id
Disusun Oleh :
Budi Prasojo
I 8316009
i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Scanned by CamScanner
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Penyusunan Laporan Tugas
Akhir bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Studi Diploma III Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret.
Laporan Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang diambil dari
hasil percobaan yang telah dilakukan. Penulisan Laporan Tugas Akhir ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Sperisa Distantina, S.T., M.T. selaku kepala Program Studi Diploma III
Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Wusana Agung Wibowo, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing
Tugas Akhir.
3. Orang Tua dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan semangat
dan doa serta dukungan baik materil maupun spiritual yang tak terhingga.
4. Teman - teman Keluarga Diploma III Teknik Kimia FT UNS yang telah
membantu dalam bentuk dukungan dan semangat.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan Tugas Akhir
maupun penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Kami
mengharapkan adanya saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan
laporan ini.
Surakarta, 10 Juli 2019
Andika Prastyo
Budi Prasojo
iv
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
v
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
vi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
vii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
viii
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
INTISARI
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
densitas, kandungan air, kadar abu, nilai kalor, kadar zat terbang, kadar zat karbon
terikat, nilai kuat tekan untuk mengetahui karakteristik biopelet yang paling sesuai
untuk bahan bakar alternatif.
Pembuatan biopelet kotoran sapi kering dilakukan dengan variasi waktu
penekanan dan kadar jumlah perekat dari tetes tebu (molasses). Partikel kotoran
sapi memiliki ukuran -20+40 mesh yang merupakan hasil terbaik dari penelitian
pembuatan briket dari kotoran sapi dengan variasi perbedaan ukuran partikel dan
kuat tekan (Munajat dan Pratama, 2018).
Dalam pembuatan biopelet kotoran sapi ini menggunakan variasi
campuran molasses. Tujuan dari penambahan molasses pada biopelet adalah
untuk efisiensi energi penekanan yang diberikan dalam tahap pemeletan, karena
fungsi molasses sendiri sebagai media perekat antar partikel kotoran sapi kering.
Sehingga dari penelitian ini dapat mengetahui komposisi perekat tetes tebu
(molasses) yang tepat digunakan terhadap tekanan yang diberikan pada
pembentukan biopelet kotoran sapi.
I.3 Tujuan
Tujuan dari laporan tugas akhir ini adalah untuk menjelaskan pembuatan
biopelet dari kotoran sapi kering sebagai bahan bakar alternatif yang diuji
karakteristik fisik dan termal.
3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
I.4 Manfaat
1. Bagi Akademisi Perguruan Tinggi
Mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
pembuatan biopelet kotoran sapi.
2. Bagi Masyarakat
Dapat membuka wawasan masyarakat tentang pembuatan biopelet yang
mudah dalam prosesnya, dan juga banyaknya ketersediaan bahan baku yang
dapat diperoleh dengan harga murah.
3. Bagi Peternak Sapi
Meningkatkan pemasukan dalam rangka pemanfaatan limbah peternakan
kotoran sapi.
4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Biomassa
Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang bisa dimanfaatkan
kembali sebagai sumber bahan bakar. Energi biomassa dapat menjadi sumber
energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, karena beberapa sifatnya
menguntungkan yaitu dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang
dapat diperbarui. Sumber energi ini relatif tidak mengandung sulfur sehingga
tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Surya, 2012).
Energi alternatif dapat dihasilkan dari teknologi tepat guna yang
sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan, yaitu pembuatan biopelet dengan
memanfaatkan limbah biomassa misalnya tempurung kelapa, sekam padi, serbuk
gergaji kayu. Sejalan dengan itu, berbagai pertimbangan untuk memanfaatkan
tempurung kelapa, serbuk gergaji kayu jati, sekam padi menjadi penting
mengingat limbah ini sering, bahkan belum dimanfaatkan secara maksimal
(Jamilatun, 2011).
