SALT
Disusun oleh Putro S. Kurniawan
Metode Sloping Agriculture Land Technology (SALT) merupakan salah satu teknik
untuk menata lahan miring yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian. Selama ini
pemanfaatan lahan miring dalam bentuk kebun dan sawah berundak diketahui memiliki
resiko erosi dan tanah longsor yang tinggi. Sehingga banyak petani enggan
memanfaatkan lahan miring untuk tanaman pangan, mereka hanya memanfaatkannya
untuk tanaman keras.
Di sisi lain, kebutuhan bahan pangan semakin tinggi, mengingat jumlah populasi
penduduk yang terus meningkat saban harinya. Oleh karena itu ekstensifikasi lahan
pertanian pangan menjadi salah satu pilihan yang tak bisa dihindari. Sehingga
pemanfaatan lahan miring untuk kegiatan pertanian menjadi salah satu pilihan yang
realistis ditengah keterbatasan lahan yang ada.
Pada tahun 1971, di Filipina diperkenalkan sebuah metode untuk menata lahan miring
oleh Mindanao Baptist Rural Life Center (MBRLC). Dikemudian hari, teknik yang
populer dengan nama SALT tersebut diakui sebagai salah satu metode terbaik dalam
menata lahan miring. Teknik SALT diyakini mampu meminimalkan erosi, membantu
mengembalikan struktur dan kesuburan tanah, meningkatkan produksi tanaman, mudah
dipraktekkan karena menggunakan alat sederhana, membutuhkan tenaga yang rendah
sehingga cocok untuk petani berlahan sempit, dan tidak membutuhkan modal besar.
Setidaknya, ada 10 langkah untuk menerapkan teknik menata lahan miring dengan
metode SALT, berikut langkah-langkahnya.
Langkah 1. Membuat alat kerja
Gambar 1. Menggunakan frame A
Hal pertama yang harus dilakukan untuk menata lahan miring adalah membuat alat
kerja yang dinamakan Frame A. Sebuah alat yang berbentuk menyerupai huruf A,
terbuat dari kayu ataupun bambu. Alat ini bisa dibuat sendiri dengan mudah. Caranya,
pilih tongkat kayu atau bambu yang kuat tetapi jangan terlalu besar. Potonglah tongkat
tersebut dengan panjang 1,5 meter sebanyak 2 buah, yang nantinya akan berfungsi
sebagai kaki penopang. Kemudian buat lagi potongan tongkat lain dengan panjang ½
meter, yang akan dipakai untuk bagian palang. Satukan salah satu ujung dari kedua
tongkat yang berfungsi sebagai kaki penopang, bisa dengan cara diikat ataupun dipaku.
Kemudian ujung lainnya letakkan ditanah yang datar, beri jarak sejauh 1 meter antar
ujung tersebut sehingga membentuk segitiga. Pasang dan ikatkan, tongkat yang ketiga
pada segitiga tersebut sehingga membentuk huruf A. Paku atau ikat dengan kuat.
Frame A ini akan digunakan untuk membuat garis lintasan.
Langkah 2. Membuat garis lintasan
Tanamlah tanaman permanen pada setiap gang ke-3. Tanaman permanen ini bisa
ditanami bersamaan waktunya dengan tanaman campuran nitrogen. Hanya pada titik-
titik yang kosong yang ditanami dan digali, kemudian setelah tumbuhan campuran
nitrogen berumur 8 bulan atau tinggi 1 meter, maka lahan sudah dapat diolah secara
maksimal. Adapun contoh dari tanaman permanen adalah durian, rambutan, manggis,
duku, pisang, kopi atau tanaman lain yang memiliki tinggi yang sama. Tanaman yang
pohonnya tinggi sebaiknya ditanaman pada lereng yang paling bawah sedangkan
tanaman yang tidak begitu tinggi ditanam pada lereng yang paling atas.
Langkah 7. Menanam tanaman berumur pendek dan sedang
Dalam menata lahan miring tanamlah tanaman yang umurnya relatif pendek atau
sedang diantara gang atau antara tanaman permanen. Tanaman-tanaman ini menjadi
sumber makanan sehari-hari atau bisa juga menjadi sumber pendapatan rutin
menunggu tanaman permanen menghasilkan buah. Adapun contoh tanaman yang
umurnya pendek atau sedang adalah nenas, jahe, kunyit, kacang kedelai, kacang
tanah, melon, semangka, jagung, padi, dan lain-lain. Untuk menghindari tajuk, tanaman
yang pendek harus jauh dari tanaman yang tinggi.
