Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK IRIGASI DAN DRAINASE

“TUGA M7 MENGANALISIS SISTEM IRIGASI”

Disusun Oleh:
Kelompok:1
Kelas : Q

Anggota Kelompok:
Ririn Hoerunnisa (215040200111012)
Alda Fesnita (215040200111117)
Cintantya Medina (215040200111149)
Iftitah Nurweninging Ati (215040201111145)
Yudhika Tsabitah R. Z. (215040207111047)
Rajendra Adjie Dharma (215040207111125)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
BAB I
ANALISIS KONDISI LAHAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman memerlukan air untuk pertumbuhan tanaman dimana air tersebut
diserap oleh akar. Air merupakan komponen penting yang dibutuhkan oleh
tanaman. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian dalam pemanfaatan air di
lahan. Pengendalian air tersebut dapat disebut dengan irigasi. Irigasi merupakan
usaha yang digunakan untuk menyediakan dan mengatur air untuk menunjang
dalam pertanian. Secara luas praktek irigasi bertujuan untuk mendorong
produktivitas tanaman. Adapun irigasi memiliki tujuan mengalirkan air sesuai
dengan kebutuhan tanaman yang terdapat pada areal lahan sehingga pada saat
keadaan lengas tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman dan tanaman
tersebut dapat tumbuh secara optimal (Susanawati dan Suharto, 2017). Irigasi
mendistribusikan air pada kondisi persediaan perkolasi tanah kurang yang
digunakan dalam proses pertumbuhan tanaman secara normal. distribusi air irigasi
secara efisien dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu jumlah
kebutuhan air tanaman sehingga kondisi air tersedia dalam tanah sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan tanaman (Wijaya, 2019). Irigasi dapat memenuhi
kebutuhan air tanaman yang ada pada areal lahan.

Gambar 1. Sawah di Jalan Joyo Suko Agung Merjosari


Lahan yang diamati berlokasi di Jalan Joyo Suko Agung Merjosari, Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang. Titik koordinat lokasi pengamatan yaitu 7°56'58.7"S
112°36'05.0"E. Sistem tanam yang dilakukan pada lahan tersebut yaitu sistem
tanam monokultur dengan penggunaan lahan berupa sawah. Irigasi yang
diterapkan pada lahan itu adalah irigasi permukaan. Irigasi permukaan merupakan
sistem irigasi yang bersumber langsung dari sungai melalui bangunan bendung
atau pengambilan bebas kemudian air dialirkan secara gravitasi melalui saluran
irigasi sampai ke lahan pertanian (Dwiwana et al., 2019).
Namun, terdapat permasalahan dalam penerapan irigasi permukaan di
sawah, karena menggunakan air menggenang secara terus menerus dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan biologi dan kimia di dalam tanah dan
dapat mengakibatkan degradasi tanah atau menurunnya kapasitas tanah. Teknis
irigasi yang diterapkan yaitu air bersumber dari sungai kemudian sungai
mengalirkan ke parit dan air tersebut dialirkan menuju areal lahan dengan adanya
saluran sekunder. Selanjutnya apabila pada areal lahan padi terjadi pengairan yang
lebih maka akan mengakibatkan kondisi jenuh pada lahan. Upaya yang dapat
diterapkan pada lahan sawah padi tersebut memperbaiki sistem irigasi permukaan
dengan menambah sistem pengaturan air irigasi. Pembangunan saluran irigasi
yang sesuai dengan kondisi wilayah sangat penting untuk dilakukan guna
mendukung ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman. Desain irigasi yang
sesuai akan mendukung dalam upaya efisiensi penggunaan air, peningkatan
produktivitas tanaman dan hasil panen, pencegahan pertumbuhan hama dan
penyakit, serta penghematan biaya (Witman, 2021). Dengan adanya penambahan
sistem pengaturan air irigasi maka dapat mengontrol estimasi air yang memasuki
ke areal lahan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan kondisi lahan padi yaitu untuk mengetahui