Salah satu biomassa yang dapat dimanfaatkan yaitu kotoran sapi.
Kotoran sapi merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan oleh hewan
ternak sapi. Limbah dari hewan ternak sapi saat ini masih jarang dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat. Kotoran sapi yang berupa feses tersebut apabila diolah
akan menjadi suatu bahan bakar padat buatan yang lebih luas penggunaannya
sebagai bahan bakar alternatif yang disebut biopelet (Naim, dkk.,2013).
Limbah peternakan adalah hasil buangan dari proses pengolahan usaha
peternakan atau hasil buangan hasil metabolisme hewan ternak yang tidak ramah
lingkungan. Peternakan kecil maupun peternakan besar selalu menghasilkan
limbah yang berupa limbah cair (air cucian ternak dan air cucian kandang).
Limbah padat (feses ternak), dan limbah gas (CH 4 dan NH3). Feses adalah hasil
buangan metabolisme yang telah bercampur dengan urin dan air bilas (Harpasis
dan Rahardjo, 1980). Menurut penelitian yang dilakukan Syahidu (1983), rata-rata
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II.2 Biopelet
Biopelet merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari limbah organik,
limbah pabrik maupun limbah perkotaan. Bahan bakar padat ini merupakan bahan
bakar alternatif atau merupakan pengganti bahan bakar minyak yang paling murah
dan dimungkinkan untuk dikembangkan dalam waktu yang relatif singkat
mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana (Husada,
2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat biopelet arang adalah jenis
serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonasi dan tekanan pengempaan.
Sedangkan syarat biopelet yang baik adalah biopelet yang permukaanya halus dan
tidak meninggalkan bekas hitam di tangan.
Salah satu teknologi yang menjanjikan adalah proses pempeletan.
6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
II.3. Densitas
Densitas adalah perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat
kering tanur dan volume pada kadar air yang telah ditentukan) dengan kerapatan
air pada suhu 4 °C (Haygreen dan Bower, 1998). Air memiliki kerapatan partikel
1 g/cm3 atau 1000 kg/m3 pada suhu standar tersebut. Soeparno (1990),
mengemukakan bahwa kerapatan yang tinggi menunjukkan kekompakan partikel
biopelet yang dihasilkan.
Semakin besar tekanan yang digunakan, semakin kecil ukuran biopelet
yang dihasilkan, sehingga semakin besar kerapatan yang diperoleh. Hal ini
disebabkan oleh rapatnya susunan butiran arang dari biopelet yang dihasilkan.
Nilai densitas biopelet tergantung pada tekanan pengepresan, tanpa
pengikat gaya tekan dari luar diperlukan untuk mengumpulkan partikel – partikel
sehingga menjadi padat (Lindley dan Vossoughi, 1989). Meningkatkan gaya tekan
luar dapat meningkatkan nilai densitas serta gaya pengikat antar partikel.
Penelitian menurut Darwin (2001), tentang pembuatan biopelet arang yang
berasal dari arang kotoran sapi yang dicampur dengan arang tempurung kelapa
serta penambahan perekat dari tepung tapioka, mendapatkan hasil semakin tinggi
kandungan arang tempurung kelapa maka densitas dan keteguhan tekan biopelet
arang yang dihasilkan juga semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran arang
tempurung kelapa yang lebih halus sehingga arang tempurung kelapa akan
mengisi ruang ruang kosong dalam adonan dan menyebabkan kerapatan, densitas,
keteguhan tekan biopelet semakin tinggi seiring meningkatnya jumlah arang
kelapa dalam adonan biopelet.
8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan :
P = Tekanan (N/m2)
F = Gaya (N)
A = Luas permukaan bidang tekan (m2)
Untuk gaya yang sama luas permukaan bidang tekan yang kecil akan
memberikan tekanan yang besar. Sebaiknya luas permukaan bidang tekan yang
besarakan memberikan tekanan yang kecil.
