Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Pekanbaru, 17 Maret 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.
2.1 Pengetahuan Ilmu, Empiris, dan Filsafat.......................................................
2.2 Kebenaran Ilmiah dalam Pancasila................................................................
2.3 Ciri-ciri Berpikir Ilmiah-Filsafati terhadap Pancasila....................................
2.4 Bentuk dan Susunan Pancasila.......................................................................
2.5 Refleksi terhadap Kajian Ilmiah tentang Pancasila di Era Global.................
BAB III PENUTUP.............................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun
II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya,
eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia
mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung
dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam
kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar
filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan
direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada
saat itu.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang
dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari
berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas
dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera
kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau
ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi
berbagai tantangan dan ancaman. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas
gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi
Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini
direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998
tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satusatunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga
mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan
untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.
Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah
yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas
untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk
benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif. Dampak
yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa

lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat
beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru sehingga
mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan
kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology
Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,
Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Papua, dan lain-lain. Berdasarkan alasan
tersebut diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara
untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan
idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

1.2Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2

Mengetahui Pancasila secara ilmiah


Mengetahui tingkatan pengetahuan ilmiah

1.3Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui Pancasila secara ilmiah
1.3.2 Dapat mengetahui tngkatan pengetahuan ilmiah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengetahuan Ilmu Empiris dan Filsafat

Manusia adalah makhluk berpikir. Oleh karena itu manusia dapat


memahami dan menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan manusia ada yang
diperoleh secara spontan dan secara sistematis-reflektif. Pengetahuan
Spontan melalui indrawi yang terikat perubahan ruang dan waktu.
Sedangkan, Pengetahuan Sistematis Reflektif Melalui trial and E Error.uji
berulang-ulang, disusun sistematis menjadi sistem pengetahuan yang
kebenarannya bersifat umum.
Pancasila

merupakan

pengetahuan

yang

reflektif,

bukan

pengetahuan spontan karenan proses penemuan pancasila melalui kajian


empiris dan filosofis terhadap berbagai ide atau gagasan, peristiwa atau
gejala sosio-kultural religius masyarakat indonesia.
Macam-macam pengetahuan Reflektif :
1) Empiris
Suatu keadaan yang bergantung pada bukti atau konsekuensi
yang teramati oleh indera. Menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Empirisme
lawan dari rasionalisme karena Empirisme menganggap kebenaran
adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia tidak diperoleh
melalui akal.
2) Filsafat
Pengetahuan yang bersifat mendasar dan umum menyangkut
masalah-masalah hakiki tentang manusia, alam dan tuhan.
a) Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat
segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya.
b) Teori-teori yang mendasar alam pikiran atau suatu kegiatan.
c) Ilmu yang berintikan logika,estetika, metafisika, dan epistemologi.
3) Ilmu Agama
Pengetahuan manusia yang didasarkan pada sumber utama
berupa kitab suci dengan landasan keimanan.
4) Teknologi
Pengetahuan yang awalnya ditujukan untuk mempermudah
manusia dalam memanfaatkan hasil-hasil alam, mengolah dan
mengeksploitasi alam.

5) Seni
Pengetahuan dan ekspresi rasa keindahan manusia sebagai
makhluk estetis.
Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah-filosofis dapat dipahami dari
sisi verbalis, konotatif, denotatif.
1) Verbalis dimaksudkan upaya memahami pancasila dari aspek rangkaian
kata-kata yang diucapkan. ( Ex : Pidato, Upacara dll.)
2) Konotatif dimaksudkan upaya memahami pancasila menggunakan ratio.
( Ex : Pancasila dipahami, ditafsirkan, dan dimaknai berdasarkan metode
ilmiah.)
3) Denotatif terhadap Pancasila berkaitan dengan fakta. ( Ex : realita yang
menunjukkan adanya perwujudan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan.)
Sisi verbalis dan sisi konotatif mempunyai hubungan langsung,
artinya apa yang diucapkan dapat diinterpretasikan, dan dicari maknanya
oleh setiap orang. Sisi verbalis dan sisi denotatif tidak terhubung secara
langsung, karena apa yang dikatakan tidak mesti langsung terwujud dalam
kenyataan.

