Anda di halaman 1dari 30

PEMBUATAN KALIUM NITRAT (KNO3) DARI LIMBAH PETERNAKAN

AYAM BROILER DAN ABU BATANG PISANG

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Oleh
MARIA AIDA SERLIANA ABI
52180083

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIMOR
KEFAMENANU
2022
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan proposal dengan topik
“Pembuatan KNO3 dari Limbah Peternakan Ayam Broiler dan Abu Batang
Pisang” dengan baik. Penulisan proposal ini diajukan sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana S1 pada Program Studi Kimia, Fakultas Pertanian,
Universitas Timor.
Penulisan proposal ini, penulis berharap semoga proposal ini berguna dan
menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan proposal
ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu,
penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang.
Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Maria
Magdalena Kolo, S.Si.,M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Gebhardus D.
Gelyaman, S.Si.,M.Sc selaku dosen pembimbing II serta semua pihak yang telah
memberikan dukungan moral sehingga proposal ini dapat diselesaikan.

Kefamenanu, Juli 2022

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................3
2.1 Komposisi Feses Ayam Broiler .........................................................3
2.2 Siklus Nitrogen ..................................................................................3
2.3 Tanaman Pisang Sebagai Sumber Kalium ..........................................4
2.3.1 Klasifikasi Tanaman Pisang .........................................................4
2.3.2 Kalium dalam Abu Batang Pisang ...............................................6
2.4 Garam Kalium Nitrat ...........................................................................7
2.4.1 Sifat Kimia Kalium Nitrat..............................................................7
2.4.2 Metode Sintesis Kalium Nitrat .....................................................7
2.4.3 Pemanfaatan Kalium Nitrat ..........................................................7
2.5 Karakterisasi Kalium Nitrat ................................................................8
2.5.1 Difraksi Sinar X (XRD) ................................................................8
2.5.2 Sinar X Fluoresensi (XRF) ...........................................................9
2.5.3 Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray ..........10
2.5.4 Spektroskopi Inframerah Transformasi Forier ............................12
2.5.5 Spektrofotometer UV-Vis ..........................................................12
2.5.6 Inductively Couple Plasma (ICP) ................................................13
BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN ...........................................15
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................15
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................15
3.2.1 Alat ...............................................................................................15
3.2.2 Bahan ............................................................................................15
3.3 Prosedur Kerja ...................................................................................15
3.3.1 Ekstraksi Kalium ..........................................................................15
3.3.2 Kultur Nitro-bac ...........................................................................16
3.3.3 Fermenasi Feses Ayam .................................................................16
3.3.4 Pembuatan KNO3 .........................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................17
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Kandungan Unsur yang terdapat dalam Feses Ayam ........................................3
2. Klasifikasi Tanaman Pisang ..............................................................................5
3. Komposisi Kimia Batang Pisang ......................................................................6
4. Komponen Unsur Mineral Abu Batang Pisang ................................................12
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Siklus Nitrogen .................................................................................................4
2. Batang Pisang ...................................................................................................5
3. Kristal Kalium Nitrat ........................................................................................7
4. Pola Difraksi Sinar X ........................................................................................8
5. Spektrum XRD Kalium Nitrat ..........................................................................9
6. Proses Terjadinya Sinar X ................................................................................10
7. Skema Prinsip Kerja SEM ...............................................................................11
8. Proses Alat FTIR Analisis Sampel ...................................................................13
9. Skema Susunan Spektrofotometer UV-Vis ......................................................13
vi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkecambahan atau germinasi merupakan proses awal terbentuknya individu
baru pada pertumbuhan benih yang ditandai dengan munculnya struktur embrio
menembus kulit benih. Proses perkecambahan biji dipengaruhi oleh dua tipe
dormansi, yaitu dormansi fisik dan dormansi fisiologis (Solle dkk., 2019).
Dormansi fisik disebabkan oleh adanya pembatas struktural berupa kulit yang
keras dan kedap air yang menjadi penghalang mekanis masuknya air terhadap
perkecambahan, sedangkan dormansi fisiologis adalah embrio yang belum
sempurna pertumbuhannya. Salah satu upaya untuk mengatasi keterlambatan
pematahan dormansi tersebut adalah perendaman benih dengan larutan Kalium
Nitrat (KNO3). Tujuan perendaman tersebut yaitu untuk mematahkan dormansi
suatu benih perkecambahan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air saat
proses imbibisi (Wijaya dkk., 2020).
Kalium Nitrat merupakan suatu senyawa kimia anorganik dengan rumus
molekul KNO3. Garam KNO3 memiliki sifat mudah larut dalam air yang sangat
baik. Garam KNO3 bereaksi netral, tidak bersifat asam maupun basa, sehingga
sangat efektif digunakan sebagai sumber penghasil unsur nitrogen bagi tanaman.
Garam ini berperan sebagai promotor perkecambahan dan juga dapat
meningkatkan aktivitas hormon pertumbuhan biji benih. Garam ini telah teruji
efektif dalam mematahkan dormansi beberapa benih tanaman (Gumelar, 2015).
Penelitian Furutani dan Nagao (1993) melaporkan bahwa perendaman larutan
KNO3 terhadap benih pepaya memperlihatkan tingkat perkecambahan lebih tinggi
sebesar 50% dibandingkan dengan kontrol 11%.
Sintesis kalium nitrat merupakan pembentukan garam dari ion K + dan anion
NO3-. Kalium Nitrat dapat dibuat dengan cara mereaksikan beberapa larutan
kimia, seperti kalium klorida dengan natrium nitrat, asam nitrat dengan kalium
hidroksida, kalium hidroksida dengan amonium nitrat dan kalium klorida dengan
amonium nitrat (Nurfadilah dan Zainul, 2019). Sintesis kalium nitrat dapat
dilakukan melalui metode elektrodialisis metatesis (mED) dengan reaksi antara
kalium sulfat (K2SO4) dan natrium nitrat (NaNO3) pada efisiensi arus yang tinggi
lebih dari 95% dan berat kemurnian garam KNO3 lebih dari 99%. Kemurnian
KNO3 ini sangat dipengaruhi oleh pengangkutan natrium melalui membran
penukar anion (Jaroszek dan Dydo, 2014). Namun kalium nitrat jarang
dimanfaatkan oleh masyarakat karena pembeliannya membutuhkan biaya yang
mahal. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan-bahan alternatif yang relatif murah
untuk pembuatan KNO3. Kandungan kalium dan nitrat dapat dihasilkan dari
limbah organik, yaitu batang pisang dan feses ayam. Menurut Ropiatningsuari dkk
(2018), anion NO3- dapat diperoleh dari pengolahan limbah feses ayam dari hasil
fermentasi amoniak (NH3) dengan bantuan bakteri untuk proses penguraian.
Sedangkan ion kalium dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi abu hasil
pembakaran batang pisang menggunakan pelarut air murni (Sukeksi dkk., 2017).
vii