kondisi irigasi yang ada pada lahan yang diamati dan merekomendasi sistem
irigasi yang tepat diterapkan pada lahan sawah di Jalan Joyo Suko Agung
Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Selain itu, untuk mengetahui
pendistribusian hingga bagaimana teknis pengukuran debit yang digunakan
BAB II
REKOMENDASI SISTEM IRIGASI
2.1 Rekomendasi Irigasi
Pengamatan sistem irigasi dilakukan di lahan sawah yaitu tanaman padi,
serta sistem irigasi yang digunakan adalah sistem irigasi permukaan. Menurut
Taupit (2019), pada tanaman padi sistem irigasi yang digunakan adalah sistem
irigasi permukaan tanah. Sistem irigasi permukaan merupakan sistem irigasi yang
mengambil air secara langsung dari sungai ataupun parit yang kemudian dialirkan
dengan memanfaatkan gravitasi melalui saluran irigasi yang ada sehingga air
dapat sampai ke lahan pertanian (Doloksaribu dan Lolo, 2012). Tanaman padi
merupakan tanaman yang membutuhkan air yang cukup dan selalu tergenang pada
fase pertumbuhannya. Menurut Wibowo (2020), agar dapat menunjang
produktivitas padi pada suatu lahan maka perlu adanya suplai air yang cukup
melalui sistem irigasi. Sehingga perlu adanya pengelolaan air secara berkelanjutan
baik dari segi kualitas maupun kuantitas, agar tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik dan tidak mengalami kekurangan air yang nantinya dapat berpengaruh
terhadap penurunan produksi.
Sistem irigasi merupakan sistem yang terdiri dari saluran, bangunan, serta
bangunan pelengkap yang menjadi satu kesatuan untuk mengatur air irigasi mulai
dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, hingga
pembuangan. Jaringan utama juga dapat disebut sebagai jaringan irigasi yang
posisinya terdapat dalam satu sistem irigasi mulai dari bangunan utama, saluran
primer, saluran sekunder dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.
Jaringan tersier ini merupakan jaringan irigasi yang digunakan untuk prasaranan
pelayanan air dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa atau saluran
tersier, saluran pembagi atau saluran kuarter, dan saluran pembuang (Marpaung,
2016).
Pemberian air pada tanaman padi di sawah terdapat 3 sistem irigasi yaitu
sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotari, dan sistem irigasi berselang. Di
Indonesia sistem irigasi yang banyak diterapkan yaitu sistem irigasi terus menerus
(continous flow), sistem irigasi ini dilakukan dengan memberikan air ke tanaman
serta dibiarkan tergenang mulai dari beberapa hari setelah tanam hingga beberapa
hari menjelang panen. Menurut Taupit (2019), sistem irigasi ini dapat
mempertimbangkan pemberian respon yang baik terhadap waktu pemupukan,
menekan keberadaan gulma dan juga menghemat tenaga untuk mengolah tanah.
2.2 Sketsa Irigasi
Lahan pertanian yang diamati merupakan lahan basah yang ditanami oleh
tanaman padi dengan irigasi yang diterapkan adalah irigasi permukaan atau
genangan. Tanaman padi dan palawija memiliki kebutuhan air dan metode
pemberian air yang berbeda. Padi membutuhkan kondisi tanah yang jenuh air
untuk pertumbuhannya sehingga perlu dilakukan penggenangan pada lahan
budidaya. Metode irigasi yang tepat untuk penyediaan air dalam budidaya
tanaman padi adalah irigasi permukaan. Menurut Laphatphakkhanut et al. (2021),
irigasi permukaan merupakan metode penyediaan air untuk budidaya padi di
daerah dataran rendah dengan tinggi air tergenang sekitar 5 hingga 10 cm di atas
permukaan tanah. Pemberian air dengan metode irigasi permukaan dilakukan
melalui suatu pintu air dan pompa air sebagai alat bantu untuk menyalurkan atau
mendistribusikan air dari sumber air atau penampungan yang kemudian ditahan di
penampungan dengan kedalaman dan waktu yang telah ditentukan oleh petani.
