Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

ACARA 1 ARUS DAN DEBIT

Disusun oleh :

Salsa Nabila L1B019016

Asisten

Alawiyah Fahmi L1C017026

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2021
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Indonesia merupakan daerah yang berada di wilayah tropis dan

dilintasi garis khatulistiwa. Gerak semu matahari, yang melintasi khatulistiwa

menyebabkan Indonesia mengalami dua musim yang berbeda yaitu Musim

Barat dan Musim Timur ( Hutabarat, 2006 ). Musim Barat terjadi pada bulan

Desember, Januari, dan Februari. Sedangkan Musim Timur terjadi pada bulan

Juni, Juli, dan Agustus. Angin yang bertiup di Indonesia dipengaruhi oleh

musim sehingga sistem angin ini disebut angin Musim atau angin Muson.

Perairan Selatan Jawa merupakan perairan yang dipengaruhi oleh sistem angin

muson. Sistem angin Muson berpengaruh terhadap fluktuasi karakteristik

perairan seperti angin, arus, serta sebaran suhu. ( Ulha dkk, 2014)

Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh

permukaan lautan di dunia (Mustain, 2009). Arus adalah salah satu faktor

hidro-oseanografi yang dapat mempengaruhi alur pelayaran di suatu perairan.

Arus mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran

bagi kapal-kapal (Hutabarat dan Evans, 2014). Debit air adalah suatu koefesien

yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan

waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per/detik, untuk memenuhi

keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup untuk disalurkan ke

saluran yang telah disiapkan (Dumiary, 1992 dalam Kusumah dkk 2015).

1.2. Tujuan
1. Mengetahui presentase arah arus di lokasi praktikum

2. Mengetahui rata-rata kecepatan arus di lokasi praktikum

1.3. Manfaat

Manfaat dari praktikum kali ini adalah mahasiswa dapat mengetahui,

menganalisis dan mengolah data arus dan menghitung rata-rata kecepatan

arus.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Arus

Arus merupakan pergerakan massa air secara horizontal yang dapat

disebabkan oleh tiupan angin di permukaan laut, perbedaan densitas maupun

adanya pengaruh pasang surut laut. Akibat dari adanya pengaruh angin,

perbedaan densitas dan pasang surut maka akan terbentuk suatu pola sirkulasi

arus yang khusus (Hadi dan Radjawane, 2009). Menurut Nining (2002) sirkulasi

dari arus laut terbagi atas dua kategori yaitu sirkulasi di permukaan laut

(surface circulation) dan sirkulasi di dalam laut (intermediate or deep

circulation). Arus pada sirkulasi di permukaan laut didominasi oleh arus yang

ditimbulkan oleh angin sedangkan sirkulasi di dalam laut didominasi oleh arus

termohalin. Arus termohalin timbul sebagai akibat adanya perbedaan densitas

karena berubahnya suhu dan salinitas massa air lau

Perairan Selatan Jawa merupakan perairan yang dipengaruhi oleh

sistem angin muson. Sistem angin Muson berpengaruh terhadap fluktuasi

karakteristik perairan seperti angin, arus, serta sebaran suhu. McPhaden dan

Hayes (1991) menyatakan bahwa pergerakan angin akan mempengaruhi

karakteristik massa air di laut, salah satunya adalah terjadinya perubahan arah

arus permukaan. Pergerakan angin yang kencang juga dapat

mempengaruhi terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang

mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen. Berdasarkan penelitian Putra

(2004) diketahui bahwa pada saat Musim Timur, di selatan pulau Jawa angin

bertiup dari benua Australia menuju ke Barat. Hal ini menyebabkan

pergerakan massa air permukaan dari Selatan pulau Jawa menuju bagian Barat
samudera Hindia. Pergerakan massa air permukaan menyebabkan naiknya

massa air dari bagian dalam yang bersuhu rendah, menggantikan massa

air permukaan yang berpindahWilayah Pangandaran umumnya memiliki

topografi atau ketinggian tanah dari permukaan air laut berupa landai dan

sebagian kecil berbukitbukit. Rata-rata mempunyai ketinggian 6,55 mdpl dan

memiliki curah hujan rata-rata 3.196 mm/tahun dengan suhu 25° - 30° C dan

kelembaban udara antara 80-90 % dan termasuk tipe iklim B dengan curah

hujan rata-rata pertahun 3.196 mm dan senilai 2,802 mm pada tahun 2011

(Bappeda Ciamis, 2011).