Langkah 8. Merapikan secara rutin tanaman sumber nitrogen
Pangkaslah tanaman campuran nitrogen secara teratur sekali dalam sebulan dengan
tinggi 1 atau 1,5 meter dari tanah. Biarkan potongan-potongan daun dan tangkai di atas
permukaan tanaman produksi. Hal ini sangat penting untuk mencegah air hujan yang
jatuh. Potongan-potongan tanaman campuran nitrogen yang sudah dipangkas ini juga
akan sangat bagus sebagai pupuk organik untuk tanaman permamen maupun tanaman
yang berumur pendek. Dengan jalan ini maka secara otomatis kebutuhan pupuk
komersial bisa dikurangi.
Langkah 9. Menerapkan rotasi tanaman
Jalan yang paling baik untuk melakukan rotasi tanaman adalah menanam tanaman
serealia (gandum-ganduman) seperti jagung dan padi. Setelah itu tanaman akar seperti
ubi, ubi rambat, kentang, wortel, dan lain-lain. Setelah itu tanaman kacang-kacangan
seperti kacang panjang, buncis, kacang tanah, kacang kedelai, dan lain-lain. Setelah itu
tanaman buah seperti cabai, melon, semangka, timun, terung, dan lain-lain. Dengan
jalan ini pula, kesuburan tanah terpelihara dengan baik dan mata rantai hama juga bisa
terputus.
Langkah 10. Membangun teras hijauan
Gambar 7. Terasing akan terbentuk secara alamiah
Langkah terakhir dalam menata lahan miring yaitu mencegah erosi. Hal yang perlu
dilakukan adalah merawat tanaman pagar agar tetap tumbuh lebat dan sehat. Adalah
hal yang umum bila kita melihat jerami, tangkai-tangkai kayu, ranting-ranting, dahan-
dahan, daun-daun, batu-batuan disekitar tumbuhan pelengkap nitrogen pada pertanian
dengan sistem SALT. Jika kita merawatnya dengan baik, maka semakin lama
tumbuhan pelengkap nitrogen bekerja dengan baik. Areal juga akan kelihatan hijau dan
indah. Perpaduan seni, keindahan, alam yang lestari serta panen yang berlimpah akan
terwujud dengan teknik SALT ini.
Sumber: Asian Rural Life Development Foundation
Penanaman pada garis kontur dapat mencakup pula pembuatan perangkap tanah, teras bangku atau
teras guludan, atau penanaman larikan. Pengolahan tanah dan penanaman mengikuti kontur banyak
dipromosikan di berbagai daerah di Indonesia dalam mengembangkan pertanian yang berkelanjutan.
Keuntungan
Kelemahan
Penentuan garis kontur yang kurang tepat dapat memperbesar resiko terjadinya erosi
Karena itu diperlukan ketrampilan khusus yang memadai untuk menentukan garis kontur
Membutuhkan pengerahan tenaga kerja yang cukup intensif.
Perbaikan kondisi tanah dan peningkatan produktivitas cukup menarik bagi petani
Air yang terperangkap dalam parit meningkatkan penyerapan (infiltrasi) air ke dalam tanah
dan produksi
Sumber: Riri Fithriadi dkk / Peny. (1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di
Indonesia; Kumpulan Informasi. Hal 83 – 84. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Pada pengolahan tanah menurut kontur, pembajakan dilakukan menurut kontur atau memotong
lereng, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur di antara tumpukan tanah yemng
terbentang menurut kontur, seperti tertera pada Gambar. Pengolahan tanah menurut kontur lebih
efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur, yaitu barisan tanaman diatur sejalan dengan
garis kiontur. Dalam bahasa Inggris cara ini dinamai contour cultivation atau contour
farming atau contouring.
Keuntungan utama pengolahan menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan
yang meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh karena itu
di daerah beriklim kering, pengolahan menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi air.
Pengolahan menurut kontur efektif dalam pencegahan erosi pada tanah yang diklasifikasikan menurut
kemampuan tanah dalam kelas II dan III dengan tanah yang permeabilitasnya sedang sampai cepat.
