Anda di halaman 1dari 116

Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG


TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
TAHUN 2018 – 2027

BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

Kabandungan, Desember 2017


Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG


TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
TAHUN 2018-2027

Disusun di : Kabandungan
Pada tanggal : ...........................
Oleh :
Kepala Balai Taman Nasional
Gunung Halimun Salak,

Ir. Awen Supranata


NIP. 19611116 198903 1 001

Disahkan Dinilai
Pada tanggal………………… Pada tanggal………….
Oleh : Oleh :
Direktur Jenderal KSDAE, Direktur Kawasan Konservasi,

Ir. Wiratno, M.Sc. Ir. Suyatno Sukandar, M.Sc.


NIP. 19620328 198903 1 003 NIP. 19580801 198304 1 001
Rencana Pengelolaan
Rencana Jangka
Pengelolaan Panjang
Jangka TNGHS
Panjang Tahun
TNGHS 2018-2027
Tahun 2018-2027

LEMBAR REKOMENDASI

i
Rencana Pengelolaan
Rencana Jangka
Pengelolaan Panjang
Jangka TNGHS
Panjang Tahun
TNGHS 2018-2027
Tahun 2018-2027

ii
Rencana Pengelolaan
Rencana Jangka
Pengelolaan Panjang
Jangka TNGHS
Panjang Tahun
TNGHS 2018-2027
Tahun 2018-2027

iii
Rencana Pengelolaan
Rencana Jangka
Pengelolaan Panjang
Jangka TNGHS
Panjang Tahun
TNGHS 2018-2027
Tahun 2018-2027

PETA SITUASI TNGHS

iv
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kawasan Gunung Halimun ditunjuk sebagai taman nasional melalui Surat


Keputusan Menteri Kehutanan nomor 282/Kpts-II/1992 tanggal 28
Pebruari 1992 dengan luas 40.000 hektar. Selanjutnya, atas dasar kondisi
sumber daya alam hutan yang semakin terancam rusak dan adanya
desakan para pihak yang peduli akan konservasi alam, pada tahun 2003
kawasan Halimun ditambah area dengan memasukkan kawasan hutan
Gunung Salak, Gunung Endut yang status sebelumnya merupakan hutan
produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani diubah
fungsinya menjadi hutan konservasi, dimasukkan ke dalam satu kesatuan
kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
melalui SK Menteri Kehutanan nomor 175/Kpts-II/2003 dengan luas total
± 113.357 ha pada tanggal 10 Juni 2003. Pada tahun 2016 luas kawasan
TNGHS kembali mengalami perubahan menjadi + 87.699 ha sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 26 April 2016 tentang
Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan TNGHS. Sebagian kawasan
TNGHS tersebut berubah fungsi menjadi hutan lindung, hutan produksi
tetap dan hutan produksi terbatas serta pengembalian areal penggunaan
lain (enclave).

Taman Nasional Gunung Halimun Salak dikelola dengan sistem zonasi


yang terdiri dari zona inti 36.189,33 Ha (41,27%), zona rimba 19.228,40
Ha (21,93%), zona pemanfaatan 15.383,64 Ha (17,54%), zona rehabilitasi
8.952,44 Ha (10,21%), zona tradisional 708,60 Ha (0,81%), zona khusus
7.230,66 Ha (8,24%) dan zona budaya 5,93 Ha (0,01%).

v
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Kawasan TNGHS secara umum memiliki topografi berbukit-bukit dan


bergunung-gunung dengan kelerengan lebih dari 45% sebesar 75,7% dari
luas areal (Irwan, 2008). Ketinggian tempat berkisar antara 500 – 2.211 m
dpl dengan gunung-gunung yang tinggi antara lain Gunung Salak I (2.211
m dpl), Gunung Salak 2 (2.180 m dpl), Gunung Halimun Selatan (1.920 m
dpl), Gunung Halimun Utara (1.929 m dpl) dan Gunung Kendeng (1.680 m
dpl).

Lokasinya yang berada di ketinggian dengan kondisi hutan yang masih


bagus menjadikan kawasan TNGHS sebagai daerah tangkapan air, lebih
dari 115 sungai dan anak sungai berhulu dari dalam kawasan TNGHS. Di
bagian utara Gunung Halimun Salak terdapat 3 DAS penting, yaitu sungai
Ciberang (Ciujung), sungai Cidurian dan Cikaniki (Cisadane). Di bagian
selatan terdapat 9 DAS sungai penting, yaitu: Cimadur, Cihara, Cisiih,
Cibareno, Cisolok, Cimaja, Cikasomayang, Citepus dan Cimandiri
(Cicatih/Citarik). Sungai-sungai ini mengalir melintasi wilayah Bogor,
Tangerang, Rangkasbitung, Palabuhan Ratu dan Bayah.

Terdapat lebih dari 700 spesies tumbuhan berbunga hidup di kawasan


TNGHS, yang meliputi 391 marga dari 119 suku. Sedang jenis satwa yang
hidup di kawasan TNGHS tercatat 70 jenis mamalia, 276 jenis burung, 30
jenis ampibia, 49 jenis reptil, 50 jenis ikan dan berbagai jenis serangga.
Diantara jenis-jenis satwa tersebut terdapat jenis-jenis yang terancam
punah yaitu Macan Tutul jawa (Panthera pardus melas), Kucing hutan
(Prionailurus bengalensis), Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis
comata), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Ajag atau Anjing hutan
(Cuon alpinus javanicus) dan Sigung (Mydaus javanensis), Ekek Geleng
(Cissa thalasina), Poksai kuda (Garrulax rufifrons), Jalak putih (Sturnus
melanopterus). Beberapa spesies dengan status Endangered seperti Elang
jawa (Nisaetus bartelsi), Ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea), Celepuk
jawa (Otus angelinae) dan Luntur gunung (Harpactes reinwardtii).

vi
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Melihat potensi keanekaragaman hayati yang tinggi dan perannya sebagai


daerah tangkapan air maka visi yang ingin dicapai dalam pengelolaan
TNGHS dalam 10 (sepuluh) tahun ke depan adalah Taman Nasional
Gunung Halimun Salak sebagai pusat konservasi
keanekaragaman hayati hutan hujan tropis pegunungan di Pulau
Jawa, dengan misi untuk mencapainya adalah : (1). Memantapkan
perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
(2). Membangun kesepakatan ruang kelola dengan para pihak dan (3).
Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam TNGHS secara
berkelanjutan. Berdasarkan visi dan misi pengelolaan TNGHS tersebut
maka ditetapkan tujuan pengelolaan TNGHS untuk 10 (sepuluh) tahun ke
depan yaitu (1). Mempertahankan kualitas habitat satwa kunci TNGHS;
(2). Mempertahankan populasi satwa kunci TNGHS; (3). Meningkatkan
kualitas tata air; (4). Menyelesaikan tata batas kawasan TNGHS yang
belum diakui para pihak; (5). Memberikan akses ruang kelola dan
pemanfaatan sumber daya alam kepada masyarakat dan (6). Memberikan
akses pemanfaatan jasa lingkungan secara berkelanjutan bagi
kesejahtaeraan masyarakat.

vii
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Rencana Pengelolan
Jangka Panjang Taman Nasional Gunung Halimun Salak periode tahun
2018 s/d 2027 ini dapat diselesaikan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam sebagaimana telah diubah dengan PP nomor 108 tahun
2015, mengamanahkan agar setiap unit pengelola KSA dan KPA menyusun
rencana pengelolaan jangka panjang untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagai salah satu
unit pengelola KPA juga berkewajiban untuk melaksanakan amanah
tersebut.

Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) ini disusun sebagai panduan


bagi Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam mengelola
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) untuk periode tahun
2018 s/d 2027. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang ini mencakup: (1)
Visi, Misi dan Tujuan Pengelolaan, (2) Strategi dan Rencana Aksi, dan (3)
Pemantauan dan Evaluasi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun dan seluruh pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka
Panjang ini. Semoga RPJP TNGHS ini dapat bermanfaat dalam mencapai
visi pengelolaan TNGHS.

Kabandungan, Desember 2017


Kepala Balai,

Ir. Awen Supranata


NIP. 19611116 198903 1 001

viii
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

DAFTAR ISI

LEMBAR REKOMENDASI......................................................................... i
PETA SITUASI TNGHS .......................................................................... iv
RINGKASAN EKSEKUTIF........................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Kondisi Umum Kawasan............................................................ 1
A.1. Letak dan Luas Kawasan ........................................................ 1
A.2. Sejarah Kawasan ................................................................... 1
A.3. Aksesibilitas ........................................................................... 3
B. Kondisi Fisik ............................................................................. 4
B.1. Iklim .................................................................................... 4
B.2. Geologi dan Tanah ................................................................ 6
B.3. Topografi ............................................................................. 9
B.4. Hidrologi .............................................................................10
C. Potensi Hayati .........................................................................11
D. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat .......................16
E. Nilai – Nilai Penting Kawasan (Key Feature Kawasan) ................20
F. Isu – Isu Strategis Pengelolaan Kawasan ..................................21
G. Kondisi yang Diharapkan Sepuluh Tahun Kedepan ....................27
II. VISI, MISI DAN TUJUAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK ...........................................................28
A. Visi .........................................................................................28
B. Misi ........................................................................................28
C. Tujuan Pengelolaan .................................................................28
III. ZONASI KAWASAN.......................................................................29

ix
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

IV. STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN TAHUN 2018-


2027 ...........................................................................................43
V. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ......................................................72

DAFTAR TABEL
1.1. Rincian perubahan status kawasan TNGHS................................... 3
1.2. Referensi kelas curah hujan ........................................................ 5
1.3. Referensi jenis tanah .................................................................. 9
1.4. Jenis satwa yang tercatat di Kawasan TNGHS .............................. 15
1.5. Rekapitulasi perubahan penutupan lahan tahun 2004-2008 ........... 25
4.1.Rencana Strategi dan Rencana Aksi RPJP TNGHS 2018 – 2027 ...... 68
5.1.Pemantauan dan Evaluasi RPJP TNGHS 2018 – 2027 .................... 74

DAFTAR GAMBAR
1. Peta aksesibilitas menuju kawasan TNGHS ................................... 4
2. Peta curah hujan di kawasan TNGHS ........................................... 5
3. Peta geologi kawasan TNGHS ...................................................... 7
4. Peta jenis tanah di kawasan TNGHS ............................................ 9
5. Beberapa jenis flora menarik di TNGHS ........................................ 12
6. Spesies jamur yang dapat dijumpai di TNGHS .............................. 14
7. Tiga spesies kunci TNGHS ........................................................... 16
8. Pemukiman masyarakat di dalam kawasan TNGHS ....................... 19
9. Perubahan luas penutupan lahan periode 2004-2008 .................... 22
10. Perubahan luas penutupan non-hutan periode 2004-2008 ............. 23

DAFTAR LAMPIRAN
1. SK Penunjukan Kawasan TNGHS ................................................. 79
2. Berita Acara Konsultasi Publik ..................................................... 88
3. Surat permohonan rekomendasi dan atau rekomendasi Bappeda .. 92

x
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

4. Peta batas kawasan dengan toponimi .......................................... 95


5. Peta nilai penting kawasan TNGHS ............................................. 96
6. Peta zonasi TNGHS .................................................................... 97
7. Peta tutupan lahan TNGHS ......................................................... 98
8. Peta kerawanan kawasan TNGHS ................................................ 99
9. Peta daerah penyangga TNGHS .................................................... 100
10. Peta Sarana Prasarana ................................................................. 101
11. Peta Daerah Aliran Sungai ............................................................ 102

xi
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

I. PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum Kawasan

A.1. Letak dan Luas Kawasan

Lokasi TNGHS secara geografis terletak antara 06°32’14” LS - 06°55’12”


LS dan 106°12’58” BT – 106°45’50” BT. Secara administratif wilayah kerja
TNGHS termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten
Lebak di Provinsi Banten, dengan batas-batas wilayah meliputi :
1. Sebelah utara dibatasi oleh Kecamatan Nanggung, Kecamatan Jasinga
di Kabupaten Bogor dan Kecamatan Cipanas di Kabupaten Lebak.
2. Sebelah barat dibatasi oleh Kecamatan Leuwiliang di Kabupaten Bogor
dan Kecamatan Kabandungan di Kabupaten Sukabumi.
3. Sebelah selatan dibatasi oleh Kecamatan Cikidang, Kecamatan Cisolok
di Kabupaten Sukabumi dan Kecamatan Bayah di Kabupaten Lebak.
4. Sebelah timur dibatasi oleh Kecamatan Cibeber di Kabupaten Lebak.

A.2. Sejarah Kawasan

Kawasan TNGHS ditetapkan sebagai salah satu taman nasional di


Indonesia, berawal dari proses penunjukkan taman nasional dengan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 282/Kpts-II/1992 tanggal 28
Pebruari 1992 dengan luas 40.000 hektar sebagai Taman Nasional Gunung
Halimun (TNGH) dan resmi ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1997
sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan (UPT
BTNGH).

Selanjutnya, atas dasar kondisi sumber daya alam hutan yang semakin
terancam rusak dan adanya desakan para pihak yang peduli akan
konservasi alam, pada tahun 2003 kawasan Halimun ditambah area

1
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

dengan memasukkan kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut yang


status sebelumnya merupakan hutan produksi terbatas dan hutan lindung
yang dikelola Perum Perhutani diubah fungsinya menjadi hutan
konservasi, dimasukkan ke dalam satu kesatuan kawasan konservasi
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) melalui SK Menteri
Kehutanan nomor 175/Kpts-II/2003 dengan luas total ± 113.357 ha pada
tanggal 10 Juni 2003. Dengan masuknya kawasan hutan lindung, hutan
produksi tetap dan hutan produksi terbatas menjadi satu kesatuan
kawasan konservasi TNGHS, maka potensi munculnya berbagai masalah
dalam pengelolaan sangat besar. Hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan peraturan dan kebijakan yang menjadi acuan dalam
pengelolaan antara Perum Perhutani dan BTNGHS. Pada masa - masa
peralihan pengelolaan kawasan, hal yang dilakukan oleh BTNGHS adalah
melaksanakan sosialisasi kepada para pihak serta melaksanakan
penggalian potensi dan permasalahan yang fokus di kawasan perluasan
dengan menggandeng para pihak terkait agar pengelolaan dapat berjalan
efektif, efisien dan optimal. Akan tetapi dalam perjalanannya, kondisi
kawasan TNGHS terutama di kawasan perluasan terdapat banyak potensi
permasalahan yang salah satunya adalah dengan terbitnya Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli
2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Barat
yang terdapat adanya ketidaksesuaian dengan SK Menteri Kehutanan
nomor 175/Kpts-II/2003 tentang Penunjukan Kawasan TNGHS.

Pada tahun 2016 luas kawasan TNGHS kembali mengalami perubahan


menjadi + 87.699 ha sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 327/ Menlhk/ Setjen/ PLA.2/4/ 2016 tanggal
26 April 2016 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan TNGHS.
Sebagian kawasan TNGHS tersebut berubah fungsi menjadi hutan lindung,
hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas serta pengembalian
areal penggunaan lain (enclave). Dengan berubahnya sebagian fungsi

2
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

kawasan tersebut, maka akan berdampak kepada pengelolaan kawasan


secara keseluruhan karena satu kesatuan pengelolaan antara hutan
konservasi, hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas harus
dengan bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), yang
sampai dengan saat ini belum ada guide line yang dapat dijadikan acuan
untuk melaksanakan pengelolaan KPHK tersebut.
Seperti halnya taman nasional lain di Indonesia, TNGHS lahir dari
perkembangan perubahan beberapa status (lihat Tabel 1.1).

Tabel 1 1. Rincian perubahan status kawasan Taman Nasional Gunung


Halimun Salak
Tahun Perubahan Status Kawasan
Cagar Alam di bawah pengelolaan Pemerintah Belanda dan
1935 – 1961 :
Republik Indonesia/Djawatan Kehutanan Jawa Barat
1961 – 1978 : Cagar Alam di bawah pengelolaan Perum Perhutani Jawa Barat
Cagar Alam di bawah pengelolaan Balai konservasi
1979 – 1990 : Sumberdaya alam III, yaitu Sub Balai Konservasi Sumberdaya
Alam Jawa Barat I
Cagar Alam dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede
1990 – 1992 :
Pangrango;
Taman Nasional dibawah pengelolaan Taman Nasional Gunung
1992 – 1997 :
Gede Pangrango
Taman Nasional dibawah pengelolaan Balai Taman Nasional
1997 – 2003 :
Gunung Halimun setingkat Eselon III dengan luas 40.000 Ha
Penunjukkan kawasan menjadi Taman Nasional Gunung
2003 - 2016 : Halimun Salak seluas 113.357 Ha (memasukkan eks hutan
produksi/ lindung)
Penunjukkan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
seluas + 87.699 ha (perubahan fungsi sebagian kawasan
2016 - :
TNGHS menjadi hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan
produksi terbatas dan pengembalian areal penggunaan lain)

A.3. Aksesibilitas

Kawasan TNGHS terletak tidak jauh dari beberapa kota yang relatif besar
yaitu Bogor, Sukabumi dan Lebak. Rute perjalanan menuju kantor

3
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

pengelola yaitu: Parungkuda – Kabandungan (kantor TNGHS) berjarak 30


km dengan kondisi jalan cukup baik (beraspal). Namun terdapat juga
enam jalan masuk ke kawasan TNGHS lainnya dengan kondisi jalan yang
sangat bervariasi dengan dapat dilalui menggunakan roda empat, roda
dua sampai hanya dapat dilalui berjalan kaki (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Peta aksesibilitas menuju kawasan TNGHS

B. Kondisi Fisik
B.1. Iklim
Menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim di wilayah kawasan TNGHS
dan sekitarnya tergolong ke dalam tipe iklim B, dengan perbandingan
antara rata-rata bulan kering dan bulan basah, Q = 24,7, yaitu tipe iklim
tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan hujan tropika yang
selalu basah. Jumlah curah hujan bulanan tertinggi sebesar 374 mm dan
curah hujan bulanan terendah sebesar 65 mm yang biasanya terjadi pada
bulan Juli. Namun ada sumber lain menyatakan bahwa berdasarkan
tumpang tindih antara peta penutupan lahan dan peta tipe iklim kawasan
TNGHS dan sekitarnya terdiri dari tipe iklim A, B1 dan B2.