2.2. Debit Air

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu

penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI

besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).

Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukkan dalam

bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit

sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang

berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS)

dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal

(Asdak, 1995).

Menurut Suripin (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dibagi

dalam 2 kelompok, yakni faktor meteorology dan karakteristik daerah

tangkapan saluran atau daerah aliran sungai (DAS). a) Faktor meteorologi

Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok elemen-elemen meteorologi


adalah sebagai berikut: 1) Intensitas curah hujan Pengaruh intensitas curah

hujan pada limpasan permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Jika

intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan

akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan.

Akan tetapi, besarnya peningkatan limpasan itu tidak sebanding dengan

peningkatan curah hujan lebih, yang disebabkan oleh efek penggenangan di

permukaan tanah. Intensitas hujan berpengaruh pada debit maupun volume

limpasan 2) Durasi hujan Di setiap daerah aliran mempunyai satuan durasi

hujan atau lama hujan kritis. Jika lamanya curah hujan itu kurang dari lamanya

hujan kritis, maka lamanya limpasan akan sama dan tidak tergantung dari

intensitas curah hujan. Jika lamanya curah hujan itu lebih panjang, maka

lamanya limpasan permukaan itu juga menjadi lebih panjang. 3) Distribusi

curah hujan Jika kondisi-kondisi seperti topografi, tanah dan lain-lain diseluruh

daerah pengaliran itu sama dan umpamanya jumlah curah hujan itu sama,

maka curah hujan yang distribusinya merata yang mengakibatkan debit

puncak yang minimum. Banjir di daerah pengaliran yang besar kadangkadang

terjadi oleh curah hujan lebat yang distribusinya merata, dan sering kali terjadi

oleh curah hujan biasa yang mencakup daerah yang luas meskipun

intensitasnya kecil. Sebaliknya, di daerah pengaliran yang kecil, debit puncak

maksimum dapat terjadi oleh curah


III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Praktikum

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut

software excel dan odv

3.2.1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut

data sekunder yang diunduh pada situs

(https://resources.marine.copernicus.eu/).

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut

data arus didownload sesuai dengan perairan pada situs Copernicus kemudian

data pada software odv diekstrak untuk dapat diolah di excel lalu sortir data

dilakukan di software excel, lalu hitung alpha, kuadran, phi, kecepatan arus

dan menentukan arah. Hasil data perhitungan di atas dianalisis dengan

kesesuaian budidaya.

3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 25 Mei 2021 di

Google Meet.

3.4. Analisa Data


3.4.1. Menghitung Arah Arus

Data arah arus dianalisis dengan analisis dekriptif kuantitatif. Perhitungan

dilakukan dengan menggunakan ms.excel dengan rumus =π *360/(6.28). Dan

bisa diberi keterangan dengan rumus =IF(Arah>335;"Utara";IF(Arah>290;"Barat

Laut";IF(Arah>245;"Barat";IF(Arah>200;"Barat

Daya";IF(Arah>155;"Selatan";IF(Arah>110;"Tenggara";IF(Arah>65;"Timur";IF(A

rah>20;"Timur Laut";"Utara"))))))))

3.4.2. Menghitung Kecepatan Rata-rata Arus

Menghitung kecepatan arus memiliki beberapa tujuan yaitu untuk

mengetahui pola arus di lokasi pengamatan, untuk mengetahui dominansi jenis

arus di perairan (arus pasut dan arus non-pasut), sebagai data dasar dalam

menganalisis kondisi yang ada untuk pemanfaatan serta perencanaan, baik

untuk kerekayasaan, kelayakan perairan untuk budi daya, dan sebagainya,

serta untuk validasi/verifikasi model matematika . Menghitung kecepatan arus

dengan menggunakan rumus =SQRT((komponen u^2)+(komponen v^2)).