2.2Kebenaran Ilmiah dalam Pancasila


Pengetahuan manusia tidak akan mencapai pengetahuan yang
mutlak, termasuk pengetahuan tentang Pancasila, karena keterbatasan daya
pikir dan kemampuan manusia. Pengetahuan manusia bersifat evolutif.
Pengetahuan yang dikejar manusia identik dengan pengejaran kebenaran.
Pengetahuan manusia merupakan proses panjang yang dimulai dari
purwa-madya-wasana.
Dari kriteria ini diperoleh empat macam teori kebenaran:
1)
2)
3)
4)

Teori kebenaran koherensi


Teori kebenaran korespondensi
Teori kebenaran pragmatisme
Teori kebenaran konsensus

Kebenaran koherensi ditandai dengan pernyataan yang satu dengan


pernyataan yang lain saling berkaitan, konsisten, dan runtut. Pernyataan
yang satu dengan yang lain tidak boleh bertentangan
Kebenaran korespondensi ditandai dengan adanya kesesuaian antara
pernyataan dan kenyataannya.
Kebenaran pragmatis berdasarkan kriteria bahwa pernyataanpernyataan yang dibuat harus membawa manfaat. Pernyataan harus dapat
ditindaklanjuti dalam perbuatan dan dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
Kebenaran konsensus didasarkan pada kesepakatan bersama. Suatu
pernyataan dikatakan benar apabila disepakati oleh masyarakat atau
komunitas tertentu yang menjadi bagian dari proses konsensus. Akan tetapi
tidak semua kesepakatan umum itu benar, karena ada syarat tertentu untuk
terwujudnya kebenaran konsensus. Menurut Jurgen Habermas, ada empat
syarat, yaitu keterpahaman, diskursus/wacana, ketulusan/kejujuran dan
otoritas.

2.3Ciri-ciri Berpikir Ilmiah-Filsafati terhadap Pancasila


Ilmu pengetahuan adalah kumpulan dari usaha manusia untuk
memahami kenyataan sejauh dapat dijangkau oleh daya pemikiran manusia
berdasarkan pengalaman secara empirik dan reflektif. Ada pula syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan tersebut dapat dikatakan
sebagai ilmu. Poedjawijatna menyebutnya sebagai syarat ilmiah (Kaelan,
1998), yaitu:
1)

Berobjek
material. Objek formal Pancasila adalah suatu sudut pandang
tertentu dalam pembahasan Pancasila atau dengan kata lain dari sudut
pandang apa Pancasila itu dibahas.

Sudut pandang ilmiah dalam mengkaji Pancasila bersifat


interdisipliner, artinya melibatkan berbagai sudut pandang yang
relevan dan mendukung seperti sudut pandang historis (sejarah),
yuridis (hukum), filosofis atau kultural (budaya), dan lain-lain.
Objek material Pancasila adalah suatu objek yang merupakan
sasaran kaji atau bahasan Pancasila, baik yang bersifat empiris maupun
non-empiris. Pancasila merupakan hasil budaya bangsa Indonesia.
Dengan demikian, bangsa Indonesia dengan segala hasil budayanya
dalam bermasyarakat dan bernegara adalah objek material dari
Pancasila atau asal mula nilai-nilai Pancasila. Objek material yang
bersifat non-empiris merupakan objek yang lebih bersifat abstrak,
tidak dapat diindera secara langsung seperti nilai-nilai moral, religius
yang tercermin di dalam kepribadian, sifat karakter dan pola budaya
bangsa Indonesia.
Objek material yang bersifat empiris adalah hasil-hasil kongkrit
yang mencerminkan nilai-nilai moral, perilaku, karakter, pola budaya
bangsa

Indonesia

sejak

dahulu

sampai

sekarang.