4
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Gambar 2. Peta curah hujan di kawasan TNGHS

Tabel 1.2 Referensi kelas curah hujan


Kelas Intensitas Intensitas Hujan
Keterangan
Hujan (mm/hari hujan)
1 1 s/d 13,6 Sangat Rendah
2 13,6 – 20,7 Rendah
3 20,7 – 27,7 Sedang
4 27,7 – 34,8 Tinggi
5 34.8 ke atas Sangat Tinggi

Variasi curah hujan rata-rata yang terjadi di TNGHS berkisar antara 4.000
– 6.000 mm/tahun. Bulan Oktober-April merupakan musim hujan dengan
curah hujan antara 400 mm - 600 mm/bulan, sedangkan musim kemarau
berlangsung dari bulan Mei-September dengan curah hujan sekitar 200
mm/bulan. Suhu udara rata-rata bulanan 31,5°C dengan suhu terendah
19,7°C dan suhu tertinggi 31,8C. Kelembaban udara rata-rata 88%.
Dengan iklim yang basah, dari kawasan ini mengalir beberapa sungai yang
tak pernah kering dan mensuplai air ke wilayah sekitarnya. Sungai-sungai

5
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

tersebut antara lain Ciberang – Ciujung, Cidurian, Cisadane, Cimadur dan


Citarik maupun Citatih yang jauh lebih dikenal sebagai tempat wisata
arung jeram.

Apabila dibandingkan dengan curah hujan rata-rata di Pulau Jawa, wilayah


Provinsi Jawa Barat memiliki musim hujan pada bulan Nopember sampai
dengan April. Sedangkan musim keringnya rata-rata terjadi pada bulan
Mei hingga Oktober. Dengan demikian, wilayah kawasan TNGHS
mempunyai curah hujan dengan kategori termasuk sangat tinggi (lihat
Gambar 2 dan Tabel 1.2).

B.2. Geologi dan Tanah


Sejarah geologi menunjukkan bahwa TNGHS dulunya merupakan salah
satu rangkaian gunung berapi bagian selatan yang memanjang dari
Pegunungan Bukit Barisan Selatan Sumatera ke Gunung Honje di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dan seterusnya ke Gunung Halimun-Salak
yang dipengaruhi oleh kondisi Samudera Hindia. Selama periode Miocene
dan Pleostean (sekitar 10-20 juta tahun yang lalu) permukaan
pegunungan tersebut terdorong ke atas. Gerakan ke atas kemudian
membentuk wilayah Bayah, sedangkan bagian yang rendah runtuh
sebagai dataran menjadi Selat Sunda yang memisahkan Pulau Sumatera
dan Pulau Jawa. Dua pulau ini mulai terpisah sekitar 10.000 tahun yang
lalu. Sebagian besar kawasan TNGHS terdiri dari batuan vulkanik seperti
breksi, lava basah dan andesit dari masa Pliocene-lower Pleistocene dan
beberapa strata dari masa pra-Pliocene.

6
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Gambar 3. Peta geologi kawasan TNGHS

Selain itu terdapat batuan sedimen di bagian utara yang awalnya


merupakan kubah, terutama terdiri dari batuan debu calcareous. Hal yang
menarik serta luar biasa di daerah sekitar TNGHS ini adalah adanya
kandungan emas dan peral. Biji emas dan perak mungkin terangkat pada
saat timbulnya kubah bawah pertama yang menghasilkan retakan-retakan
tegangan yang kemudian terisi oleh batuan kwarsa, seperti yang
ditemukan di DAS Ciburial dan Cihara (lihat Gambar 3).

Khusus untuk Gunung Salak merupakan gunung api strata tipe A.


Semenjak tahun 1600-an tercatat terjadi beberapa kali letusan, di
antaranya rangkaian letusan antara 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan
1935. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1938, berupa erupsi freatik
yang terjadi di Kawah Cikuluwung Putri. Menurut Hartman (1938)
Gunung Salak I merupakan bagian gunung yang paling tua. Disusul oleh
Gunung Salak II dan kemudian muncul Gunung Sumbul, sedangkan

7
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Kawah Ratu diperkirakan merupakan produk akhir dari Gunung Salak.


Kawah Cikuluwung Putri dan Kawah Hirup masih merupakan bagian dari
Kawah Ratu.

Berdasarkan peta tanah Propinsi Jawa Barat skala 1 : 250.000 dari


Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966, sebagian jenis tanah di
kawasan TNGHS terdiri dari asosiasi andosol coklat dan regosol coklat;
latosol coklat; asosiasi latosol coklat kekuningan; asosiasi latosol coklat
kemerahan dan latosol coklat, asosiasi latosol merah; latosol coklat
kemerahan dan literit air tanah; kompleks latosol coklat kemerahan dan
litosol; asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu (lihat Gambar 4 dan
Tabel 1.3). Untuk tujuan pertanian, tanah di kawasan TNGHS mempunyai
kesuburan kimiawi yang minim sampai cukup, namun sifat-sifat fisiknya
cukup bagus. Tanah dan batuannya dapat dikatakan mempunyai porositas
dan permeabilitas yang baik sebagai daerah tangkapan. Tanah di kawasan
TNGHS juga peka terhadap erosi. Tekstur tanah umumnya didominasi oleh
partikel seukuran debu yang mudah tercuci. Sifat-sifat tanah juga
menunjukkan sifat vulkanik tua. Perkembangan tanah menunjukkan
adanya evolusi tanah dan vulkanik tua yang sebenarnya sedang
mengalami proses transisi dari andosol dan latosol.

8
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Gambar 4. Peta jenis tanah di kawasan TNGHS

Tabel 1.3 Referensi jenis tanah


Kelas Tanah Jenis Tanah Keterangan
Aluvial Tanah Glei, Planosol, Hidromorf Kelabu,
1 Tidak Peka
Literit Air Tanah
2 Latosol Agak Peka
Brown Forest Soil, Non Calcic
3 Kurang Peka
Brown, Mediteran
Andosol, Laterit, Grumosol,
4 Peka
Podsol, Podsolik
Regosol, Litosol, Organosol,
5 Sangat Peka
Renzina

B.3. Topografi
Berdasarkan Peta Topografi, kawasan TNGHS sebagian besar datarannya
terletak pada ketinggian di bawah 1.400 mdpl, dengan sebaran 1.000-
1.400 mdpl (40,3 %). Bentang alam kawasan TNGHS secara umum
memiliki topografi berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Berdasarkan

9
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

analisa kemiringan lahannya kawasan TNGHS terdiri dari perbukitan


dengan kemiringan terbanyak lebih dari 45 % (75,7 % dari luas areal)
(Irwan 2008).

TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 – 2.211 meter di


atas permukaan laut. Kawasan ini dapat dikatakan sebagai luasan terbesar
bagi sekelompok hutan pegunungan (sub montana) yang masih utuh di
Pulau Jawa. Di dalam kawasan TNGHS terdapat gunung-gunung yang
memiliki ketinggian antara lain, Gunung Salak 1 (2.211 mdpl), Gunung
Salak 2 (2.180 mdpl), Gunung Halimun Selatan (1.920 mdpl), Gunung
Halimun Utara (1.929 mdpl), Gunung Halimun Selatan (1.758 mdpl) dan
Gunung Kendeng (1.680 mdpl).

B.4. Hidrologi

Kawasan TNGHS mempunyai nilai penting sebagai daerah tangkapan air.


Banyak sungai berasal dari kawasan ini yang bermuara ke Laut Jawa di
sebelah utara maupun ke Lautan Hindia di sebelah selatan. Air sungai
tersebut menjadikan lahan-lahan pertanian di sekitar TNGHS yang
berkembang dengan cukup baik. Sungai-sungai di sekitar TNGHS selalu
berair sepanjang musim.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, lebih dari 115 sungai dan anak


sungai yang berhulu dari dalam kawasan TNGHS. Di bagian utara Gunung
Halimun Salak terdapat 3 DAS penting, yaitu sungai Ciberang (Ciujung),
sungai Cidurian dan Cikaniki (Cisadane). Di sebelah selatan terdapat 9
DAS sungai penting, yaitu: Cimadur, Cihara, Cisiih, Cibareno, Cisolok,
Cimaja, Cikasomayang, Citepus dan Cimandiri (Cicatih/Citarik ). Sungai-
sungai ini mengalir melintasi wilayah Bogor, Tangerang, Rangkasbitung,
Palabuhan Ratu dan Bayah. Pada umumnya aliran sungai di kawasan
TNGHS mengalir sepanjang tahun dengan debit relatif tetap dan dengan
tingkat fluktuasi yang rendah. Aliran air sungai-sungai ini banyak

10
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi lahan pertanian, kegiatan rumah


tangga, pembangkit listrik mikrohidro, industri dan wisata arung jeram
yang sangat popular.

C. Potensi Hayati
C. 1. Potensi Flora
Lebih dari 700 spesies tumbuhan berbunga hidup di hutan alam di dalam
TNGHS, yang meliputi 391 marga dari 119 suku. Tipe hutan alam di
kawasan TNGHS dibagi menjadi hutan hujan dataran rendah (100-1.000
mdpl) yang didominasi oleh zona Collin (500-1.000 mdpl), hutan hujan
pegunungan bawah atau sub Montana (1000-1.500 mdpl) dan hutan
hujan pegunungan tengah atau hutan Montana (1.500-1.929 mdpl).
Khusus di Gunung Salak juga ditemukan ekosistem alpin (lebih dari 2000
mdpl) dan ekosistem kawah yang memiliki vegetasi spesifik.

Pada setiap ketinggian tersebut mempunyai beberapa ciri khas terutama


menyangkut keanekaragaman spesies tumbuhan. Pada ketinggian 500 –
1.000 mdpl dapat dijumpai spesies Rasamala (Altingia excelsa), Puspa
(Schima wallichii), Saninten (Castanopsis javanica), Kiriung Anak (C.
acuminatissima), Pasang (Quercus gemelliflora). Pada ketinggian 600-700
mdpl terdapat beberapa spesies dari anggota Suku Dipterocarpaceae yang
merupakan ciri hutan hujan dataran rendah seperti Dipterocarpus
trinervis, D. Gracilis dan D. Hasseltii.
Pada ketinggian 1,000 – 1.500 mdpl dapat dijumpai spesies Acer
Iaurinum, Ganitri (Elaeocarpus ganitrus), Eurya acuminatissima,
Antidesma bunius, Ficus spp, Kayu Manis (Cinnamomum sp.), Kileho
(Saurauia pendula), dan Kimerak (Weinmannia blumei). Pada ketinggian
ini dapat dijumpai pohon-pohon yang memiliki tinggi hingga 40 m dengan
diameter 120 cm dari spesies Rasamala (Altingia excelsa), Saninten
(Castanopsis argentea), Pasang (Quercus sp.) dan Huru (Litsea sp.).

11
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Sedangkan pada ketinggian yang lebih rendah, dijumpai pohon-pohon


yang lebih tinggi lagi.

Sedangkan pada ketinggian di atas 1.500 mdpl didominasi oleh spesies


Jamuju (Dacrycarpus imbricartus), Kibima (Podocarpus blumei), dan
Kiputri (Podocarpus neriifolius). Spesies menarik lainnya seperti Vernonia
arborea (Hamirung) yang merupakan satu-satunya anggota suku
Asteraceae yang berbentuk pohon. Kilemo (Litsea cubeba), yang lebih
banyak dijumpai di Gunung Botol; spesies Schefflera rigida dan Kiramo
Giling (Trevesia sundaica) lebih banyak dijumpai pada tempat yang agak
terbuka, maupun tepi jalan. Sedangkan khusus di area sekitar Kawah
Ratu, puncak Gunung Salak (2.211 mdpl) juga terdapat beberapa spesies
tumbuhan kawah dan hutan lumut.

b. Anggrek sepatu wanita


a. Begonia Sp. (Paphiopedilum javanicum)

d. Kantong semar
(Nepenthes e. Bunga Api (Amomum Sp.)
c. Spathoglottis aurea gymnamphora)

Gambar 5. Beberapa jenis flora menarik di TNGHS

12
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Selain berbagai spesies vegetasi tumbuhan di atas juga telah tercatat


beberapa spesies Anggrek (261 spesies, 47 spesies diantaranya tercatat
sebagai spesies endemik dan 5 spesies merupakan rekaman baru untuk
Pulau Jawa), Bambu (12 spesies, antara lain Bambu Cangkore (Dinochola
scandens) dan Bambu Tamiang (Schyzostchyum sp.) yang merupakan
tumbuhan asli Jawa Barat, Rotan (13 spesies), Kantung Semar (Nepenthes
sp.), Palahlar (Dipterocarpus hasseltii), bahkan pernah ditemukan bunga
Rafflesia rochussenii di Gunung Salak yang merupakan spesies tumbuhan
unik dan langka yang terdapat di TNGHS.

Lebih dari 100 spesies tumbuhan hutan dimanfaatkan untuk obat


tradisional, upacara adat, bahan bangunan dan manfaat penting lainnya
oleh masyarakat di sekitar kawasan TNGHS (Harada, et. al., 2002). Jika
ditinjau dari sebaran jenis vegetasi TNGHS memiliki beberapa tipe
ekosistem, yaitu: tipe homogen yang terdiri dari tanaman teh terdapat di
dalam enclave di dalam kawasan. Enclave terbesar yaitu Perkebunan Teh
Nirmala dan Cianten. Tipe ekosistem yang heterogen terdiri dari
perwakilan hutan hujan tropis sekitar 80% relatif masih utuh. Dua puluh
persen (20%) lainnya sudah terbuka oleh perambahan. Dari tipe
ekosistem heterogen tersebut kemudian dapat dilihat menurut strata
tumbuhan, terdiri dari pohon, perdu, herba, liana, efipit, palem, pandan
dan pisang-pisangan.

Hutan tanaman di dalam kawasan TNGHS terdapat di areal yang


sebelumnya berstatus sebagai kawasan hutan produksi dan hutan lindung
yang dikelola Perum Perhutani, diantaranya: hutan tanaman Rasamala
(Altingia excelsa), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis sp.), dan Puspa
(Schima wallichii). Selain hutan tanaman, terdapat areal yang telah
menjadi lahan garapan masyarakat dengan berbagai jenis tanaman
budidaya, antara lain: Padi, Pisang, Ketela Pohon, Jagung, dan Cabai.
Selain itu juga ditemukan, berbagai spesies tanaman buah-buahan dan

13
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

tanaman hutan yang dibudidayakan oleh masyarakat antara lain: Durian,


Nangka, Melinjo, Pala, Alpukat, Mangga, Aren, Kelapa, Sengon dan Kayu
Afrika (Manii).

Di TNGHS juga dapat dijumpai berbagai spesies jamur yang menarik.


Dalam kelembaban hutan TNGHS, umumnya jamur dapat dilihat setiap
waktu sepanjang tahun khususnya selama musim hujan antara bulan
September hingga Mei. Terdapat beberapa tipe jamur yang tidak umum,
salah satunya adalah fenomena jamur bercahaya yang terdapat di sekitar
Cikaniki dan hanya pada waktu-waktu tertentu.

Gambar 6. Jamur bercahaya (Mycena silvaelucens)

C.2. Potensi Fauna

Kawasan TNGHS dengan berbagai tipe ekosistem yang terdapat di


dalamnya merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan
dilindungi. Berdasarkan sejarahnya, kawasan taman nasional pernah
menjadi habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), Harimau Jawa
(Panthera tigris sondaicus). Di kawasan TNGHS telah diketahui terdapat
spesies dari taksa mamalia sebanyak 61 spesies, dimana terdapat spesies-
spesies yang endemik Pulau Jawa dan spesies-spesies terancam punah.
Spesies-spesies terancam punah yang masih dapat dijumpai pada saat ini,
antara lain Macan Tutul jawa (Panthera pardus melas), Kucing hutan
(Prionailurus bengalensis), Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis

14
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

comata), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Ajag atau Anjing hutan


(Cuon alpinus javanicus) dan Sigung (Mydaus javanensis).
Untuk kelompok burung tercatat 276 spesies burung, dimana 32 spesies
diantaranya adalah endemik di Pulau Jawa dengan penyebaran yang
terbatas/endemik, bahkan beberapa spesies terancam punah dengan
kategori kritis (Critical endangered) seperti Ekek Geleng (Cissa thalasina),
Poksai kuda (Garrulax rufifrons), Jalak putih (Sturnus melanopterus).
Beberapa spesies dengan status Endangered seperti Elang jawa (Nisaetus
bartelsi), Ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea), Celepuk jawa (Otus
angelinae) dan Luntur gunung (Harpactes reinwardtii). Jumlah ini setara
dengan 50% dari jumlah spesies burung yang hidup di Jawa dan Bali.
Kawasan TNGHS merupakan habitat yang sangat penting untuk konservasi
Elang jawa, sehingga menjadi tempat yang menarik untuk kegiatan
pengamatan burung. Pengunjung juga dapat mengamati burung-burung
terancam punah lainnya seperti Rangkong dan burung-burung yang indah
seperti Luntur gunung, Srigunting ekor-raket, Kipasan merah dan lain-lain.

Di dalam kawasan TNGHS juga tercatat 30 spesies Amfibi, 49 spesies


reptil dan berbagai spesies serangga yang menarik dan indah, seperti
berbagai spesies kupu-kupu, capung dan kumbang. Diduga masih banyak
spesies kehidupan liar yang belum teridentifikasi, terutama serangga dan
organisme mikro. Adapun yang menjadi spesies penciri (Flagship Species)
TNGHS yang disepakati para pakar keanekaragaman hayati adalah Owa
jawa (Hylobates moloch), Macan-tutul jawa (Panthera pardus melas) dan
Elang jawa (Nisaetus bartelsi). Jumlah spesies yang ditemukan di TNGHS
untuk setiap kelompok satwa selengkapnya disajikan pada Tabel 1.4.