Batang pisang merupakan limbah dari tanaman pisang yang hanya dapat
berbuah satu kali, sehingga batang pisang hanya akan menjadi limbah yang
menumpuk karena belum dimanfaatkan secara optimal (Sulistyoningsih, 2017).
Sebagian masyarakat tidak memanfaatkan batang pisang karena kurangnya
pengetahuan, namun batang pisang mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh
tumbuhan. Komposisi unsur kimia yang terkandung dalam batang pisang ialah
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Silikon (Si), Fosfor (P) dan Kalium (K). Potensi
kalium pada abu batang pisang relatif tinggi, maka perlu dilakukan proses
ekstraksi untuk memperoleh kalium. Abu batang pisang dapat diekstrak dengan
pelarut aquades sebagai pembuatan Kalium Hidroksida (KOH) (Sukeksi dkk.,
2017).
Feses ayam broiler merupakan salah satu limbah bahan organik yang
menimbulkan gas-gas polusi, yaitu amoniak (NH3), nitrit (NO2-) dan gas hidrogen
(H2) yang terjadi selama proses dekomposisi. Feses ayam broiler yang dihasilkan
dari peternakan ayam sangat banyak dan terus meningkat. Setiap ekor ayam dapat
menghasilkan feses sebesar 6,6% per hari (Ansar dkk., 2019). Hal ini dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terhadap manusia yang tinggal di lingkungan
sekitar. Oleh karena itu, perlu pengolahan limbah feses ayam dengan menguraikan
gas amonia menjadi Nitrat (NO3-) agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrat.
Proses ini dilakukan dengan menambahkan bakteri Nitrobacter dan Nitrozimonas
untuk mempercepat penguraian (Ropiatningsuari, 2018).
Berdasarkan uraian di atas, kalium nitrat dapat dibuat dari bahan alternatif
yang lebih murah dibanding pembelian pupuk KNO3. Sumber kalium dan nitrat
dapat diperoleh dari limbah abu batang pisang dan feses ayam. Kandungan unsur
yang diperoleh dari kedua bahan ini dapat dicampurkan menjadi suatu larutan
yang jika dipanaskan akan menghasilkan garam KNO3. Dengan demikian, peneliti
tertarik melakukan penelitian terkait “Pembuatan KNO3 dari Limbah Peternakan
Ayam Broiler dan Abu Batang Pisang”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berapa kandungan Kalium (K) dari abu batang pisang?
2. Berapa kandungan Nitrat (ion NO3-) dari limbah feses ayam?
3. Berapa kandungan garam Kalium Nitrat (KNO 3) hasil sintetis dari limbah
feses ayam dan abu batang pisang?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui kandungan Kalium (K) dari abu batang pisang.
2. Untuk mengetahui kandungan Nitrat (ion NO3-) dari limbah feses ayam.
3. Untuk mengetahui komposisi garam Kalium Nitrat (KNO3) sintetis dari
limbah feses ayam dan abu batang pisang.

1.4 Manfaat Penelitian


Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan bagi peneliti terkait pemanfaatan pembuatan KNO3
dari pengolahan limbah feses ayam dan abu batang pisang
2. Menginspirasi penelitian lebih lanjut terkait pembuatan KNO 3 dari
pengolahan limbah feses ayam dan abu batang pisang
viii

3. Mengurangi pencemaran udara yang ditimbulkan akibat limbah feses


ayam serta sampah anorganik yang berasal dari abu batang pisang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Feses Ayam Broiler


Feses ayam broiler adalah salah satu limbah yang berasal dari usaha
peternakan ayam. Jumlah Feses ayam yang diproduksi setiap hari per ekor ayam
sebanyak 200 gram (Nurhayati dan Marpoyan, 2011). Feses ayam mempunyai
potensi yang sangat besar sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Marlina dkk (2015), perlakuan pupuk
dari feses ayam pada cabai merah memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan pupuk kandang lainnya. Selain pemanfaatannya sebagai pupuk, adapun
dampak negatif dari aroma feses ayam yang sangat mengganggu lingkungan
sekitar. Aroma tersebut berasal dari kandungan gas amoniak yang tinggi dan
unsur lain seperti Nitrit (NO2-) dan gas Hidrogen Sulfida (H2S). Beberapa unsur
yang terkandung dalam feses ayam dapat disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan unsur yang terdapat dalam Feses Ayam
Unsur Kandungan unsur dalam Feses Ayam
Minimal Maksimal Rata-Rata
Ca (ppm) 0,51 6,22 1,79
Cu (ppm) 16 634 283
Mg (ppm) 0,12 1,37 0,52
Mn (ppm) 66 579 266
Sulfida (ppm) 0,07 1,05 0,52
Zn (ppm) 48 583 256
K2O 0,63 4,26 2,03
N (%) 0,89 5,8 2,94
NH4-N (%) 0,08 1,48 0,75
P2O5 (%) 1,09 6,14 3,22
Total Padatan (%) 38 92 75,8
Sumber: (Malone, 1992)
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa feses ayam mengandung unsur-
unsur kimia yang bervariasi, namun yang paling mendominasi dalam
menghasilkan aroma tidak sedap adalah amoniak karena gas tersebut mudah
menguap. Gas amoniak yang di produksi setiap hari akan bertambah besar
jumlahnya sehingga menyebabkan penyakit pada proses pernapasan bagi manusia
(Defari dkk., 2014).

2.2 Siklus Nitrogen


Siklus Nitrogen merupakan suatu proses berulang atau konversi senyawa yang
mengandung unsur nitrogen menjadi berbagai jenis zat kimia. Nitrogen
merupakan suatu unsur yang berperan penting dalam pertumbuhan organisme.
Komponen dasar dari unsur nitrogen adalah protein (Herlambang dan Marsidi,
ix

2013). Keberadaan Nitrogen di alam, menghasilkan berbagai bentuk zat kimia


melalui suatu proses siklus. Zat kimia yang berada dalam tanah adalah dalam
bentuk n-organik. Proses siklus nitrogen meliputi: fiksasi nitrogen,
mineralisasi/amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi. Siklus ini dapat ditunjukkan
pada Gambar 1.
Nitrogen
di Udara
Fiksasi Nitrogen

Denitrifikasi
Imobilisasi

Sumber Organik NO3-

Im
ob
Amonifikasi

il

Nitrifikasi
isa
si

NH4+

Gambar 1 Siklus Nitrogen (Setiapermana, 2006)


Gambar 1 menunjukkan perputaran nitrogen di alam yang melibatkan
tumbuhan, hewan, manusia dan dekomposer serta komponen abiotik yang lain.
Proses perubahan nitrogen ini dalam bentuk berbagai jenis senyawa, yaitu berupa
N2, N2O, NO, NO2, NO3- dan NH4+. Bakteri Nitrosomonas dan Nitrobakter yang
terlibat dalam proses konversi amoniak menjadi nitrat atau sebaliknya (Hastuti,
2011).
. Nitrosomonas
HNO2(aq) +2H2O(l) + 158
2NH3(g) + 3O2(g)
kkal
Nitrobakter
2NO2(g) + O2(g) 2HNO3(aq) + 43 kkal

Proses konversi yang terjadi dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas


mengoksidasi amoniak (NH3) diubah menjadi nitrit (NO2-). Kemudian bakteri
Nitrobakter berperan untuk mengurai nitrit (NO2-) menjadi nitrat (NO3-). Proses
konversi nitrit menjadi nitrat sangat penting karena nitrit merupakan racun bagi
kehidupan tanaman.

2.3 Tanaman Pisang Sebagai Sumber Kalium


Tanaman pisang merupakan tanaman yang hidup pada iklim tropis maupun
sub tropis. Tanaman pisang tumbuh di dataran tinggi, namun ketinggian optimal
untuk pertumbuhan tanaman pisang adalah 100-700 meter (Mujiyo dkk., 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana dan Gustia (2018), menyatakan bahwa
tanaman pisang banyak terdapat di Indonesia dengan memiliki keragaman pisang
x

lebih dari 200 jenis pisang. Salah satu jenis tanaman ini adalah tanaman pisang
Ambon.