Menurut Noerhayati dan Suprapto (2018), irigasi permukaan paling sesuai untuk
untuk tanah dengan laju infiltrasi sedang sampai rendah (± 50 mm/jam) dan
topografinya memiliki kemiringan kecil (slope = 0-0,5), dimana jika lahannya
miring atau bergelombang perlu diratakan (levelling) atau dibuat teras. Sistem
irigasi ini dilakukan dengan cara memberikan air kepada lahan lalu dibiarkan
hingga tergenang dalam jangka waktu beberapa hari setelah tanam hingga
beberapa hari sebelum panen. Menurut Sulistyono dan Hayati (2013), untuk
meningkatkan produktivitas lahan dan komoditas yang dibudidayakan, perlu
dilakukan pertimbangan metode irigasi yang digunakan berupa jadwal irigasi,
irigasi intermitten, dan SRI. Adapun menurut Nurfaijah et al. (2015), air pada
sistem irigasi permukaan dialirkan melalui saluran-saluran irigasi ke lahan sawah,
di sekeliling sawah juga terdapat parit yang berfungsi untuk mengalirkan air
irigasi agar merembes ke lahan dan sebagai saluran drainase.
Irigasi basin cocok digunakan pada lahan datar, dengan menggenangi tanah pada
daerah permukaan lahan. Sistem irigasi ini mudah diaplikasikan dan
membutuhkan biaya yang sedikit. Penerapan irigasi ini pada tanaman padi mampu
memaksimalkan penggunaan air dimana air mampu membasahi sampai ke daerah
perakaran tanaman. Apabila perencanaan sistem distribusi air baik, maka aliran air
irigasi mampu dikendalikan dengan melakukan perataan lahan yang baik,
sehingga penyebaran air dapat seragam pada seluruh petakan (Irawan, 2016).
Beberapa komponen yang harus ada di irigasi permukaan antara lain:
a. Petak tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit irigasi adalah petak tersier.
Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan
sadap tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Pada petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi
tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan
pemerintah. Petak tersier yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian
air menjadi tidak efisien (Lusiantorowati, 2016)
b. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
(Lusiantorowati, 2016). Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang.
c. Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer
yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai.
d. Bangunan utama
Bangunan utama sistem irigasi dapat didefinisikan sebagai kompleks
bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk
membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk
keperluan irigasi
e. Bendung
Bendung pada sistem irigasi permukaan dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu bendung (weir) dan bendung gerak (barrage) (Mangore et al., 2013).
Bendung dipakai untuk meninggikan permukaan air di sungai sampai pada
ketinggian tertentu yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi
dan petak tersier. Ketinggian itu akan menentukan luas daerah yang diairi.
f. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang
mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka
air di sungai.
g. Pengambilan dari waduk
Menampung air irigasi pada waktu terjadi kelebihan air di sungai agar dapat
dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air
h. Stasiun pompa
Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara
gravitasi ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada
mulanya irigasi pompa hanya memerlukan modal kecil, tetapi biaya
eksploitasinya mahal
Gambar 2. Sketsa Lahan dengan Irigasi yang disarankan
Gambar di atas merupakan sketsa rancangan irigasi yang disarankan pada
lahan tersebut. Air dialirkan melalui pipa pada satu petak ke petak lainnya. Daerah
resapan dibuat untuk menyimpan atau menyerap air hujan ketika musim hujan.
Pembuatan daerah resapan juga dilakukan berdampingan dengan sumur air tanah.