Tabel 1 4. Jenis Satwa yang Tercatat di Kawasan TNGHS


KELOMPOK JUMLAH JENIS DITEMUKAN
Mamalia 70
Burung 276

15
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

KELOMPOK JUMLAH JENIS DITEMUKAN


Amfibia 30
Reptilia 49
Ikan 50
Moluska 36
Kupu-kupu >100
Semut, Tawon 2000
Capung 26
Kumbang 150
Belalang dan Kecoa 35

b. Macan Tutul
(Panthera pardus)

a. Elang Jawa c. Owa Jawa


(Nisaetus bartelsi) (Hylobates moloch)

Gambar 7. Tiga spesies kunci TNGHS

D. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat

Wilayah kerja TNGHS terletak dalam 28 kecamatan, dimana 9 kecamatan


di Kabupaten Bogor, 8 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dan 11
kecamatan di Kabupaten Lebak. Secara keseluruhan terdapat 123 desa
yang sebagian/seluruh wilayahnya berada di dalam dan/atau berbatasan
langsung dengan kawasan TNGHS.
Komposisi jumlah penduduk dari ke-123 desa tersebut terdiri dari:
495.139 jiwa di Kabupaten Sukabumi (Kabupaten Sukabumi Dalam Angka

16
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

2017), 1.487.295 jiwa di Kabupaten Bogor (Kabupaten Bogor Dalam


Angka 2017) dan 374.026 jiwa di Kabupaten Lebak (Kabupaten Lebak
Dalam Angka 2017). Berdasarkan survey kampung yang dilakukan oleh
GHSNP MP-JICA pada tahun 2005 dan 2007, tercatat ada 348 kampung
yang berada di dalam kawasan TNGHS.

Masyarakat lokal yang ada umumnya adalah suku Sunda, yang terbagi ke
dalam kelompok masyarakat kasepuhan dan bukan kasepuhan. Untuk
masyarakat kasepuhan, secara historis penyebarannya terpusat di
Kampung Urug, Citorek, Bayah, Ciptamulya, Cicarucub, Cisungsang,
Sirnaresmi, Ciptagelar dan Cisitu. Masyarakat kasepuhan masih memiliki
susunan organisasi secara adat yang terpisah dari struktur organisasi
pemerintahan formal (desa).

Berdasarkan wilayah hidupnya, masyarakat Kasepuhan Banten Kidul


tersebar di Banten, Sukabumi dan Bogor. Di daerah Banten Selatan
(Banten Kidul) warga Kasepuhan (incu putu) bermukim di sekitar
Kecamatan Bayah yang antara lain terkonsentrasi di kampung Tegal
Lumbu, Cicarucub, Cisungsang, Cicemet, Sirnagalih dan banyak lagi
perkampungan tersebar di sekitar Desa Mekarsari, Sirnagalih, Sukamulya,
Neglasari, Hergamanah, Warung Banten, Cihambali, Cikuda dan Citorek.
Di Kecamatan Jasinga antara lain tersebar di sekitar kampung Gajrug,
Sajira, Guradog dan berbagai kampung lain di sekitar wilayah tersebut. Di
daerah Bogor Selatan, mereka bermukim di sekitar Kecamatan Cigudeg
tepatnya di kampung Urug, Pabuaran dan Cipatat Kolot di wilayah Desa
Kiara Pandak. Di daerah Sukabumi Selatan mereka tersebar di sekitar
wilayah pedalaman Kecamatan Cisolok dan sepanjang sungai Cibareno
Girang (Adimihardja, 1992). Selebihnya adalah daerah-daerah yang
ditempati oleh urang sunda asli non Kasepuhan dan Baduy (masyarakat
lokal).

17
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Berdasarkan fungsi yang harus dijalankan dari tatali piranti karuhun,


sebaran Masyarakat Kasepuhan tersebut, Kasepuhan Sinaresmi,
Ciptagelar, Cisungsang, Cisitu, Cicarucup, Citorek dan Bayah merupakan
kelompok Kasepuhan utama. Salah satu indikasi yang menunjukan
tentang ”keutamaan” kelompok Kasepuhan tersebut adalah banyaknya
perwalian. Sebagai contoh Kasepuhan Ciptagelar - dulu dikenal sebagai
Kasepuhan Ciptarasa - membawahi 560 perwalian Kasepuhan dari tiap-
tiap desa di tiga kabupaten (Lebak, Sukabumi dan Bogor). Selain dari
Bogor, Sukabumi dan Lebak, pengikut kasepuhan juga berasal dari
beberapa daerah lain. Banyak tidaknya pengikut dalam suatu kelompok
Kasepuhan sangat mungkin juga dipengaruhi oleh kebiasaan
berpindahnya kampung gede Kasepuhan (sebagai pusat orientasi sosio-
kultural dan politik Masyarakat Kasepuhan) tersebut.

Bahasa yang umum digunakan oleh masyarakat lokal adalah bahasa


Sunda dan mayoritas penduduknya beragama Islam walau masih terdapat
yang menganut kepercayaan lama (sunda wiwitan). Masyarakat
kasepuhan di TNGHS merupakan bagian dari warisan budaya nasional.
Mereka masih memegang teguh adat kebudayaan nenek moyangnya
terlihat dalam keseragaman kehidupan sehari-hari, arsitektur rumah,
sistem pertanian dan interaksi dengan hutan. Masyarakat setempat
memanfaatkan hutan dan lahan sekitarnya dalam berbagai cara, yaitu
seperti huma/ladang (swidden cultivation), sawah (rice growing), kebun
(garden), kebuntalun (mixed garden) dan talon (mixed forest).
Masyarakat memiliki kearifan tradisional yang sifatnya tutun temurun
dalam pemanfaatan dan konservasi hutan, melalui pembagian wilayah
berhutan berdasarkan intensitas pemanfaatan dan tingkat
perlindungannya yaitu adanya ‘leuweung titipan’ (protected forest),
‘leuweung tutupan’ (conservation forest), atau ‘leuweung sampalan’
(opened forest). Mereka masih memiliki interaksi yang kuat dengan hutan
sekitarnya. Masyarakat juga memiliki pengetahuan etnobotani dan

18
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

menggunakan tanaman atau tumbuh-tumbuhan di sekitar mereka


berdasarkan pengetahuan tersebut, serta mempertahankan pola pertanian
yang mampu melestarikan sumberdaya genetik padi (Oryza sativa) lokal.
Pada saat ini sebagian anggota Masyarakat Kasepuhan mulai
meninggalkan kearifan tradisional yang mereka miliki akibat dinamika
proses sosial yang terjadi.

Gambar 8. Pemukiman masyarakat Citalahab Central, enclave


perkebunan teh Nirmala Agung

Kemampuan ekonomi masyarakat sekitar TNGHS cenderung rendah,


walaupun sebagian besar tidak termasuk dalam kategori rumah tangga
(RT) miskin. Secara umum jumlah RT miskin masyarakat di wilayah
Kabupaten Sukabumi berjumlah 198.746 RT atau 8,13 % dari jumlah
Penduduk (Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2017), di kabupaten Bogor
berjumlah 493.367 RT atau 8,83 % dari jumlah penduduk (Kabupaten
Bogor Dalam Angka 2017), sedangkan di Kabupaten Lebak berjumlah
111.210 RT atau 8,69 % dari jumlah penduduk (Kabupaten Lebak Dalam
Angka 2017). Degradasi ekosistem hutan banyak terjadi di desa-desa yang

19
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

berada di dalam dan sekitar kawasan TNGHS dan diduga terkait erat
dengan rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat.

Sumber penghidupan masyarakat sangat didominasi dari sektor pertanian,


sedangkan sumber penghidupan lainnya dari kegiatan pertambangan
ilegal (PETI) serta penyadapan pinus dan damar.

E. Nilai – Nilai Penting Kawasan (K ey Feature Kawasan)


Nilai – nilai penting kawasan TNGHS yang dimandatkan pada Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni
2003 adalah tingginya keanekaragaman hayati yang dimiliki TNGHS serta
merupakan sumber mata air bagi kepentingan kehidupan masyarakat
disekitarnya. Dari nilai – nilai penting yang dimiliki tersebut kawasan
TNGHS sangat potensial untuk dikembangkan agar dapat memberikan
manfaat secara optimal, terutama bagi masyarakat yang berada disekitar
kawasan dengan tetap memperhatikan kaidah – kaidah konservasi.

Pengembangan potensi yang dimiliki oleh TNGHS dapat melalui


mekanisme ijin pemanfaatan maupun kerjasama program. Pada saat ini
potensi yang sedang dikembangkan oleh TNGHS antara lain :
pemanfaatan air, baik massa maupun energi air melalui mekanisme ijin
pemanfaatan (IPA, IUPA, IUEPA), pemanfaatan potensi wisata alam
melalui mekanisme IPPA dan pemanfaatan HHBK di zona tradisional
melalui mekanisme kerjasama program. Selain itu kekayaan yang dimiliki
TNGHS juga berupa potensi panas bumi, potensi daya serap karbon
tingginya keanekaragaman hayati serta kondisi sosial budaya masyarakat
dapat dikemas sebagai produk wisata.

20
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

F. Isu – Isu Strategis Pengelolaan Kawasan


Berdasarkan identifikasi dan analisis permasalahan yang dilakukan
BTNGHS bersama para pihak ditemukan 7 (tujuh) permasalahan pokok
pengelolaan TNGHS yaitu :

1. Rendahnya kemantapan kawasan


Kemantapan kawasan terkait dengan aspek legal kemantapan kawasan
TNGHS dan pengakuan masyarakat secara aktual di lapangan. Rendahnya
kemantapan kawasan TNGHS disebabkan oleh belum adanya penetapan
batas kawasan TNGHS akibat belum selesainya proses tata batas kawasan
dan lemahnya pengakuan masyarakat di lapangan terhadap eksistensi
kawasan TNGHS. Panjang keseluruhan batas TNGHS adalah ± 1.280 km,
yang sudah ditata batas 1.210 km dan yang belum ditata batas sepanjang
± 70 km, yakni di Blok Ciladaeun dan Cisimeut, Kabupaten Lebak. Selain
itu, rekonstruksi batas masih perlu dilakukan agar penetapan kawasan
TNGHS bebas konflik. Seiring dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 327/ Menlhk/ Setjen/ PLA.2/4/
2016 tanggal 26 April 2016 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan
Hutan TNGHS, maka diperlukan kembali penataan batas di sebagian
kawasan yang beralih fungsi menjadi hutan lindung, hutan produksi tetap,
hutan produksi terbatas dan pengembalian areal penggunaan lain
(enclave) tersebut serta perlu adanya pengelolaan di kawasan alih fungsi
tersebut melalui KPHK (Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi).

2. Pengembangan kampung adat ke dalam kawasan TNGHS


Pengembangan kampung adat ke dalam kawasan TNGHS terkait dengan
karakteristik budaya masyarakat kasepuhan yang mempunyai pola hidup
berpindah-pindah mengikuti “wangsit” yang diterima oleh pimpinan adat
(Adimiharja, 1992). Dari 11 (sebelas) kasepuhan yang ada di dalam dan
sekitar TNGHS, paling tidak terdapat 2 (dua) kasepuhan yaitu Ciptagelar
dan Citorek yang memiliki lahan cadangan di kawasan TNGHS. Ada

21
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

keyakinan dari kedua warga Kasepuhan ini bahwa pada suatu saat mereka
akan berpindah ke lahan cadangan tersebut. Sejak diterbitkannya Surat
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 327/ Menlhk/
Setjen/ PLA.2/4/ 2016 tanggal 26 April 2016 tentang Perubahan Fungsi
Sebagian Kawasan Hutan TNGHS, lahan cadangan di kedua kasepuhan
tersebut berubah fungsi menjadi hutan produksi tetap dan hutan produksi
terbatas. Selain wangsit, pengembangan wilayah adat di kawasan TNGHS
juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah setempat melalui
peraturan daerah terkait dengan penetapan masyarakat adat. Untuk
meminimalisir dampak dari adanya kemungkinan perpindahan masyarakat
adat karena adanya wangsit, maka perlu adanya kesepakatan tata ruang
pengelolaan kawasan antara BTNGHS dengan pihak masyarakat adat
melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.

3. Dikeluarkannya hutan adat dari hutan negara


Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang mengeluarkan
hutan adat dari hutan negara turut berdampak pada keutuhan kawasan
TNGHS. Dengan diterbitkannya putusan MK tersebut, Pemerintah Daerah
Kabupaten Lebak melakukan identifikasi keberadaan masyarakat adat di
wilayah Kabupaten Lebak. Legalitas keberadaan masyarakat adat tersebut
ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 8 tahun
2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Hukum Adat (MHA) Kasepuhan. Terdapat 522 MHA Kasepuhan yang
diakui dalam Peraturan Daerah tersebut. Balai TNGHS mencoba meng-
overlaykan peta wilayah MHA Kasepuhan tersebut dengan kawasan
TNGHS, dan hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah MHA
tersebut berada di dalam kawasan TNGHS. Jika putusan MK no. 35/PUU-
X/2012 dan Perda Kabupaten Lebak Nomor 8 tahun 2015 ini
diimplementasikan maka luasan kawasan TNGHS akan berkurang cukup
signifikan.

22
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

4. Rendahnya ekonomi masyarakat sekitar TNGHS


Rendahnya ekonomi masyarakat sekitar TNGHS ditunjukkan oleh jumlah
rumah tangga (RT) miskin di desa-desa yang ada di dalam/sekitar
kawasan TNGHS. Di Kabupaten Sukabumi jumlah RT miskin pada tahun
2012 berjumlah 234.000 orang (data BPS Kabupaten Sukabumi), di
kabupaten Bogor berjumlah 446.040 orang (data BPS Kabupaten Bogor
tahun 2010), sedangkan di Kabupaten Lebak berjumlah 115.200 orang
(data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan BPS tahun 2011).
Degradasi ekosistem hutan banyak terjadi di desa-desa yang berada di
dalam dan sekitar kawasan TNGHS dan diduga terkait erat dengan
rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat. Salah satu upaya BTNGHS
untuk menjaga kelestarian kawasan adalah dengan melaksanakan
program peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan melalui
pembentukan dan penguatan kelembagaan serta adanya bantuan usaha
ekonomi, dengan harapan apabila kemampuan ekonomi masyarakat
meningkat maka tingkat ketergantungan terhadap hutan akan berkurang.

5. Degradasi sumber daya alam dan lingkungan


Deforestasi menyebabkan kerusakan habitat dan ekosistem secara
signifikan di kawasan TNGHS. Secara kumulatif kerusakan habitat dan
ekosistem disebabkan oleh berbagai kegiatan ilegal dan bencana alam.
Kegiatan ilegal mencakup: penambangan emas tanpa ijin, penebangan
liar, perburuan satwa liar dan eksploitasi flora yang bernilai ekonomi
tinggi, serta perambahan – khususnya perluasan pemanfaatan lahan
untuk pemukiman, lahan pertanian, dan kebutuhan lainnya. Bencana alam
di kawasan TNGHS mencakup kebakaran hutan, longsor dan banjir.
Beberapa kasus longsor dan banjir di kawasan TNGHS dilaporkan
mempunyai kaitan erat dengan aktivitas penambangan emas dan
penebangan liar. Selain itu dengan adanya aktifitas PETI di dalam
kawasan yang terdapat di semua Seksi PTN Wilayah menyebabkan adanya
penurunan kualitas lingkungan terutama dengan tercemarnya tanah dan

23
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

air. Selain itu aktifitas illegal yang berpotensi untuk menyebabkan


terjadinya longsor dan banjir adalah adanya aktifitas perambahan yang
tidak terkendali yang sebagian besar berada di kawasan perluasan yang
sudah ada dari sebelum kawasan ditunjuk menjadi kawasan TNGHS.
Untuk kedua hal tersebut, BTNGHS telah dan sedang berupaya untuk
mencari solusi terbaik untuk mengatasinya, antara lain dengan melakukan
pengumpulan data primer dan menganalisanya dengan melibatkan para
pihak, berkoordinasi dan berkonsultasi dengan pihak – pihak terkait serta
menindaklanjuti rekomendasi – rekomendasi yang telah disepakati.
Khusus untuk penanganan aktifitas PETI di dalam kawasan, pada tahun
2018 menjadi salah satu role model pengelolaan BTNGHS.
Menurut Lilik B. Prasetyo (Analisis Penutupan Lahan TNGHS Menggunakan
Citra Landsat Tahun 2007-2008, Tahun 2009), Luas hutan alam di
kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pada periode
tahun 2004-2007-2008 secara terus-menerus mengalami penurunan,
sedangkan hutan tanaman relatif lebih stabil dengan fluktuasi naik dan
turun tidak signifikan. Perubahan luas penutupan hutan disajikan pada
Gambar 9.

70,000.0

60,000.0

50,000.0
Luas (ha)

40,000.0 Hutan alam


30,000.0 Hutan tanaman

20,000.0

10,000.0

0.0
2004 2007 2008

Gambar 9. Perubahan luas penutupan lahan periode 2004-2008


Lahan non-hutan di kawasan TNGHS pada periode tahun 2004-2007-2008
yang paling signifikan mengalami penurunan luas adalah semak belukar.
Penurunan ini diikuti dengan kenaikan luas lahan kosong, ladang dan
lahan terbangun. Sedangkan sawah dan rumput luasnya cenderung lebih
stabil. Perubahan luas penutupan non-hutan disajikan pada Gambar 10.

24
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

18000.00
16000.00
14000.00 Semak belukar
12000.00 Rumput

Luas (ha)
10000.00 Sawah
8000.00 Ladang
6000.00 Lahan kosong
4000.00 Lahan terbangun
2000.00
0.00
2004 2007 2008

Gambar 10. Perubahan luas penutupan non hutan periode 2004-2008

Selama periode tahun 2004-2007, luas hutan alam di kawasan TNGHS


mengalami penurunan sebesar 2,01% atau berkurang sebesar 2.163,6
hektar. Penurunan ini diikuti dengan kenaikan luas kebun campuran
sebesar 4,0%, lahan kosong sebesar 2,5%, ladang sebesar 2,1% dan
lahan terbangun sebesar 1,8%. Hal ini menjadi indikasi bahwa proses
deforestasi hutan menjadi non-hutan di kawasan TNGHS cenderung
dikonversi untuk tujuan pembangunan lahan pertanian dan permukiman.
Selama periode tahun 2007-2008, luas hutan alam di kawasan TNGHS
sedikit mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,1% atau berkurang sebesar
136,4 hektar. Namun terjadi kenaikan yang signifikan untuk luas kebun
teh sebesar 1,4%. Kenaikan ini diikuti dengan penurunan luas kebun
campuran sebesar 1,5% dan lahan kosong sebesar 1,3%. Selain itu, luas
lahan terbangun juga mengalami kenaikan sebesar 0,4%. Rekapitulasi
perubahan penutupan lahan periode tahun 2007-2008 disajikan pada
Tabel 1.5.

