Anda di halaman 1dari 19

TUTUPAN KARANG HIDUP PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG

DI PERAIRAN PANTAI SEBALANG KABUPATEN LAMPUNG


SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


di Bidang Ilmu Kelautan pada Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya

Oleh :

RIZKY IKHSAN SYAFAAT


08051381823077

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2022
TUTUPAN KARANG HIDUP PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG
DI PERAIRAN PANTAI SEBALANG KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN

SKRIPSI

Oleh
RIZKY IKHSAN SYAFAAT
08051381823077

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


di Bidang Ilmu Kelautan pada Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

TUTUPAN KARANG HIDUP PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI


PERAIRAN PANTAI SEBALANG KABUPATEN LAMPUNG
SELATAN

Dianjurkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Bidang
Ilmu Kelautan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya

Oleh :
RIZKY IKHSAN SYAFAAT
08051381823077

Indralaya, Agustus 2022


Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Moh. Rasyid Ridho, M.Si Dr. Muhammad Hendri, M.Si


NIP.196905011995031002 NIP. 197510092001121004

Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Kelautan

Dr.Rozirwan,S.Pi,M.Sc
NIP.197905212008011009

Tanggal Pengesahan
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas semua berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Tutupan Karang Pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Pantai Sebalang
Kabupaten Lampung Selatan”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kelautan Strata Satu pada Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
Dasar dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu
karang di perairan pantai sebalang dan keterkaitannya terhadap parameter perairan.
Oleh sebab itu diperlukan ketersediaan data yang akurat dan lengkap, serta dapat
memberikan informasi yang bermanfaat dan mendekati keadaan yang sebenarnya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik saran yang membangun sangat
diperlukan penulis.

Indralaya, Agustus 2022

Rizky Ikhsan Syafaat


08051381823077
I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pantai Sebalang merupakan kawasan wisata di Lampung Selatan. Pantai
Sebalang terletak pada Kecamatan Ketibung, Lampung Selatan. Potensi Pantai
Sebalang sebagai tempat wisata bawah air mampu memikat animo masyarakat untuk
menikmati keindahannya. Ekosistem terumbu karang memiliki peranan paling
penting baik secara ekologis untuk biota perairan, juga secara fisik sebagai penahan
gelombang laut yang menuju ke daerah pantai (Koroy et al, 2020). Terumbu karang
juga mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keanekaragaman hayati
biota-biota laut tetapi juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi, baik rekreasi
pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya dan tempat perlindungan berbagai biota
langka (Suharsono, 2008).
Terumbu karang merupakan habitat penting yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dan memberikan manfaat penting bagi orang-orang di banyak
daerah tropis (Saptarini et al, 2017). Keberadaan terumbu karang sangat penting
karena banyak spesies yang hidup di dalamnya karena fungsi ekologi terumbu
karang dapat sebagai feeding ground dan nursery ground (Mumby et al., 2008).
Salah satu pusat sebaran terumbu karang dunia berada di Indonesia dengan luas
diperkirakan sekitar 85.700 km2 atau sekitar 14% dari total sebaran karang dunia
(Pasanea, 2013). Lokasi sebaran terumbu karang di Indonesia, sebagian besar dalam
kategori rusak. Rata-rata tutupan karang hidup yang kondisinya masih sangat baik
dan baik hanya sekitar 5,5% dan 27%. Selebihnya dalam kondisi yang kurang baik
dan buruk yakni masing-masing 36,5% dan 33% (Burhanuddin et al, 2013).
Namun, ekosistem terumbu karang pada perairan tersebut dikhawatirkan
telah mengalami degradasi. Hal ini dikarenakan aktivitas masyarakat setempat yang
mencari ikan dengan cara tidak ramah lingkungan pada daerah terumbu karang dan
aktivitas wisatawan yang secara langsung menginjak karang yang berpengaruh
terhadap menurunnya persen tutupan karang dan pengelolaan sumberdaya ini di
kemudian hari. Oleh karena itu perlu adannya monitoring terumbu karang yang
dilakukan secara berkala. Monitoring terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai
macam metode, diantaranya metode Line Intercept Transect (LIT), Point Intercept Transect
(PIT), dan Underwater Photo Transect (UPT) ) (Wahib dan Luthfi, 2019). Ada banyak
teknik yang dapat dilakukan untuk melihat kondisi tutupan terumbu karang yang ada di
suatu perairan, metode transek foto bawah air salah satunya. Metode ini merupakan
modifikasi dari dua metode yaitu metode LIT dan Transek kuadran (Giyanto, 2013).
Beberapa keunggulan dalam penggunaan metode LIT menurut, yaitu data yang
diperoleh lebih baik dan lebih banyak karena mencakup panjang koloni karang, penyajian
struktur komunitas seperti tutupan karang hidup, karang mati, kekayaan jenis, dominasi,
frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara
menyeluruh tergantung kebutuhan dan lokasi pemantauan (Johan, 2003). Metode ini dapat
mempersingkat waktu pengambilan data di lapangan dan data-data yang ada dapat disimpan
untuk dijadikan arsip yang dapat berguna dikemudian hari (Giyanto, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan pemerintah setempat dalam pengambilan keputusan untuk
menjaga ekosistem terumbu karang yang ada di Pantai Sebalang.

