu Sengon 115.291.568 - -
2. Salak - - -
3. Karet - 302 288,02
4. Kelapa 19.301 18.579 19.000
5. Kacang Tanah - - -
6. Keledai - - -
JUMLAH 115.310.869 18.881 19.288,02
Pertumbuhan (%) - (99,9 %) 2,1%
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025

5.3.3 Peternakan
Jumlah ternak di Kabupaten Pangandaran dari tahun 2013 hingga tahun 2015 terus
mengalami pertumbuhan, baik untuk jenis ternak domba maupun sapi. Dapat dilihat pada tabel
di bawah ini bahwa jumlah ternak domba dan sapi mengalami pertumbuhan hampir tiap tahun.
Adapun jumlah ternak domba tertinggi pada tahun 2015 berada di Kecamatan Sidamulih dengan
jumlah ternak sebanyak 7.303 ekor. Sedangkan untuk ternak sapi, kecamatan yang paling
mendominasi adalah Kecamatan Cijulang yaitu dengan jumlah ternak sebanyak 4.186 ekor.

LAPORAN AKHIR
132
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 26 Jumlah Ternak di Pangandaran Raya

No. Kecamatan Domba (Ekor) Sapi (Ekor)


2013 2014 2015 2013 2014 2015
1. Kalipucang 2.308 4.598 6.817 306 842 1.057
2. Pangandaran 1.780 3.560 6.297 855 1.394 1.516
3. Sidamulih 2.478 4.956 7.303 840 1.378 3.316
4. Parigi 5.385 6.770 6.994 2.656 3.202 1.501
5. Cijulang 4.898 3.796 6.415 3.523 4.072 4.186
JUMLAH 16.849 23.680 33.826 8.180 10.888 11.576
Sumber: Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan, 2015

Selain ternak domba dan sapi terdapat pula ternak unggas yang terdapat di Kabupaten
Pangandaran. Adapun jenis unggas yang diternakkan oleh penduduk Kabupaten Pangandaran
terdiri dari ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik. Berdasarkan jenis unggas
tersebut mayoritas unggas yang terdapat di Pangandaran Raya adalah jenis ayam buras yang
pada data tahun 2013 jumlahnya mencapai 319.034 ekor. Sedangkan unggas dengan jenis itik
hanya berjumlah 21.879 ekor atau menjadi jenis unggas yang paling sedikit di Pangandaran Raya.

Tabel 5. 27 Jumlah Unggas Menurut Jenisnya dan Kecamatan Tahun 2013

No Kecamatan Ayam Ayam Ras Ayam Ras Itik


Buras Petelur Pedaging
1 Kalipucang 33446 - 40000 9362
2 Pangandaran 62751 - 2500 4680
3 Sidamulih 133465 60000 - 3786
4 Parigi 43696 450 11962 2617
5 Cijulang 45676 18000 - 1434
Total 319034 78450 54462 21879
Pangandaran
Raya
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014

LAPORAN AKHIR
133
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 5. 8 Sebaran Jumlah Ternak Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

5.3.4 Kehutanan
Berdasarkan Data Utama Kabupaten Pangandaran tahun 2014 luas hutan Kabupaten
Pangandaran tersebar di beberapa BKPH/RPH meliputi Pangandaran (Madati, Cikoneng,
Panjalu, Kawali); Banjar Utara (Gadung, Bunter, Rancah); Banjar Selatan (Pamarican, Cicapar,
Banjarsari); Pangandaran (Kalipucang, Pangandaran, Cisaladah) dan Cijulang (Parigi, Cigugur,
Langkap). Luas kawasan hutan baik yang sudah dikukuhkan maupun yang belum seluas
28.327.92 Ha. PKPH/RPH wilayah Cijulang memiliki luas hutan terluas yaitu sebesar 9.299,28
Ha yang tersebar di Kecamatan Cijulang, Parigi, Cigugur dan Langkaplancar. Hutan terluas
LAPORAN AKHIR
134
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

berada di Gn. Gadung, Cigugur yang mencapai 3.168,9 Ha. Selain hutan yang dikelola oleh
BKPH/RPH. Ada pula hutan rakyat yang memiliki luas 1.033.728 Ha yang tersebar di 10
kecamatan di Kabupaten Pangandaran. Salah satu kecamatan yang memiliki luas hutan rakyat
terbesar adalah Kecamatan Kalipucang dengan luas 3.599 Ha.
Tabel 5. 28 Luas Hutan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013

No Kecamatan Luas (Ha)


1 Kalipucang 3559
2 Pangandaran 45
3 Sidamulih 490
4 Parigi 355
5 Cijulang 308
Total Pangandaran Raya 4757
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014
Selain hutan rakyat terdapat pula kawasan pelestarian alam yang terdapat di Kabupaten
Pangandaran. Adapun nama dari kawasan pelestarian alam tersebut adalah Taman Wisata Alam
Pangandaran yang memiliki luas 34.321 Ha dengan panjang batas 2.834,69 Km yang memiliki
tipe ekosistem hutan pantai.
Tabel 5. 29 Luas Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013

Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014


Selain memiliki potensi sumber daya alam laut dan pantai, Wilayah Pangandaran Raya juga
memiliki potensi sumber daya alam yang berasal dari hutan rakyat. Salah satu produksi dari
hutan rakyat diantaranya kayu. Berdasarkan pada data dalam tabel di bawah terlihat bahwa
jumlah produksi kayu pada tahun 2013 mencapai 79.075.528 m3 yang terdiri dari jenis kayu
mahoni, jati, ricam, dan albasia. Dari keempat jenis kayu tersebut yang paling tinggi produksinya

LAPORAN AKHIR
135
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

adalah jenis kayu albasia yaitu sebanyak 63.806.674 m3 dan yang produksinya paling rendah
yaitu dari jenis kayu ricam dengan besar produksi 4.168.614 m3. Sedangkan dilihat dari total
produksi per kecamatan, yang total produksinya paling tinggi adalah Kecamatan Parigi, yaitu
dengan total produksi 51.106.431 m3. Dan Kecamatan Pangandaran merupakan kecamatan yang
memiliki total produksi kayu paling rendah yaitu sebesar 3.293.616 m3.

Tabel 5. 30 Produksi Kayu dari Areal Hutan Rakyat


di Kabupaten Pangandaran Tahun 2013

No. Kecamatan Jenis Kayu (m3)


Mahoni Jati Ricam Albasia Total
1 Cijulang 281.858 986.514 0 8.573.560 9.841.932
2 Parigi 1.822.127 1.342.578 525.903 47.415.823 51.106.431
3 Sidamulih 899.080 876.047 725.188 5.782.975 8.283.290
4 Pangandaran 1.149.238 2.126.465 17.913 0 3.293.616
5 Kalipucang 1.082.383 533.950 2.899.610 2.034.316 6.550.259
Kabupaten 5.234.686 5.865.554 4.168.614 63.806.674 79.075.528
Pangandaran
Sumber: Data Utama Kab. Pangandaran, 2014

5.3.5 Analisis SWOT Sektor Agrobisnis


Investasi merupakan motor pertumbuhan ekonomi, yang sekaligus menjadi motor
modernisasi pertanian. Dalam kajian investasi sektor agrobisnis ini akan dilihat dari kondisi,
prospek dan arah pengembangan agrobisnis, sebagai informasi bagi para pemangku
kepentingan tentang peluang investasi dari hulu hingga hilir dari sektor agribisnis maupun
aktivitas bisnis penunjangnya.

Untuk melihat investasi agrobisnis di kawasan pertumbuhan Pangandaran raya maka akan
dilihat dari analisis SWOT pada Tabel 3.10

LAPORAN AKHIR
136
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 5. 31 Analisis SWOT Agrobisnis

Unsur Deskripsi
Strength • Agribisnis di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya komoditas
terbesar dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu; 1) Tanaman
pangan (Padi, Kayu, Sengon, dan Kelapa, 2) Peternakan yaitu
Domba, dan Sapi
• Semua Komoditas Agribisnis terdapat di seluruh kecamatan di Pusat
Pertumbuhan Pangandaran raya dengan produksi yang sangat luas
dan merata hal ini terlihat dari jumlah kelompok tani semua
komoditas yang ada di semua kecamatan.
• Untuk Tanaman Pangan Komoditas Tanaman Kelapa mempunyai
jumlah dan produksi yang sangat dominan dimana luas lahan panen
Tanaman Kelapa di Kabupaten Pangandaran berjumlah 20.394,92
Ha.
• Untuk peternakan, komoditas yang dominan adalah domba dan sapi
dengan tren pertumbuhan yang selalu naik terbukti dari jumlah
ternak dari tahun 2013 sampai 2015 yang selalu naik signifikan.

Weakness • Umumnya kelemahan dari pelaksanaan sistem agribisnis ini terletak


pada lemahnya keterkaitan antar sub-sistem. Apa yang terjadi di
lapangan adalah bahwa sub-sistem tersebut bekerja sendiri-sendiri.
• Masih minimnya SMK Pertanian Terpadu, sehingga kurangnya
tenaga dan kapasitas SDM pertanian menjadi kendala karena
terbatasnya penduduk usia muda yang mau terjun ke sektor
pertanian, apalagi dengan pemahaman pertanian modern di sekitar
Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.
• Sebagian besar skala usaha pertanian yang dilakukan di Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya masih belum optimal seperti
halnya untuk pertanian tanaman pangan dimana pengadaan sarana
produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, dan lainnya masih minim.
• Dalam bidang peternakan belum adanya laboratorium kesehatan
hewan khususnya dalam memberikan pelayanan laboratorium dan
diagnosa penyakit hewan secara benar dan akurat sesuai standar
nasional.
• Meningkatnya jumlah ternak yang signifikan belum diikuti
dengan adanya pabrik pakan yang bisa menyuplai kebutuhan
pakan ternak di Pusat pertumbuhan pangandaran raya terutama
pakan untuk peternakan sapi.

Opportunity • Beberapa komoditas Agribisnis yang ada di Pusat Pertumbuhan


Pangandaran Raya seperti Kelapa mempunyai potensi pasar yang
sangat luas dengan turunan pengolahan yang sangat beragam

LAPORAN AKHIR
137
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

• Sebagai komoditas pangan terbesar di Pangandaran Raya, kelapa


bisa menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk, pestisida, dll); proses produksi, pengolahan
produk kelapa (turunan dari daging, tempurung, sabut, kayu, lidi,
dan nira), dan aktivitas penunjangnya (keuangan, irigasi,
transportasi, perdagangan, dll).