Hal ini dikarenakan pada lahan tersebut hampir tidak menerima water input dari
sungai, melainkan dari air hujan dan tangki air. Oleh karena itu, dilakukan
pemanfaatan air tanah dengan membuat sumur yang dioperasikan menggunakan
pompa. Sumur air tanah tersebut kemudian dihubungkan dengan tangki melalui
sistem pompa sebagai salah satu masukan air. Air juga diterima dari luar
menggunakan bantuan dari perusahaan yang berjasa dalam kegiatan konstruksi
pengairan. Penggunaan sistem irigasi permukaan ini dipilih karena sesuai dengan
kondisi lahan serta sesuai dengan komoditas yang ditanam oleh petani. Kondisi
lahan pertanian termasuk pada lahan basah dengan menggunakan komoditas padi.
Pemilihan sistem irigasi ini disesuaikan dengan ketersediaan sumber air yang ada
pada daerah tersebut, kondisi lahan berdasarkan dengan topografinya serta tingkat
efisiensi penggunaan air berdasarkan dengan sistem irigasi tersebut.Dengan
menggunakan sistem irigasi ini dapat menghemat tenaga kerja serta waktu dalam
proses pengelolaannya serta memenuhi kebutuhan air pada tanaman budidaya.
2. 3 Pendistribusian Air
Air irigasi didistribusikan melalui saluran-saluran yang menghubungkan
sumber air ke petak petak sawah. Pada irigasi permukaan, air diberikan secara
langsung melalui permukaan tanah dari suatu saluran atau pipa dimana elevasi
muka airnya lebih tinggi dari elevasi lahan yang akan diairi (sekitar 10~15 cm).
Air irigasi mengalir pada permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan
meresap ke dalam tanah membasahi daerah perakaran tanaman. Hal- hal yang
perlu diperhatikan dari irigasi permukaan adalah irigasi ini sesuai dengan tanaman
yang tahan penggenangan, jenis tanah liat- berlempung, serta memiliki kesesuaian
slope yang semakin landai maka semakin cocok. Irigasi permukaan dapat
berukuran kecil maupun besar, tergantung pada beberapa syarat kesesuaiannya
dapat berukuran kecil apabila kemiringan lahan curam, tanah berpasir, aliran
menuju sawah kecil, kedalaman dalam pengaplikasian irigasi dangkal, dan
pengolahan lahan dilakukan secara manual dengan tenaga kerja manusia/ hewan.
Adapun irigasi permukaan dapat berukuran besar apabila lahan memiliki
kemiringan yang landai, tanah berupa liat, arus menuju sawah besar, memerlukan
kedalaman irigasi yang dalam, serta pengolahan lahan menggunakan mesin.
Prosedur desain irigasi genangan yang pertama adalah menentukan layout
petak. Kemudian, menentukan kebutuhan air irigasi. Selanjutnya menentukan
waktu infiltrasi yaitu waktu yang diperlukan untuk air masuk ke tanah. Keempat,
menentukan debit air irigasi agar jumlah air yang masuk ke lahan seragam dan
tidak menimbulkan erosi. Kelima, menentukan waktu pemberian air irigasi yaitu
waktu yang diperlukan untuk meresap sejumlah air yang diperlukan ke seluruh
lahan. Apabila ketersediaan air permukaan tidak dapat mencukupi kebutuhan,
maka solusi alternatif mendapatkan sumber air dengan memanfaatkan air bawah
tanah. Bangunan utama pada pengembangan sumber air bawah tanah adalah
stasiun pompa, serta pompa air dan instalasinya. Pengambilan air dari sungai yang
tidak memungkinkan pembangunan bendung dilakukan dengan pompa air. Secara
ideal bangunan ini terdiri dari bangunan pengambilan dilengkapi pintu
pengambilan, guna disalurkan ke kolam penampung; Pompa 11 air mengambil
dari kolam penampung untuk dialirkan ke saluran irigasi melalui bangunan ukur;
dan bangunan ukur guna mengukur debit yang masuk ke jaringan utama.
2.4 Debit Air
Suplai debit air irigasi dipengaruhi oleh luas lahan, apabila luas lahan yang
harus diairi besar maka debit air yang diperlukan besar, terukur, dan konstan guna
menjamin proses pola tanam bisa berjalan dengan baik dan terkendali. Untuk
memenuhi kebutuhan debit air irigasi, Q suplai > Q kebutuhan. Untuk menghitung
debit air, rumus yang digunakan adalah

Q = debit (m3/detik)
A = luas bagian penampang basah saluran (m2)
V = kecepatan aliran rata-rata pada luas bagian penampang basah saluran
(m/detik)
Berdasarkan penelitian JICA tentang kebutuhan air irigasi di Bali, didapat
kebutuhan maksimal untuk pemberian air irigasi adalah 1.5 lt/dt/ha, dimana sistem
pemberian air dilakukan secara kontinyu sepanjang proses pengolahan lahan dan
penanaman padi. Teori pemberian air bersadarkan KP 01 Perencanaan Irigasi
Teknis Departemen Pekerjaan Umum, bahwa debit kebutuhan air irigasi (Qd)
dirumuskan sebagai berikut:
Qd q * A ( lt/dt)
q = kebutuhan air di sawah (lt/dt/ha) yang merupakan fungsi dari evaporasi, land
preparation, consumptive use, perkolasi, penggantian lengas tanah dan curah
hujan efektif.
A = Luas areal sawah yang terairi (ha)
Bila debit supply yang tersedia (Qs ≥ 65%Qd) maka secara teknis
pemberian air dapat dilakukan secara terus menerus, dan sebaliknya bila Qs <
65% Qd dianjurkan untuk melaksanakan pemberian air dengan cara rotasi atau
bergilir.Dengan pola seperti diatas dapat dilakukan pola tanam optimal yaitu padi
– padi – palawija (Diasa, 2017).
Faktor kondisi saluran dapat menjadi salah satu faktor yang memperburuk
sistem irigasi. Contohnya banyak saluran teknis yang mengalami kerusakan parah
baik di saluran primer maupun sekunder, sehingga air irigasi yang melalui saluran
irigasi ini hilang/terbuang. Rekomendasi yang dapat dilakukan antara lain
membangun bendungan baru untuk menambah suplai debit air ke lahan
persawahan. Selain itu, melakukan perbaikan dan konservasi di daerah sumber
air/DAS dan juga saluran irigasi yang rusak (Sembiring, 2016).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
dari laporan ini pengendalian air dalam pertanian melalui irigasi sangat penting
untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Sistem irigasi
permukaan yang digunakan pada lahan sawah di Jalan Joyo Suko Agung
Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, cocok untuk tanaman padi yang
membutuhkan kondisi tanah yang jenuh air. Namun, penerapannya perlu
diperbaiki dengan menambah sistem pengaturan air irigasi untuk menghindari
gangguan keseimbangan biologi dan kimia di dalam tanah. Selain itu, jika suplai
air tidak mencukupi, direkomendasikan untuk membangun bendungan baru atau
melakukan perbaikan saluran irigasi yang rusak.
Dalam upaya meningkatkan efisiensi penggunaan air dalam pertanian, perlu
dilakukan pengelolaan air secara berkelanjutan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem irigasi,
memanfaatkan sumber air alternatif seperti sumur air tanah, dan melakukan
konservasi di daerah sumber air. Selain itu, penting juga untuk memperhatikan
kondisi saluran irigasi agar tidak terjadi kebocoran atau kerusakan yang dapat
menyebabkan pemborosan air. Dengan melakukan langkah-langkah ini,
diharapkan pertanian dapat tetap berjalan dengan baik dan tanaman dapat tumbuh
dengan optimal, sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian secara
keseluruhan.