1.2 Rumusan Masalah


Perairan Sebalang adalah salah satu kawasan yang berada di dekat area
penduduk dan terletak di lokasi yang mempunyai aktivitas masyarakat yang cukup
tinggi. Ekosistem terumbu karang di Sebalang banyak dimanfaatkan sebagai mata
pencaharian oleh masyarakat sekitar. Namun, akibat kurangnya penindakan secara
tegas dari pihak berwenang dikhawatirkan terumbu karang telah mengalami
degradasi.
Banyaknya aktivitas manusia di perairan Pantai Sebalang dapat berpengaruh
terhadap menurunnya persen tutupan karang dan pengelolaan sumberdaya ini di
kemudian hari. Sampai saat ini belum ada penelitian terbaru terkait gambaran
mengenai kondisi terumbu karang yang ada di pulau tersebut. Sehingga perlu
dilakukannya analisis untuk mengetahui kondisi terkini tutupan karang hidup di
perairan Pantai Sebalang untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah
dalam pengelolaan kawasan ekosistem terumbu karang yang ada.
Sehingga berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan yang timbul
sebagai berikut:
1. Bagaimana persentase tutupan terumbu karang yang ada di Pulau Sebalang ?
2. Apa jenis terumbu karang yang ada di Perairan Sebalang ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis presentase tutupan pada terumbu karang yang ada di kawasan
Pantai Sebalang.
2. Menganalisis jenis-jenis tutupan terumbu karang yang ada di kawasan Pantai
Sebalang.

1.4 Manfaat
Memberikan informasi tentang kondisi tutupan terumbu karang hidup yang
ada di perairan Pantai Sebalang dan diharapkan dapat membantu dalam pengambilan
keputusan untuk dilakukan pengelolaan terumbu karang di perairan Pantai Sebalang
Lampung.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian


Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat di Gambar 1.

Pantai Sebalang

Aktivitas di perairan Pantai Sebalang Lampung

Monitoring kondisi terumbu karang

Metode LIT dan Transek kuadran


Persentase tutupan terumbu karang Jenis terumbu karang

Gambar 1 Kerangka Pemikiran


III METEDOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan september 2022 di Perairan Pantai
Sebalang, Kabupaten Lampung Selatan.
Adapun peta lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian di sajikan pada Tabel 1.


Tabel 1 Alat yang digunakan dalam penelitian
No Alat Fungsi
1 Roll Meter Mengukur panjang transek
2 DO Meter Mengukur Oksigen yang Telah Larut
3 pH Meter Mengukur Kadar pH
4 Termometer Mengukur Suhu
5 Handrefractometer Mengukur saliitas
6 Pengukur kecepatan arus Pengukur kecepatan arus Mengukur
Mengukur Panjang dan Lebar Panjang dan Lebar
7 Perahu Alat transportasi
8 Alat Tulis Mencatat Data yang Diperoleh
9 Penggaris Mengukur Panjang dan Lebar
10 GPS Terumbu karang Menandai titik lokasi
11 Kamera underwater Dokumentasi Data

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Bahan yang digunakaan saat penelitian


No Bahan Fungsi
1 Air Laut Sebagai Media Kelangsungan
2 Terumbu Karang Hidup Terumbu KarangSebagai Media Penelitian

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Penentian Stasiun
Pada penelitian ini terdapat dua titik lokasi pengambilan data. Stasiun satu (1)
terletak pada 5.641829 LS dan 105.242061 BT. Stasiun dua (2) 5.638157 LS dan
105.212963 BT. Stasiun tiga (3) 5,29’17,2”LS, -105 22’44,6” BT Ketiga stasiun ini
diharapkan dapat mewakili data pada lokasi penelitian untuk melihat kondisi terkini
terumbu karang yang ada di Pulau sebalang, Lampung.