Kemudian Kecepatan rata-ratanya dihitung dengan rumus =AVERAGE(nomor

sel 1:nomor sel 2). Perhitungan dianalisis dengan menggunakan metode

deskriptif kuantitatif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Presentase Arah Arus di Perairan

Tabel 1. Arah arus Perairan Pangandaran Perstasiun

Musim Barat 2020


Tahu Stasiu latitud
n Bulan n e longitude Arah Keterangan
Desemb
2019 er 1 -7.9167 108.58334 180.3824616 Selatan
Desemb
2019 er 2 -7.8333 108.58334 162.591505 Selatan
Desemb
2019 er 3 -7.75 108.58334 156.3166967 Selatan
2020 Januari 1 -7.9167 108.58334 133.4972041 Tenggara
2020 Januari 2 -7.8333 108.58334 139.5686966 Tenggara
2020 Januari 3 -7.75 108.58334 139.8253381 Tenggara
2020 Februari 1 -7.9167 108.58334 85.31037898 Timur
2020 Februari 2 -7.8333 108.58334 80.50370183 Timur
2020 Februari 3 -7.75 108.58334 77.69110385 Timur

Tabel 2. Arah arus Perairan Pangandaran Permusim

Arah Arus Permusim


Tahun Bulan Arah rata-rata Keterangan
2019 Desember 166.43 Selatan
2020 Januari 137.63 Tenggara
2020 Februrari 81.17 Timur

Berdasarkan tabel hasil percoban dapat dikatakan bahwa arah arus

Perairan Pangandaran setiap musimnya berdasarkan 3 stasiun yang di uji yaitu,

pada bulan Desember, 3 stasiun menunjukkan bahwa arus mengarah ke

selatan. Pada bulan Januari 2020, arah arus Peairan Pangandaran mengarah ke

Tenggara, dan pada bulan Februari 2020 arah arus Perairan Pangandaran

mengarah ke Timur.
Berdasarkan hasil percobaan menunnjukkan bahwa arah arus berubah

setiap musimnya hal ini dapat dikatakan karena tenaga angin memberikan

pengaruh terhadap arus permukaan (atas) sekitar 2% dari kecepatan angin itu

sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang sesuai dengan makin bertambahnya

kedalaman perairan sampai pada akhirnya angin tidak berpengaruh pada

kedalaman 200 meter (Bernawis,2000) Oleh karena dibangkitkan angin, arah

arus laut permukaan (atas) mengikuti arah angin yang ada. Khususnya di Asia

Tenggara karena arah angin musim sangat terlihat perubahannya antara musim

barat dan musim timur maka arus laut permukaan juga banyak

dipengaruhinya. Arus musim barat ditandai oleh adanya aliran air dari arah

utara melalui laut Cina bagian atas, laut Jawa, dan laut Flores. Adapun pada

musim timur sebaliknya mengalir dari arah selatan.

4.2. Rata-rata Kecepatan Arus di Perairan

Tabel 3. Kecepatan arus Perairan Pangandaran Perstasiun

Tahun Bulan Stasiun latitude longitud Kecepatan


e
2019 Desember 1 -7.9167 108.58334 0.27
2019 Desember 2 -7.8333 108.58334 0.26
2019 Desember 3 -7.75 108.58334 0.19
2020 Januari 1 -7.9167 108.58334 0.51
2020 Januari 2 -7.8333 108.58334 0.39
2020 Januari 3 -7.75 108.58334 0.26
2020 Februari 1 -7.9167 108.58334 0.67
2020 Februari 2 -7.8333 108.58334 0.61
2020 Februari 3 -7.75 108.58334 0.39

Tabel 4. Kecepatan arus Perairan Pangandaran Perstasiun

Kecepatan rata-rata Permusim


Tahun Bulan Kecepatan Rata-rata
2019 Desember 0,24
2020 Januari 0,39
2020 Februrari 0,56

Berdasarkan tabel hasil praktikum yang telah dilakukan pada 3 stasiun,

diperoleh kecepatan rata-rata arus di Perairan Pangandaran sebagai berikut.

Pada stasiun 1, kecepatan arus terbesar terjadi di bulan Februari sebesar 0.67

m/s, sedangkan kecepatan arus terkecil terjadi di bulan Desember sebesar 0.27

m/s. Pada stasiun 2 terjadi di bulan Februari kecepatan terbesar diperoleh nilai

sebesar 0.61 m/s, sedangkan kecepatan arus terkecil terjadi pada bulan

Desember sebesar 0.25 m/s. Perolehan kecepatan arus terbesar pada stasiun 3

terjadi di bulan Februari sebesar 0.39 m/s, sedangkan kecepatan arus terkecil

terjadi di bulan Desember sebesar 0.19 m/s. Kecepatan rata-rata arus permusim

di Perairan Pangandaran terbesar terjadi pada bulan Februari, sebesar 0.56 m/s,

sedangkan kecepatan rata-rata arus terkecil terjadi pada bulan Desember,

sebesar 0.24 m/s. Kecepatan rata-rata arus selama Musim Barat di Perairan

Pangandaran berkisar antara 0.39 m/s.