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Pisang Ambon


Tanaman pisang Ambon merupakan salah satu jenis tanaman buah herba
yang berasal dari Asia Tenggara khususnya di Ambon (Adilang, 2019). Tempat
terbaik dari tanaman pisang Ambon ialah di daerah dataran rendah yang terbuka
dan tanah lembab. Tanaman pisang Ambon membutuhkan cahaya matahari agar
dapat tumbuh dengan maksimal. Klasifikasi taksonomi tanaman pisang ambon
diklasifikasikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi Taksonomi Tanaman Pisang Ambon
Kingdom Plantae
Divisi Magnoliophyta
Sub Divisi Spermatophyta
Kelas Liliopsida
Famili Musaceae
Genus Musa
Spesies Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt
Sumber: (Suyati dan Supriyadi, 2008)
Tanaman pisang Ambon merupakan tanaman yang tidak memiliki cabang
dan tergolong dalam tumbuhan monokotil. Tanaman pisang terdiri dari bagian
akar, batang, daun dan buah. Perbandingan bobot segar tanaman pisang terdiri
dari batang 63%, daun 14% dan buah pisang 23%. Bagian dari tanaman ini
memiliki peran dan manfaatnya masing-masing di kehidupan sehari-hari (Sukeksi
dkk, 2017).
Batang pisang merupakan limbah pertanian yang berasal dari tanaman
pisang yang berperan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Batangnya merupakan
batang semu yang terdiri atas pelepah-pelepah daun yang tersusun secara teratur.
Batang semu bersifat lunak dan kadar air yang cukup tinggi. Tinggi batang pisang
sekitar 3,5-7,5 meter tergantung pada jenis dan tingkat kesuburan tanah
pertumbuhan tanaman pisang (Suyanti dan Supriyadi, 2008). Kenampakan batang
pisang dapat dilihat pada Gambar 2.
xi

Gambar 2 Batang Pisang (Dokumentasi Pribadi)


Batang pisang merupakan limbah organik yang dapat dijadikan sebagai
produk bermanfaat karena memiliki senyawa-senyawa potensial. Kompos batang
pisang mengandung c-organik yang tinggi sebesar 29,7%. Kandungan unsur hara
yang terdapat dalam batang pisang adalah nitrogen, fosfor dan kalium. Penelitian
yang dilakukan oleh Santi dkk. (2012), pengaruh kualitas dan nilai kecernaan in
vitro silase batang pisang dengan susunan kimiawinya dapat ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi Kimia Batang Pisang
Komposisi Kimia Batang Persentase Berat
Pisang (%)
Bahan organik 76,76
Bahan kering 30,85
Kecernaan bahan organik 43,91
Kecernaan bahan kering 46,53
Protein 4,77
Tekstur 1
Bau 1,40
Warna 1,50
Jamur 1
Kadar abu batang pisang 25,12
Sumber: Santi dkk. (2012)
Batang pisang dapat dimanfaatkan sebagai sumber alkali. Menurut Sukeksi dkk.
(2017), pemanfaatan batang pisang dapat dilakukan dengan beberapa tahap
sebagai berikut.
1. Pengurangan kadar air
Pengurangan kadar air dapat dilakukan dengan cara dijemur hingga kering dengan
tujuan untuk mempermudah proses pembakaran.
2. Proses pirolisis (Pengabuan)
Pirolisis adalah degradasi limbah organik melalui proses termal atau pemanasan
tanpa oksigen menggunakan furnace pada suhu tinggi 500-600°C untuk
menghasilkan abu.
xii

3. Proses ekstraksi abu batang pisang


Ekstraksi adalah suatu cara menarik zat kimia dari bahan menggunakan suatu
cairan penarik atau pelarut. Ekstraksi dilakukan untuk serbuk simplisia atau abu
yang mengandung zat-zat berkasiat.

2.3.2 Kalium dalam Abu Batang pisang


Abu batang pisang merupakan limbah bahan anorganik dari sumber bahan
organik yang tersisa melalui proses pembakaran dan mengandung mineral.
Komposisi mineral yang terkandung dalam abu batang pisang adalah Kalium (K),
Silikon (Si), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) (Sukeksi dkk., 2017).
Pada penelitian Sukeksi dkk. (2018), mengekstrak kalium dari Abu Batang Pisang
(Musa paradisisaca) untuk dibuat menjadi sabun cair. Abu batang pisang
mengandung kalium dengan berat sebanyak 33,4% (Mohapatra dkk., 2010).
Kalium tersebut membentuk kalium karbonat (K2CO3) dan mudah larut dalam air.
Garam ini dapat dipisahkan menggunakan pelarut air dari abunya. Jika air yang
digunakan adalah air panas yang bebas logam seperti air hujan atau air murni
maka proses ekstraksi akan menghasilkan KOH dengan membebaskan gas CO 2.
Persamaan reaksi yang terjadi pada ekstraksi kalium adalah sebagai berikut.
Kalor
K2CO3(s) K2O (aq) + CO2(g)

K2O + H2O 2KOH

Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah salah satu metode pemisahan zat
terlarut (solut) dari campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (innert)
dengan menggunakan pelarut cair. Proses ini sering dilakukan dalam industri
metalurgi dan farmasi, yaitu pemisahan biji emas, tembaga dalam biji-bijian
logam, produk farmasi dari akar atau daun pada tanaman tertentu (Santosa dkk,
2014). Bahan yang akan diekstrak berupa bahan kering yang dihancurkan dan
berbentuk bubuk atau simplisia.
Tujuan dari ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen senyawa
kimia yang terdapat dalam bahan (Tetti, 2014). Bahan-bahan aktif seperti senyawa
antioksidan dan antimikroba yang terdapat pada tumbuhan yang diekstrak dengan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi tanpa
melarutkan material lainnya. Proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari dari 3
langkah yaitu: penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan
sampel melalui proses difusi, solut terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut
membentuk fase ekstrak, pemisahan fase ekstrak dengan sampel (Dewi dkk.,
2018).

2.4 Garam Kalium Nitrat (KNO3)


2.4.1 Sifat Kimia Kalium Nitrat
Kalium nitrat merupakan suatu senyawa garam nitrat dari kalium. Kalium
nitrat bersifat elektrolit kuat, bila dilarutkan dengan air akan terionisasi menjadi
ion-ion. Kalium nitrat memiliki massa molekul relatif (Mr) sebesar 101 g/mol,
titik leleh 334ºC, titik lebur 607 K dan densitas sebesar 2,109 g/cm 3. Kecepatan
larut ion K+ adalah 7,62 m3s-1V-1 dan mobilitas anion NO3- adalah 15,4229 x 10-8
xiii

m/s. Viskositas (Kekentalan) larutannya mencapai 0,216 x 10-3 mPa.s (Nurfadilah


dan Zainul, 2019). Kalium nitrat bersifat oksidator. Bentuk padatan garam kalium
nitrat dapat ditunjukan pada Gambar 3.

Gambar 3 Garam Kalium Nitrat (Nurfadilah dan Zainul, 2019)


Senyawa kalium nitrat berbentuk padatan kristal putih, tidak berbau dan
mudah larut dalam air. Kalium nitrat memiliki sifat polar dan tingkat kelarutan
tinggi dalam udara. Pada suhu 0ºC sebesar 133 gr/L, pada suhu 20ºC dapat larut
sebanyak 316 gr/L dan suhu 100ºC garam kalium nitrat larut sebanyak 2.460 gr/L
(Nurfadilah dan Zainul, 2019).