Pada tanah dengan kemampuan II dan III ini manfaat pengelolaan tanah menurut kontur tergantung
pada tipe tanah, bentuk lereng dan iklim.
Sumber: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Cara penanaman tanaman yang searah garis kontur yaitu garis yang menghubungkan ttik-titik yang
mempunyai ketinggian yangh sama pada tanah-tanah yang berlereng atau mempunyai kemiringan.
Tujuan
Gambar Teknis
Persyaratan Teknis
1. Pada tanah yang mempunyai kemiringan 3 – 6% penanaman secara ontur yang dianjurkan
sebaiknuya tidka melebihi panjang 100 m, saluran pembuangan penting diperhatikan
2. Pada tanah yang mempunyai kemiringan lebih dari 8 % dianjurkan agar panjangnya tidak
melebihi 65 m, saluran pembuangan penting untuk diperhatikan
3. Penanaman secara kontur tidak efektif dilaksanakan pada tanah yang mempunyai kemiringan
kurang dari 3% dan lebih dari 8% sampai 25%.
Hasil Penelitian
Penanaman searah kontur pada kelerengan 4 – 6% dapat mengurani erosi dan run-off 50% (FAO,
1976).
Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB (2002). Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air.
Hal. 85 – 86. Surakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat.
PEMBUATAN GARIS KONTUR DALAM TEKNIK
KONSERVASI
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama.
Pembuatan garis kontur (garis sabuk gunung) mutlak diperlukan untuk mengefektifkan fungsi dari
teknik konservasi tanah yang diterapkan. Teknik konservasi yang memerlukan garis kontur antara lain
adalah sistem pertanaman lorong, teras bangku, teras gulud, dan teras kredit. Ada beberapa metode
dalam menentukan garis kontur antara lain dengan menggunakan theodolit, abney level, waterpas
selang plastik, dan ondolondol (A-frame).
Tahapan pembuatan garis kontur dengan menggunakan abney level (Gambar 1) adalah:
1. Tentukan salah satu titik pada lahan yang akan dibuat garis konturnya, misalnya titik A
pada Gambar 2.
2. Buat tiga buah patok yang panjangnya sesuai dengan interval vertikal (IV; lihat Bab 09 untuk
penjelasan tentang interval vertikal) antara garis kontur yang diinginkan. Misalnya bila IV
yang diinginkan adalah 1 m, maka perlu disiapkan dua patok dengan panjang 1 m (patok 1)
dan satu patok 2 m (patok 2). Dua patok yang panjangnya sama (1 m) digunakan untuk
menarik garis kontur, sedangkan patok 1 dan patok 2 digunakan untuk menentukan titik dari
satu garis kontur ke garis kontur berikutnya.
3. Dengan memancang patok yang panjangnya 1 m pada titik A, stel abney level dengan bacaan
0 pada
puncak patok. Tentukan titik A1, A2, dan seterusnya dengan membidik puncak patok lain yang
panjangnya 1 m. Semakin dekat jarak antara A – Al – A2- dan seterusnya, akan semakin
halus garis kontur yang didapat.
4.
Gambar 7.2. Pembuatan garis kontur dengan abney level. Sumber: Agus et al. (1999a).
Sesudah garis kontur A-Al-A2- dan seterusnya selesai dibuat, pancangkan kembali patok 1
pada titik A dan tentukan titik B yang berada pada ketinggian 1 m lebih rendah dari titik
A.Titik B didapat dengan mengarahkan abney level ke puncak patok B. Dengan abney level
tetap menunjukkan angka 0 geser patok 2 sepanjang garis AB. Apabila abney level yang
dipancang di puncak patok 1 telah dapat membidik puncak patok 2 pada posisi bacaan 0,
maka berarti sudah ditemukan titik B yang posisinya 1 m lebih rendah.
5. Dengan cara (3) tentukan titik-titik B-B-B2 dan seterusnya sehingga ditemukan garis kontur
berikutnya.
6. Berilah tanda berupa patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang telah diperoleh.
Pembuatan garis kontur dengan waterpas selang plastik (WSP) pada dasarnya sama dengan cara
abney level. Alat ini terdiri atas dua bagian utama yaitu: (1) dua lembar papan berskala yang
berukuran panjangnya 150 cm dan lebar 8 cm, dan (2) selang plastik tembus pandang berdiameter 1-
2 cm dan panjang 15-20 m.