Kecepatan rata-rata arus berdasarkan hasil mengalami fluktuasi di setiap

musimnya hal inise sesuai dengan pernyataan menurut Savetri et al. (2019),

kecepatan rata-rata arus di Perairan Pangandaran pada tahun 2016-2018

berkisar antara 0.6-7,3 m/s. Hal ini terjadi karena Perairan Selatan Jawa

merupakan perairan yang dipengaruhi oleh sistem angin muson. Sistem angin

Muson berpengaruh terhadap fluktuasi karakteristik perairan seperti angin,

arus, serta sebaran suhu (Ulha dkk, 2014).


Menurut NINING (2002) sirkulasi dari arus laut terbagi atas dua kategori

yaitu sirkulasi di permukaan laut (surface circulation) dan sirkulasi di dalam

laut (intermediate or deep circulation). Arus pada sirkulasi di permukaan laut

didominasi oleh arus yang ditimbulkan oleh angin sedangkan sirkulasi di

dalam laut didominasi oleh arus termohalin. Arus termohalin timbul sebagai

akibat adanya perbedaan densitas karena berubahnya suhu dan salinitas massa

air laut.Arus sangat berperan dalam sirkulasi air, selain pembawa bahan

terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen

dalam air. Di samping itu berhubungan dengan KJA, kekuatan arus dapat

mengurangi organisme penempel (fouling) pada jaring sehingga desain dan

konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus serta kondisi

dasar perairan (lumpur, pasir, karang). Mayunar et al.(1995) menyebutkan

organisme penempel akan lebih banyak menempel pada jaring bila kecepatan

arus dibawah 25 cm/dt sehingga akan mengurangi sirkulasi air dan oksigen.

Namun demikian, Ahmad et al. (1991) mengemukakan kecepatan arus yang

masih baik untuk budidaya dalam KJA berkisar 5 – 15 cm/dt. Berdasarkan

pernyataan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa di Perairan Pangandaran

kurang sesuai atau sesuai bersyarat dilakukan KJA hal ini karena kecepatan

rata-rata arus di Perairan Pangandaran terlalu tinggi.

Kriteria yang digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan budidaya ikan

laut mengacu dari hasil penelitian Ahmat at al. (1991), Atjo (1992), Mubarak et

al. (1990), Radiarta et al. (2007) dan Utojo et al. (2007). Penentuan tingkat

kesesuaian budidaya untuk masing-masing parameter didasarkan dari

pengaruh parameter terhadap komoditas budidaya. Kedalaman yang sangat


sesuai untuk KJA yaitu sekitar 10-30 m bahkan lebih . Berdasarkan parameter

kecerahan yang sangat sesuai untuk KJA yaitu 1 sampai lebih dari 3 m.

Berdasarkan parameter kecepatan arus (cm/s) , kecepatan arus yang sesuai

yaitu sekitar 15-35 cm/s. . Mayunar et al., (1995) menyebutkan suhu optimum

untuk budidaya ikan adalah 27 – 32 oC, sedangkan untuk budidaya rumput

laut membutuhkan suhu pada kisaran 20 – 30 oC (Mubarak et al., 1990) dan

untuk tiram 20 – 32 oC (Atjo, 1992). Salinitas perairan hasil penelitian 32,62 –

32,74 ppt, kisaran ini masih baik untuk kegiatan budidaya baik perikanan,

rumput laut maupun tiram karena salinitas optimal untuk budidaya ketiga

komoditas tersebut berada pada kisaran 30 – 35 ppt. Khusus untuk budidaya

perikanan, nilai salinitas yang dibutuhkan sesuai dengan jenis ikan yang akan

dibudidaya. Hal ini disebabkan ikan tertentu membutuh salinitas tertentu pula.

Ikan memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas, nilai salinitas yang sesuai

untuk ikan berkisar 20 – 34 ppm (Imanto et al., 1995) beberapa jenis ikan

memiliki nilai salinitas berbeda. Kerapu secara umum memiliki salinitas

optimum pada kisaran 27 – 34 ppm (Ahmad et al., 1991; Mayunar et al., 1995).

