Anda di halaman 1dari 48

TUGAS LITERATURE REVIEW JURNAL

MASALAH MASYARAKAT DAS DI SUNGAI


CITARUM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Masyarakat Daerah Aliran Sungai

Oleh:
Ainun Qori Fajariya 70122002
Maria Goretti Putri P 70122008
Silviana Asliha 70122013
Titik Purwati 70122015

PROGRAM STUDI S1-KESEHATAN MASYARAKAT ALIH JENJANG


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan...........................................................................................................3
1.4 Manfaat.........................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................5
2.1 Sungai............................................................................................................5
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)........................................................................6
2.3 Banjir.............................................................................................................7
2.4 Erosi..............................................................................................................8
2.5 Lahan Kritis.................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................14
ANALISIS MASALAH.......................................................................................14
3.1 Permasalahan DAS di Zona Citarum Hulu.................................................15
3.2 Permasalahan DAS di Zona Citarum Tengah.............................................16
3.3 Permasalahan DAS di Zona Citarum Hilir.................................................16
BAB IV..................................................................................................................19
PEMBAHASAN...................................................................................................19
4.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sungai Citarum (sesuai dengan data yang
didapat dari BBWS Citarum dan Cita Citarum)....................................................19
4.2 Pemetaan Permasalahan di Wilayah Sungai Citarum.................................22
BAB V....................................................................................................................40
PENUTUP.............................................................................................................40
5.1 Kesimpulan.................................................................................................40
5.2 Saran............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram alir Permasalah DAS Sungai Citarum...............................................17


Gambar 2 Wilayah sungai Citarum..................................................................................23
Gambar 3 Skema Sungai Citarum....................................................................................24
Gambar 4 Data Potensi Pemanfaatan Air.........................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambahan jumlah penduduk, kesejahteraan masyarakat dan
peningkatan kualitas hidup berdampak pada meningkatnya berbagai
macam fasilitas yang membutuhkan lahan. Jumlah penduduk yang relative
sedikit, maka lahan dapat digunakan sesuai dengan penggunaannya.
Begitupun sebaliknya, jumlah penduduk yang relative meningkat akan
meningkatkan penggunaan lahan sehingga perlu dilakukan kegiatan
evaluasi sumberdaya lahan. Penggunaan lahan selain mempertimbangkan
kesesuaian lahan dan juga harus mempertimbangkan ketersediaan lahan.
Penggunaan lahan dan kondisi biofisik DAS merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi DAS.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ekosistem yang
kompleks, kualitas lahan yang sangat ditentukan oleh aktivitas
penggunaannya. Hal ini menggambarkan pentingnya analisis tata guna
lahan untuk menghindari risiko degradasi pada areal yang luas. Informasi
spasial mengenai kekritisan lahan yakni tingkat kehilangan tanah dan
kesesuaian penggunaan lahan, memberikan wawasan bagi pengelola
Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam membuat strategi konservasi lahan,
termasuk pemahaman mengenai risiko yang diakibatkan oleh penggunaan
lahan di Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sungai Citarum adalah kehidupan bagi penduduk Jawa Barat dan
DKI Jakarta. Sungai Citarum terbentang sepanjang 297 km dengan hulu di
Situ Cisanti yang terletak di kaki Gunung Wayang, Kabupaten Bandung
dan bermuara di Pantai Utara Pulau Jawa, Muara Gembong, Kabupaten
Bekasi. Aliran DAS Citarum melintasi 11 kabupaten/kota antara lain
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi,

1
Sebagian Kabupaten Sumedang, Sebagian Kabupaten Cianjur, Sebagian
Kota Bogor, dan Sebagian Kabupaten Garut.
Pemanfaatan sumberdaya lahan dan sumberdaya air harus
memperhatikan konservasi tanah dan air agar tidak menimbulkan masalah
seperti degradasi lahan. Degradasi lahan adalah menurunnya produktivitas
lahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang apabila terus dibiarkan
akan mengakibatkan lahan kritis. Lahan kritis menyebabkan menurunnya
kualitas dan produktivitas lahan sehingga tidak dapat dimanfaatkan
sebagai media produksi, baik untuk budidaya maupun non budidaya.
Lahan kritis dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter yaitu penutup
lahan, kelerengan, dan erosi. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
fungsinya merupakan salah satu penyebab dari lahan kritis, seperti alih
fungsi hutan menjadi lahan pertanian yang memberi dampak buruk
terhadap Ekologi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kelestarian Sumber
Daya Alam (SDA).
Penggunaan lahan dan kondisi biofisik Daerah Aliran Sungai
(DAS) merupakan faktor yang mempengaruhi fungsi DAS. Diantara faktor
tersebut terdapat interaksi yang apabila terjadi perubahan pada salah satu
komponen maka dapat merubah komponen lainnya. Pemanfaatan
sumberdaya lahan dan sumberdaya air harus memperhatikan konservasi
tanah dan air agar tidak menimbulkan masalah seperti lahan kritis. Lahan
kritis menyebabkan menurunnya kualitas dan produktivitas dari lahan
sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan sebagai media produksi, baik
untuk kegiatan budidaya maupun nonbudidaya. Eksploitasi lahan pada
DAS bagian hulu juga dapat memperparah kondisi lahan kritis.
Memperhatikan kondisi beberapa area di dalam Kawasan
konservasi pada DAS Citarum yang termasuk dalam kategori sangat kritis
dan kritis, maka peranan DAS di Kawasan konservasi tersebut utamanya
sebagai sistem pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan dapat
dikatakan kurang berfungsi lagi secara normal, akibatnya telah
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem. Karena itu,

2
pemulihan ekosistem dan peningkatan fungsi lahan kritis harus segera
dilakukan guna merehabilitasi lahan kritis dan penyebab timbulnya lahan
kritis.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah tersebut :
1. Apa saja permasalahan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada sungai
citarum dengan perspektif bidang ilmu Kesehatan masyarakat (Gizi
Masyarakat, Promosi Kesehatan, AKK, K3, dan Kesehatan
Lingkungan) ?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari permasalahan DAS ?
3. Bagaimana cara menanggulangi permasalahan Daerah Aliran Sungai
(DAS) pada sungai citarum ?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengidentifikasi permasalahan Daerah Aliran Sungai (DAS)


pada sungai citarum dengan bidang ilmu Kesehatan masyarakat (Gizi
Masyarakat, Promosi Kesehatan, AKK, K3, dan Kesehatan
Lingkungan).
2. Untuk mengetahui dampak permasalahan dari DAS.
3. Untuk mengetahui cara menanggulangi permasalahan Daerah Aliran
Sungai (DAS) pada sungai citarum.
1.4 Manfaat
1. Manfaat bagi Pemerintah
Hasil dari makalah ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah khususnya terkait permasalahan Daerah Aliran Sungai
(DAS) supaya mendapatkan perhatian lebih.
2. Bagi masyarakat
Yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kondisi pencemaran air sungai yang terjadi di Sungai Citarum sehingga

3
dapat membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga ekosistem
sungai.
3. Manfaat bagi Pembaca
Hasil dari makalah ini dapat menjadi wawasan bagi pembaca terkait
cara menanggulangi permasalahan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan
cara mengidentifikasi permasalahan Daerah Aliran Sungai (DAS)
dengan bidang ilmu Kesehatan masyarakat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai
Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan
kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai juga
bisa diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah
dari tanah disekitarnya dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju
ke laut, danau, rawa atau ke sungai yang lain. Sungai adalah bagian dari
permukaan bumi yang karena sifatnya, menjadi tempat air mengalir.
Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya
sungai dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Sungai Hujan adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau
sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di
pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
b. Sungai Gletser adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es.
Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari
pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada
bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Pegunungan
Himalaya) dan hulu sungai Phein di Jerman (yang berhulu di
Pegunungan Alpen) dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai
ini.
c. Sungai Campuran adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan
es (gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai
jenis ini adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua
(Irian Jaya).
Bagian-bagian dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu
bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir.

5
1. Bagian Hulu
Bagian hulu memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar,
arah erosinya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai
berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs), kadang-kadang
terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan.
2. Bagian Tengah
Bagian tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya
erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping
(vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai
terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu
kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih.
3. Bagian Hilir
Bagian hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan
arah ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian
muara kadang-kadang terjadi delta serta palungnya lebar.
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang
dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan
mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya
bermuara ke danau/laut (Manan, 1979). Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur utama vegetasi, tanah, air
dan manusia dengan segala upaya yang dilakukan di dalamnya
(Soeryono, 1979). Sebagai suatu ekosistem, di DAS terjadi interaksi
antara faktor biotik dan fisik yang menggambarkan keseimbangan
masukan dan keluran berupa erosi dan sedimentasi. Unsur-unsur utama
di dalam suatu DAS adalah sumberdaya alam (tanah, vegetasi dan air)
yang merupakan sasaran dan manusia yang merupakan pengguna
sumberdaya yang ada. Unsur utama (sumberdaya alam dan manusia) di
DAS membentuk suatu ekosistem dimana peristiwa yang terjadi pada
suatu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya.

