Analisis Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada Budidaya
Tanaman Padi Di Lahan Pertanian Sidoarjo Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi saat ini produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serelia setelah produksi jagung dan gandum (Purnamaningsih, 2006). Salah satu permasalahan dalam usaha meningkatkan produksi padi adalah adanya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas hasil, bahkan sampai menyebabkan kegagalan panen yang sangat besar, hingga menyebabkan kerugian. Dengan demikian, dalam melaksanakan budidaya, petani diharuskan memahami cara-cara pengendalian OPT yang benar serta berwawasan lingkungan. Pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui pengendalian hama terpadu atau PHT tanaman padi. Penerapan Teknologi Pengendalian Hama terpadu (PHT) merupakan salah satu alternatif yang merupakan konsepsi pengendalian hama yang baik untuk lingkungan serta berusaha lebih mendorong penggunaan musuh alami hama. Penerapan PHT ini dilandasi oleh empat prinsip dasar, yaitu (1) budidaya tanaman sehat, (2) pemanfaatan perangkap dan musuh alami, (3) pengamatan rutin serta (4) petani sebagai pakar PHT. Konsepsi PHT tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi, tetapi juga berorientasi pada pelestarian lingkungan dan keamanan terhadap kesehatan masyarakat, teruatama petani produsen (Hendrawan dkk. 2017). Observasi analisis penerapan teknologi Pengendalian Hama terpadu ini dilakukan pada 3 petani padi yang berada di daerah Sidoarjo. Petani yang pertama bernama Bapak Topan di daerah Juanda, yang kedua Bapak Suhar petani padi di Juanda dan yang terakhir Bapak Sugito petani padi di Perum Angakasa Pura. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang merupakan hasil wawancara berdasarkan pertanyaan terstruktur meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan usahatani khususnya yang menyangkut tentang penerapan PHT. Hasil wawancara diketahui perbedaan penerapan metode konvensional dan metode PHT dalam pengendalian hama penanaman padi yang disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 1. Perbedaan penerapan metode Konvensional dan metode PHT terhadap pengendalian hama padi Metode Konvensional Metode PHT Penyemprotan pestisida berjadwal Budidaya tanaman sehat Kurang mempertimbangkan dalam Pemanfaatan musuh alami, memasang memutuskan penggunaan bahan kimia perangkap, sanitasi lingkungan dan kultur (racumin, insektisida) teknik Petani lebih mengandalkan diri pada intuisi Pengamatan rutin atau pemantauan (berasal dari sumber yang kurang tepat) Pengendalian hama tidak disesuaikan Petani sebagai ahli PHT dengan keadaan sosial ekonomi petani Dari hasil observasi didapatkan bahwa para petani masih menerapkan metode konvensional dalam mengendalikan OPT di lahan pertanian mereka masing-masing. Penerapan metode konvensional ini menyebabkan adanya ketergantungan terhadap pestisida menjadi makin besar dan memberikan hasil yang efektif (cepat dan banyak membunuh hama), serta caranya yang mudah. Pestisida kimia banyak digunakan karena dapat diaplikasikan dengan mudah dan hasilnya dapat dirasakan dalam kurun waktu yang relatif singkat serta dapat diaplikasikan dalam areal yang luas. Contoh penggunaan pestisida yang sering digunakan oleh petani adalah Sidamethrin untuk hama wereng, walang sangit dan sundep, sedangkan racumin dan racun tikus cair digunakan pada hama tikus sawah. Namun dalam penggunaanya, petani seringakali masih menyalahi aturan dengan menggunakan pestisida kimia dalam dosis yang melebihi takaran, padahal penggunaan pestisida yang berlebihan akan memberikan dampak negatif pada lingkungan dan para konsumen (tinggi residunya). Penerapan metode konvensional selanjutnya yang dilakukan oleh para petani adalah kurang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan yang cukup, petani lebih mengandalkan diri pada intuisi hal ini juga dikarenakan kurang adanya kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah setempat, sehingga para petani tidak memiliki pengetahuan yang lebih tentang pengendalian OPT dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Selain itu penerapan metode ini tidak disesuaikan dengan keadaan ekosistem serta kemapuan sosial masyarakat. Petani masih sering mengalami kerugian besar dari haseil panen hingga modal akibat jumlah hama yang banyak sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat banyak. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adah penggunaan metode PHT dalam pengendalian OPT di lahan para petani. Penerapan metode PHT dilakukan dengan budidaya tanaman sehat dan kuat, sehingga tanaman mampu bertahan terhadap serangan hama dan penyakit. Penerapan PHT ini dilalui dengan pemilihan varietas, penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai dengan penanganan hasil panen/pasca panen. Penerapan PHT selanjutnya juga memanfaatkan musuh alami yang potensial sehingga mampu menekan populasi hama. Contoh musuh alami yang dapat dipilih untuk mengatasi hama wereng adalah laba-laba. Diketahui di lahan sawah milik Bapak Suhar ekosistemnya masih baik sehingga keberadaan musuh alaminya masih tersedia, tetapi Pak Suhar belum memanfaatkannya dengan baik. Penerapan metode PHT ini juga dilakukan dengan pengamatan rutin untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhan, serta agar mampu mengikuti perkembangan populasi hama. Penerapan metode ini juga menempatkan petani sebagai ahli PHT, sehingga penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Sebelumnya para petani telah mencoba menerapkan pengendalian hama tikus secara mekanik dengan menggunakan perangkap, tetapi luasnya lahan dan banyaknya jumlah hama mengakibatkan pengendalian dengan cara ini tidak memberikan hasil yang maksimal sehingga petani beralih dengan menggunakan bahan kimia. Selain itu alasan petani tidak menggunakan perangkap dikarenakan ada beberapa perangkap yang berbahaya bagi para petani tersebut, contohnya seperti perangkap tikus setrum. Selain itu petani juga memakai cara mekanik dengan menggunakan kebut burung dan bunyi-bunyian dari kaleng, tetapi tingginya serangan yang diakibatkan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di lahan, seringkali membuat petani melakukan pengendalian dengan menggunakan metode konvensional yang dinilai lebih mudah dan cepat. Pengetahuan dan teknologi Pengendalian Hama Terpadu sangat dibutuhkan untuk petani karena pengelolaan hama yang tidak tepat dapat mengganggu tanaman petani. Pengendalian Hama Terpadu ditunjukan agar dapat menaikkan produktivitas yang tinggi dan meminimalisir kehilangan hasil, memperhatikan kelestarian lingkungan, melindungi kesehatan konsumen dan petani produsen, meningkatkan efisiensi faktor produksi dan meningkatkan kesejahteraan petani. Sumber Referensi Hendrawan. S., Agus. S., dan Karno. 2017. Analisis penerapan Teknologi Penegndalain Hamaa Terpadu (PHT) Terhadap Pendapatan Dan Produksi Tomat Di Kabupaten Batang. AGROMEDIA. Vol. 35. No 2 Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi Melalui Kultur In Vitro. Balai Besar Penelitian danPengawasan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80