Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PASANG SURUT


METODE ADMIRALTY

Disusun Oleh:
Siti Zulaihah
26050120130061
Oseanografi A

Koordinator Mata Kuliah Pasang Surut:


Ir. Warsito Atmodjo, M.Si
NIP. 19590328 198902 1 001
Tim Asisten:
Dwitya Rahma Suci 26050118140073
Namira Yunita Prasasti 26050118120017
Yustinus Wijanarko 26050118140103
Nabila Fitri Choiriah 26050118140061
Yavin Zacharia Hadi Utama 26050118130090
Arbi Wahid 26050118130064
Nauvan Prabhu Nandiwardhana 26050119130081
Alvaro Theondra Undap 26050119140093
Fressan Patrick 26050119130097
Zahra Aninda Pradiva 26050119130090
Alessandro Alvaro Hadiantoro 26050119130051

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

Modul I : Metode Admiralty

Nama: Siti Zulaihah NIM: 26050120130061 TTD:

No. Keterangan Nilai


1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Materi dan Metode
4. Hasil dan Pembahasan
5. Penutup
6. Daftar Pustaka
7. Lampiran
Total 88

Semarang, 27 Oktober 2021

Asisten Praktikan
Metode Admiralty

Namira Yunita Prasasti Siti Zulaihah


NIM. 26050118120017 NIM. 26050120130061

Mengetahui,
Koordinator Mata Kuliah Pasang Surut Koordinator Praktikum

Ir. Warsito Atmodjo, M.Si Dwitya Rahma Suci


NIP. 195903281989021001 NIM. 26050118140073
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya merupakan
perairan. Potensi perairan di Indonesia yaitu posisinya yang sangat strategis untuk pelayaran
internasional maupun nasional, bahkan skala terkecil pelayaran antar pulau di Indonesia.
Namun, pada potensi wilayah pesisir untuk perkembangan ekonomi sangat rentan terhadap
kenaikan muka air laut. Banyak industri besar yang didirikan di wilayah pesisir karena
kemudahan akses transportasi. Untuk mendukung kegiatan pelayaran khususnya dan aktifitas
yang dilakukan di perairan (transportasi air) pada umumnya, maka penting untuk dapat
mengetahui gerakan naik dan turunnya permukaan air laut yang biasa disebut dengan pasang
surut (pasut) (‘Amalina et al., 2019).
Menurut Efendi et al. (2017), pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam
yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur
dan berulang-ulang) dari seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian
terdalam dari dasar laut. Gerakan tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik
menarik) antara bumi dan bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari.
Pengamatan pasang surut sangat berguna untuk berbagai keperluan, seperti untuk keperluan
pengamatan, analisis rekayasa dan prediksi. Dalam memprediksi pasang surut dibutuhkan
data amplitudo dan beda fase setiap masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Data
pengamatan pasang surut juga digunakan dalam penentuan karakteristik pasang surut dan
chart datum yaitu dengan melakukan analisis harmonik pasang surut. Analisis harmonik
pasang surut dilakukan terhadap data pasang surut dengan periode waktu tertentu misal 15
atau 29 piantan.
Proses analisis harmonik pasang surut menghasilkan gelombang harmonik yang
dinyatakan sebagai konstanta harmonik pasang surut. Perhitungan konstanta harmonik pasang
surut dalam periode yang ditentukan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
yaitu metode Admiralty dan metode least square. Kedua metode perhitungan konstanta
harmonik ini akan menghasilkan nilai amplitudo dan beda fase yang dapat digunakan dalam
penentuan karakteristik dan prediksi pasang surut. Dalam praktikum kali ini kita akan
membahas tentang metode Admiralty. Metode Admiralty adalah metode perhitungan pasang
surut yang digunakan untuk menghitung dua konstanta harmonik yaitu amplitudo dan
kelambatan phasa. Perhitungan dengan cara Admiralty diperoleh konstanta harmonik yang
akan dilanjutkan dengan analisa data dengan menggunakan bilangan Formzahl yakni
pembagian antara amplitudo konstanta pasang surut harian utama dengan amplitudo konstanta
pasang surut ganda utama (Prayogo dan Suspidayanti, 2020).

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami bagaimana cara pengolahan data pasang surut dengan
metode Admiralty.
2. Mahasiswa dapat mengetahi nilai komponen harmonik serta mengetahui tipe pasang
surut di suatu perairan.