Contohnya

peninggalan sejarah zaman kuno berupa prasasti, candi-candi,


bangunan-bangunan,

naskah-naskah

kuno,

peninggalan

zaman

menjelang dan sesudah kemerdekaan berupa naskah-naskah sidang,


lembaran negara dan sebagainya yang menunjukkan adanya nilai-nilai
Pancasila di dalamnya.
2)

Bermetode
Setiap ilmu harus memiliki metode, yaitu
seperangkat cara atau sistem pendekatan untuk
membahas objek material agar mendapatkan kebenaran
yang objektif. Demikian pula halnya dengan Pancasila.
Jika Pancasila dibahas dari segi sejarah, maka metode
yang dipakai adalah metode ilmu sejarah. Selain itu bisa
juga secara filosofis dengan metode analisis-sintesis.
Metode analisis-sintesis adalah menguraikan dan

memerinci pernyataan-pernyataan yang kemudian


disimpulkan menjadi suatu pengetahuan baru. Ada pula
metode induksi dan deduksi, yang merupakan metode
berpikir untuk mengkaji Pancasila. Metode induksi ialah
metode berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat
khusus dan kejadian berulang-ulang untuk kemudian
ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan
metode deduksi adalah metode berpikir yang bertitik
tolak dari pernyataan umum untuk ditarik kesimpulan
secara khusus. Ada pula metode hermeneutika
merupakan metode menafsirkan. Objek materialnya
adalah pernyataan-pernyataan teks dan simbol.
Tujuannya untuk memperoleh makna atau hakikat dari
hal yang ditafsirkan.
3)

Bersistem
Pemahaman Pancasila secara ilmiah merupakan
satu kesatuan dan keutuhan, bahkan Pancasila itu
sendiri pada dasarnya merupakan kebulatan yang
sistimatis, logis, dan tidak bertentangan di dalam silasilanya (Kaelan, 1998).
Notonagoro mengatakan bahwa sila-sila Pancasila
tersusun secara hierarkis, piramidal, dan bersifat
majemuk-tunggal.
Hierarkis Piramidal ialah sila-sila Pancasila
ditempatkan sesuai luas cakupan dan keberlakuan
pengertian yang terkandung di dalamnya. Sila
Ketuhanan diletakkan pada
urutan pertama, karena menunjuk pada eksistensi
Tuhan sebagai sang Pencipta. Sila Kemanusiaan
diletakkan pada urutan kedua, karena manusia
hanyalah sebagian dari ciptaan Tuhan di samping

makhluk lain yang ada di alam semesta. Inti dari sila


ketiga adalah Persatuan, yang menunjuk adanya
kelompok-kelompok manusia sebagai makhluk sosial.
Sila keempat berintikan Kerakyatan, artinya dalam
kelompok manusia yang berbangsa dan bernegara
memerlukan sistem pengelolaan hidup bersama atas
dasar kedaulatan. Sila kelima berintikan Keadilan, hal ini
dapat dijelaskan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan
bersatu membentuk bangsa dan negara mempunyai
tujuan
bersama yaitu untuk mencapai keadilan. Dengan
demikian sila kelima ini merupakan realisasi dari
eksistensi manusia yang hidup berkelompok di sebuah
negara.
4)

Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah relatif berlaku
secara universal. Artinya kebenaran tidak terbatas oleh
ruang, waktu, keadaan, situasi, kondisi, maupun jumlah
tertentu. Demikian juga dengan kajian terhadap
Pancasila. Masing-masing sila Pancasila bersifat
universal, yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan. Kata Ketuhanan memiliki
makna yang hampir sama
dengan religiusitas.Kemanusiaan analog dengan
kata humanisme. Persatuan analog dengan
kata nasionalisme. Kerakyatan analog
dengan demokrasi. Sedangkan Keadilan analog
dengan kesejahteraan. Arti universal tidak sama dengan
absolut, karena pengetahuan manusia tidak akan
pernah mencapai kebenaran yang mutlak.