6
2.3 Banjir
Banjir adalah aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian
ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa (Sudjaradi, 1987).
Definisi banjir juga adalah aliran sungai yang mengalir melampaui
kapasitas tamping sungai dengan demikian aliran sungai tersebut akan
melewati tebing sungai dan menggenangi daerah sekitar (Asdak, 2004).
Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian
harta benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa.
Dikatakan banjir apabila terjadi luapan air yang disebabkan kurangnya
kapasitas penampang saluran. Banjir di bagian hulu biasanya arus
banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek.
Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras (karena landai), tetapi
durasi banjirnya panjang.
Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat dikategorikan
menjadi dua hal, yaitu karena sebab alami dan karena tindakan manusia.
Yang termasuk sebab alami diantaranya:
a. Curah hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan
banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai, maka akan
timbul banjir atau genangan.
b. Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, dan kemiringan
Daerah Pengaliran Sungai (DPS), kemiringan sungai, Geometri
hidrolik (Bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan
memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai.
c. Erosi dan sedimentasi
Erosi di DPS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai,
karena tanah yang tererosi pada DPS tersebut apabila terbawa air
hujan ke sungai akan mengendap dan menyebabkan terjadinya
sedimentasi. Sedimentasi akan mengurangi kapasitas sungai dan saat

7
terjadi aliran yang melebihi kapasitas sungai dapat menyebabkan
banjir.
d. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh
pengendapan yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai
yang berlebihan, karena tidak adanya vegetasi penutup.
e. Pengaruh air pasang
Air laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir
bersamaan dengan air pasang yang tinggi, maka tinggi genangan/
banjir menjadi lebih tinggi karena terjadi aliran balik (back water).
Yang termasuk penyebab banjir akibat tindakan manusia diantaranya:
 Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai
Perubahan DPS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang
kurang tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat
memperburuk masalah banjir karena berkurangnya daerah resapan air
dan sediment yang terbawa ke sungai akan memperkecil kapasitas
sungai yang mengakibatkan meningkatnya aliran banjir.
 Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di bantaran sungai merupakan
penghambat aliran sungai.
 Sampah
Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir
karena menghalangi aliran.
2.4 Erosi
Erosi adalah proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-
bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke
tempat lain. Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan
diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat seperti sungai, saluran-
saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai. Hal ini berdampak pada
mendangkalnya sungai sehingga mengakibatkan semakin seringnya

8
terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau
(Arsyad, 2012).
Erosi merupakan salah satu proses dalam DAS yang terjadi akibat
dari pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan.
Erosi juga merupakan salah satu indikasi untuk menentukan kekritisan
suatu DAS. Besarnya erosi dan sedimentasi dari tahun ke tahun akan
semakin bertambah apabila tidak dilakukan pengendalian atau pun
pencegahan (Anonimus 2012).
Proses Terjadinya Erosi dapat juga disebut pengkikisan atau
kelongsoran sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh
desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung
secara ilmiah atau pun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia,
sehubungan dengan itu maka kita akan mengenal normal atau Geological
Erosion dan Accelerated Erosion.
Normal/ geological erosion yaitu erosi yang berlangsung secara
ilmiah, terjadi secara normal di lapangan melalui tahap-tahap:
 Pemecahan agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke dalam
partikel tanah yaitu butiran tanah yang kecil,
 Pemindahan partikel tanah tersebut baik dengan melalui
penghanyutan ataupun karena kekuatan angin,
 Pengendapan partikel tanah yang terpindahkan atau terangkut tadi di
tempat-tempat yang lebih rendah atau di dasar-dasar sungai. Erosi
secara alamiah dapat diikatkan tidak menimbulkan musibah yang
hebat bagi kehidupan manusia atau keseimbagan lingkungan dan
kemungkinankemugkinan hanya kecil saja, ini dikarenakan
banyaknya partikel-partikel tanah yang dipindahkan atau terangkut
seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk di tempat-tempat
yang lebih rendah itu.
Accelerated erosion yaitu dimana proses terjadinya erosi tersebut
yang dipercepat akibat tindakan dan atau perbuatan itu sendiri yang
bersifat negatif atau pun telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan

9
tanah dalam pelaksanaan pertaniannya. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan erosi dan limpasan permukaan adalah sebagai berikut:
 Faktor iklim
Faktor iklim yang penting dalam proses erosi curah hujan dan suhu.
Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda di tempat tempat
yang berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru
dapat terlihat jelas bila dibandingkan daerah-daerah yang berjauhan
dan mempunyai iklim yang berbeda nyata. Pengaruh iklim dalam
proses erosi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan, pencucian,
translokasi, dan lain-lain. Sedang pengaruh tidak langsung terutama
adalah melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi.
 Topografi
Faktor topografi yang paling dominan pengaruhnya terhadap erosi
adalah panjang dan kecuraman lereng. Komponen ini akan
mempengaruhi kecepatan dan volume air permukaan sampai dimana
air aliran permukaan masuk ke dalam saluran-saluran (sungai), atau
aliran telah berkurang akibat perubahan kelerengan (datar) sehingga
kecepatan dan volume dipencarkan ke berbagai arah.
 Tanah
Sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan
organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang
berbedabeda. Kepekaan erosi tanah atau mudah tidaknya tanah
tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia
tanah. Sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah
sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas
menahan air dan sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur,
terhadap dispersi, dan penghancuran agregat tanah oleh tumpukan
butir-butir hujan dan aliran permukaan.
 Manusia

10
Kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan perubahan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap erosi, misalnya perubahan penutupan
tanah akibat penggundulan atau pembabatan hutan untuk pemukiman,
lahan pertanian, atau gembalaan. Perubahan topografi secara mikro
akibat penerapan terasering, penggemburan tanah dengan pengolahan,
serta pemakaian stabiliter dan pupuk yang berpengaruh pada struktur
tanah.
Dampak Erosi dapat menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya
kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut
tersebut akan terbawa masuk ke sumber air (sedimen) dan akan
diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat di dalam sungai,
waduk, danau, reservoir, saluran irigasi, diatas pertanian dan sebagainya.
Dengan demikian, kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi
di dua tempat, yaitu pada tanah tempat erosi terjadi, dan pada tempat
tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan.
2.5 Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu secara efektif
digunakan untuk lahan pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
sebagai perlindungan lingkungan, atau dapat di definisikan sebagai kondisi
lahan yang terjadi karena tidak sesuainya kemampuan lahan dengan
penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan kerusakan lahan secara
fisik, kimia maupun biologis. Hal ini dapat menimbulkan erosi dan
sedimentasi dan banjir.
Lahan kritis menurut Arsyad (1989) dalam Dessy Ika (2017)
terbagi menjadi berikut ini.
a. Lahan Kritis Fisik
Lahan kritis fisik dalam kriteria lahan kritis merupakan kondisi
lahan yang secara fisik mengalami kerusakan, ciri-cirinya, yaitu:
1) Tanah memiliki kedalaman efektif dangkal atau pada
kedalaman tanah tersebut sebagai lapisan penghambat

11
pertumbuhan tanaman, lapisan kerikil, lapisan baut, lapisan
cadas, lapisan batuan, dan akumulasi penghambat lainnya,
2) Pada bagian tertentu atau keseluruhan terlihat adanya lapisan
cadas yang sudah kelihatan di permukaan
3) Adanya batuan atau pasir atau abu yang melapisi tanah sebagai
akibat letusan gunung, banjir bandang ataupun bencana alam
lainnya.
b. Lahan Kritis Kimiawi
Lahan kritis kimiawi memiliki ciri bila di tinjau dari tingkat
kesuburan, salinitas, dan toksinitasnya tidak lagi memberikan
dukungan positif apabila lahan tersebut diusahakan sebagai lahan
pertanian
c. Lahan Kritis Sosial Ekonomi
Lahan kritis sosial ekonomi terjadi pada tanah/ lahan yang terlantar
akibat adanya salah satu atau beberapa faktor sosial ekonomi
sebagai kendala dalam usaha usaha pendayagunaan tanah tersebut,
tanah tersebut masih dapat digunakan untuk usaha pertanian dan
tingkat kesuburannya masih relatif ada. Karena tingkat sosial
ekonomi rendah, maka lahan tersebut di tinggalkan oleh
penggarapnya dan menjadi lahan yang terlantar.
d. Lahan Kritis Hidro-orologis
Lahan kritis secara hidro-orologis menunjukkan keadaan
sedemikian rupa dimana lahan tidak mampu lagi mempertahankan
fungsinya sebagai pengatur tata air, hal tersebut di sebabkan
adanya terganggunya daya penahan, penghisap, dan penyimpan air.
Kritis hidro-orologis dapat dilihat di lapangan menurut banyak
tidaknya vegetasi yang tumbuh dan adanya keterbatasan jenis
vegetasi di atasnya.
Lahan Kritis berdasarkan tingkat kekritisan menurut Departemen
Pertanian (1998) sebagai berikut:

12
a) Lahan kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif yang tidak
memungkinkan untuk dijadikan lahan pertanian tanpa merehabilitasi
terlebih dahulu.
b) Lahan semi kritis
Lahan semi kritis adalah lahan yang kurang produktif dan masih
digunakan untuk usaha tani dengan produksi yang rendah.
c) Lahan potensial kritis
Lahan potensial kritis adalah lahan yang masih produktif untuk
pertanian tanaman pangan tetapi bila pengolahanya tidak berdasarkan
konservasi tanah, maka akan cenderung rusak dan menjadi semi
kritis/lahan kritis (Departemen Pertanian,1998).

13
BAB III
ANALISIS MASALAH

Permasalahan DAS Citarum

Erosi dan Sedimentasi Lahan Kritis Pencemaran Air

Penebangan di Kepadatan Pembuangan


daerah hulu, penduduk, budidaya limbah domestik
penggundulan pertanian yang tidak dan industri
hutan, Alih fungsi sesuai, kurangnya
lahan konservasi lahan,
alih fungsi resapan
air menjadi lahan
pemukiman
Pengolahan
limbah harus
Penanaman
benar, sosialisasi
kembali hutan
bahwa sungai
yang gundul,
bukan tempat
konservasi tanah
Pengembalian fungsi sampah
DAS, Reboisasi dan
penghijauan,
membuat kebijakan
yang tepat

Gambar 1 Diagram alir Permasalah DAS Sungai Citarum

14
Permasalahan yang terjadi di Wilayah Sungai Citarum berada
dalam kondisi yang sangat rumit dan saling berkaitan antara satu masalah
dengan masalah lain. Secara umum, beberapa permasalahan di sungai
Citarum antara lain :
1) Penebangan Hutan di wilayah hulu (konservasi), penggundulan lahan
tanpa adanya perencanaan dan pengawasan
2) Erosi tanah di daerah hulu menyebabkan tingginya tingkat sedimentasi
di daerah tengah dan hilir, menyebabkan pendangkalan sungai, yang
akhirnya akan menyebabkan air sungai meluap yang mengakibatkan
banjir
3) Alih fungsi resapan air menjadi lahan permukiman, karena
pertumbuhan penduduk tidak terkendali, juga dimanfaatkan untuk
lahan pertanian dan perkebunan hal ini menyebabkan peningkatan
eksploitasi ruang sehingga menjadi lahan kritis, selain itu juga ada
eksploitasi sumber daya air
4) Pencemaran limbah domestic dan limbah industri : sampah rumah
tangga, kotoran manusia, sampah pertanian dan peternakan, limbah
industry, dll
3.1 Permasalahan DAS di Zona Citarum Hulu
Penyebab permasalahan : berkurangnya fungsi kawasan
lindung (hutan dan non hutan), berkembangnya kawasan
permukiman tanpa perencanaan yang baik, budidaya pertanian
yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Tingkat
pengambilan air tanah diluar kendali (sebagian besar tidak ter-
registrasi) mengakibatkan penurunan muka tanah, kerusakan
struktur bangunan gedung, dan memperbesar potensi daerah
rawan banjir.
Luas Lahan Kritis di Citarum Hulu : 26.022,47 ha Run-off
aliran permukaan di Citarum Hulu : 3 3.632,50 juta m /tahun
Sedimentasi di Citarum Hulu : 7.898,59 ton/ha. Permasalahan

15
tersebut diatas menyebabkan banjir selalu melanda Bandung
setiap tahunnya, terutama di musim hujan. Banjir akan selalu
terjadi apabila tidak dilakukan penanganan secara menyeluruh.
3.2 Permasalahan DAS di Zona Citarum Tengah
Berdasarkan data yang dimiliki PD Kebersihan Kota
Bandung, rata-rata produksi 3 sampah kota Bandung adalah
sebesar 6.500 m 3 per hari, dimana 1500 m diantaranya tidak
dikumpulkan dan dibuang secara benar. Dengan demikian
sampah yang tidak terkumpul dengan benar akan masuk ke
sistem 3 drainase dan sungai sebesar 500.000 m per tahun.
Berdasarkan kantor pengelola Waduk Saguling diperkirakan
jumlah sampah yang masuk ke Waduk Saguling adalah sebesar
3 250.000 m per tahun. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena
dapat menyebabkan pendangkalan waduk akibat sedimentasi.
Kualitas air yang masuk ke waduk Saguling : Rata-rata
memiliki kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) >
300mg/ liter. BOD merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat pencemaran air. Usaha
keramba jaring apung yang tidak terkontrol dan terawasi.
Sebagai contohnya, yaitu pemberian makanan ikan jaring apung
yang tidak tepat dan berlebihan. Hal tersebut menambah beban
limbah dan memperbesar resiko korosif pada instalasi PLTA.
Selain itu, hal yang juga menjadi permasalahan adalah belum
optimalnya sistem operasi Waduk Cascade antara Waduk
Saguling - Cirata - Jatiluhur, terutama pada saat kondisi ekstrem,
yaitu saat debit puncak (maksimum) maupun debit terendah
(minimum).
3.3 Permasalahan DAS di Zona Citarum Hilir
Banyaknya pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi
lahan permukiman. Pemukiman berkembang tanpa perencanaan
yang baik. Degradasi prasarana pengendali banjir dan prasarana

16
jaringan irigasi. Bahkan ada beberapa titik yang kekurangan
prasarana pengendali banjir di muara, selain itu terjadinya abrasi
pantai di muara memperparah keadaan. Banjir disebabkan oleh
curah hujan tinggi yang berlangsung secara terus menerus.
Waduk Jatiluhur tidak mampu menampung debit banjir sehingga
limpas di pelimpah dengan tinggi maksimum 141 m. Akibatnya
aliran keluar dari waduk mengalir ke Sungai Citarum adalah 3
sebesar 700 m /detik. Bersamaan dengan meluapnya sungai
Cikao di Purwakarta mengakibatkan banjir Sungai Cibeet di
Karawang yang mengalir ke Sungai Citarum, sehingga alur
Sungai Citarum di Karawang tidak mampu lagi menampung
debit banjir dari hulu, sehingga terjadi banjir di Telukjambe,
Karawang Kulon, Karawang Wetan Kabupaten Karawang dan
Kabupaten Bekasi.

Lahan kritis, erosi, banjir dan permasalahan DAS lainnya


disebabkan karena adanya penggundulan hutan, alih fungsi Lahan menjadi
pemukiman, pertanian dan perkebunan, dan pembuangan limbah ke
sungai. Dalam perspektif ilmu kesehatan Kesehatan Masyarakat bidang
Kesehatan Lingkungan, kualitas air yang menurun akibat pencemaran air
limbah domestik, limbah pertanian, ternak serta limbah Industri. Selain itu
pengetahuan sanitasi lingkungan dengan penerapan jamban sehat serta
penyuluhan untuk Pembuatan SPAL (saluran pembuangan air limbah).
Dalam perspektif bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dilakukan
mitigasi bencana tanah longsor dengan penyuluhan melalui poster,
melakukan FGD dengan warga, serta persiapan tas serbaguna siaga
bencana. Dalam perpektif bidang AKK diterapkannya kebijakan kebijakan
untuk melakukan konservasi hutan serta reboisasi. Dalam jurnal ini selain
itu kebijakan tentang pembuangan limbah industry pada perusahaan kecil
maupun besar perlu diperketat. Untuk mengatasi semua permasalahan,
diperlukan kebijakan yang menyeluruh dari semua aspek , lintas sector

17
serta melibatkan peran aktif masyarakat. Sosialisasi penyuluhan tentang
pengelolaan sampah agar masyarakat bisa mengolah sampah di rumah
masing-masing untuk bisa di daur ulang ataupun di jual ke Bank Sampah.
Dalam perpektif bidang Gizi Masyarakat dan Promosi Kesehatan,
masyarakat diberikan penyuluhan untuk menerapkan kebersihan diri,
meliputi perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan
mengajarkan untuk mencuci tangan dengan sabun, tidak BAB (Buang Air
Besar) sembarangan.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Negara Indonesia memiliki ribuan sungai utama yang tersebar sepanjang


nusantara, dari Sabang sampai Merauke. Bahkan jumlahnya mencapai puluhan
ribu bila ditambah dengan anak sungai yang menyokong aliran ke sungai utama.
Menurut statistik, Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017
anak sungai (Ditjen Cipta Karya). Masing-masing sungai memiliki daerah
pengaliran sungai yang merupakan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah,
dimana air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak sungai di daerah
pengaliran sungai tersebut. Dalam rangka memudahkan pengelolaan sungai-
sungai tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum
mengelompokkan sungai-sungai kedalam Wilayah Sungai. Wilayah Sungai adalah
kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih
daerah pengaliran sungai. Sampai saat ini, tercatat 133 Wilayah Sungai di
Indonesia. Masing-masing Wilayah Sungai memiliki badan bernama Balai Besar
Wilayah Sungai (BBWS) yang bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan
Wilayah Sungai tersebut. Penetapan dan pembagian wilayah sungai dimaksudkan
untuk menjamin terselenggaranya usaha-usaha perlindungan, pengembangan air
secara menyeluruh dan terpadu pada satu daerah pengaliran sungai atau lebih.
Kesemuanya itu, bertujuan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kepentingan masyarakat di segala bidang kehidupan dan penghidupan
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum). Sungai Citarum yang menjadi objek
penelitian tergabung dalam Wilayah Sungai Citarum. Wilayah Sungai ini
dibawahi oleh BBWS Citarum yang terletak di Jl Inspeksi Cidurian Soekarno -
Hatta, Kota Bandung.
4.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sungai Citarum (sesuai dengan data yang
didapat dari BBWS Citarum dan Cita Citarum)
Wilayah Sungai Citarum merupakan wilayah sungai terbesar dan
terpanjang di Propinsi Jawa Barat. Wilayah Sungai ini meliputi 5 DAS

19
yaitu DAS Citarum, DAS Cipunegara, DAS Cilamaya, DAS Cilalanang
dan DAS Ciasem. Wilayah Sungai Citarum dapat dilihat secara jelas
dalam gambar berikut :

Gambar 2 Wilayah sungai Citarum


Secara administratif, WS Citarum melalui 9 Kabupaten yang
meliputi Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, Kabupaten
Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, sebagian
Kabupaten Sumedang, sebagian Kabupaten Cianjur, sebagian Kabupaten
Bekasi, sebagian Kabupaten Indramayu, serta 3 Kota yakni Kota
Bandung, Kota Bekasi dan Kota Cimahi. Secara geografis WS Citarum
terletak di : 106° 5 1'36" - 107°° 51' BT dan 7° 19' - 6° 24' LS. Jumlah
Penduduk di sekitar WS Citarum adalah 15.303.758 jiwa (Data BPS
2009). Jumlah ini semakin bertambah secara tak terkendali dari tahun ke
tahun dan menimbulkan berbagai macam permasalahan, terutama di WS
Citarum. Sungai Citarum sebagai sungai utama di WS Citarum memiliki
panjang 269 km. Sungai ini bermula dari mata air di Gunung Wayang
(Kabupaten Bandung) melewati Kabupaten Bandung/Bandung Barat,
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Karawang/Bekasi dan bermuara di Muara Gembong, Laut Jawa. Skema
Sungai Citarum digambarkan sebagai berikut :

20
Gambar 3 Skema Sungai Citarum
Melalui rangkaian waduk yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur
yang masing-masing 3 membendung volume air sebesar 982 juta m , 3 3
2.165 juta m , dan 3.000 juta m , sungai ini dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan seperti : Irigasi (terutama lahan pertanian di sekitar Pantura),
Sumber Air Baku Kota-Kota Besar seperti Bandung dan Jakarta, serta
Pembangkit Tenaga Listrik sebesar 1400 MW yang menyuplai kebutuhan
listrik di Pulau Jawa dan Bali. Total potensi air di wilayah sungai 3
Citarum adalah sebesar 13 milyar m /tahun. Potensi air yang sudah
dimanfaatkan sebanyak 3 7.5 milyar m /tahun (57.9%) dan yang belum 3
dimanfaatkan 5.45 milyar m /tahun (42.1%). Rincian Potensi Air dapat
dilihat pada gambar berikut :

21
Gambar 4 Data Potensi Pemanfaatan Air
4.2 Pemetaan Permasalahan di Wilayah Sungai Citarum
Permasalahan yang terjadi di WS Citarum, khususnya Sungai
Citarum berada dalam kondisi yang rumit dan saling berkaitan antara satu
masalah dengan masalah yang lain. Hal yang secara jelas dapat dilihat
langsung dalam kehidupan sehari-hari adalah pencemaran terhadap sungai
Citarum. Sungai Citarum "dinobatkan" sebagai salah satu sungai terkotor
di dunia : "The Dirtiest River" The Sun, 4 Desember 2009. Berikut analisis
masalah berdasarkan 5 perspektif dalam bidang kesehatan masyarakat :
1. Gizi Masyarakat
Pembangunan sumber daya manusia menjadi fokus pemerintah
dalam Rancangan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Salah satu
yang menjadi perhatian adalah stunting. Kabupaten Bandung menjadi
salah satu daerah yang tingkat prevalensi stuntingnya tinggi. Data
Studi Status Gizi Indonesia 2022 menunjukkan prevalensi stunting di
wilayah Kabupaten Bandung mencapai 31,1 persen atau 112.000 jiwa.
Isu stunting atau disebut juga sebagai kekerdilan fisik dan otak
merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Isu
tersebut mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak termasuk
Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Biro Pusat
Statistik, dan didukung oleh Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia yang kemudian
melakukan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI). Studi tersebut
menghasilkan laporan tentang penurunan angka sebesar 1,6% per
tahun dari 27.7% di tahun 2019 menjadi 24.4% di tahun 2021. Hampir

22
Sebagian besar daerah di 34 provinsi mengalami penurunan, dan
hanya 5 provinsi yang justru menunjukkan peningkatan (Kemkes,
2021). Namun demikian, masih ada beberapa daerah yang mengalami
peningkatan jumlah penderita, salah satunya adalah Kabupaten
Bandung.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prevalensi stunting
di daerah aliran sungai citarum, salah satunya yaitu lahan kritis, lahan
kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola,
produktivitas lahan kritis sangat rendah. Lahan kritis mengakibatkan
berkurangnya daerah konservasi lahan, padatnya permukiman
penduduk, pencemaran sungai oleh limbah domestik dan industri, dan
lainnya. Lahan kritis juga menyebabkan banjir, kekeringan, dan
longsor kerap terjadi di bagian hulu Sungai Citarum. Masalah tersebut
berdampak besar terhadap gizi masyarakat sehingga prevalensi
stunting di daerah aliran sungai Citarum meningkat.
Kurangnya konservasi lahan diakibatkan oleh tidak adanya lahan
yang produktif untuk dijadikan lahan perkebunan ataupun pertanian.
Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan kritis yang membuat tanah
disekitar DAS mengalami penurunan produktivitasnya. Tanah yang
kurang bagus atau kehilangan produktivitasnya akan berdampak juga
pada hasil panen yang buruk bahkan dapat menyebabkan kondisi
gagal panen. Kurangnya produktivitas lahan juga disebabkan oleh air
yang tercemar. Citarum menjadi salah satu sungai terpenting di
Indonesia. Airnya menjadi bahan baku air bagi belasan juta warga
Bandung, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Jakarta. Jika
kondisi tersebut terjadi konsekuensi dari gagal panen biasanya
mempengaruhi pendapatan petani di daerah tersebut, mengurangi
jumlah makanan yang tersedia untuk dikonsumsi, dan mempengaruhi
ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil
pertanian dan perkebunan. Hasil panen harganya juga meningkat jika
terjadi gagal panen dan menurunnya hasil pertanian, jika harga

23
meningkat daya beli masyarakat akan menurun terhadap produk hasil
pertanian juga perkebunan sehingga menyebabkan gizi masyarakat
tidak terpenuhi dengan baik.
Padatnya pemukiman penduduk di daerah aliran sungai Citarum
juga menjadi sebab penting terjadinya lahan kritis. Lahan merupakan
salah satu sumber daya yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan
manusia dan mahluk lainnya. Meningkatnya jumlah penduduk telah
meningkatkan kebutuhan terhadap lahan, sehingga kualitas maupun
kuantitas lahan akan semakin menurun. Oleh karena itu dalam
penggunaan lahan memerlukan perhatian sepenuhnya agar dapat
terkendali kelestariannya. Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi
kualitas hidup penduduknya. Pada daerah dengan kepadatan yang
tinggi, usaha peningkatan kualitas penduduk akan lebih sulit
dilakukan. Hal ini menimbulkan permasalahan sosial ekonomi,
kesejahteraan, Keamanan, ketersediaan lahan, air bersih dan
kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan merupangan hal yang utama
bagi makhluk hidup tak terkecuali manusia, jika kebutuhan pangan
berkurang maka gizi masyarakat juga akan menurun. Gizi yang rendah
mengakibatkan produktivitas manusia rendah pula. Sumber daya
manusia yang rendah akan berakibat pada pembangunan ekonomi
Negara. Maka faktor kepadatan penduduk di daerah aliran sungai
tersebut harus diatasi dengan kebijakan yang tepat guna terjaganya
distribusi pangan pada masyarakat.
Selain 2 hal tersebut, sebab lain dari lahan kritis adalah
pencemaran air sungai. Salah satu daerah yang memiliki potensi
jumlah stunting yang tinggi adalah masyarakat yang tinggal pada DAS
Sungai Citarum. Kebiasaan menggunakan air sungai untuk berbagai
macam kebutuhan harian diduga memberikan kontribusi pada kondisi
stunting di daerah tersebut. Air sungai yang tercemar menimbulkan
kandungan berat yang sangat tinggi dalam kandungan airnya. Limbah
yang masuk ke dalam air sungai kemudian terserap pada tubuh ketika

24
masyarakat menggunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Sejak 2004,
berbagai program telah dibuat untuk membersihkan Sungai Citarum
dari limbah, namun hingga sekarang sungai yang mengalir sepanjang
270 kilometer dan melewati 701 desa ini masih belum bebas dari
berbagai limbah, termasuk limbah tinja.
Satgas Citarum Harum hingga kini masih berupaya mencapai
target utama, yakni nilai IKA sebesar 60 poin. Jika hal tersebut
tercapai maka Citarum memiliki mutu air kelas II yang
memungkinkan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, dan
mengairi tanaman. Sejauh ini, Satgas Citarum Harum memang telah
berhasil melakukan pengawasan dan penindakan terhadap industri
nakal yang membuang limbahnya ke Citarum. Di 2022, satgas
melaporkan sudah ada 1240 industri yang dibina dan 700 lainnya
diinventarisir. Namun membebaskan Citarum dari limbah domestik,
terutama limbah tinja, masih menjadi perkara sulit. Di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum yang panjangnya 270 kilometer, terdapat 701
desa/kelurahan. Ini mencakup 10 kota/kabupaten yang berbatasan
langsung dengan aliran Sungai Citarum dan anak-anak sungainya.
Kontribusi limbah domestik di sungai citarum memang masih
tinggi dengan prosentase pencemaran sebesar 60%. Hal ini
dipengaruhi oleh sulitnya mengubah maupun mengontrol perilaku
masyarakat. Apabila sungai citarum memiliki mutu air kelas II maka
masyarakat sekitar daerah aliran sungai dapat menciptakan usaha
budidaya ikan dengan memanfaatkan air dari sungai Citraum. Hal ini
dapat meningkatkan produktivitas serta perekonomian masyarakat,
selain itu apabila hasil panen ikan berhasil, akan berdampak pada
peningkatan gizi masyarakat juga sehingga angka stunting dapat
berkurang. Apabila panen berhasil dan banyak maka harganya pun
akan lebih murah dan hasil panennya juga bermutu.
2. Promosi Kesehatan

25
Untuk menanggulangi dan mengurangi dampak dari lahan kritis
yang yang terjadi di daerah aliran sungai Citarum butuh adanya
sosialisasi yang masif kepada masyarakat, pemerintah, perusahaan dan
semua stakeholder yang berada di daerah aliran sungai Citarum
tersebut. Dapat diketahui bersama bahwa penyebab terjadinya lahan
kritis di daerah aliran sungai citarum dikarenakan aktivitas alam dan
aktivitas manusia. Di kawasan DAS Citarum Hulu proses penebangan
hutan dan perubahan hutan menjadi pertanian menjadi salah satu
penyebab terjadinya erosi. Alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan pengelolaan DAS yang tidak sesuai kaidah
konservasi menimbulkan dampak yang sangat besar berupa erosi dan
sedimentasi.
Terbentuknya lahan kritis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum,
khususnya di hulu Sungai Citarum di Kab. Bandung dan sekitarnya
bisa membuat sumber mata air mati. Hal tersebut akan memengaruhi
sosial ekonomi masyarakat yang selama ini membutuhkan air untuk
kehidupan sehari-hari. Dengan adanya ancaman tersebut, sejumlah
pihak harus fokus terhadap penyelamatan lumbung air dengan cara
konservasi melalui pemberdayaan masyarakat setempat. Lahan kritis
berpotensi menurunkan debit air. Guna menanggulangi ancaman
matinya sumber mata air maka perlu adanya konservasi pada lahan
yang kritis dengan melakukan penghijauan yang dilakukan oleh
mayarakat. Dengan kata lain, pemerintah dalam mengurangi dampak
dari lahan kritis harus bekerja sama dengan masyarakat sekitar dengan
cara memberdayakan mereka. Dalam memberdayakan masyarakat
perlu adanya peran dari promotor kesehatan dalam mensosialisasikan
dampat terjadinya lahan kritis untuk kesehatan masyarakat sehingga
masyarakat dapat bergerak dengan keinginan mereka sendiri karena
termotivasi untuk menjauhi penyakit yang akan timbul jika daerah
aliran sungai menjadi lahan yang kritis.

26
Selain itu, pemerintah setempat menggaet komunitas lingkungan
yang selama ini konsen terhadap kondisi lingkungan. Komunitas yang
diajak kerja sama tersebut harus tahu permasalahan di lapangan.
Dalam penanggulangan lahan kritis ini memang tidak mudah,
pemerintah membutuhkan banyak mitra untuk bersama sama
menyelesaikan permasalahan tersebut. Mulai dari beberapa
kementerian, NGO, dinas kesehatan, aparat desa dan masyarakat.
Penanganan lahan kritis milik warga desa setempat harus bekerjasama
dengan warga setempat. Penanganan lahan kritis di lokasi milik
kehutanan, harus bekerja sama dengan instansi terkait. Sedangkan
Kementerian Pertanian dalam bidang pertanian atau penanaman.
Dalam upaya memulihkan lahan di daerah aliran sungai citarum
perlu adanya kerjasama dari semua pihak untuk mengubah perilaku
masing-masing, terutama masyarakat setempat. Perlu adanya
sinergitas dari semua pihak, contohnya pemerintah harus membuat
program dan regulasi yang dapat mengurangi masalah tersebut, dinas
kesehatan dan puskesmas di sekitar daerah aliran sungai Citarum
melakukan sosialisasi secara rutin untuk menambah pengetahuan dan
perilaku masyarakat terkait perilaku sehat. Seperti yang sudah di
jelaskan pada bagian sebelumnya bahwa penyebab terbanyak
tercemarnya air sungai di daerah aliran sungai citarum adalah
masyarakat yang masih membuang limbah rumah tangga dan
membuang tinja di sungai. Oleh karena itu sangat penting sosialisasi
oleh promotor kesehatan setempat untuk mengubah perilaku
masyarakat. Kebijakan dari pemerintah juga sangat penting karena
akan berdampak besar terhadap berjalannya program yang telah
direncanakan.
Salah satu program pemerintah dalam mengubah perilaku
masyarakat adalah Ecovillage. Ecovillage adalah desa/kampung
berbudaya lingkungan dimana masyarakatnya mampu mengelola
lingkungannya sesuai dengan kaidah keberlanjutan meliputi

27
konservasi, pemanfaatan dan pemulihan lingkungan. Ecovillege
sebagai bentuk interaksi manusia terhadap lingkungan untuk mencapai
kehidupan berkelanjutan dan lestari. Kegiatan pengembangan
Desa/Kampung berbudaya lingkungan (Ecovillage) yang mulai di
terapkan di desa Kutamandiri dimaksudkan agar masyarakat
mengetahui, memahami dan menguasai persoalan, potensi dan
kebutuhan kawasan sekitar dengan metode hadapi masalah,
masyarakat sekitar dapat mencari alternatif pemecahan masalah yang
relatif mudah dilaksanakan secara swadaya (partisipatif). Tujuan dari
pengembangan Ecovillage ini adalah dapat memfasilitasi masyarakat
di desa kutamandiri untuk mengelola DAS setempat supaya terjaga
kelestariannya. Dengan adanya penerapan konsep Ecovillage di desa
kutamandiri ini dapat terlihat bahwa perilaku masyarakat dalam
mewujudkan lingkungan lebih baik, lingkungan yang sehat,
menerapkan perilaku hidup bersih, gotong royong masyarakat mulai
terbentuk, adanya rasa dan sikap yang mandiri melalui swadaya
masyarakat salah satunya dengan membentuk Bank Sampah.
Program Ecovillage tersebut menjadi salah satu sub program yang
termasuk dalam salah satu program Citarum Harum. Citarum Harum
merupakan program pemerintah dalam rangka percepatan
pengendalian pencemaran dan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum yang mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
15/Tahun 2018. Dalam terselenggaranya program tersebut perlu
adanya kegiatan kampanye sosial mengenai cara menjaga kebersihan
sungai dengan melibatkan kesadaran bersama guna mendukung
program Citarum Harum. Rangkaian Kampanye Sosial yang bias
dilakukan diantaranya adalah: 1. Observasi warga sepanjang aliran
sungai; 2. Kunjungan ke pangkal permasaahan; 3. Sosialisasi; 4.
Kampanye Sosial; 5. Pendampingan cara pengelolaan sampah
domestik Observasi yang dilakukan pada warga di sepanjang alirian
sungai. Warga yang tinggal di sepanjang aliran sungai kerap

28
membuang sampah domestik ke dalam sungai secara langsung. baik
yang berbentuk organik maupun anorganik. Hal ini tentunya akan
membuat tumpukan sampah menjadi semakin padat. Kunjungan ke
aparat setempat seperti ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga
dilakukan guna memberikan informasi mengenai permasalahan yang
telah diobservasi. Pangkal permasalahan yang ada yakni minimnya
kesadaran warga akan membuang sampah langsung ke dalam sungai
tanpa seleksi. Sosialisasi yang bisa dilakukan tentunya bertemakan
seleksi sampah yang boleh atau tidak boleh dibuang ke dalam sungai.
Kampanye sosial yang dilakukan yakni dengan menyadarkan kembali
nilai-nilai keundaaan di mana dalam budaya Sunda ada isilah yang
disebut nyantri, nyunda dan nyakola. Nilai-nilai tersebut dijadikan
pijakan dalam kampanye sosial guna menyukseskan program Citarum
Harum. Pendampingan cara menyeleksi sampah pula teteap dilakukan
guna membentuk kebiasaan baru di masyarakat sepanjang Sungai
Citarum. Kegiatan kampanye sosial atau Social Campaign ini
bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang cara menjaga
kebersihan sungai bersama-sama dan menjadikan sungai sebagai
sumber kehidupan bersama. Pengetahuan menjaga kebersihan dalam
hal ini mengkampanyekan bagaimana memilah samapah organik dan
sampah anorganik yang bisasa dibuang langsung ke sungai. Warga
dalam hal ini telah terbiasa membuang sampah langsung karena
mereka tidak memiliki pengetahuan mengenai akibat yang
ditimbulkan bila membuang sampah langsung ke saungai. Warga juga
memiliki kabiasaan membuang sampah ke sungai dan tidak terlalu
peduli akan kebersihan sungai. Maka dari itu kampanye sosial guna
menyukseskan program Citarum Harum dilaksanakan agar dapat
memperbaiki masalah lahan kritis.
3. AKK
Permasalahan yang tak kalah pentingnya dalam upaya
pengendalian lahan kritis adalah kebijakan pemerintah untuk

29
menangani permasalahan di bagian hulu sungai Citarum. Pemerintah
seringkali menjadikan masyarakat sebagai objek bukan sebagai
subjek, atau bahkan tidak mendukung masyarakat sama sekali dan
lebih mementingkan kepentingan bisnis semata. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian yang diharapkan mampu mengurai berbagai
permasalahan tersebut. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
merumuskan solusi efektif yang dapat diterapkan dalam rangka
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di bagian hulu Sungai
Citarum. Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah
permasalahan ketidakseimbangan air yang terjadi di beberapa
Kabupaten, yang termasuk zona hulu sungai (river upstream) dalam
tiga pembagian zona sungai Citarum (Hulu, Tengah, dan Hilir).
Adanya penelitian yang dilakukan untuk mengetahui permasalahan
yang sebenarnya terjadi di bagian hulu Sungai citarum sehingga
penyebab permasalahan tersebut dapat dianalisis dan dicarikan solusi
efektifnya. Pun terhadap keefektifan kebijakan pemerintah dalam
penanganan banjir di wilayah tersebut dan seberapa besar kebijakan
tersebut memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat
utamanya dalam lingkup kesehatan masyarakat. Selain itu, dapat
diketahui pula sejauh mana pengaruh peran aktif dan partisipasi
masyarakat dalam penanggulangan banjir terhadap keberhasilan
kebijakan pemerintah tersebut.
Analisis Kebijakan Pemerintah adalah langkah atau keputusan
yang diambil oleh pemerintah terhadap suatu permasalahan untuk
kepentingan masyarakat. Analisis kebijakan adalah suatu proses untuk
memahami permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan dari
permasalahan tersebut.
Langkah-Langkah Pengambilan Kebijakan menurut Mustopadidjaja
AR, mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah;
2. Perumusan tujuan dan sasaran;

30
3. Perumusan alternative;
4. Perumusan model;
5. Perumusan kriteria;
6. Perumusan alternative;
7. Perumusan rekomendasi.
Informasi yang relevan dengan kebijakan dan yang dapat membantu
dalam rangka menyelesaikan permasalahan antara lain (Wisandana,
2011):
1. Masalah apa yang dihadapi;
2. Kebijakan apa yang telah dibuat;
3. Bagaimana nilai (tujuan yang diinginkan);
4. Alternatif-alternatif kebijakan;
5. Alternatif-alternatif tindakan.
Suatu Kebijakan akan mengalami siklus sebagai berikut:

Perumusan Kebijakan

Evaluasi Kebijakan Implementasi Kebijakan

Monitoring Kebijakan

Beberapa masalah yang muncul dari lahan kritis di DAS citarum


ini banyak yang berpengaruh dengan kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu perlu adanya kebijakan yang cepat dan tepat untuk
mengurangi resiko terganggunya kesehatan manusia. Berikut masalah
kesehatan yang perlu untuk dibuatkan suatu kebijakan oleh
pemerintah utamanya dinas kesehatan setempat untuk menanggulangi
adanya penyakit yang muncul akibat permasalahan lahan kritis:
1. Pencemaran Citarum
Pencemaran air di daerah aliran sungai Citarum disebabkan
paradigma masyarakat yang menganggap sungai merupakan

31
tempat sampah raksasa dan destinasi akhir semua jenis kotoran.
Sebanyak 20.462 ton sampah organik dan anorganik dibuang ke
sungai, serta 35,5 ton per hari kotoran manusia, 56 ton/hari
kotoran ternak, serta limbah medis. Sungai Citarum telah berubah
menjadi pembuangan raksasa selain mengandung racun dari
berbagai zat polutan. Polutan yang mencemari Sungai Citarum
sebanyak sekitar 70 persen berasal dari limbah domestik.
Sebanyak 30 persen berasal dari limbah asal industri, pertanian
dan peternakan. Parameter polutan yang meningkat paling tajam di
Sungai Citarum itu di antaranya bakteri coli asal tinja manusia.
Padahal ketiadaan bakteri yang habitat aslinya dalam usus manusia
ini merupakan salah satu parameter bagi kualitas air minum yang
baik. Berdasarkan tujuh parameter di indeks kualitas lingkungan
hidup, khususnya indeks kualitas air, di Sungai Citarum
dikategorikan tercemar sedang hingga berat. Sebagian besar air
minum dan konsumsi ikan warga DKI-Jakarta bersumber dari
sungai ini. Air sungai citarum juga digunakan untuk memasak,
cuci dan kakus (MCK), sehingga mempengaruhi sekitar 28 juta
penduduk yang tinggal khususnya di 4 Kabupaten, seperti
Bandung, Bandung Barat, Cianjur, dan Karawang.
Air yang sudah tercemar tentu amat membahayakan
kesehatan baik dalam waktu jangka pendek dan panjang. Dampak
langsung yang paling terasa jika sampai mengkonsumsi air yang
mengandung bakteri yakni masalah pencernaan,yang diperparah
jika masyarakat mengkonsumsi air yang mengandung zat kimia
berbahaya seperti mercuri, kadnium atau timah hitam yang
mengalir di Sungai Citarum. Kandungan logam berat tersebut
bereaksi langsung terhadap tubuh,yang berdampak cepat,seperti
penyakit kulit, termasuk kulit kering seperti pecah-pecah.
Berbagai penyakit yang diderita oleh penduduk seperti gangguan
sistem saraf akibat logam berat mengakibatkan membengkaknya

32
biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh BPJS. Hal ini dapat
memberatkan BPJS, sehingga perlu adanya kebijakan atau
peraturan terkait permasalahan tersebut. Salah satunya adalah
menindak tegas pabrik yang membuang limbahnya di DAS
Citarum. Di dalam UU nomor 4 tahun 1982 pasal 8 menyebutkan
bahwa pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan mendorong
ditingkatkannya upaya pelestarian kemampuan lingkungan hidup
untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Hal tersebut
juga sejalan dengan sustainable developments goal’s yang salah
satu agendanya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat.
Kebijakan yang tepat dalam permasalahan ini dapat mengurangi
resiko timbulnya penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air
tadi.
4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Selain membawa dampak positif, keberadaan kawasan industri di
daerah Bandung juga membawa dapat negatif apabila tidak dapat
dikelola dengan baik. Dampak negatif yang seringkali terjadi yaitu
pencemaran lingkungan. Keberadaan industri apabila tidak dikelola
dengan baik seringkali mengakibatkan polusi air, udara, tanah yang
berbahaya bagi makhluk hidup di sekitar kawasan industri. Aktivitas
produksi dengan jumlah yang sangat besar tentu akan menghasilkan
limbah dalam jumlah yang besar pula. Tanpa kapasitas pengelolaan
limbah yang memadai tentu limbah tersebut akan menyerap sampai ke
dalam tanah dan menyebabkan terjadinya polusi tanah yang dapat
mempengaruhi kualitas air tanah. Selain itu kegiatan yang berasal dari
mesin-mesin produksi menghasilkan polusi udara, polusi udara
dengan jumlah yang besar tentu akan berdampak sangat buruk bagi
kesehatan masyarakat pedesaan. Hal ini menyadarkan kita bahwa
sangat penting untuk melakukan perencanaan yang berkelanjutan di
kawasan industri yang ada di pedesaan, agar desa dapat berkembang

33
melalui industrinya tanpa mengalami dampak negatif yang sudah
disebutkan sebelumnya.
Negara melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas pasal 74, menyebutkan bahwa masing-masing
perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang yang
berkaitan dengan sumber daya wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
menjadi kewajiban bagi perusahaan sebagai timbal balik dari
pemanfaatan sumber daya alam disekitar lingkungan perusahaan dan
dampak yang ditimbulkan perusahaan atas aktivitas industri yang
dilakukan di lingkungan masyarakat.
A. Penyebab Permasalahan DAS dalam perspektif K3
DAS Citarum telah rusak akibat penggundulan lahan serta
pencemaran industri yang berdampak terhadap terjadinya bencana
banjir, kekeringan, dan menurunnya kualitas air di sepanjang
sungai Citarum. Eksploitasi hutan karena banyaknya kebutuhan
akan kayu untuk bahan utama kertas dan indutri lain.
Limbah industri dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
limbah cair, pabrik, dan padat. Limbah cair umumnya akan
dibuang langsung ke saluran air (selokan, sungai, bahkan lautan).
Limbah berbentuk ini dapat bersifat berbahaya, tapi juga dapat
dinetralisir secara cepat. Jika tidak dinetralisir terlebih dahulu,
maka limbah tersebut dapat merusak ekosistem air. Contoh dari
limbah cair adalah zat pewarna, pengawet, minyak, dan lain-lain.
Limbah padat umumnya dibuang di saluran air maupun di
daratan. Jika dibuang tanpa proses pengolahan maka wilayah air
maupun daratan akan tercemar. Contoh dari limbah padat adalah
plastik, sisa kain, bubur sisa semen, dan lainnya. Limbah gas
merupakan limbah yang berasal dari sumber alami maupun hasil
aktivitas industri yang menghasilkan gas. Jika limbah gas tidak
diolah terlebih dahulu, maka akan mencemari udara. Contoh

34
limbah gas adalah kebocoran gas, pembakaran, asap sisa
produksi, dan lainnya.
B. Dampak dari pencemaran DAS
Dampak dari permasalahan diatas yaitu Zat-zat toksik dari
limbah industri tidak hanya merusak komponen-komponen
lingkungan, tapi juga dapat meningkatkan resiko masyarakat
sekitar lingkungan tersebut terpapar penyakit. Limbah industri
yang mengandung bahan pencemar bahkan dapat mencemarkan
secara lokal maupun global, dan baik jangka pendek maupun
panjang.
Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah
lingkungan seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan
ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan
moluska, terutama bila limbah cair tersebut mengandung zat racun
seperti: As, CN, Cr. Cd, Cu, F, Hg, Pb atau Zn. Gas beracun
seperti CO, dapat menyebabkan gangguan fungsi otak, S0 2
Nitrogen Dicksida (NO2,), Ozon, NH3 dan beberapa senyawa
aromatik, H,S dapatmenimbulkan gangguan pernafasan, dan/atau
iritasi mata. Smog (kabut/asap) dapat mengganggu penglihatan
serta pernafasan. Debu mengganggu pernafasan dan bila beracun
(contohnya Pb) dapat menimbulkan gangguan syaraf, saluran
pernafasan dan menyebabkan anemia. Debu yang mengandung
serat asbes dapat menimbulkan kanker.
Akibat pencemaran gas, debu dan butiran - butiran halus
tersebut tidak saja berpengaruh dalam jangka pendek namun juga
jangka panjang. Tidak hanya berpengaruh secara lokal namun juga
global. Contohnya efek rumah kaca. yaitu kenaikan suhu bumi
akibat meningkatnya kadar CO, di dalam
Peningkatan lahan kritis akibat perubahan tata guna lahan
sehingga Citarum termasuk DAS utama di Jawa Barat yang
memiliki luasan lahan kritis yang tinggi. Lahan kritis adalah lahan

35
yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis
sangat rendah. Bahkan, dapat terjadi jumlah produksi yang
diterima jauh lebih sedikit daripada biaya pengelolaannya. Lahan
ini bersifat tandus, gundul, tidak dapat digunakan untuk usaha
pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Air
sungainya juga tercemar oleh komponen - komponen anorganik,
diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Komponen-
komponen logam berat ini berasal dari kegiatan industri. Kegiatan
industri yang melibatkan penggunaan logam berat antara lain
industri tekstil, pelapisaan logam, cat/tinta warna, percetakan,
bahan agrokimia dll. Beberapa logam berat ternyata telah
mencemari air, melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan.
C. Penanggulangan Pencemaran DAS dalam perspektif K3
- Pengelolahan limbah sebaik mungkin, dengan melakukan hal ini
maka, limbah industri yang telah diolah bisa dilepas ke tempat
pembuangan limbah dengan risiko pencemaran yang lebih rendah.
Hal ini sebaiknya diwajibkan pemerintah untuk dilakukan oleh
setiap industri dan juga masyarakat biasa, karena limbah tidak
hanya berasal dari industri tetapi juga dari domestik.
- Penerapan sanksi hukum, yang didukung dengan adanya aparat
negara yang disiplin dan berpendirian dalam menangani kasus
semacam ini. Karena tidak ada pengawasan, maka pelaksanaanya
masih lemah hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kasus-
kasus yang terjadi khususnya pencemaran yang memberikan
dampak kerugian yang begitu besar bagi lingkungan dan Negara.
- Paksaan pemerintah atau tindakan paksa (Bestuursdwang);
- Uang paksa (sluting van een inrichting);
- Penghentian kegiatan penting perusahaan (Buitengebruikstelling
van een toestel),
- Pencabutan izin melalui proses tergugat, paksaan pemerintah,
penutupan, dan uang paksa.

36
5. Kesehatan Lingkungan
Pengertian kesehatan lingkungan menurut HAKLI (Himpunan Ahli
Kesehatan Lingkungan Indionesia) adalah suatu kondisi lingkungan
yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara
manusia dan lingkungannya untuk mendukung terciptanya kualitas
hidup manusia yang sehat dan bahagia. Menurut WHO (Word Health
Organization) kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan
ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia
A. Penyebab pencemaran dari Perspektif Kesehatan Lingkungan
Kualitas kesehatan lingkungan (kesling), baik sanitasi
maupun Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum harus terus ditingkatkan. Selain
dapat meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, peningkatan
kesling dapat menekan pencemaran sungai Citarum. Berdasarkan
data Direktorat Pengendalian Pencemaran Air Direktorat Jenderal
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 70,13 persen
pencemaran air Sungai Citarum diakibat limbah domestik.
Penyebab permasalahan : berkurangnya fungsi kawasan
lindung (hutan dan non hutan), berkembangnya kawasan
permukiman tanpa perencanaan yang baik, budidaya pertanian
yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi. Tingkat pengambilan
air tanah diluar kendali (sebagian besar tidak ter-registrasi)
mengakibatkan penurunan muka tanah, kerusakan struktur
bangunan gedung, dan memperbesar potensi daerah rawan banjir.
Bahan pencemar air di sungai seperti bahan kimia limpasan
pestisida dan herbisida yang berasal dari wilayah pertanian atau
perkebunan, serta hasil buangan limbah ke permukaan air sungai.
Ketika pestisida memasuki ke dalam ekosistem sungai, zat tersebut
memasuki jaring makanan pada makhluk hidup di sungai. Dalam

37
jaring makanan, pestisida dapat menyebabkan mutasi penyakit
yang dapat membahayakan hewan di sungai seperti ikan, tumbuhan
di sepanjang bantaran sungai karena menyerap air rembesan
sungai. Hal tersebut dapat merugikan kehidupan manusia karena
beberapa jenis ikan dan tumbuhan merupakan bahan makanan yang
dapat terkontaminasi dari zat-zat beracun di dalamnya sehingga
menimbulkan penyakit pada manusia. Setelah itu terjadinya
rembesan yang teresap ke dalam air tanah berasal dari bahan-bahan
pencemar yang berasal dari penampungan limbah kimia, tempat
pembuangan sampah, kolam pengolahan limbah yang dapat
memberi zat racun yang terkontaminasi di sungai (Irianto, 2015, h.
6).
Pada pencemaran air di sungai sampah dan limbah
domestik kurang mendapat pengawasan dalam pembuangannya
yang langsung ke sungai. ada 3 jenis limbah rumah tangga
diantaranya berupa sampah, air limbah detergen dan kotoran
manusia. Limbah-limbah rumah tangga yang dihasilkan jika tidak
dikelola dengan baik maka dapat berpotensi tinggi untuk
mencemari air di sungai. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap
pencemaran air di sungai disebabkan pengawasan dan sosialisasi
yang kurang optimal. Hal tersebut menjadikan suatu hal yang
lumrah di kalangan masyarakat untuk membuang sampah dan
limbah ke sungai. Selain itu yang masih menjadi polemik terbesar
dari pencemaran sungai adalah sampah plastik yang jumlahnya
sangat banyak hingga tidak terkendali.
B. Dampak Pencemaran dari sisi Kesehatan Lingkungan
Hal-hal tersebut diatas menyebabkan degradasi fungsi
konservasi sumber daya air, banyaknya lahan kritis, kadar erosi
semakin tinggi, sedimentasi di palung sungai, waduk, dan jaringan
prasarana air.

38
Berdasarkan data yang dimiliki PD Kebersihan Kota
Bandung, rata-rata produksi 3 sampah kota Bandung adalah
sebesar 6.500 m 3 per hari, dimana 1500 m diantaranya tidak
dikumpulkan dan dibuang secara benar.
Dengan demikian sampah yang tidak terkumpul dengan
benar akan masuk ke sistem 3 drainase dan sungai sebesar 500.000
m per tahun. Sampah plastik yang dibuang kemudian terapung dan
mengendap di sungai menyebabkan aliran sungai menjadi
tersendat. Ketika aliran sungai tersendat saat volume air sedang
naik maka akan terjadi luapan air sungai ke daratan. Luapan air
tersebut dinamakan banjir yang dapat merugikan masyarakat
karena dapat menurunkan produktivitas kegiatan masyarakat.
Dampak dari pencemaran air sungai menyebabkan terjadinya
pengendapan (sedimentasi) sehingga air di sungai dapat meluap
yang disebut dengan banjir. Menyebabkan degradasi fungsi
konservasi sumber daya air, banyaknya lahan kritis dan kadar erosi
semakin tinggi, Selain itu menurunnya kualitas air di sungai yang
disebabkan oleh pencemaran dapat menyebabkan air tidak dapat
digunakan untuk kebutuhan hidup sehingga berdampak pada
kekurangan air bersih hingga kekeringan. Berdasarkan kantor
pengelola Waduk Saguling diperkirakan jumlah sampah yang
masuk ke Waduk Saguling adalah sebesar 3 250.000 m per tahun.
Hal ini sangat mengkhawatirkan karena dapat
menyebabkan pendangkalan waduk akibat sedimentasi. Kualitas
air yang masuk ke waduk Saguling : Rata-rata memiliki kandungan
Biological Oxygen Demand (BOD) > 300mg/ liter. BOD
merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
mengukur tingkat pencemaran air. Usaha keramba jaring apung
yang tidak terkontrol dan terawasi. Sebagai contohnya, yaitu
pemberian makanan ikan jaring apung yang tidak tepat dan

39
berlebihan. Hal tersebut menambah beban limbah dan
memperbesar resiko korosif pada instalasi PLTA.
C. Cara Penanggulangan
1. Sosialisasi mengenai dampak dari membuang limbah ke sungai
untuk meningkatkan kesadaran diri dari masyarakat yang
tinggal di sekitar sungai.
2. Melakukan pengolahan limbah dengan benar.
3. Tidak membuang sampah sembarangan
4. Menanam pohon di setiap lahan yang tersedia,dll.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa permasalahan DAS
(Daerah Aliran Sungai) Citarum sangat kompleks, dilihat dari 5
perspektif cabang ilmu kesehatan masyarakat maka dapat disimpulkan
bahwa :
 Gizi Masyarakat di Daerah Aliran Sungai Citarum tidak terpenuhi
dengan baik, banyak terdapat stunting, diakibatkna karena lahan
kritis, produktivitas lahan yang buruk karena gagal panen yang
mempengaruhi pendapatan petani, serta tercemarnya air karena
limbah domestic di sepanjang DAS Citarum
b. Diperlukan sosialisasi atau penyuluhan promosi kesehatan untuk
mengurangi dampak permasalahan DAS Citarum, mulai dari
penyuluhan perilaku masyarakat untuk membuang sampah pada
tempat sampah, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta
melakukan kampanye sosial cara menjaga kebersihan sungai yang
salah satu programnya yaitu Ecovillage. Sosialisasi ini dengan
bekerjasama lintas sektor, antara pemerintah dan masyarakat serta
pemilik industry yang ada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS).