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mampu melakukan pengolahan data pasang surut dengan metode
Admiralty.
2. Mahasiswa mengetahui nilai komponen harmonic serta tipe pasang surut di perairan
Sulawesi Tengah pada bulan September – Oktober 2014.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pasang Surut


Menurut Muliati (2020), pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi
waktu karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap
massa air laut di bumi. Pasangnya air laut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan dan matahari
terhadap bumi. Tetapi pasang terutama disebabkan oleh gaya gravitasi bulan karena jarak
antara bumi dengan bulan jauh lebih dekat daripada jarak antara bumi dengan matahari. Jika
antara gravitasi bulan dan gravitasi matahari bekerja dalam arah yang sama akan terjadi
pasang yang sangat besar. Untuk setiap kali bulan melintasi meridian, akan terjadi dua pasang
yang utama karena pengaruh gravitasi bulan. dalam satu bulan terdapat dua pasang purnama
dan dua pasang perbani. Di mana pasang purnama ditandai dengan pasang terbesar dan
pasang perbani ditandai dengan pasang terkecil.
Menurut ‘Amalina et al. (2019), pasang surut laut merupakan gerakan naik turunnya
permukaan laut yang disebabkan gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari. Selain
gaya tarik menarik tersebut pengaruh meteorologis dan oseanografi juga ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik pasang surut, sehingga di setiap permukaan bumi memiliki
kedudukan permukaan air laut yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari waktu
ke waktu. Kedudukan permukaan air laut yang beraneka ragam meliputi Mean Sea Level
(MSL), Highest High Water Level (HHWL), Lowest Water Level (LLWL) ini sangat sulit
diprediksi dan perubahan sangat bergantung pada situasi dan lokasi. Untuk memahami sifat
dan karakteristik pasang surut dibutuhkan data pasang surut yang lengkap, akurat dan bahkan
diperlukan pengamatan yang cukup lama. Selain itu, sifat pasang surut yang periodik maka
dapat diramalkan dengan mendapatkan nilai - nilai dari komponen - komponen
pembentuknya.

II.2 Gaya Pembangkit Pasang Surut


Menurut Efendi et al. (2017), gaya pembangkit pasut adalah resultan dari gaya
sentrifugal dan gaya gravitasi benda-benda luar angkasa seperti bulan dan matahari. Gaya
sentrifugal tercipta akibat revolusi bulan mengelilingi bumi yang arahnya menjauhi bulan
serta setiap titik di permukaan bumi besarnya sama. Sedangkan gaya gravitasi bulan akan di
pengaruhi oleh jarak dari titik dipermukaan bumi terhadap bulan. Jika jarak dari titik di
permukaan bumi semakin dekat, maka makin besar pula gaya gravitasi bulan. Resultan dari
kedua gaya ini akan menciptakan gaya pembangkit pasut, dari gaya tersebut akan terciptanya
pasang surut di laut. Sedangkan matahari yang memiliki massa yang lebih besar dari massa
bulan tetapi jarak antara matahari dengan bumi lebih jauh dibandingkan jarak antara bumi
dengan bulan lebih maka gaya tarik air lautnya pun kecil.
Pembentukan pasang surut air laut sangat dipengaruhi oleh gerakan utama matahari dan
bulan, yaitu revolusi bulan terhadap bumi, revolusi bumi terhadap matahari dengan orbitnya
berbentuk elips, dan perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri. Pengaruh gravitasi benda-
benda langit terhadap bumi tidak hanya menyebabkan pasang surut air laut, tetapi juga
mengakibatkan perubahan bentuk bumi (bodily tides) dan atmosfer (atmospheric tides).
Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup
(teluk) antara lain adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan. Fenomena
pembangkitan pasang surut menyebabkan perbedaan tinggi permukaan air laut pada kondisi
kedudukan-kedudukan tertentu dari bumi, bulan dan matahari. Fenomena lain yang
berhubungan dengan pasang surut adalah arus pasang surut, yaitu gerak badan air menuju dan
meninggalkan pantai saat air pasang dan surut (Hamuna et al., 2018).