Tabel 1 5. Rekapitulasi perubahan penutupan lahan tahun 2004-2008


Penutupan Lahan 2004-2007 2007-2008
Luas (ha) % Luas (ha) %
Hutan alam -2,163.6 -2.0 -136.4 -0.1
Hutan tanaman -137.8 -0.1 -77.1 -0.1

25
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Penutupan Lahan 2004-2007 2007-2008


Luas (ha) % Luas (ha) %
Kebun campuran 4,275.8 4.0 -1,615.3 -1.5
Kebun karet -183.6 -0.2 -541.1 -0.5
Kebun teh -5.0 0.0 1,500.8 1.4
Semak -8,510.8 -7.9 961.0 0.9
Rumput -743.8 -0.7 657.1 0.6
Sawah -97.7 -0.1 261.0 0.2
Ladang 2,293.0 2.1 46.8 0.1
Lahan kosong 2,737.4 2.5 -1,421.5 -1.3
Lahan terbangun 1,970.0 1.8 435.9 0.4
Badan air 566.5 0.5 -195.4 -0.2
No data -1.4 0.0 0.6 0.0

6. Tumpang tindih regulasi


Kawasan TNGHS merupakan tanah hutan negara yang berada di bawah
kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. TNGHS,
sesuai dengan UU No. 5 /1990 merupakan Kawasan Pelestarian Alam
(KPA). Namun demikian masih terdapat beberapa tumpang tindih regulasi
yang dijumpai, diantaranya : Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Antam,
Tbk. Bogor yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM meliputi juga
kawasan TNGHS, belum jelasnya Peraturan Daerah tentang masyarakat
hukum adat di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten terutama terkait
dengan mekanisme dalam pengimplementasiannya serta Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak masih belum
mengakomodir kawasan TNGHS yang berdasarkan SK. 327 tahun 2016.

7. Meningkatnya jumlah penduduk dalam kawasan TNGHS


Wilayah kerja BTNGHS terletak dalam 28 kecamatan, dimana 9 kecamatan
di Kabupaten Bogor, 8 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dan 11
kecamatan di Kabupaten Lebak. Secara keseluruhan terdapat 123 desa
yang sebagian/seluruh wilayahnya berada di dalam dan/atau berbatasan
langsung dengan kawasan TNGHS. Laju pertumbuhan penduduk di

26
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

masing – masing wilayah kabupaten pada tahun 2015 – 2016 adalah 0,83
% di Kabupaten Lebak (Kabupaten Lebak Dalam Angka 2017, khusus
untuk desa – desa di sekitar kawasan TNGHS), 0,87 % di Kabupaten
Bogor (Kabupaten Bogor Dalam Angka 2017, khusus untuk desa – desa di
sekitar kawasan TNGHS) dan 0,47 % di Kabupaten Sukabumi (Kabupaten
Sukabumi Dalam Angka 2017 untuk seluruh wilayah kabupaten)
Berdasarkan survey kampung yang dilakukan oleh GHSNP MP-JICA pada
tahun 2005 dan 2007, tercatat ada 343 kampung yang berada di dalam
dan disekitar kawasan TNGHS.

G. Kondisi yang Diharapkan Sepuluh Tahun Kedepan


Kondisi yang diharapkan TNGHS untuk sepuluh tahun ke depan adalah
sebagai berikut :
1. Peningkatan status kawasan TNGHS dari penunjukan menjadi
penetapan.
2. Terjaminnya kelestarian ekosistem kawasan yang menjadi daya
dukung kelestarian habitat satwa kunci TNGHS.
3. Terjaganya keanekaragaman hayati TNGHS.
4. Terbangunnya sistem data base dan sistem informasi manajemen
yang handal.
5. Menurunnya tingkat gangguan kawasan sebesar 5%.
6. Optimalnya peran aktif masyarakat dan mitra lainnya dalam
mendukung pengelolaan TNGHS.
7. Berkembangnya pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan
lainnya yang memberi manfaat/mendukung konservasi alam dan
masyarakat lokal.

27
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

II. VISI, MISI DAN TUJUAN PENGELOLAAN


TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

A. Visi

“Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sebagai pusat konservasi


keanekaragaman hayati hutan hujan tropis pegunungan di Pulau Jawa”

B. Misi

1. Memantapkan perlindungan dan pengawetan keanekaragaman


hayati dan ekosistemnya.
2. Membangun kesepakatan ruang kelola dengan para pihak.
3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam TNGHS secara
berkelanjutan.

C. Tujuan Pengelolaan

Berdasarkan mandat pengelolaan TNGHS dan visi yang akan dicapai pada
10 tahun ke depan, maka tujuan pengelolaan TNGHS pada periode tahun
2018 – 2027 adalah :
1. Mempertahankan kualitas habitat satwa kunci TNGHS.
2. Mempertahankan populasi satwa kunci TNGHS.
3. Meningkatkan kualitas tata air.
4. Menyelesaikan tata batas kawasan TNGHS yang diakui para pihak.
5. Memberikan akses ruang kelola dan pemanfaatan sumber daya alam
kepada masyarakat.
6. Memberikan akses pemanfaatan jasa lingkungan secara
berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.

28
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

III. ZONASI KAWASAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan kawasan


hutan hujan tropis daratan pegunungan yang terletak di wilayah
administrasi Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa
Barat serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten dengan luas ± 87.699 Ha
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 26 April 2016 tentang
Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan TNGHS.

Semenjak ditunjuk sebagai taman nasional, BTNGHS telah memiliki


dokumen zonasi yang disahkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor SK. 142/IV-
SET/2013 tanggal 19 April 2013. Akan tetapi, dengan adanya dinamika/
perubahan dalam hal peraturan terkait pengelolaan taman nasional dan
kondisi lapangan, maka pada tahun 2016 BTNGHS telah melakukan revisi
terhadap dokumen zonasi tersebut dan telah ditetapkan kembali
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem nomor SK. 216/KSDAE/PIKA/KSA.0/7/2016 tanggal 29
Juli 2016.

Berdasarkan hasil penilaian sensitivitas ekologis dan pertimbangan-


pertimbangan kondisi lapangan dari aspek efektivitas managemen
kawasan, fisik, budaya, daya tarik wisata serta potensi konflik dengan
masyarakat, maka pembagian zona di TNGHS adalah sebagai berikut :

a) Zona Inti. Zona Inti merupakan bagian dari taman nasional yang
mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan
tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi,
berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati

29
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

yang asli dan khas. Luas zona inti TNGHS adalah 36.189,33 ha (41,27
%).

Regulasi Zona Inti meliputi :


1. Peruntukkan di Zona Inti mencakup:
 Perlindungan ekosistem;
 Pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya;
 Pengembangan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan dan
penunjang budidaya.
2. Aktivitas yang dapat diperkenankan di Zona Inti, diantaranya :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Inventarisasi, survey, monitoring keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya;
 Penelitian dan pengembangan, pendidikan serta penunjang
budidaya;
 Pembangunan sarana prasarana non permanen untuk tujuan
penelitian dan pengembangan.

Zona inti TNGHS meliputi area yang memiliki (1) kelerengan yang
agak curam sampai curam dan sebagai daerah tangkapan air; (2)
ekosistem atau merupakan perwakilan tipe ekosistem atau
fenomena/gejala alam dan formasi geologi yang masih asli dan alami.
Selain itu juga merupakan (1) area dengan keragaman jenis yang
tinggi atau merupakan area konsentrasi komunitas tumbuhan/biota
target; (2) lokasi tempat kawin dan bersarang satwa target dan/atau
tempat berpijah dan pembesaran satwa/biota target; dan (3). tempat
singgah satwa migran secara periodik.
Sebaran spasial Zona Inti terletak di hampir seluruh wilayah resort
pengelolaan, kecuali di Resort PTNW Gn. Bongkok, SPTNW I Lebak
dan Resort PTNW Gn. Talaga, SPTNW II Bogor. Berdasarkan ciri fisik
dari Zona Inti di wilayah tersebut maka fungsi utama dari zona

30
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

tersebut untuk perlindungan habitat tiga spesies kunci (elang jawa,


owa jawa dan macan tutul) dan ekosistem hutan hujan tropis dataran
pegunungan. Perlindungan mutlak atas flora langka hutan dataran
rendah, sub pegunungan dan pegunungan diantaranya Dipterocarpus
trinervis, D. gracilis dan D. hasseltii, rasamala (Altingia excelsa), puspa
(Schima wallichii), saninten (Castanopsis javanica), kiriung anak (C.
acuminatissima), pasang (Quercus gemelliflora), Acer iaurinum, ganitri
(Elaeocarpus ganitrus), Eurya acuminatissima, Antidesma bunius, kayu
manis (Cinnamomum sp.), kileho (Saurauia pendula), dan kimerak
(Weinmannia blumei), jamuju (Dacrycarpus imbricartus), kibima
(Podocarpus blumei) dan kiputri (Podocarpus neriifolius), hamirung
(Vernonia arborea) yang merupakan satu-satunya anggota suku
Asteraceae yang berbentuk pohon.

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Inti TNGHS , diantaranya :


• Perlindungan dan pengamanan kawasan (Patroli);
• Inventarisasi dan monitoring 3 species kunci TNGHS (Macan Tutul
Jawa, Owa Jawa dan Elang Jawa)
• Pembuatan dan Monitoring Plot Permanen
• Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan
keberadaan populasi hidupan liar (release Elang Jawa);
• Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (LIPI, Perguruan
Tinggi- Dalam dan Luar Negeri, Balitbang LHK);
• Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam

b) Zona Rimba. Zona Rimba merupakan bagian dari taman nasional


yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung
kepentingan pelestarian pada Zona Inti, Zona Pemanfaatan dan zona
lainnya. Luas zona rimba TNGHS adalah 19.228,40 ha (21,93 %).

31
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Regulasi Zona Rimba meliputi :


1. Peruntukkan di Zona Rimba mencakup:
 Pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam dan
ekosistemnya;
 Pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan, pendidikan
konservasi dan penunjang budidaya;
 Perlindungan habitat satwa migran dan pendukung Zona Inti.
2. Aktivitas yang dapat diperkenankan di Zona Rimba, diantaranya :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Inventarisasi, survey, dan monitoring keanekaragaman hayati
dan ekosistemnya;
 Penelitian dan pengembangan, pendidikan;
 Pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, penunjang
budidaya, pemanfaatan tradisional secara terbatas;
 Pembangunan sarana prasarana sepanjang untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan wisata alam
terbatas.

Zona Rimba TNGHS meliputi area yang merupakan (1) daerah


sebaran tumbuhan dan daerah jelajah satwa serta
perkembangbiakan jenis target; (2) tempat kawin/berpijah dan
pembesaran satwa/biota target; (3). Berbatasan dengan zona inti
dan atau zona pemanfaatan/batas fungsi; (4). Memiliki ekosistem
yang masih asli dan alami; dan/atau; (5). Masih ditemukan
tumbuhan dan satwa/biota utama dalam jumlah yang cukup

Sebaran spasial Zona Rimba yang terluas berada di Resort PTNW


Cibedug, sedangkan sisanya sebagian besar berupa penyangga
yang memisahkan Zona Inti dengan Zona Pemanfaatan dan zona
lainnya.

32
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Rimba TNGHS, diantaranya :


• Perlindungan dan pengamanan kawasan (Patroli);
• Inventarisasi dan monitoring 3 (tiga) species kunci (Macan
Tutul Jawa, Owa Jawa dan Elang Jawa)
• Pembuatan dan Monitoring Plot Permanen
• Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka
mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar (realease
Elang Berontok dan Elang Ular);
• Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
• Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
• Wisata alam terbatas (bird watching);

C) Zona Pemanfaatan. Zona Pemanfaatan merupakan bagian dari


kawasan taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya,
yang dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa
lingkungan lainnya. Luas zona pemanfaatan TNGHS adalah 15.383,64
ha (17,54 %).
Regulasi Zona Pemanfaatan meliputi :
1. Peruntukkan Zona Pemanfaatan mencakup:
 Pengembangan pariwisata alam dan rekreasi,
 Pemanfaatan jasa lingkungan;
 Pengembangan pendidikan lingkungan, penelitian dan ilmu
pengetahuan;
 Penunjang budidaya.
2. Aktivitas yang dapat dilakukan di Zona Pemanfaatan diantaranya :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Inventarisasi, survey, dan monitoring keanekaragaman hayati
dan ekosistemnya;
 Penelitian dan pengembangan, serta penunjang budidaya;
 Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;

33
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

 Pembinaan habitat dan populasi (pusat rehabilitasi satwa liar,


restorasi ekosistem);
 Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan jasa
lingkungan;
 Pembangunan sarana prasarana pengelolaan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan
jasa lingkungan.

Zona Pemanfaatan TNGHS merupakan area yang (1). memiliki


keindahan alam/daya tarik alam atau nilai sejarah dan/atau wilayah
dengan aksesibilitas yang mampu mendukung aktifitas pemanfaatan;
(2). merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana
prasarana untuk menunjang pemanfaatan dan pengelolaan
(wilayahnya relative landai dan datar); (3). bukan merupakan
konsentrasi komunitas tumbuhan/biota utama; (4). Bukan merupakan
areal dengan keragaman jenis yang tinggi; dan/atau (5). Terdapat
potensi jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan (air, panas bumi
dan wisata alam).

Sebaran spasial Zona Pemanfaatan berada di hampir seluruh wilayah


resort pengelolaan, kecuali di Resort PTNW Panggarangan, Seksi
PTNW I lebak. Peruntukkan Zona Pemanfaatan TNGHS mencakup
pemanfaatan pariwisata alam, pemanfaatan jasa lingkungan masa dan
energi air serta pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi.

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Pemanfaatan TNGHS diantaranya:


• Perlindungan dan pengamanan kawasan (Patroli);
• Monitoring atau pemantauan sumber daya alam hayati dengan
ekosistemnya (Monitoring Macan Tutul, Elang Jawa, Owa Jawa dan
Plot Permanen);

34
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

• Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan


keberadaan populasi satwa liar (release Elang Ular);
• Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
• Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
• Pengembangan potensi dan daya Tarik wisata alam;
• Pengusahaan pariwisata alam dan pengusahaan kondisi lingkungan
berupa masa air, energi air, energi panas bumi;
• Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk
menunjang kegiatan wisata alam dan jasa lingkungan;
• Pemulihan ekosistem.

d) Zona Rehabilitasi. Zona Rehabilitasi merupakan bagian dari taman


nasional yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan
kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang
mengalami kerusakan. Luas zona rehabilitasi TNGHS adalah 8.952,44
ha (10,21 %).
Regulasi Zona Rehabilitasi meliputi :
1. Peruntukkan Zona Rehabilitasi mencakup:
 Pemulihan kawasan terdegradasi (restorasi ekosistem);
 Penunjang budidaya dan wisata alam;
 Pengembangan pendidikan lingkungan, penelitian dan ilmu
pengetahuan.
2. Aktivitas yang dapat dilakukan di Zona Rehabilitasi diantaranya :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Rehabilitasi/restorasi kawasan (adopsi pohon, rehabilitasi
hutan dan lahan, pelepasliaran satwa liar);
 Inventarisasi, survey, monitoring keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya;
 Pendidikan lingkungan dan penelitian;
 Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, pendidikan,
penelitian dan pengembangan.

35
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Zona Rehabilitasi TNGHS merupakan (1). wilayah yang telah


mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan
ekosistem; (2). Sebagian besar merupakan daerah dengan tutupan
lahan yang terbuka berupa semak belukar tetapi sebagiannya lagi
berupa lahan garapan masyarakat (tanah darata; ladang, kebun)

Sebaran spasial Zona Rehabilitasi berada di Resort PTNW Cibedug,


Gn. Bedil, Panggarangan, Gn. Talaga, Gn. Kencana, Gn. Botol, Gn.
Butak, Gn. Salak II, Cikaniki, Kawah Ratu, Gn. Kendeng, Cimantaja
dan Gn. Bodas.

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Rehabilitasi TNGHS diantaranya :


• Perlindungan dan pengamanan (Patroli dan Pendataan Garapan);
• Penelitian dan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
pendidikan;
• Pemulihan ekosistem;
• Pelepasliaran dan/atau reintroduksi satwa liar (Elang Ular);
• Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk
menunjang kegiatan tersebut di atas, seperti Gubuk Kerja dan
Papan Informasi.

e) Zona Tradisional. Zona Tradisional merupakan bagian dari taman


nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional
oleh masyarakat yang secara tradisional mempunyai ketergantungan
dengan sumber daya alam. Luas zona tradisional TNGHS adalah
708,60 ha (0,81 %).
Regulasi Zona Tradisional meliputi :
1. Peruntukkan Zona Tradisional mencakup:
 Pemanfaatan potensi hasil hutan bukan kayu yang telah
dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat;
 Penunjang budidaya dan wisata alam;

36
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

 Pemanfaatan jasa lingkungan lainnya;


 Pengembangan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan;
2. Berbagai aktivitas yang diperkenankan di Zona Tradisional yaitu :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu secara terbatas (getah
pinus, getah damar, getah karet, buah-buahan, madu, rotan)
yang diatur melalui nota kesepakatan dan perjanjian kerja
sama konservasi, sesuai peraturan dan perundangan yang
berlaku;
 Pemanfaatan jasa lingkungan seperti pemanfaatan air, energi
panas bumi dan cadangan karbon;
 Pendidikan, pariwisata, dan penelitian;
 Budidaya tumbuhan dan satwa liar;
 Rehabilitasi dan restorasi kawasan

Sebaran spasial Zona Tradisional yang terluas berada di Resort PTNW


Gunung Bedil, Gn. Bongkok, Gn. Butak, Gn. Salak II, Gn. Salak I dan
Kawah Ratu.