Di samping Pancasila memiliki nilai-nilai dasar


yang universal, Pancasila juga memiliki nilai-nilai yang
berlaku hanya untuk rakyat Indonesia dalam bentuk
UUD 1945.

2.4Bentuk dan Susunan Pancasila


1) Bentuk Pancasila
Bentuk pancasila di dalam pengertian ini diartikan sebagai rumusan
Pancasila sebagaimana tercantum

di dalam alinea IV Pembukaan

UUD45. Pancasila sebagai suatu sistem nilai mempunyai bentuk yang


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Merupakan kesatuan yang utuh.
Kelima sila dalam pancasila membentuk pengertian yang
baru dan tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Walaupun
masing-masing sila berdiri sendiri tetapi hubungan antar sila
merupakan

hubungan

yang

organis

dan

menyusun

suatu

keberadaan yang utuh.


b) Sitiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak yang
membentuk kesatuan, bukan unsur yang komplementer.
Artinya, salah satu unsur (sila) kedudukannya tidak lebih
rendah dari yang lain. Walaupun sila pertama merupakan sila yang
berkaitan dengan Tuhan sebagai causa prima, tetapi tidak berarti
sila lainnya hanya sebagai pelengkap.
c) Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau
dikurangi.
Oleh karena itu Pancasila tidak dapat diperas, menjadi
trisila

yang

meliputi

sosio-nasionalisme,

sosio-demokrasi,

ketuhanan, atau ekasila yaitu gotong royong sebagaimana


dikemukakan oleh Ir. Soekarno.
2) Susunan Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem nilai disusun berdasarkan urutan
logis keberadaan unsur-unsurnya. Oleh karena itu sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa ditempatkan pada urutan yang paling atas,
karena bangsa Indonesia meyakini segala sesuatu itu berasal dari Tuhan

dan akan kembali kepadaNya. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab di tempatkan setelah Ketuhanan, karena yang akan mencapai
tujuan atau nilai yang didambakan adalah manusia sebagai pendukung
dan pengemban nilai-nilai tersebut. Setelah prinsip kemanusiaan
dijadikan landasan, maka untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan
manusia-manusia itu perlu bersatu membentuk masyarakat (Negara),
sehingga perlu adanya persatuan (sila ketiga). Persatuan Indonesia erat
kaitannya dengan nasionalisme. Oleh karena itu persatuan Indonesia
bukan sesuatu yang terbentuk sekali dan berlaku untuk selama-lamanya.
Sila keempat merupakan cara-cara yang harus ditempuh ketika suatu
Negara ingin mengambil kebijakan. Kekuasaan Negara diperoleh bukan
karena warisan, tetapi berasal dari rakyat. Jadi rakyatlah yang berdaulat.
Sila kelima Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ditempatkan
pada sila terakhir, karena sila ini merupakan tujuan dari Negara
Indonesia yang merdeka. Oleh karena itu masing-masing sila
mempunyai makna dan peran sendiri-sendiri.

2.5Refleksi terhadap Kajian Ilmiah tentang Pancasila di Era


Global
Kajian ilmiah mengenai Pancaila sejak disyahkan pada tanggal 18
Agustus 1945 sampai saat ini mengalami pasang surut. Tokoh yang
mengawali pengkajian tentang Pancasila secara ilmiah populer dan filosofis
ialah Notonagoro dan Driyarkara. Pemikiran dari Notonagoro tentang
Pancasila menghasilkan suatu telaah yang bermakna bagi Perkembangan
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Meskipun demikian, masih terbuka bahan dialog serta kajian kritis
terhadap Pancasila. Artinya Pancasila sebagai dasar falsafah negara tidak
boleh menjadi ideologi yang beku sehingga seluruh komponen bangsa,
terutama mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda
dapat memberikan ide-ide baru dan kreatif. Dengan demikian diperolehlah
inteprestasi
Pancasila.

baru untuk memperoleh makna terdalam dari sila-sila

Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif, maksudnya adalah:


1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri memiliki makna yang
terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan
abstrak karena merupakan suatu nilai;
2) Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan
maupun dalam kehidupan keagamaan;
3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok
kaidah negara yang mendasar, sehingga merupakan sumber dari segala
sumber hokum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, terkandung
maksud bahwa keberadaan nilai-nilai. Pancasila itu bergantung atau terlekat
pada bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:
1) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia,
sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai
atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
2) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai kerokhanian,
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis,
dan nilai religius yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia
dikarenakan bersumber pada kepribadian bangsa
Oleh karena nilai-nilai Pancasila yang bersifat objektif dan subjektif
tersebut, maka nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan,
menjadi dasar serta semangat bagi segala tindakan atau perbuatan dalam
kehidupan

bermasyarakat

maupun

kehidupan

bernegara.

Nilai-nilai

Pancasila sebagai sumber nilai bagi manusia Indonesia dalam menjalankan


kehidupan berbangsa dan bernegara, maksudnya sumber acuan dalam
bertingkah laku dan bertindak dalam menentukan dan menyusun tata aturan
hidup berbangsa dan bernegara.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia
dan tidak mengenal batas wilayah, Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu
proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti

oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama
dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
Globalisasi adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara
seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek
kehidupan,khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Dengan
terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang
iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan
lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang
terjadi di dunia.
Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak
positif,berbagai perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat
terasa,baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,dan teknologi
informasi
Di era global seperti yang sedang terjadi saat ini, dunia datar (dunia
maya) secara langsung atau pun tidak langsung banyak menghadirkan
ideologi asing yang gencar menerpa masyarakat Indonesia. Banyak
masyarakat yang tidak menyadari akan hal ini, justru kebanyakan
menganggap bahwa nilai-nilai dan ideologi asing justru menjadi pandangan
hidupnya seperti :
1) Materialisme ialah sikap hidup yang mengagungkan materi atau bendabenda. Ukuran kesuksesan sesorang dipandang dari segi materi yang
dimiliki, sehingga sering mengabaikan etos kerja serta nilai-nilai
kemanusiaan. Seseorang akan menjadi kurang menghargai orang lain
dari sisi spiritualisnya.
Cara Mengatasi Budaya Hedonisme :
Untuk mengantisipasi pengaruh negatif budaya hedonisme bagi
mahasiswa perlu diadakan sosialisasi, yaitu :
Sadari Anda materialistic
Sadari segala sesutau tidak selalu menjadi hal yang baru
Pikirkan kemngkinan tabungan Anda
Sadari bahwa uang datang dan pergi
sadari bahwa pribadi seseorang lebih penting
menjalin sosialisasi dengan lingkungan masyarakat yang sederhana

2) Hedonisme

merupakan

mengutamakan

suatu

kenikmatan

dan

paham

serta

kesenangan

sikap

hidup

yang

duniawi. Hidupnya

berorientasi pada pemuasan kebutuhan hidup secara fisik, seperti senang


menikmati makanan mahal, barang yang bermerk/berkelas, gaya hidup
metropolit dan kebarat-baratan, seperti senang dengan kehidupan dunia
gemerlap di mana seks bebas, rokok, narkoba menjadi bagian hidup
yang tidak terpisahkan.
Cara Mengatasi Budaya Hedonisme :
Untuk mengantisipasi pengaruh negatif budaya hedonisme bagi
mahasiswa perlu diadakan sosialisasi, yaitu :
Perlunya kearifan dalam memilih barang agar tidak terjebak dalam
konsumerisme.
Menanamkan pola hidup sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam memilih barang mahasiswa perlu membuat skala prioritas
dalam berbelanja sehingga dapat membedakan barang apa yang
benar-benar diperlukan dan barang-barang yang diinginkan namun
tidak diperlukan.
Penerapan pola hidup sederhana dalam kegiatan sehari-hari
diperlukan untuk mengatur keuangan mahasiswa agar pendapatan
yang biasanya berasal dari orang tua tidaklah lebih kecil daripada
pengeluaran.
diminum makin haus. Bagi yang belum terlanjur menjadi pengidola
hedonisme maka segeralah balik kiri, berubah seratus delapan puluh
Adanya kedewasaan dalam berpikir sehingga mahasiswa dapat
membentengi diri dari pola hidup konsumerisme.
Memilih gaya hidup hedonime, terus terang tidak akan pernah
memberikan kepuasan dan kebahagiaan. Ibarat minum air garam,
makin derajat. Bahwa kebahagian hidup ada pada hati yang bening,
saatnya bagi kita kembali untuk menyuburkan akar-akar spiritualkembali ke jalan Ilahi, tumbuhkan jiwa peduli pada sesama- buang
jauh-jauh karakter selfish (mementingkan diri sendiri), dan miliki
multi kekuatan kuat otak, kuat otot, kuat kemampuan
berkomunikasi, kuat beribadah, dan kuat mencari rezeki.