9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI
Bahan yang digunakan adalah kotoran sapi perah yang diperoleh dari
Desa Mundu, Tulung, Klaten, Jawa Tengah. Kotoran yang digunakan adalah
kotoran sapi perah yang sudah dikeringkan secara alami kurang lebih selama 1
bulan.
2. Tetes Tebu (Molasses)
13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Fungsi :
Untuk menghancurkan bahan baku yang masih kasar sehingga menjadi
bahan yang lebih halus.
b. Spesifikasi :
Kapasitas 100 gram.
Didalamnya terdapat pisau yang dapat berputar 28.000 rpm.
Memiliki tegangan 220 Volt dan daya 650 Watt.
c. Merk :
Fomac
2. Screen (Ayakan)
14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Fungsi :
Untuk mengayak bahan baku agar ukuran partikelnya dapat seragam sesuai
yang diinginkan.
b. Spesifikasi :
Memiliki tegangan 220 Volt dan 200 Watt.
Maksimal dapat menampung 8 variasi ukuran mesh yang berbeda-beda.
Terdiri dari ukuran 20, 40, 60, dan 80 mesh.
c. Merk :
-
3. Cetakan Biopelet (die)
a. Fungsi :
Sebagai wadah pencetak bahan baku pada saat dilakukan penekanan
dengan press hydraulic.
b. Spesifikasi :
Terbuat dari besi
Memiliki 4 lubang cetakan, 4 silinder penekan, dan 4 penutup cetakan.
Memiliki diameter lubang 10 mm dan tinggi lubang 40 mm.
c. Merk :
-
15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Selang penghubung
Piston penekan
Besi alas
Tuas penekan
Besi penyangga
a. Fungsi :
Untuk memeletkan bahan baku biomassa.
b. Spesifikasi :
Memiliki kekuatan tekan maksimal 20 ton.
Dilengkapi dengan piston press berdiameter 4,8 cm yang dapat digeser
ke kanan dan kiri.
c. Merk :
-
5. Jangka Sorong
16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Fungsi :
Untuk mengetahui besarnya nilai diameter dan tinggi biopelet.
b. Spesifikasi :
Memiliki ketelitian 0,02 mm.
Dapat mengukur diameter dalam dan luar benda.
Dapat mengukur ketinggian bagian dalam benda.
c. Merk :
Tricle Brand
6. Timbangan Digital
a. Fungsi :
Untuk menimbang massa bahan baku maupun produk biopelet yang
dihasilkan
b. Spesifikasi :
Memiliki ketelitian yang baik yaitu 0,001 gram.
Memiliki tegangan 240 volt.
c. Merk :
Adventurer Ohaus
7. Oven Listrik
17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Fungsi :
Untuk membantu mengeringkan bahan baku dan produk biopelet.
b. Spesifikasi :
Memiliki kapasitas hingga 53 liter.
c. Merk :
Memmert
8. Desikator
a. Fungsi :
Untuk mendinginkan bahan yang telah selesai dioven.
b. Spesifikasi :
Terbuat dari material kaca.
Dilengkapi dengan silica gell.
c. Merk :
-
18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a. Fungsi :
Untuk melakukan analisa kuat tekan pada biopelet yang telah jadi.
b. Spesifikasi :
Memiliki kapasitas tekan maksimal 10 ton.
Memiliki berat 800 kg.
Memiliki tegangan 220 volt.
c. Merk :
Universal Testing Machine QC-503B1 (Laboratorium Material Teknologi
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, UGM).