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Tradisional diantaranya :


• Perlindungan dan pengamanan (Patroli kawasan);
• Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan;
• Pengembangan Wisata alam terbatas;
• Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk
menunjang kegiatan tersebut di atas;
• Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam oleh
masyarakat secara tradisional (Hasil Hutan Bukan Kayu).

f) Zona Khusus. Zona Khusus merupakan bagian dari taman nasional


yang diperuntukan bagi pemukiman kelompok masyarakat dan
aktifitas kehidupannya dan/atau bagi kepentingan pembangunan

37
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas transportasi, dan lain-lain


yang bersifat strategis. Luas zona khusus TNGHS adalah 7.230,66 ha
(8,24 %).
Regulasi Zona Khusus meliputi
1. Peruntukkan di Zona Khusus mencakup:
 Keberadaan ruang kelola/pemanfaatan kawasan kepada
komunitas masyarakat adat (Zona Khusus Kasepuhan);
 Keberadaan pemukiman masyarakat dan sarana/fasilitas
penunjang lainnya seperti fasilitas transportasi, listrik, dan
telekomunikasi (Zona Khusus Pemukiman);
 Keberadaan kawasan yang telah dimanfaatkan masyarakat
sebagai penunjang kehidupan berupa lahan pertanian intensif
seperti sawah dan ladang (Zona Khusus Pertanian Intensif);
 Keberadaan kebutuhan masyarakat dan para pihak yang
menyangkut perubahan lingkungan strategis baik nasional dan
internasional (Zona Khusus Kepentingan Strategis)
2. Aktivitas yang dapat diperkenankan di Zona Khusus, diantaranya :
2.1. Zona Khusus Kasepuhan :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Bermukim pada areal zona tersebut sesuai dengan
kearifan lokal yang berlaku di kasepuhan dan atas
kesepakatan dengan pengelola;
 Pemanfaatan sumber daya alam secara terbatas sesuai
dengan kearifan lokal yang berlaku di kasepuhan;
 Aktivitas pengembangan sosial, budaya dan ekonomi;
 Aktivitas wisata budaya, pendidikan dan penelitian;
 Pemulihan kawasan dapat dilakukan secara alami
dan/atau mekanis, bila terjadi bencana dan kerusakan
ekosistem pada zona tersebut.

38
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

2.2. Zona Khusus Pemukiman:


 Perlindungan dan pengamanan;
 Bermukim pada areal zona tersebut sesuai kesepakatan
dengan pengelola;
 Pembangunan fasilitas penunjang dan harus menempuh
prosedur yang sesuai dengan kesepakatan;
 Aktivitas pengembangan sosial, budaya dan ekonomi;
 Aktivitas wisata berbasis masyarakat, pendidikan dan
penelitian;
 Pemulihan kawasan dapat dilakukan secara alami
dan/atau mekanis, bila terjadi bencana dan kerusakan
ekosistem pada zona tersebut.
2.3. Zona Khusus Pertanian Intensif :
 Perlindungan dan pengamanan;
 Pertanian intensif untuk tujuan penunjang kehidupan,
sesuai dengan ketentuan yang disepakati;
 Aktivitas wisata, pendidikan dan penelitian;
 Pemulihan kawasan dapat dilakukan secara alami
dan/atau mekanis, bila terjadi bencana dan kerusakan
ekosistem pada zona tersebut.
2.4. Zona Khusus Kepentingan Strategis :
 Perlindungan dan pengamanan
 Menjalankan kegiatan operasional pada areal yang telah
ditentukan sesuai dengan peruntukkannya;
 Pengembangan aktivitas operasional yang mendukung
keamanan fasilitas strategis serta konservasi sumber daya
alam hayati;
 Pendidikan dan penelitian;
 Pemulihan kawasan dapat dilakukan secara alami
dan/atau mekanis, bila terjadi bencana dan kerusakan
ekosistem pada zona tersebut;

39
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Zona Khusus TNGHS mencakup area (1) didalamnya terdapat bangunan


yang bersifat strategis yang tidak dapat dielakkan seperti : SUTET,
Dodiklatpur, Fasilitas sosial dan Fasilitas umum, Tower Telekomunikasi;
(2). merupakan pemukiman masyarakat yang keberadaannya telah ada
sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai taman nasional; (3).
memenuhi kriteria sebagai wilayah pembangunan strategis yang tidak
dapat dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama
kawasan (Jalan yang telah ada sebelum ditetapkan jadi TNGHS).

Sebaran spasial Zona Khusus tersebar di hampir seluruh Resort, antara


lain Resort PTNW Cibedug, Cisoka, Gn. Bedil, Panggarangan, Gn.
Talaga, Gn. Kencana, Gn. Butak, Cikaniki, Gn. Kendeng, Gn. Koneng
dan Gn. Bodas.

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Khusus, diantaranya :


1. Zona Khusus Kasepuhan :
• Perlindungan dan pengamanan;
• Aktivitas pengembangan sosial, budaya dan ekonomi;
• Aktivitas wisata budaya, pendidikan dan penelitian;
• Pemulihan kawasan secara swadaya.
2. Zona Khusus Pemukiman:
• Perlindungan dan pengamanan;
• Aktivitas pengembangan sosial, budaya dan ekonomi;
• Aktivitas wisata berbasis masyarakat, pendidikan dan penelitian;
• Pemulihan kawasan secara swadaya masyarakat.
3. Zona Khusus Pertanian Intensif :
• Perlindungan dan pengamanan;
• Aktivitas pengembangan sosial, budaya dan ekonomi;
4. Zona Khusus Kepentingan Strategis :
• Perlindungan dan pengamanan

40
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

• Pemulihan kawasan dapat dilakukan secara alami dan/atau


mekanis, bila terjadi bencana dan kerusakan ekosistem pada
zona tersebut;

Zona Khusus dapat diberlakukan dengan persyaratan sebagai berikut :


• Seluruh aktivitas diwadahi melalui kesepakatan dan perjanjian
kerjasama berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku;
• Penataan ruang mikro di dalam Zona Khusus melalui pemetaan
partisipatif dengan para pihak;
• Sistem monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pengelola kawasan
terhadap seluruh aktivitas di Zona Khusus;

g) Zona Budaya. Zona Budaya merupakan bagian dari taman nasional


yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya
dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan,
perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. Luas zona budaya
TNGHS adalah 5,93 ha (0,01 %).
Regulasi Zona Budaya meliputi :
1. Peruntukkan di Zona Budaya mencakup:
• Perlindungan kawasan yang memperlihatkan nilai-nilai budaya,
sejarah, dan arkeologi;
• Pengembangan wahana penelitian, pendidikan, wisata sejarah,
dan arkeologi.
2. Aktivitas yang dapat diperkenankan di Zona Budaya, diantaranya:
• Perlindungan dan pengamanan;
• Pemanfaatan pariwisata penelitian dan pendidikan berbasis
budaya, sejarah dan religi;
• Penyelenggaraan ritual adat, budaya dan religi;
• Pemeliharaan situs budaya dan sejarah.

41
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Sebaran spasial Zona Budaya, Religi, Sejarah terdapat pada


beberapa lokasi, antara lain di Resort PTNW Cibedug (SPTNW I
Lebak), Gn. Salak II (SPTNW II Bogor) dan Kawah Ratu (SPTNW III
Sukabumi).

Kegiatan yang dilakukan pada Zona Budaya diantaranya :


• Perlindungan dan pengamanan;
• Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
• Penyelenggaraan upacara adat budaya dan/atau keagamaan;
• Pemeliharaan situs religi, budaya dan/atau sejarah;
• Wisata alam terbatas;

42
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

IV. STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN


TAHUN 2018-2027

Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi mengacu kepada Peraturan


Pemerintah Nomor 108 Tahun 2015 yang merupakan Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan
Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Sebagaimana
diuraikan di dalam peraturan pemerintah dimaksud bahwa strategi
penyelenggaraan KSA dan KPA terdiri dari:
 Perencanaan Kawasan, meliputi kegiatan inventarisasi potensi
kawasan, penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan.
 Perlindungan dan Pengamanan, meliputi kegiatan pencegahan,
penanggulangan, dan pembatasan kerusakan yang disebabkan oleh
manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama dan penyakit serta
melakukan penjagaan kawasan secara efektif.
 Pengawetan Keanekaragaman Hayati, meliputi kegiatan pengelolaan
jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya, penetapan koridor
hidupan liar, pemulihan ekosistem dan penutupan kawasan.
 Pemanfaatan Secara Berkelanjutan, meliputi kegiatan pemanfaatan
pemanfaatan kondisi lingkungan dan pemanfaatan jenis tumbuhan
dan satwa liar.
 Evaluasi Kesesuaian Fungsi, meliputi kegiatan evaluasi kesesuaian
fungsi KSA dan KPA dilakukan secara periodik 5 tahun sekali atau
sesuai kebutuhan pengelolaan.
 Kerjasama Pengelolaan Kawasan, meliputi kegiatan kerjasama
penguatan fungsi dan kerjasama kepentingan strategis nasional.
 Pembinaan Daerah Penyangga, meliputi kegiatan penetapan wilayah
daerah penyangga, penyusunan rencana pengelolaan daerah
penyangga, rehabilitasi, pemanfaatan, perlindungan, dan pengamanan
serta pembinaan fungsi daerah penyangga.

43
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Strategi pengelolaan TNGHS periode tahun 2018 – 2027 dititikberatkan


untuk mencapai tujuan pengelolaan yaitu :
1. Mempertahankan kualitas habitat satwa kunci TNGHS.
2. Mempertahankan populasi satwa kunci TNGHS.
3. Meningkatkan kualitas tata air.
4. Menyelesaikan tata batas kawasan TNGHS yang diakui para pihak.
5. Memberikan akses ruang kelola dan pemanfaatan sumber daya alam
kepada masyarakat.
6. Memberikan akses pemanfaatan jasa lingkungan secara
berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan tujuan pengelolaan yang telah disepakati seperti tersebut di
atas, maka strategi dan rencana aksi BTNGHS untuk 10 tahun kedepan
adalah :

1. Pengendalian Kerusakan Ekosistem


1.1. Mengendalikan Penggunaan Lahan di dalam Kawasan
Pengendalian penggunaan lahan di dalam kawasan TNGHS dimaksudkan
agar penggunaan lahan oleh para pihak berjalan sesuai dengan hasil
kesepakatan RTRK dan regulasi zonasi yang sudah dibuat antara BTNGHS
dengan para pihak. Program ini mencakup aktivitas monitoring dan
evaluasi partisipatif terhadap pelaksanaan kesepakatan RTRK dan regulasi
zonasi dengan melibatkan BTNGHS dan para pihak. Aktivitas monitoring
dan evaluasi partisipatif dilakukan melalui pertemuan-pertemuan berkala
antara komunitas kampung, BTNGHS dan pihak-pihak terkait; yang
difasilitasi oleh pihak BTNGHS. Apabila ditemukan pelanggaran dalam
pelaksanaan kesepakatan tersebut maka aturan dan sanksi yang telah
disepakati perlu diterapkan.
Untuk mengendalikan penggunaan lahan di dalam kawasan, aktivitas lain
yang perlu dilakukan adalah membentuk dan memperkuat kader-kader
konservasi dengan memanfaatkan dan memberdayakan institusi-institusi
lokal yang sudah eksis di tingkat kampung atau desa. Kader-kader

44
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

konservasi ini diharapkan dapat membangun gerakan konservasi di


kalangan masyarakat desa yang berbasis pada institusi-institusi lokal yang
sudah eksis. Keterlibatan kaum perempuan desa dalam gerakan
konservasi melalui institusi lokal yang sudah eksis dan dikenal di kalangan
kaum perempuan, perlu didorong dan ditingkatkan. Gerakan konservasi di
kalangan masyarakat desa, perlu mendapatkan dukungan, legitimasi dan
fasilitasi dari BTNGHS, Pemda Kabupaten dan Pemda Provinsi.
Untuk mendorong agar kebijakan dan program pembangunan wilayah
dalam kawasan TNGHS yang dikeluarkan pihak Pemerintah Daerah
Kabupaten dan Provinsi memperhatikan aspek konservasi maka BTNGHS
perlu memfasilitasi upaya untuk: (1) membangun jaringan kerja dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten khusus untuk mengkoordinasikan
pembangunan infrastruktur, pengembangan wilayah, dan pemanfaatan
SDA; serta (2) mendorong agar Perda Kabupaten yang diterbitkan
memasukkan pertimbangan keseimbangan antara pembangunan dan
konservasi.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Ditjen Perhutanan Sosial
dan Kemitraan Lingkungan, Dinas Kehutanan, Camat, Kepala Desa,
Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, LSM, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan, Lembaga Peradilan (kepolisian, kehakiman,
kejaksaan), serta Swasta/BUMN/BUMD.

1.2. Melaksanakan Pengamanan dan Pemantauan Kegiatan


Ilegal
Pengamanan dan pemantauan kegiatan ilegal merupakan kegiatan rutin
yang dilakukan secara partisipatif oleh BTNGHS bersama-sama dengan
para pihak yang terkait. Kegiatan ini mencakup:
i). Pemantauan serta pengumpulan data dan informasi dengan
menggunaan data GIS, informasi dari para pihak, hasil observasi

45
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

lapang, dan patroli partisipatif terhadap kegiatan-kegiatan ilegal di


dalam kawasan TNGHS.
ii). Upaya persuasif dalam bentuk penyadaran, peringatan, dan
penyuluhan hukum terhadap para pelaku kegiatan ilegal.
iii). Penegakan hukum. Dalam melakukan penegakan hukum, BTNGHS
bekerja sama dengan aparat penegak hukum, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan hingga tahapan proses hukum. Hal ini
diartikan mulai dari pemeriksaan hingga penyidikan perkara.
iv). Koordinasi dengan para pihak yaitu pemerintah desa, pemerintah
daerah, tokoh masyarakat, kelompok masyarakat adat, LSM, dan
para pihak yang terkait. Koordinasi dilakukan mulai dari perencanaan
hingga pelaksanaan program ini. Hal ini dimaksudkan untuk
mengantisipasi dampak negatif yang mungkin timbul dari program
pengamanan ini.

1.3. Melaksanakan Pemulihan Ekosistem Secara Berkelanjutan


Program ini merupakan upaya untuk memperbaiki kerusakan struktur dan
fungsi dari keanekaragaman hayati dan ekosistem alami, agar tetap
berada pada keadaan seimbang dan dinamis secara alami. Program ini
perlu didahului dengan penelitian/kajian. Hasil penelitian/kajian tersebut
diharapkan dapat memberi rekomendasi tentang kawasan-kawasan yang
perlu dipulihkan beserta metode pemulihannya dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip konservasi, aspek teknis dan ilmiah
konservasi, serta dilakukan atas dasar kebutuhan untuk memperbaiki
kondisi kawasan yang rusak atau menurun potensi dan fungsinya yang
didokumentasikan dalam Rencana Pemulihan Ekosistem.
Pemulihan ekosistem dapat dilakukan dengan: (1) mekanisme alam; (2)
restorasi; (3) rehabilitasi; (3) pembinaan habitat dan atau pembinaan
populasi; (4) pengendalian dan atau pemusnahan jenis tumbuhan dan
atau satwa yang tidak asli dan atau hama-penyakit; yang diidentifikasi
telah dan akan mengganggu ekosistem, fungsi kawasan, ataupun

46
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

keberlanjutan sektor vital penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar


kawasan; dan (5) reintroduksi jenis satwa sejenis dan asli setempat.
Program pemulihan ekosistem dilakukan BTNGHS bersama-sama dengan
para pihak terkait, terutama masyarakat setempat. Dalam rangka
pemulihan ekosistem, sampai saat ini BTNGHS telah melakukan restorasi
kawasan terdegradasi khususnya yang diakomodir dalam zona rehabilitasi
melalui program adopsi pohon, rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) serta
penanaman swadaya oleh masyarakat, perusahaan dan pihak lain. Para
pihak yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini adalah Ditjen Konservasi
Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Ditjen Pengendalian Daerah Aliran
Sungai dan Hutan Lindung, Dinas Kehutanan, Kepala Desa, Kelompok
Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan
Pendidikan, LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

2. Menjamin Terjaganya Populasi Spesies Penting TNGHS


2.1. Menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Spesies
Penting
Penyusunan strategi dan rencana aksi konservasi spesies penting TNGHS
mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-
II/2013 tanggal 30 Oktober 2013 Tentang Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi Elang Jawa Tahun 2013-2022, Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/Menlhk/Kum.1/2016 tanggal 11 Juli
2016 Tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa
Tahun 2016-2026 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.57/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tanggal 11 Juli 2016
tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Owa Jawa Tahun 2016-
2026.
Sebelum melakukan kegiatan ini, diperlukan penyiapan basis data dan
informasi tentang aksi-aksi konservasi spesies penting yang telah
dilakukan sebelumnya di kawasan TNGHS, termasuk revisi rencana aksi
konservasi spesies penting yang pernah disusun.