Kedua ujung selang plastik ini, sepanjang 160 cm, dijepitkan pada papan dengan posisi selurus
mungkin (Gambar 3).
2. Tentukan titik awal pembuatan garis kontur, misalnya titik A pada Gambar 4.
3.
Gambar 4. Pengukuran kontur dengan waterpas selang plastik. Sumber:Agus et al. (1999)
Dari titik A tentukan titik yang sama tinggi dengan cara meletakkan ujung selang plastik yang
satu pada titik A, sedangkan ujung selang lainnya pada titik A1 yang sama tinggi dengan titik
A yang ditandai dengan bacaan permukaan air yang sama pada kedua papan berskala.
4. Dari titik A tentukan titik B pada lereng bawah sehingga selisih permukaan air pada kedua
papan berskala sesuai dengan IV yang diinginkan, misalnya 1 m.
5. Titik B1 ditentukan dari titik B dengan cara yang sama dengan penentuan titik Al,A2, dan
seterusnya.
6. Berilah tanda berupa patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang telah diperoleh.
Ondol-ondol
Gambar 5. Gawang segitiga (A-frame) digunakan untuk pembuatan kontur. Foto:Tropsoils Project.
Ondol-ondol atau gawang segitiga (A-frame) (Gambar 5) terbuat dari kayu atau bambu, terdiri atas
dua buah kaki yang sama panjang, sebuah palang penyangga, benang, dan pemberat. Panjang kedua
kaki masing-masing 2 m dan panjang palang 1 m.
Persis pada bagian tengah palang diberi tanda untuk menentukan bahwa kedua ujung kaki ondol-
ondol terletak pada posisi yang sama tinggi. Ujung benang dikaitkan pada puncak ondol-ondol,
sedangkan pemberatnya dapat bergerak bebas ke kiri dan ke kanan sejajar palang (Gambar 6).
2. Tentukan titik acuan yang akan dilintasi garis kontur tertinggi, misal titik A (Gambar 6).
Gambar 6. Penentuan garis kontur dengan ondol-ondol. Sumber:Agus et al. (1999a).
3. Tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah sesuai dengan interval vertikal (IV)
yang diinginkan. Dengan menggunakan ondol-ondol, IV hanya bisa diperkirakan tetapi tidak
dapat ditentukan secara tepat.
4. Letakkan kaki ondol-ondol pada titik B sedangkan kaki lainnya digerakkan ke atas atau ke
bawah sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik tengah palang yang sudah
ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1, adalah titik yang sama tinggi dengan titik B.
5. Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama dengan tahap 4.
6. Tandai titik tersebut dengan patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang telah
diperoleh.
Sumber: Fahmuddin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktis Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering. Bogor: WORLD AGROFORESTRY CENTRE ICRAF Southeast Asia. Hal
42 – 44
Dr Jun Mercado telah berpuluh tahun berkecimpung dalam penelitian perawatan lahan. Di Claveria,
Mindanao, Filipina, ia mendalami teknik Teras Vegetatif Alami (TVA), sebuah metode yang membantu
memperkokoh lereng terjal di lahan pertanian dengan membentuk garis kontur. Garis kontur berupa teras
atau pematang ini ditanami dengan rumput serta tumbuhan alami, dan mencegah tanah terbawa erosi
ketika hujan deras atau saat ditanami secara intensif. Setelahnya, pematang dapat ditanami dengan jenis
tanaman yang bernilai tinggi bagi petani.
Pelatihan diadakan di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Kegiatan sengaja menyasar
kedua provinsi tersebut dan bukan Sulawesi Tenggara, karena bentang lahan di Sulawesi Tenggara yang
cenderung lebih datar dibanding Sulawesi Selatan dan Gorontalo. “Selain itu, di kedua daerah tersebut
(Sulsel dan Gorontalo) banyak budi daya jagung yang dilakukan secara intensif yang mengakibatkan erosi,
degradasi lahan, dan sedimentasi pada sumber air,” kata James M. Roshetko, Senior Project Leader AgFor.
“Penggunaan metode TVA diharapkan dapat menanggulangi dampak negatif tersebut,” katanya.