II.3 Komponen Harmonik Pasang Surut


Menurut Gumelar et al. (2016), mengingat pasang surut sebagai efek gaya pembangkit
bergejala periodik, maka dapat dinyatakan sebagai jumlah linier gelombang-gelombang
stasioner dan bergerak. Setiap gelombang harus mewakili setiap atraksi periodik dan
dinamakan komponen pasang surut. Dalam jangka waktu yang panjang, kombinasi suku-suku
pasang surut mungkin terjadi, bisa berupa kombinasi frekuensi. Hal ini mengakibatkan
timbulnya variasi komponen pasang surut. Berdasarkan periode pengulangannya, gelombang
pasang surut laut dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen utama, yaitu:
1. Komponen semi diurnal (setengah harian), yaitu M2, S2, N2, dan K2.
2. Komponen diurnal (harian), yaitu K1, O1, dan P1. (ingat tulisan angkane pk kcl)
3. Komponen periode panjang (dwi mingguan atau lebih), yaitu Mf, Mm, dan Ssa.
Komponen-komponen pasang surut laut dimodelkan sesuai dengan periode masing-masing
komponen ke dalam bentuk persamaan sinusoidal. Persamaan sinusoidal tersebut dibentuk
oleh variabel berupa frekuensi gelombang, amplitudo gelombang, dan fase. Karena
pengelompokan gelombang pasang surut dilakukan berdasarkan periode gelombangnya, maka
besar periode dan frekuensi gelombang pasang surut di setiap tempat adalah sama. Besar
amplitudo dan fase gelombang pasang surut laut dapat berubah-ubah sesuai perairan yang
diamati.
Menurut Suhaemi et al. (2018), karena sifat pasang surut yang periodik, maka pasang
surut dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda
fase dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama
pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Saat sekarang tercatat banyak
konstanta harmonik yang dihitung dalam hubungannya dengan perhitungan pasang surut.
Walaupun demikian, konstanta harmonik M2, S2, K1, dan O1 merupakan komponen utama
pembangkit pasang surut perairan. Konstanta pasang surut M2 memiliki amplitudo terbesar
dibanding komponen pasang surut lainnya. Sedangkan konstanta harmonik S2, K1, dan O1
merupakan komponen-komponen pasang surut penting dalam hubungannya dengan
penentuan datum peta. Fluktuasi amplitudo dari keempat komponen harmonik pasut ini,
sangat menentukan kondisi pasang surut di suatu perairan. Konstanta harmonik M2, S2, K1,
dan O1, secara bersama dibutuhkan dalam perhitungan bilangan Formzahl. Penentuan
bilangan Formzahl adalah cara yang digunakan untuk menentukan tipe pasang surut perairan.

II.4 Tipe Pasang Surut


Menurut Muhidin et al. (2020), tipe pasang surut pada setiap tempat dipermukaan bumi
tidak selalu sama. Hal ini disebabkan oleh besar gaya tarik bulan dan matahari yang tidak
sama untuk setiap tempat atau dengan kata lain tergantung pada posisi tempat yang
bersangkutan serta keadaan topografi dasar lautnya. Pasang surut laut dikelompokan dalam 3
(tiga) tipe yaitu antara lain :
1. Pasang surut setengah harian, pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari
(12 jam) disuatu tempat tertentu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Jadi dalam
satu hari penuh (24 jam) terjadi dua kali pasang dan dua kali surut (semi diurnal tide).
2. Pasang surut harian, terjadi apabila dalam waktu satu hari (24 jam) hanya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut (diurnal tide)
3. Pasang surut campuran (mixed), dalam satu hari (24 jam) terjadi pasangdan surut yang
tidak beraturan. Pasang surut campuran ini terbagi dalam dua golongan yaitu :
a. Pasang surut campuran yang condong ke setengah harian (mixed semi diurnal tide).
b. Pasang surut campuran yang condong ke bentuk harian (mixed diurnal tide).
Menurut Suhaemi et al. (2018), tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang
dan surut setiap harinya. Suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam
satu hari, kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang surut harian tunggal (diurnal tides).
Namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasang
surutnya disebut tipe harian ganda (semi diurnal tides). Tipe pasang surut lainnya merupakan
peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe
pasang surut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan
tipe campuran dominasi tunggal. Selain dengan melihat data pasang surut yang diplot dalam
bentuk grafik, tipe pasang surut juga dapat ditentukan berdasarkan bilangan formzahl (F).
II.5 Formzhal
Menurut Suhaemi et al. (2018), konstanta harmonik M2, S2, K1, dan O1, secara
bersama dibutuhkan dalam perhitungan bilangan Formzahl. Konstanta pasang surut ini
digunakan untuk menghitung kedudukan muka air rata-rata dan kedudukan muka air rendah
terendah. Tipe pasang surut di lautan ditentukan oleh frekuensi air pasang dan air surut setiap
hari. Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan
antara amplitudo unsur-unsur pasang surut tunggal utama dan unsur-unsur pasang surut ganda
utama. Penentuan tipe pasang surut secara kuantitatif ini dilakukan dengan menggunakan
bilangan Formzahl. Bilangan Formzahl sendiri dapat ditentukan dengan menggunakan
metode Admiralty.
Menurut Pasomba et al. (2019), bilangan Formzahl yakni pembagian antara amplitudo
konstanta pasang surut harian utama dengan amplitudo konstanta pasang surut ganda utama.
Dimana angka pasang surut “F” (tide form number “Formzahl”) didapat dengan persamaan
berikut:

Keterangan :
- F (Formzahl)= Angka Pasang Surut (tide form number)
- A(K1) = Amplitudo dari konstanta pasut K1
- A(O1) = Amplitudo dari konstanta pasut O1
- A(M2) = Amplitudo dari konstanta pasut M2
- A(S2) = Amplitudo dari konstanta pasut S2
Dengan nilai F, maka dapat ditentukan tipe pasang surut berdasarkan klasifikasi berikut:
1. Pasang surut harian ganda jika F ≤ 0.25
2. Pasang surut campuran condong harian ganda jika 0.25 < F ≤ 1.5
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal jika 1.5 < F ≤ 3
4. Pasang surut harian tunggal jika F > 3

II.6 Elevasi Muka Air Rencana


Menurut Bisryi et al. (2020), elevasi muka air laut rencana merupakan parameter yang
sangat penting didalam perencanaan bangunan pantai. Elevasi tersebut merupakan
penjumlahan dari beberapa parameter yaitu pasang surut, wave set-up, wind set-up, dan
kenaikan muka air karena perubahan suhu global. Tsunami tidak diperhitungkan mengingat
kejadiannya sangat jarang. Dalam perhitungan elevasi muka air rencana dibutuhkan panjang
data pasang surut yang lebih panjang untuk data yang lebih valid. Gelombang berperan
penting untuk penentuan tinggi muka air rencana, karena efek pendangkalan dasar laut
(shoaling). Fenomena tersebut mengakibatkan fluktuasi muka air laut yang disebut sebagai
wave set-up.
Menurut Kurniawan et al. (2019), elevasi muka air rencana diperlukan untuk
pengembangan dan pengelolaan daerah pantai. Mengingat elevasi muka air laut selalu
berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang
surut, beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang
dalam satu siklus pasang surut.
b. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air
surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air tinggi
selama periode 18,6 tahun.
d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air
rendah selama periode 18,6 tahun.
e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air tinggi
rerata dan muka air rendah rerata.
f. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada saat
pasang surut purnama atau bulan mati.
g. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat
pasang surut purnama atau bulan mati.
h. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti
dalam pasang surut tipe campuran.
i. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.

II.7 Metode Admiralty


Menurut Khairunnisa et al. (2021), Metode Admiralty merupakan salah satu dari
metode harmonik, dimana dalam perhitungannya melibatkan kedudukan muka air laut rata-
rata dan fungsi sinuoidal. Proses perhitungan dengan metode Admiralty dilakukan secara
sistematik dengan bantuan tabel dan skema. Metode Admiralty merupakan salah satu dari
beberapa metode dalam analisis pasang surut yang mampu menguraikan karakterisitk level
muka air mencakup informasi konstanta harmonik pasang surut, elevasi muka air dan tipe
pasang surut. Umumnya digunakan dalam perencanaan bangunan pantai maupun untuk
berbagai aktivitas lainnya. Metode ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya akurasi yang
baik dan dapat menggunakan data pengamatan pasut dalam deret waktu waktu pendek,
menghasilkan sembilan komponen pasang surut. Metode Admiralty juga memiliki kelebihan
dalam hasil penentuan nilai bilangan Formzal lebih mendekati atau berkesesuaian dengan
nilai referensi.
Metode Admiralty digunakan untuk mengekstrak nilai-nilai konstituen pasang surut dari
data pasang surut dengan periode 15 maupun 29 hari. Output dari metode Admiralty yaitu
nilai-nilai konstituen pasang surut (S0, S2, M2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, P1 serta bilangan
Formzhal). Nilai Formzahl digunakan untuk mengetahui tipe pasang surut di daerah
penelitian. Pengolahan data pasang surut menggunakan metode Admiralty selain
menghasilkan beberapa komponen pasang surut juga dapat digunakan untuk mencari nilai
Mean Sea Level (MSL), High Water Level (HWL), dan Low Water Level (LWL). Peramalan
dilakukan dengan memasukkan koordinat lokasi penelitian kemudian menentukan waktu awal
dan waktu akhir peramalan pasang surut berupa tahun, bulan, tanggal, jam, menit, dan interval
waktu pengambilan data pada standar GMT (Hidayat et al., 2019).
III. MATERI DAN METODE

III.1 Materi
Praktikum dilaksanakan pada Kamis, 21 Oktober 2021 pukul 18:30-21:30 WIB secara
daring melalui platform Microsoft Teams.