3.3.2 Pengambilan data tutupan karang hidup


Pengambilan data tutupan karang dilakukan dengan metode transek foto
bawah air (UPT) yang merujuk pada penelitian Giyanto (2013). Menurut Coremap
(2006), pengambilan data di lapangan dilakukan dengan penyelaman menggunakan
peralatan Self-Contained Underwater Breathing Apparatus (SCUBA) atau Perangkat
Bernapas Bawah Air. Pengambilan data dengan metode UPT berdasarkan Panduan
Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Coremap-CTI LIPI 2014 (Giyanto dkk,
2014).

3.3.3 Pengukuran kualitas perairan


Data kualitas perairan yang diambil adalah data suhu, arah dan kecepatan
arus, pH, salinitas, arah dan kecepatan arus yang ada di setiap stasiun pengamatan
masing-masing dilakukan tiga kali pengulangan.

A. Suhu
Pengukuran nilai suhu perairan pada penelitian ini menggunakan
termometer batang. Suhu yang diukur pada penelitian ini adalah suhu permukaan
laut. Pengukuran dilakukan dengan menyelupkan termometer ke perairan yang
menjadi lokasi pengambilan data kemudian di tunggu beberapa sampai
termometer menunjukkan nilai suhu (Dahuri, 2003). Menurut Soliha et al. (2016)
suhu pada suatu perairan dapat diukur dengan cara memasukan termometer ke
dalam permukaan perairan selanjutnya dicatat nilai yang ada pada termometer
tersebut, kemudian untuk pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan saat mengambil data.
B. Kecepatan arus
Pengukuran kecepatan arus pada penelitian ini menggunakan current
meter dan arah arus dengan menggunakan floating drauge. Floating drauge
diikatkan pada tali yang berjarak10 meter dan dihanyutkan di perairan kemudian
diukur waktunya sampai floating drauge menegang. Arah arus dilakukan dengan
menggunakan kompas bidik, hasil yang didapat dicatat pada kertas sabak
(KEPMENLH, 2004). Pengukuran arus dapat dilakukan dengan menggunakan
alat Floating Drag dan juga kompas bidik. Alat yang digunakan berupa rangkaian
kerangka kayu kemudian diletakkan pada perairan selanjutnya dapat dilepaskan
kemudian lihat perhitungan kecepatannya pada alat Stopwatc (Soliha et al, 2016).
C. pH
Nilai pH yang diukur adalah nilai pH yang ada didasar perairan tempat
diletakkannya transek. Sampel air yang ada di lokasi tersebut diambil
mengunakan botol sampel kemudian di ukur nilai pH nya. Nilai pH yang ideal
untuk kehidupan di laut adalah 7 – 8,5 dan saat nilai pH lebih rendah (< 4),
sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH
yang rendah (Susana, 2009). pH dapat diukur dengan menggunakan alat pH
meter, kemudian dapat dilakukan proses pengkalibrasian sebelum dan sesudah
menggunakan alat supaya mendapat nilai pengukuran yang baik. Selanjutnya
sensor pH dapat dicelupkan ke dalam permukaan perairan, kemudian ditunggu
nilai pH konstan dan dicatat hasilnya dan dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan (Karangan et al. 2019).

D. Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air laut
(Salim et al. 2017). Pengukuran nilai salinitas pada penelitian ini menggunakan
hand refractometer. Sampel air yang diukur adalah air yang ada di titik
pengambilan data tutupan terumbu karang. Air yang akan diukur diambil
menggunakan botol sampel sebanyak dua botol sampel kemudian sampel air
diteteskan pada kaca hand refractometer menggunakan pipet tetes. Amati nilai
salinitas yang ada pada hand refractometer. Bersihkan kaca prisma hand
refractometer mengunakan pipet tetes sebelum dilakukan pengukuran nilai
salinitas yang kedua. Pengukuran salinitas dapat dilakukan dengan menggunakan
alat yaitu handrefractometer (Karangan et al. 2019).

E. Kecerahan
Pengukuran kecerahan perairan pada penelitian ini menggunakan alat
seccidiks. Kecerahan dihitung dengan melihat kedalaman rata-rata secchi disk
masih terlihat (D1) dan secchi disk tak terlihat (D2) atau dengan menggunakan
rumus (Indaryanto, 2015) :

Keterangan :
D1= Panjang tali setelah tidak tampak pertama kali
D2 = Panjang tali setelah terlihat pertama kali
Baku mutu perairan untuk biota laut menurut Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup No.51 Th.2004 (Tabel 3).
Tabel 3. Baku mutu perairan untuk biota laut (KepMen LH No. 51 Th.
2004)
Parameter Baku Mutu
Kecerahan >5 m
Suhu 28-300C
pH 7-8,5
Salinitas 33-34 0

3.3 Analisis data


3.4.1 Persentase penutupan karang

Li =x 100%

Semakin tingginya nilai persen penutupan karang keras maka kondisi


ekosistem terumbu karang diwilayah tersebut semakin baik dan nilai presentase
penutupan karang pada penelitian ini menggunakan rumus penutupan terumbu
karang yang diperoleh dari Suharsono (1995).