Pelatihan berlangsung bulan Januari 2015, dan dihadiri oleh kelompok tani, penyuluh, juga perwakilan
dari pemerintah daerah. Pelatihan diawali dengan pemaparan materi oleh Dr Jun Mercado, diikuti diskusi
dengan peserta, dan praktik di kebun anggota kelompok tani yang terletak di lereng.
Dalam pelatihan di kebun, peserta dibagi dalam kelompok untuk mempraktikkan pembuatan ‘Bingkai A’.
Bingkai A adalah alat utama yang digunakan dalam teknik TVA dan dibuat dari kayu atau bambu, benang,
dan pemberat (bisa menggunakan batu). Setelah dirangkai, bingkai A dikalibrasi dan digunakan untuk
membuat garis kontur berupa teras selebar 50 cm pada lahan miring. Garis kontur ini lalu diberi jarak 6–
10 meter tergantung dari tingkat kecuraman lahan.
Lahan dan teras dapat ditanami berbagai macam tanaman buah, kayu, dan pangan. Misalnya padu padan
jati putih dan jagung, atau pohon kayu, pisang, dan rumput pakan ternak. Setelah 2-3 tahun, TVA pun
akan terbentuk.
Berdasarkan penelitian, penerapan TVA dapat mengendalikan erosi hingga 90%. Berkurangnya erosi akan
memperbaiki kualitas air di daerah hilir karena berkurangnya sedimentasi. Metode TVA juga berbiaya
rendah dan sederhana, sehingga tidak memberatkan petani. Selain itu, ketika berbagai macam jenis
tanaman dikembangkan di lahan, maka produktivitas dan keanekaragaman hayati pun akan meningkat.
Husein Etango, Asisten 2 Bupati Boalemo menyambut baik pelaksanaan pelatihan TVA. Ia menilai TVA
sesuai dengan kondisi daerahnya yang banyak berkontur terjal. Menurutnya TVA juga dapat membantu
meningkatkan produktivitas lahan, dan menjadi alternatif teknik pengelolaan lahan miring selain teras
batu yang seringkali tidak terjangkau petani.
Pelatihan TVA di masing-masing daerah ditindaklanjuti dengan loka karya untuk merencanakan penerapan
TVA di kebun petani. Di Boalemo, kelompok tani telah bersepakat untuk mempraktikkan TVA di lahan
salah satu petani binaan, Ibu Hajara. “Kita akan pantau perkembangannya, dan setelahnya kita akan
dorong kelompok lain yang juga bercocok tanam di lereng, untuk menerapkan teknik TVA,” kata Duman
Wau, Koordinator AgFor untuk Gorontalo.
Teknologi pencegahan tanah longsor Pada Lahan Perkebunan Dengan Cara Mekanis
(Bag II)
Diposting oleh : Yulia Azmia Fitri
Kategori: Artikel - Dibaca: 6740 kali
2
Prinsip pencegahan longsor adalah mencegah air supaya tidak terkonsentrasi di bidang luncur, mengikat massa
tanah agar tidak meluncur dengan cara merembeskan air ke lapisan tanah yang lebih dalam dari lapisan kedap air
(bidang luncur). Pada dasarnya teknologi pencegahan tanah longsor pada areal perkebunan terdiri dari dua yaitu
cara mekanis dan cara vegetatif. Pada pembahasan kali ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya.
Pencegahan tanah longsor dengan cara mekanis diantaranya adalah:
1. Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman, terutama tanaman tahunan. Teras individu
dapat di terapkan pada lahan miring. Penggunaan teras individu pada lahan miring sangat cocok untuk diterapkan
pada tanaman perkebunan tahunan. Sistem teras individu akan dapat menjaga lahan perkebunan dari erosi dan
longsor karena permukaan tanah yang terganggu oleh kegiatan pengolahan tanah lebih sedikit dibanding dengan
sistem teras bangku, namun sistem teras individu akan lebih baik bila dipadukan dengan penanaman tanaman
penutup tanah cover corp.
2. Teras Kebun
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan. Teras dibuatdengan interval yang bervariasi menurut jarak
tanam. Pembuatan teras bertujuan untuk:
(1) meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah, dan
(2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan
penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.