• Daya saing produk kelapa di Pangandaran Raya potensi saat ini


terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer,
dimana nilai tambah dalam negeri yang potensial pada produk hilir
dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk
hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi
baik untuk usaha kecil, menengah, maupun besar. Pada gilirannya
industri hilir menjadi lokomotif industri hulu.

• Kelapa sebagai komoditas unggulan agrobisnis di Pangandaran


Raya mempunyai potensi yang besar dimana permintaan pasar
ekspor produk olahan kelapa umumnya menunjukkan trend yang
meningkat. Sebagai contoh, pangsa pasar Kelapa parut Indonesia
terhadap ekspor dunia cenderung meningkat dalam lima tahun
terakhir. Kecenderungan yang sama terjadi pada hasil olahan lain.

• Dalam sektor peternakan potensi terbesar adalah pada Peternakan


Sapi dimana saat ini kebutuhan daging sapi di Indonesia yang terus
menerus meningkat dan belum terpenuhi secara optimal

• Wilayah Pangandaran dengan luasan perkebunan yang sangat luas


mempunyai potensi untuk pengembangan peternakan Sapi di
Kawasan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

• Mengacu kepada karakteristik usaha ternak sapi dan kondisi riil


yang dihadapi, maka strategi yang dinilai tepat adalah mendorong
peran swasta, tetapi tetap memberi peran dan keterlibatan
masyarakat peternak.

• Meningkatnya jumlah ternak yang signifikan dari tahun ke tahun


memerlukan fasilitas kandang dengan kapasitas besar di masa yang
akan datang sehingga peternakan bisa lebih luas.
Threat • Dukungan kebijakan yang diperlukan untuk usaha tani masih
banyak menemui kendala seperti penyediaan kredit modal untuk
intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan; pembinaan teknis dan
kelembagaan produksi; penyediaan informasi teknologi dan pasar;
peningkatan status hukum atas kepemilikan lahan usaha; dan
pengembangan infrastruktur.
LAPORAN AKHIR
138
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

• Dukungan kebijakan industri pengolahan saat ini belum banyak


membantu antara lain penyederhanaan birokrasi perizinan usaha
dan investasi; pembukaan akses pembiayaan dengan pemberian
skim kredit khusus untuk berbagai skala usaha; promosi kegiatan
penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan
dan pemasaran.

Sumber : Hasil Analisis, 2016

5.4 Agroindustri
Sebagaimana umumnya pertanian yang berada di pesisir daerah tropis, Pangandaran Raya
juga dipenuhi oleh beragam usaha penduduk dalam mengolah hasil pertanian setempat. Tabel
5.31 merupakan pengolahan hasil pertanian (produksi) yang ada di Pangandaran Raya tepatnya
di lima kecamatan yaitu Kecamatan Cijulang, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Parigi,
Pangandaran, dan Kalipucang. Gambar 5.8 disajikan peta sebaran Agroindustri Pangandaran
Raya.

Tabel 5. 32 Rekapitulasi Jumlah Agroindustri di Pangandaran Raya

No Jenis
Kecamatan
Industri
Cijulang Sidamulih Parigi Pangandaran Kalipucang
1 Olahan Minyak Sawit - - - 1 -
2 Olahan Minyak Kelapa 1 - - 1 -
3 Olahan Minyak VCO 1 - - - -
4 Kopra 1 1 2 2 4
5 Tepung Tapioka - 1 - - 2
6 Roti Sopia - - 2 - -
7 Gula Kelapa 18 - - - -
8 Nata De Coco 4 1 3 1 -
9 Pengolahan Kelapa - 1 - - -
10 Ikan Asin 2 - 12 2 -
11 Pembekuan Ikan/Udang - - - 2 -
12 Udang Beku - - - 1 -
13 Udang dan Ikan Asin - - - 1 -
14 Industri Tempe 4 - 8 7 11
15 Industri Tahu 4 1 6 1 -
16 Kembang Tahu - - 1 - -
17 Industri Kecap - 1 2 2 -
LAPORAN AKHIR
139
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

No Jenis
Kecamatan
Industri
Cijulang Sidamulih Parigi Pangandaran Kalipucang
18 Industri Kerupuk 6 1 2 2 -
19 Kerupuk Singkong - 1 - - -
20 Makanan Ringan 7 - - 2 -
21 Opak 18 - - - -
22 Sale - - 4 - -
23 Gudril - - 1 - -
24 Simping - - 1 - -
25 Sale Pisang 5 - - - 4
26 Kue - - - - 3
27 Kue Lapis - - 1 - -
28 Kue Kering - - 1 - -
29 Rengginang - - 3 - -
30 Aneka Kue - - 2 - -
31 Kue Kaldu - - 2 - -
32 Telor Asin - - 2 - -
33 Sekoteng - - 1 - -
34 Opak Singkong - - 4 -- -
35 Cimpring Singkong - - 1 - -
36 Kerupuk Selondok - - 1 - -
37 Kerupuk Ikan - - 1 - -
38 Semprong - - - - 1
39 Opak Bolu - - - - 1
40 Cocorot 5 - - - -
41 Cilok 1 - - - -
42 Comet 1 - - - -
43 Sorabi 1 - - - -
44 Kue Basah 1 - - - -
45 Kawungsari 1 - - - 2
46 Kripik 10 1 3 1 -
47 Kripik Pisang - - 10 - -
48 Terasi - - 2 - -
49 Opak Bakar - - 10 - -
50 Opak Oven 8 - -
51 Mie Jepang 1 - -
52 Air Minum Isi Ulang 3 1 6 6 -
53 Jamu Godok - - 1 - -
54 Industri Es Balok - - - 1 -
55 Minuman Limun 1 - - - -
56 Es Sitrun 1 - - - -

LAPORAN AKHIR
140
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

No Jenis
Kecamatan
Industri
Cijulang Sidamulih Parigi Pangandaran Kalipucang
57 Industri Gula Merah - - - 2 6
58 Huler 83 - 113 28 36
59 Penggergajian Kayu 47 25 141 22 39
60 Industri Meubel 3 - - 14 2
61 Industri Ijuk - - - - 2
62 Industri Sapu Ijuk - - - - 10
63 Kapur - - - - 20
64 Bata - - - - 1
65 Pipiti - - - - 1
66 Bengkel - - - - 1
67 Meubel/Ukiran Kayu - 2 9 1 -
68 Pengolahan Sabut Kelapa - 4 - -
69 Pengrajin Sabut Kelapa - - 2 - -
70 Pabrik Sabut Kelapa - - 3 - -
71 Tambang Batu - - 4 - -
72 Industri Batako - 2 - - -
73 Pemasok dan Jasa - 2 - - -
74 Anyaman Sapu Lidi 1 - - - -
75 Anyaman Bambu 3 - - - -
76 Anyaman 4 - - - -
77 Sangkar Burung - - - 1 -
78 Bengkel - - - 10 -
79 Konveksi - - - 17 -
80 Kusen Cor - - - 1 -
Sumber: Rakor Pangandaran, 2016

LAPORAN AKHIR
141
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 5. 9 Peta Sebaran Agroindustri Pangandaran Raya

5.4.1 Industri Makanan dan Minuman


Usaha makanan dan minuman yang tersedia di Kabupaten Pangandaran berdasarkan data
dari Dinas Pariwisata Perindagkop dan UMKM pada tahun 2013 berjumlah 97unit yang terdiri
dari jenis rumah makan, restoran, kafe, dan kantin. Adapun lokasi usaha tersebut tersebar di 6
(enam) kecamatan yang ada, diantaranya di Kecamatan Pangandaran, Padaherang, Mangunjaya,

LAPORAN AKHIR
142
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sidamulih, Kalipucang, dan Cijulang. Dari keenam kecamatan tersebut yang paling banyak
terdapat jasa usaha makanan dan minuman yaitu Kecamatan Pangandaran dengan mayoritas
usaha rumah makan yang berjumlah 39 unit.

Tabel 5. 33 Jumlah dan Jenis Usaha Makanan dan Minuman di Kab. Pangandaran Th. 2013
No Jenis Usaha
Makanan
dan Minuman Kecamatan
Pangandaran Padaherang Mangunjaya Sidamulih Kalipucang Cijulang
1 Rumah Makan 39 1 0 0 0 11
2 Restoran 2 0 0 0 0 0
3 Kafe 2 0 0 0 0 0
4 Kantin 18 9 3 5 7 0
Jumlah 61 10 3 5 7 11
Total 97
Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025

1. Industri Rumahan Jus Honje Bu ooy


Merupakan sebuah industri rumahan yang dimiliki oleh Ibu Hj. Ooy memproduksi jus
honje, dikarenakan sulitnya pasokan buah honje membuat pengunjung yang datang ke tempat
ini sementara ini belum dapat menyaksikan dan ikut mengolah buah honje hingga akhirnya
menjadi jus honje, melainkan baru hanya dapat membeli jus honje yang memiliki berbagai
macam khasiat untuk kesehatan.

Berada di daerah Desa Mangunjaya, tempat ini digerakkan oleh ibu-ibu PKK yang
terwadahi oleh koperasi serba usaha. Tempat ini memiliki letak koordinat S7 29.684 E108 41.966.
Seluruh bentuk pengelolaan masih dengan metode tradisional guna mempertahankan kealamian
dari jus honje tersebut namun rumah produksi jus honje Bu Ooy ini masih banyak sekali memiliki
kekurangan dikarenakan promosi, fasilitas pendukung kegiatan pariwisata masih belum tersedia
serta tempat ini juga harus dilakukan penataan ulang.

LAPORAN AKHIR
143
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Jus Honje Bu Ooy (Honjeku)

Kondisi Lingkungan

3,13
Daya Tarik dan Aktivitas
Informasi DTW
Wisata
2,50 2,58

1,50 Sarana dan Fasilitas


Dukungan Masyarakat3,93
Wisata

3,10
4,09
Prasarana Aksesibilitas

Sumber: Ripparda Kabupaten Pangandaran 2016-2025


Gambar 5. 10 Daya Tarik Wisata Kuliner Jus Honje

Daya tarik wisata Kuliner Jus Honje memiliki bobot nilai tertinggi pada aspek kondisi
prasarana yaitu dengan bobot nilai 4,09, sedangkan untuk bobot nilai terendah berada pada
aspek sarana dan fasilitas yang memiliki bobot nilai 1,50. Dimana dengan perolehan bobot nilai
tersebut terlihat bahwa daya tarik wisata Kuliner Jus Honje dari aspek prasarana sudah baik,
tetapi masih perlu dilakukan pembangunan terhadap sarana dan fasilitas wisata untuk
menunjang aktivitas wisata di kawasan ini. Namun, pengembangan agroindustri honje masih
menghadapi kendala sangat mendasar yakni, sangat sulit dalam membudidayakan honje
tersebut. Oleh karena itu perlu bantuan riset dan pengembangan untuk pembudidayaan honje
bahan juice tersebut.