III.2 Metode
a. Skema 1
Pada skema 1, sudah terdapat data pasang surut yang disediakan oleh asisten
praktikum. Data yang digunakan yaitu data pasang surut pada tanggal 13 September
2014 – 11 Oktober 2014 di wilayah perairan Sulawesi Tengah. Waktu yang diambil
datanya yaitu 24 jam/hari selama 28 hari.

Gambar 1. Skema 1
b. Skema 2
Pada skema 2, terdapat kolom X1, Y1, X2, Y2, X4, dan Y4, kolom-kolom tersebut
terdapat tanda positif (+) dan tanda negatif (-). Untuk mengisinya maka diperlukan
tabel bantuan skema 2 yang sudah diberikan oleh asisten praktikum. Untuk kolom
bertanda positif maupun negatif disesuaikan dengan skema 2 tadi dan nilainya diambil
dari data pada skema 1.
Gambar 2. Skema 2
c. Skema 3
Pada skema 3, kolom yang bertanda positif (+) dan negative (-) pada X1, Y2, X2, Y2,
X4, dan Y4 dijumlahkan. Kemudian ditambah 2000 untuk penjumlahan pada kolom
X1, Y2, X2, dan Y2 yang berarti 29 piantan dan ditambah 500 untuk penjumlahan
pada kolom X4 dan Y4 yang berarti 15 piantan.

Gambar 3. Skema 3
d. Skema 4
Pada skema 4, terdapat index yang bertanda positif (+) dan negative (-). Untuk
mengisi data index ini maka diperlukan tabel bantuan skema 4 yang sudah diberikan
oleh asisten praktikum. Untuk kolom bertanda positif maupun negatif disesuaikan
dengan skema 4 tadi dan nilainya diambil dari data pada skema 3.

Gambar 4. Skema 4
e. Skema 5
Pada skema 5, dilakukan pengurangan antara jumlah index X tertentu dengan jumlah
index Y tertentu sesuai format yang diberikan oleh asisten praktikum. Kemudian dicari
nilai-nilai beberapa komponen pasang surut dengan dibantu tabel skema 5 yang sudah
diberikan oleh asisten praktikum.

Gambar 5. Skema 5
f. Skema 6
Pada skema 6 hampir sama dengan skema 5, bedanya yaitu pada skema 6 dilakukan
pengurangan antara jumlah index Y tertentu dengan jumlah index X tertentu sesuai
format yang diberikan oleh asisten praktikum.

Gambar 6. Skema 6
g. Skema 7 dan 8
Pada skema 7 dan 8, dilakukan perhitungan untuk menghasilkan nilai amplitude (A)
dan fase (g) yang nantinya akan digunakan untuk menentukan tipe pasut dan grafik
pasut.

Gambar 7. Skema 7 dan 8


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Skema VII hasil perhitungan dengan Metode Admiralty
Tabel 1. Skema VII hasil perhitungan dengan Metode Admiralty
S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS 4
V : PR cos r 252200 -2941.3 4268.9 6941.1 -7445.6 -1849.5 49.4 77.0
VI : PR sin r 0 20660.7 2711.4 -3102.2 -3102.7 7833.2 -18.9 78.6
PR 252200 20869.0 5057.2 7602.8 8066.2 8048.6 52.9 110.0
Daftar 3a : P 559 448 566 439 565 507 535
Daftar 5 : f 1.0 1.0 1.0 0.9 0.8 1.1 1.0
VII : 1+W 1.0 1.0 1.2 1.0 0.7 1.0 1.0 1.2
: V 290.9 0.0 33.6 275.7 15.1 221.7 290.9
Daftar 9 : u 0.7 0.0 0.7 3.5 -4.7 1.5 0.7
VIII : w 5.0 10.2 6.3 5.0
Daftar 3a : p 696.00 333 345 327 173 160 307 318
Daftar 4 : r 98.1 32.4 335.9 202.6 103.3 339.1 45.6
Jumlah = g 696.00 722.7 382.5 707.4 661.2 273.7 869.3 660.2
n x 360° 720 360 360 360 0 720 360
PR:((Px f x(1+W)) = A 362.4 60.5 12.2 21.8 72.5 61.3 0.2 0.3
VII g° 696.00 2.7 22.5 347.4 301.2 273.7 149.3 300.2