47
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Penyusunan strategi dan rencana aksi konservasi spesies penting TNGHS


dilakukan secara bersama-sama antara BTNGHS, Ditjen KSDAE, LIPI,
Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, LSM, Pemda Kabupaten,
Pemerintah Desa dan Masyarakat Lokal. Hasil penyusunan strategi dan
rencana aksi ini menjadi acuan dari kegiatan ”pengelolaan populasi
spesies penting”. Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini
adalah Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan, LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

2.2. Melaksanakan Pengelolaan Spesies Penting


Pengelolaan spesies penting dilaksanakan dengan mengacu pada strategi
dan rencana aksi konservasi spesies penting yang telah disusun. Beberapa
kegiatan penting yang tentunya tercakup dalam pengelolaan spesies
penting diantaranya monitoring spesies penting beserta habitatnya,
pembangunan jaringan kerja untuk meningkatkan dukungan publik
terhadap pengelolaan populasi spesies penting dan mengoptimalkan
fungsi suaka satwa elang jawa.
Kegiatan monitoring spesies ini dapat dilakukan oleh Balai TNGHS,
masyarakat (Pam Swakarsa dan Kader Konservasi), lembaga penelitian,
perguruan tinggi, dan LSM. Hasil utama dari kegiatan ini adalah
sekumpulan data dan informasi berkala mengenai beberapa aspek ekologi
dari spesies-spesies kunci di kawasan TNGHS, seperti dinamika populasi,
distribusi, home range, struktur populasi, habitat, dan perilaku. Sebagai
bahan tindak lanjut, saat ini TNGHS memiliki 7 (tujuh) site monitoring
permanen bagi tiga spesies kunci TNGHS (macan tutul, owa jawa dan
elang jawa), yaitu di blok Cidahu, Koridor Halimun – Salak, Cikaniki,
Ciptarasa-Ciptagelar, Gunung Luhur, Wates dan Sukamantri.
Kemandirian
Kondisi suaka satwa elang jawa saat ini masih memerlukan peningkatan
pengelolaan terutama dalam hal pemenuhan sumber daya manusia dan

48
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

fasilitasnya, sehingga dapat melakukan proses penyelamatan, rehabilitasi,


suaka dan pelepasliaran secara mandiri.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Lembaga Penelitian dan
Pendidikan, LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

2.3. Melaksanakan Pemantauan Ekosistem Penting


Program ini dimulai sejak lima tahun pertama. Kegiatan pendahuluan yang
dilakukan adalah identifikasi habitat penting yang ada di dalam kawasan
TNGHS. Hasil identifikasi akan menjadi bahan dasar untuk merancang
kegiatan monitoring habitat penting. Monitoring habitat penting
merupakan kegiatan rutin BTNGHS. Program ini dapat dilakukan
bersamaan dengan kegiatan rutin lain seperti monitoring spesies dan
patroli atau dapat dilakukan secara khusus. Prioritas lokasi untuk program
ini adalah daerah-daerah yang mempunyai tingkat ancaman atau
gangguan yang tinggi. Makin kecil luasan habitat penting, makin rentan
habitat tersebut terhadap kerusakan. Hasil utama dari kegiatan monitoring
habitat adalah sekumpulan data dan informasi dasar tentang habitat dan
ekosistem penting di kawasan TNGHS. Data dan informasi ini dapat diolah
untuk kemudian digunakan bagi kepentingan pengelolaan TNGHS.
Program pengelolaan dan pemantauan ekosistem penting perlu
melibatkan kader-kader konservasi di tingkat kampung atau desa dengan
memanfaatkan dan memberdayakan institusi-institusi lokal yang sudah
eksis di tingkat kampung atau desa. Para pihak yang akan dilibatkan
dalam program ini adalah Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem, Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Kepala
Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan, LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

49
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

3. Percepatan Penataan Batas Kawasan TNGHS


3.1. Mendorong Percepatan Penataan Batas Kawasan TNGHS
Penataan batas kawasan TNGHS adalah salah satu tahapan proses dari
rangkaian kegiatan penetapan kawasan TNGHS. Pada periode RPJP ini
BTNGHS akan berupaya untuk terus mendorong selesainya penataan
batas kawasan. Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah
Ditjen Konsesrvasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Ditjen Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan, BPKH, Perum Perhutani, Bappeda, Dinas
Tata Ruang, Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Camat,
Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya
dan LSM.

Kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari program penataan batas


kawasan TNGHS adalah sebagai berikut:

i). Berkoordinasi secara intensif dengan instansi berwenang, yaitu


Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Kelola Lingkungan dan Balai
Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Yogyakarta.
ii). Penyelesaian tata batas kawasan TNGHS di beberapa wilayah yang
belum mempunyai pal batas yaitu di blok Cisimeut dan blok
Ciladaeun yang terletak di Kabupaten Lebak.
iii). Penyelesaian ketidakjelasan status hukum atas tanah di kawasan
hutan negara TNGHS yang diklaim oleh penduduk dengan bukti
dokumen tertulis atas tanah tersebut. Kasus-kasus yang
teridentifikasi antara lain: 1) sertifikasi tanah di Cisoka, desa Lebak
Situ, kecamatan Cipanas, kabupaten Lebak dan di perumahan
Lokapurna, kawasan Gunung Salak yang termasuk wilayah
administrasi Kecamatan Pamijahan, kabupaten Bogor 1 ; serta 2)
proses pengurusan girik atau kikitir (proses kalasiran) – kemudian
dibuatkan SPPT- yang terjadi di sejumlah desa di kecamatan

1 Di lokasi ini banyak ditemukan vila yang dibangun dalam kawasan TNGHS

50
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Nanggung dan kecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor 2. Untuk itu,


perlu dibentuk panitia khusus yang terdiri dari BTNGHS dan BPKH
XI untuk menyelesaikan masalah tersebut. Panitia ini bertugas
untuk melakukan investigasi kasus-kasus ketidakjelasan status
hukum atas tanah di kawasan hutan negara di TNGHS. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Panitia Khusus berkoordinasi dengan Badan
Pertanahan Nasional (BPN) tingkat kabupaten. Setelah melakukan
investigasi panitia memberikan rekomendasi penyelesaian yaitu
diselesaikan melalui jalur litigasi.
iv). Mendorong peningkatan status kawasan dari penunjukan menjadi
penetapan setelah proses penataan batas kawasan TNGHS selesai
dilaksanakan.

4. Pengimplementasian Regulasi Zona Berdasarkan Tata Ruang


Kesepakatan
4.1. Menyusun Arahan Program dan Mekanisme Tata Ruang
Mikro Di Dalam Zona Khusus dan Zona Tradisional
Penyusunan arahan pengelolaan di zona khusus dan tradisional perlu
dilakukan karena di kedua zona tersebut rentan terhadap konflik dengan
masyarakat, di mana aktifitas dan akses masyarakat kedalam hutan
banyak terjadi di zona tersebut, terlebih pada periode 10 tahun ke depan
TNGHS akan lebih membuka akses kepada masyarakat terutama di zona
tradisional dalam rangka kerjasama pengelolaan HHBK, baik getah
maupun potensi HHBK lainnya. Para pihak yang akan dilibatkan dalam
program ini adalah Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem,
Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Pemerintah Daerah,

2 Klaim pemilikan tanah di dalam kawasan TNGHS oleh masyarakat lokal mulai terjadi pada tahun
1960-an ditandai dengan pengurusan surat tanah berupa girik atau kikitir (proses kalasiran). Girik
tersebut dicatatkan pada letter C desa dan digunakan untuk pembayaran pajak atas tanah ke pihak
desa. Berdasarkan pemilikan girik/kikitir tersebut, pada tahun 1989 masyarakat mendapatkan surat
SPPT tanah sebagai bukti pembayaran pajak atas tanahnya.

51
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Perusahaan di


dalam kawasan, Perguruan Tinggi dan LSM.
Arahan pengelolaan tersebut dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan
Kepala Balai untuk kemudian disepakati dan dilakukan sosialisasi agar
regulasi dapat berjalan sesuai kesepakatan. Sosialisasi dilakukan oleh
petugas BTNGHS bersama-sama dengan para pihak yang terlibat. Subjek
sosialisasi adalah konstituen parapihak.

5. Penyusunan Regulasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam


TNGHS
5.1. Menyusun Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Sumber
Daya Alam Secara Partisipatif

Rencana Pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam TNGHS adalah


suatu acuan dalam memberikan arahan dalam pengelolaan pemanfaatan
sumber daya alam yang menyeluruh dan terpadu di TNGHS dengan tetap
memperhatikan fungsi pelestarian dan pengawetan alam di TNGHS, tidak
menyebabkan kerusakan ekosistem dan lingkungan di kawasan TNGHS
dan tidak mengganggu keberlanjutan penghidupan masyarakat setempat.
Rencana Pengelolaan disusun secara partisipatif dengan melibatkan para
pihak, agar penyusunan rencana pengelolaan pemanfaatan sumber daya
alam TNGHS akan berjalan secara efektif dan optimal serta rencana
pengelolaan yang tersusun dapat diterima oleh para pihak. Para pihak
yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat Jenderal KSDAE,
Pemerintah Daerah, LSM, Kepala Desa sekitar kawasan dan perwakilan
kelompok masyarakat.

5.2. Menyusun Standard Operating P rocedure (SOP)


Pemanfaatan Sumber Daya Alam Lestari TNGHS
Standard Operating Procedure (SOP) pemanfaatan SDA lestari TNGHS
adalah suatu acuan teknis yang memberikan arahan dalam pengelolaan

52
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

pemanfaatan sumber daya alam di TNGHS sehingga dalam


pelaksanaannya program akan berjalan efektif dan efisien dan para pihak
mengetahui dengan jelas peran serta fungsinya. Agar SOP pemanfaatan
sumber daya alam lestari di TNGHS dapat diterima dan dapat
dilaksanakan oleh para pihak, maka dalam proses penyusunannya akan
melibatkan para pihak terkait. Setelah tersusunnya SOP, kegiatan
selanjutnya adalah dengan melaksanakan pembinaan/peningkatan
kapasitas kepada kelompok masyarakat, baik berupa peningkatan
kapasitas teknis maupun kelembagaan. Pada saat pelaksanaannya, kedua
kegiatan tersebut juga dapat dijadikan sarana untuk melakukan sosialisasi
terhadap SOP yang telah disusun sehingga akan terjalin kesepahaman dan
kesepakatan dengan pihak masyarakat. Para pihak yang akan dilibatkan
dalam program ini adalah Direktorat Jenderal KSDAE,
Akademisi/Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah, LSM, Kepala Desa
sekitar kawasan dan perwakilan kelompok masyarakat.

6. Identifikasi Ruang Kelola Pemanfaatan Sumber Daya Alam


TNGHS
6.1. Melaksanakan Pendataan Potensi Pemanfaatan Sumber
Daya Alam yang Dikelola Bersama Masyarakat
Pada saat ini BTNGHS telah memiliki data berupa peta zona tradisional
dan taksiran potensi sumber daya alam terutama Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) berupa getah Pinus dan Damar yang dapat dihasilkan dari zona
tradisional TNGHS. Akan tetapi, BTNGHS belum pernah melaksanakan
kegiatan inventarisasi yang dikhususkan untuk mengumpulkan data
potensi sumber daya alam terutama HHBK yang dapat
dimanfaatkan/dikelola bersama masyarakat. Output yang diharapkan dari
kegiatan ini berupa data (spasial dan non spasial) dan informasi potensi
sumber daya alam TNGHS terutama HHBK, berupa : luasan, sebaran,
estimasi jumlah dan estimasi produksi.

53
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Berdasarkan informasi awal dari kegiatan updating data dan informasi


TNGHS, di beberapa lokasi masyarakat secara kesejarahan telah
memanfaatkan HHBK berupa Cengkeh, buah Durian, Getah Karet, jengkol
dan lainnya. Data dan informasi awal ini merupakan dasar untuk
penyusunan rencana tindak lanjut.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat
Jenderal KSDAE, LSM, Kepala Desa sekitar kawasan dan kelompok
masyarakat.

7. Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan Dalam Rangka


Pemanfaatan Sumber Daya Alam TNGHS
7.1. Fasilitasi Pembentukan Kelompok Kerja
Fasilitasi pembentukan kelompok kerja merupakan pertemuan untuk
membentuk kelompok kerja partisipatif di 3 (tiga) Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah (SPTNW). Kelompok kerja ini merupakan wadah
komunikasi dan koordinasi pengelolaan zona tradisional di masing-masing
SPTNW lingkup BTNGHS.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat
Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah, LSM, Camat, Kepala Desa sekitar
kawasan dan kelompok masyarakat.

7.2. Pembinaan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Masyarakat


Penguatan kelembagaan merupakan kegiatan sosialisasi, pendampingan
dan pembinaan seluruh kelompok masyarakat pemanfaat sumber daya
alam terutama HHBK di zona tradisional TNGHS, agar kelompok
masyarakat dapat mamahami konsep kerjasama pengelolaan sumber daya
alam di TNGHS sehingga diharapkan akan mampu membangun dan
menjalankan organisasi dalam pelaksanaan kerjasama. Output dari
kegiatan ini berupa terbentuk dan terbinanya 12 kelompok masyarakat.
Kegiatan ini juga akan ditindaklanjuti dengan pendampingan dan
pembinaan lanjutan dengan harapan kelompok pemanfaat HHBK ini dapat

54
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

menjadi calon – calon Model Kampung Konservasi yang baru di TNGHS.


Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat
Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah, LSM, Camat, Kepala Desa sekitar
kawasan dan kelompok masyarakat.

7.3. Pembinaan Kapasitas Teknis Masyarakat Terkait


Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Lestari di TNGHS
Program pembinaan kapasitas teknis masyarakat ini berupa internalisasi
pengetahuan dan keterampilan teknis pemanfaatan sumber daya alam
secara lestari, yang pada periode RPJP ini fokus pada teknik penyadapan
HHBK yang baik dan benar, sesuai dengan SOP yang telah disusun.
Output dari kegiatan ini adalah terbinanya 159 orang penyadap di zona
tradisional TNGHS.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat
Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah, LSM, Perusahaan/Perum Perhutani,
Kepala Desa sekitar kawasan dan kelompok masyarakat.

7.4. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia


Sebagian besar pegawai dan pengelola kawasan TNGHS tidak memiliki
pengetahuan dan pengalaman terkait manajemen hutan produksi dan
pengelolaan produksi getah Pinus/Damar atau HHBK lainnya. Oleh karena
itu pegawai yang akan menangani pengelolaan HHBK perlu mendapatkan
pendidikan/pelatihan melalui study banding ke Perum Perhutani, sehingga
diharapkan kapasitas sumber daya manusia akan meningkat untuk
mendukung pengelolaan sumber daya alam berupa HHBK TNGHS yang
baik dan lestari.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat
Jenderal KSDAE dan Perum Perhutani.

55
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

7.5. Pelaksanaan Kerjasama Langsung Antara BTNGHS dan


Kelompok Masyarakat
Pelaksanaan kerjasama langsung antara BTNGHS dengan kelompok
masyarakat mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No. P.43/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tanggal 22 Juni 2017
Tentang Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar KSA dan KPA yang
mengisyaratkan bahwa pemberian akses pemanfaatan HHBK harus melalui
kerjasama langsung antara BTNGHS dan kelompok masyarakat.
Pada RPJP periode tahun 2018 – 2027 ini target yang akan dicapai adalah
tersusunnya 12 perjanjian kerjasama antara BTNGHS dan 12 kelompok
masyarakat pemanfaat HHBK di zona tradisional TNGHS.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Direktorat
Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah, LSM, Camat, Kepala Desa sekitar
kawasan dan kelompok masyarakat.

8. Mendorong Berkembangnya Wisata Alam yang Memberi


Manfaat Bagi Konservasi Alam dan Masyarakat Lokal
8.1. Menyusun Strategi dan Regulasi Penyelenggaraan Usaha
Wisata Alam
Strategi penyelenggaraan usaha wisata alam yang perlu disusun
mencakup.
i). Inventarisasi dan Identifikasi potensi wisata alam di TNGHS
ii). Analisis sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
iii). Analisis pasar, yaitu identifikasi kelompok sasaran atau pengunjung
potensial wisata alam dan kebutuhannya
iv). Pengembangan kerjasama dengan masyarakat lokal
v). Promosi dan pemasaran usaha wisata alam
vi). Sistem manajemen usaha wisata alam di TNGHS
vii). Sistem dan mekanisme pelibatan para pihak dalam penyelenggaraan
usaha wisata alam

56
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Adanya regulasi dalam penyelenggaraan wisata dimaksudkan untuk


memberi rambu-rambu agar kegiatan wisata alam di kawasan TNGHS
tidak mengganggu fungsi pelestarian dan pengawetan alam di TNGHS,
tidak menyebabkan kerusakan ekosistem dan lingkungan di kawasan
TNGHS dan tidak mengganggu keberlanjutan penghidupan masyarakat
setempat.
Regulasi penyelenggaraan wisata alam mencakup adanya aturan yang
menjamin:
i). Pelayanan, kenyamanan dan keselamatan pengunjung.
ii). Kelestarian dan keselamatan ekosistem di sekitar objek wisata alam.
iii). Mekanisme pelibatan para pihak dalam penyelenggaraan usaha
wisata alam.
iv). Disain kerangka kelembagaan kolaboratif dalam pengelolaan usaha
wisata alam di TNGHS.
v). Kontribusi usaha wisata alam bagi pemberdayaan masyarakat lokal di
sekitar objek wisata alam yang dikembangkan
vi). Mekanisme pembagian manfaat dan keuntungan antara BTNGHS dan
para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan wisata alam di
kawasan TNGHS
Strategi dan regulasi pengelolaan usaha wisata alam disusun dengan
mempertimbangkan aspek ekologi, estetika, partisipasi, pemberdayaan
masyarakat lokal dan legal.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah, Kepala Desa,Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok
Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

57
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

8.2. Mengembangkan Produk Wisata Alam


Pengembangan produk wisata alam diarahkan untuk membangun wisata
alam yang berkelanjutan, yaitu: wisata alam yang berbasis masyarakat
serta mempunyai orientasi pada aspek :
i). Konservasi lingkungan.
ii). Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, termasuk peningkatan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan peluang usaha bagi
masyarakat lokal
iii). Pendidikan publik
iv). Peningkatan pendapatan daerah
v). Pengembangan produk wisata alam perlu disesuaikan dengan
karakteristik objek dan lokasi wisata alam, kondisi sosial ekonomi dan
budaya masyarakat setempat dan kelompok sasaran yang menjadi
target pasar dari usaha wisata alam itu sendiri.
Program ini mencakup kegiatan:
i). Manajemen pengelolaan wisata alam, termasuk pengembangan
kerangka kelembagaan dan model kerjasama kolaboratif antara
BTNGHS dan para pihak dalam penyelenggaraaan usaha wisata alam
ii). Peningkatan kualitas objek wisata alam yang hendak dipasarkan
iii). Penyiapan kemasan produk berupa paket-paket wisata alam di
kawasan TNGHS yang hendak dijual ke pasar
iv). Promosi dan pemasaran paket-paket produk wisata alam
v). Pengembangan sarana dan prasarana pendukung wisata alam
vi). Pengorganisasian usaha wisata alam di tingkat komunitas lokal
vii). Integrasi potensi dan aktivitas masyarakat lokal dalam paket-paket
produk wisata alam
viii). Integrasi aspek pendidikan konservasi untuk publik dalam paket-
paket produk wisata alam
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas Koperasi dan Usaha