LAPORAN AKHIR
144
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Pengolahan Keripik pisang


Tabel 5. 34 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Keripik Pisang di Growth Center
Kabupaten Pangandaran

Jumlah
Jumlah
Biaya Rata- Rata-Rata
Jumlah Rata-Rata Daerah
Kecamatan Rata Produksi Penjualan
Industri Produksi Pemasaran
(per hr/kg) (per
(per hr/kg)
hr/kg)
Kalipucang 192 5.426 Rp 28.800.000 5.426 Dalam Negeri
Cijulang 13 104 Rp 1.950.000 104 Dalam Negeri
Parigi 83 664 Rp 12.450.000 664 Dalam Negeri
Pangandaran - - - - -
Sidamulih - - - - -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

3. Pengolahan Kopra
Tabel 5. 35 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Kopra di Growth Center Kabupaten
Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah


Industri Rata-Rata Rata Rata-Rata Pemasaran
Kecamatan
Produksi Produksi Penjualan
(per hr/kg) (per hr/kg) (per hr/kg)
Kalipucang - - - - -
2 1.200 Rp 5.900.000 1.200 Dalam
Cijulang
Negeri
1 600 Rp 2.950.000 600 Dalam
Parigi
Negeri
1 500 Rp 2.500.000 500 Dalam
Pangandaran
Negeri
Sidamulih - - - - -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

LAPORAN AKHIR
145
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

4. Gula Kelapa
Tabel 5. 36 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Gula Kelapa di Growth Center
Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah


Industri Rata-Rata Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran
Kecamatan Produksi (per hr/kg) Penjualan
(per hr/kg) (per
hr/kg)
192 5.426 Rp 28.800.000 5.426 Dalam
Kalipucang
Negeri
13 104 Rp 1.950.000 104 Dalam
Cijulang
Negeri
83 664 Rp 12.450.000 664 Dalam
Parigi
Negeri
Pangandaran - - - - -
Sidamulih - - - - -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

5. Pengolahan Ikan Asin


Tabel 5. 37 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Ikan Asin di Growth Center
Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah


Industri Rata-Rata Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran
Kecamatan Produksi (per hr/kg) Penjualan
(per hr/kg) (per
hr/kg)
Kalipucang - - - - -
14 350 Rp 17.500.000 350 Dalam
Cijulang
Negeri
8 240 Rp 7.700.000 240 Dalam
Parigi
Negeri
28 840 Rp 26.700.000 840 Dalam
Pangandaran
Negeri
Sidamulih - - - - -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

LAPORAN AKHIR
146
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

6. Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang


Tabel 5. 38 Industri Kecil dan Menengah Pengolahan Pembekuan Ikan/Udang di Growth
Center Kabupaten Pangandaran

Jumlah Jumlah Biaya Rata- Jumlah Daerah


Industri Rata-Rata Rata Produksi Rata-Rata Pemasaran
Kecamatan Produksi (per hr/kg) Penjualan
(per hr/kg) (per
hr/kg)
Kalipucang - - - - -
Cijulang - - - - -
Parigi - - - - -
4 1.500 Rp 225.150.000 1.500 Dalam
Pangandaran Daerah/Luar
Negeri
Sidamulih - - - - -
Sumber: Disparperindagkop dan UMKM Kab. Pangandaran, 2016

5.4.2 Industri Penggergajian Kayu


Industri penggergajian kayu merupakan salah satu industri yang memiliki potensi cukup
besar untuk dikembangkan di wilayah Pangandaran Raya. Pada tahun 2013 hasil hutan di
wilayah Pangandaran Raya terdiri dari beberapa jenis kayu yaitu kayu albazia dengan jumlah
produksi mencapai 104.962, 915 M, kayu mahoni dengan jumlah produksi mencapai 17.436 M,
kayu jati dengan jumlah produksi 11.264,790 M dan jenis kayu lainnya dengan jumlah produksi
5.442, 716 M. Sementara itu jumlah hutan yang memproduksi kayu juga cukup besar yaitu
mencapai 27.269, 47 Ha. Kondisi ini cukup menunjang untuk pengembangan industri
penggergajian kayu. Menurut humas Sekretariat daerah Kabupaten Pangandaran, industri
penggergajian kayu merupakan salah satu industri yang cukup menonjol nilai investasinya,
namun masih kurang berkembang di Kabupaten Pangandaran.

5.4.3 Analisis SWOT Sektor Agroindustri

Analisis SWOT merupakan alat yang digunakan untuk mengembangkan strategi sebuah
usaha. Penerapan analisis SWOT sebelum menilai investasi diharapkan mampu menghasilkan
penilaian kebutuhan investasi yang strategis dan akurat sehingga mencapai pemilihan alternatif

LAPORAN AKHIR
147
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

investasi yang maksimal. Analisis SWOT untuk bidang Agroindustri pada pusat pertumbuhan
Pangandaran Raya dapat dilihat pada tabel 5.38.
Tabel 5. 39 Analisis SWOT Agroindustri

Unsur Deskripsi
Strength 1. Pangandaran Raya termasuk kedalam rencana pengembangan sektor
agroindustri wilayah jawa barat bagian selatan tahun 2010-2035.
2. Tanaman kelapa, padi dan pisang menjadi komoditas andalan yang
dapat diolah menjadi berbagai varian produk.
3. Hasil tangkapan laut yang melimpah dapat dijadikan aneka produk
olahan.
Weaknes 1. Kurangnya kreativitas masyarakat dalam mengolah hasil pertanian dan
perikanan.
2. Tidak memiliki gastronomi (makanan khas Pangandaran)
3. Kondisi terkini aksesibilitas masih rendah.
4. Adanya keterbatasan IPTEK untuk mengolah hasil pertanian.

Opportunity 1. Pangadaran banyak dikunjungi oleh wisatawan sehingga produk


agroindustri berpeluang dibeli oleh wisatawan.
2. Target pemerintah dalam melakukan akselerasi sektor pariwisata
membuka peluang bagi berkembangan industri hasil olahan makanan
dan minuman.
3. Pangandaran memiliki kesempatan untuk dibangun Bandara,
Pelabuhan, Rel Kereta Api dan Jalan Nasional.
4. Perkembangan teknologi dapat membuka peluang pasar yang semakin
luas.
5. Semakin terbukanya pasar global
Threat 1. Agroindustri yang ada di pangandaran merupakan hasil yang umum
diproduksi oleh daerah lain di pesisir.
2. Alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan ke bentuk pembangunan
properti.
Sumber: Hasil Analisis, 2016

---agisu---

LAPORAN AKHIR
148
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 6
RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI
PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

Bab 6 ini menyajikan rencana kebutuhan investasi untuk setiap sektor yang dielaborasi.
Berkenaan dengan penyusunan rencana investasi tersebut, digunakan asumsi umum untuk
semua sektor, dan asumsi dasar untuk setiap sektor yang berbeda-beda. Berikut ini asumsi
umum yang dijadikan dasar dalam perencanaan investasi:
1. Menjadikan grand design Pembangunan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat
sebagai acuan dalam membuat rencana kebutuhan investasi di Pusat Pertumbuhan
Pangandaran Raya (Bappeda, 2014)
2. Menggunakan Renip (Rencana Induk Pembangunan) Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya
(Bappeda, 2016)
3. Kondisi sosial budaya, ekonomi dan politik stabil
4. Tanpa adanya gangguan bencana alam
5. Semua fasilitas transportasi darat, laut dan udara telah terbangun (Renip Pangandaran Raya,
2016)
a. Bandara Nusawiru sudah dapat digunakan untuk pesawat berbadan lebar
b. Pelabuhan Nusawiru sudah menjadi Pelabuhan Samudera dan sudah dapat digunakan
c. Pelabuhan Bojongsalawe sudah dapat digunakan
d. Reaktivasi transportasi kereta api dari banjar ke Cijulang
e. Jalan darat pantai selatan menjadi jalan nasional lintas pantai selatan
6. Perhitungan rencana kebutuhan investasi tidak didasarkan pada hasil feasibility study bisnis
yang bersangkutan

6.1 Kepariwisataan
Investasi pada sektor Kepariwisataan mempunyai potensi yang sangat besar untuk terus
dikembangkan. Tren perkembangan wisata yang akan datang adalah sustainable tourism. Pada
Tabel 6.1 disajikan rencana kebutuhan investasi sektor pariwisata

LAPORAN AKHIR
149
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 6. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata

Sumber: Hasil Analisis, 2016


No Komponen Jenis Aktor Lokasi Nilai Keterangan
Kepariwisataan Layanan investasi Investasi
(Juta Rp)
1 Atraksi Wisata Wisata alam Masyarakat Desa Kertayasa 5.500 Body rafting, camping
Desa Setempat ground, off road, cross
Kertayasa country, flying fox, dll.
Wisata alam Masyarakat Desa Selasari 5.500 Body rafting, camping
Desa Setempat ground, off road, cross
Selasari country, flying fox, dll
Wisata Seni Masyarakat Pangandaran 5.000 Pelatihan, costume,
Budaya setempat raya (5 Kec promosi, dll.
@1M)
Wisata Masyarakat Pangandaran 7.500 Diving, climbing,
Minat setempat Raya hiking, parasailing, kite
Khusus festival, banana boat,
snorkeling, dll.
2 Aksesibilitas Bis khusus Swasta Pangandaran 135.000 (5 kecamatan *10
wisata Raya bis*2.7M)
(koach)
3 Ameniti Eco- Masyarakat Desa kertayasa 20.000 Masing – masing
Homestay lokal dan Selasari daerah wisata didirikan
20 unit eco-homestay
yang dirancang dengan
arsitektur adat.
sentra Masyarakat Pangandaran 5000 Setiap kecamatan
kuliner lokal Raya didirikan satu sentra
(Food and kuliner untuk memacu
beverage pertumbuhan
local gastronomi.
community)
Convention swasta Kecamatan 200.000 Kapasitas 1000 orang:
Hall Cijulang Lahan, gedung
(MICE) (bangunan)
Hotel Swasta Kecamatan 250.000 Hotel dekat dengan
bintang Cijulang bandara.
lima
4 Ansilari Pengelolaan pemerintah Pangandaran 10.000 Penyediaan fasilitas
kepariwisat Raya (5 kec) perkantoran, pelatihan,
aan

LAPORAN AKHIR
150
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

6.2 Kelautan dan Perikanan


Investasi sektor kelautan dan perikanan meliputi investasi untuk meningkatkan hasil
penangkapan ikan laut dan juga budidaya. Budidaya selain ikan laut cocok dilakukan di Kecamatan
Sidamulih. Sedangkan budidaya perikanan hasil laut cocok dilakukan di Kecamatan Pangandaran
dan Cijulang. Disamping itu, investasi ini juga mempertimbangkan kondisi, lokasi dan sarana
prasarana untuk pengembangan aktivitas bisnis penunjangnya. Nilai investasi untuk sektor
kelautan dan perikanan akan disajikan dalam tabel 6.2.
Tabel 6. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan

Nilai
Aktor
No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan
investasi
(juta Rp)
1 Keramba Jaring Pemerintah Kecamatan 78,000 Berdasarkan hasil
Apung ( KJA ) Pangandaran interview, 1 KJA
(digunakan digunakan untuk 10
untuk orang nelayan maka
pembibitan Kecamatan Pangandaran
atau budidaya dengan jumlah nelayan
ikan laut di 2395 jiwa membutuhkan
perairan yang 240 KJA. Harga KJA
tenang/tahan modern yaitu 325
ombak) juta/unit.

