Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK KONSERVASI LINGKUNGAN


Identifikasi Sifat Fisik Lahan

DISUSUN OLEH :

NAMA : Rifky Achmad Mustasyar

NIM : 19510090711002

KELOMPOK : Y1

ASISTEN : Afifah Nahdah Linda Alviany


Alifado Humam A Metta Octavia P
Aubilla Novista B Michelle Maria M. N
Citra Handayani Nabila Shilmi K
Dhanu Kusuma F Rachma Wilis P. K
Kania Mutiawati Rosi Maylani

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah sudah digunakan orang sejak dahulu karena semua orang yang hidup di permukaan
bumi mengenal wujud tanah. Pengertian tanah itu sendiri bermacam-macam, akan tetapi
karena luas penyebarannya apa sebenarnya yang dimaksud tanah, akan ditemui bermacam-
macam jawaban atau bahkan orang akan bingung untuk menjawabnya. Masing-masing
jawaban akan dipengaruhi oleh pengetahuan dan minat orang yang menjawab dalam sangkut-
pautnya dengan tanah. Mungkin pengertian tanah antara orang yang satu dengan yang lain
berbeda. Misalnya seorang ahli kimia akan memberi jawaban berlainan dengan seorang ahli
fisika, dengan demikian seorang petani akan memberi jawaban lain dengan seorang pembuat
genteng atau batubata. Pada mulanya orang menganggap tanah sebagai medium alam bagi
tumbuhnya vegetasi yang terdapat di permukaan bumi atau bentuk organik dan anorganik
yang di tumbuhi tumbuhan, baik yang tetap maupun sementara.
Pergerakan massa tanah atau batuan dapat terjadi dengan diawali oleh terganggunya
kestabilan lereng akibat berbagai faktor sehingga menyebabkan massa tanah atau batuan di
suatu bidang tidak stabil dan berpotensi untuk mengalami pergerakan menuruni lereng dan
dapat menjadi peristiwa longsorlahan. Longsorlahan akibat dari lereng yang tidak stabil dapat
berubah menjadi bencana apabila peristiwa tersebut berada di daerah yang terdapat
berlangsungnya kegiatan manusia.
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisi
material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja pada
lereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai, analisis hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang kasar sehingga kegunaan dari hasil analisis dapat
dipertanyakan. Untuk menentukan lokasi dan besar kemiringan lereng di lahan bisa
menggunakan alat pengukur kemiringan yaitu Abney level. Lereng yang akan diukur
kemiringannya hendaknya bebas dari segala hambatan, agar lebih mudah dalam
pengamatan.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui cara pengambilan sampel tanah dengan menggunakan
Auger Soil Sampel
b. Mahasiswa mampu menentukan besarnya kemiringan lahan dan mengukur
ketinggian lahan dengan menggunakan alat Abney Level dan Clinometer
c. Mahasiswa mampu membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan berbagai
alat
d. Mahasiswa mampu menghitung indeks erodibilitas tanah dengan rumus K
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiringan Lereng


Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan
bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi contohnya
lereng yang membentuk bukit atau lereng-lereng yang terdapat di tebing sungai. Lereng juga
dapat terbentuk karena buatan manusia antara lain yaitu lereng galian dan lereng timbunan
yang diperlukan untuk membangun sebuah konstruksi jalan raya dan jalan kereta api,
bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka (Chahyono, 2012).
Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan
(relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya dihitung
dalam persen (%). Kemiringan lereng merupakan faktor yang perlu diperhatikan, sejak dari
penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta
pengawetan lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau
rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan >15%
dengan curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor tanah. Lereng yang semakin
curam dan semakin panjang akan meningkatkan kecepatan aliran permukaan dan volume air
permukaan semakin besar, sehingga benda yang bisa diangkut akan lebih banyak. Akibatnya
terjadi gangguan kelongsoran tanah dan terhanyut lapisan-lapisan tanah yang subur (Andrian
dan Purba, 2014).

2.1.2 Kelas Kemiringan Lereng


Menurut Syah dan Hariyanto (2013), Kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa
kelas yaitu datar (0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %), dan
sangat curam (≥ 45 %). Lahan yang diperbolehkan untuk berdirinya kawasan permukiman
adalah lahan yang memiliki topografi datar sampai bergelombang yakni lahan yang
memiliki kemiringan lereng 0-25 %. Untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng
diperlukan suatu informasi geografis. Informasi geografis merupakan informasi mengenai
tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana
suatu objek terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan-keterangan
(atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diketahui. Semuanya dirangkai
dalam suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Geografis atau yang lebih dikenal
dengan istilah SIG.
Sedangkan menurut Chahyono (2012), kemiringan lereng dapat disebabkan oleh
gaya-gaya endogen dan eksogen bumi sehingga menyebabkan perbedaan titik
ketinggian di bumi. Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan terhadap
bidang datar yang biasa dinyatakan dalam satuan persen atau derajat. Adanya
perbedaan kemiringan pada setiap lereng menyebabkan lereng diklasifikasikan tertentu.
Menurut van Zuidam (1985) klasifikasi lereng bedasarkan ciri dan kondisi lapangan
adalah seperti pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Lereng