IV.1.2 Nilai MSL, HWS, LWS dan Formzahl pada bulan September-Oktober 2014
Tabel 2. Nilai MSL, HHWL, LLWL, dan Formzahl pada bulan September-Oktober

Nilai Formzhal 1.840448954 Campuran Condong ke Harian Tunggal


z0 256
HHWL 490
MHWL 450
MSL 362
MLWL 62
LLWL 22

IV.1.3 Grafik Tipe pasang surut bulanan di Perairan Sulawesi Tengah (bulan
September-Oktober 2014)
Grafik 1. Grafik Tipe pasang surut bulanan di Perairan Sulawesi Tengah (bulan
September-Oktober)
GRAFIK ELEVASI PASANG SURUT PERAIRAN SULAWESI TENGAH
BULAN SEPTEMBER-OKTOBER
SITI ZULAIHAH/26050120130061
600

500

400 Grafik
HHWL
MSL
300
LLWL
MHWL

200 Z0
MLWL

100

0
08/09/2014 00:0013/09/2014 00:0018/09/2014 00:0023/09/2014 00:0028/09/2014 00:0003/10/2014 00:0008/10/2014 00:0013/10/2014 00:0018/10/2014 00:00
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Skema VII Hasil Perhitungan dengan Metode Admiralty
Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan untuk menentukan tipe pasang surut
yang terjadi di wilayah perairan Sulawesi Tengah. Data praktikum yang digunakan
merupakan data pasang surut yang terjadi pada tanggal 13 September 2014 sampai dengan
tanggal 11 Oktober 2014. Perhitungan penentuan tipe pasang surut dilakukan dengan
menggunakan metode Admiralty. Metode Admiralty merupakan salah satu dari metode
harmonik yang digunakan untuk menghitung dua konstanta harmonik yaitu amplitudo dan
beda fase dalam rentang waktu 15 hari maupun 29 hari. Output yang dihasilkan dalam metode
Admiralty meliputi amplitudo (A) dan fase (g) dari setiap komponen pasang surut dan elevasi
beberapa muka air penting. Terdapat 8 skema dalam perhitungan metode Admiralty, salah
satunya yaitu skema 7. Perhitungan pada skema 7 ini berfungsi untuk menentukan nilai
konstanta harmonik dari perhitungan pasang surut sehingga diperolah nilai amplitudo dan
beda fase.
Komponen pasang surut hasil pengolahan metode Admiralty yang didapatkan dari
praktikum pasang surut ini yaitu: S0, M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1. Untuk dapat
memperoleh nilai amplitudo (A) dan fase (g) dari setiap komponen pasang surut tersebut
dilakukan beberapa perhitungan seperti menghitung nilai PR, P, f, 1+W, u, w, p, dan r.
Setelah nilai-nilai tersebut kita cari, maka kita dapat menghitung nilai amplitudo (A) dan fase
(g) dari masing-masing komponen pasang surut diatas. Nilai amplitudo (A) yang didapat dari
masing-masing komponen yaitu S0 sebesar 362,4 cm, M2 sebesar 60,51 cm, S2 sebesar
12,1996079 cm, N2 sebesar 21,89 cm, K1 sebesar 72,17 cm, O1 sebesar 61,27 cm, M4 sebesar
0,083 cm, MS4 sebesar 0,278 cm, K2 sebesar 3,294 cm, dan P1 sebesar 23,816 cm. Kemudian
untuk hasil fase (g) dari beberapa komponen yaitu M 2 sebesar 338,3, S2 sebesar 22,74573784,
N2 sebesar 310, K1 sebesar 302,9, O1 sebesar 248,4, M4 sebesar 100,5, dan MS4 sebesar 276,2.
IV.2.2 Nilai MSL, HHWL, LLWL dan Formzhal pada bulan September-Oktober 2014
Dalam pengolahan lebih lanjut, nilai amplitudo (A) digunakan untuk menentukan nilai
Formzhal (F). Penentuan nilai Formzhal ini diperlukan untuk mengetahui tipe pasang surut
yang ada di perairan Sulawesi Tengah. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
didapatkan nilai Formzhal sebesar 1,835068. Dikarenakan nilai Formzhal yang dihasilkan
berada diantara 1,6 dan 3, maka pasang surut yang terjadi di wilayah perairan Sulawesi
Tengah termasuk ke dalam tipe pasang surut campuran condong ke harian tunggal. Pasang
surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide) Merupakan pasut yang tiap harinya
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua
kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu (Prasetyo et al., 2016).
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan beberapa nilai
elevasi pasang surut, diantaranya nilai MSL, Z0, HHWL, MHWL, LLWL, dan MLWL. Nilai
elevasi tersebut diperoleh dengan melakukan perhitungan menggunakan nilai amplitude (A)
