Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN AKHIR CAPSTONE PROJECT

RENCANA PENGELOLAAN SEMPADAN SUNGAI BAKIL – DUMARING

Oleh :

MUHAMMAD RONI HAKIM (E1401201028)

ZIDAN ANUGRAH PANGESTU (E1401201064)

SALMAN ABDULLAH (E1401201082)

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2023
Abstrak

Sebagai upaya untuk menjaga ekosistem Sungai diperlukan pengelolaan sempadan


sungai. Sempadan sungai memiliki peran penting sebagai area penyangga agar kegiatan
manusia tidak mengganggu ekosistem Sungai. Capstone ini bertujuan untuk menyusun
rencana pengelolaan sempadan Sungai secara partisipatif serta mengetahui kondisi bio-fisik
sempadan Sungai Bakil-Dumaring serta kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan kelembagaan
masyarakat. Data Bio-Fisik mencakup data tutupan dan penggunaan lahan sempadan sungai,
profil Sungai, debit, dan kualitas air. Sedangkan data sosial mencakup data kepadatan
penduduk, budaya perilaku konservasi, hukum adat, nilai tradisional, mata pencaharian
Masyarakat, dan peran kelembagaan formal dan informal. Data tutupan lahan sempadan
Sungai diperoleh dari data citra satelit resolusi tinggi yang kemudian dilakukan ground
check. Data kualitas air diambil dari sampel air di setiap tutupan lahan. Data sosial diperoleh
melalui in-depth-interview. Sedangkan rencana pengelolaan sempadan sungai diperoleh dari
hasil Focus Group Discussion bersama key stakeholder yang telah dipetakan melalui
participatory mapping.
LEMBAR PENGESAHAN

RENCANA PENGELOLAAN SEMPADAN SUNGAI BAKIL – DUMARING –


SEMELUK - SEMBELING

Oleh :

MUHAMMAD RONI HAKIM (E1401201028)

ZIDAN ANUGRAH PANGESTU (E1401201064)

SALMAN ABDULLAH (E1401201082)

Disetujui oleh

Pembimbing 1:

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

NIP. 196111261986011001

Pembimbing 2:

Dr. Ir. Bahruni, M.S

NIP. 196105011988031003

Diketahui oleh

Ketua Departemen:

Dr Soni Trison, S.Hut. M.Si


NIP. 197711232007011002
Daftar Isi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
1.5. Ruang Lingkup
BAB II
METODE
2.1 Waktu dan Lokasi Capstone
2.2 Matriks Data
2.3 Analisis Data
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.2 Penggunaan dan penguasaan lahan
3.4 Debit
3.5 Kepadatan Penduduk
3.6 Budaya
3.7 Nilai Tradisional
3.8 Hukum Adat
3.9 Ekonomi
3.10 Kelembagaan
3.11 Rencana Pengelolaan Sempadan Sungai Dumaring dan Bakil
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Gambar

Gambar 1 Peta sampel air


Gambar 2 Peta orientasi lokasi capstone dumaring
Gambar 3 Peta tutupan lahan di sempadan Sungai Bakil-Dumaring
Gambar 4 Peta penggunaan lahan di sempadan sungai Bakil-Dumaring
Daftar Tabel

Tabel 1 Matrix data


Tabel 2 Kriteria dan parameter kerentanan sosial dan kelembagaan
Tabel 3 Kriteria dan parameter kerentanan ekonomi menurut struktur ekonomi
Tabel 4 Klasifikasi tingkat kerentanan degradasi lahan dalam aspek sosial, ekonomi dan
kelembagaan
Tabel 5 Klasifikasi tutupan lahan
Tabel 6 Penggunaan lahan
Tabel 7 Penguasaan lahan
Tabel 8 Parameter kualitas air di Sungai Dumaring
Tabel 9 Parameter Kualitas Air di Sungai Bakil
Tabel 10 Baku mutu kualitas air
Tabel 11 Data Debit Sungai Bakil dan Dumaring
Tabel 12 Kepadatan Penduduk Kampung Dumaring
Tabel 13 Perilaku konservasi masyarakat
Tabel 14 Hukum adat
Tabel 15 Struktur Ekonomi Penduduk Kampung Dumaring
Tabel 16 Parameter Kelembagaan Kampung Dumaring
Daftar lampiran

Lampiran 1. Logbook Capstone Project


Lampiran 2 Panjang Sungai
Lampiran 3 Tabel penguasaan lahan pada sempadan sungai
Lampiran 4 Dokumentasi kegiatan capstone project
Ringkasan Kegiatan CP Indikator Alat/Sarana Asumsi dan
Verifikasi Risiko

Tujuan Tujuan kegiatan


(Goal) capstone adalah
tersusunnya rencana
pengelolaan wilayah
sempadan Sungai Bakil-
Dumaring dengan
memperhatikan kondisi
bio-fisik sempadan Sungai
Bakil-Dumaring, sosial
ekonomi, budaya,
Lembaga Masyarakat
Kampung Dumaring.

Dampak
(Outcomes)

Hasil Opsi solusi rencana


(Outputs) pengelolaan sempadan
Sungai secara partisipatif

Aktivitas 1. Pengambilan data


fisik Sungai
(verifikasi tutupan
lahan sempadan
Sungai, profil
Sungai, dan debit)
2. Pengambilan data
kualitas air (ph, tds,
salinitas, DO, EC)
3. Wawancara kepada
key stakeholder
untuk mencari data
social (kepadatan
penduduk,budaya
konservasi),
ekonomi (mata
pencaharian
dominan
Masyarakat), dan
kelembagaan
(peran Lembaga
formal dan
informal)
4. FGD untuk
mencari opsi solusi
pengelolaan
sempadan Sungai
yang bersifat
partisipatif
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kampung (Desa) Dumaring merupakan salah satu kampung tua di pesisir


selatan Kabupaten Berau. Kampung Dumaring merupakan 1 dari 10 kampung yang
ada di Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.
Kampung Dumaring merupakan kampung/desa terluas dari seluruh kampung yang
ada di Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kampung
Dumaring memiliki luas kurang lebih 79485,69 ha. Kampung Dumaring dihuni oleh
masyarakat asli adat Dayak Dumaring. Kampung Dumaring terletak di DAS Bakil.

Kampung Dumaring mengalami perubahan tutupan dan penggunaan lahan di


sempadan sungai yang mempengaruhi fungsi sempadan secara signifikan. Menurut
data yang dihimpun dari Program Kolaborasi Konservasi Sempadan Sungai Bakil-
Dumaring yang dijalankan oleh PT Gagas Dinamiga Aksenta, tutupan hutan pada
masing-masing sungai mengalami perubahan. Sungai Bakil pada tahun 2018 sampai
tahun 2022 tutupan hutan berkurang dari 184,8 ha menjadi 162,6 ha. Sungai
Sembeling pada tahun 2018 sampai tahun 2022 tutupan hutan berkurang dari 9,7 ha
menjadi 7,3 ha. Sungai Semuluk pada tahun 2018 sampai tahun 2022 tutupan hutan
berkurang dari 12,3 ha menjadi 9,6 ha. Sungai Dumaring pada tahun 2018 sampai
tahun 2022 tutupan hutan berkurang dari 67,3 ha menjadi 66,2 ha. Selain itu, terjadi
fenomena peningkatan tutupan lahan pertanian pada dua dari empat sungai utama
Kampung Dumaring. Peningkatan tutupan lahan pertanian pada Sungai Bakil pada
tahun 2018 sampai tahun 2022 dari 25,5 ha menjadi 52,9 ha. Sungai Sembeling pada
tahun 2018 sampai tahun 2022 dari 38,6 menjadi 51,9 ha.

Perubahan tutupan dan penggunaan lahan di sempadan sungai jika terus terjadi
akan menyebabkan ekosistem sungai menjadi terganggu. Selain itu tekanan lahan
pertanian yang meningkat dikhawatirkan dapat merusak ekosistem sempadan sungai.
Pada lahan pertanian penggunaan pupuk sangatlah berpengaruh demi kelangsungan
hidup tanaman di lahan pertanian, akan tetapi di sisi lain penggunaan pupuk kimia di
daerah sempadan sungai dapat mengganggu ekosistem dan kualitas air sungai.

10
Menurut PP no 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, dalam pengelolaan sungai
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya sempadan sungai. Sempadan
Sungai atau riparian zone merupakan kawasan yang berada di antara ekosistem
daratan dan sungai, atau dapat dikatakan sebagai zona pembatas, pada hakikatnya
sempadan sungai bukanlah hanya berperan sebagai pembatas namun memegang
peranan penting alam dalam menjaga stabilitas ekosistem terutama untuk menjamin
berfungsinya sungai dengan baik dan berkelanjutan (Wardiningsih & Fuadi Salam,
2019), hal ini juga dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2011
tentang sungai dalam pasal 5 Ayat (5) disebutkan bahwa sungai merupakan ruang
penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan
manusia tidak saling terganggu.

Dalam rangka melindungi sungai dan mencegah pencemaran air sungai,


pembatasan pemanfaatan pada sempadan sungai perlu dilakukan. Oleh karena itu
diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif menjadi sangat penting
untuk mengelola sempadan sungai secara efektif dan berkelanjutan. Pendekatan ini
harus melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat lokal, dan
organisasi lingkungan. Pengelolaan sempadan sungai menjadi upaya penting yang
dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem sungai, melindungi
keanekaragaman hayati, dan mendukung keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu,
upaya ini harus menjadi prioritas dalam agenda pengelolaan sumber daya air dan
lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi biofisik di sempadan sungai sungai Bakil,


Dumaring, Semuluk, dan sembeling
2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat yang mempengaruhi
fungsi sempadan
3. Bagaimana opsi solusi pengelolaan terbaik sempadan sungai
berdasarkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi

11
1.3. Tujuan

Tujuan kegiatan capstone adalah tersusunnya rencana pengelolaan wilayah


sempadan Sungai Bakil-Dumaring secara partisipatif dengan memperhatikan kondisi
bio-fisik dan sosial Masyarakat Kampung Dumaring.

1.4. Manfaat

Kajian dalam capstone dapat menjadi opsi bagi pengelolaan sempadan sungai
Bakil- Dumaring secara berkelanjutan yang bersifat partisipatif masyarakat.

1.5. Ruang Lingkup

Kajian dari kegiatan Capstone ini mencakup daerah sempadan sungai. Batas
sempadan sungai yang digunakan pada kajian ini adalah 50m kanan kiri sungai sesuai
dengan …. . Tutupan lahan, penggunaan lahan serta penguasaan lahan menjadi fokus
utama untuk menentukan area pada sempadan yang butuh perhatian serta menentukan
stakeholder dalam pembuatan rencana kelola. Salah satu data pembanding pada
kegiatan capstone kali ini yaitu kualitas air sungai. Kualitas air yang dimaksud berupa
parameter pH, EC, TDS, Salinitas, Suhu dan dissolved oxygen. Terdapat beberapa
titik yang tidak bisa dijangkau ataupun tidak mengambil data secara keseluruhan oleh
tim capstone karena mempertimbangkan faktor keselamatan.

12
13
BAB II
METODE
2.1 Waktu dan Lokasi Capstone

Kegiatan Capstone dari penyusunan proposal hingga penyelesaian laporan


terhitung dari tanggal 26 Agustus sampai 20 November 2023. Kegiatan lapang
Capstone dilaksanakan di Kampung Dumaring, Kecamatan Talisayan, Kabupaten
Berau, Kalimantan Timur terhitung dari tanggal 17 Oktober 2023.

2.2 Metode Pengumpulan Data

2.2.1 Data Biofisik

A. Tutupan lahan dan penggunaan lahan (LULC)

Data tutupan lahan didapat dari Program Kolaborasi Konservasi


Sempadan Sungai Kampung Dumaring (2022). Data tersebut dimutakhirkan
dengan cara melakukan digitasi manual pada area sempadan yang telah
ditentukan.

14
B. Penguasaan lahan

Penguasaan lahan didapat dengan beberapa pendekatan seperti,


asosiasi dari data tutupan lahan, participatory mapping serta data pendukung
yang bersumber dari Program Kolaborasi Konservasi Sempadan Sungai
Kampung Dumaring berupa lokasi perusahaan yang ada di Kampung
Dumaring.

C. Kualitas Air

Penentuan sampel kualitas air yang digunakan dalam penelitian ini


menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dalam Sugiyono (2016).
Alasan menggunakan teknik purposive sampling ini karena sesuai untuk
digunakan untuk penelitian kuantitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak
melakukan generalisasi menurut Sugiyono (2016), dengan menggunakan
rumus taro yamane dan didapat sejumlah 30 titik sampel.

Pengukuran kualitas air dilakukan menggunakan alat DO9100 (DO


meter) dan EZ-9909 Tester (pengukur TDS, EC, pH, Salinitas, Suhu).
Pengukuran parameter sederhana untuk uji kualitas air diambil di 30 lokasi
sebaran titik yang berada di empat sungai utama yang ada di Kampung
Dumaring yaitu Sungai Bakil, Sungai Dumaring, Sungai Sembeling dan
Sungai Semuluk. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan dengan tiga kali
pengukuran. Pengukuran parameter kualitas air diukur di permukaan air
sungai dan di bagian tengah sungai.

2.2.2 Data Sosial

A. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam kajian sosial


menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Purposive
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dalam
Sugiyono (2016). Penentuan sampel stakeholder kunci yang akan dijadikan

15
narasumber ditentukan berdasarkan hasil kajian desk study bersama mitra
program kolaborasi kampung dumaring yang telah memiliki kajian awal
mengenai kondisi sosial masyarakat kampung dumaring. Narasumber kunci
merupakan narasumber yang memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial
masyarakat di kampung Dumaring seperti kepala kampung, kelompok tani,
tokoh adat, masyarakat adat, serta kelembagaan yang ada di Kampung
Dumaring. Dalam metode pengambilan data snowball sampling orang yang
narasumber kunci yang sebelumnya sudah dipetakan dapat menyebutkan nama
lain yang potensial untuk diwawancarai.

B. Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data sosial adalah


menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Secara umum
PRA adalah sebuah metode pemahaman lokasi dengan belajar dari, untuk, dan
bersama masyarakat. Hal ini untuk mengetahui, menganalisa, dan
mengevaluasi hambatan dan kesempatan melalui multi-disiplin dan keahlian
untuk menyusun informasi dan pengambilan keputusan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Pendekatan PRA merupakan teknik untuk merangsang
partisipasi masyarakat peserta program dalam berbagai kegiatan terutamanya
dalam kegiatan analisis sosial, dan perencanaan program.

Teknik-teknik PRA yang digunakan adalah :

1. Pemetaan Awal (Preliminary Mapping)

Pemetaan awal sebagai alat untuk memahami komunitas,


sehingga peneliti akan mudah memahami realitas problem dan relasi
sosial yang terjadi. Pemetaan awal dilakukan bersama pihak program
kolaborasi kampung dumaring untuk menentukan siapa saja key
stakeholder yang perlu diwawancarai. Dengan demikian akan
memudahkan masuk ke dalam masyarakat.

2. Pemetaan Partisipatif (Participatory Mapping)

16
Mapping merupakan teknik PRA untuk menggali informasi
yang meliputi sarana fisik dan kondisi sosial dengan menggambarkan
kondisi wilayah secara umum Kampung Dumaring. Dalam melakukan
penggalian informasi mengenai kondisi sosial Masyarakat Kampung
Dumaring dilakukan dengan participatory mapping yaitu penggalian
data informasi bersama masyarakat atau komunitas mengenai
persoalan yang dialami masyarakat. Peta yang akan dimunculkan
kondisi umum Kampung mengenai peta penguasaan lahan di sempadan
sungai Bakil, Dumaring, Semuluk, dan Sembeling guna menjawab
siapa saja stakeholder kunci yang terdampak langsung dalam kegiatan
perencanaan sempadan sungai.

3. Wawancara Mendalam (in-depth-interview)

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara


wawancara mendalam, pengamatan di lapangan maupun dari hasil
menghadiri pertemuan masyarakat. Wawancara mendalam (in-depth
interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan
atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif
lama (Sutopo 2006: 72). Wawancara mendalam dengan metode
snowball sampling dilakukan terhadap para pihak terkait yaitu dari
Pemerintah Kampung, KPH Berau Pantai, Tokoh Masyarakat,
Kelompok Tani, Perwakilan Pemuda, serta masyarakat lokal di
Kampung Dumaring. Dalam metode snowball sampling orang yang
diwawancarai dapat menyebutkan nama lain yang potensial untuk
diwawancarai.

4. Triangulasi

Triangulasi adalah metode yang digunakan dalam penelitian


kualitatif untuk memeriksa dan menentukan validitas dengan
menganalisa dari berbagai perspektif. Dalam penelitian ini triangulasi

17
yang digunakan adalah triangulasi sumber data yaitu penggalian
kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber
perolehan data dari suatu narasumber. Sampai data lengkap dari suatu
narasumber kemudian divalidasi dari berbagai narasumber lainnya
untuk melihat kebenaran suatu informasi sehingga dapat menjadi dasar
untuk penarikan kesimpulan. Dengan teknik ini diharapkan data yang
dikumpulkan memenuhi konstruk penarikan kesimpulan. Kombinasi
triangulasi ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan di lapangan,
sehingga peneliti bisa melakukan pencatatan data secara lengkap.

5. FGD (Focus Group Discussion)

Dalam melakukan pengumpulan data informasi mengenai


persepsi dan preferensi masyarakat mengenai rencana pengelolaan
sempadan sungai maka peneliti bersama dengan masyarakat
melakukan sebuah diskusi bersama untuk memperoleh rencana
pengelolaan sempadan sungai yang bersifat partisipatif.

2.3 Analisis Data

2.3.4 Analisis Data Sosial

Analisis data sosial, ekonomi, dan kelembagaan dilakukan secara deskriptif


kuantitatif dengan mengevaluasi potensi dan kerentanan DAS berdasarkan
parameter sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang dinilai melalui pembobotan.
Potensi dan kerentanan dalam aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan diperoleh
dengan menerapkan Formulasi pembobotan Sistem Karakterisasi DAS (Paimin,
Pramono, Purwanto, & Indrawati, 2012) yang tertera pada tabel 2, 3 dan 4
dibawah ini.

Tabel 1 Kriteria dan parameter kerentanan sosial dan kelembagaan

Sk
Kriteria Parameter Besaran
or
Sosi Kepadatan <250 jiwa/km2 1
al penduduk 250–400 jiwa/km2 3

18
>400 jiwa/km2 5
● Konservasi telah
melembaga dalam
masyarakat (tahu 1
Budaya : manfaat, tahu teknik dan
Perilaku melaksanakan)
konservasi ● Masyarakat tahu, namun
3
tidak melakukan
● Tidak tahu dan tidak
5
melakukan
● Adat istiadat
(custom), 1
pelanggar
dikucilkan
● Kebiasaan (folkways), 2
pelanggar didenda secara
adat
Budaya: Hukum
adat ● Tata kelakuan (mores),
pelanggar ditegur ketua 3
adat/orang lain
● Cara (usage), pelanggar
4
dicemooh
● Tidak ada hukuman 5
Ada 1
Nilai tradisional
Tidak ada 5
Keberdayaan Ada dan berperan 1
kelembagaan Ada , namun tidak berperan 3
informal pada
konservasi Tidak berperan 5
Kelembaga
an Keberdayaan Sangat berperan 1
kelembagaan Cukup berperan 3
formal
pada konservasi Tidak berperan 5
Sumber: Paimin et al. (2012).

Tabel 2 Kriteria dan parameter kerentanan ekonomi menurut struktur ekonomi

Struktur Ekonomi
Kepadatan penduduk (orang/km2) Jas
Pertanian Industri
a
Jarang (<250) 3 2 1
Sedang (250–400) 4 3 2
Padat (>400) 5 4 3

19
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kerentanan degradasi lahan dalam aspek sosial, ekonomi dan
kelembagaan

Kategori Nilai Tingkat kerentanan/degradasi


Sangat
>4,3 Sangat rentan/Sangat terdegradasi
tinggi
3,5–
Tinggi Rentan/Terdegradasi
4,3
2,6–
Sedang Agak rentan
3,4
1,7–
Rendah Sedikit rentan/Agak terdegradasi
2,5
Sangat
<1,7 Tidak rentan/Tidak terdegradasi
rendah

Sumber: Paimin et al. (2012).

20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Umum Lokasi Capstone

Kampung (Desa) Dumaring merupakan salah satu kampung tua di pesisir selatan
Kabupaten Berau. Kampung Dumaring merupakan 1 dari 10 kampung yang ada di
Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Kampung Dumaring
merupakan kampung/desa terluas dari seluruh kampung yang ada di Kecamatan Talisayan,
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kampung Dumaring memiliki luas kurang lebih
79485,69 ha. Kampung Dumaring berjarak kurang lebih 185 km dari Tanjung Redeb yang
merupakan pusat Kabupaten Berau. Dari pusat Kabupaten Berau menuju Kampung
Dumaring dapat menggunakan akses darat dengan kondisi jalan yang cukup baik dengan
waktu tempuh kurang lebih 4-5 jam perjalanan.

Gambar 2 Peta orientasi lokasi capstone dumaring


Kampung Dumaring memiliki beberapa tipe penguasaan lahan, antara lain yaitu
Hutan Desa Kampung Dumaring, Tanah Ulayat Patiraja serta tanah garapan milik masyarakat
maupun perusahaan. Lokasi kajian Capstone Project ini berfokus di sempadan sungai-sungai
utama yang ada di Kampung Dumaring. Lokasi kajian ini juga berfokus pada kondisi tutupan
lahan dan penggunaan lahan yang tersebar di titik lokasi kajian yang tersebar di sepanjang
sungai utama yang berada di Kampung Dumaring. Aksesibilitas lokasi kajian yang berada di

21
sempadan sungai pada umumnya cukup mudah dijangkau. Kondisi aksesibilitas yang cukup
mudah dijangkau mengakibatkan aktivitas masyarakat seperti pembukaan dan penggarapan
lahan yang menyebabkan aksesibilitas menuju sempadan sungai cukup tinggi sehingga
menjadi ancaman terhadap keberadaan tutupan lahan alami sempadan sungai di Kampung
Dumaring.
3.2 Tutupan lahan dan penggunaan lahan di sempadan Sungai Bakil-Dumaring

Tutupan lahan dan penggunaan lahan (LULC) pada sempadan Sungai Bakil
dibedakan menjadi 16 kelas tutupan lahan berupa hutan karst primer, hutan karst sekunder
terdegradasi, mangrove, hutan hujan tropis sekunder, hutan hujan tropis sekunder
terdegradasi, belukar tua, belukar muda, semak belukar, semak, pertanian lahan kering, karet,
kelapa sawit, pertanian lahan kering, lahan terbuka, lahan terbangun dan badan air.

Tabel 4 LULC di sempadan Sungai Bakil-Dumaring

Luas(ha)
Sungai Sungai Sungai Sungai
Tutupan lahan Total
Bakil Dumaring Sembeling Semuluk
Badan air 7.332 2.870 10.202
Belukar muda 17.493 9.257 6.671 6.577 39.998
Belukar tua 60.495 228.544 13.680 23.816 326.534
Hutan hujan tropis sekunder 166.024 3.859 0.001 169.884
Hutan hujan tropis sekunder
24.608 52.509 1.621 13.596 92.333
terdegradasi
Hutan karst Primer 15.765 15.765
Hutan karst sekunder 8.383 8.383
Kelapa sawit 31.158 6.132 37.254 1.822 76.366
Karet 1.010 1.010
Lahan terbuka 18.115 3.702 11.147 10.807 43.770
Lahan terbangun 10.238 2.894 11.989 0.032 25.153
Mangrove 7.472 0.297 7.769
Pertanian lahan kering 6.729 0.004 0.563 0.690 7.986
Semak 7.890 2.160 9.270 4.840 24.161
Semak belukar 22.309 2.068 7.932 1.811 34.119
Total 405.021 314.296 100.126 63.991 883.434

Keberadaan tutupan lahan pertanian maupun kelapa sawit pada sempadan sungai
dapat memberikan pengaruh negatif bagi lingkungan. Penggunaan pestisida dan bahan bahan
kimia pada perkebunan maupun pertanian dapat berimplikasi pada kualitas air karena dapat
mencemari sumber air tersebut (Amalia et.al 2019). Selain itu, tutupan lahan berupa lahan
tidak bervegetasi juga dapat menimbulkan kerusakan berupa penurunan aliran permukaan
karena berkurangnya lahan yang dapat menyerap air, yang kemudian dapat berdampak
kepada kualitas air dari sungai tersebut karena debit air yang rendah atau menurun.

22
3.3 Penguasaan lahan di sempadan Sungai Bakil-Dumaring

Selain itu, Penguasaan lahan dicari untuk memetakan stakeholder terkait yang perlu
dilibatkan dalam pengelolaan sempadan sungai. Penguasaan lahan yang diketahui dibagi
menjadi 6 kategori yaitu BUMN yang berisi PDAM, HGU yang terdapat 5 perusahaan di
dalamnya, HPK milik Ulayat Asati, KPH yang dikelola oleh LPHD Pangalima Jerung,
masyarakat, dan tanah kampung.
Tabel 6 Penguasaan lahan di sempadan Sungai Bakil-Dumaring

Row Labels Sungai Bakil Sungai Sungai Sungai Grand


Dumaring Sembeling Semuluk Total

BUMN 0.185 0.185

HGU 75.944 197.212 50.884 37.008 361.049

HPK 46.135 46.135

KPH 82.953 82.953

Masyarakat 52.541 59.988 32.894 9.254 154.677

Tanah 7.472 0.297 7.769


Kampung

NO DATA 139.791 56.798 16.349 17.729 230.666

Grand Total 405.020 314.295 100.126 63.991 883.434

23
3.4 Kualitas Air

Salah satu dampak dari perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan adalah
kualitas air sungai. Data kualitas air Sungai Bakil, Dumaring, Sembeling dan Semuluk
disajikan pada tabel berikut

Tabel 7 Kualitas Air Sungai Bakil-Dumaring

Hasil pengukuran
Parameter Satuan Ambang Sungai Sungai Sungai
Sungai Bakil
Dumaring Sembeling Semuluk

Suhu Celcius 22-28 27,22 27,42 27,52 -

TDS mg/L 1000 865,17 206,04 159,67 -

pH 6-9 6,82 7,01 5,93 -

DO mg/L 1-6 6,33 7,16 7,94 -

Salinitas ppt 0-5 0,88 0,21 0,16 -

EC µs/cm 200-800 1724,92 411,16 318,56 -

Parameter
Parameter Seluruhnya Tidak ada data
pH tidak
EC tidak masuk ke karena tidak
masuk
masuk dalam dalam ditemukan
Keterangan dalam
ambang batas kategori aliran air di
ambang
baku mutu baku mutu Sungai
batas baku
air Kelas 1 Semuluk
mutu air

Berdasarkan tabel di atas, parameter kualitas air yang berada di sungai Kampung
Dumaring terbagi menjadi 6 parameter yaitu suhu, TDS, pH, DO, salinitas, dan EC. Nilai
pada tabel tersebut merupakan rata-rata dari pengambilan beberapa sampel di beberapa titik
lokasi pengukuran pada masing-masing sungai.

Sungai Bakil terdapat satu parameter yang tidak masuk ke dalam ambang batas baku
mutu air, yaitu parameter EC yaitu sebesar 1724,92 µs/cm. Hal tersebut dikarenakan pada
sungai bakil terdapat satu titik lokasi pengukuran yang terletak di muara sungai yang berbatas
langsung dengan laut sehingga menyebabkan air tawar bercampur dengan air asin yang
menyebabkan air menjadi payau. Hal tersebut berbanding lurus dengan pernyataan Mahida

24
(1986) yaitu jika nilai EC semakin tinggi maka semakin buruk kualitas air misalnya air akan
terasa payau sampai asin. Apabila nilai EC semakin kecil maka semakin susah air tersebut
menghantarkan arus sehingga kualitas air semakin bagus. Pada sungai Sembeling terdapat
parameter pH yang dibawah baku mutu kualitas air, hal tersebut diduga karena pada satu titik
lokasi pengambilan sampel yang tutupan lahan dan penggunaan lahannya perkebunan sawit.
Perkebunan sawit masyarakat Kampung Dumaring pada umumnya menggunakan pupuk
kimia dalam perawatan tanaman sawit. Penggunaan pupuk kimia tentunya sangat berbahaya
jika pupuk terbawa oleh air limpasan saat hujan sehingga air sungai menjadi tercemar.

Tabel 8 Baku mutu kualitas air

Parameter Satuan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Keterangan

Suhu C 22-28 22-28 22-28 22-28

TDS mg/L 1000 1000 1000 2000 Batas maksimal

pH 6-9 6-9 6-9 6-9

DO mg/L 6 4 3 1 Batas Minimal

Sumber: PP Nomor 22 tahun 2021

Berdasarkan tabel baku mutu kualitas air, didapatkan kesimpulan bahwa rata rata
kualitas air yang didapat dari pengamatan pada Sungai Dumaring memiliki baku mutu kelas 1
atau dikatakan baik. Kelas satu merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air
baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut, sedangkan pada Sungai Sembeling didapatkan memiliki standar pH yang
berada dibawah rata-rata kualitas baik.

3.5 Debit

Pengukuran debit air sungai dilakukan pada 2 titik sampel, titik 6 yang berada pada
aliran Dumaring serta titik 21 yang berada pada Sungai Bakil. Debit air sungai disajikan
dalam tabel

25
Tabel 9 Data Debit Sungai Bakil dan Dumaring

Pengambilan data debit dilakukan di Titik 21 yang berada Aliran Sungai Bakil yang telah
bersatu dengan Sungai Semuluk serta Sungai Sembeling didapat debit sebesar 0.482839
m3/s dan pada titik 6 yang berada pada aliran Sungai Dumaring didapat debit sebesar
0.826822 m3/s. Tutupan lahan pada sempadan yang tidak sesuai fungsinya yaitu lebih besar
pada aliran Sungai Bakil, Semuluk dan Sembeling. Sempadan yang tidak sesuai fungsinya
dapat membuat tingkat sedimen pada sungai meningkat dan dapat mempengaruhi debit air
sungai tersebut karena terhambat oleh sedimen yang ada.
3.6 Kepadatan Penduduk
Peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk akan meningkatkan perubahan
alih fungsi lahan yang berakibat pada kerusakan DAS (Hidayat 2017). Menurut Karpuzcu
and Delipinar (2011), peningkatan pertumbuhan penduduk di sekitar DAS akan
menyebabkan kelangkaan sumber daya alam dan percepatan terjadinya kerusakan
lingkungan. ).
Tabel 10 Kepadatan Penduduk Kampung Dumaring

Jumlah Luas Kepadatan


Tingkat
Kampung Penduduk Wilayah Penduduk Skor Kategori
Kerentanan
(Jiwa) (Km2) (jiwa/km2)

Sangat
Dumaring 2186 302.69 7.2 1 Tidak Rentan
Rendah
Sumber : BPS Kabupaten Berau dan Data Pemerintahan Kampung Dumaring

Jumlah penduduk Kampung Dumaring hingga Agustus 2023 yang dihimpun dari data
Pemerintah Kampung sebanyak 2186 jiwa. Dengan luas wilayah 302,69 km2 Kampung
Dumaring memiliki kepadatan penduduk sejumlah 7,2 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di
Kampung Dumaring termasuk kategori sangat rendah (<250 jiwa/km2. Tingkat kerentanan
DAS berdasarkan indikator kepadatan penduduk pada Kampung Dumaring termasuk dalam
kategori sangat rendah atau diklasifikasikan tidak rentan.

3.7 Budaya

Parameter budaya berupa perilaku konservasi dan hukum adat menunjukkan tingkat
pengetahuan dan praktik konservasi di masyarakat. Tingkat kerentanan DAS Bakil-Dumaring
berdasarkan indikator perilaku konservasi disajikan pada tabel berikut

Tabel 11 Perilaku konservasi masyarakat

Tingkat
Kampung Perilaku konservasi Skor Kategori
Kerentanan

Masyarakat tahu manfaat dan teknik,


Dumaring 3 Sedang Agak Rentan
namun tidak diterapkan

26
Sumber : Wawancara

Hasil pengambilan data wawancara di lokasi studi menunjukan masyarakat Kampung


Dumaring telah memiliki pengetahuan tentang manfaat dan peran konservasi bagi kelestarian
sungai. Masyarakat Kampung Dumaring memiliki jejak historis terkait budaya kehidupan
mereka yang berkaitan erat dengan Sungai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Kampung Dumaring memiliki pengetahuan kolektif terkait budaya konservasi terhadap
sungai. Masyarakat Kampung Dumaring memiliki pengetahuan mengenai teknik
pemanfaatan sungai yang berkelanjutan yang diturunkan dari nenek moyang mereka
terdahulu. Masyarakat Kampung Dumaring memiliki budaya untuk menjaga areal sempadan
sungai karena di areal sempadan menjadi tempat hidup tumbuh-tumbuhan obat. Namun
praktik-praktik budaya konservasi sungai sudah tidak diimplementasikan dalam aksi nyata
konservasi DAS membuat Kampung Dumaring digolongkan pada kategori agak rentan.
Perilaku konservasi lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh
kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan. Adanya kesadaran tersebut akan
menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan, sehingga muncul tindakan
konservasi untuk menjaga keberlanjutan lingkungan (Du et al. 2018; Ardoina et al. 2019).

3.8 Nilai Tradisional

Nilai tradisional atau kearifan lokal (local wisdom) pada dasarnya terkait dengan
pengetahuan dan pemahaman praktik manusia dengan alam dan hubungan seluruh penghuni
komunitas ekologi (Keraf 2010). Kearifan lokal sangat berharga dan memiliki manfaat dalam
kehidupan masyarakat. Kearifan lokal banyak memberikan keberhasilan dalam
mengkonservasi atau mengelola sumber daya alam melalui pengetahuan, pemahaman dan
kebiasaan yang dimiliki, sehingga mampu mencegah kerusakan fungsi lingkungan (Leo
2015).

Berdasarkan kajian, Masyarakat Kampung Dumaring masih memiliki nilai tradisional


yang diajarkan dan diturunkan dari nenek moyangnya terdahulu. Hal ini ditunjukan dari
masih adanya tradisi-tradisi tradisional dalam pemanfaatan hasil sungai. Nilai tradisional
yang masih melekat pada Masyarakat Kampung Dumaring mengakibatkan masyarakat masih
memiliki pengatur perilaku, sehingga masyarakat masih merasa bersalah secara moral saat
melakukan tindakan yang merusak.

3.9 Hukum Adat

Hukum adat merupakan norma norma yang tumbuh berkembang secara


alamiah di dalam pergaulan hidup masyarakat. Soekanto mengartikan hukum adat
sebagai hukum yang tidak tertulis dalam peraturan legislatif, meliputi peraturan
peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, tetapi ditaati dan
didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut
memiliki kekuatan hukum (Mohammad Jamin, 20004). Hukum adat melekat kuat
dalam kesadaran hati nurani masyarakat yang tercermin pada tingkah laku masyarakat
seirama dengan adat istiadatnya.

27
Tabel 12 Hukum adat

Tingkat
Kampung Hukum Adat Skor Kategori
Kerentanan
Terdapat hukuman
Sangat
Dumaring adat tertinggi hingga 5 Sangat Tinggi
Rentan
pengusiran
Sumber : Wawancara

Berdasarkan hasil kajian terdapat aturan-aturan adat yang berlaku kepada Masyarakat
Kampung Dumaring. Aturan-aturan adat ini sudah diketahui dan melekat erat didalam
kehidupan Masyarakat Kampung Dumaring. Aturan-aturan adat yang berlaku di Kampung
Dumaring mencakup aturan mengenai cara-cara pemanfaatan sungai yang berkelanjutan.
Cakupan aturan adat di Kampung Dumaring sangat luas. Terdapat aturan adat bagi para
perusak sungai atau lingkungan. Keberadaan dan ketaatan masyarakat Kampung Dumaring
terhadap aturan dan hukum adatnya menjadi salah satu alasan kenapa terjaganya lingkungan
baik hutan maupun sungai. Tetapi penegakan terkait aturan-aturan adat ini masih sangat
minim. Hukum adat terhadap pelaku perusakan Sungai yang seharusnya dihukum karena
telah melanggar aturan-aturan adat sekarang sudah tidak ada kembali penegakannya. Ketidak
adaan hukuman adat yang berlaku menyebabkan Sungai Dumaring dan Bakil yang terletak di
Kampung Dumaring terkategorikan sangat rentan akan terjadinya degradasi. Hal ini telah
dibuktikan dari hasil wawancara bahwa praktik-praktik pengerusakan Sungai seperti meracun
ikan dengan bahan kimia berbahaya mulai marak di Masyarakat .

3.10 Ekonomi
Tabel 13 Struktur Ekonomi Penduduk Kampung Dumaring

Kepadatan
Struktur
Penduduk Parameter Skor Kategori Tingkat Kerentanan
Ekonomi
(Jiwa/Km2)
Keberdayaa
n
Jarang
kelembagaa
(7 Pertanian 3 Sedang
n informal
Jiwa/km2)
pada
konservasi

Sumber : Wawancara

Struktur ekonomi di wilayah Kampung Dumaring didominasi oleh sektor ekonomi.


Sungai Dumaring dan Bakil bersifat agak rentan ditinjau dari aspek ekonomi (Tabel 10).
Jariyah dan Pramono (2013) menyatakan bahwa tingkat kerentanan DAS lebih tinggi pada
daerah dengan struktur ekonomi dominan pada sektor pertanian, karena praktik pertanian

28
yang belum sesuai dengan kaidah konservasi dapat meningkatkan kerusakan DAS yang
berujung pada bencana alam (banjir dan tanah longsor). Masyarakat yang mayoritas bermata
pencaharian pada sektor pertanian menyebabkan adanya tekanan terhadap lahan. Hal ini
ditunjukan dari perubahan tutupan lahan pada tahun 2018 sampai 2022. Sungai bakil
mengalami perubahan tutupan lahan menjadi kelapa sawit. Pada tahun 2018 tutupan lahan
yang berupa kelapa sawit hanya sebesar 3,4 hektar meningkat signifikan pada data tutupan
lahan 2022 dimana tutupan lahan kelapa sawit di sempadan sungai bakil sebesar 26,8 hektar.

3.11 Kelembagaan

Aspek kelembagaan berkaitan dengan keberdayaan kelembagaan informal dan formal.


Kelembagaan informal diantaranya berupa kelompok arisan, pengajian, perkumpulan
masyarakat. Menurut Bagherian et al. (2009), untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan DAS
sangat dibutuhkan kemitraan yang baik antara komunitas atau masyarakat dengan pemerintah
dan pemangku kepentingan lainnya. Selain itu, upaya peningkatan kesadaran dan
pengetahuan tentang pentingnya konservasi DAS juga perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Tabel 14 Parameter Kelembagaan Kampung Dumaring

Tingkat
Kampung Kelembagaan Skor Kategori
Kerentanan
Keberdayaan
Sangat Tidak
kelembagaan 1
Rendah Rentan
Dumaring pada konservasi

Sumber : Wawancara

Berdasarkan hasil analisis, Kampung Dumaring tergolong tidak rentan (Tabel 11).
Keberdayaan kelompok kelembagaan adat KEKAL Patiraja mengindikasikan masyarakat
telah memiliki kesadaran kolektif mengenai peran penting kelembagaan dalam mengawasi
pelestarian sumber daya bagi kehidupan. Namun demikian, perlu adanya program
pemberdayaan bagi kelembagaan tersebut agar mampu melakukan kegiatan konservasi secara
berkelanjutan. Wujud komitmen Pemerintah Kampung dalam menjaga kelestarian sempadan
Sungai Dumaring dan Bakil tertuang dalam bentuk PerKam tentang Pengelolaan Sempadan
Sungai. Regulasi tersebut menyatakan bahwa pengelolaan sempadan sungai harus meliputi
pemberdayaan dengan tujuan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas institusi pemerintah
daerah, swasta dan masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi. Peraturan daerah ini dapat menjadi acuan dan dasar dalam
pengelolaan sempadan Sungai Dumaring dan Bakil agar dapat lestari dan memberikan
manfaat kepada masyarakat sekitar.

29
3.12 Rencana Pengelolaan Sempadan Sungai Dumaring dan Bakil

Dalam upaya mengelola daerah sepanjang sempadan sungai, diperlukan perencanaan


pengelolaan yang melibatkan partisipasi semua pihak terkait yang terlibat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Agar dapat menciptakan rencana pengelolaan terbaik yang
memberikan solusi bagi semua pihak yang terlibat, diselenggarakan focus group discussion
(FGD) dengan melibatkan stakeholder kunci. Melalui kegiatan FGD ini, semua pihak yang
terlibat dalam daerah sepanjang sempadan sungai dapat berdiskusi dan memberikan opsi
pengelolaan terbaik.

Hasil dari FGD menghasilkan beberapa opsi solusi yang diajukan oleh narasumber
sebagai rancangan pengelolaan daerah sepanjang Sungai, antara lain:

1.Menyelenggarakan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat mengenai peraturan


terkait daerah sempadan sungai.

1. Pembuatan peraturan kampung yang berkaitan dengan daerah sempadan


sungai.

Kasih Penjelasan SELUK BELUK KENAPA Point 1 ITU BISA MUNCUL DIFGD
ALESANNYA KENAPA?
2. Pembentukan kelembagaan yang akan mengelola daerah semapdan sungai.

Kasih Penjelasan SELUK BELUK KENAPA Point 1 ITU BISA MUNCUL DIFGD
ALESANNYA KENAPA?
3. Penguatan peran kelembagaan yang ada.

Kasih Penjelasan SELUK BELUK KENAPA Point 1 ITU BISA MUNCUL DIFGD
ALESANNYA KENAPA?
4. Perlakuan khusus terhadap tanaman kelapa sawit yang sudah ditanam di
sepanjang sempadan sungai, seperti larangan pemupukan atau penggunaan
pupuk organik.

Kasih Penjelasan SELUK BELUK KENAPA Point 1 ITU BISA MUNCUL DIFGD
ALESANNYA KENAPA?

30
5. Perencanaan skema alternatif tanaman yang dapat ditanam di sepanjang
sempadan sungai tetapi masih memberikan kontribusi ekonomi kepada
masyarakat.

Kasih Penjelasan SELUK BELUK KENAPA Point 1 ITU BISA MUNCUL DIFGD
ALESANNYA KENAPA?

Dengan melibatkan semua pihak terkait dan menggali masukan melalui FGD, diharapkan
rencana pengelolaan daerah sepanjang Sungai dapat mencapai solusi yang optimal dan
mendukung keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat setempat.

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sempadan Sungai Bakil, Dumaring, Semeluk, dan Sembeling telah ditemukan adanya
degradasi. Perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan yang berada di Sempadan Sungai
Bakil, Dumaring, Semeluk, dan Sembeling mengakibatkan tidak berfungsinya sempadan
Sungai sebagai area pembatas khususnya terhadap aktivitas limbah pertanian. Limpasan air
yang mengandung limbah pertanian mengakibatkan turunnya kualitas air. Kerentanan
sempadan sungai terdegradasi juga didukung dari kondisi sosial,budaya, dan ekonomi
masyarakatnya. Tetapi keberadaan Lembaga yang berada di Kampung Dumaring menjadi
salah satu faktor yang mengurangi tingkat kerentanan pada sempadan Sungai. Pembuatan
perencanaan pengelolaan sempadan Sungai secara kolaboratif yang melibatkan seluruh pihak
yang terdampak baik langsung maupun tidak langsung menjadi solusi untuk menekan
berkurangnya tingkat degradasi pada sempadan Sungai.

Saran

1. Diperlukan uji lab terhadap sampel kualitas air untuk mengetahui parameter
kualitas air seperti COD dan BOD untuk kepentingan pengelolaan air yang
berasal dari sungai, misal untuk keperluan PDAM.

31
2. Dilakukannya segera sosialisasi kepada Masyarakat mengenai tindak lanjut
hasil dari FGD dan peraturan mengenai sempadan Sungai.
3. Mempercepat pembentukan kelembagaan yang mengelola sempadan Sungai
4. Diperlukan kelengkapan data untuk penggarap guna rencana pengelolaan yang
lebih optimal

32
DAFTAR PUSTAKA

Amalia R, Dharmawan AH, Prasetyo LB, Pacheco P. 2019. Perubahan Tutupan Lahan Akibat
Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit: Dampak Sosial, Ekonomi dan Ekologi. Jurnal
Ilmu Lingkungan. 17(1):130-139
Ardoina NM, Bowersd AW and Gaillarde E. 2019. Environmental education outcomes for
conservation: a systematic review. Biological Conservation 241
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Bagherian R, Bahaman AS, Asnarulkhadi AS and Ahmad S. 2009. Community participation
in watershed management programs. Journal of Social Sciences 5(3):251-256.
Du Y, Wang X, Brombal D, Moriggi A, Sharpley A and Pang S. 2018. Changes
inenvironmental awareness and its connection to local environmental management in
water conservation zones: the case of Beijing, China. Sustainability 10(6):1-24.
Hidayat MY. 2017. Pengaruh tekanan penduduk terhadap lahan pertanian di sub daerah aliran
sungai yang dipulihkan (studi kasus pada sub daerah aliran Sungai Ciminyak). Ecolab
11(1):1-13.
Ibisch, R. dan Borchardt, D. 2009. Integrated Water Resouces Management (IWRM): From
Reasearch to Implementation. www.wasserressourcen-management.de.
Jariyah NA dan Pramono IB. 2013. Kerentanan sosial ekonomi dan biofisik di DAS Serayu:
collaborative management. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan
10(3):141- 156.
Karpuzcu M and Delipinar S. 2011. Integrated watershed management: socioeconomic
perspective. TOJSAT 1(3):1-7.
Keraf AS. 2010. Etika lingkungan hidup. Kompas. Jakarta
Leo AS. 2015. The development of local wisdom-based social science learning model with
Bengawan Solo as the learning source. American International Journal of Social
Science 4(4):51-58.
Mawardi, Ikhwanuddin. 2010. Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan Daya
Dukung Sumberdaya Air di Pulau Jawa serta Upaya Penanganannya, Jurnal Hidrosfir
Indonesia. 5(2):1-11
Widodo. (2008). Sustainable Water Resources Management with Special Reference to
Rainwater Harvesting: Case Study of KartaManTul, Java, Indonesia. Dissertation,
Universität Karlsruhe. Germany.

33
34
35
36
Sungai Panjang (km)
Sungai Bakil 37.179397
Sungai Dumaring 38.032323
Sungai
Sembeling 8.945761
Sungai Semuluk 5.927903
Total 90.085384

37
Tutupan lahan Citra GE Citra Foto
Sentinel-2 Lapangan

Badan air

Belukar muda

Belukar tua

Hutan hujan
tropis sekunder

Hutan Hujan
tropis sekunder
terdegradasi

Hutan karst
primer

Kelapa sawit

38

Lahan terbuka
Peta yang digunakan untuk participatory mapping

39
Lampiran 4 Dokumentasi kegiatan capstone project

40
41
42

Anda mungkin juga menyukai