Kelas Lereng Ciri dan Kondisi Lapangan Warna yang Disarankan

0% - 2% Datar (flat) atau hampir datar Hijau gelap


Proses denudasional tidak
cukup besar dan pengikisan
permukaan tidak intensif
dibawah kondisi kering.
2% - 7% Sedikit miring (gently sloope) Hijau cerah
Proses pergerakan massa
berkecepatan rendah dari
berbagai proses periglacial,
solifluction dan fluvia.
7% - 15% Miring (sloping) Kuning cerah
Memiliki kondisi yang hampir sama
dengan gently soft, namun lebih
mudah mengalami pengikisan
permukaan, dengan
erosi permukaan yang intensif
15% - 30% Agak curam (moderately steep) Kuning oranye
Semua jenis pergerakan terjadi,
terutama periglacial- solifuction,
rayapan, pengikisan dan ada
kalanya landslide.
30% - 70% Curam (steep) Merah cerah
Proses denudasional dari semua
jenis terjadi secara intensif (erosi,
rayapan, pergerakan lereng)
70% - 140% Sangat curam (very steep) Merah gelap
Proses denudasional terjadi
secara intensif.
>140% Curam ekstrem (extremely steep) Ungu gelap
Proses denudasional sangat kuat,
terutama wall denudational

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiringan Lereng


Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk di
dalamnya adalah perbedaan kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, dan posisi
lereng Topografi merupakan salah satu faktor Kemiringan lereng dinyatakan dalam
derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih
tinggi 10 m membentuk lereng 10 %. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman
450 . Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah
yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan
dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar (Hasugian et al.,
2014).
Bergeraknya massa tanah dan batuan disebabkan karena adanya gangguan
keseimbangan lereng yang bergerak ke tempat yang lebih rendah. Gerakan massa pada
dasarnya terjadi pada lereng yang tidak stabil. Tanah atau batuan dalam keadaan tidak
terganggu (alamiah), berada dalam kondisi seimbang terhadap gaya – gaya yang timbul
dari dalam. Pada suatu waktu mengalami gangguan keseimbangan dan akan berusaha
untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Banyak faktor semacam kondisi
geologi, hidrologi, topografi, iklim dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi stabilitas
lereng yang mengakibatkan longsoran (Alhakim et al., 2013).

2.1.4 Abney Level dan Clinometers


Abney level adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemiringan lereng secara
kasar. Ada tiga komponen dalam alat iini, yakni air raksa, busur dan batang penampung air
raksa dan penyangga busur. Air raksa memiliki gelembung (buble level sebagai penanda
posisi tingkat kedataran alat. Komponen busur berfungsi sebagai penunjuk besaran sudut
kemiringan. Ada dua satuan dalam alat ini yakni satuan derajat (0-360o) dan satuan persen.
Kedua satuan ini tertera pada busur karena kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan
derajat dan persen. Kelebihan abney level ialah bobotnya ringan dan harganya tidak terlalu
mahal, sedangkan kekurangannya data yang diperoleh kurang akurat (Andrian dan Purba,
2013).

Gambar 2.1 Abney Level


(Andrian dan Purba, 2014)
Menurut Prayogo et al. (2015), untuk dapat mengetahui tinggi andongan ke permukaan
tanah dapat menggunakan alat yang bernama clinometer. Clinometer merupakan alat untuk
mengukur ketinggian suatu benda yang bekerja dengan mengukur sudut elevasi yang
dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis
datar tersebut dengan titik puncak suatu obyek. Kelebihan clinometer ialah lebih mudah dalam
pembelajaran sudut elevasi dan deviasi menggunakan clinometer, terdapat kayu sebagai
penyangga, batu sebagai pemberat dan pipa sebagai teropong, tahan air, dan harganya
terjangkau atau lebih murah. Sedangkan kekurangannya ialah penggunaan bisa dilakukan
dengan 2 orang, jika sendiri akan sulit dilakukan, kurang akurat, mudah terganggu jika terkena
tiupan angin. Langkah – langkah untuk melakukan pengukuran menggunakan clinometer
adalah sebagai berikut :
1. Ukur jarak pengamat dengan objek yang akan diukur.
2. Pengamat membidik sasaran yang akan diukur tingginya menggunakan lubang yang
terdapat pada clinometer.
3. Periksalah dengan cermat letak sudut yang ditunjukkan oleh busur derajat pada ujung
kayu penunjuk. Dari pengamatan ini akan diperoleh sudut elevasi dari tinggi benda yang
dimaksud.
4. Dari pengukuran dilapangan diperoleh nilai jarak objek dengan pengamat (P), tinggi
pengamat dari permukaan tanah sampai mata (X) dan sudut elevasi (α).

Gambar 2.2 Clinometers


Prayogo et al. (2015)