2.4.2 Metode Sintesis Kalium Nitrat


Sintesis kalium nitrat dapat dilakukan dengan metode (Nurfadilah dan
Zainul, 2019). Pencampuran larutan ini menghasilkan kalium nitrat dan natrium
klorida. Kalium nitrat dipisahkan dari natrium klorida berdasarkan perbedaan
kelarutannya dalam air. Kalium nitrat lebih mudah larut dibanding natrium klorida
pada suhu 20oC. Pencampuran kedua larutan tersebut natrium klorida akan
mengendap dan dipisahkan dari kalium nitrat dengan cara penyaringan
menggunakan kertas saring. Reaksi pembentukan kalium nitrat dari kalium
klorida dan natrium nitrat adalah sebagai berikut:
KCl(aq) + NaNO3(aq) KNO3(aq) + NaCl(s)
Kalium nitrat juga dapat dibuat dengan mereaksikan larutan basa kalium
hidroksida dan asam nitrat (Nurfadilah dan Zainul, 2019). Pencampuran larutan
ini akan menghasilkan kalium nitrat dan air. Persamaan reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
KOH(aq) + HNO3(aq) KNO3(aq) + H2O(l)

2.4.3 Pemanfaatan Kalium Nitrat


Pemanfaatan kalium nitrat sudah banyak digunakan dalam perkecambahan
tanaman berbiji. Garam ini berperan membantu biji mempertahankan air yang
masuk ke dalam struktur tanaman (Subandi, 2013). Kalium nitrat juga bermanfaat
dalam mempertahankan tanaman dari rebahan, hama dan memperbaiki kualitas
buah pada masa generatif tanaman. Kalium nitrat mengandung unsur nitrogen dan
kalium yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. Manfaat Kalium dalam
penyimpanan air bagi biji untuk merangsang pembentukan tunas. Kalium
berperan dalam pembentukan akar baru bagi tumbuhan. Ion nitrat tersusun oleh N
dan O yang juga dibutuhkan oleh biji sebagai unsur- unsur pembentuk jaringan
baru.
xiv

Penelitian-penelitian terdahulu terkait pemanfaatan KNO3 dalam


perkecambahan oleh Nurussintani dkk. (2013) melaporkan bahwa KNO3 sangat
efektif untuk pematahan dormansi benih 3 varietas kacang tanah (Arachis
hypogaea), yaitu menggunakan metode perendaman benih dengan konsentrasi
KNO3 0,2% selama 2 hari. Metode perendaman tersebut dapat meningkatkan daya
berkecambah benih 3 varietas kacang tanah lebih dari 80% dan jumlah benih
dorman kurang dari 5%. Kartika dkk. (2015) mempublikasikan bahwa pengaruh
skarifikasi dan perendaman KNO3 dengan konsentrasi 0,2% terhadap pemecahan
dormansi benih kelapa sawit dapat meningkatkan kecepatan berkecambah hingga
2,56%/Etmal. Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dkk. (2018) menyatakan
bahwa konsentrasi larutan KNO3 20% paling efektif untuk pertumbuhan
kecambah sorgum. Perendaman larutan KNO3 20% berpengaruh nyata pada
tinggi, akar, bahan kering dan klorofil tanaman sorgum. Halimursyadah dkk.
(2020) melaporkan bahwa kalium nitrat dapat mematahkan dormansi fisiologis
beberapa galur padi mutan organik spesifik lokal di Aceh. Hasil pengamatan
menunjukkan interaksi sangat efektif antara galur padi mutan organik dan larutan
KNO3 terhadap uji daya kecambah, berat kering dan pertumbuhan benih.

2.5 Karakterisasi Kalium Nitrat


2.5.1 Difraksi Sinar X (XRD)
Difraksi sinar X (XRD) adalah suatu metode karakterisasi lapisan yang
mengidentifikasikan fasa kristalin dalam material dengan menentukan parameter
struktur kristal suatu unsur atau senyawa. XRD merupakan metode analisa
kualitatif untuk membedakan suatu senyawa dengan senyawa yang lain. Prinsip
kerja difraksi sinar X terdiri dari empat tahap, yaitu produksi, difraksi, deteksi dan
interpretasi. Sinar X yang diperoleh dari suatu logam yang memiliki panjang
gelombang sekitar 0,5-2,5Ǻ dengan variasi besar sudut pantulan yang
menghasilkan sudut pantulan elastis yang dapat dideteksi (Jamaludin, 2010).
Spektrum sinar X memiliki energi sebesar 103-106 eV, panjang gelombang 5-10
nm dan frekuensi sebesar 1017-1020 Hz (Irawan dkk., 2017). Pola difraksi sinar
X dari sebuah kristal ditunjukan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pola Difraksi Sinar X (Jamaludin, 2010)


Gambar 4 menunjukkan seberkas sinar X yang diarahkan ke kristal yang
terpasang. Unsur-unsur dalam kristal menyerap sebagian radiasi yang masuk dan
memancarkannya kembali yang disebut sebagai proses hamburan sinar X (sudut
θ) yang memenuhi persamaan Bragg sebagai berikut.
xv

2d sin θ = nλ
Keterangan: d= jarak antar bidang dalam Kristal
θ= sudut deviasi
n= orde (0, 1, 2, 3,…)
λ= panjang gelombang
Padatan Kristal KNO3 dapat dideteksi menggunakan metode difraksi sinar X.
Hal ini disebabkan karena pola serapan padatan tersebut terdeteksi pada sudut dua
theta (θ). Difraksi sinar X pada padatan kristal kalium nitrat yang dilaporkan oleh
Mukund (2012) ditunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5 Spektrum XRD Kalium Nitrat


Berdasarkan Gambar 5 diatas, menunjukkan spektrum XRD dari kalium
nitrat dengan parameter sel a = 6,7015 Å, b = 8,9065 Å dan c = 5,2702 Å. Kalium
nitrat termasuk ke dalam padatan kristal ortorombik dan dihitung volume sel
satuan sebesar 314,98 Å.

2.5.2 Sinar X-ray Fluoresensi (XRF)


Sinar X Fluoresence (XRF) adalah suatu metode analisis kualitatif maupun
kuantitatif yang digunakan secara rutin, yang relatif non-dekstruktif (tidak
merusak sampel) analisis batuan, mineral, sedimen dan cairan. Analisa kualitatif
untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang berbeda. Sementara itu, analisa
kuantitatif untuk menentukan konsentrasi dari unsur yang dianalisis dapat
ditentukan berdasarkan intensitas dari radiasi fluoresensi yang dipancarkan
(Jamaludin dan Adiantoro, 2014). Prinsip kerja XRF adalah pencacahan sinar X
yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron
pada orbital yang lebih dekat dengan inti. Hal ini karena terjadi eksitasi elektron
oleh elektron yang terletak pada orbital paling luar. Perpindahan elektron tersebut
xvi

diikuti dengan pelepasan energi berupa sinar X. Spektrum sinar X karakterisrik


dapat ditunjukan pada Gambar 6.

Sumber sinar X
Detektor Komputer

Hasil

Gambar 6 Proses Terjadinya Sinar X (Sari, 2015)


Sinar X fluoresensi yang dipancarkan oleh sampel yang dihasilkan oleh
penyinaran sampel menyebabkan elektron pertama dalam sampel tersebut akan
terlepas sehingga elektron lain mengalami eksitasi ke orbital dengan tingkat
energi yang lebih rendah dimana elektron pertama tersebut terlepas. Proses
eksitasi degan pelepasan sinar X kemudian ditangkap oleh detektor dan diubah ke
dalam sinyal tegangan, kemudian diperkuat dan dimasukkan ke dalam analyzer
untuk pengolahan data (Nayak dan Singh, 2007).