Keterangan :

Li = Persentase luas tutupan biota karang ke-I (%)


Ni = Luas total tutupan kelompok biota karang ke-I
L = Luas total transek kuadrat
Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2001 tentang kriteria baku
kerusakan terumbu karang (Tabel 3).
Tabel 4. Baku mutu kerusakan terumbu karang (Keputusan Mentri Lingkungan
Hidup. No 4 Th. 2001)
Kriteria Tutupan terumbu karang hidup (%)
Buruk 0-24,9
Sedang 25-49,9
Baik 50-74,9
Baik sekali 75-100

3.3.2 Indeks keanekaragaman (H’)


Data kelimpahan karang dihitung dengan rumus Shannon-Wienner dalam
Krebs,1972 ; Nugraha, 2016) sebagai berikut :

Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman
Pi = Perbandingan proporsi bentuk pertumbuhan ke 1
S =Jumlah kategori bentuk pertumbuhan karang

Adapun Kategori penilaian untuk keanekaragaman jenis adalah sebagai


berikut :
H’< 1 = Keanekaragaman kecil, Penyebaran rendah kestabilan komunitas
rendah
H’=1-3 = Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan
komunitas sedang
H’> 3 = Keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, kestabilan komunitas
tinggi.

3.4.3 Indeks keseragaman (E) Shannon Wiener


Ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas merupakan
gambaran dari Indeks keseragaman (E), dimana semakin meratanya penyebaran
individu antar spesies, maka keseimbangan ekosistem terumbu karang akan makin
meningkat. Rumus indeks keserangaman adalah sebagai berikut (Muqsit et al.
2016) :

Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’ = Keseimbangan spesies
H’max = Indeks keanekaragaman maksimum = Log2 S
S = Jumlah total macam spesies

Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai berikut :


E < 0,4 Keseragaman kecil, komunitas
= tertekan
E = 0,4- Keseragaman sedang,
0,6 = komunitas labil
E > 0,6 Keseragaman tinggi, komunitas
= stabil

3.4.4 Indeks Dominansi (D) Shannon Wiener


Kecilnya nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman yang ada
menandakan terdapat dominasi suatu spesies dengan spesies-spesies lainnya. Adapun
rumus indeks domonasi (C) adalah sebagai berikut (Muqsit et al. 2016) :

Keterangan :
C = Indeks dominasi
pi = Proporsi jumlah individu pada spesies karang
i = 1, 2, 3,..n
Nilai indeks berkisar antara 0 - 1 dimana 0 < C < 0,5 masuk dalam
kategori dominansi rendah, 0,5 < C ≤ 0,75 dominansi sedang dan
0,75 < C ≤ 1,0 dominansi tinggi.

3.4.5 Indeks mortalitas terumbu karang

Indeks mortalitas terumbu karang merupakan analisis lanjutan dari persentase


tutupan terumbu karang untuk melihat tingkat kerusakan terumbu karang yang
ditentukan dengan pendekatan rumus sebagai berikut (Gomez dan Yap, 1988
dalam Hartoni et al. 2012) :

Keterangan :
MI = Indeks mortalitas,
A =Persentase karang mati dan
patahan
B =Persentase karang hidup
DAFTAR PUSTAKA
Ali Muqsit, Dewi Purnama, Zamdial Ta’alidin. 2016. Struktur komunitas terumbu
karang di pulau dua Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal
Enggano.

Amin. 2009. Terumbu Karang; Aset yang Terancam (Akar Masalah dan Alternatif
Solusi Penyelamatannya). Region I(2): 1-12.

Agustina, E., M. A. Mardiansyah, M. Doudi dan S. Annas. 2016. Karakteristik


Spesies Karang di Perairan Rinon Pulo Breueh. Prosiding Seminar Nasional
Biotik. 43-48

Asep Sukmara, Audrie J. Siahainenia, dan Christovel Rotinsulu. 2001. Panduan


Pemamtauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan Metode Manta
tow. Publikasi Khusus. University of Rhode Island, Coastal Resources
Center, Narragansett, Rhode Island, USA.

Burhanuddin, A.D, S. Martosewojo dan M. Hoetomo. 1989. Sumber Daya Ikan


Manyung di Indonesia. LON-LIPI. Jakarta.