2.2 Metode Perhitungan Kemiringan Lereng


Menurut Simanjuntak et al. (2017), terdapat metode dari perhitungan kemiringan lereng
yaitu bahwa panjang lereng (λ) dan kelerengan (s) dalam persamaan penentuan faktor
topografi (LS) bersifat linear positif yang berarti semakin besar λ dan s maka LS akan semakin
besar. Penentuan LS umumnya berdasarkan unit kelas lereng, sehingga setiap kelas lereng
yang sama memiliki nilai LS yang sama. Nilai LS dihitung dengan persamaan tertentu
berdasarkan λ dan s kelas lereng dan nilai LSnya telah dipublikasikan. Dalam penelitian,
pendekatan tersebut diistilahkan sebagai “Input Tabel”. Penentuan faktor LS per kelas lereng
berdasarkan nilai λ dan s kelas lereng tersebut berimplikasi pada bias nilai λ di setiap
penggunaan lahan yang ada di dalam kelas tersebut. Perkalian unit LS dengan unit
penggunaan lahan cenderung mengakibatkan over estimation nilai LS untuk setiap
penggunaan lahan.
Pengukuran kemiringan saluran dapat dilakukan dilakukan dengan 3 cara yaitu Profile
Levelling, Differential Levelling dan Breaking Taping. Profile Levelling merupakan salah satu
metode mengukur beda ketinggian pada dua titik yang mempunyai kemiringan yang relatif
kecil, dan alat utama yang digunakan yaitu abney level. Differential Levelling merupakan salah
satu metode mengukur beda ketinggian pada dua titik yang mempunyai kemiringan relatif
besar, dan alat utama yang digunakan adalah abney level. Breaking Taping merupakan salah
satu metode pengukuran yang menggunakan pembagian pengukuran tinggi menjadi
beberapa tahap. Pada pekerjaan breaking taping dilakukan pengukuran jarak vertikal antara
garis bidik (stasiun) dengan permukaan titik bidik selanjutnya, alat yang digunakan adalah
waterpass, tape (pita ukur) dan jalon. Data yang didapat di lapangan dengan menggunakan
salah satu metode tersebut dapat dimasukkan ke dalam rumus: kemiringan = Beda Elevasi
Jarak Horizontal x 100 %, dimana Beda Elevasi = Elevasi Akhir – Elevasi Awal (m) (Hasugian,
2014).

2.3 Erodibilitas Tanah


Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah
yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah
tanpa tanaman, tanpa usaha pencegahan erosi pada lereng 9 % dan panjang 22 m. Kepekaan
tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu +pasir halus),
bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah. . Makin tinggi nilai erodibilitas maka makin
rentan tanah tersebut terhadap erosi sedangkan bila nilai erodibilitas rendah maka tanah
tersebut tidak peka terhadap erosi (Widya, 2010).
Kepekaan tanah terhadap erosi, atau disebut erodibilitas tanah didefinisikan sebagai
mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik erodibilitas tanah sebagai mudah
tidaknya suatu tanah untuk dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan, atau oleh
kekuaatan aliran permukaan. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah,
yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi/litologi, mineralogi, dan biologi, termasuk
karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah
(Sulistyaningrum et al., 2014).

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah


Menurut Widya (2010), faktor yang mempengaruhi erodisibiltas tanah yaitu tekstur,
struktur, permeabilitas, dan bahan organik. Tekstur menunjukkan sifat halus atau
kasarnya butiran-butiran tanah Tekstur ditentukan oleh kandungan pasir, debu dan liat
yang terdapat dalam permukaan tanah. Tekstur tanah yang terlibat dalam butiran berjarak
200 mikron sampai ukuran 0,01 mikron. Butir-butir liat yang lebih kecil dari ukuran 0,01
mikron wujudnya dalam bentuk koloid. Suatu gumpal tanah tidak pernah tersusun hanya
satu macam tekstur secara tersendiri. Langkah pertama untuk menentukan tekstur ialah
menganalisa fraksi-fraksi tanah tersebut. Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang
menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung dengan satu
dengan yang lain membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan
sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok (cluster) yang disebut
agregat yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari
sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi, sejumlah
faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari sekedar bentuk
agregat. Dalam hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat,
kemampuan teragregasi kembali saat kering dan kekerasan (hardness) agregat jauh lebih
penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri. Permeabilitas tanah adalah kecepatan
air menembus tanah pada periode tertentu dan dinyatakan dalam cm/jam. Nilai
permeabilitas penting dalam menentukan penggunaan dan pengelolaan praktis tanah.
Permeabilitas mempengaruhi penetrasi akar, laju penetrasi air, laju absorpsi air, drainase
internal dan pencucian unsur hara. Bahan organik didefinisikan sebagai sisa tanaman dan
hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan dan terdiri dari baik masih hidup maupun
mati. Di dalam tanah berfungsi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa penambahan bahan organik tanah lebih kuat
pengaruhnya terhadap perbaikan sifat-sifat tanah dan bukan untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Penggunaan bahan organik ke tanah harus memperhatikan kadar
unsur hara C terhadap unsur hara lainnya misalnya N, P, K karena apabila terjadi nisbah
sangat besar bisa menyebabkan terjadinya immobilisasi.
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik,
hidrologi, kimia, reologi/litologi, mineralogi, dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah
seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah. Jika suatu tanah yang
mempunyai erodibilitas tinggi maka tanah itu peka atau mudah terkena erosi. Sebaliknya,
jika suatu tanah yang mempunyai erodibilitas rendah berarti daya tahan tanah itu kuat
atau resisten terhadap erosi. Selain sifat fisik tanah, faktor pengelolaan atau perlakuan
terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Hal ini
berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor pengelolaan tanah terhadap sifat-sifat
tanah (Sulistyaningrum et al., 2014).