2.5.3 Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray


Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray (SEM-EDAX)
merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang menggambarkan topologi,
komposisi dan morfologi permukaan dari sampel dengan menggunakan elektron
yang terfokuskan (Wijayanto, 2014). Mengamati permukaan padat dengan
perbesaran M=10-100000 X, resolusi permukaan hingga kedalaman 3-100 nm.
SEM bekerja dengan menembakan elektron berenergi tinggi sebesar 1-20 keV
dalam pola scan raster (Sujatno dkk, 2015). Prinsip kerja SEM adalah
menggambarkan permukaan sampel dengan berkas elektron yang dipantulkan
dengan energi tinggi. Permukaan sampel yang terkena berkas elektron akan
dipantulkan kembali berkas elektron ke segala arah. Detektor akan mendeteksi
berkas elektron berintensitas tinggi yang dihamburkan oleh sampel yang
dianalisis. Skema prinsip kerja dari SEM dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
xvii

Gambar 7 Skema Prinsip Kerja SEM (Sampson, 1996)


Ketika berkas elektron dan sampel saling berinteraksi, maka elektron
mengalami kehilangan energi oleh penyebaran berulang dan penyebaran dengan
satu tetes volume spesimen yang sering disebut sebagai volume interaksi yang
meluas kurang dari 100-5nm pada permukaan. Ukuran volume interaksi
tergantung pada berkas sinar yang mempercepat tegangan, nomor atom spesimen
dan kepadatan spesimen. Energi mengalami perubahan diantara berkas elekron,
hasil sampel pada emisi elektron dan radiasi elektromagnet yang dideteksi untuk
menghasilkan suatu gambar (Juwita, 2003).
SEM-EDAX merupakan metode analisa secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis SEM berupa gambar struktur permukaan dari sampel, sedangkan EDAX
menghasilkan grafik antara nilai energi dengan cacahan. Syarat sampel yang dapat
dideteksi oleh SEM-EDAX adalah logam, kristal, polimer dan abu. Pada
penelitian Sukeksi dkk (2017), abu batang pisang hasil pembakaran dianalisa
menggunakan SEM-EDAX untuk mengetahui komponen unsur yang terkandung
dalam abu batang pisang. Hasil yang diperoleh dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Komponen Unsur Mineral Abu Batang Pisang
Unsur Persentase Massa (%)
Kalium 36,19
Karbon 10,03
Besi 2,00
Natrium 13,99
Nikel 9,12
Oksigen 15,45
Silikon 1,04
Sumber: (Sukeksi, 2017)
Pada Tabel 4 menunjukan kandungan unsur yang paling tinggi yang terdapat
dalam abu batang pisang adalah kalium sebanyak 36,19%.

2.5.4 Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier


Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) merupakan sebuah
teknik atau metode analisis untuk mendapatkan spektrum inframerah dari
penyerapan atau emisi zat cair, padat dan gas. Karakterisasi FTIR didasarkan pada
vibrasi molekul, yaitu mengamati interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik (Gunawan dan Azhari, 2010). FTIR digunakan untuk
xviii

mengidentifikasi senyawa secara kualitatif dan kuantitatif. Prinsip kerja dari FTIR
adalah untuk menganalisis senyawa, mendeteksi gugus fungsi, menganalisis
campuran dan sampel yang akan dianalisis. Kelebihan dari FTIR merupakan
teknik yang cepat dan mempunyai radiasi sinyal yang tinggi. Proses alat FTIR
analisis sampel ditunjukan pada Gambar 8.
Sumber IR

Interferometer Sampel Detektor Komputer

Gambar 8 Proses Alat FTIR Analisis Sampel (Suseno and Firdausi, 2008)
Sinar dari sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang
gelombang yang berbeda-beda. Sinar melalui interferometer akan difokuskan pada
tempat sampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor.
Perubahan intensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens. Gelombang
ini diubah menjadi sinyal oleh detektor kemudian dikirim ke komputer untuk
diolah (Astuti dkk., 2014).

2.5.5 Spektrofotometer UV-Vis


Spektrofotometer UV-Vis adalah metode analisis yang digunakan untuk
mengukur transmitan (T) atau absorbansi (A) sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Senyawa yang dapat dianalisis dengan metode ini memiliki
kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak. Senyawa yang akan
dideteksi dalam daerah sinar tampak harus memiliki warna. Prinsip kerja
spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi yang terjadi antara energi berupa sinar
monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul. Besar
energi yang diserap akan menyebabkan tereksitasi elektron dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Larutan nitrat dari fermentasi feses ayam dapat di karakterisasi
menggunakan metode analisis spektrofotometer UV-Vis. Hal ini disebabkan
karena nitrat merupakan larutan berwarna sehingga dapat dianalisa dengan
spektofotometer UV-Vis. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran
yang stabil. Skema susunan spektrofotometer UV-Vis dapat ditunjukan pada
Gambar 9.
Sumber
Monokromator Wadah sampel
radiasi

Rekorder Detektor

Gambar 9 Skema Susunan Spektrofotometer UV-Vis (Lexia dkk, 2021)


xix

Sumber radiasi dengan berbagai macam rentang panjang gelombang


dikonversi oleh monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan melalui
sampel kemudian detektor menerima cahaya dari sampel dan mengubahnya
menjadi arus listrik. Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan
dilihat hasilnya.

2.5.6 Inductively Couple Plasma (ICP)


Inductively Couple Plasma (ICP) adalah metode analisis yang digunakan
untuk mendeteksi trace metals dalam sampel dengan menggunakan plasma
sebagai energinya. Metode pengukuran logam-logam yang akan dianalisa dengan
ICP harus dalam bentuk larutan. Prinsip kerja ICP adalah mendeteksi unsur-unsur
yang memancarkan sifat cahaya pada panjang gelombang tertentu yang dapat di
ukur. Metode ICP digunakan untuk menetukan konsentrasi suatu unsur,
memerlukan sampel dengan jumlah sedikit dan deteksi rendah untuk elemen
dengan jumlah sebesar 1-100 g/L (Nurventi, 2019)
Unsur-unsur yang akan dideteksi menggunakan ICP harus dalam bentuk
larutan. Sampel padat tidak diperbolehkan, karena dapat terjadi penyumbatan pada
instrumentasi (ICP). Cahaya yang dipancarkan oleh unsur dalam ICP dikonversi
atau diubah menjadi sinyal elektrik (listrik) oleh photomultiplier. Hal ini
dilakukan dengan memecahkan cahaya menjadi komponen radiasi melalui suatu
kisi difraksi kemudian mengukur intensitas cahaya dengan tabung photomultiplier
pada panjang gelombang yang spesifik untuk setiap elemen atau unsur. Intensitas
sinyal ini kemudian dibandingkan dengan intensitas yang telah diketahui,
sehingga konsentrasi dapat dihitung. Setiap elemen atau unsur akan memiliki
panjang gelombang tertentu dalam spektrum yang dapat digunakan untuk analisis
(Nugroho dkk., 2005).
xx

BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penellitian


Waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Juli–Oktober 2021 di
laboratorium Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Timor. Karakterisasi hasil penelitian di Laboratorium
Central FMIPA-Universitas Negeri Malang dan Laboratorium PT Maju Jaya
Modern Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat peralatan
gelas, timbangan, seperangkat peralatan fermentor sederhana, aerator, termometer,
mortal, ayakan 200 mesh, kertas saring Whatman, hot plate, ICP (Inductively
Couple Plasma), XRD (X-ray Diffraction) merk PANalytical, XRF (X-ray
Fluoresence) merk PANalytical, FTIR (Fourier Transform Infrared) merk
Shimadzu, spektrofotometer UV-Vis merk Analytik Jena, , kertas indikator, tanur
(Furnace) dan oven memmert.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah tisu, aquades, batang pisang, feses ayam
broiler, bakteri Nitro-bac, gula pasir, urea dan indikator fenolptalein (pp).