19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tahap Pengujian :
1. Analisa kadar air bahan dan biopelet.
2. Uji densitas biopelet
3. Uji kuat tekan biopelet
4. Analisa proksimat biopelet
5. Uji nilai kalor
Kesimpulan
21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Uji Proksimat
Uji Proksimat dilakukan di Laboratorium Fakultas Kehutanan UGM.
a. Kadar air
Pengujian dilakukan dengan cara prosedur ASTM D-3173. Sampel
sebanyak 2 gram (p) dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 °C selama
kurang lebih 4 jam sampai beratnya konstan (q). Sampel kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar air x 100% (3.3)
24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari Tabel IV.1 dapat disimpulkan bahwa biopelet jenis Tanpa Perekat
(TP) dengan waktu tekan 5 menit memiliki nilai densitas tertinggi yaitu sebesar
0,00118 gram/mm3. Sedangkan biopelet jenis Perekat Molasses 15 % (PM 15)
dengan waktu tekan 3 menit memiliki nilai densitas terendah sebesar 0,00098
gram/mm3.
Biopelet dengan waktu tekan lebih besar dan jenis sampel menggunakan
perekat kadar paling banyak memiliki kecenderungan pori-pori arang semakin
kecil yang mengakibatkan volume biopelet semakin berkurang sehingga
densitasnya akan naik. Sebaliknya dengan hasil penelitian yang telah dilakukan,
densitas biopelet jenis Tanpa Perekat (TP) memiliki densitas lebih besar dari pada
biopelet yang menggunakan perekat. Hal ini dikarenakan pengujian densitas pada
biopelet dilakukan lama setelah proses pemeletan, sehingga jamur yang sempat
muncul pada biopelet Perekat Molasses (PM) menghilangkan kandungan mineral
pada sampel.
27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
350
300
250
Data Hasil Uji
200
150
100
50
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Kadar Perekat (%)
Dilihat dari Tabel IV.2 dan Gambar IV.1 di atas dapat dilihat bahwa
biopelet jenis Tanpa Perekat (TP) dengan waktu tekan 1 menit memiliki nilai kuat
tekan tertinggi yaitu sebesar 328.324 N dengan metode ASTM E910, sedangkan
biopelet jenis Perekat Molasses 15 % (PM 15) dengan waktu tekan pemeletan 3
menit memiliki nilai terendah sebesar 75,576 N dengan metode ASTM E910.
Tingginya nilai kuat tekan biopelet tergantung dari partikel penyusunnya dan
kekuatan pemeletannya.
Semakin banyak kadar perekat maka akan menyebabkan biopelet
semakin rapuh ketika air sudah menguap sehingga apabila terkena sedikit tekanan
akan mudah hancur. Sedangkan untuk biopelet tanpa perekat kerapatannya
rendah, sehingga apabila terkena tekanan akan terlebih dahulu memadat sehingga
tidak akan mudah hancur Semakin besar kekuatan pemeletan akan menyebabkan
biopelet menjadi lebih kompak dan solid. Ini menyebabkan biopelet sulit untuk
hancur dan memiliki nilai kuat tekan yang besar.
29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
biopelet nantinya. Data kadar air dalam bahan dapat dilihat pada Tabel IV.3,
Gambar IV.2 dan Tabel IV.4.
Tabel IV.3 Kadar Air Bahan Baku Kotoran Sapi
Sampel bahan baku Kadar air
kotoran sapi (%)
TP 15,53
PM 5 18,10
PM 10 20,82
PM 15 21,35
22
20
18
Kadar Air
16
Kadar Air
14
12
10
0 5 10 15 20
Kadar Perekat (%)
Dari Tabel IV.3 dan Gambar IV.2 di atas, dapat dilihat bahwa nilai kadar
air kotoran sapi terendah terdapat pada bahan baku kotoran sapi jenis Tanpa
Perekat (TP) sebesar 15,53 %, sedangkan nilai kadar air tertinggi terdapat pada
bahan baku kotoran sapi jenis Perekat Molasses 15 (PM 15) sebesar 21,35 %.
30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sedangkan dari Tabel IV.4 di atas, nilai kadar air pada molasses murni
adalah 17,2 %, dan kadar air pada molasses pengenceran 15 % adalah 85,8 %. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin banyak kadar perekat akan menyebabkan jarak
antar partikelnya semakin rapat. Hal ini mengakibatkan penguapan air menjadi
lebih lama pada saat proses pengeringan. Menurut penelitian yang dilakukan
Bahri (2008), semakin tinggi kerapatan maka rongga - rongga antar partikel
biopelet akan semakin rapat karena padunya partikel sehingga celah atau ruang
kosong yang terisi uap air semakin kecil.
31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
15
10
0 5 10 15 20
Kadar Perekat (%)
Dilihat dari Tabel IV.5 dan Gambar IV.3 di atas, dapat dilihat bahwa
biopelet jenis Tanpa Perekat (TP) dengan waktu tekan pemeletan 3 menit memiiki
kadar air terendah, yaitu sebesar 14,17 %. Sedangkan biopelet jenis Perekat
32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Molasses 10 % (PM 10) dengan waktu tekan 5 menit memiliki kadar air tertinggi
sebesar 19,61 %. Pada biopelet jenis Perekat Molasses 15 % (PM 15) mengalami
penurunan kadar air yang diakibatkan karena tumbuhnya jamur sehingga sebagian
kadar air terkonsumsi oleh jamur tersebut.
Kadar air mempengaruhi kualitas biopelet yang dihasilkan. Dalam
penelitian ini, pembuatan biopelet dari kotoran sapi akan ditambahkan perekat
molasses. Perekat molasses yang ditambahkan dalam campuran biopelet
merupakan hasil pengenceran dengan air. Sehingga semakin besar penambahan
perekat, semakin banyak pula air yang dibutuhkan untuk pengenceran.
Penambahan air dalam pengenceran molasses berguna untuk mempermudah
dalam proses pencampuran dengan kotoran sapi agar tercampur rata.
Kadar air pada biopelet diharapkan serendah mungkin agar dapat
menghasilkan nilai kalor yang tinggi dan akan menghasilkan biopelet yang mudah
dalam penyalaan atau pembakaran awalnya.
Kadar air yang terkandung dalam perekat juga mempengaruhi densitas
dari biopelet, karena perekat ini akan membuat kerapatan dari biopelet semakin
besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Bahri (2008), semakin
tinggi kerapatan maka rongga-rongga antar partikel biopelet akan semakin rapat.
Berdasarkan standar mutu kualitas biopelet kayu menurut SNI
8021:2014, nilai kadar air yang dihasilkan adalah ≤ 12 %.
33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
60
58
56
54
52
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Kadar Perekat (%)
34
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
39
Data Hasil Uji
38
37
36
35
34
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Kadar Perekat (%)
Dari Gambar IV.5 dapat dilihat bahwa biopelet jenis Tanpa Perekat (TP)
dengan waktu tekan 1 menit memiliki kadar abu tertinggi yaitu sebesar 38.14 %,
sedangkan jenis Perekat Molasses 15 % dengan waktu tekan 3 menit memiliki
kadar abu terendah yaitu sebesar 35.01 %. Dan dapat dilihat bahwa bahan baku
jenis Tanpa Perekat (TP) memiliki kadar abu terendah yaitu sebesar 36,95 %,
sedangkan bahan baku tipe Perekat Molasses 10 % (PM 15) memiliki kadar abu
tertinggi yaitu sebesar 38,95 %.
Residu yang tersisa setelah pembakaran bahan bakar disebut dengan abu
(ash). Semakin tinggi kandungan abu dalam bahan bakar, maka nilai kalor dari
bahan bakar tersebut juga semakin rendah. Begitu juga sebaliknya semakin
rendah kandungan abu pada bahan bakar maka nilai kalor pada bahan bakar
tersebut juga semakin tinggi. Abu terbentuk dari bahan-bahan mineral yang
terikat dalam struktur karbon biomassa selama pembakarannya. Di samping itu,
abu juga merupakan pengotor-pengotor dari bahan bakar. Kandungan abu dari
bahan bakar ditentukan dengan memanaskan bahan bakar tersebut pada
temperatur 450-500 oC selama kurang lebih 1 jam. Abu adalah bahan yang tidak
mudah terbakar. Ketika pelet dibakar, hanya sedikit zat yang mudah menguap
(volatile) yang tertahan sebagai abu. Sementara itu, zat atau bahan-bahan volatile
36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang memiliki titik didih rendah akan menguap dan menjadi gas (Sukarta dan
Lakshemini, 2017).
Bahan baku dengan kerapatan yang tinggi akan menghasilkan arang
dengan nilai karbon terikat yang tinggi dan kadar abu serta kadar air yang rendah
(Sudradjat, 2001). Kadar abu diharapkan serendah mungkin, karena kadar abu
yang tinggi akan mengurangi nilai kalor dan dapat memperlambat proses
pembakaran. Besarnya kadar abu setelah bahan baku menjadi pelet cenderung
naik, hal ini karena ketika terjadi proses pirolisis, maka massa air dan zat mudah
terbang lainnya akan keluar atau menguap sehingga mengurangi massa bahan
(Sudiro dan Sigit, 2014).
Berdasarkan standar mutu kualitas biopelet kayu menurut SNI
8021:2014, nilai kadar abu yang dihasilkan adalah ≤ 1,5 %.
5
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Kadar Perekat (%)
37
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
0,34%. Bahan baku tipe Perekat Molasses 10 % (PM 10) memiliki kadar zat
karbon terikat tertinggi yaitu 7,04 %, sedangkan bahan baku tipe Tanpa Perekat
(TP) memiliki kadar zat karbon terikat terendah yaitu 3,01 %.
Kadar karbon terikat (fixed carbon) adalah fraksi karbon (C) yang terikat
di dalam pelet arang selain fraksi air, abu dan volatile matter. Nilai kadar karbon
terikat diperoleh melalui perhitungan berat sampel (100%) dikurangi dengan
jumlah kadar air, kadar abu dan kadar volatile matter. Karbon terikat merupakan
bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan yang mudah
menguap didestilasi. Ditinjau dari segi ukuran partikel maka semakin kecil ukuran
partikel maka semakin rendah kadar karbon terikatnya (Sudiro dan Sigit,2014).
Hal ini disebabkan oleh kandungan kadar air, kadar abu dan volatile matter.
Kandungan karbon (kandungan karbon ultimat) dari suatu bahan bakar
bertanggung jawab pada kandungan energi bahan bakar. Kandungan fixed carbon
bahan bakar tidak sama dengan karbon ultimat. Fixed Carbon adalah karbon yang
tersisa setelah bahan-bahan mudah menguap (Volatile Matter) dilepaskan dari
proses pembakaran. Berbeda dengan karbon ultimat yang hilang bersama
hidrokarbon karena volatilitasnya. Oleh karena itu, karbon ultimat akan
menentukan jumlah karbondioksida yang dihasilkan selama pembakaran oleh
suatu bahan bakar. Fixed Carbon digunakan sebagai estimasi jumlah arang yang
akan dihasilkan dari sampel bahan bakar. Oleh sebab itu, fixed carbon ditentukan
dengan mengurangkan massa volatile matter, kadar air, dan ash dari massa awal
suatu sampel bahan bakar atau sering dikenal dengan istilah by difference (Sukarta
dan Lakshemini, 2017).
Berdasarkan standar mutu kualitas biopelet kayu menurut SNI
8021:2014, nilai karbon terikat yang dihasilkan adalah ≥ 14 %.
38
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4100
4050
4000
3950
3900
3850
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Kadar Perekat (%)
Dari Grafik IV.7 diketahui bahwa biopelet jenis Tanpa Perekat (TP)
dengan waktu tekan 5 menit memiliki nilai kalor paling tinggi yaitu 4194,69 kal/g,
sedangkan biopelet jenis Perekat Molasses 15 % (PM 15) dengan waktu tekan 1
menit memiliki nilai kalor terendah yaitu 3920,26 kal/g . Dan dapat diketahui
bahwa bahan baku tipe Tanpa Perekat (TP) memiliki nilai kalor tertinggi yaitu
4122,53 Kal/g, sedangkan bahan baku jenis Perekat Molasses 15 % (PM 15)
memiliki nilai kalor terendah yaitu 3908,43 kal/g.
Nilai kalor adalah ukuran kandungan energi standar dari bahan
bakar. Nilai kalor didefinisikan sebagai jumlah panas yang dihasilkan bila suatu
massa bahan bakar terbakar secara sempurna dan produk pembakarannya
didinginkan sampai 298 K. Namun dalam pembakaran kadar air yang
terkandung dalam bahan bakar dan terbentuk dalam proses pembakaran terbawa
sebagai uap air sehingga panas tidak tersedia (Nyoman, 2016).
Berdasarkan standar mutu kualitas biopelet menurut Jurnal Riset Industri
Hasil Hutan dengan judul Mutu Biopelet dari Campuran Cangkang Buah Karet
39
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan Bambu Ater memiliki nilai kalor 4400 – 4500 kal/g. Namun secara
keseluruhan, nilai kalor pada biopelet ini telah memenuhi standar Indonesia
minimal 4000 kal/g.
40
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Cara pembuatan biopelet secara garis besar yaitu dengan cara menghaluskan
kotoran sapi yang sudah dikeringkan dengan menggunakan grinder,
kemudian diayak menggunakan shaker ukuran -20+40 mesh, untuk variasi
5%, 10% dan 15% ditambahkan perekat molasses yang sudah diencerkan,
masukan bahan baku ke dalam cetakan (die) kemudian di tekan
menggunakan press hydraulic tekanan 5 ton dengan variasi waktu tekan 1,
3, 5 menit, setelah itu mengeluarkan biopelet dari cetakan.
2. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan karakteristik
biopelet sebagai berikut :
a. Nilai kalor biopelet pada penelitian ini memenuhi standar SNI pelet kayu.
b. Berdasarkan analisa proksimat, biopelet yang dihasilkan belum
memenuhi standar SNI pelet kayu dalam hal kadar abu (ash content), zat
mudah menguap (volatile matter) dan karbon terikat (fixed carbon).
c. Biopelet hasil penelitian terbaik berdasarkan uji kuat tekan adalah
biopelet dengan jenis sampel Tanpa Perekat (TP) dengan waktu tekan 1
menit, biopelet terbaik berdasarkan nilai kalor adalah biopelet dengan
jenis sampel Tanpa Perekat (TP) dengan waktu tekan 5 menit dan
biopelet terbaik berdasarkan kadar air adalah biopelet dengan jenis
sampel Tanpa Perekat (TP) dengan waktu tekan 3 menit.
V.2 Saran
1. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang rasio penambahan bahan perekat
dan perlakuan tekanan yang diberikan pada biopelet dari kotoran sapi untuk
meningkatkan kualitas fisis dan kimiawinya.
2. Perlunya dilakukan uji pembakaran biopelet secara langsung di kompor
gasifikasi biomassa guna untuk mengetahui kondisi proses pembakaran
biopelet.
41
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Testing and Materials, 2001, Standard Test Method for
Moisture in the Analysis Sample of Coal and Coke, ASTM International,
West Conshohocken United States.
American Society for Testing and Materials, 2001, Standard Test Method
Compression Testing of Composite Materials at Room Temperature,
ASTM International, West Conshohocken United States.
Anonim. 2017. British Petroleum Review of World Energy 2017. Edisi ke 66.
United Kingdom: BP p.l.c.