58
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Kecil Menengah, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok


Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

8.3. Meningkatkan Layanan dan Pengelolaan Wisata Alam


Agar wisata alam dapat berkembang maksimal, para pengunjung harus
mendapatkan layanan yang optimal dan memuaskan. Layanan yang perlu
disediakan bagi pengunjung mencakup:
i). Kemudahan untuk mendapatkan informasi mengenai objek wisata
alam di TNGHS,
ii). Ketersediaan media informasi mengenai objek dan lokasi wisata alam
yang dikemas secara lengkap, menarik dan mudah dimengerti,
iii). Pelayanan akomodasi yang memadai,
iv). Pelayanan pemanduan yang profesional dan menarik,
v). Petunjuk keselamatan bagi pengunjung yang mengunjungi suatu
objek atau lokasi wisata alam di kawasan TNGHS
vi). Ketersediaan sarana, prasarana dan fasilitas pendukung lainnya.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok
Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

8.4. Promosi Dalam Rangka Meningkatkan Investasi dan


Pengusahaan Wisata Alam di TNGHS
Promosi dalam rangka peningkatan investasi dan pengusahaan wisata
alam di TNGHS dimaksudkan untuk:
i). Meningkatkan kualitas dan daya tarik produk atau objek wisata alam
yang diusahakan;
ii). Meningkatkan kualitas layanan kepada pengunjung;

59
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

iii). Menjaga kelestarian ekologi di sekitar objek wisata;


iv). Meningkatkan ekonomi masyarakat lokal lewat penciptaan lapangan
kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat lokal;
v). Menciptakan sumber pendanaan alternatif bagi BTNGHS. Dana
tersebut dapat digunakan untuk membiayai aktivitas-aktivitas
konservasi di TNGHS
Peningkatan investasi dan pengusahaan wisata alam tidak boleh
bertentangan dengan regulasi wisata alam di TNGHS. Kegiatan promosi
untuk meningkatkan investasi dan pengusahaan wisata alam dilakukan
melalui penciptaan event promosi, penerbitan media cetak dan digital,
promosi melalui media massa baik cetak maupun elektronik serta
penggalangan kerja sama dengan pihak agen wisata.
Para investor yang hendak terlibat dalam pengusahaan wisata alam di
kawasan TNGHS perlu memenuhi persyaratan administratif dan legal.
Faktor penarik investasi adalah adanya kejelasan regulasi dari pihak
pengelola TNGHS yang dapat menjamin keberlanjutan dan kenyamanan
berusaha dari investor pengusahaan wisata alam. Dalam mendukung
upaya ini BTNGHS telah memiliki desain tapak pengelolaan pariwisata
alam yang sudah di sahkan oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Hutan Konservasi sehingga para calon investor memiliki kejelasan untuk
mengembangkan usahanya dibidang pariwisata alam dikawasan TNGHS.
Dalam pengusahaan wisata alam di TNGHS, BTNGHS perlu mendorong
terbitnya program dan kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten di bidang
wisata alam yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal dan pemanfaatan SDA di TNGHS secara lestari. Program
dan kegiatan Pemda Kabupaten tersebut diharapkan dapat membuka
peluang usaha baru atau pekerjaan di luar pertanian yang tidak memberi
tekanan negatif pada daya dukung kawasan TNGHS serta dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat di dalam dan sekitar TNGHS.
Kegiatan yang dikembangkan mencakup: ekoturisme di kampung-
kampung yang mempunyai daya tarik wisata dengan berbasis pada

60
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

komunitas masyarakat setempat dan peningkatan produktivitas usaha dari


industri rumah tangga atau industri kecil pengelolaan pasca panen. Upaya
peningkatan peluang usaha atau pekerjaan di luar pertanian yang tidak
memberi tekanan negatif kepada daya dukung kawasan TNGHS perlu
dibangun melalui kesepakatan antara BTNGHS, Pemda Kabupaten dan
masyarakat setempat.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok
Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

9. Mendorong Berkembangnya Industri Pemanfaatan Jasa


Lingkungan yang Mendukung Konservasi dan Pengelolaan
TNGHS.
9.1. Menyusun Strategi dan Regulasi Penyelenggaraan Jasa
Lingkungan
Strategi penyelenggaraan jasa lingkungan yang perlu disusun mencakup:
i). Inventarisasi dan Identifikasi potensi jasa lingkungan yang ada di
dalam dan di sekitar kawasan TNGHS.
ii). Analisis sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
iii). Pemetaan dan analisis kelayakan dari pemanfaatan potensi jasa
lingkungan.
iv). Pemetaan dan analisis kecenderungan pasar, termasuk identifikasi
kelompok sasaran atau pihak-pihak yang merupakan penerima
manfaat dan keuntungan komersial dari potensi jasa lingkungan.
v). Analisis kebijakan dalam penyelenggaraan pemanfaatan jasa
lingkungan.
vi). Konsep atau model kerjasama pemanfaatan jasa lingkungan yang
hendak dikembangkan.

61
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

vii). Sistem dan mekanisme pelibatan para pihak dalam penyelenggaraan


jasa lingkungan.
Adanya regulasi dalam penyelenggaraan jasa lingkungan dimaksudkan
untuk memberi rambu-rambu agar kegiatan tersebut tidak mengganggu
fungsi pelestarian dan pengawetan alam di TNGHS, tidak menyebabkan
kerusakan ekosistem lingkungan di kawasan TNGHS dan tidak
mengganggu keberlanjutan penghidupan masyarakat setempat.
Regulasi penyelenggaraan jasa lingkungan mencakup adanya aturan yang
menjamin:
i). Pelayanan terhadap penerima atau pemanfat jasa lingkungan.
ii). Kelestarian dan keselamatan ekosistem di dalam kawasan TNGHS.
iii). Mekanisme pelibatan para pihak dalam penyelenggaraan jasa
lingkungan, termasuk disain kerangka kelembagaan kolaboratif
dalam pengelolaan jasa lingkungan di TNGHS.
iv). Kontribusi jasa lingkungan bagi pemberdayaan masyarakat lokal.
v). Mekanisme pembagian manfaat dan keuntungan antara BTNGHS dan
para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan jasa lingkungan di
kawasan TNGHS.
Strategi dan regulasi pengelolaan jasa lingkungan disusun dengan
mempertimbangkan aspek ekologi, estetika, partisipasi, pemberdayaan
masyarakat lokal dan legal. Dalam penyelenggaraan jasa lingkungan di
kawasan TNGHS, BTNGHS perlu membangun jaringan kerja dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten khusus untuk koordinasi pemanfaatan SDA,
pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah. BTNGHS perlu
mendorong agar Perda Kabupaten yang diterbitkan; memasukkan
pertimbangan keseimbangan antara pembangunan dan konservasi.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi, Bappeda, Dinas Kehutanan,
Dinas PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Camat, Kepala Desa,

62
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Lembaga


Penelitian dan Pendidikan LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

9.2. Mengembangkan Produk Jasa Lingkungan


Program ini mencakup:
i). Penyiapan paket-paket produk jasa lingkungan.
ii). Pembuatan dan pengembangan kerangka atau model kerjasama
penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan antara BTNGHS dan
para pihak.
iii). Implementasi kerjasama penyelenggaraan pemanfaatan potensi jasa
lingkungan antara BTNGHS dan para pihak.
iv). Implementasi pembagian manfaat dan keuntungan dalam
penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan antara BTNGHS dan
para pihak.
v). Pengembangan sistem manajemen penyelenggaraan pemanfaatan
jasa lingkungan.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Lingkungan Hidup Daerah,
Camat, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat
lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

9.3. Meningkatkan Layanan dan Pengelolaan Jasa Lingkungan


Agar pemanfaatan jasa lingkungan dapat berkembang optimal, pihak
penerima manfaat atau pengguna jasa lingkungan harus mendapatkan
layanan yang optimal dan memuaskan. Layanan yang perlu disediakan
bagi pengguna jasa lingkungan mencakup,
i). Kemudahan untuk mendapatkan informasi mengenai produk jasa
lingkungan yang disediakan oleh TNGHS.

63
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

ii). Ketersediaan dan kejelasan informasi mengenai produk jasa


lingkungan yang dikemas secara lengkap, menarik dan mudah
dimengerti.
iii). Kejelasan regulasi dan perangkat pelaksanaan penyelenggaraan
pemanfaatan jasa lingkungan.
iv). Bentuk layanan yang disediakan BTNGHS bagi pengguna jasa
lingkungan.
v). Ketersediaan sarana, prasarana dan fasilitas pendukung lainnya
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Lingkungan Hidup Daerah,
Camat, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat Adat, Kelompok Masyarakat
lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

9.4. Promosi Dalam Rangka Meningkatkan Investasi dan


Pengusahaan Jasa Lingkungan
Peningkatan investasi dan pengusahaan jasa lingkungan di TNGHS
dimaksudkan untuk:
i). Mengoptimalkan fungsi pemanfaatan sumber daya alam di kawasan
TNGHS.
ii). Menjamin keberlanjutan upaya pelestarian ekosistem di dalam
kawasan TNGHS lewat mekanisme pembagian manfaat dan
keuntungan antara BTNGHS dan para pihak.
iii). Meningkatkan ekonomi masyarakat lokal lewat penciptaan lapangan
kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat lokal;
iv). Menciptakan sumber pendanaan alternatif bagi BTNGHS. Dana yang
terhimpun digunakan untuk membiayai aktivitas-aktivitas konservasi
di dalam kawasan TNGHS.

64
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Peningkatan investasi dan pengusahaan jasa lingkungan tidak boleh


bertentangan dengan regulasi pemanfaatan jasa lingkungan di TNGHS.
Para investor yang hendak terlibat dalam pengusahaan pemanfaatan jasa
lingkungan di kawasan TNGHS perlu memenuhi persyaratan administratif
dan legal. Faktor penarik investasi adalah adanya kejelasan regulasi dari
pihak pengelola TNGHS yang dapat menjamin keberlanjutan dan
kenyamanan berusaha dari investor.
Dalam pengusahaan jasa lingkungan di TNGHS, BTNGHS perlu mendorong
terbitnya program dan kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten di bidang
jasa lingkungan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lokal dan pemanfaatan SDA di TNGHS secara lestari.
Pengusahaan jasa lingkungan di TNGHS diharapkan dapat meningkatkan
peluang usaha atau pekerjaan di luar sektor pertanian sehingga tidak
memberi tekanan negatif kepada daya dukung kawasan TNGHS. Kegiatan
pengusahaan jasa lingkungan perlu dibangun melalui kesepakatan antara
BTNGHS, Pemda Kabupaten dan masyarakat setempat.
Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pemerintah Provinsi,
Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Badan
Lingkungan Hidup Daerah, Camat, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat
Adat, Kelompok Masyarakat lainnya, Lembaga Penelitian dan Pendidikan
LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

10. Tersusunnya Regulasi Penelitian dan Pendidikan Publik di


TNGHS
10.1. Reviu Protokol Penelitian dan Pendidikan Publik
Protokol Penelitian dan pendidikan publik adalah sekumpulan aturan yang
menjadi acuan bersama TNGHS dan para pihak dalam menjalankan
kegiatan penelitian dan pendidikan publik di TNGHS. protokol bertujuan
untuk :

65
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

1. Sebagai acuan bersama Balai TNGHS dan para pihak dalam


melaksanakan penelitian dan pendidikan publik di Taman Nasional
Gunung Halimun Salak.
2. Sebagai mekanisme kontrol terhadap kegiatan-kegiatan penelitian
dan pendidikan publik di TNGHS agar selaras dengan pengelolaan
kawasan konservasi.
3. Sebagai alat monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan
penelitian dan pendidikan publik maupun pengelolaan TNGHS secara
keseluruhan.
BTNGHS telah memiliki protokol penelitian, akan tetapi dengan
memperhatikan perkembangan saat ini, maka perlu adanya penyesuaian –
penyesuaian melalui reviu. Kegiatan reviu protokol penelitian dan
pendidikan publik dilakukan dalam 5 (lima) tahun pertama. Para pihak
yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen KSDAE, Pemerintah
Daerah, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta LSM.

10.2. Mengembangkan Jaringan Penelitian


Pembentukan dan pengembangan jaringan penelitian diinisiasi dan
difasilitasi oleh BTNGHS. Jaringan Penelitian beranggotakan para peneliti
yang melakukan penelitian di TNGHS.
Jaringan Penelitian bertugas:
i). Mendiseminasikan hasil-hasil penelitian yang dilakukan di TNGHS
melalui seminar, penerbitan media cetak dan digital, kegiatan
peningkatan kapasitas dalam metode penelitian dan sebagainya.
ii). Membangun kerjasama antara BTNGHS dan para pihak untuk
mendukung upaya pengelolaan dan pemecahan masalah di kawasan
TNGHS.
iii). Menyusun strategi dan program untuk menjaring semakin banyak
peneliti melakukan aktifitas penelitian di kawasan TNGHS.
iv). Mengembangkan sistem dukungan ilmiah terhadap manajemen
TNGHS. Sistem dukungan ini berupa: adanya mekanisme komunikasi

66
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

antara BTNGHS dengan jaringan penelitian, implementasi hasil-hasil


penelitian untuk perbaikan pengelolaan di TNGHS atau bentuk
dukungan lainnya.
Pengembangan jaringan penelitian dilakukan pada 5 (lima) tahun
pertama. Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
KSDAE, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta LSM.

10.3. Mengembangkan Jaringan Pendidikan Publik


Pembentukan dan pengembangan jaringan pendidikan publik diinisiasi dan
difasilitasi oleh BTNGHS. Jaringan Pendidikan Publik beranggotakan
lembaga dan individu yang aktif melakukan pendidikan konservasi bagi
publik.

Kegiatan Jaringan Pendidikan Publik ini adalah peningkatan kapasitas


pendidikan publik, berbagi pengalaman pendidikan publik, pembuatan
kurikulum pendidikan konservasi bagi publik, monitoring dan evaluasi
pendidikan publik di kawasan TNGHS, dan pertemuan reguler minimal
setahun sekali untuk mengevaluasi kegiatan jaringan dan merancang
kegiatan tahun berikutnya.

Pengembangan jaringan pendidikan publik dilakukan dalam 5 (lima) tahun


pertama. Para pihak yang akan dilibatkan dalam program ini adalah Ditjen
KSDAE, Pemerintah Daerah, Lembaga Penelitian dan Pendidikan serta
LSM.

67
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Tabel 4.1. Rencana Strategi dan Rencana Aksi RPJP TNGHS Periode 2018-2027

Tahun Ke-
No. Strategi Rencana Kegiatan Mitra
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Pengendalian Kerusakan 1.1. Mengendalikan penggunaan lahan di dalam Ditjen KSDAE, Ditjen PSKL, Dinas Kehutanan,
Ekosistem kawasan Camat, Kepala Desa, Kel. Masy. Adat dan
lainnya, LSM, Lembaga Penelitian dan
Pendidikan, Lembaga Peradilan (kepolisian,
kehakiman, kejaksaan), serta
Swasta/BUMN/BUMD.
1.2. Melaksanakan pengamanan dan Ditjen KSDAE, Ditjen Gakkum, Dinas Kehutanan,
pemantauan kegiatan illegal Kepala Desa, Kel. Masy. Adat dan lainnya,
Lembaga Peradilan (kepolisian, kehakiman,
kejaksaan), LSM serta Swasta/BUMN/BUMD

1.3. Melaksanakan pemulihan ekosistem secara Ditjen KSDAE, Ditjen PDASHL, Dinas Kehutanan,
berkelanjutan Kepala Desa, Kel. Masy. Adat dan lainnya,
Lembaga Penelitian dan Pendidikan, LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD
2. Menjamin terjaganya 2.1. Menyusun strategi dan rencana aksi Ditjen KSDAE, Lembaga Penelitian dan
populasi spesies penting konservasi spesies penting Pendidikan, LSM
TNGHS
2.2. Melaksanakan Pengelolaan spesies penting Ditjen KSDAE, Lembaga Penelitian dan
Pendidikan, LSM serta Swasta/BUMN/BUMD.

2.3. Melaksanakan pemantauan ekosistem Ditjen KSDAE, Dinas Kehutanan, Badan


penting Lingkungan Hidup Daerah, Kepala Desa,
Kelompok Masyarakat Adat dan lainnya,
Lembaga Penelitian dan Pendidikan, LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.
3. Percepatan penataan batas 3.1. Mendorong percepatan penataan batas Ditjen KSDAE, Ditjen PKTL, BPKH, Perum
kawasan TNGHS kawasan TNGHS Perhutani, Bappeda, Dinas Tata Ruang, Dinas
Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah,
Camat, Kepala Desa, Kelompok Masyarakat
Adat, Kel. Masyarakat lainnya, LSM

68
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Tahun Ke-
No. Strategi Rencana Kegiatan Mitra
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4. Pengimplementasian 4.1. Menyusun arahan program dan mekanisme Ditjen KSDAE. Ditjen PSKL, PEMDA, Kel.
Regulasi Zona Berdasarkan tata ruang mikro di dalam zona khusus dan Masy.adat dan lainnya, perusahaan dalam
Tata Ruang Kesepakatan zona tradisional kawasan, perguruan tinggi,LSM

5. Penyusunan regulasi 5.1 Menyusun rencana pengelolaan Direktorat Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah,
pemanfaatan sumber daya pemanfaatan SDA secara partisipatif LSM, Kepala Desa sekitar kawasan dan
alam TNGHS perwakilan kelompok masyarakat.

5.2. Menyusun SOP pemanfaatan sumber daya Direktorat Jenderal KSDAE, Akademisi/Perguruan
alam lestari di TNGHS Tinggi, Pemerintah Daerah, LSM, Kepala Desa
sekitar kawasan dan perwakilan kelompok
masyarakat.