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Ekstraksi Kalium
Batang pisang dicacah kecil-kecil dan dijemur sampai kering untuk
memudahkan proses pengabuan. Batang pisang kemudian dibakar secara manual
dan diabukan menggunakan furnace pada temperatur 550ºC selama 3 jam
(Sukeksi, 2017). Selanjutnya, abu batang pisang digerus menggunakan mortal dan
diayak menggunakan ayakan 200 mesh. Sebanyak 200 gram abu hasil ayakan
dicampur dengan aquades 400 mL dan dipanaskan hingga mendidih selama 60
menit. Campuran kemudian didinginkan dengan cara dimasukan ke dalam wadah
yang berisi air dan disaring menggunakan kertas Whatman no 42. Filtrat yang
diperoleh diambil 5 mL diukur pHnya dan ditetesi dengan indikator fenolptalein
(pp). Sebagian filtrat yaitu sebanyak 300 mL dianalisis kadar kaliumnya
menggunakan ICP. Filtrat yang lain dipindahkan ke botol penyimpanan untuk siap
digunakan. Residu penyaringan dikeringkan dan digerus, kemudian dianalisis
dengan XRD.

3.3.2 Kultur Nitro-bac


Sebanyak 10 gram gula pasir dilarutkan dengan aquades sebanyak 100 mL
yang sudah dipanaskan. Larutan gula didinginkan dan ditambahkan urea sebanyak
5 gram diaduk hingga larut. Larutan tersebut kemudian diencerkan dalam labu
takar 1000 mL. Larutan ini dipindahkan ke dalam wadah untuk dicampurkan
dengan 5 gram bakteri Nitro-bac (Nitrosomonas sp dan Nitrobacter sp).
Campuran larutan tersebut dimasukan dalam wadah fermentor, ditutup rapat tanpa
xxi

cahaya matahari dengan tujuan agar bakteri nitrobac tidak mati. Selanjutnya,
difermentasi selama 1 – 2 minggu sambil diaerasi (Arisandi dkk, 2017).

3.3.3 Fermentasi Feses Ayam


Sebanyak 100 gram feses ayam dicampurkan dengan 10 gram gula pasir dan
100 mL larutan kultur nitrobakter dan diaduk. Larutan tersebut ditambahkan
dengan aquades sebanyak 900 mL dan diagetasi. Campuran tersebut dipindahkan
ke wadah fermentor untuk difermentasi selama 1-2 minggu dengan tujuan untuk
menghilangkan bau amoniak (Ropiatningsuari, 2018). Larutan hasil fermentasi
dijemur di bawah cahaya matahari selama 240 menit dengan tujuan untuk
membunuh bakteri Nitro-bac. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas
saring Whatman no 42. Sebagian larutan tersebut selanjutnya disampling untuk
diukur kadar nitratnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan
dipindahkan pada botol penyimpanan untuk siap digunakan.

3.3.4 Pembuatan KNO3


Larutan KOH dari ekstrak abu batang pisang dan HNO 3 dari limbah feses
ayam broiler yang diperoleh sebelumnya diukur dan diketahui konsentrasinya
dicampur dengan perbandingan molar 1:1 yaitu sebanyak 100 mL. Larutan
tersebut diaduk hingga ristal. Kemudian diuapkan untuk memperoleh ristal garam
KNO3. Garam yang dihasilkan dianalisis dengan instrument XRD, XRF dan FTIR
dibandingkan dengan KNO3 standar. Padatan ristal dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Massa padatan hasil penelitian
% Rendemen= x 100 %
Massa padatan stoikiometri teoritis
3.3.5 Reaksi Stoikiometri KNO3
Reaksi stoikiometri merupakan perbandingan mol zat-zat yang terlibat
dalam reaksi sama dengan koefisiennya. Reaksi yang terjadi antara pencampuran
larutan kalium hidroksida dan asam nitrat dapat ditunjukkan oleh persamaan
reaksi berikut.

KOH(aq) + HNO3(aq) KNO3(aq) + H2O(l)

DAFTAR PUSTAKA
xxii

Adilang, C. L., Pelealu, N., dan Citraningtyas, G. 2019. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Batang dan Pelepah Daun Tanaman Pisang Ambon (Musa
paradisiaca var sapientum (L.) Kunt) terhadap Bakteri Staphlyococcus
aureus. Pharmacon. 8(3): 571-579.
Agustiyani D dan H Imaamuddin. 2000. Pertumbuhan Kultur Mikroba Campuran
pada Senyawa Amonium. Seminar Nasional Biologi XVI dan Konggres
Nasional Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI) XII, Bandung.
Ananta, G.P. 2020. Potensi Batang Pisang (Musa Pardisiaca L.) dalam
Penyembuhan Luka Bakar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 9(1):
334–340.
Anggraini, P.D. 2018. Pengaruh Pemberian Senyawa KNO3 (Kalium Nitrat)
terhadap Pertumbuhan Kecambah Sorgum (Sorghum Bicolor (L.) Moench).
Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati (J-BEKH).
5(1): 37–42.
Ansar, K., Susanti, H. dan Aphrodyanti, L. 2019. Pengaruh Campuran Media
Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kubis Bunga (Brassica
oleracea L.). Agroekotek. 2(1): 15-20.
Arisandi, A., Tamam, B. dan Yuliandari, R. 2017. Jumlah Koloni pada Media
Kultur Bakteri yang Berasal dari Thallus dan Perairan Sentra Budidaya
Kappaphycus Alvarezii di Sumenep. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
9(1): 57-64.
Astuti, P., Airin, C.M., Widiyanto, S., Hana, A., Maheshwari, H. dan Sjahfirdi, L.
2014. Fourier Transform Infrared sebagai Metode Alternatif Penetapan
Tingkat Stres pada Sapai. J. Vet. 15(1): 57-63.
Defari, E.K., Senoaji, G. dan Hidayat, F. 2014. Pemanfaatan Limbah Kotoran
Ayam sebagai Bahan Baku Pembuatan Kompos. Dharma Raflesia: Jurnal
Ilmiah Pengembangan dan Penerapan IPTEKS. 12(1): 11-20.
Dewi, N.L.A., Adnyani, L.P.S., Pratama, R.B.R, Yanti, N.N.D, Manibuy, J.I. dan
Warditiani N.K. 2018. Pemisahan, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Saponin
dari Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Jurnal Farmasi Udayana.
7(2): 68-76.
Furutani, S., Nagao, M.A. dan Zee, F. 1993. Improvement Of Papaya Seedling
Emergence By Kno3 Treatment and After Ripening. Journal of Hawaiian and
Pacific Agriculture. 4(1): 57–61.
Gumelar, A.I. 2015. Pengaruh Kombinasi Larutan Perendaman dan Lama
Penyimpanan terhadap Viabilitas, Vigor dan Dormansi Benih Padi
Hibridakultivar SL-8. Jurnal Agrorektan. 2(2): 125–125.
Gunawan, B. dan Azhari, C.D. 2010. Karakterisasi Spektrofotometri IR dan
Scanning Electron Microcopy (SEM) Sensor Gas dari bahan Polimer Poly
Ethelyn Glycol (PEG). Jurnal Sains danTeknologi. 3(2): 1-17.
Halimursyadah, H. 2020. Penggunaan Kalium Nitrat Dalam Pematahan
Dormansi Fisiologis Setelah Pematangan pada Beberapa Galur Padi Mutan
Organik Spesifik Lokal Aceh. Kultivasi. 19(1): 1061–1068.
Herlambang, D., Rif’ah, H.I. dan Kusnadi, J. 2018. Aktivitas Antibakteri Caspian
Sea Soyghurt (Kajian Proporsi Penambahan Gula Pasir dan Susu Skim
Serta Jenis Kedelai). Journal of Food and Life Sciences. 2(1): 29-44.
xxiii