Badan Pusat Statistik, 2017, Populasi Sapi Perah di Indonesia Menurut Provinsi
Tahun 2009-2016, Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Standarisasi Nasional, 2000, Standar Nasional Indonesia 01-6235-2000
Biopelet Arang Kayu, Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Bahri, S., 2008. Pemanfaatan limbah industri kayu untuk pembuatan pelet arang
dalam mengurangi encemaran lingkungan di Nangroe Aceh Darussalam.
(Thesis). Program Pendidikan Pasca Sarjana: USU Medan.
Darwin, T., 2001, Pembuatan Biopelet Arang dari Kotoran Sapi Perah dengan
Penambahan Tempurung Kelapa, Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Fengel, D., & Wegener, G., 1995, Kayu Kimia Ultrasruktur Reaksi Kimia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Handayani, N., 2015, Laporan Praktikum Tekanan, Fakultas Mipa Universitas
Negeri Semarang.
Harpasis dan Rahardjo, 1980, Prospek Penggunaan Limbah Kota Untuk Energi di
Indonesia, Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Haygreen dan Bowyer, 1989, Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar, Alih
Bahasa Sutjipto A. Hadikusumo, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Huda, S., dan Wiwik, W., 2017, Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi Menjadi
Pupuk Organik Sebagai Upaya Mendukung Usaha Peternakan Sapi
Potong di Kelompok Tani Ternak Mandiri Jaya Desa Moropelang Kec.
Babat Kab. Lamongan,Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, Vol.1 No.1 Februari 2017 Hal: 26 – 35.
Husada, T., I., 2008, Arang Biopelet Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif,
Laporan Hasil Penelitian Program Inovasi Mahasiswa Provinsi Jawa
Tengah, Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Jamilatun, S., 2008. Sifat-sifat Penyalaan dan Pembakaran Biopelet Biomassa,
Biopelet Batubara dan Arang Kayu, Jurnal Rekayasa Proses Vol. 2 No. 2
Hal: 3740, Yogyakarta : Teknik Kimia Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta.
ix
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
x
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sukarta, I., N., dan Oka, L., P., A., L., 2017. Analisis Proksimat pada Pelet Bahan
Bakar dari Kotoran Babi yang dikombinasikan dengan Limbah Kayu.
Analis Kimia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
Sunaryo, dan Wahyu, W., 2014, Penelitian Nilai Kalor Bahan Bakar Biomassa
pada Limbah Kotoran Hewan, Jurnal Aptek, Vol. 6 No. 1 Hal: 87-95.
Surya, U., 2012, Pemanfaatan Biomassa Limbah Jamur Tiram sebagai Bahan
Bakar Alternatif untuk Proses Sterilisasi Jamur Tiram, Turbo: ISSN 2301-
6663 Vol. 2 No. 2 Hal 17-22, Metro: Fakultas Teknik Universitas
Muhamadiyah Metro.
Suryaningrat, I., B., dan Taruna, I., 2015, Pemanfaatan Kotoran Sapi Sebagai
Bahan Bakar Alternatif Pada Proses Pembakaran, Jember: Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Syamsiro, M., dan Saptoadi, H., 2007, Pembakaran Biopelet Biomassa Cangkang
Kakao: Pengaruh Temperatur Udara Perekat, Seminar Nasional
Teknologi 2007, ISSN: 1978-9777, Yogyakarta.
Widarto, L., dan Suryanta, 1995, Membuat Bioarang Dari Kotoran Lembu,
Yogyakarta: Kanisius.
Yuwono, J., 2009, Pengaruh Penambahan Bahan Penyala Pada Pelet Arang dari
Limbah Serbuk Kayu Jati, Tesis, Magister Sistem Teknik, UGM.
Yogyakarta.
Zia, S., H., 2017. Karakteristik Arang dari Lima Jenis Biomassa. Skripsi
Departemen Hasil Hutan. Institut Pertanian Bogor . Bogor.
xi