V. KESIMPULAN

5.1. Persentase arah arus Perairan Pangandaran menunjukkan bahwa perairan

tersebut pada musim barat pada bulan Desember yaitu ke Selatan, pada

bulan Januari ke arah Tenggara, pada bulan Februari kea rah Timur.
5.2. Kecepatan rata-rata arus permusimnya yaitu pada bulan Desember 0,24

m/s. Pada bulan Januari sebesar 0,39 m/s dan bulan Februari sebesar 0,56

m/s.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., P.T. dkk. 1991. Operasional pembesaran kerapu dalam keramba

jaring apung. Dalam Mansur, A. (Ed.). Prosiding temu karya ilmiah

potensi sumberdaya kekerangan di Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Watampone, (7): 8 – 10.

Atjo, H. 1992. Potensi sumberdaya kekerangan Kabupaten Barru . Dalam

Mansur, A. (Ed.). 1992. Prosiding temu karya ilmiah potensi sumberdaya

kekerangan di Sulawesi Selatan dan Tenggara, Watampone. Hal 8 – 10.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ciamis. 2011. Ciamis

Dalam angka. Ciamis: Bappeda

Chaplin, M. 2016. Analisis Data Arus di Perairan Muara Sungai Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan. MASPARI JOURNAL, 8(1): 15-24.

Daruwedho, Haryo. 2016. Analisis Pola Arus Laut Permukaan Perairan

Indonesia dengan Menggunakan Satelit Altimetri Jason-2 Tahun 2012-

2014. Jurnal Geodesi Undip, 5(2): 145-158.

Hadi, S dan I. Radjawane. 2009. Arus Laut. Institut Teknologi Bandung.

Bandung

Hutabarat. S dan S.M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi. Jakarta. Universitas

Indonesia Press.

Hutabarat, S. dan SM. Evans.2006. Pengantar Oseanografi. UI Press. Jakarta.

Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 2014. Pengantar Oseanografi. Universitas

Indonesia Press, Jakarta.

Imanto, P.T., N. Lisyanto, B. Priono. 1995. Desain dan konstruksi keramba

jaring apung untuk budidaya ikan laut, halaman 171 - 178 dalam
Prosiding temu usaha pemasyarakatan teknologi keramba jaring apung

bagi budidaya laut, Puslitbang Perikanan. Badan Litbang

Pertanian.KMNKLH (= Kantor Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup).

1988. Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup No.

KEP02/MENKLH/1/1988 Tentang pedoman penetapan Baku mutu

Lingkungan. Jakarta.

Mayunar, R. Purba, P.T. Imanto. 1995. Pemilihan lokasi budidaya ikan laut.

Prosiding temu usaha pemasyarakatan teknologi keramba jaring apung

bagi budidaya laut, Puslitbang Perikanan. Badan Litbang Pertanian: 179

– 189.

McPhaden, and S. P. Hayes, 1991. On The Variability of Winds, Sea Surface

Temperature, and Surface Layer Heat Content in The Western

Wquatorial Pasific. J. Geosphys. Res. 96: 3331 – 3342

NINING, S. N. 2002. Oseanografi Fisis.Kumpulan Transparansi Kuliah

Oseanografi Fisika, Program Studi Oseanografi, ITB.

Radiarta, I.N., T.H. Prihadi, A. Saputra, J. Haryadi, O. Johan. 2006. Penentuan

lokasi budidaya ikan KJA menggunakan analisis multikriteria dengan

SIG di Teluk Kapontori, Sultenggara. Jurnal Riset Akukultur, 1(3): 303

-318

Suripin, 2004, Drainase Perkotaan Berkelanjutan. ANDI, Yogyakarta.

Utojo, A. Mansyur, A.M. Pirzan, Tarunamulia, B. Pantjara. 2007. Identifikasi

kelayakan lahan untuk pengembangan usaha budidaya laut di Teluk


Saleh, Nusa Tenggara Barat.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 10(5):

1-18.

Ulha, Fadika dkk. 2014. Arah dan Kecepatan Angin Musiman Serta Kaitannya

dengan Sebaran Suhu Permukaan Laut di Selatan Pangandaran Jawa

Barat. JURNAL OSEANOGRAFI, 3(3): 429-437.

Anda mungkin juga menyukai