Jamaludin, A. dan Adiantoro, D. 2014. Analisis Kerusakan X-Ray Fluoresence


(XRF). PIN Pengelolaan Instalasi Nuklir: 9–10.
Irawan, H., Broto, S. dan Anzhaldy. 2017. Studi Eksperimental Deformasi Kristal
pada Daerah Haz dengan Menggunakan XRD dan Metode Scherrer. Jurnal
Teknik Mesin. 2(1): 10-16.
Jamaludin, K. 2010. XRD (X-ray Diffractions). Program Studi Fisika Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Jaroszek, H., Lis, A., dan Dydo, P. 2014. Sintesis Kalium Nitrat dengan
Metatesis-Elektrodialisis. Membran dan Proses Membran dalam
Perlindungan Lingkungan, 119 , 351-361.
Juwita, L. 2003. Karakterisasi Material Menggunakan XRF, XRD dan SEM-EDX.
Jurnal Teknik. 2(2):177-192.
Kartika, K., Surahman, M. dan Susanti, M. 2015. Pematahan Dormansi Benih
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menggunakan KNO3 dan Skarifikasi.
Enviagro: Jurnal Pertanian dan Lingkungan. 8(2): 48–55.
Lexia, N. dan Ngibad, K. 2021. Aplikasi SpektrofotometriTerhadap Penentuan
Kadar Besi Secara Kuantitatif Dalam Sampel Air. J. Pijar MIPA. 16(2):
242-246.
Marlina, N., Aminah, R.I.S. dan Setel, L. R. 2015. Aplikasi Pupuk Kandang
Kotoran Ayam pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogeae L.).
Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education. 7(2): 11-20.
Mujiyo, M.,Widijanto, H., Herawati, A.,Rochman, F., dan Rafirman, R. 2017.
Potensi Lahan untuk Budidaya Pisang di Kecamatan Jenawi Karanganyar.
Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture. 32(2): 142-148.
Mukund, M.R., N.D. 2012. Growth and Characterization of Potassium Nitrate
Single Crystal Grown By The Sol-Gel Method. Internasional Journal of
Advanced Scientific Research and Tecnology. 2(2): 500-505.
Nayakk, P.S. dan Singh, B.K. 2007. Karakterisasi Instrumental Lempung dengan
XRF, XRD dan FTIR. Bulwtin Ilmu Material. 30(3): 235-238.
Nugroho, A., Wahyono, H. dan Fatimah, S. 2005. Pengembangan Metode
Analisis Menggunakan Alat ICP AES Plasma 40 untuk Penentuan Unsur As
dan Sb. ISSN, 201-207.
Nurfadilah, K.K. dan Zainul, R. 2019. Kalium Nitrat (KNO3): Karakteristik
Senyawa dan Transpor Ion. INA-Rxiv, 3 February, available at.
Nurhayati, N., Jl, B.P.T.P.R. dan Marpoyan, P. 2011. Potensi Limbah Pertanian
sebagai Pupuk Organik Lokal di Lahan Kering Dataran Rendah Iklim
Basah. Vol, 6(2): 193–202.
Nurussintani, W., Damanhuri, D. dan Purnamaningsih, S. L. 2013. Perlakuan
Pematahan Dormansi terhadap Daya Tumbuh Benih 3 Varietas Kacang
Tanah (Arachis hypogaea). Jurnal Produksi Tanaman. 1(1): 86-93.
Nurventi, N. 2019. Perbandingan Metode Analisis Logam Berat Kromium dan
Timbal Menggunakan Inductively Coupled Plasma Optical Emision
Spectroscopy (ICP OES) dan Atomic Absorbtion Spectrometry (AAS).
Ropiatningsuari, N. dan Wiyono, S. 2018. Screening Decomposer Bacteria For
Deodorizing Chicken Manaure. Bumi Lestari. 18(1): 19–27.
Rosdiana dan Gustia, H. 2018. Pengaruh Khitosan dan Media Campuran
terhadap Pertumbuhan Semai Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L. var.
Sapientum). Jurnal Agrosains dan Teknologi. 3(2): 111-123.
xxiv

Sampson, F. 1996. Pollen Morphology and Ultrastructure of Laurelia,


Laureliopsis and Dryadodaphne (Atherospermataceae). Grana, 35(5): 257–
265.
Santi, R. 2012. Kualitas dan Nilai Kecernaan In Vitro Silase Batang Pisang
(Musa Paradisiaca) dengan Penambahan Beberapa Akselerator. Tropical
Animal Husbandry. 1(1): 15–23.
Santosa, I. dan Sulistiawati, E. 2014. Ekstraksi Abu Kayu dengan Pelarut Air
Menggunakan Sistem Bertahap Banyak Beraliran Silang. Chem. J. Tek.
Kim. 1(1): 33-39.
Sari, R.K. 2015. Penentuan Konsentrasi Unsur Pembangun Sensor Piezoelektrik
Menggunakan Metoda X-Ray Fluorescence (Xrf) dan Energy Dispersive X-
Ray Microanalysis (Edax). Eksakta, 2: 19.
Setiapermana, D. 2006. Siklus Nitrogen di Laut. Oceana. 31(2): 19–31.
Simbolon, E. 2019. Chemical Scarification Using KNO3 to Increase Seed
Germination and Early Growth Of Indigofera Zollingeriana’, Jurnal
Peternakan Integratif. 7(1): 1921-1926.
Solle, H.R.L., Nitsae, M. dan Ledo, M.E.S. 2019. Pengaruh Pupuk Organik
Cair (POC) terhadap Perkecambahan Cendana (Santalum Album L.) secara
In Vitro di Nusa Tenggara Timur. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati,
110–115.
Sulistyoningsih, E., dan Zahrina, S.(2017). Kinetika Reaksi Pembuatan Kalium
Sulfat dari Ekstrak Abu Batang Pisang dan Asam Sulfat. Jurnal Teknik
Kimia. 8(2): 57-62.
Sujatno, A., Salam, R., Bandriyana, B. dan Dimyati, A. 2015. Studi Sacanning
Electron Microscopy (SEM) untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan
Zirkonium. In Urnal Forum Nuklir (JFN). 9(1): 44-50.
Suseno, J.E. dan Firdausi, K.S. 2008. Rancang Bangun Spektroskopi FTIR
(Fourier Transform Infrared) untuk Penentuan Kualitas Susu Sapi. Berkala
Fisika. 11(1): 23–28.
Tetti, M. 2014. Ekstraksi Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. 7(2): 361-367.
Wijayanto, S.O. dan Bayuseno, A.P. 2014. Analisis Kegagalan Material Pipa
Ferrule Nickel Alloy N06025 pada Waste Heat Boiler Akibat Suhu Tinggi
Berdasarkan Pengujian: Mikrografi dan Kekerasan. Jurnal Tenik Mesin.
2(1):33-39.
Wijaya, A., Fitriani, D. dan Hayati, R. 2020. Pengaruh Lama Perendaman dan
Konsentrasi Kalium Nitrat (KNO3) terhadap Pematahan Masa Dormansi
Biji Kopi Robusta (Coffea canephora). Jurnal Agriculture. 1(2): 1-9.
xxv

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kalium dari Abu Batang Pisang


Pemanfaatan ekstrak abu batang pisang sebagai sumber kalium telah dilakukan
dengan 3 tahap, yaitu pengurangan kadar air, proses pirolisis (Pengabuan) dan
ekstraksi abu batang pisang.