dari komponen-komponen pasang surut yang sudah diketahui hasilnya. Perhitungan nilai
elevasi dilakukan menggunakan rumus yang sudah ada dan tersedia baik dibuku, jurnal,
maupun internet. Pada praktikum kali ini didapatkan nilai elevasi yaitu MSL sebesar
362,3563, Z0 sebesar 255,509, HHWL sebesar 488,7691, MHWL sebesar 449,4596, LLWL
sebesar 22,24894, dan MLWL sebesar 61,55845. Nilai-nilai tersebut nantinya akan
memperjelas tipe pasang surut di perairan Sulawesi Tengah saat dibuat grafik.
Elevasi muka air laut rencana MSL, HWL, dan LWL merupakan beberapa elevasi muka
air yang sangat penting untuk diketahui informasinya dalam bidang Oseanografi. Elevasi
muka air rencana MSL berfungsi untuk mengetahui nilai rerata dari ketinggian muka air laut
yang pada umumnya dijadikan sebagai referensi ketinggian dari suatu datum. Informasi
Elevasi muka air rencana LWL dapat digunakan dalam perencanaan alur pelayaran, yang
mana alur pelayaran harus lebih tinggi dari LWL agar tidak kandas dan menyebabkan
bocornya kapal. Selain itu, LWL juga dapat digunakan untuk menentukan perubahan garis
pantai. Informasi yang diperoleh elevasi muka air rencana HWL dapat digunakan untuk
merencanakan bangunan pantai seperti pembangunan dermaga. Dermaga yang akan dibangun
harus berada diatas HWL agar dapat bertahan lama dan tidak tenggelam jika terjadi pasang
yang tinggi.
IV.2.3 Grafik Tipe Pasang Surut Bulanan di Perairan Sulawesi Tengah (Bulan
September-Oktober 2014)
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, pada praktikum kali ini hasilnya
akan diplotkan kedalam bentuk grafik. Grafik pasang surut air laut ini berfungsi untuk
memudahkan dalam mengidentifikasi tipe pasang surut yang terjadi disuatu perairan.
Komponen yang ada dalam grafik diantaranya waktu pengamatan, elevasi muka air, nilai
MSL, HHWL, MHWL, LLWL, dan MLWL. Pada praktikum kali ini didapatkan nilai elevasi
yaitu MSL sebesar 442, Z0 sebesar 362, HHWL sebesar 569, MHWL sebesar 805, LLWL
sebesar 156, dan MLWL sebesar 80. Dari grafik tersebut, dapat diamati tipe pasang surut
yang terjadi di perairan Sulawesi Tengah pada tanggal 13 September 2014 – 11 Oktober 2014
ialah jenis pasang surut campuran condong ke harian tunggal.
Fluktuasi pasang surut air laut sangat dipengaruhi oleh peredaran bulan terhadap bumi.
Pada pasang purnama (spring tide) yakni terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari berada
dalam satu garis lurus. Sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling
memperkuat. Pada saat terjadinya spring tide, maka akan terjadi pasang tinggi yang sangat
tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang purnama ini biasanya juga terjadi pada
saat bulan baru sekitar tanggal 1 maupun bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di setiap
bulan. Kemudian pasang perbani (neap tide) yakni terjadi ketika bulan dan matahari
membentuk sudut siku-siku terhadap bumi sehingga gaya tarik bulan terhadap bumi lemah.
Pada saat tersebut terjadi pasang tertinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang
surut perbani ini terjadi pada saat bulan ¼ dan ¾ sekitar tanggal 7 dan 21 di setiap bulan.

V.
VI. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan dari hasil praktikum,
sebagai berikut:
1. Pengolahan data penentuan tipe pasang surut di perairan Sulawesi Tengah dilakukan
dengan metode Admiralty, Metode Admiralty ini dilakukan secara sistematik dengan
bantuan tabel dan skema.
2. Nilai komponen harmonik yang didapatkan dari praktikum ini yaitu S 0 sebesar 362,4
cm, M2 sebesar 60,51 cm, S2 sebesar 12,1996079 cm, N2 sebesar 21,89 cm, K1 sebesar
72,17 cm, O1 sebesar 61,27 cm, M4 sebesar 0,083 cm, MS4 sebesar 0,278 cm, K2 sebesar
3,294 cm, dan P1 sebesar 23,816 cm. Nilai Formzhalnya sebesar 1,835068, yang mana
nilai ini berada diantara 1,6 dan 3, sehingga termasuk ke dalam tipe pasang surut
campuran condong ke harian tunggal.