3) Konsumerisme, yaitu sikap serta gaya hidup yang lebih senang berada
di

posisi

sebagai

pembuat/penghasil

pengguna
(produsen).

(konsumen)
Kecenderungan

daripada

menjadi

konsumtif

yang

berlebihan ditandai dengan membeli atau memiliki barang-barang yang


sebenarnya tidak dibutuhkan, melainkan sekadar ingin dimilikinya.
Cara Mengatasi Budaya Konsumerisme :
Untuk mengantisipasi pengaruh negatif budaya konsumerisme
bagi mahasiswa perlu diadakan sosialisasi, yaitu :
Ketika tanggal mudas, alamgkah baiknya kita membuat perencanaan
keuangan terlebih dahulu dengan melist keperlua-keperluan bulan
yang menjadi kebutuhan kita
Prioritaskan kebutuhan yang paling utama
Berpikirlah relistis dan rasional sebelum membeli barang
Menahan diri untuk tidak membeli barang-barang yang diluar dari
daftar belanja yang telah anda beli
Dengan adanya berbagai gejala seperti di atas, maka semakin
diperlukan pula sebuah kajian kritis terhadap Pancasila sebagai
sumber nilai bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga
diharapkan masyarakat dapat semakin kritis di dalam menentukan
pilihan-pilihan pandangan hidup, sikap serta gaya hidupnya yang
selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, masyarakat
Indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup yang kokoh, orientasi
hidup yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak
terombang-ambing mengikuti arus global.

BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1) Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah harus memenuhi syarat,
yaitu memiliki objek, metode/cara, sistem dan bersifat
universal.
2) Tingkatan pengetahuan ilmiah Pancasila sangat ditentukan
oleh macam-macam pertanyaan ilmiah, seperti deskriptif
(bagaimana), kausal (mengapa), normatif (kemana) dan
esensial (apa ).

3.2Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun isinya,
maka dari itu penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam
mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang Pancasila sebagai
Pengetahuan Ilmiah dan semoga dengan makalah ini para pembaca dapat
menambah cakrawala ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA
http://anadarabone.blogspot.co.id/2011/12/pancasila-sebagai-pengetahuanilmiah.html
https://www.academia.edu/3819639/MAKALAH_PENDIDIKAN_PANCASILA
http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2012/07/landasan-historis-kultural-yuridisdan.html
http://anadarabone.blogspot.co.id/2011/12/pancasila-sebagai-pengetahuanilmiah.html
http://markdebie.blogspot.co.id/2011/05/kajian-ilmiah-terhadap-pancasila.html
https://www.google.co.id/?
gws_rd=cr,ssl&ei=MQrqVuqtG9OiugTgg7j4Dw#q=makalah+kajian+ilmiah+terh
adap+pancasila
http://www.philosophyresearcher.com/2014/05/metode-hermeneutika-soekarnosebuah.html
https://wirasaputra.wordpress.com/2011/04/26/pengetahuan-pancasila-adalahpengetahuan-ilmiah/

Anda mungkin juga menyukai