2.3.2 Metode Perhitungan Indeks Erodibilitas Tanah


Erodibilitas tanah dapat dihitung menggunakan metode Wischmeier. Rumus dari
perhitungan nilai indeks erodibilitas tanah dengan metode Wischmeier adalah 𝐾 =
2,1 𝑀1,14 (10−4 )(12−𝑎)+3,25 (𝑏−2)+2,5 (𝑐−3)
. Dimana, K adalah indeks erodibilitas tanah, M
100
adalah persentase pasir sangat halus dan debu (diameter 0,05-0,1 dan 0,02-0,05 mm) ×
(100 – persentase tanah liat), a adalah persentase bahan organik, b adalah kode struktur
tanah, dan c adalah kode permeabiltas tanah. (Sembiring et al, 2013).
Dan menurut Rahmawati (2018) rumus dari perhitungan indeks erodibilitas tanah
adalah K = {2,71x10-4x(12–OM) x M1,14+4,20x(s-2) + 3,23 x (p-3)}/100. Dimana, K
adalah faktor erodibilitas tanah, dalam satuan SI, OM adalah persentase bahan organik,
s adalah kelas struktur tanah, p adalah kelas permeabilitas tanah, dan M adalah
persentase ukuran partikel (% debu + % pasir sangat halus) x (100 - % clay). Nilai s dan
p mengacu pada USDA Soil Survey Manual 1951

2.4 Metode Pengambilan Sampel Tanah


Pengambilan sampel tanah dapat dilakukan dengan berbagai metode yang berbeda. Salah
satu metode pegambilan sampeh tanah adalah metode Purposive Sampling. Pengambilan
sampel tanah pengamatan secara Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu yaitu pengambilan sampel tanah
berdasarkan tingkat kelerengan 0-8%, 8-15%, 15-25%, dan 25-40% (Anasiru, 2015).
Langkah-langkah dalam pengambilan sampel tanah yaitu tentukan titik suatu lahan untuk
pengambilan sampel tanah, pasang soil sampling ring pada soil sampling auger, tancapkan
soil sampling auger ke dalam tanah hingga kedalaman 5 cm, lepaskan soil sampling ring yang
sudah berisi sampel tanah, lakukan pengukuran titik koordinat lahan pengambilan sampel
tanah dengan menggunakan GPS. Sampel tanah diambil dari 3 lokasi yang berbeda. Dasar
pemilihan 3 lokasi ini yaitu untuk mengetahui nilai indeks erodibiltas tanah (K) pada lahan yang
ditanami oleh vegatasi tanaman yang berbeda-beda. Dimana, pada lokasi 1 ditanami oleh
tanaman sawi hijau, lokasi 2 ditanami oleh tanaman ubi jalar, dan lokasi 3 ditanami oleh
tanaman jagung. Pada masing-masing lokasi tersebut dilakukan pengambilan sampel tanah
pada tiga titik yang saling berdekatan. Sehingga, pada lokasi 1 yang memiliki koordinat 7o 59'
20" LS dan 112o 44' 30" BT diambil tiga sampel tanah, lalu pada lokasi 2 yang memiliki
koordinat 7o 59' 11" LS dan 112o 44' 30" BT juga diambil tiga sampel tanah, begitu pula pada
lokasi 3 yang memiliki koordinat 7o 58' 55" LS dan 112o 44' 35" BT juga diambil tiga sampel
tanah (Sulistyaningrum et al., 2014).

2.4.1 Auger Soil Sample


Auger soil sample adalah alat yang berbentuk tongkat dengan pegangan berbentuk
“T” dan tabung berdinding tipis. Auger soil sampler bekerja dengan mengebor tanah dan
mengumpulkan tanah pada tabung. Cara penggunaan auger soil sample adalah dengan
menentukan titik suatu lahan untuk pengambilan sampel tanah, pasang soil sampling ring
pada soil sampling auger, tancapkan soil sampling auger ke dalam tanah hingga
kedalaman 5 cm, lepaskan soil sampling ring yang sudah berisi sampel tanah
(Sulistyaningrum et al., 2014).
Desain, konstruksi, dan pengujian semprotan auger tanah yang mampu
menghancurkan berbagai tanah menjadi sampel biji-bijian yang lebih halus dengan
keseragaman dan gradasi yang bervariasi untuk tujuan pengujian tanah dijelaskan.
Desain dihasilkan setelah penelitian menyeluruh dilakukan untuk memeriksa model yang
ada. Sebagian besar pulverizer komersial saat ini sangat mahal karena proses operasinya
yang rumit. Komponen utama dari mesin ini termasuk drum silinder (housing), auger dan
poros yang didukung pada ujungnya oleh dua bantalan blok bantal, hopper, pelat keluar
berlubang, pelat kisi-kisi dan kerangka utama. Alat Sampling Tanah adalah pengumpulan
sebagian material pada suatu lahan / tempat yang akan digunakan pengujian di
laboratorium. Fungsi Alat sampling Tanah adalah untuk mengetahui informasi baik secara
kualitatif atau kuantitatif suatu Tanah (Arifin, 2010).