6. Identifikasi ruang kelola 6.1. Melaksanakan pendataan potensi Direktorat Jenderal KSDAE, LSM, Kepala Desa
pemanfaatan sumber daya pemanfaatan sumber daya alam yang sekitar kawasan dan kelompok masyarakat
alam TNGHS dikelola bersama masyarakat

7. Pembentukan dan 7.1. Fasilitasi pembentukan kelompok kerja Balai Direktorat Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah,
penguatan kelembagaan TNGHS LSM, Camat, Kepala Desa sekitar kawasan dan
dalam rangka pemanfaatan kelompok masyarakat
sumber daya alam TNGHS
7.2. Pembinaan kapasitas kelembagaan Direktorat Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah,
kelompok masyarakat LSM, Camat, Kepala Desa sekitar kawasan dan
kelompok masyarakat

7.3. Pembinaan kapasitas teknis masyarakat Direktorat Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah,
terkait pemanfaatan sumber daya alam LSM, Perusahaan/Perum Perhutani, Kepala Desa
secara lestari di TNGHS sekitar kawasan dan kelompok masyarakat

7.4. Peningkatan kapasitas sumber daya Direktorat Jenderal KSDAE dan Perum Perhutani
manusia

7.5. Pelaksanaan kerjasama langsung antara Direktorat Jenderal KSDAE, Pemerintah Daerah,
BTNGHS dan kelompok masyarakat LSM, Camat, Kepala Desa sekitar kawasan dan
kelompok masyarakat

69
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Tahun Ke-
No. Strategi Rencana Kegiatan Mitra
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

8. Mendorong Berkembangnya 8.1. Menyusun Strategi dan Regulasi Ditjen KSDAE, Pemerintah Provinsi, Bappeda,
Wisata Alam yang Memberi Penyelenggaraan Usaha Wisata Alam Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas
Manfaat Bagi Konservasi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kepala
Alam dan Masyarakat Lokal Desa,Kelompok Masyarakat Adat dan lainnya,
Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.
8.2. Mengembangkan Produk Wisata Alam Ditjen KSDAE, Pemerintah Provinsi, Bappeda,
Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kepala
Desa,Kelompok Masyarakat Adat dan lainnya,
Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD

8.3. Meningkatkan Layanan dan Pengelolaan Ditjen KSDAE, Pemerintah Provinsi, Bappeda,
Wisata Alam Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kepala
Desa, Kelompok Masyarakat Aat dan lainnya,
Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.
8.4. Promosi dalam rangka Meningkatkan Ditjen KSDAE, Pemerintah Provinsi, Bappeda,
Investasi dan Pengusahaan Wisata Alam Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kepala
Desa,Kelompok Masyarakat Adat dan lainnya,
Lembaga Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.
9. Mendorong Berkembangnya 9.1. Menyusun Strategi dan Regulasi Ditjen KSDAE, Kementerian ESDM, Pemerintah
Industri Pemanfaatan Jasa Penyelenggaraan Pemanfaatan Jasa Provinsi, Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas
Lingkungan yang Lingkungan PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Badan Lingkungan
Mendukung Konservasi dan Hidup Daerah, Camat, Kepala Desa, Kelompok
Pengelolaan TNGHS Masyarakat Adat dan lainnya, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

70
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Tahun Ke-
No. Strategi Rencana Kegiatan Mitra
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

9.2. Mengembangkan produk jasa lingkungan Ditjen KSDAE, PemerintahProvinsi,Bappeda,


Dinas Kehutanan, Dinas
PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Badan Lingkungan
Hidup Daerah, Camat, Kepala Desa, Kelompok
Masyarakat Adat dan lainnya, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.

9.3. Meningkatkan Layanan dan Pengelolaan Ditjen KSDAE, Pemerintah Provinsi, Bappeda,
Jasa Lingkungan Dinas Kehutanan, Dinas
PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Badan Lingkungan
Hidup Daerah, Camat, Kepala Desa, Kelompok
Masyarakat Adat dan lainnya, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.
9.4. Promosi dalam rangka Meningkatkan Ditjen KSDAE, Pemerintah Provinsi, Bappeda,
Investasi dan Pengusahaan Jasa Dinas Kehutanan, Dinas
Lingkungan PU/Kimpraswil/Pengelolaan, Badan Lingkungan
Hidup Daerah, Camat, Kepala Desa, Kelompok
Masyarakat Adat dan lainnya, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan LSM serta
Swasta/BUMN/BUMD.
10. Tersusunnya Regulasi 10.1. Reviu Protokol Penelitian dan Pendidikan Ditjen KSDAE, Lembaga Penelitian dan
Penelitian dan Pendidikan Publik Pendidikan serta LSM
Publik di TNGHS
10.2. Mengembangkan Jaringan Penelitian Ditjen KSDAE, Pemerintah Daerah, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan serta LSM

10.3. Mengembangkan Jaringan Pendidikan Publik Ditjen KSDAE, Pemerintah Daerah, Lembaga
Penelitian dan Pendidikan serta LSM

71
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

V. PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Dalam pengelolaan TNGHS, pemantauan dan evaluasi merupakan hal


yang sangat penting dilakukan agar seluruh kegiatan yang dilaksanakan
sesuai dengan tujuan dan target yang ditetapkan. Kegiatan pemantauan
dan evaluasi dimasudkan untuk melihat sejauh mana tingkat pencapaian
dan keberhasilan dari suatu pengelolaan yang dilaksanakan.

Pemantauan adalah kegiatan pengamatan secara terus menerus terhadap


pelaksanaan suatu tugas dan fungsi satuan organisasi. Kegiatan
pemantauan yang dilanjutkan dengan evaluasi dapat dilakukan oleh unsur
internal Balai TNGHS maupun unsur eksternal baik oleh instansi
pemerintah maupun masyarakat. Pemantauan dilaksanakan dengan
melakukan penilaian terhadap seluruh komponen pengelolaan. Hasil yang
diperoleh dari pemantauan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam evaluasi pengelolaan. Jangka waktu pemantauan dapat dilakukan
secara berkala (bulanan, triwulan, tahunan).

Evaluasi dilakukan dengan melihat ukuran kuantitatif dan kualitatif yang


menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan, yang dikategorikan
kedalam kelompok masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil
(outcomes), dan dampak (impact).

Metode yang akan digunakan dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi


adalah :

1. Survei

Kegiatan survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk


mengetahui informasi, misalnya:

a. Opini responden terhadap jenis kegiatan maupun pelaksanaan kegiatan

b. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan

c. Hasil maupun dampak kegiatan yang dirasakan oleh responden

72
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

2. Observasi

Kegiatan ini dilakukan dengan mengamati kegiatan secara langsung untuk


mengumpulkan informasi terkait pelaksanaan kegiatan, misalnya:

a. Jumlah kehadiran masyarakat dalam suatu kegiatan

b. Prosentase hasil pekerjaan pada pekerjaan pembangunan fisik

c. Perubahan kondisi masyarakat setelah pelaksanaan kegiatan

3. Data sekunder.

Yaitu dengan menggunakan data sekunder sebagai sumber informasi.


Sumber data yang dapat digunakan antara lain dokumen laporan
kegiatan, laporan statistik, laporan bulanan, triwulan, semester maupun
tahunan.

Dalam melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi untuk mengukur


tingkat keberhasilan implementasi RPJP TNGHS untuk 10 tahun ke depan,
BTNGHS menetapkan indikator – indikator keberhasilan, baik untuk tujuan
pengelolaan maupun untuk masing – masing rencana aksi seperti tersaji
pada tabel 5.1. di bawah ini :

73
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Tabel 5.1. Pemantauan dan Evaluasi RPJP TNGHS Periode 2018-2027

No. Tujuan Pengelolaan Indikator Rencana Kegiatan Indikator Pemantauan Evaluasi

1. Mempertahankan Tersedianya pakan, air, cover 1.1. Mengendalikan Terkumpulnya data penggunaan Pelaksanaan pengendalian Analisis tingkat
kualitas habitat satwa dan ruang hidup satwa kunci penggunaan lahan di lahan di dalam kawasan dan penggunaan lahan di dalam penurunan penggunaan
kunci TNGHS dan dalam kawasan Menurunnya penggunaan lahan kawasan sesuai SOP lahan di dalam kawasan
Meningkatkan kualitas di dalam kawasan
tata air 1.2. Melaksanakan Terkumpulnya data kegiatan Laporan hasil kegiatan Analisis tingkat
pengamanan dan illegal dan Menurunnya kegiatan sesuai dengan SOP penurunan kegiatan
pemantauan kegiatan illegal di dalam kawasan ilegal
illegal
Berkurangnya kawasan 1.3. Melaksanakan Tingginya tingkat keberhasilan Pelaksanaan kegiatan sesuai Analisis tingkat
terdegradasi pemulihan ekosistem pemulihan ekosistem dengan pedoman keberhasilan pemulihan
secara berkelanjutan ekosistem
2. Mempertahankan Tidak berkurangnya jumlah dan 2.1. Menyusun strategi dan Tersusunnya dokumen strategi Pelaksanaan penyusunan Analisis kesesuaian
populasi satwa kunci jenis satwa kunci TNGHS rencana aksi konservasi dan rencana aksi konservasi strategi dan rencana aksi rencana aksi dengan
TNGHS spesies penting spesies penting konservasi spesies penting strategi yang telah
disusun
2.2. Melaksanakan Terkumpulnya data dan Laporan hasil kegiatan Analisis tingkat
Pengelolaan spesies Rendahnya tingkat kerusakan pengelolaan dan kerusakan ekosistem
penting ekosistem penting pemantauan ekosistem penting
penting
2.3. Melaksanakan Tersedianya data spesies Pelaksanaan kegiatan sesuai Analisis metode yang
pemantauan ekosistem penting TNGHS dengan RPK digunakan
penting
3. Menyelesaikan tata Temu gelangnya batas kawasan 3.1. Mendorong percepatan Adanya koordinasi dengan Pelaksanaan koordinasi tindak lanjut hasil
batas kawasan TNGHS TNGHS (batas fungsi dan batas penataan batas instansi yang berwenang dalam dengan para pihak terkait koordinasi
yang diakui para pihak luar) kawasan TNGHS penataan batas kawasan dan
para pihak
4. Memberikan akses Meningkatnya MoU dan 4.1. Menyusun arahan Tersusunnya arahan program Penyusunan arahan program Efektifitas implementasi
ruang kelola dan kerjasama dengan masyarakat program dan dan mekanisme tata ruang dan mekanisme tata ruang arahan program dan
pemanfaatan sumber dalam pengelolaan dan mekanisme tata ruang mikro mikro di dalam zona khusus mekanisme tata ruang
daya alam kepada pemanfaatan sumber daya alam mikro di dalam zona dan zona tradisional sesuai mikro pada zona khusus
masyarakat khusus dan zona dengan NSPK dan zona tradisional
tradisional

74
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

No. Tujuan Pengelolaan Indikator Rencana Kegiatan Indikator Pemantauan Evaluasi

4.2. Menyusun rencana Tersusunnya dokumen rencana Rencana pengelolaan Implementasi rencana
pengelolaan pengelolaan pemanfaatan SDA pemanfaatan SDA telah pengelolaan
pemanfaatan SDA sesuai dengan pedoman
secara partisipatif
4.3. Menyusun SOP Tersusunnya SOP pemanfaatan Tersedianya SOP SOP telah sesuai dengan
pemanfaatan sumber SDA pemanfaatan SDA lestari di NSPK Kementerian LHK
daya alam lestari di TNGHS
TNGHS
4.4. Melaksanakan Terkumpulnya data potensi SDA Pelaksanaan pendataan Tindak lanjut hasil
pendataan potensi yang dikelola bersama potensi pemanfaatan SDA pendataan
pemanfaatan sumber masyarakat sesuai SOP
daya alam yang dikelola
bersama masyarakat
4.5. Fasilitasi pembentukan Terbentuknya kelompok kerja Terbentuknya kelompok Tingkat Peningkatan
kelompok kerja Balai kerja di masing-masing jumlah kelompok
TNGHS SPTN maupun anggotanya

4.6. Pembinaan kapasitas Kuatnya kelembagaan kelompok Kelompok masyarakat Tingkat kemandirian
kelembagaan kelompok masyarakat mampu menjalankan kelembagaan kelompok
masyarakat kelembagaannya secara masyarakat
mandiri
4.7. Pembinaan kapasitas Meningkatnya kemampuan Pelaksanaan pemanfaatan Tingkat peningkatan
teknis masyarakat teknis masyarakat SDA secara lestari kemampuan teknis
terkait pemanfaatan masyarakat terkait
sumber daya alam pemanfaatan SDA
secara lestari di TNGHS secara lestari
4.8. Peningkatan kapasitas Meningkatnya kemampuan Pelaksanaan pendidikan/stuy Tingkat peningkatan
sumber daya manusia petugas, baik secara teknis banding telah sesuai dengan kapasitas pegawai
maupun administrasi NSPK setelah kegiatan

4.9. Pelaksanaan kerjasama Bertambahnya dokumen Pelaksanaan kegiatan Tingkat capaian realisasi
langsung antara kerjasama antara BTNGHS kerjasama sesuai dengan kegiatan
BTNGHS dan kelompok dengan kelompok masyarakat RPP dan RKT
masyarakat dan pihak lainnya

75
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

No. Tujuan Pengelolaan Indikator Rencana Kegiatan Indikator Pemantauan Evaluasi

4.10. Reviu Protokol Tersusunnya protokol penelitian Penyusunan protokol yang Tingkat pelayanan
Penelitian dan dan pendidikan publik telah disesuaikan dengan dalam penelitian dan
Pendidikan Publik kondisi saat ini pendidikan publik

4.11. Mengembangkan Terbentuknya jaringan penelitian Berkembangnya jaringan Tingkat perkembangan


jaringan penelitian penelitian jaringan penelitian

4.12. Mengembangkan Terbentuknya jaringan Berkembangnya jaringan Tingkat perkembangan


jaringan pendidikan pendidikan publik pendidikan publik jaringan pendidikan
publik publik

5. Memberikan akses Meningkatnya Kerjasama dan 5.1. Menyusun Strategi dan Tersusunnya regulasi Penyusunan strategi dan Tingkat gangguan
pemanfaatan jasa ijin pemanfaatan jasa Regulasi penyelenggaraan usaha wisata regulasi penyelenggaraan kegiatan wisata
lingkungan secara lingkungan Penyelenggaraan Usaha alam wisata alam sesuai NSPK terhadap kelestarian
berkelanjutan bagi Wisata Alam kawasan TNGHS
kesejahteraan maupun penghidupan
masyarakat masyarakat lokal
5.2. Mengembangkan Meningkatnya produk wisata Penyelenggaraan wisata Tingkat peningkatan
Produk Wisata Alam alam, baik jumlah maupun alam yang berkelanjutan kualitas objek wisata
kualitasnya dan kemasan produk,
promosi, manajemen,
sarana dan prasarana,
dan pelibatan
masyarakat
5.3. Meningkatkan Layanan Meningkatnya kepuasan Penyelenggaraan layanan Tingkat kepuasan
dan Pengelolaan Wisata pengunjung dengan pengunjung yang pengunjung
Alam bertambahnya jumlah memuaskan
pengunjung

5.4. Promosi dalam rangka Bertambahnya investor yang Pelaksanaan promosi dalam Tingkat peningkatan
Meningkatkan Investasi berinvestasi yang dibuktikan rangka meningkatkan investasi dan
dan Pengusahaan dengan dokumen perijinan investasi dan pengusahaan pengusahaan wisata
Wisata Alam maupun kerjasama wisata alam di TNGHS alam di TNGHS
sesuai dengan regulasi

76
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

No. Tujuan Pengelolaan Indikator Rencana Kegiatan Indikator Pemantauan Evaluasi

5.5. Menyusun Strategi dan Tersusunnya regulasi Penyusunan strategi dan Tingkat gangguan
Regulasi pemanfaatan jasa lingkungan regulasi pemanfaatan wisata kegiatan pemanfaatan
Penyelenggaraan alam sesuai NSPK jasa lingkungan
Pemanfaatan Jasa terhadap kelestarian
Lingkungan kawasan TNGHS
maupun penghidupan
masyarakat lokal
5.6. Mengembangkan Meningkatnya produk jasa Penyelenggaraan Tingkat peningkatan
produk jasa lingkungan lingkungan, baik jumlah maupun pemanfaatan jasa paket-paket produk jasa
kualitasnya lingkungan yang lingkungan
berkelanjutan

5.7. Meningkatkan Layanan Meningkatnya kepuasan calon Penyelenggaraan layanan Tingkat peningkatan
dan Pengelolaan Jasa investor/investor/pemanfaat jasa dan pengelolaan jasa layanan dan pengelolaan
Lingkungan lingkungan lainnya lingkungan jasa lingkungan
5.8. Promosi dalam rangka Bertambahnya investor yang Pelaksanaan promosi dalam Tingkat peningkatan
Meningkatkan Investasi berinvestasi untuk melakukan rangka meningkatkan investasi dan
dan Pengusahaan Jasa pengusahaan jasa lingkungan investasi dan pengusahaan pengusahaan jasa
Lingkungan jasa lingkungan di TNGHS lingkungan di TNGHS
sesuai dengan regulasi

77
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

78
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 1. SK Penunjukan Kawasan

79
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

80
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

81
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

82
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

83
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

84
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

85
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

86
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

87
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 2. Berita Acara Konsultasi Publik

88
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

89
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

90
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

91
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 3. Surat Permohonan Rekomendasi Bappeda

92
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

93
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

94
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 4. Peta Batas Kawasan TNGHS

95
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 5. Peta Nilai Penting Kawasan

96
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 6. Peta Zonasi TNGHS

97
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 7. Peta Tutupan Lahan

98
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 8. Peta Kerawanan Kawasan

99
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 9. Peta Daerah Penyangga

100
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 10. Peta Sarana Prasarana

101
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

Lampiran 11. Peta Daerah Aliran Sungai

102
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TNGHS Tahun 2018-2027

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
www.halimunsalak.org
103

Anda mungkin juga menyukai