2 Pengadaan sarana Pemerintah Kecamatan 85 Sarana prasarana


prasarana produksi Cijulang, Parigi, dibutuhkan untuk
perikanan (tempat Sidamulih, melengkapi 5 TPI. Harga
ikan, blong, cool Pangandaran, sarpras produksi
box) dan Kecamatan perikanan per TPI adalah
Kalipucang 5 juta untuk tempat ikan
dan 6 juta untuk blong.
Selain itu, dibutuhkan 30
coolbox dengan kapasitas
1 kuintal dengan total 30
juta untuk semua
kecamatan. (asumsi
produksi ikan terbanyak
hampir 3000 ton)

3 Armada kapal 10 Pemerintah Kecamatan 15,435 Armada kapal


GT Cijulang diperuntukkan bagi
LAPORAN AKHIR
151
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

(mempertimba nelayan dalam KUB.


ngkan lokasi Terdapat 13 KUB di
pelabuhan) Kecamatan Pangandaran
yang berarti asumsi
untuk kecamatan lain
bahwa 1 KUB dikelola
oleh hampir 200 nelayan
maka jumlah 4.101
nelayan (dikurangi oleh
Kecamatan Sidamulih
yang lebih cocok untuk
budidaya) dibagi 200
adalah 21 KUB. Harga
satuan kapal 10 GT
adalah 735 juta

4 Armada kapal 30 Pemerintah Kecamatan 208,500 Pengelolaan kapal 30 GT


GT Cijulang diperuntukkan bagi 30
(mempertimba orang nelayan/unit.
ngkan lokasi Jumlah nelayan di
pelabuhan) Pangandaran Raya
adalah 4.141 orang.
Sehingga dibutuhkan
139 kapal. Harga satuan
kapal adalah 1,5 miliar
rupiah.

5 Pembangunan atau Swasta Kecamatan 500,000 Persyaratan Tempat


renovasi Tempat Cijulang, Parigi, Pelelangan Ikan diatur
Pelelangan Ikan Pangandaran dalam No.
dan Kecamatan KEP.01/MEN/2007
Kalipucang (DKP 2007). Anggaran
untuk tempat pelelangan
ikan yaitu sebesar 100
miliar.

LAPORAN AKHIR
152
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Gambar diatas adalah


contoh tempat
pelelangan ikan di
Tsukiji Market di Jepang

6 Pabrik es curah Swasta Kecamatan 7,500 Jumlah produksi es yang


Cijulang, telah ditetapkan adalah
Pangandaran, maksimal 10 ton/hari.
Kecamatan Harga analisis usaha per
Sidamulih, unit adalah 1,5 Miliar
Kalipucang, (Alumniaps.com) dikali
Parigi dengan 5 kecamatan.
7 Mesin Potong Ikan Swasta Kecamatan 260 Harga mesin otomatis
Cijulang, Parigi, untuk potong ikan
Pangandaran adalah sekitar 4000 US
dan Kecamatan (Alibaba.com). Asumsi
Kalipucang nilai tukar rupiah
terhadap dolar adalah
13.000. Mesin ini
Digunakan untuk 5 TPI.
Berikut adalah contoh
mesin potong ikan di
Tsukiji Market, Jepang.

LAPORAN AKHIR
153
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

6.3 Agrobisnis
Dalam investasi Agribisnis terdapat tiga aktor pelaku investasi dalam
pengembangan agribisnis yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berdasarkan analisis
SWOT maka pengembangan investasi di bidang agribisnis akan dijabarkan melalui
berbagai aspek seperti jenis investasi, nilai investasi maupun lokasi investasi. Untuk lebih
lengkap akan dijabarkan dalam Tabel 6.3.
Tabel 6. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agribisnis

Nilai
Aktor Tahun
No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan
investasi investasi
(juta Rp)
A. Tanaman
Pangan
1 Pengadaan Pemerinta Kecamatan 2.000 Meliputi 2017 / tiap
sarana produksi h Cijulang, pengadaan sarana tahun
(bibit, pupuk, Parigi, produksi
pestisida, dll) Sidamulih, pertanian antara
Pangandara lain terdiri dari
n, dan benih, bibit,
Kecamatan makanan ternak,
Kalipucang pupuk , obat
pemberantas
hama dan
penyakit,
lembaga kredit,
bahan bakar, alat-

LAPORAN AKHIR
154
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

alat, mesin, dan


peralatan
produksi
pertanian.
B. Peterna
kan
1 Pembangunan Pemerinta Kecamatan 10.000 Meliputi sarana 2018
laboratorium h Cijulang dan prasarana
kesehatan atau Bangunan Utama
hewan, Kecamatan dan Penunjang
Parigi seperti
Laboratorium-
laboratorium,
Ruang Sterilisasi,
Ruang data,
Ruang Staf,
Mushala, Ruang
Parkir dan
sebagainya.

2 Pabrik Pakan Swasta Lokasi 20.500 1. Perizinan : 2020


investasi Rp. 0.3 M
yang 2. Investasi
direkomend Tanah (1Ha)
asikan &Bangunan: Rp.
adalah yang 7.0 M
berdekatan 3. Mesin: Rp.
dengan 8.5 M
sentra usaha 4. Modal Kerja:
peternakan Rp. 4.7 M (Bahan
dan juga Baku, Tenaga
dekat Kerja
dengan Operasional)
sentra bahan
baku utama,
selain itu
aksesibilitas
lokasi serta
kondisi
lingkungan
sekitar
Pabrik
menjadi
pertimbanga

LAPORAN AKHIR
155
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

n utama
pemilihan
lokasi.
Wilayah
Pangandara
n yang
memenuhi
aspek ini
adalah
Kecamatan
Cijulang
3 Penyediaan sapi Swasta Kecamatan 4.000 Jenis Sapi Limosin 2018 /tiap
calon induk Cijulang, 200 x 20 juta tahun
dengan Parigi, (ekor) = 4 miliar
kapasitas 200 Sidamulih, /tahun
ekor/tahun Pangandara
(Jenis Sapi n, dan
Limosin) Kecamatan
Kalipucang
4 Fasilitas Swasta Kecamatan 2.000 Asumsi kandang 2018, 2019,
kandang Cijulang, seluas 100 m2 2020
dengan Kecamatan atau berukuran
kapasitas 1000 Sidamulih 10m x 10m,
ekor jumlah sapi ideal
atau kapasitas
ideal kandang
tersebut paling
banyak mencapai
25 ekor (4m2 x 25
ekor = 100m2)

Sumber : Hasil Analisis, 2016

6.4 Agroindustri
Dalam investasi Agroindustri terdapat tiga aktor pelaku investasi dalam pengembangan
agroindustri yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT maka
pengembangan investasi di bidang agroindustri akan dijabarkan melalui berbagai aspek seperti
jenis investasi, nilai investasi maupun lokasi investasi. Untuk lebih lengkap akan dijabarkan dalam
Tabel 6.4.

LAPORAN AKHIR
156
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tabel 6. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri

Nilai
Aktor
No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan
investasi
(juta Rp)
A. Industri
Pengolahan
Kelapa
1 Produksi Minyak Masyarakat Kecamatan 7.986 1. Perizinan Rp 300.000
Kelapa VCO Setempat Cijulang, 2. Lahan dan Bangunan
Kecamatan 1 Ha. Rp 7 M
Parigi, 3. Peralatan dan Mesin
Kecamatan Produksi Rp
Kalipucang 109.570.000 @3 Paket Rp
328.710.000 @3
Kecamatan Rp
986.130.000.
2 Produksi Masyarakat Kecamatan 9.024 1. Perizinan Rp
Minuman Sari Setempat Cijulang, 3.300.000
Kelapa Nata De Kecamatan 2. Lahan dan Bangunan
Coco Parigi, 1 Ha. Rp 7 M
Kecamatan 3. Peralatan dan Mesin
Kalipucang Produksi Rp
224.570.000 @3 Paket Rp
673.710.000 @3
Kecamatan Rp
2.021.130.000
3 Produksi Gula Masyarakat Kecamatan 21.597 1. Perizinan : Rp.
Semut Setempat Cijulang, 3.300.000 Jt.
Kecamatan 2. Investasi Tanah
Parigi, (1Ha) &Bangunan: Rp.
Kecamatan 7.0 M. satu paket mesin
Kalipucang produksi terdiri dari:
mesin/alat pencacah
gula merah-gula aren,
mesin pemasak gula
semut, oven, mesin
penepung, mesin
pengayak seharga Rp.
66 Jt. (diasumsikan
untuk setiap kegiatan
produksi memerlukan
masing-masing 3 unit

LAPORAN AKHIR
157
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

mesin, kalikan dengan 3


kecamatan Rp 594 Jt.

4 Produksi Coco Masyarakat Kecamatan 7.288 1. Perizinan Rp


Vinegar Setempat Cijulang, 3.300.000.
Kecamatan 2. lahan dan bangunan 1
Parigi, Ha Rp 7 M.
Kecamatan 3. Peralatan produksi ;
Kalipucang Nampan plastik 5000
pcs @Rp5000, Drum
plastik (200 lt) 100 buah
@Rp2.000.000, Jerigen
plastik 100 buah
@Rp300.000, Ember
plastik (50 lt) 50 pcs
@Rp200.000, botol sirup
(630ml) 1000 buah
@Rp2.500, Timbangan
1000 gram 5 buah
@Rp100.000, Rak 50
buah @Rp350.000

1 Produksi Sale Masyarakat Kecamatan 1.380 Meliputi pelatihan dan


Pisang Setempat Cijulang, pengembangan SDM,
Kecamatan sarana dan prasarana
Parigi, bangunan pabrik, serta
Kecamatan peralatan dan mesin
Kalipucang produksi
2 Industri Masyarakat Kecamatan 132 Waring, Keranjang,
Pengolahan Ikan Setempat Pangandaran, Terpal, Timbangan,
Kering Parigi Sekop, Plastik, Bak dan
Karung Rp 3.307.476.
diasumsikan satu
kecamatan terdapat 20
Home Industry.
Sumber: Hasil Analisis 2016

6.5 Sektor Pendukung Lainnya


Sektor pendukung merpakan sektor penunjang dan sektor yang mendukung segala
investasi dari keempat sektor yaitu meliputi sektor pariwisata, perikanan dan kelautan,

LAPORAN AKHIR
158
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

agrobisnis dan agroindustri. Jika faktor pendukung ini dalam keadaan baik maka dukungan
terhadap keempat sektor akan mudah terealisasi. Faktor pendukung dalam hal ini dibagi
kedalam sub sektor yakni kelistrikan, kesehatan, pendidikan, perekonomian, transportasi dan
jaringan utilitas. Investasi dalam hal sektor pendukung lainnya dapat dilihat pada Tabel 6.5.
Tabel 6. 5 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pendukung Lainnya

Nilai
Aktor
No Jenis Investasi Lokasi Investasi Keterangan
investasi
(juta Rp)
Pendidikan
1 Pembangunan Pemerintah Kecamatan 1.600 Jurusan meliputi
SMK terpadu dan parigi/ pariwisata, perikanan,
Politeknik Kecamatan kelautan dan pertanian
sidamulih/
Kecamatan
Kalipucang
Transportasi
1 Pelebaran jalan Pemerintah Pusat 7.500 Ruas Jalan Kabupaten
yang tidak sesuai Pertumbuhan
dengan kelas dan Pangandaran
statusnya (150,83) Raya
2 Penambahan Pemerintah Kecamatan 1.000
Moda pada rute Pangandaran
yang dibutuhkan Kecamatan
Parigi,
Kecamatan
Cijulang
3 Reaktivasi jalur Pemerintah Pusat 150.000 Banjar-Cijulang (83 km)
kereta Pertumbuhan
Pangandaran
Raya
4 Pembangunan Pemerintah Kecamatan 40.000 8 km
Runway Nusawiru Cijulang
5 Peningkatan Pemerintah Kecamatan 20.000
Pelabuhan Cijulang
Nusawiru menjadi
pelabuhan
samudera
6 Pembangunan Pemerintah Jalur Cileunyi- 5.500.000
jalan tol Nagreg-

LAPORAN AKHIR
159
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tasikmalaya-
Ciamis-Banjar
Jaringan Utilitas
1 Pengembangan Pemerintah Pusat 700.000 Penambahan kapasitas,
ketenagalistrikan Pertumbuhan penyaluran listrik,
Pangandaran pembangunan prasarana
Raya listrik tenaga angin arus
bawah laut, penerangan
jalan umum
2 Peningkatan Pemerintah Pusat 1.422 Pemisahan limbah,
sanitasi Pertumbuhan perbaikan dan perawatan
lingkungan Pangandaran saluran, penyediaan
Raya sumur resapan,
penyediaan unit
pengolahan tinja
3 Pengelolaan Pemerintah Pusat 10.000 Penyediaan lahan TPS3R,
sampah terpadu Pertumbuhan container, bak sampah,
Pangandaran sosialisasi teknologi
Raya pengelolaan sampah
4 Penyediaan air Pemerintah Pusat 700.550,5 Distribusi air bersih,
bersih Pertumbuhan Pembangunan waduk &
Pangandaran bendungan,
Raya pembangunan SPAM,
baik penampungan dan
kran umum
5 Pengembangan Pemerintah Pusat 30.000 Penempatan menara
jaringan Pertumbuhan bersama, pembangunan
komunikasi Pangandaran jaringan fiber optik,
Raya fasilitas komunikasi
umum,

LAPORAN AKHIR
160
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 6. 1 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Pariwisata

LAPORAN AKHIR
161
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 6. 2 Pemetaan Pertumbuhan Pangadaran Raya Sektor Kelautan dan Perikanan

LAPORAN AKHIR
162
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 6. 3 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agrobisnis

LAPORAN AKHIR
163
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis 2016

Gambar 6. 4 Pemetaan Pertumbuhan Pangandaran Raya Sektor Agroindustri

LAPORAN AKHIR
164
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 7
MATRIKS KEBUTUHAN INVESTASI
PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA

Sektor yang dikaji dalam hal kebutuhan investasi meliputi 4 sektor yakni kepariwisataan,
kelautan dan perikanan, agrobisnis, agroindustri yang terletak di 5 kecamatan Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya. Kelima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan
dimaksud adalah Cijulang, Parigi, Pangandaran, Kalipucang, dan Sidamulih.
Dalam sektor pariwisata, kebutuhan investasi berdasar pada komponen pariwisata
meliputi atraksi wisata, aksesibilitas, ansilari dan amenity. Untuk sektor kelautan dan perikanan
rencana investasi yang dibutuhkan meliputi keramba jaring apung, tempat ikan, blong, cool box,
armada kapal, pembangunan/renovasi tempat pelelangan ikan, pabrik es curah dan mesin
potong ikan. Sektor agrobisnis membutuhkan investasi pengadaan sarana produksi (bibit,
pupuk, pestisida dll), laboratorium kesehatan hewan, pabrik pakan, penyedia sapi calon induk
dengan kapasitas 200 ekor/tahun dan fasilitas kandang dengan kapasitas 1000 ekor. Sektor
terakhir adalah sektor agroindustri dimana sektor ini membutuhkan investasi dalam hal industri
pengolahan kelapa dan industri pengolahan pisang.
Untuk lebih rinci mengenai tempat perencanaan investasi, tahun rencana, prospek investor,
strategi dan total investasi dapat dilihat pada tabel 7.1 sampai dengan tabel 7.5.

LAPORAN AKHIR
165
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata


Tabel 7.1 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor pariwisata.
Tabel 7. 1 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Pariwisata

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
KOMPON

STRATEGI
Pangandaran INVEST
EN

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih

ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
PARIWIS
Parigi

2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
(Juta
ATA
Rp)

Atraksi
1
Wisata 
DESA
KERTAYA
SA
Body
a
Rafting   
camping
b   
Ground
5,500
c Off Road   
Cross
d 
Country  
e Flying Fox   
DESA
SELASARI 
Body
a 
Rafting  
5,500
camping
b 
Ground  

LAPORAN AKHIR
166
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
KOMPON

STRATEGI
INVEST

Pangandaran
EN

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
PARIWIS

Parigi

2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
(Juta
ATA
Rp)

c Off Road   
Cross
d 
Country  
e Flying Fox   
Aksesibilita
2
s
Bus
135,00
a Khusus
0
Wisata         
3 Ameniti
Eco
a 
Homestay     20,000
Centra
b 
Kuliner       5,000
Convention 200,00
c 
Hall   0
Hotel 250,00
d  
Bintang 5   0
4 Ansileri

LAPORAN AKHIR
167
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
KOMPON

STRATEGI
INVEST

Pangandaran
EN

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
PARIWIS

Parigi

2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
(Juta
ATA
Rp)

Pengelolaa
n
Kepariwisa
taan
a (Penyediaa        10,000
n fasilitas
perkantora
n, dan
pelatihan)

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR
168
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan


Tabel 7.2 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor kelautan dan perikanan.

Tabel 7. 2 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan


PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL

STRATEGI
INVEST

Pangandaran
N KOMPONEN

Pemerintah
Kalipucang
Sidamulih

ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
O PARIWISATA
Parigi

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

II Kelautan
Keramba Jaring
1
Apung      78,000
Tempat Ikan,
2
Blong, Cool Box       85
Armada Kapal 10
3  
GT   15,435
Armada Kapal 30 208,50
4    
GT 0
Pembangunan/Re
5 novasi Tempat       500,00
Pelelangan Ikan 0
6 Pabrik Es Curah         7,500
7 Mesin Potong Ikan         260

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR
169
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis


Tabel 7.3 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor agrobisnis.
Tabel 7. 3 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agrobisnis

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL

STRATEGI
INVEST

Pangandaran
KOMPONEN

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
PARIWISATA
Parigi

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

II
I Agrobisnis
Pengadaan Sarana
1 Produksi (bibit,       2,000
pupuk, pestisida dll)
Laboratorium
2     10,000
Kesehatan Hewan
3 Pabrik Pakan    20,500
Penyedia Sapi calon
Induk Dengan
4      4,000
Kapasitas 200
Ekor/Tahun
Fasilitas Kandang
5 Dengan Kapasitas     2,000
1000 ekor

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR
170
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri


Tabel 7.4 menyajikan rencana kebutuhan investasi sektor agroindutri.
Tabel 7. 4 Rencana Kebutuhan Investasi Sektor Agroindustri

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL

STRATEGI
INVEST

Pangandaran
KOMPONEN

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih

ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
PARIWISATA
Parigi

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

I
V Agroindustri
Industri
1 Pengolahan
Kelapa
Produksi
a Minyak Kelapa        7,986
VCO
Produksi
Minuman Sari
b     9,024
Kelapa Nata De
Coco
Produksi Gula
c     21,597
Semut
Produksi Coco
d       7,288
Vinegar
Industri
2 Pengolahan 
Pisang

LAPORAN AKHIR
171
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL

STRATEGI
INVEST

Pangandaran
KOMPONEN

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
PARIWISATA

Parigi

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

a Produksi Sale       1,380


Produksi
b Pengolahan       132
Ikan Kering

Sumber: Hasil Analisis, 2016

LAPORAN AKHIR
172
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

7.5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

Tabel 7.5 adalah rekapitulasi matriks pencana kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya untuk setiap kecamatan dalam
setiap sektor masing-masing.

Tabel 7. 5 Rekapitulasi Matriks Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
INVEST
Pangandaran
JENIS

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih

ASI
Cijulang

Maslok
Swasta
KOMPONEN
Parigi

STRATEGI
2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

Komponen
Pariwisata
1 Atraksi Wisata 
DESA
KERTAYASA
a
Body Rafting   
b camping Ground   
c 5,500
Off Road   
d Cross Country   
e Flying Fox   
DESA SELASARI 
a Body Rafting   
b camping Ground   
5,500
c Off Road   
d Cross Country   

LAPORAN AKHIR
173
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
INVEST

Pangandaran
JENIS

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI

Cijulang

Maslok
Swasta
KOMPONEN

Parigi

STRATEGI
2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

e Flying Fox   
2 Aksesibilitas
a 135,000
Bus Khusus Wisata         
3 Ameniti
a Eco Homestay      20,000
b Centra Kuliner        5,000
c Convention Hall    200,000
d Hotel Bintang 5     250,000
4 Ansileri
Pengelolaan
Kepariwisataan
a (Penyediaan fasilitas        10,000
perkantoran, dan
pelatihan)
Komponen Sektor
Kelautan dan 
Perikanan
Keramba Jaring
1
Apung      78,000
Tempat Ikan, Blong,
2
Cool Box       85

LAPORAN AKHIR
174
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
INVEST

Pangandaran
JENIS

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI

Cijulang

Maslok
Swasta
KOMPONEN

Parigi

STRATEGI
2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

Armada Kapal 10
3  
GT   15,435
Armada Kapal 30
4    
GT 208,500
Pembangunan/Ren
5 ovasi Tempat      
Pelelangan Ikan 500,000
6 Pabrik Es Curah         7,500
7 Mesin Potong Ikan         260
Kompone
n sektor
Agrobisni
s
Pengadaan Sarana
1 Produksi (bibit,        2,000
pupk, pestisida dll)
Laboratorium
2     10,000
Kesehatan Hewan
3 Pabrik Pakan    20,500
Penyedia Sapi calon
Induk Dengan
4       4,000
Kapasitas 200
Ekor/Tahun

LAPORAN AKHIR
175
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

PROSPEK
KECAMATAN TAHUN
INVESTOR TOTAL
INVEST

Pangandaran
JENIS

Pemerintah
Kalipucang
NO

Sidamulih
ASI

Cijulang

Maslok
Swasta
KOMPONEN

Parigi

STRATEGI
2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

2028

2029

2030

2031

2032

2033

2034

2035
(Juta
Rp)

Fasilitas Kandang
5 Dengan Kapasitas     2,000
1000 ekor
Komponen Sektor
Agroindustri
Industri Pengolahan
1
Kelapa
Produksi Minyak
a         7,986
Kelapa VCO
Produksi Minuman
b Sari Kelapa Nata De     9,024
Coco
Produksi Gula
c     21,597
Semut
Produksi Coco
d       7,288
Vinegar
Industri Pengolahan 
2
Pisang
a Produksi Sale       1,380
Produksi
b Pengolahan Ikan       132
Kering
Sumber: Hasil Analisis, 201

LAPORAN AKHIR
176
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

BAB 8
KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT
RENCANA INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN
PANGANDARAN RAYA

8.1 Kesimpulan

Secara umum kondisi 4 sektor yang dielaborasi yakni 1) kepariwisataan, 2) kelautan dan
perikanan, 3) agrobisnis, serta 4) agroindustri di 5 kecamatan Pusat Pertumbuhan Pangandaran
Raya memasuki siklus awal pengenalan atau “introduksi” investasi. Kelima kecamatan yang
menjadi pusat pertumbuhan dimaksud adalah 1) Cijulang, 2) Parigi, 3) Pangandaran, 4)
Kalipucang, dan 5) Sidamulih. Berikut ini kesimpulan gambaran kondisi investasi terkini dan
rencana investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya:
1. Kondisi 4 sektor strategis terkini di Pangandaran Raya:
a. Kepariwisataan di Pangandaran Raya telah memiliki komponen kepariwisataan baik
atraksi wisata, aksesibilitas, ameniti maupun ansilari khususnya untuk wisatawan
domestik. Keseluruhan komponen tersebut masih sangat terbatas untuk menyambut
kedatangan wisatawan mancanegara. Kepariwisataan telah menjadi tumpuan kehidupan
ekonomi masyarakat setempat. Atraksi wisata yang jadi andalan adalah pariwisata
pantai, sungai, dan panorama alam pedesaan. Pangandaran Raya masih memiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata lokal, domestik dan mancanegara. Namun
demikian, perlu penataan fasilitas yang telah tersedia, dan perlu pengembangan potensi
yang ada.
b. Agrobisnis yang menjadi pencaharian masyarakat adalah bercocok tanaman rakyat
sebagaimana umumnya di daerah pesisir (tipikal). Pertanian rakyat yang dijalankan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, peternakan dan perikanan masyarakat
setempat, namun sebagian besar masih bersifat subsisten (gurem).
c. Kelautan dan perikanan yang menjadi andalan masyarakat setempat adalah ikan laut
tangkapan dan tambak, serta perikanan air tawar milik penduduk setempat. Budidaya

LAPORAN AKHIR
177
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

ikan laut dan tambak ikan menjadi potensi besar untuk dikembangkan untuk sub sektor
ikan laut.
d. Agrobisnis yang menjadi unggulan di Pangandaran Raya adalah hasil budidaya kelapa,
padi dan pisang. Budidaya dan hasil tanaman tersebut merupakan produk yang serupa
dan tipikal untuk daerah pesisir sebagaimana dihasilkan daerah lainnya di Indonesia
sebagai negara tropis. Budidaya produk pertanian dikembangkan oleh masyarakat lokal
dan masih bersifat budidaya subsisten (gurem).
e. Agroindustri yang jadi pencaharian masyarakat berupa pengolahan hasil pertanian
setempat dan masih berskala kecil;
f. Agroindustri yang jadi andalan penduduk lokal adalah pengolahan hasil pertanian dari
kelapa, pisang dan padi untuk makanan dan minuman. Skala usaha di Pangandaran Raya
tersebut masih berupa industri rumahan (home industry). Namun demikian produk-
produk yang dihasilkan tersebut bukan berupa gastronomi (makanan khas daerah
setempat). Penduduk di Pangandaran Raya juga mengolah produk aneka industri
rumahan.
2. Mengacu pada RENIP (Rencana Induk Pembangunan) Pusat Pertumbuhan Pangandaran
Raya (2016) bahwa, Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya titik sentralnya adalah di
Kecamatan Cijulang. Berdasarkan pemetaan pusat pertumbuhan, pusat pertumbuhan
primer untuk pariwisata membentang sepanjang pantai di Pangandaran Raya. Adapun
pusat pertumbuhan sekunder menyebar hingga ke ujung Pusat Pertumbuhan di tiap
kecamatan di Pangandaran Raya. Demikian pula untuk sektor kelautan dan perikanan
berpusat dari sepanjang pantai sebagaimana dalam kepariwisataan. Berbeda dengan sektor
agrobisnis dan agroindustri, pusat pertumbuhan primer berada membentang di ujung
daerah kecamatan di Pangandaran Raya, seterusnya disusul oleh pertumbuhan sekunder
dan tersier, hingga mencapai bentangan pantai di Pangandaran Raya. Polarisasi
pertumbuhan akan menyebar dari 5 kecamatan di Pangandaran Raya ke daerah lain di
sekitarnya.
3. Rencana Investasi di Pangandaran Raya yang potensial dikembangkan sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR
178
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

a. Kepariwisataan Pangandaran Raya masih memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan,


baik untuk wisata alam, budaya maupun minat khusus. Potensi investasi akan makin
terbuka, jika Pangandaran dibenahi dan ditempatkan dalam posisi destinasi wisata untuk
wisatawan mancanegara.
i. Pengembangan investasi kepariwisataan adalah kepariwisataan yang terpadu dan
terintegrasi serta berkelanjutan berkelas dunia. Pengembangan kepariwisataan
tersebut berbasis pada kolaborasi sebagaimana dalam Penta Helix Model yang
dalam implikasinya dapat dikembangkan menjadi Hexa Helix Model.
ii. Rencana investasi untuk atraksi wisata yang jadi unggulan adalah wisata alam laut
dan alam pedesaan. Wisata kelautan yang dikembangkan secara terintegrasi
dengan pengembangan budidaya ikan laut dan wisata pantai. Adapun investasi
untuk wisata alam dan budaya pedesaan adalah berupa pengembangan Desa
wisata. Ada 2 desa wisata yang memasuki siklus introduksi yakni di Desa wisata
Kertayasa dan Selasari. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih dapat
dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi
tersebut dapat dikonsentrasikan kepada masyarakat lokal.
iii. Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat berperan penting bagi
kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru, reaktivasi jalur
Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, dan jalan nasional jalur selatan yang melintasi
Kabupaten Pangandaran.
iv. Rencana investasi layanan ameniti (akomodasi, transfer wisatawan, pemandu
wisata) yang tepat di Pangandaran Raya adalah pengembangan potensi masyarakat
lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan dimaksud adalah
penyediaan makanan dan minuman untuk wisatawan, penginapan antara lain
berupa homestay. Adapun untuk layanan transfer atau transportasi di lingkungan
wisata Kabupaten Pangandaran dapat menyediakan bis pariwisata. Adapun
investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan
wisatawan berkelas dunia ditempatkan di “pantai yang terdekat ke Bandara
Nusawiru.”

LAPORAN AKHIR
179
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

v. Rencana investasi layanan ansilari yakni pengelolaan kepariwisataan yang lebih


baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola
yang berasal dari masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan.
Baik kepariwisataan laut, pantai maupun di kawasan pedesaan, pengelolaan perlu
diorientasikan pada kemampuan masyarakat lokal.
b. Rencana investasi untuk kelautan dan perikanan dapat dirancang sebagai berikut:
i. Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan di laut dengan menggunakan KJAL
(Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak. Satu di antara contoh
budidaya ikan laut adalah di Gondol Kab. Buleleng Bali yang berada di bawah binaan
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Bali. Pembenihan dan
pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di antaranya
udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Pengembangan investasi tersebut
memerlukan investasi relatif besar, sehingga peran serta investor swasta berskala
besar sangat penting. Pola investasi dan pengembangannya dapat mengadopsi
program inti-plasma. Selain itu, ikan tangkap yang sebagai pencaharian nelayan
masih tetap akan menjadi tumpuan sebagian masyarakat di Pangandaran Raya.
Investasi paling penting adalah berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi
nelayan. Selain itu untuk kelautan juga dapat mengembangkan budidaya rumput
laut.
ii. Budidaya ikan tawar di Pangandaran Raya adalah ikan yang pada umumnya
dikembangkan di tepat lain (tipikal) di Jawa Barat. Beberapa spesies ikan yang terus
dibudidayakan dan jadi komoditas andalan masyarakat di antaranya ikan mas, nila,
gurame dan budidaya ikan sawah. Investasi yang potensial di perikanan ini dapat
diarahkan pada investasi yang berbasis untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
c. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi yang berbasis pada budidaya
andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, dan pisang. Budidaya yang ada saat ini
masih dikembangkan dalam pola tradisional dan konvensional. Untuk itu, investasi yang
dapat dikembangkan adalah menggali budidaya “tanaman unggulan” lainnya di
antaranya budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata.

LAPORAN AKHIR
180
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

d. Rencana investasi untuk agroindustri yang tepat diarahkan pada investasi yang berbasis
pada pengembangan “kreasi dan inovasi” masyarakat setempat untuk mengolah bahan
yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan kelautan di Pangandaran Raya. Beberapa
potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari kelapa, padi, pisang, ikan laut,
dan ikan tangkapan, serta pengolahan hasil panen budidaya ikan tawar.

8.2 Tindak Lanjut Bagi Investasi Pangandaran Raya


Rencana investasi di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan secara
maksimal jika dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Perlu upaya merealisasi peningkatan kualitas dan kuantitas aksesibilitas ke Kabupaten
Pangandaran:
a. Peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru yang dapat digunakan sebagai landasan
pesawat berbadan lebar.
b. Reaktivasi jalur kereta api dari Banjar hingga Cijulang
c. Optimasi jalan nasional jalur atau lintas selatan Pulau Jawa
d. Optimasi penggunaan dan pemanfaatan Pelabuhan Laut di Bojong Salawe
e. Realisasi jalan tol lanjutan CIGATAS (Cileunyi-Garut-Tasikmalaya) menjadi
CIGATASBAPA (Cileunyi-Garut-Tasikmalaya-Banjar-Pangandaran).
2. Menyiapkan sadar wisata dan umumnya sadar pembangunan Sosekbud bagi masyarakat
setempat. Program yang dapat dilakukan di antaranya:
a. Memberikan pelatihan bagi masyarakat setempat khususnya untuk kewirausahaan dan
keterampilan sektor pariwisata, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri.
b. Kampanye dan propaganda sadar wisata khususnya dan dan sadar pembangunan
Sosekbud bagi masyarakat setempat.
c. Menyediakan fasilitas pendidikan tingkat menengah atas dan perguruan tinggi berbasis
vokasi yakni SMK, Politeknik dan Universitas Terapan antara lain yang berkonsentrasi
pada bidang studi kepariwisataan, kelautan, agrobisnis dan agroindustri.
3. Membangun BUMD dan BUMDES, serta mengembangkan kolaborasi para pemangku
kepentingan dalam sebuah model antara lain penta helix model, yang berkenaan dengan

LAPORAN AKHIR
181
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

potensi investasi kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri di


Pangandaran Raya.
4. Mengadakan promosi potensi investasi pada prospek investor baik di dalam negeri maupun
ke luar negeri.
Berkenaan dengan upaya rencana investasi di Pangandaran Raya untuk empat sektor
strategis, berikut ini gambaran Roadmap dan Kerangka Kerja rencana kebutuhan investasi pusat
pengembangan Pangandaran Raya.

1. Sektor Pariwisataan

Berdasarkan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Pembangunan Dan Pengembangan Metropolitan Dan Pusat Pertumbuhan Di Jawa Barat, salah
satu Pusat Pertumbuhan Pangandaran yaitu pusat pertumbuhan berbasis sektor pariwisata.
Penguatan Pusat Pertumbuhan Pariwisata Pangandaran Raya dimulai dari pengelolaan
kepariwisataan yakni penyediaan fasilitas perkantoran, pelatihan, dan penyediaan bus khusus
wisata. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menunjang kepariwisataan Pangandaran Raya.
Penguatan Pusat Pertumbuhan Pariwisata Pangandaran Raya sebaiknya dilakukan pada tahun
2018-2020. Sasaran berikutnya adalah menjadi destinasi wisata berkelas internasional pada tahun
2021-2025. Menjadikan Pangandaran Raya sebagai destinasi wisata berkelas internasional perlu
membangun produk pariwisata ameniti mulai dari Eco Homestay, Sentra Kuliner, Convention Hall,
dan Hotel Bintang 5. Selain Ameniti, pendekatan pengembangan destinasi wisata berikutnya
yaitu atraksi wisata. Atraksi wisata yang diperlukan adalah Body Rafting, Camping Ground, Off
Road, Cross Country, dan Flying Fox. Sasaran berikutnya yaitu konektivitas pusat pertumbuhan
Pangandaran Raya dengan Rancabuaya dan Pelabuhan Ratu. Pada tahun 2026-2030 merupakan
target pencapaian kebutuhan produk pertanian khususnya untuk kebutuhan pangan yang di
pasok dari Rancabuaya. Selanjutnya adalah penguatan positioning di pasar internasional yang
perlu dilakukan melalui sustainable tourism (wisata kelautan dan perikanan yang berkelanjutan)
sehingga dapat tercapai tujuan Destinasi Wisata Berkelas Internasional dengan Positioning
Pariwisata dan Kelautan yang Berkelanjutan. Gambar 8.1 adalah roadmap investasi sektor
Pariwisata.

LAPORAN AKHIR
182
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Gambar 8. 1 Roadmap Investasi Sektor Pariwisata

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa
Barat, bahwa arah kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan Pangandaran Raya berfokus
pada sektor pariwisata, kelautan dan perikanan. Pengembangan sektor kepariwisataan
Pangandaran Raya perlu dilengkapi oleh komponen kepariwisataan yaitu atraksi wisata,
aksesibilitas, ameniti dan ansileri. Diharapkan dengan bertumbuhnya pariwisata di Pangandaran
Raya dapat memberikan dampak terhadap daerah lain, khususnya terhadap tiga pusat
pertumbuhan di Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada kerangka kerja Gambar
8.2 berikut ini

LAPORAN AKHIR
183
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Tempat yang Prospektif


dijadikan Kawasan dan
Satuan Kawasan Wisata

Aset alam Aset seni dan budaya

Konservasi alam Konservasi seni dan


budaya

Atraksi wisata Pengembangan aset Ameniti


kepariwisataan

Aksesibilitas Ansilari

Penyedia
Atraksi
Organisasi wisata
kepariwi- Penyedia
sataan Layanan
Integrasi transportas
pemasaran aset i
kepariwisataan
Penyedia
paket Penyedia
perjalanan makanan dan
Penyedia layanan minuman
wisata penginapan

Destinasi wisata sebagai pusat


pertumbuhan

Polarisasi Dampak Kepariwisataan terhadap Daerah


Lain

Dampak kepariwisataan

Ekonomi Lingkungan fisik Sosial & budaya

Pengendalian dampak
kepariwisataan
Sumber: Hasil Adaptasi Dari Kerangka Kerja Umum Pengembangan Desawisata dan Integrasi Pemasaran
Berbasis Potensi Aset Kepariwisataan Masyarakat Setempat (Sugiama, 2014)
Gambar 8. 2 Kerangka Kerja Umum Pengembangan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat
Pertumbuhan Sektor Pariwisata di Pangandaran Raya

LAPORAN AKHIR
184
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

2. Sektor Kelautan dan Perikanan


Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu pusat pertumbuhan berbasis sektor
kelautan dan perikanan. Penguatan sektor kelautan dan perikanan perlu dilakukan pada tahun
2018-2020 melalui persiapan kebijakan bidang kelautan dan perikanan, pengembangan sistem
pengelolaan sanitasi dan mutu ikan, serta peningkatan fasilitas dan kualitas Sumber Daya
Manusia. Sasaran pencapaian selanjutnya yaitu pengembangan sektor kelautan dan perikanan.
Hal tersebut perlu dilakukan melalui sertifikasi hasil tangkap ikan, pengembangan unit
pengolahan ikan, peningkatan kapasitas sistem peningkatan mutu sesuai standar internasional,
pengembangan kerja sama dan diversifikasi pasar ekspor dengan capaian target dari tahun 2021-
2025. Capaian target berikutnya yaitu menjadi pusat pengembangan wisata bahari berkelas
internasional pada tahun 2026-2030. Pengembangan wisata bahari berkelas internasional menjadi
pendukung pusat pertumbuhan lainnya di Jawa Barat yakni wilayah mendukung pertumbuhan
antara lain untuk di Pelabuhan Ratu. Sasaran berikutnya adalah peningkatan sumber daya
perikanan dan kelautan dengan positioning kelautan dan perikanan berbasis lingkungan berkelas
internasional dengan capaian target tahun 2031-2035. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai
dukungan terhadap sustainable tourism (wisata kelautan dan perikanan yang berkelanjutan)
sehingga dapat tercapai tujuan Pusat Perkembangan Wisata Bahari Berbasis Lingkungan Dan
Berkelas Internasional. Gambar 8.3 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor Kelautan dan
Perikanan.

LAPORAN AKHIR
185
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 8. 3 Roadmap Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan

Potensi pengembangan sektor kelautan di Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat


berupa hasil tangkapan laut dan budidaya. Potensi yang dihasilkan dapat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas infrastruktur serta sumberdaya perikanan dan kelautan jika ditunjang
dengan penyediaan layanan transportasi dan sarana prasarana dengan beberapa program yaitu
pengembangan SDM, pengelolaan sektor kelautan dan perikanan berbasis lingkungan dan
pengembangan sistem pengelolaan dan sanitasi mutu ikan sehingga akan beralih mennjadi pusat
pengembangan wisata bahari berkelas internasional. Untuk mengawasi keberlanjutan, maka
perlu dilakukan pengendalian dampak pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Pusat
Pertumbuhan Pangandaran Raya seperti yang dijelaskan dalam Gambar 8.6.

LAPORAN AKHIR
186
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 8. 4 Kerangka Kerja Sektor Kelautan dan Perikanan

3. Sektor Agrobisnis
Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu agrobisnis seperti halnya peternakan
dan perkebunan yang merupakan penguat sektor agroindustri. Penguatan komoditas andalan di
Pangandaran Raya perlu dilakukan pada tahun 2018-2020 melalui pelatihan, penyediaan sarana
produksi dan pembangunan lab kesehatan hewan.

Sasaran berikutnya Pangandaran Raya memiliki komoditas unggulan dengan capaian


target tahun 2021-2025. Hal yang perlu dilakukan untuk memiliki komoditas unggulan adalah
pembangunan pabrik pakan, penyediaan calon induk dan fasilitas kandang kapasitas 1.000 ekor.
Khusus terkait pembangunan pabrik pakan hal ini penting mengingat komponen terbesar untuk
memperoleh produk yang berdayasaing terletak pada aspek pakan, dimana biaya pakan ini

LAPORAN AKHIR
187
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri peternakan..


Mengingat populasi peternakan yang rata-rata meningkat cukup tinggi setiap tahunnya maka
pengembangan peternakan ke depan harus mulai dipikirkan di Pangandaran Raya dan
sekitarnya, dengan pertimbangan ketersediaan pasokan bahan pakan.

Sasaran berikutnya adalah agrobisnis Pangandaran Raya berbasis pada potensi masyarakat
lokal dan memenuhi permintaan pasar pada tahun 2026-2030. Hal ini didukung dengan
pengembangan budidaya ternak melalui peningkatan populasi dan kualitas ternak khususnya
pada pengembangan kapasitas besar memlalui penyediaan kapsistas 1000 ekor, karena dalam 10-
20 tahun mendatang diperkirakan ada tambahan permintaan yang sangat signifikan setiap
tahunnya, baik untuk tujuan konsumsi, maupun kebutuhan tujuan ekspor. Pengembangan
ternak ini diharapkan dapat menjawab permintaan khusus yang cukup potensil. Usaha untuk
mendorong pengembangan ternak untuk tujuan ekspor merupakan salah satu alternatif yang
harus dilakukan, dengan resiko pasokan di dalam negeri telah terpenuhi. Hal tersebut perlu
dilakukan sebagai pendukung pemenuhan kebutuhan agrobisnis di kawasan pertumbuhan Jawa
Barat lainnya yakni khususnya untuk pertumbuhan di Rancabuaya.

Selanjutnya peningkatan kualitas agrobisnis dengan positioning agrobisnis berbasis


masyarakat lokal tahun 2031-2035. Hal tersebut menjadi dukungan terhadap sustainable tourism
dalam hal agrobisnis dengan berbasis masyarakat lokal sehingga tujuan Agrobisnis Berbasis
Masyarakat Lokal dapat tercapai. Gambar 8.5 merupakan penjelasan roadmap investasi sektor
Agrobisnis.

LAPORAN AKHIR
188
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 8. 5 Roadmap Investasi Sektor Agrobisnis

Di dalam kerangka kerja agrobisnis, langkah awal yaitu penentuan lokasi yang prospektif
untuk pengembangan agrobisnis. Penentuan tersebut berdasarkan pada potensi alam dan
masyarakat hingga sampai pada pengembangan sektor agrobisnis yang terdapat masukan
berupa komoditas andalan. Dalam mendukung pengembangan sector agrobisnis tersebut perlu
adanya penyediaan sarana prasarana sebagai pendukung meliputi sarana untuk pendidikan,
pelatihan, laboratorium, sarana produksi, bibit dan calon anakan sehingga dapat menjadi
komoditas unggulan yang berdampak pada meningkatnya perekonomian masyarakat lokal.
Untuk mengawasi keberlangsungan proses pengembangan sektor agrobisnis perlu dilakukan
pengendalian dampak agrobisnis. Gambar 8.6 menjelaskan mengenai kerangka kerja untuk
sektor agrobisnis.

LAPORAN AKHIR
189
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 8. 6 Kerangka Kerja Sektor Agrobisnis

4. Sektor Agroindustri
Pusat Pertumbuhan Pangandaran selanjutnya yaitu agroindustri yang merupakan penguat
sektor pariwisata. Penguatan produk andalan di Pangandaran Raya perlu dilakukan pada tahun
2018-2020 melalui pelatihan, penyediaan fasilitas produksi turunan kelapa, pisang, dan produksi
pengolahan ikan. Sasaran berikutnya Pangandaran Raya memiliki produk unggulan dengan
capaian target tahun 2021-2025. Hal yang perlu dilakukan untuk memiliki komoditas unggulan
adalah pengolahan produk turunan kelapa meliputi minyak kelapa VCO, Nata De Coco, Gula
Semut, Coco Vinegar dan pengolahan produk turunan pisang yaitu Sale serta Pengolahan Ikan.
Sasaran berikutnya yaitu agroindustri Pangandaran Raya berbasis masyarakat lokal dan

LAPORAN AKHIR
190
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

memenuhi permintaan pasar pada tahun 2026-2030. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai
pendukung pemenuhan kebutuhan agroindustri di kawasan pertumbuhan Jawa Barat lainnya
yakni Rancabuaya dan Pelabuhan Ratu. Selanjutnya adalah peningkatan kualitas agroindustri
dengan positioning agroindustri berbasis masyarakat lokal. Hal tersebut menjadi dukungan
terhadap sustainable tourism dalam hal agroindustri dengan berbasis masyarakat lokal sehingga
tujuan Agroindustri Berbasis Masyarakat Lokal dapat tercapai. Gambar 8.4 merupakan
penjelasan roadmap investasi sektor Agroindustri.

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 8. 7 Roadmap Investasi Sektor Agroindustri

Produk prospektif untuk pengembangan agroindustri didukung oleh hasil agrobisnis


berupa industri pengolahan kelapa, pisang dan ikan juga didukung oleh aspek kepariwisataan
yaitu pembangunan pusat oleh—oleh sebagai tindak lanjut hasil produksi agroindustri sehingga
akan terjadi pengembangan pada sector agroindustri. Pengembangan tersebut juga didukung

LAPORAN AKHIR
191
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

oleh penyediaan sarana prasarana dengan program-program terkait meliputi pelatihan,


penguatan organisasi, penguatan posisi pasar dan pembangunan sarana prasarana sehingga
akan mendukung kegiatan kepariwisataan yang ada. Selanjutnya, akan berdampak pada
perekonomian masyarakat lokal. Untuk mengawasi keberlangsungan pengembangan tersebut
juga haris dilakukan pengendalian dampak industri. Kerangka kerja Agroindustri dijelaskan
dalam Gambar 8.8.

Sumber: Hasil Analisis, 2016


Gambar 8. 8 Kerangka Kerja Sektor Agroindustri

LAPORAN AKHIR
192
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

DAFTAR RUJUKAN

Boshoff, Louis., Rob Childs., dan Lisa Roberts, (2009), Guidelines for Infrastructure Asset
Management In Local Government, Department of Provincial and Local Government,
Department Provincial and Local Government Republic of South Africa, Pretoria
Brinkman, Richard (1999), Strategic Asset Management Framework: Achieving better value for South
Australians from our investment in State Assets, Second Edition, Government of South
Australia, Published by Government of South Australia, Produce by Treasury and Finance
Campbell, John D., Andrew K. S. Jardine, dan Joel McGlynn (2011), Asset Management: Excellence
Optimizing Equipment Life-Cycle Decisions, second Edition, Taylor & Francis Group, Boca
Raton
Chapin, F.S. (1995), Urban Land Use Planning, University of Illinois, Urbana
Christiawan, Y. J. dan J. Tarigan (2007), Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja dan
Nilai Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1. Mei 2007. Hal:1 8
Danastri, Sasha (2011). Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru Di Kecamatan Harjamukti,
Cirebon Selatan. Semarang : Universitas Diponegoro
Hasting, Nicholas AJ (2010), Physical Asset Management, Springer, London
Hasting, Nicholas AJ (2010), Physical Asset Management, Springer, London
Irawan, dan Suparmoko M. (1992), Ekonomi Pembangunan, Edisi kelima, Yogyakarta: BPFE
Mitchell, John S (2006), Physical Asset Management Handbook, Edisi ke empat, Penerjemah: Hendro
Purwanto, PT MTS Indonesia
Hidayati, dan Harjanto.(2014). Konsep dasar penilaian properti.Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE
Hindrawan, I., Hariyono, A., dan Murtaji. (2006). Manajemen Properti:Tinjauan atas Real Properti
dan Aset Publik (Buku Digital). Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Keuangan Publik dan
Akuntan.
Keown, Arthur J &et al.(2005). Financial management. New Jersey: Pearson Prentice Hall
Kusumasanto, Tridoyo, (2016), Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan, Institut Pertanian
Bogor,
Ladkin, Adele and Julie Spiller (2000), Meetings, Incentives, Conferences and Exhibition Industry,
Cornell University
Mardiyanto, Handono. (2009). Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
MAPPI, (2013). KEPI & SPI 2013: Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia 2013.
Jakarta: CV Gelora Karya Bharata
Kotler, Philip dan Gary, Armstrong. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

LAPORAN AKHIR
193
Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pangandaran Raya BAPPEDA Pemprov Jabar 2016

Pradipta, Faisal Rahman. (2014).Analisis Potensi Pasar Dan Keuangan Dalam Pengembangan Bisnis
Perumahan Aset Lahan PT Taman Kuling Raya. Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
RPJMD Transisi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014, (2014), Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Transisi Provinsi Jawa Barat Tahun 2014, Pemrpov Jawa Barat, Bandung
Rustiadi, Ernan., Sunsun Saefulhakim dan Dyah R Panuju. (2009). Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta : Crestpent Press dan yayasan Obor Indonesia
Siregar, Doli. (2004). Manajemen aset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Samsudin, Didin. 2003. “Penentuan Pusat-pusat Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kabupaten
Tangerang” Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Program Pasca Sarjana,
Universitas Indonesia. Sumber: http://www.digilib.ui..ac.idopacthemeslibri
2detail.jspid=74983
Sugiama, Gima. (2013). Manajemen aset pariwisata: pelayanan berkualitas agar wisatawan puas
dan loyal (1 ed.). Bandung:Guardaya Intimarta
st

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Andi
Sukirno, Sadono (2005), Mikro Ekonomi Teori: Pengantar, Edisi ketiga, Raja Grafindo. Persada.
Jakarta
Sunariyah (2006), Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima, UPP STIM, YKPN,
Yogyakarta
Todaro, Michael, (2014), The Urban Employment Problem in Less Developed Countries – An Analysis
of Demand and Supply", ProQuest., Retrieved January 14, 2014
Umar, Husein. (2005). Riset pemasaran dan perilaku konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Vellas, Francois dan Becherel, Lionel. (2008). The international marketing and tourism: a strategic
approach. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia (YOI).

Sumber Lainnya:
BI (2016), Data BI Rate, Bank Indonesia, Retrived 2 Februari 2016; Sumber :
www.bi.go.id/id/moneter/bi-rate/data
ICCA (2007), "Definition of "MICE"". International Congress & Convention Association.
Retrieved 2007-05-30. Retrived 12 Dec 2015; Sumber:
http://www.iccaworld.com/aeps/aeitem.cfm?aeid=29
Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

LAPORAN AKHIR
194

Anda mungkin juga menyukai