Dalam penerapan sistem teras bangku, teras gulud dan teras kebun sebaiknya dikombinasikan
dengan penerapan sistem vegetatif dengan penanaman tanaman penutup tanah di bagian tepi teras maupun di atas
guludan pada teras gulud. Beberapa tanaman yang dapat digunakan untuk penguat teras dan saluran air antara
lain:Altehnantehra amoena Voss. (bayem kremah, kremek), Indigoferaendecaphylla jacq. (dedekan), Ageratum
conyzoides L. (babandotan),Erechtites valerianifolia Rasim. (sintrong), Borreria latifolia Schum.(bulu lutung,
gempurwatu), Oxalis corymbosa DC., Brachiaria decumbens, Andropogon zizanoides (akar
wangi), Panicummaximum (rumput benggala), Panicum ditachyum (balaban, paitan),Paspalum dilatum (rumput
Australia), Pennisetum purpureum (rumput gajah).
3. Pembuatan Rorak
Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan. Pembuatan
rorak bertujuan untukmemperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan
kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan. Selain fungsi di
atas rorak juga bermanfaat untuk meningkatkan aerasi tanah.
Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50 cm, dan panjang berkisar
antara 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak
dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak
miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih disesuaikan dengan kapasitas air
atau sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung.
Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Agar rorak dapat berfungsi
secara terus-menerus, bahan-bahan yang masuk ke rorak perlu diangkat ke luar atau dibuat rorak yang baru.
Terasiring
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terasiring di Indonesia
Diagram yang menampilkan teknik terasiring suku Inca dalam pertanian
Terasiring atau Sengkedan merupakan metode konservasi dengan membuat teras-teras yang
dilakukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan
jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.[1] Jenis terasiring
antara lain teras datar (level terrace), teras kredit (ridge terrace), Teras guludan (contour terrace),
dan teras bangku/tangga (bench terrace).
Tipe teras yang banyak dikembangkan pada lahan pertanian di Indonesia adalah teras bangku atau
teras tangga dan teras gulud. Teras kredit dapat dikembangkan untuk menanggulangi tingginya
biaya pembangunan teras bangku. Bentuk teras lainnya, seperti teras kebun dan teras individu
diterapkan pada tanah dengan jenis tanaman tahunan, khususnya tanaman perkebunan dan
tanaman buah-buahan.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]
1Jenis Terasiring
o 1.1Teras datar
o 1.2Teras kredit
o 1.3Teras gulud
o 1.4Teras bangku
2Galeri
3Referensi
4Pranala luar
Tanah longsor biasanya terjadi di wilayah yanag terdapat banyak lereng dengan kemiringan di atas 45
derajat, meskipun tak tertutup kemungkinan juga bisa terjadi pada tanah datar namun peluangnya lebih
kecil. Untuk itulah menjelang puncak musim hujan, pemerintah sudah menyiapkan pusat siaga bencana
di banyak tempat langganan longsor. Masyarakat pun sudah berulang kali diminta untuk mewaspadai
dan mempelajari tanda akan terjadinya tanah lonsor.
Jika air sudah bisa masuk kedalam area gelincir pada lapisan tanah dalam maka pembatas antara tanah
bagian atas dan bagian tanah kedap air menjadi goyah dan struktur atas tanah dengan mudahnya
bergeser, terlebih jika diatas tanah tersebut sudah banyak berdiri bangunan yang memberikan beban
kepada tanah.
Untuk menghindari dari tanah longsor, kita wajib mengetahui cara dan upaya yang harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya tanah longsor. Memang kita sebagai manusia tidak bisa menghentikan terjadinya
bencana secara 100 persen, namun setidaknya dengan melakukan upaya preventif sejak dini akan
mengurangi resiko dan dampak yang akan ditimbulkan.
Berikut adalah cara atau upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah tanah longsor :
Keadaan gawat akan terjadi jika semua air sawah atau kolam tiba tiba menghilang karena habis terserap
ke dalam tanah. Hal itulah yang sering terjadi sesaat sebelum terjadinya bencana. (baca : cara
mencegah erosi tanah)
Usahakan lokasi bangunan sejauh mungkin dari kaki tebing, contoh jika tinggi suatu tebing 100 meter
maka usahakan lokasi rumah atau angunan berjarak minimal 250 meter dari kaki lereng. Sehingga
apabila terjadi tanah longsor tidak akan mencapai bangunan tersebut.