3.2 Saran
Diperlukan perbaikan sistem irigasi permukaan dengan menambah sistem
pengaturan air irigasi dan memperbaiki saluran irigasi yang rusak. Hal ini akan
membantu meningkatkan efisiensi penggunaan air dalam pertanian dan
mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Selain itu, jika suplai air tidak
mencukupi, direkomendasikan untuk membangun bendungan baru sebagai
sumber air alternatif. Dengan menerapkan saran-saran ini, diharapkan
pengendalian air dalam pertanian melalui irigasi dapat lebih efektif dan efisien,
sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Diasa, I. W. (2017). Analisa kelayakan sistem suplesi air irigasi dengan pompa
hidram. Jurnal Teknik Gradien, 9(1), 215-228.
Doloksaribu, A., dan D. P. Lolo. 2012. Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi Melalui
Pembangunan Long Storage. Jurnal Ilmiah Mustek Anim, 1(3): 185-194.
Dwiwana, L., Nurhayati, dan Umar. 2019. Analisa Ketersediaan dan Kebutuhan
Air Irigasi di Daerah Irigasi Terdu. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil
Universitas Tanjungpura, 1(1):215-223.
Irawan, M. Y. 2016. Kajian Jaringan Irigasi Pada Desa Mukti Jaya Kecamatan
Rantau Pulung Kabupaten Kutai Timur. E-journal, 1(1): 286-298.
Laphatphakkhanut, R., Puttrawutichai, S., Dechkrong, P., Preuksakarn, C.,
Wichaidist, B., Vongphet, J Dan Suksaroj, C. 2021. Iot‐Based Smart Crop‐
Feld Monitoring Of Rice Cultivation System For Irrigation Control And
Its Efect On Water Footprint Mitigation. Paddy And Water Environment.
Lusiantorowati. 2016. Efisiensi Penyaluran Air pada Saluran Induk Pekkabata
Daerah Irigasi Saddang Utara Kabupaten Pinrang. Jurnal AgriTechno.
8(2): 116- 122.
Mangore, V. R., Wuisan, E. M., Kawet, L., dan Tangkudung, H. (2013).
Perencanaan bendung untuk daerah irigasi sulu. Jurnal Sipil Statik, 1(7):
533-541.
Marapaung, L. 2016. Skripsi. Evaluasi Jaringan Saluran Irigasi Paya Sordang
Kabupaten Tapanuli Selatan. Fakultas Teknik. Universitas Medan.
Sumatera Utara.
Noerhayati, E Dan Suprapto, B. 2018. Perencanaan Jaringan Irigasi Saluran
Terbuka. Inteligensia Media: Malang.
Nurfaijah, B.I. Setiawan, C. Arif, S. Widodo. 2015. Sistem Kontrol Tinggi Muka
Air Untuk Budidaya Padi. Jurnal Irigasi. 10:97-110.
Sembiring, C. E. (2016). Analisis Debit Air Irigasi (Suplai Dan Kebutuhan) Di
Sekampung Sistem (Doctoral dissertation, Universitas Lampung).
Sulistyono, E Dan Hayati, T, 2013. Penentuan Tinggi Irigasi Genangan Yang
Tidak Menurunkan Produksi Padi Sawah. Agrovigor, 6(2): 87-91.
Susanawati, L. D., dan B. Suharto. 2017. Kebutuhan Air Tanaman untuk
Penjadwalan Irigasi Pada Tanaman Jeruk Keprok 55 di Desa Selorejo
Menggunakan Cropwat 8.0. Jurnal Irigasi. 12(2): 109-118.
Taupit. 2019. Pengairan (Irigasi) Pada Tanaman Padi.
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/88645/PENGAIRAN-
IRIGASIPADA-TANAMAN-PADI/. Diakses pada 08 Oktober 2023.
Wibowo, A. 2020. Manajemen Pengelolaan Air Pada Pertanaman Padi Sawah.
Jurnal Teknologi Pertanian.
Wijaya, B.R. 2019. Analisis Kebutuhan Air pada Bendung Ciliman. Institut
Teknologi Bandung.
Witman, Steven. 2021. Penerapan Metode Irigasi Tetes Guna Mendukung
Efisiensi Penggunaan Air di Lahan Kering. J. Triton, 12(1): 20-28

Anda mungkin juga menyukai