Gambar 2.3 Auger Soil Sampel


(Arifin, 2010)
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


No Gambar Fungsi
1 Sebagai alat untuk mengambil sampel
tanah

Auger Soil Sample


2 Untuk mengukur kemiringan lereng dalam
derajat

Clinometer
3 Untuk mengukur data dari hasil
pengamatan

Kalkulator
4 Untuk mengukur jarak titik pantau dan
objek yang diamati

Meteran
5 Untuk mengukur kemiringan lereng dalam
derajat dan persen (%)

Abney Level
6 Sebagai alat untuk mencatat data dan
hasil pengukuran

Alat tulis
7 Sebagai bahan perlakuan

Tanah
8 Sebagai wadah untuk mengendapkan
sampel tanah

Kerucut Imhoff
9 Sebagai bahan pelarut tanah

Air
3.2 Langkah Kerja
3.2.1 Tahapan Penelitian
a. Pengambilan Sampel Tanah

Alat dan Bahan

Disiapkan

Auger Soil Sampler

Dirangkai

Ring Silinder

Dipasang pada handle, ditutup dengan auger, dikunci

Sampel Tanah

Ditetapkan tempat pengambilan

Handle
1. Ditancapkan dalam tanah hingga kedalaman 5 cm
2. Diangkat
Ring Silinder
1. Dilepaskan
2. Diambil

Hasil

b. Pengukuran Erodibilitas Tanah

Alat dan Bahan

Disiapkan

Tanah dan Air

1. Dicampur, komposisi tanah 100 ml dan air 900 ml


2. Diaduk samapi tercampur

Kerucut Imhoff

Disiapkan

Campuran Tanah dan Air

1. Dituang pada kerucut imhoff


2. Ditunggu selama 10 menit

Hasil
3.2.2 Kemiringan Lereng
a. Clinometer

Alat dan Bahan

Disiapkan

Pengamat

1. Dibawah lereng dalam posisi


2. Dibidik ke lereng atas

Sudut Lereng

Dibaca melalui busur derajat

Hasil

b. Abney Level

Alat dan Bahan

Disiapkan

Pengamat

Dibawah objek, melalui celah pada alat, pengamat


siap untuk membidik ke lereng atas

Sekrup

Digerakkan hingga terlihat gelombang nivo yang


bergerak
Gelembung Nivo

Ditetapkan di tengah tabung kaca tepat berhimpit


dengan tanda garis pada alat

Angka

Diamati pada skala yang ditunjuk oleh jarum skala


kemiringan yang berbeda

Hasil
BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Menggunakan Abney Level
Pengukuran Hasil
LS pada titik 1 (Parkiran) 0,474%
LS pada titik 2 (Tangga Lab) 0,273%
LS pada titik 3 (Gedung FILKOM) 15,019%

Pengukuran Kemiringan Lahan Menggunakan Klinometer


Pengukuran Hasil
LS pada titik 1 (Parkiran) 6,11%
LS pada titik 2 (Tangga Lab) 7,87%

Pengukuran Tinggi Gedung (Abney level)


Tinggi Mata
α Tan α Jarak Hasil
Pengamat
1,55 m 35 o 0,7 9m 7,85 m

Pengukuran Erodibiltas Tanah


Pengukuran Hasil
% clay 0,518%
Perhitungan % tanah % silt 85,18%
% sand 14,296%
Perhitungan Erodibilitas 1,9204

Pengukuran kemiringan lahan


Abney level

Titik 1 (Parkiran)
 Sudut a = 3o
 Kelerengan= 8%
L =7m

𝐿
LS =(22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,0065 𝑠 2 )
7
= (22)0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (8) + 0,0065 (82 ))
= 0,474%

Titik 2 (Tangga Lab)


 Sudut a = 4o
 Kelerengan = 5%
L =8m

𝐿
LS =(22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,0065 𝑠 2 )
8
= (22)0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (5) + 0,0065 (52 ))
= 0,273%

Titik 3 (Gedung Filkom)


 Sudut a = 30o
 Kelerengan= 57%
L = 8,8 m

𝐿
LS =( )𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,0065 𝑠 2 )
22
8,8
= ( 22 )0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (57) + 0,0065 (572 ))
= 15,019%

Clinometer

Titik 1 (Parkiran)
 L = 11,9 m
 Xo = 3,5o
LS = tan Xo x 100%
= tan 3,5 x 100% = 6,11%

Titik 2 (Tangga Lab)


 L = 8,1 m
 Xo = 4,5o
LS = tan Xo x 100%
= tan 4,5 x 100% = 7,87%

Pengukuran tinggi gedung dengan Abney Level


Tinggi mata pengamat = 1,55 m
Tan α = 35o
Jarak =9m
Tinggi gedung = tinggi mata pengamat + (tan α x jarak)
= 1,55 + (tan 35 x 9)
= 7,85 m

Pengukuran Erodibilitas Tanah


 Volume clay = 3,5 ml
 Volume silt = 575 ml
 Volume sand = 96,5 ml
 Volume total = 675 ml

Perhitungan %Tanah
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑙𝑎𝑦
 %clay = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 x 100%
3,5
= x 100% = 0,518%
675

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑖𝑙𝑡
 %silt = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 x 100%
575
= 675 x 100% = 85,18%

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑛𝑑
 %sand = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 x 100%
96,5
= 675
x 100% = 14,296%
Perhitungan Erodibilitas Tanah
%𝑠𝑎𝑛𝑑+%𝑠𝑖𝑙𝑡
E= %𝑐𝑙𝑎𝑦
14,296 + 85,18
= 0,518
= 192,038% = 1,9204

4.2 Analisa Data Hasil Praktikum


4.2.1 Erodibilitas Tanah
Pada pengukuran erodibilitas tanah dilakukan perhitungan % tanah (% dari clay, silt,
sand), didapatkan besarnya % clay yaitu 0,518%, besarnya % silt yaitu 85,18 %,
didapatkan besarnya % sand yaitu 14,296 %. Sehingga dari nilai-nilai tersebut didapatkan
nilai erodibilitas tanah yaitu sebesar 1,9204%. Pada literatur dijelaskan bahwa persentase
tekstur tanah debu (silt) dan persentase tekstur tanah liat (clay) sangat berpengaruh
terhadap nilai IE (Indeks Erodibilitas). Semakin besar persentase tekstur tanah debu (silt)
maka semakin besar nilai indeks erodibilitas sehingga persentase tekstur tanah debu (silt)
berbanding lurus dengan nilai indeks erodibilitas dan semakin kecil persentase tekstur
tanah liat (clay) maka semakin besar nilai indeks erodibilitas sehingga persentase tekstur
tanah liat (clay) berbanding terbalik dengan nilai indeks erodibilitas. Sedangkan, untuk
persentase tesktur tanah pasir (sand) tergantung pada komposisi tekstur tanah debu (silt)
dan tekstur tanah liat (clay) (Sulistyaningrum et.al, 2014).

4.2.2 Kemiringan Lereng


Pengukuran kemiringan lahan dilakukan dengan menggunakan abney level yaitu
pada titik 1 (Parkiran) didapatkan nilai LS pada titik tersebut adalah 0,474 % yang
termasuk kelas lereng datar, pada titik 2 (Tangga Lab) didapatkan nilai LS pada titik
tersebut adalah 0,273 % yang termasuk kelas lereng datar, pada titik 3 (Gedung FILKOM)
didapatkan nilai LS pada titik tersebut adalah 15,019 % yang termasuk kelas lereng agak
curam. Pada pengukuran kemiringan lahan selanjutnya dilakukan dengan alat clinometer
yaitu pada titik 1 (parkiran) didapatkan nilai LS pada titik tersebut adalah 6,11 % yang
termasuk kelas lereng datar, pada titik 2 (Tangga Lab) didapatkan nilai LS pada titik
tersebut adalah 7,87 % yang termasuk kelas lereng datar. Pengkelasan tersebut dibuat
berdasarkan literatur yaitu kemiringan lereng dan skor untuk masing-masing kelas yaitu
terdiri dari datar (0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-40 %), dan
sangat curam (> 40 %). Semakin curam suatu lereng maka semakin besar potensi lereng
tersebut untuk mengalami erosi. Bentuk lereng yang dilihat dari permukaan tanahnya
dapat berbentuk cembung dan dapat berbentuk cekung. Berdasarkan pengamatan
menunjukan bahwa erosi lebar lebih lebar pada permukaan cembung dari pada
permukaan cekung (Yumai et.al, 2019).

4.3 Analisa Data Hasil Perhitungan


4.3.1 Kemiringan Lereng
Pada pengukuran kemiringan lahan dengan alat abney level titik ke 1 (parkiran)
diketahui nilai dari sudut a = 3o, kelerengan = 8%, L = 7 m, dari data tersebut kemudian
𝐿
dimasukkan kedalam persamaan LS = (22)m x (0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2), dengan model
7
perhitungannya yaitu = (22)0.5 x (0,065 + 0,045 (8) + 0,0065 (8)2) sehingga didapatkan hasil
sebesar 0,474 %. Pada titik ke 2 (Tangga lab) diketahui nilai dari sudut a = 4o, kelerengan
𝐿
= 5%, L = 8 m, dari data tersebut kemudian dimasukkan kedalam persamaan LS = (22)m x
8
(0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2), dengan model perhitungannya yaitu (22)0.5 x (0,065 + 0,045
(5) + 0,0065 (5)2) sehingga didapatkan hasil sebesar 0,273 %. Pada titik ke 3 (Gedung
FILKOM) diketahui nilai dari sudut a = 30o, kelerengan = 57%, L = 8,8 m, dari data tersebut
𝐿
kemudian dimasukkan kedalam persamaan LS = ( )m x (0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2),
22
8,8
dengan model perhitungannya yaitu ( 22 )0.5 x (0,065 + 0,045 (57) + 0,0065 (57)2) sehingga
didapatkan hasilnya yaitu 15,019 %. Pada pengukuran kemiringan lahan dengan alat
clinometer titik ke 1 (parkiran) diketahui nilai L = 11,9 m, Xo = 3,5o, dari data tersebut
kemudian dimasukkan kedalam persamaan LS = 𝑇𝑎𝑛 𝑋° x 100%, dengan model
perhitungannya yaitu = 𝑇𝑎𝑛 3,5° x 100% sehingga didapatkan hasilnya yaitu 6,11 %, pada
titik ke 2 (tangga lab) diketahui nilai L = 8,1 m, Xo = 4,5o, dari data tersebut kemudian
dimasukkan kedalam persamaan LS = 𝑇𝑎𝑛 𝑋° x 100%, dengan model perhitungannya
yaitu = 𝑇𝑎𝑛 4,5° x 100%, sehingga didapatkan hasilnya yaitu 7,87 %. Dari hasil perhitungan
tersebut diketahui hubungan antara sudut dengan nilai LS yaitu berbanding lurus (jika
semakin besar sudut yang diketahui maka semakin besar nilai LS yang dihasilkan dan
begitupun sebaliknya). Diketahui tinggi gedung FILKOM sebesar 7,85 meter yang
didapatkan dengan persamaan Tinggi gedung = Tinggi mata pengamat + (tan α x jarak)
dengan tinggi mata pengamat = 1,55 m, tan α = 35o, dan jarak = 9 m.
Pada literatur untuk menghitung LS (kemiringan lereng) perlu diketahui panjang dan
sudut kemiringan lerengnya. Dalam literatur panjang yang digunakan adalah 0.15m
(berdasarkan benda uji dengan dimensi (15 x 15 x 7.5) cm), kemiringan lerengnya
menggunakan sudut 2.5˚,10˚,20˚,30˚ atau dalam prosentase besar sudut adalah 4.20%,
17.27%, 34.27%, 49.40%. Perhitungan nilai LS menggunakan persamaan LS=[(L/22)^Z
(0,065+0,0456 S+0,006541 S^2 ) ] dengan Z = Konstanta, besarnya bervariasi tergantung
besanya S, dimana Z = 0,5 jika S > 5%, Z = 0,3 jika 3% > S > 1%, Z = 0,4 jika 5% > S >
3%, Z = 0,2 jika S < 1% (Saragih et.al, 2014).

4.3.2 Erodibilitas tanah


Pada pengukuran erodibilitas tanah dilakukan perhitungan % tanah (% dari clay, silt,
sand), didapatkan besarnya % clay yaitu 0,518%, besarnya % silt yaitu 85,185 %,
didapatkan besarnya % sand yaitu 14,296 %. Sehingga dari nilai-nilai tersebut didapatkan
nilai erodibilitas tanah yaitu sebesar 1,9204. Menurut Sulistyaningrum et.al (2014) Pada
literatur dijelaskan bahwa persentase tekstur tanah debu (silt) dan persentase tekstur
tanah liat (clay) sangat berpengaruh terhadap nilai IE (Indeks Erodibilitas). Semakin besar
persentase tekstur tanah debu (silt) maka semakin besar nilai indeks erodibilitas sehingga
persentase tekstur tanah debu (silt) berbanding lurus dengan nilai indeks erodibilitas dan
semakin kecil persentase tekstur tanah liat (clay) maka semakin besar nilai indeks
erodibilitas sehingga persentase tekstur tanah liat (clay) berbanding terbalik dengan nilai
indeks erodibilitas. Sedangkan, untuk persentase tesktur tanah pasir (sand) tergantung
pada komposisi tekstur tanah debu (silt) dan tekstur tanah liat (clay).
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari data hasil praktikum yang sudah dihitung besarnya kemiringan lereng
yang didapatkan dengan bantuan alat abney level pada titik 1 (Parkiran) didapatkan nilai LS
pada titik tersebut adalah 0,474 % yang termasuk kelas lereng datar, pada titik 2 (Tangga
Lab) didapatkan nilai LS pada titik tersebut adalah 0,273 % yang termasuk kelas lereng datar,
pada titik 3 (Gedung FILKOM) didapatkan nilai LS pada titik tersebut adalah 15,019 % yang
termasuk kelas lereng agak curam. Pada pengukuran kemiringan lahan selanjutnya dilakukan
dengan alat clinometer yaitu pada titik 1 (parkiran) didapatkan nilai LS pada titik tersebut
adalah 6,1 % yang termasuk kelas lereng datar, pada titik 2 (Tangga Lab) didapatkan nilai LS
pada titik tersebut adalah 7,87 % yang termasuk kelas lereng datar. Pada pengukuran
erodibilitas tanah dilakukan perhitungan % tanah (% dari clay, silt, sand), didapatkan besarnya
% clay yaitu 0,518%, besarnya % silt yaitu 85,185 %, didapatkan besarnya % sand yaitu
14,296 %. Sehingga dari nilai-nilai tersebut didapatkan nilai erodibilitas tanah yaitu sebesar
1,9204.

5.2 Saran
Materi yang sudah disampaikan sudah cukup baik walaupun praktikum dilakukan daring.
Sebaiknya asisten praktikum dan praktikan lebih teliti ketika melakukan diskusi. Dan
diperlukan penjelasan lebih terkait hubungan antara pengukuran tinggi gedung filkom dengan
pengukuran kemiringan lereng di berbagai titik (titik 1, titik 2, dan titik 3).
DAFTAR PUSTAKA

Alhakim, Euis Etty dan Santosa Langgeng Wahyu. 2013. Pengaruh Kestabilan Lereng
Terhadap Kerentanan Gerakan Massa Tanah di Sub DAS Progo Hulu Kabupaten
Temanggung. Thesis. Jurusan Geografi Fisik Lingkungan, Fakultas Geografi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Anasiru, Rahmat Hanif. 2015. Perhitungan Laju Erosi Metode USLE untuk Pengukuran Nilai
Ekonomi Ekologi di Sub DAS Langge, Gorontalo. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian 18(3): 273-289.
Andrian, Supriadi, dan Purba Marpaung. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan
Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea Brasiliensis Muell, Arg.) di Kebun Hapesong
PTPN III Tapanuli Selatan. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(3) : 981-989.
Arifin, Moch. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan Dalam
Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA 21(2): 72-
144.
Chahyono, Bayu. 2012. Analisis Stabilitas Lereng Tanah Lempung jenuh dengan Metode
Probabilitas. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Sipil. Fakultas Teknik Universitas,
Muhammadiyah Surakarta.
Hasugian, Sartono. 2014. Kajian Nilai Kekasaran Saluran Beberapa Saluran Tersier pada
Jaringan Irigasi Sei Krio Desa Sei Beras Sekata Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli
Serdang. Skripsi. Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Prayogo, I Nyoman Yudi, A.A.N. Amrita, dan G.C.I. Partha. 2015. Studi Intensitas Medan
Listrik di SUTT 150 kV Konfigurasi Vertikal untuk Lingkungan Pemukiman. E-Journal
SPEKTRUM 2(4) : 26-37.
Rahmawati, F. 2018. Analisis Sedimen Pada Daerah Aliran Sungai PLTA Way Besai Dengan
Metode USLE. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Sembiring RA, Setiyo Y, Sumiyati S. 2013. Pengaruh Pemberian Kompos pada Budidaya
Tanaman Kacang Tunggak Terhadap Erodibilitas Tanah. Jurnal BETA (Biosistem dan
Teknik Pertanian) 1(1): 1-9.
Simanjuntak, Hengki., Hendrayanto., dan Nining Puspaningsih. 2017. Modifikasi Metode
Perhitungan Faktor Topografi Menggunakan Digital Elevation Model (DEM) dalam
Menduga Erosi. Media Konservasi 22(3): 242-251.
Sulistyaningrum D, Susanawati LD, Suharto B. 2014. Pengaruh Karakteristik Fisika-Kimia
Tanah Terhadap Nilai Indeks Erodibilitas Tanah Dan Upaya Konservasi Lahan. Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan 1(2): 55-62.
Syah, Mega Wahyu dan Teguh Hariyanto. 2013. Klasifikasi Kemiringan Lereng Dengan
Menggunakan Pengembangan Sistem Informasi Geografis Sebagai Evaluasi
Kesesuaian Landasan Pemukiman Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang dan
Metode Fuzzy. Jurnal Teknik POMITS. 10(10):1-6.
Widya, Lenny P. 2010. Penetapan Tingkat Erodibilitas Tanah Berdasarkan Kemiringan Lereng
di Kecamatan Pancur Batu Dengan Berbagai Metoda. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Saragih A, Widiarti W, Wahyuni S. 2014. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng
Terhadap Laju Kehilangan Tanah Menggunakan Alat Rainfall Simulator. Jurnal Ilmiah
Hasil Penelitian Mahasiswa 1(1): 1-8
Yumai Y, Tilaar S, Makarau V. 2019. Kajian Pemanfaatan Lahan Permukiman Di Kawasan
Perbukitan Kota Manado. Jurnal Spasial 6(3): 862-871
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
DATA HASIL PRAKTIKUM

Pengukuran Kemiringan Lahan Menggunakan Abney Level


Pengukuran Hasil
LS pada titik 1 (Parkiran) 0,474%
LS pada titik 2 (Tangga Lab) 0,273%
LS pada titik 3 (Gedung FILKOM) 15,019%

Pengukuran Kemiringan Lahan Menggunakan Klinometer


Pengukuran Hasil
LS pada titik 1 (Parkiran) 6,11%
LS pada titik 2 (Tangga Lab) 7,87%

Pengukuran Tinggi Gedung (Abney level)


Tinggi Mata
α Tan α Jarak Hasil
Pengamat
1,55 m 35 o 0,7 9m 7,85 m

Pengukuran Erodibiltas Tanah


Pengukuran Hasil
% clay 0,518%
Perhitungan % tanah % silt 85,18%
% sand 14,296%
Perhitungan Erodibilitas 1,9204

Pengukuran kemiringan lahan


Abney level
Titik 1 (Parkiran)
 Sudut a = 3o
 Kelerengan= 8%
L =7m

𝐿
LS =(22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,0065 𝑠 2 )
7
= (22)0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (8) + 0,0065 (82 ))
= 0,474%

Titik 2 (Tangga Lab)


 Sudut a = 4o
 Kelerengan = 5%
L =8m

𝐿
LS =(22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,0065 𝑠 2 )
8
= ( )0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (5) + 0,0065 (52 ))
22
= 0,273%

Titik 3 (Gedung Filkom)


 Sudut a = 30o
 Kelerengan= 57%
L = 8,8 m

𝐿
LS =(22)𝑚 𝑥 (0,065 + 0,045 𝑠 + 0,0065 𝑠 2 )
8,8
= ( 22 )0,5 𝑥 (0,065 + 0,045 (57) + 0,0065 (572 ))
= 15,019%

Clinometer
Titik 1 (Parkiran)
 L = 11,9 m
 Xo = 3,5o
LS = tan Xo x 100%
= tan 3,5 x 100% = 6,11%

Titik 2 (Tangga Lab)


 L = 8,1 m
 Xo = 4,5o
LS = tan Xo x 100%
= tan 4,5 x 100% = 7,87%

Pengukuran tinggi gedung dengan Abney Level


Tinggi mata pengamat = 1,55 m
Tan α = 35o
Jarak =9m
Tinggi gedung = tinggi mata pengamat + (tan α x jarak)
= 1,55 + (tan 35 x 9)
= 7,85 m

Pengukuran Erodibilitas Tanah


 Volume clay = 3,5 ml
 Volume silt = 575 ml
 Volume sand = 96,5 ml
 Volume total = 675 ml

Perhitungan %Tanah
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑙𝑎𝑦
 %clay = x 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3,5
= 675
x 100% = 0,518%

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑖𝑙𝑡
 %silt = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 x 100%
575
= 675 x 100% = 85,18%

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑛𝑑
 %sand = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 x 100%
96,5
= 675
x 100% = 14,296%

Perhitungan Erodibilitas Tanah


%𝑠𝑎𝑛𝑑+%𝑠𝑖𝑙𝑡
E=
%𝑐𝑙𝑎𝑦
14,296 + 85,18
= 0,518
= 192,038% = 1,9204

Anda mungkin juga menyukai