40
c. Pemerintah dalam melakukan pengambilan kebijakan dalam
menaggulangi permasalahan DAS Citarum ini bekerjasama dengan
pihak-pihak terkait. Dari Dinas Kesehatan untuk menaggulangi
adanya penyakit akibat pencemaran air akibat limbah domestic mulai
dari limbah rumah tangga organic dan anorganik, limbah ternak,
limbah kotoran manusia, limbah medis, dan lain-lain yang ada di
sepanjang daerah aliran sungai Citarum. Selain itu, pemerintah juga
harus menindak tegas pemilik industry yang membuang limbah
industry dengan kandungan logam berat ke sungai Citarum,
pemerintah juga senantiasa memonitoring dan pengawasan secara
berkala dan terus menerus untuk memberikan pembinaan kepada
pemilik industri.
d. Dampak dari kawasan berindustri yang ada di daerah aliran sungai
Citarum mengakibatkan Polusi air, udara dan tanah. Perlu dilakukan
perencanaan yang berkelanjutan di kawasan industry, mulai dari
industry kecil menengah yang ada di pedesaan serta Industri besar
yang di perkotaan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi
kewajiban bagi perusahaan sebagai timbal balik dari pemanfaatan
sumber daya alam.
e. Kualitas kesehatan lingkungan baik sanitasi dan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat pada daerah aliran sungai Citarum, perlu
ditingkatkan. Pengelolaan sampah, serta pengelolaan lahan yang baik
agar bisa mengurangi erosi serta banjir. Menurunnya kualitas air,
menyebabkan air tidak dapat dikonsumsi, sehingga terjadi krisis air
bersih.
f. Perubahan lahan pertanian dan semak belukar ke penggunaan lahan
lain adalah yang paling luas terjadi, sedangkan lahan terbangun
adalah jenis penggunaan lahan yang hampir tidak mengalami
perubahan fungsi lahan. Peningkatan luas lahan terbangun dan
penurunan luas hutan telah secara nyata meningkatkan tebal aliran
sungai dan menurunkan resapan DAS Citarum Hulu. Faktor lain

41
yang memengaruhi peningkatan fluktuasi debit sungai adalah kondisi
lereng wilayah, pola curah hujan, serta teknik pengelolaan lahan.
Pemanfaatan lahan di DAS Citarum dinilai belum sepenuhnya
mengikuti arahan pola ruang RTRWP. Akibatnya terjadi
permasalahan DAS dengan nilai rataan KRA sedang dan KAT tinggi
selama periode 20092018. Oleh karena itu, solusi untuk
mengembalikan fungsi hidrologi adalah dengan melakukan
pengendalian perubahan penggunaan lahan yang mengikuti RTRWP.
Hal ini akan mampu menjaga kelestarian fungsi hidrologi DAS
Citarum Hulu.
g. Permasalahan yang terjadi di wilayah sungai Citarum didominasi
oleh rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah sekitar
terhadap kelestarian alam di wilayah sungai Citarum.
h. Kualitas dan kualitas Sungai Citarum pada saat ini sudah sangat
menghawatirkan, penanganan secara berkelanjutan yang
melibbatkan semua stake holders yang diawali dengan participatory
planning dengan kesepakatan-kesepakatan antara stake holders,
ditindaklanjuti dengan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan
nya. Untuk ini informasi, komunikasi antara pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha perlu dijalani dengan baik, penguatan sistem
pengawasan dan penegakan hukum perlu ditingkatkan dan
pelaksanaanya harus dilakukan secara konsisten. Pola insentif fan
disinsentif sebagai instrumen ekonomi lingkungan, dimana harus
dikembalikan lagi peruntukannya untuk pengelolaan lingkungan.
Apabila instrumen-instrumen tersebut dapat dilaksanakan dengan
konsisten maka dengan mudah perubahan paradigma pengelolaan
DAS dari one river, one plan menjadi one river, one plan, one
management menjadi kenyataan dan itulah pengelolaan DAS yang
berkelanjutan.
i. Dalam rangka mengatasi hal tersebut perlu dirumuskan kebijakan
yang komprehensif (menyeluruh, mempertimbangkan keseluruhan

42
aspek: strukutral, non struktural, maupun sosio-kultural), lintas
sektor, lintasi wilayah administrasi dan pemerintahan, melibatkan
peran aktif masyarakat.
j. Edukasi dan komunikasi boleh dikatakan secara mutlak perlu
dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat untuk meningkatkan
partisipasi aktif masyarakat di dalam penanganan banjir.
k. Penanganan banjir secara struktural harus melalui kajian yang
menyeluruh agar benarbenar berdampak baik dan bermanfaat bagi
penanganan banjir.

5.2 Saran
Saran yang diajukan adalah :
a. Bagi Pemerintah : diharapkan dapat selalu berupaya untuk
merumuskan kebijakan yang bermanfaat secara luas bagi masyarakat
dan menindah tegas bagi masyarakat atau pelaku usaha yang
melanggar peraturan atau undang - undang.
b. Bagi Masyarakat :
- Perlunya kesadaran masyarakat supaya selalu menjaga
kelestarian alam, dan mematuhi aturan dan hukum yang berlaku.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ekasari, A. M, Hani Burhanudin, Irland Fardani (2022). Analisis Kualitas Sub


DAS Citarum Hulu. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Pendidikan Ganesha, Bali.

Erianti, D., & Djelantik, S. (2019). Program Revitalisasi Sungai Citarum; Sebuah
Analisis Strength Weakness, Advocates, Advesaries (SWAA). Jurnal Ilmu
Administrasi, XVI(1), 81-96.
https://jia.stialanbandung.ac.id/index.php/jia/article/view/209/pdf

Fadil, M.Y. dkk. (2021). Perubahan Penggunaan Lahan dan Karakteristik


Hidrologi DAS Citarum Hulu. Jurnal. Fakultas Pertanian , Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Hanif, R., Balai, A., Teknologi, P., & Gorontalo, P. (n.d.). Analisis Spasial Dalam
Klasifikasi Lahan Kritis Di Kawasan Sub-DAS Langge Gorontalo Spatial
Analysis in the Classification of Critical Land in The Sub-Basin of Langge
Gorontalo.

Hendra Kristianto, D., & Sufiadi, E. (2021). Analisis Kekritisan Lahan Pada
Fungsi Kawasan Konservasi Das Citarum Dengan Software Arcgis. 1(1),
2776–8651. https://doi.org/10.35138/orchidagro.v1.i1.237

Juniarti, Narti (2020). Upaya Peningkatan Kondisi Lingkungan Di Daerah Aliran


Sungai Citarum. Jurnal. Fakultas Keperawatan. Universitas Padjajaran,
Bandung.

Nabila, F., Satriyo, P., & Ramli, I. (2022). Identifikasi Distribusi Lahan Kritis
Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Peusangan (Identification of
the Distribution of Critical Land in the Krueng Peusangan Watershed).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(4). www.jim.unsyiah.ac.id/JFP

Ramli, I., Nabila, F., Satriyo, P., & Jayanti, D. S. (2023). Model Pengelolaan
Lahan Kritis Pada Daerah Aliran Sungai Krueng Peusangan

44
Menggunakan Sistem Dinamik. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian Dan
Biosistem, 11(1), 44–55. https://doi.org/10.29303/jrpb. v11i1.469

Sholihah, R. (2020). Perencanaan Partisipatif Dalam Program Citarum Harum


di Desa Krtamandiri Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang.
Jurnal Ilmiah Unpad, 3(1), 29-47.
https://www.researchgate.net/profile/Ratnia-Solihah/publication/34036098
2

Sunaedi, N., & As’ari, R. (2021). Program Ecovillage Sebagai Upaya


Perubahan Perilaku Masyarakat Dalam Pelestarian Kawasan DAS
Citanduy di Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. Publikasi
Ilmiah UNS. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/10383

Wempi, JA., Chrisdina., & Stellarosa, Y., dkk. (2023). Opini dan Sikap Subkultur
Pemuda Atas Isu Stunting di Daerah Aliran Sungai Citarum. Jurnal
Pustaka Komunikasi, 6(1), 155-168.

45

Anda mungkin juga menyukai