Coremap. 2006. Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring). In:
MONITORING, T. R. (ed.). Jakarta. halaman

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama

Fadli, N., Kunzmann, A., Von Jutarzenka, K., Rudi, E., and Muchlisin, Z.A. 2013. A
preliminary study of corals recruitment using coral rubbles substrate in Seribu
Island waters, Indonesia. AACL Bioflux, 6(3), 246-252

Fauzi. 2021. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan. PT. Penerbit IPB Press.

Forcep Indaryanto Rio Indaryanto. 2015 Secchi Depth with black and white
difference combination at Ciwaka Reservoir. Fisheries and Marine Journal

Giyanto. 2013. Metode Transek Foto Bawah Air untuk Penilaian Kondisi Terumbu
Karang. Oseana, 38 (1): 47-61

Giyanto, Muhammad, A., Hadi, T. A. dan Budianto, A. 2017. Status Terumbu


Karang Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI: Jakarta.
Giyanto, B., Iskandar, D., Soedharma & Suharsono 2010. Efisiensi dan akurasi pada
proses analisis foto bawah air untuk menilai kondisi terumbu karang.
Oseanologi dan Limnologi Indonesia 36, 111-130.

Hadie, W. 2008. Konservasi terumbu karang : melalui budidaya karang hias sebagai
komoditas ekspor. Jurnal Ilmiah Fakta Exacta. 1(2) ; 56-63

Hartoni, Damar A., Wardiatno Y. (2012). Kondisi Terumbu Karang di Perairan


Pulau Tegal dan Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung. Jurnal Maspari.Universitas Sriwijaya. Palembang. 4(1):
46-57.

Johan, 2003. Metode Survei Karang Indonesia. [Makalah]. Disampaikan pada acara
Training Course: Karakteristik Biologi Karang, tanggal 7-12 Juli 2003, yang
diselenggarakan oleh PSK-UI dan Yayasan TERANGI, dan didukung oleh
IOI-Indonesia.

Jufriadi karangan, Bambang Sugeng, Sulardi Sulardi. 2019. Uji keasaman air dengan
alat sensor pH di STT migas Balikpapan. Jurnal Kacapuri.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


KEP.50/MEN/2005

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMENLH). 2004. Standar Baku


Mutu Air Laut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Hal 1490-1498.

Kismanto Koroy, Novaldo Geri Paraisu. 2020. Persentase tutupan terumbu karang di
area reklamasi kota Daruba Kabupaten pulai Morotai. Aurelia Journal.

Kholish, M Nur. 2013. Perlindungan hukum terhadap kerusakan terumbu karang di


tinjau dari undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistem (Studi di gili air). S1 thesis. Universitas
Mataran.

Lasabuda R. 2013. Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif Negara
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal ilmiah platax, vol 1-2;92- 101.

M.Ghufran H. Kordi K. 2010. Budi Daya 22 Komoditas Laut Untuk Konsumsi Lokal
dan Ekspor. Lily Publisher. Yogyakarta.
Nuraisyah, S., Sunatmo, dan Sarmintohadi. (2004). Pedoman Pengembangan Wisata
Bahari Berbasis masyarakat di Kawasan Konservasi Laut. Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Pesisir dan
PulauPulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Nybakken, J. 2007. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis.

Pasanea, E. 2013. Kondisi Terumbu Karang dan Penyusunan Konsep Strategis


Pengawasan Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Mansinam Kabupaten
Manokwari. Hasanuddin.

Peter J.Mumby, Robert S.Steneck. 2008. Coral reef management and conservation in
light of rapidly evolving ecological paradigms. Trends in ecology and
evolution.

Robert Munua, Baigo Hamuna, dan John D. Kalor. 2019. Tutupan terumbu karang di
perairan teluk tanah merah, Kabupaten Jayapura. Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan Papua

Suharsono. 2008. Jenis-jenis Karang Di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Susana, T. 2009. Tingkat keasaman (Ph) dan oksigen terlarut sebagai indikator
kualitas perairan sekitar muara sungai Cisadane. Jurnal Teknologi
Lingkungan., 5(2) : 33 – 39.

Salim, Z.; Munadi, E.: 2017. Info komoditi tanaman obat. Balai Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan Republik Indonesia; Jakarta.

Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji & M. K. Moosa. 1997. The Ecology of the
Indonesia Seas, Part II (pp. 643-1388). Singapore: Periplus Editions (HK)
Ltd.

Yulianda, F. (2007). Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya


pesisir berbasis konservasi. In Makalah Seminar Sains (Vol. 21, pp. 119-29)

Anda mungkin juga menyukai