4.1.1 Pengurangan Kadar Air


Pengeringan batang pisang dilakukan di Kota Kefamenanu. Batang pisang
dipotong secara mekanik yaitu dengan menggunakan alat parang, kemudian
dicacah dan dikeringkan dengan cara dijemur dibawah cahaya matahari secara
langsung selama 7 hari dengan tujuan untuk menurunkan kadar air. Pada proses
pengeringan batang pisang mengalami perubahan warna dan tekstur seperti
terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 a) Batang pisang segar; b) Batang pisang kering


Berdasarkan Gambar 4.1 diatas, proses pengeringan memiliki pengaruh
besar terhadap perubahan tekstur pada batang pisang. Selama proses pengeringan,
menyebabkan penurunan kadar air sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan
pada batang pisang. Menurut Arumuganathan et al. (2010), penurunan kandungan
air menyebabkan rusaknya pori atau rongga kosong dalam produk sehingga
menjadi lebih padat. Pengeringan juga menyebabkan terjadinya perubahan warna
pada batang pisang, yaitu warna dasarnya hijau-kekuningan menjadi kecoklatan.
Hal ini karena adanya pemanasan dan reaksi kimia seperti oksidasi sehingga
membuat tingkat kecerahan batang pisang menjadi pudar (Fellows, 2000).
Selanjutnya, batang pisang yang sudah kering dicacah kecil-kecil sesuai dengan
ukuran cawan porselin dan diproses dengan cara pirolisis untuk menghasilkan
produk berupa abu.
xxvi

4.1.2 Pirolisis (Pengabuan) Batang Pisang


Pirolisis merupakan suatu proses pemanasan bahan organik tanpa adanya
oksigen untuk menghasilkan abu. Proses pengabuan bahan organik dioksidasi
pada suhu 500-600°C agar bahan terbakar sempurna.

Pengabuan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan jumlah elemen atau


mineral yang terkandung dalam bahan. Reaksi kimia yang terjadi pada proses
pengabuan.
Kalor
K2CO3(s) K2O (aq) + CO2(g)

K2O + H2O 2KOH

Batang pisang diabukan di tanur (furnace) pada suhu tinggi, yaitu 550°C.
Pengabuan batang pisang selama 3 jam untuk memproleh abu yang berwarna
putih keabuan dan berat tetap (konstan). Abu yang diperoleh didinginkan,
kemudian digerus dengan mortal dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh
untuk menghasilkan serbuk abu batang pisang. Kenampakan abu batang pisang
ditunjukan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 a) Batang pisang; b) Pengabuan Batang Pisang


Menurut Santoso (2014), ekstrak abu batang pisang dimanfaatkan sebagai
sumber alkali dikarenakan setiap gram abu batang pisang mengandung alkali
sebesar 0,0465 N. Alkali pada kandungan abu batang pisang digunakan sebagai
katalis basa (KOH) pada proses penghilangan lignin serat dan getah.

4.1.3 Ekstraksi Abu Batang Pisang


Ekstraksi abu batang pisang dilakukan di FKIP Laboratorium Biologi
Universitas Timor. Abu batang pisang diekstrak dengan pelarut aquades
menggunakan perbandingan 1:2. Sebanyak 200 gram abu batang pisang dilarutkan
dengan aquades 400 mL. Kemudian diuapkan larutan di hotplate pada suhu 100°C
selama 60 menit dan kecepatan 300 rpm. Pada proses pemanasan larutan sambil
diaduk agar pelarut menembus dinding sel dan masuk ke dalam pori-pori sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedan konsentrasi
xxvii

antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, sehingga larutan yang
terpekat akan keluar (Sukeksi dkk, 2017). Larutan abu batang pisang diukur pH
menggunakan kertas pH untuk mengetahui konsentrasi basa pada larutan abu
batang pisang. Gambar 4.1 menunjukan pH larutan hasil ekstraksi abu batang
pisang.

Gambar 4.1 pH (Keasaman) ekstrak larutan Abu Batang Pisang


Berdasarkan hasil analisis, nilai pH larutan ekstrak abu batang pisang adalah
12 yang berarti bersifat basa, batas nilai pH maksimal menurut SNI adalah 7,49
Analisa nilai pH sangat penting untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan
basa dalam larutan tersebut.

4.2 Karakterisasi Abu Batang Pisang Sebagai Sumber Kalium


4.2.1 Hasil Uji XRF
Tabel (XRF)
Persen Berat Abu Batang
Pisang (%)
Unsur
Abu sebelum Abu setelah
diekstrak diekstrak
Barium (Ba) 0,1 0,2
Kalsium (Ca) 26,2 53,1
Tembaga (Cu) 0,062 0,056
Europium (Eu) 0,35 0,2
Besi (Fe) 0,61 1,08
Kalium (K) 69,3 39,3
Mangan (Mn) 0,21 0,42
Fosfor (P) 0,65 0,86
Rhenium (Re) 0,07 0,07
Sulfur (S) 0,31 -
Silikon (Si) 1,6 3,6
Stronsium (Sr) 0,43 0,84
Titanium (Ti) 0,05 0,098
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas, kandungan unsur kalium paling tinggi, yaitu
abu batang pisang sebelum diekstrak 69,3% dan residu abu batang pisang setelah
diekstrak sebesar 39,3%.

4.2.2 Hasil Uji XRD


Pengujian XRD dilakukan untuk mengetahui bentuk dan morfologi Kristal
xxviii

yang terdapat pada serbuk hasil ekstraksi abu batang pisang. Pada Gambar 4.2
terlihat morfologi dan bentuk partikel dari hasil proses ekstraksi abu batang
pisang. Pada gambar terlihat bentuk abu batang pisang tidak beraturan.

Gambar 4.2 a). Abu Batang Pisang; b). Residu Abu Batang Pisang

4.3 Karakterisasi Kalium Nitrat (KNO3)


4.3.1 Hasil Uji XRD

Gambar Spektrum Perbandingan KNO3 Standar dengan KNO3 Sintetik


4.3.2 Hasil Uji FTIR
xxix

Pada Spektrum ini terjadi serapan di daerah sekitar 1300–1370 cm-1 baik pada
standar maupun sampel. Serapan ini menunjukkan gugus fungsi NO2 senyawa-
senyawa nitro yang sering muncul pada bilangan gelombang 1500 -1570 cm-1 dan
1300–1370 cm-1
.
xxx

Anda mungkin juga menyukai