6. Membuat Terasering
Jika suatu lahan miring terpaksa digunakan untuk membuat sawah atau ladang maka sebaiknya buatlah
sistem bertingkat sehingga akan memperlambat run off (aliran permukaan) ketika hujan. Jangan lupa atur
drainase supaya tidak ada air yang tergenang di lereng. Dengan demikian semakin jauh potensi
terjadinya tanah longsor.
Seringkali karena perbedaan massa jenis tanah atas dan penahan di bagian lereng menyebabkan
terjadinya ketimpangan pada keduanya, tanah bagian atas yang semula memiliki massa jenis lebih
rendah daripada lapisan dalam, akan menjadi lebih berat karena tingginya Intensitas air yang masuk.
Berikut faktor utama yang menjadi penyebab tanah longsor.
1. Faktor Alam
Iklim
Meliputi cuaca dan curah hujan di daerah tersebut dimana semakin tinggi tingkat curah hujan pada
kawasan miring maka akan semakin besar resiko terjadinya tanah longsor, apalagi jika tidak adanya
penututp vegatasi yang berfungsi sebagai penahan tanah dan penyerap air topografi
Meliputi tingkat kecuraman suatu tempat juga akan berpengaruh terhadap ukuran daya dorong kebawah,
semakin curam maka akan semakin besar gaya potensialnya karena dipengaruhi oleh gravitasi. (baca
: pembagian musim di indonesia)
Kondisi Geologi
Meliputi jenis dan tingkat pelapukan batu serta struktur lapisan tanah juga turut andil dalam memicu
terjadinya tanah longsor. Struktur lapisan dalam yang kurang padat akan mengurangi daya penahan
terhadap lapisan tanah diatasnya. Begitu juga dengan tingkat pelapukan batuan dalam yang mana rentan
terjadi keretakan terutama jika terjadi gempa bumi.
Keadaan Air
Kondisi drainase yang buruk menjadi penyebab terakumulasi nya air pada satu titik sehingga air bisa saja
merembes ke lapisan dalam dan terjadi eros bagian Selain itu tingkat pelarutan dan tekanan hidrostatika
juga berpengaruh karena memberikan daya tekan terhadap keseimbangan oleh gravitasi.
Getaran Eksternal
Kondisi tanah yang sudah labil akibat tekanan air dan lahan yang curam tentunya akan sangat rentan
untuk runtuh jika mendapatkan getaran dari luar baik itu berasal dari gempa bumi, getaran mesin,
ledakan ataupun getaran lainnya. Dengan adanya getaran maka akan terjadi geseran sehingga tanah
akan retak dan terlepas dari tanah induk.
2. Faktor Manusia
1. Kondisi Darurat
Yang mana suatu keadaan saat terjadinya bencana. Pada tahapan ini harus segera dilakukan tindakan
penyelamatan secara cepat dan efektif untuk mencegah semakin banyaknya korban jiwa. Segera
hubungi pemerintah supaya dapat membantu menurunkan rewalan dan tenaga medis ke lokasi bencana.
Upaya evakuasi terhadap semua korban yang masih selamat juga perlu dilakukan.
2. Proses Rehabilitasi
Termasuk upaya pemulihan kerusakan yang terjadi akibat bencana tersebut dengan melakukan
pembersihan sisa bangunan yang hancur dan material longsoran. Pada tahapan ini, semua prasarana
yang hancur akan segera di perbaiki. Tidak hanya rekontruksi fisik bangunan dan sarana umum lainnya,
kondisi psikologi para korban yang mengalami trauma pun harus segera dihilangkan agar tidak
membebani kehidupannya.
3. Proses Rekontruksi
Merupakan tahap akhir dari semua tahapan pasca terjadinya bencana meliputi melakukan penguatan
terhadap semua sarana prasarana dan infrastruktur pada daerah bencana longsor dan daerah lainnya
yang berpotensi. Selain itu upaya rekontruksi juga dilakukan pada lereng yang sudah rusak tersebut
dengan mulai melakukan penanaman banyak pohon supaya kedepannya tidak terjadi bencana yang
sama.
Nah, kita sudah mengetahui banyak tentang cara pencegahan tanah longsor, faktor, tanda-tanda dan
cara menanggulangi tanah longsor. Semoga bermanfaat.
Baca juga artikel geografi lainnya :