5.2 Saran
Saran dari kami untuk praktikum yang akan datang :
1. Diharapkan selama berlangsungnya praktikum, baik praktikan maupun asisten dapat
kondusif agar setiap praktikan dapat memahami setiap materi yang disampaikan
asisten dengan baik dan benar.
2. Dimohon kepada asisten dalam menyampaikan materi untuk tidak terburu-buru agar
dapat dengan mudah dipahami dan dicatat oleh para praktikan.
3. Diharapkan sikap saling hormat-menghormati antara praktikan dengan asisten
praktikum maupun sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA

‘Amalina, A. D., W. Atmodjo, dan W. S. Pranowo. 2019. Karakteristik Pasang Surut di Teluk
Jakarta Berdasarkan Data 253 Bulan. Jurnal Riset Jakarta., 12(1): 25-36.
Bisryi, F. A., A. Satriadi, dan Purwamto. 2020. Studi Muka Air Laut Rencana dan Elevasi
Puncak Breakwater di Wilayah Pesisir Kecamatan Tugu, Kota Semarang.
Indonesian Journal Of Oceanography., 2(2): 25-32.
Efendi, R., G. Handoyo, dan H. Setiyono. 2017. Peramalan Pasang Surut di Sekitar Perairan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Banyutowo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Jurnal Oseanografi., 6(1): 221-227.
Gumelar, J., B. Sasmito, dan F. J. Amarrohman. 2016. Analisis Harmonik dengan
Menggunakan Teknik Kuadrat Terkecil untuk Penentuan Komponen-Komponen
Pasut di Wilayah Laut Selatan Pulau Jawa dari Satelit Alimetri Topex/Poseiden
dan Jason-1. Jurnal Geodesi Undip., 5(1): 194-203.
Hamuna, B., R. H. R. Tanjung, J. D. Kalor, L. Dimara, E. Indrayani, M. Warpur, Y. Y. P.
Paulangan, dan K. Paiki. 2018. Studi Karakteristik Pasang Surut Perairan Laut
Mimika, Provinsi Papua. Jurnal Acropora Ilmu Kelautan dan Perikanan
Papua., 1(1): 19-28.
Hidayat, T., W. Atmodjo, Hariyadi, H. Setyono, A. Ismanto, dan A. A. D. Suryoputro. 2019.
Kajian Tipe dan Komponen Pasang Surut di Pantai Sogandu Kabupaten Batang.
Indonesian Journal Of Oceanography., 1(1): 1-5.
Khairunnisa, D. Apdillah, dan R. D. Putra. 2021. Karaketristik Pasang Surut di Perairan Pulau
Bintan Bagian Timur Menggunakan Metode Admiralty. Jurnal Kelautan., 14(2):
58-69.
Kurniawan A. P., M. I. Jasin, dan J. D. Mamoto. 2019. Analisis Data Pasang Surut di Pantai
Sindulang Kota Manado. Jurnal Sipil Statik., 7(5): 567-574.
Muhidin, A., R. R. Atmawidjaja, dan B. Riadi. 2020. Analisis Tiper dan Karakteristik Pasang
Surut Pulau Jawa. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Geodesi.,
1(1): 1-10.
Muliati, Y. 2020. Rekayasa Pantai. Penerbit Itenas, Bandung. 142 hlm.
Pasomba, T., M. I. Jasin, dan T. Jansen. 2019. Analisis Pasang Surut Pada Daerah Tobololo
Kelurahan Tobololo Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Jurnal Sipil Statik.,
7(11): 1515-1526.
Prasetyo, A. A., A. Zakaria, dan M. Welly. 2016. Analisa Kesalahan Pemodelan data Pasang
Surut Stasiun Tanjung Priok. JRSDD., 4(3): 423-434.
Prayogo, L. M. dan L. Suspidayanti. 2020. Studi Karakteristik Pasang Surut di Perairan
Selatan dan Utara Kabupaten Sumenep, Madura. Jurnal Perikanan dan
Kelautan., 10(2): 136-148.
Suhaemi, S. Raharjo, dan Marhan. 2018. Penentuan Tipe Pasang Surut Perairan Pada Alur
Pelayaran Manokwari dengan Menggunakan Metode Admiralty. Jurnal
Sumberdaya Akuatik Indopasifik., 2(1): 57-64.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai