Anda di halaman 1dari 92

JAN

Laporan Kemiringan Lereng


I.

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Topografi merupakan bentuk permukan bumi dipandang dari kemiringan lereng dan beda
tinggi dari permukaan laut. Permukaan tanah dengan beda tinggi dan kemiringan yang sangat
besar, maka disebut topografinya bergunung, sedangkan untuk beda tinggi dan kemiringan
yang lebih rendah secara berurutan disebut berbukit, bergelombang, dan berombak. Ilmu
yang membahas tentang topgrafi ini disebut geomorfologi. Dua unsur topografi yang banyak
dibahas dan besar pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang lereng (length,) dan kemiringan
lereng (slope).
Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan. Sedangkan,
kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang
disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen. Hal inilah yang
mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.
Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang
disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga
mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan
lereng mempengaruhi erosi melalui runoff. Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah
aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu partikel tanah yang
terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 2000). Tentunya, derajat
kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat tofografi yang dapat mempengaruhi
besarnya erosi tanah. Semakin curam dan semakin panjang

lereng maka makin besar pula aliran permukaan dan bahaya erosi semakin tinggi.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui sudut kemiringan lereng agar dapat
mengantisipasi kemungkinan erosi yang terjadi, sehingga tidak berdampak pada pengelolaan
lahan pertanian yang kita usahakan.
1.2

Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah
1.
Mengetahui cara dan alat untuk mengukur kemiringan lereng.
2.
Mengukur sudut lereng dengan berbagai alat pada berbagai kemiringan.
3.
Membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan berbagai alat.

------------------------------------

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang
disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga
mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi. Kemiringan
lereng mempengaruhi erosi melalui runoff. Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah
aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu partikel tanah yang
terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 2000).
Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff. Kemiringan lereng (slope)
merupakan suatu unsur topografi dan faktor erosi. Kemiringan lereng terjadi akibat
perubahan permukaan bumi diberbagai tempat yang disebabkan oleh gaya-gaya eksogen dan
endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik di atas
permukaan bumi (Kartasapoetra, 1986).
Kemiringan lereng menunjukan besarnya sudut lereng dalam persen atau derajat. Dua titik
yang berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter membentuk
lereng 10 %. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45 derajat. Selain dari
memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar energi
angkut air. Jika kemiringan lereng semakin besar, maka jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan akan semakin banyak. Hal ini disebabkan
gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari

bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin
banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali
lebih curam, maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih banyak
(Arsyad, 2000).
Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang
lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh gaya
berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam
(15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan
semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan
persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya berat dalam
memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng semakin besar pula. Jika
proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih dari 8%, maka aliran permukaan akan
semakin meningkat dalam jumlah dan kecepatan seiring dengan semakin curamnya
lereng. Berdasarkan hal tersebut, diduga penurunan sifat fisik tanah akan lebih besar terjadi
pada lereng 30-45%. Hal ini disebabkan pada daerah yang berlereng curam (30-45%) terjadi
erosi terus menerus sehingga tanah-tanahnya bersolum dangkal, kandungan bahan organik
rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi, serta porositas tanah yang rendah dibandingkan
dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga
menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga
mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut (Hardjowigeno, 1993).
Hubungan antara lereng dengan sifat-sifat tanah tidak selalu sama disemua tempat, hal ini
disebabkan karena faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda di setiap tempat. Keadaan
topografi dipengaruhi oleh iklim terutama oleh curah hujan dan temperatur (Salim, 1998).
Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk perencanaan dan pelaksanaan
berbgai kebutuhan pembangunan, terutama dalam bidang konservasi tanah dan air antara lain
sebagai suatu faktor yang mengendalikanerosi dan menentukan kelas kemampuan
lahan. Besar kemiringan lereng yang dinyatakan dalam satuan derajat (0) atau (%). Untuk
menetukan besar kemiringan lereng dapat diukur melalui beberapa metode atau alat antara
lain dengan metode alat tipe A (ondol-ondol), abney level, dan clinometer (Saleh, 2010).

-----------------------------------------

III.

3.1

METODOLOGI

Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini adalah air, kertas catatan, patok kayu, dan
patok bambu (panjang 1 m).
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meteran, alat ukur tipe A, selang air, spidol,
kalkulator, dan alat tulis.

3.2
1.
1.
2.
3.
4.
5.

Prosedur Kerja
Pengukuran kemiringan lereng dengan selang air
Selang air yang panjang diisi dengan air secukupnya.
Ditentukan bidang tanah yang akan diukur kemiringan lerengnya.
Selang air dibentangkan pada bidang yang akan diukur kemiringannya, sehingga tampak
seperti membentuk huruf U.
Diukur ketinggian permukaan air dikedua ujung selang, dengan ketinggian air yang lebih
rendah sebagai H0 dan ketinggian air yang lebih tinggi sebagai H1.
Diukur jarak antar ujung selang, sebagai nilai X.

H1

6. Dihitung % kemiringan lahan dengan rumus:


Keterangan :
= kemiringan lereng (%)

Y = selisih H0 dan H1 (cm)


X = jarak antara H0 dan H1 (cm)
2.
Pengukuran kemiringan lereng dengan alat tipe A
1. Disiapkan alat-alat yang dibutuhkan, yaitu alat tipe A dan patok-patok kayu.
2. Tegakkan alat tipe A di lokasi yang kira-kira memiliki kemiringan lereng yang sama.
3. Pada tengah alat, dipasang tabung kecil berisi air.

4. Kemiringan yang sama dapat dilihat dari gelembung udara yang ada di tengah tabung air
tersebut.
5. Beri patok pada titik-titik yang memiliki kontur yang sama.
6. Patok tersebut dapat membantu menentukan peta kontur lahan yang diamati.

----------------------------------------------IV.

4.1

4.2

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:
H0 (cm)

H1 (cm)

X (cm)

Y (cm)

Kemiringan
Lereng (%)

22,5

48

270

25,5

9,4

Pembahasan
Mengetahui besar kemiringan lereng adalah penting untuk perencanaan dan pelaksanaan
berbagai kebutuhan pembangunan, terutama dalam bidang konservasi tanah dan air antara
lain sebagai sebagai suatu faktor yang mengendalikan erosi dan menentukan kelas
kemampuan lahan.

Dalam peta topografi dan peta-peta serbaguna, penyajian relief dari permukaan bumi sangat
penting karena dapat memberikan gambaran yang lebih tepat tentang permukaan bumi
tersebut. Untuk peta-peta teknis (seperti peta untuk perencanaan pekerjaan teknik sipil),
keakuratan dalam penyajian data relief tersebut sangat penting karena peta tersebut dapat
diperkirakan volume secara seluruh pekerjaan fisik. Relief permukaan bumi dapat
digambarkan pada peta dengan berbagai bentuk/simbol seperti kontur, warna ketinggian, dan
bayangan gunung. Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketinggian yang sama. Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik
secara relatif maupun absolut.

Informasi relief ini diperlihatkan dengan menggambarkan garis-garis kontur secara


renggang. Informasi relief secara absolut diperlihatkan dengan cara menuliskan nilai kontur
yang merupakan ketinggian garis tersebut diatas suatu bidang acuan tertentu. Bidang acuan
yang umum digunakan adalah bidang permukaan laut rata-rata. Untuk dapat menggambarkan
bentuk relief permukaan bumi secara akurat, dapat ditempuh dengan menggambarkan garis
kontur secara rapat sehingga relief yang kecil pun dapat digambarkan dengan baik. Untuk
itu, interval kontur harus dibuat sekecil mungkin (Purwohardjo, 1986).
Untuk mengetahui atau menentukan besar kemiringan data diukur dengan melalui beberapa
metode atu alat antara lain dengan alat tipe A (ondol-ondol), abney level dan
clinometers. Selain itu, dapat digunakan alat yang sangat sederhana, yaitu selang yang diisi
air. Pada praktikum ini, digunakan alat tipe A untuk mengetahui garis kontur, dan selang air
untuk mengukur kemiringan lereng.
Alat tipe A atau yang sering disebut dengan ondol-ondol merupakan suatu alat sederhana
pengukuran kemiringan lereng. Alat ini terbuat dari dua potong bambu atau kayu yang diikat
longgar pada dua ujungnya sehingga mudah digerakkan. Di bagian tengah alat dipasang
suatu kayu penyangga melintang sehingga bentuknya persis seperti huruf A. Alat ini
dilengkapi dengan beberapa tambahan seperti benag gandulan atau tabung waterpas sehingga
dapat digunakan untuk mengukur kemiringan suatu tempat.
Pengukuran dengan alat tipe-A lebih mudah digunakan tapi jauh lebih rumit dalam
pengelolaan datanya, karena yang didapatkan dari pengukuran hanya berupa jarak dari satu
titik ke titik lainnya. Untuk mendapatkan nilai derajat dan persentasenya masih harus
dimasukkan kedalam persamaan. Dengan alat tipe A ini, dapat diketahui garis-garis dalam
peta kontur.
Pada pengukuran kemiringan dengan selang air, diperoleh nilai H0 sebesar 22,5 cm,
H1 sebesar 48 cm, dan X sebesar 270 cm. Data tersebut digunakan untuk menghitung nilai Y

dan kemiringan lereng. Setelah dilakukan perhintungan, diperoleh nilai Y sebesar 25,5 cm
dan kemiringan lereng sebesar 9,4 %.
Pengukuran dengan selang lebih dapat memberikan hasil kemiringan yang pasti dan mudah
untuk dihitung. Alatnya pun sangat sederhana, namun kurang efektif untuk mengukur
kemiringan dalam skala lahan yang luas.
Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang
lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh gaya
berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam
(15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan
semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan
persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
Berdasarkan penghitungan, diketahui bahwa persen kemiringan lereng yang diukur adalah
sebesar 9,4%. Persentase ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut masih tergolong landai,
sehingga erosi yang terjadi termasuk masih rendah juga.

------------------------------------V.

KESIMPULAN

Berdasarkan pambahasan pada bab sebelumnya, dapat dimabil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui atau menentukan besar kemiringan data diukur dengan melalui
beberapa metode atu alat antara lain dengan alat tipe A (ondol-ondol), abney level dan
clinometers.
2.
Pengukuran dengan alat tipe-A lebih mudah digunakan tapi jauh lebih rumit dalam
pengelolaan datanya, karena yang didapatkan dari pengukuran hanya berupa jarak dari satu
titik ke titik lainnya.
3.
Pengukuran dengan selang lebih dapat memberikan hasil kemiringan yang pasti dan
mudah untuk dihitung. Alatnya pun sangat sederhana, namun kurang efektif untuk mengukur
kemiringan dalam skala lahan yang luas.

4.

Persen kemiringan lereng yang diukur adalah sebesar 9,4%. Persentase ini
menunjukkan bahwa lokasi tersebut masih tergolong landai, sehingga erosi yang terjadi
termasuk masih rendah juga.
---------------------------------------DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.
Kartasapoetra, A. Gunarsih. 1986. Klimatologi: Pengaruh Iklim TerhadapTanah dan
Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Purwohardjo, U.U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C-Pengukuran Topografi. Jurusan Teknik
Geodesi ITB. Bandung.
Saleh, Busri (2010) Perbaikan struktur tanah pada lahan sangat curam dengan
menggunakan teknik hidrosiding lumut daun dan bahan pembenah tanah. JIPI 12 (1).
pp. 1-6.
Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran.Bandung.
Wiradisastra. 1999. Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Laboratorium Penginderaan Jauh
dan Kartografi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Diposkan 4th January 2015 oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: Laporan Kemiringan Lereng

Lihat komentar

Sharing Center

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

1.
MAR

23

Go to Pare
Kampung Inggris sekarang sudah terkenal di seluruh penjuru tanah air, terutama untuk
orang-orang yang ingin mengasah skill berbahasa Inggris. Kampung Inggris ini terletak
di desa Tulung Rejo, kecamatan Pare, kabupaten Kediri, Jawa Timur. Ada mitos yang
baru aku tahu kebenarannya setelah aku sampai di sini, yaitu alasan desa ini disebut
Kampung Inggris, sebenarnya bukan karena penduduknya bicara bahasa Inggris dalam
kehidupan sehari-hari melainkan karena menjamurnya lembaga kursus bahasa Inggris.
Ada lebih dari seratus lembaga yang siap membantu siapa saja, dari kalangan mana
saja, berapa pun umurnya untuk belajar bahasa Inggris. Ada banyak program yang
ditawarkan tentunya mulai dari grammar, pronunciation, speaking, writing, listening,
reading, TOEFL ITP, TOEFL IBT, IELTS, sampai job interview.
Perjalananku sampai di Kampung Inggris bermula dari kegalauan berat yang aku alami
setelah wisuda. Saat semua orang sibuk mencari pekerjaan, aku hanya diam meratapi
diri yang entah mengapa belum berminat memasukkan lowongan. Hm, jadi teringat
ucapan sendiri sebelum skripsi berhasil terselesaikan. Aku pernah bilang, Aku mau ke
Pare setelah wisuda, mau ada temennya atau gak, aku pingin ke Pare. Nyatanya,
setelah selebrasi wisuda berakhir, aku tetap saja bingung jadi ke Pare atau tidak, cari
teman ke sana ke mari yang mau menemaniku ke Pare. Seperti termakan omongan
sendiri, tidak ada yang real mau ikut denganku. Akhirnya, dengan berbagai

pertimbangan aku memutuskan pergi sendiri. Aku googling sebanyak-banyaknya info


tentang Pare mulai dari cara menuju ke sana sampai ratusan lembaga kursus dan
berbagai macam program pendidikan yang ditawarkan. Dari sini aku tahu kalau program
pendidikan di Pare buka dalam 2 periode belajar, yaitu tanggal 10 dan 25 setiap
bulannya. Tetapi ada beberapa program yang hanya buka di satu periode saja. Oleh
karena itu, kesabaran dan kejelian sangat dibutuhkan dalam menentukan lembaga dan
program yang akan diambil.
Sebenarnya ketika googling, aku menemukan agen yang siap membantu untuk
mendaftar hingga mengantarkan sampai di Pare. Tapi aku memilih untuk bergerak
sendiri dan menghubungi secara langsung lembaga yang aku inginkan. Aku bandingkan
seluruh lembaga dan program yang ditawarkan satu per satu. Selain itu aku juga
mengkomparasi berbagai transportasi publik yang bisa aku gunakan untuk sampai di
Pare, mulai dari pesawat, bus antarkota, hingga kereta api. Alhasil, 7 Desember 2015
pukul 21.00 WIB aku berangkat sendiri dari terminal Rajabasa, Bandar Lampung. Aku
memutuskan untuk pergi dengan ngeteng, yaitu berpergian ala backpacker dengan
gonta-ganti kendaraan umum. Cara ini aku anggap cara yang paling tepat untuk
menekan budget pengeluaran seorang jobless. Ini adalah rincian dana yang aku
habiskan untuk transportasi Bandar Lampung-Pare.

Rajabasa-Bakauheni
Bakauheni-Merak
Merak-Stasiun Palmerah
Stasiun Palmerah-Stasiun Pasar
Senen
Stasiun Pasar Senen-Stasiun Kediri
Stasiun Kediri-Pare
Total

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

30.000Bus AC
14.500Kapal Ferry
8.000Kereta Api Patas Merak
2.000Commuter Line
97.500Kereta Api Brantas
50.000Travel
202.000

Karena aku adalah orang Indonesia asli yang harus makan nasi 3 kali sehari,
pengeluaran makan ku di jalan tentu tak terbendung. Berikut ini rinciannya.

Roti
Bento (makan siang)
Air mineral
Nasi Rames
Total

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

14.500Terminal Rajabasa
20.000Stasiun Pasar Senen
3.000Stasiun Pasar Senen
20.000Kereta Api Brantas
57.500

Sekedar informasi, buat temen-temen dari Sumatera yang juga mau ke Pare atau ke
Pulau Jawa dengan sistemngeteng pakai kereta api, aku informasikan bahwa kereta
murah (Patas Merak) berangkat dari stasiun Merak pukul 06.15 WIB dan 14.30 WIB jadi
pastikan keberangkatan dari daerah asal tepat waktunya supaya tidak tertinggal kereta
atau menunggu kereta terlalu lama. Untuk kereta Brantas, lebih baik pesan online

terlebih dahulu di website resmi kereta api satu minggu sebelum keberangkatan karena
biasanya 3 hari sebelum tanggal 10 atau 25 kereta Kediri ramai penumpang. Maklum
saja, Brantas ini kereta yang paling murah, cocok untuk kantong mahasiswa atau
parajobless. Sebenarnya ada kereta langsung dari Merak ke Kediri, kereta api Krakatau
(Rp 235.000 kalau tidak salah, informasi yang tepat ada di website kereta api).
Setelah sampai di stasiun Kediri, sebenarnya ada berbagai pilihan transportasi menuju
Pare. Penting untuk kamu tahu dimana lembaga yang akan kamu datangi karena segala
transportasi akan mengantar kamu langsung ke lembaga. Jangan lupa catat alamat
lengkap lembaga itu karena takutnya Pak Supir tidak tahu lokasi lembaga, maklumlah
ada ratusan institusi kursus di Pare.
Pertama, travel. Ini seperti yang aku gunakan saat pertama kali menginjakkan kaki di
Kediri. Harganya Rp 40.000-Rp 50.000. Karena musim ramai penumpang, maklum saja
kalau waktu itu aku kena Rp 50.000. Saat keluar dari stasiun Kediri, kamu pasti akan
disambut puluhan supir travel. Kerugian naik travel yaitu, kamu harus nunggu travelnya
penuh untuk berangkat melaju ke Pare. Kalau datangnya rombongan sih langsung
berangkat tapi kalau kamu seorang soloist harus sabar menunggu yang lain.
Kedua, ojek, harga Rp 40.000-Rp 50.000. Keuntungannya, setelah sampai di stasiun
kamu langsung diantar ke lembaga tidak perlu menunggu penumpang lain. Kerugiannya,
ya bayangin sendiri deh naik motor selama 1 jam itu gimana rasanya.
Ketiga, angkot. Ini adalah transportasi paling murah sepanjang aku hidup di Pare,
harganya Rp 15.000-Rp 25.000 (katanya ada yang pernah bayar Rp 10.000 tapi aku
belum pernah). Kisaran harga ini tergantung jumlah penumpang dalam angkot, semakin
ramai semakin murah (based on my experiences). Jangan bayangkan angkot di Pare
seperti angkot di Bandar Lampung atau di Bogor yang setiap detik lewat. Kamu pun
tidak akan menemukan angkot ketika sampai di stasiun, karena stasiun bukan jalur
angkot. Untuk menuju sumber angkot kamu bisa naik becak ke kantor pos atau
pertigaan Bayangkari dengan biaya Rp 20.000 katanya (aku pribadi belum pernah
mencobanya) atau jalan menuju hotel Grand Surya, biasanya ada angkot yang lewat
tetapi lewatnya bisa setengah sampai 1 jam sekali. Ini dia kelemahan angkot, lama
menunggu. Untuk menuju hotel Grand Surya kamu cukup ikuti petunjuk di Google Map
atau tanya orang sekitar situ. Angkot di Pare bentuknya seperti mobil Elf dan kadang
ada tulisan P di kaca mobil tapi tidak semuanya begitu jadi agak sulit mengenali angkot
Pare ketika baru pertama kali berlabuh di Pare. Solusinya, kamu harus punya nomor
kontak Babang Angkot supaya bisa janjian (0857 8463 5257 / 0813 5015 4660 / 0856
4874 9118). Penyebutan kontak nomor ini tidak ada unsur promosi sama sekali karena
aku pun tidak dibayar untuk ini. Hanya saja, rasanya ini perlu untuk membantu rekanrekan yang ingin ke Pare mengingat pengalaman dulu minimnya info soal harga
angkutan umum yang pasti menuju Pare.

Gambar 1. Angkot menuju Pare (ada huruf P di bagian depan badan angkot)

1.

2.

Banyak yang bertanya habis biaya berapa di Pare, pertanyaan ini sulit dijawab karena
menurutku kebutuhan dan prioritas hidup orang berbeda-beda. Secara umum,
menurutku ada empat biaya yang harus disiapkan kalau mau belajar di Pare.
Biaya kursus. Hal ini tergantung lembaga dan program yang diambil. Pastikan lembaga
dan program sesuai kebutuhan dan kantong kamu sehingga tidak ada istilah wastingmoney di sini. Kamu bisa searching di google dari berbagai sumber (website resmi
maupun blog), bandingkan dengan teliti lembaga satu dengan lembaga lainnya,
kelebihan dan kekurangannya. Mungkin ini menghabiskan banyak waktu, tapi itu lebih
baik dibanding kamu menyesal karena salah memilih lembaga dan program. Tentukan
pula pilihan tempat tinggal, camp atau kost. Keuntungan camp, biaya kursus biasanya
termasuk biaya camp (tanyakan pada lembaga masing-masing, beda lembaga beda
peraturan) dan fasilitas english area (cocok untuk belajar speaking). Kerugiannya, satu
kamar diisi banyak orang. Untuk seseorang yang biasa belajar dalam suasana sunyi, ini
akan jadi masalah besar. Keuntungan kost, relatif lebih sepi. Kerugian, harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk tempat tinggal di luar biaya kursus. Kisaran harga
kost yang aku tahu Rp 150.000-Rp 300.000 per bulan. Pasti ada yang lebih dari itu,
semakin mahal fasilitas semakin bagus dan dekat dengan pusat peradaban. Tetapi ratarata harga kost standar Rp 250.000 per bulan. Punya teman yang sebelumnya pernah
ke Pare juga akan menjadi suatu keuntungan, manfaatkan informasi sebanyakbanyaknya dari mereka. Jangan sampai kamu Zonk.
Biaya makan. Aku seorang pemakan nasi 3 kali sehari dan peminum air mineral yang
cukup banyak jadi aku bisa menghabiskan Rp 30.000 per hari untuk uang makan dan
1,5 L air mineral (Rp 3.000). Selain itu, di akhir pekan aku hobi makan di Alun-Alun dan
minum sari kedelai (Rp 3.000), belum lagi terkadang aku makan ice cream, pisang
bakar, ketan susu, pentol, sushi, dan jajanan lainnya. Jadi sulit mengungkapkan biaya
pasti pengeluaran untuk makan selama di Pare. Hal ini bergantung pada kebiasaan
makan individu masing-masing.

3.

4.

Biaya hidup. Kendaraan wajib mengelilingi Pare untuk sekedar cari makan adalah
sepeda. Harga sewanya Rp 50.000-Rp 75.000 per bulan untuk sepeda mini. Sepeda
dengan gigi harganya kisaran Rp 80.000-Rp 120.000 per bulan. Semakin mahal,
kualitas sepeda semakin bagus. Selain itu, kamu juga perlu mencuci pakaian di Pare.
Kalau mau laundry harganya Rp 3.000- Rp 5.000 per kg. Kalau aku sih, mencuci sendiri
di sela-sela kesibukan belajar, kalau ada niat pasti ada waktu.
Refreshing. Mungkin bagi orang lain ini tambahan tapi bagiku ini wajib. Belajar full
selama satu minggu akan indah bila diimbangi dengan refreshing. Otak ini butuh
penyegaran dan refreshing termasuk salah satu kebutuhan batin. Minimnya keuangan
membuat aku sedikit mengerem keinginan untuk explore Kediri dan Jawa Timur. Jadi
selama di Pare aku hanya main ke candi Surowono (bisa ditempuh dengan bersepeda
dari Pare, biaya masuknya pun seikhlasnya), goa Surowono (seikhlasnya), Simpang
Lima Gumul (free), nonton film di Bioskop Golden Theater Kediri (2 kali, @ Rp 35.000),
Kawah Ijen dan TN Baluran (Rp 180.000), Museum Angkut (Rp 60.000), semua belum
termasuk makan.

Gambar 2. Candi Surowono

Gambar 3. Pintu masuk goa Surowono

Gambar 4. Simpang Lima Gumul

Gambar 5. Taman Nasional Baluran

Gambar 6. Pantai Bama (termasuk dalam kawasan TN Baluran)

Gambar 7. Kawah Ijen

Gambar 8. Museum Angkut

Begitulah kira-kira biaya yang aku habiskan selama di Pare. Hal ini tidak bisa dijadikan
patokan tapi mungkin bisa sekedar menjadi bayangan kehidupan di Pare, terutama
untuk kamu yang ingin belajar di Pare tetapi budgetnya minim. Mungkin dari informasi ini
kamu mulai bisa mengira-ngira apa yang perlu dihemat ketika sampai di Pare.
Diposkan 23rd March oleh Habiba Nurul Istiqomah
Label: Go to Pare

Lihat komentar

2.
MAR

22

Ayo Buat SKCK Tanpa Calo!


Syarat pembuatan SKCK Lampung Timur
1.
2.
3.
4.
5.

Surat pengantar dari kelurahan, kecamatan, koramil, dan Polsek sesuai domisili
dan photocopy nya 2 rangkap
Photocopy Kartu Keluarga (KK) legalisir 2 rangkap
Photocopy KTP legalisir 2 rangkap
Pas photo 4x6 dan 3x4 masing-masing 4 lembar
Map 2 rangkap

Di tulisan ini akan aku ceritakan pengalamanku membuat SKCK pertama kali. Awalnya
banyak pihak yang bilang, lebih baik nembak aja daripada buat sendiri, udah capek,
buatnya seharian, habis banyak uang lagi. Setelah tanya teman yang sudah buat

dengan sistem tembak, tenyata dia membayar Rp 150.000. (Ow iya, buat yang gak tau
istilah tembak, tembak merupakan istilah yang lazim digunakan untuk menyebut sistem
pembuatan surat-surat dengan cara praktis, kasarnya sih mengurangi persyaratan
pembuatan dengan menyogok petugas kepolisian. Temanku yang membuat SKCK
dengan tembak hanya menyiapkan photocopy KK, KTP, dan pas photo). Beberapa orang
berpendapat bahwa meminta surat pengantar itu merepotkan. Alasannya, karena harus
membayar minimal Rp 20.000 ke setiap petugas. Benarkah begitu? Rasa penasaran
membawaku untuk mencobanya sendiri.
1.

Pembuatan surat pengantar dari kelurahan, kecamatan, koramil, dan Polsek sesuai
domisili
Pada tahapan ini, orang tua ku memberitahu untuk menyiapkan lima amplop yang
masing-masing diisi uang Rp 20.000 dan memintaku bertanya pada petugasnya Berapa
biaya administrasinya? (sepertinya ini sudah budaya di kampungku, sopannya begitu
katanya). Setelah berdebat panjang akhirnya aku pun menurut.
Pertama aku pergi ke kelurahan menemui sekretaris desa. Di sini aku diminta
menunjukkan KTP lalu sekretaris desa akan mengisi biodataku pada surat pengantar.
Setelah proses selesai aku pun bertanya seperti pesan orang tuaku, Berapa biaya
administrasinya?. Sekretaris desa menjawab, bawa aja (sebenarnya sekretaris desa ini
adalah ayah temanku sekaligus teman ibuku, makanya demi sesuatu yang katanya
sopan santun aku menanyakan hal itu).
Selanjutnya aku datang ke kantor Kecamatan, pegawai kecamatannya ramah. Hanya
menunggu sebentar, suratku sudah ditandatangani. Awalnya aku berniat untuk tidak
bertanya perihal administrasi, tapi Bapak yang datang bersamaan denganku tiba-tiba
sudah menanyakannya lebih dahulu dan menyerahkan uang Rp 20.000 ke petugas. Aku
tertegun, timbul gejolak tidak ingin memberi tapi rasanya aneh. Akhirnya, aku keluarkan
amplop yang sudah aku siapkan dari rumah tadi. (Amplop ini aku isi uang Rp 10.000
berhubung di dompetku hanya ada 2 lembar pecahan Rp 10.000, satu lembar pecahan
Rp 5.000, satu lembar pecahan Rp 50.000 dan satu lembar pecahan Rp 100.000).
Next destination adalah Koramil. Tindakan yang sama aku lakukan seperti di Kecamatan
tadi, aku beri si Bapak uang Rp 10.000 dalam amplop. Padahal sebenarnya si Bapak
menjelaskan biaya administrasi ini tidak bersifat memaksa, tapi karena sudah terlanjur
membahasnya ya aku keluarkan amplop itu dari tasku. Namun setelahnya aku
menyesal. Bukankah seharusnya aku tidak ikut budaya busuk ini. Kenapa bujukan untuk
memberi upah petugas lebih besar dibanding keberanian untuk memutus rantai biaya
administrasi ilegal. Aku pun tidak mengerti. Setelah ini aku berjanji memberanikan diri
untuk tidak menyumbang biaya ilegal. Aku rasa ini adalah benih-benih korupsi dari
urusan birokrasi, semakin banyak ditebar akan semakin banyak yang tumbuh. Meski
awalnya terlihat seperti gulma liar, lama-kelamaan akan terpelihara dan sulit diberantas.

Tahap akhir dari pengurusan surat ini adalah tanda tangan Polsek setempat. Aku pun
mendatangi kantor kepolisian untuk minta tanda tangan, setelah urusan selesai aku
langsung pulang tanpa membahas uang administrasi. Hasilnya, oke oke saja. Tidak ada
petugas yang memanggilku meminta biaya tanda tangan. Seharusnya inilah yang aku
lakukan sejak awal mengurus surat pengantar. Memang sulit mengubah mindset orang
lain untuk berhenti dari segala bentuk korupsi, tapi hal kecil yang bisa aku lakukan
sebagai generasi muda dari negara ini adalah mulai memperbaiki diri sendiri.
Menghilangkan budaya memberi uang terima kasih yang sudah mengakar di
masyarakat itu tidak mudah tapi dengan menerapkan pada diri sendiri setidaknya sudah
berkurang 1 orang penganut budaya itu.

2.

Photocopy KK dan KTP legalisir @ 2 rangkap


Informasi tentang persyaratan pembuatan SKCK selain surat pengantar aku ketahui saat
meminta tanda tangan di Polsek. Langsung saja setelah itu aku pergi ke kantor Catatan
Sipil (Capil) untuk meminta legalisir photocopy KK dan KTP. Tidak butuh waktu lama
untuk tahapan ini, hanya menunggu sekitar 5-10 menit, aku sudah mendapatkan
kembali dokumen-dokumen yang sudah dilegalisir. Tidak ada batasan jumlah lembaran
dalam legalisir ini. Hanya saja setelah petugas memanggilku untuk menyerahkan
dokumen yang sudah dilegalisir, dia berkata seikhlasnya. Awalnya aku tidak yakin
dengan yang aku dengar hingga aku bertanya ulang ada apa. Si petugas menjawab,
biaya administrasi seikhlasnya. Baru kali ini aku temui petugas yang meminta terangterangan. Hanya tinggal uang Rp 5.000 yang tersisa di dompetku, langsung saja aku
berikan kepadanya. Aku tidak tahu ada atau tidak undang-undang catatan sipil yang

mengatur biaya legalisir ini seikhlasnya, jadi aku tidak bisa menentukan ini pungutan liar
atau bukan. Mungkin lain kali aku harus langsung tanyakan landasan hukumnya.
Di rumah aku menceritakan apa yang aku temui hari ini mulai dari pengurusan surat
pengantar sampai legalisir di kantor Catatan Sipil. Tau apa komen Ibuku? Ibuku tertawa
dan bilang aku pelit. Aneh, pikirku. Ketika sesuatu yang benar jarang dilakukan, yang
benar malah dipandang salah. Padahal aku masih memberi uang (dengan nominal yang
terlalu rendah katanya), apalagi aku tidak memberi sedikit pun, apa kata dunia....
3.

Pembuatan SKCK di Polres Lampung Timur


Keesokan paginya aku pergi ke Polres Lampung Timur. Bodohnya, aku tidak membawa
map sama sekali. Sampai sana aku harus mencari si Penjual map terlebih dahulu (butuh
2 map). Tahap pertama adalah perekaman sidik jari. Semua dokumen persyaratan
dimasukkan ke dalam map. Setelah menunggu sekitar 15-30 menit, petugas akan
memanggil untuk mengisi form A3 terkait identitas dasar dan melakukan perekaman 10
sidik jari. Setelah selesai beberapa dokumen dikembalikan untuk pembuatan lembar
SKCK. Pada proses ini, dikenai biaya administrasi sebesar Rp 20.000.
Tahap kedua adalah pembuatan lembar SKCK di bagian Sat Intelkam. Dokumen yang
dikembalikan dalam perekaman sidik jari tadi diserahkan ke petugas di loket. Setelah itu
petugas akan memberi form yang harus diisi, seputar data pribadi mulai dari identitas
dasar diri, orang tua, dan pendidikan hingga tindakan kejahatan yang pernah dilakukan.
Setelah selesai diisi, form diserahkan kembali ke petugas loket. Butuh waktu sekitar 30
menit, petugas pun memanggil, SKCK selesai dibuat. (Lamanya waktu tunggu
tergantung ramai tidaknya orang yang sedang membuat SKCK). Setelah
aku photocopy beberapa rangkap, aku kembali ke loket untuk meminta legalisir. Urusan
terkait SKCK pun berakhir. SKCK ini hanya berlaku 6 bulan. Biaya administrasi untuk
proses ini sebesar Rp 10.000. Kalau untuk pungutan yang ini aku yakin resmi karena
sudah diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan pengalaman ini, ada beberapa hal yang ingin aku sebarkan ke pembaca:
Pertama, Pembuatan SKCK itu mudah dan tidak memakan banyak waktu. Jadi
sebaiknya hindari calo atau sistem tembak ya.
Kedua, uang yang aku habiskan tidak sampai Rp 150.000 (sistem tembak), hanya Rp
55.000 dan sebenarnya hanya Rp 30.000 jika aku tidak mengikuti budaya uang terima
kasih.
Ketiga, taatlah birokrasi dan mulai hindari segala bentuk korupsi dari diri sendiri untuk
generasi Indonesia yang lebih baik.

Diposkan 22nd March oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: SKCK

Lihat komentar

3.
MAR

22

Backpacker Lampung-Yogyakarta

Part 3
Pukul 23.58 WIB kereta sampai di stasiun Pasar Senen. Kereta menuju Merak baru ada
pukul 07.30 WIB. Itu artinya dini hari ini kami harus menginap di stasiun Pasar
Senen. Malam itu aku belum sholat Magrib dan Isya. Memang sudah niatku dari awal
untuk menggabungkan keduanya saat kami sampai di stasiun Pasar Senen. Segera
saja kami menuju masjid. Aku sangat terkejut saat ku temukan teras masjid penuh
dengan air. Bisa ditebak, ini sengaja ulah pengurus masjid agar tidak ada yang tiduran
di teras masjid. Terlihat tulisan besar di setiap sisi dinding masjid Dilarang tiduran,
makan, dan minum di masjid. Baiklah, aku 100% setuju dengan hal itu. Tetapi
ketidakwajaran aku peroleh saat aku hendak mengambil air wudhu. Terdapat beberapa
pria sholat tepat di depan tempat wudhu wanita. Setelah aku telisik lebih jauh ternyata
hal itu disebabkan oleh pintu masjid yang sengaja dikunci. Pukul 00.00 WIB, teras
masjid penuh dengan air, tempat wudhu wanita tertutup para pria yang sedang sholat,
dan tidak ada space untuk tempat sholat wanita (Saat aku ke stasiun Pasar Senen untuk
trip selanjutnya, di jam yang sama sudah tidak aku temukan genangan air di teras
masjid walaupun masjid memang masih terkunci). Aku mencoba mencari alternatif
tempat wudhu lain, aku pergi ke WC umum samping masjid. Tambah kesal rasanya saat
tahu WC umum pun dikunci dengan alasan menyebalkan yang tertempel di depan pintu
WC.

Aku tidak mengerti dengan kebijakan pihak pengelola stasiun Pasar Senen
ini. Bagaimana mungkin fasilitas publik dikunci seperti itu. Terutama masjid, aku rasa
pengelola tahu bahwa ketentuan sholat yang benar dalam masjid adalah memisahkan
shaf pria dan wanita. Jika hanya disediakan karpet dengan panjang 1 meter untuk
sholat tepat di depan tempat wudhu wanita, bagaimana kami para wanita bisa
sholat. Aku mengerti penguncian pintu masjid dimaksudkan agar tidak ada penumpang
kereta yang tiduran di dalam masjid tapi aku tidak sepakat dengan cara yang
digunakan. Bukankah masjid adalah tempat sholat yang seharusnya terbuka 24 jam
bagi siapapun yang ingin menyembahNya. Secara pribadi, aku pun tidak ada niat untuk
menginap di stasiun. Aku rasa siapapun penumpang kereta api tidak ingin melakukan
hal itu. Kebijakan konyol ini jelas perlu ditinjau ulang atau jadwal tiba kereta api mungkin
yang harus disesuaikan dengan stasiun. Selama aku berpergian baru kali ini aku
merasa sangat kesal pada pengelola masjid. Penguncian pintu masjid sama halnya
menghalangi orang lain untuk beribadah, bukankah itu dosa. Lagipula jika ditinjau
ulang, nabi Muhammad pun pernah membiarkan seseorang tidur di dalam masjid
asalkan tidak mengganggu fungsi utama masjid sebagai tempat sholat.
Boleh tidur di masjid bagi orang yang membutuhkan, yang tidak memiliki tempat tinggal,
namun bersifat kadang-kadang (sementara). Adapun menjadikan masjid sebagai tempat
tinggal, tidur malam dan siang di sana, maka hukumnya dilarang. (Mukhtashar al-Fatawa
al-Mishriyah, 1/56).
Segera setelah loket Commuter Line buka, kami beranjak pergi dari stasiun Pasar
Senen yang menyebalkan menuju stasiun Kebayoran. Kereta Patas Merak jurusan
Angke-Merak sampai di Kebayoran tepat pukul 07.30 WIB. Ramainya kereta
menyebabkan kami harus berdiri sekitar 2 jam perjalanan. Terkadang karena lelah, aku
duduk di lantai kereta. Tidur ayam di stasiun Pasar Senen menyebabkan mataku
mengantuk sangat berat. Bahkan sesekali aku tertidur di kereta ekonomi itu. Mungkin
hal itu yang menyebabkan Bapak tua iba padaku dan hendak menyerahkan kursinya
untukku. Tapi tidak, aku masih muda dibanding Bapak itu, kalau hanya seperti ini aku

masih kuat. Berada dalam kereta ini mungkin sama seperti berada dalam oven, sangat
panas. AC mati dan tidak ada jendela yang terbuka menyebabkan seluruh penumpang
berebut oksigen, termasuk kami. Barulah sampai stasiun Rangkas Bitung kami
kebagian tempat duduk.
Pukul 12.05 WIB, kereta yang kami tumpangi sampai di stasiun Merak. Rasa lapar dan
haus mulai mendera tubuhku. Saat aku buka dompetku, hanya aku temukan uang Rp
20.000. Setidaknya cukup untuk bayar kapal pikirku. Uang untuk membayar bus ke
Rajabasa bisa diambil nanti di ATM pelabuhan Bakauheni rencanaku. Rencana hanya
tinggal rencana saat aku tahu temanku tidak memegang uang. Total yang harus kami
bayar untuk menyebrang berdua adalah Rp 29.000, jelas uangku tidak cukup. Kami pun
merogoh seluruh tas, kantong, hingga ke selipan dompet. Recehan hingga uang kusut
ikut kami kumpulkan. Uang yang terkumpul hanya Rp 27.000. Bingung, kami mengadu
pada penjaga tiket yang sedari tadi sudah mendesak kami untuk segera masuk. Kami
minta untuk diizinkan lewat guna mengambil uang di ATM, tapi sang penjaga tidak
mengizinkannya. Dengan wajah memelas kami pun bercerita hanya ini uang yang kami
punya sekarang sambil menunjukkan segenggam uang receh di tanganku. Setelah
berdiskusi sebentar dengan temannya, akhirnya kami diizinkan masuk. Ini pengalaman
pertama bagiku naik kapal tanpa membayar lunas uang tiket. Terima kasih Tuhan
setidaknya kami masih dipertemukan dengan orang-orang baik.
Harapanku untuk naik kapal saat hari masih terang akhirnya terkabul. Laut biru yang
dihiasi pulau-pulau kecil berwarna hijau tampak begitu tentram. Satu hal yang membuat
kami sedikit risih saat di kapal. Ada serombongan orang dengan pakaian necis bak
orang berpendidikan (mungkin anak kuliahan) tapi dengan mudahnya membuang
sampah ke laut. Padahal jarak tempat sampah hanya 1 meter dari tempatnya
duduk. Owh, sungguh itu hal buruk yang tidak sepatutnya dilakukan oleh orang yang
katanya mengenyam bangku pendidikan tinggi.
Pukul 15.35 WIB kapal mulai bersandar di pelabuhan Bakauheni. Kami dengan
santainya berjalan menuju mesin ATM, berharap ada pundi-pundi uang di sana. Malang
bukan kepalang, mesin ATM tidak dapat digunakan. Panik mulai menyerang kami,
bagaimana cara kami menuju Bandar Lampung tanpa uang sepeser pun. Setelah
berpikir panjang, akhirnya aku memberanikan diri naik bus AC ke terminal Rajabasa
sedangkan temanku naik travel tujuan Pringsewu. Ini saatnya memasang muka
memelas, bayangan akan diturunkan di tengah jalan terus menghantui. Kemudian, saat
kernet bus menagih ongkos, aku jelaskan bahwa aku tidak memegang uang sepeser
pun saat ini dan ongkos bus akan aku bayar saat sampai di terminal. Kernet bus setuju.
Aku hubungi semua teman yang bisa mengantarkan uang Rp 30.000 (ongkos bus) ke
terminal. Beruntung, banyak temanku yang tanggap. Bus sampai di terminal sekitar
pukul 19.00 WIB. Turun dari bus, aku segera meminta sang Kernet untuk menunggu.
Aku pasti bayar, ucap ku dengan tegas. Aku memandang sekeliling mencari keberadaan
temanku. Tepat setelah temanku datang, kernet bus beserta busnya tiba-tiba pergi. Aku
bingung dan dengan segera temanku mengajak untuk mengejar bus itu. Sayangnya,
kami kehilangan jejak. Inilah penutup perjalananku ke Yogya, pulang ke Bandar

Lampung dengan gratis.

Selesai

Diposkan 22nd March oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: Lampung-Yogyakarta Part 3

Lihat komentar

4.
MAR

21

Backpacker Lampung-Yogyakarta

Part 2
Pukul 06.00 WIB, Welcome to Yogya, akhirnya aku bisa mengucapkan itu dengan
temanku.

Tidak disangka tindakan nekat kami benar-benar membawa kami ke kota Pelajar yang
pekat dengan budaya keraton itu. Matahari pagi Lempuyangan menyambut kami
dengan cahayanya yang lembut. Setelah membersihkan diri kami berjalan menuju
Malioboro yang katanya banyak penginapan murah di sekitar sana. Menurut informasi
dari blog, jarak stasiun Lempuyangan ke Malioboro hanya 500 m, masih lumayan dekat
dijangkau dengan berjalan kaki. Karena itulah kami menolak seluruh tawaran untuk

mengantar kami ke Malioboro. Hanya berbekal GPS smartphone, kami berjalan


mengikuti alur yang ditunjukkan GPS sambil menikmati udara pagi Yogyakarta.
Welcome to Malioboro. Pagi itu Malioboro belum menunjukkan aktivitasnya. Banyak
toko dan gerobak yang masih tertutup dengan terpal. Menurut temanku, penginapan
murah ada di gang kedua dari Mall Malioboro, penginapan Harum namanya. Kami pun
menuju ke sana bertanya harga. Ada 3 jenis harga yang ditawarkan, Rp 40.000, Rp
50.000, dan Rp 75.000 per kamar per hari. Awalnya pemilik kamar bersikap sangat
ramah dan hangat tapi setelah kami bilang ingin lihat penginapan yang lain dulu, kami
langsung dicuekin dan ditinggal masuk ke dalam. Owh, teganya.

Hampir seluruh penginapan di gang itu, dan gang sebelahnya kami masuki untuk survei
harga. Kisaran harganya Rp 75.000-Rp 100.000 bahkan lebih dari Rp 100.000 untuk
yang sedikit berkelas. Setelah makan pecel di depan Mall Malioboro kami pun
memutuskan untuk kembali ke penginapan Harum dan mengambil kamar harga Rp
40.000 untuk 4 hari. Ternyata kami hanya diminta membayar Rp 35.000 per hari. Agak
heran sih kenapa begitu, tapi rasanya tidak penting untuk dipermasalahkan, syukurlah
dapat yang lebih murah.

Hari itu juga penjelajahan kami di Yogyakarta akan segera dimulai. Setelah mandi dan
istirahat sejenak, pukul 14.05 WIB kami mulai berjalan-jalan. Berikut ini daftar tempattempat yang kami kunjungi selama 4 hari di Yogyakarta. Semua tempat ini kami kunjungi
berbekal informasi dari blog dan GPS smartphone.
Hari pertama, Benteng Vredeburg (Rp 2.000) dan De Mata Trick Eye Museum-De Statue
Musem (Rp 75.000)

Hari kedua, Candi Borobudur (Rp 30.000) dan Universitas Gadjah Mada (UGM)

Hari ketiga, Goa Pindul (Rp 35.000)

Hari keempat, Alun-Alun Utara, Keraton Ngayogyakarta (Rp 5.000), Masjid Gede, Pasar
Beringharjo

Hal yang mengingatkanku tentang kerja atau S2 hadir saat kami ke UGM. Kami
bertemu sekelik temanku yang baru saja menuntaskan S2 di UGM. Ia terlihat sangat
berkelas dan berpendidikan, mulai dari tutur kata hingga penampilan. Yah, aku rasa
peribahasa padi semakin berisi semakin merunduk itu benar adanya. Ia banyak cerita
tentang beasiswa dan pengalamannya S2, dimana lingkungan itu sangat berpengaruh
pada pembentukan pola pikir dan tindakan. Ia sekarang bekerja sebagai seorang
pengajar. Satu hal yang membuatku sedikit berpikir yaitu ketika ia ditanya ingin S3 atau
tidak. Jawabannya, pasti ada keinginan S3 tapi nanti dulu sekarang cari pekerjaan yang
pasti dulu jadi nanti setelah kembali tahu akan kembali kemana. Cari perkerjaan yang
pasti, masalah sama yang dihadapi lulusan S1. Ini kembali mengusik pikiranku,
bukankah lebih bijak kerja dulu. Setelah itu kalau memang ingin S2, ya S2.
Aku memang berharap akan ada yang aku dapat dari perjalananku ke Yogya ini. Tetapi
aku rasa cerita dua orang dengan pilihan dan pengalaman hidup berbeda ini semakin
membuatku bingung. Sebenarnya kemana Tuhan menuntunku. Pilihan mana yang
paling bijak. Saat di kereta menuju Jakarta, aku yakin lanjut S2 pilihan yang baik tetapi
pertemuan di UGM mengubah hal itu. Apapun pilihanku nanti, aku yakin Tuhan akan
menuntunku kembali. Lupakan sejenak tentang itu.

Ada kejadian unik yang membuat bulu kuduk kami berdiri, jantung kami berdebar hingga
rasanya lebih baik tidur di emperan toko daripada di penginapan. Pagi yang cerah di
hari ketiga kami di Yogya berubah kelabu saat pria penghuni kamar samping kami
menunjukkan p***snya kepadaku. Ia berdiri di depan pintu kamarnya yang hanya
berjarak kira-kira 1,5 m dari tempatku berdiri. Malam harinya ia melakukan hal sama
pada temanku. Ingin rasanya angkat kaki detik itu juga. Tapi di saat seperti ini logika
harus lebih digunakan. Sehari lagi kami di Yogya, tidak logis rasanya kami membiarkan
pria itu merusak liburan kami. Kami pun mengadukannya pada pemilik penginapan
tetapi tidak digubris. Ternyata pria bertato itu sudah langganan di sana. Pemilik
penginapan tidak percaya dengan kami. Autagonistophilia , nama kelainan yang
diderita olehnya. Menurut artikel yang aku baca, penderita akan mendapatkan
kepuasan apabila si korban ketakutan dengan ulahnya. Informasi ini yang membuatku
bersikap senormal mungkin dengannya, lebih tepatnya menganggap dia tidak ada. Aku
pikir itu cara teraman berhadapan dengannya karena pada dasarnya penderita kelainan
ini tidak memiliki keberanian untuk mengganggu secara fisik.
Hari kelima kami di Yogya, kereta yang kami pesan berangkat pukul 14.30 WIB dari
stasiun Lempuyangan. Pagi harinya kami menyempatkan diri untuk berbelanja di Pasar
Beringharjo. Tawar menawar dilakukan dengan ketat hingga rasanya seluruh pasar
Beringharjo sudah kami jelajahi. Selesai makan siang, kami angkat kaki dari
penginapan. Aku kira akan terjadi perpisahan yang sedikit mengharukan dengan
pemilik penginapan. Ternyata aku salah besar. Maksud kami untuk pamitan secara
santun ditanggapi sangat dingin, bahkan cenderung seperti diusir.
Mbah, kami pamit ya. Ucapku sehalus mungkin.
Udah sana, sana pergi. Ucap sang Pemilik sambil mengayuhkan tangannya ke arahku
(seperti mengusir).
Mau salaman dulu gitu Mbah maksudnya. Ucapku.
Mbah, Mbah, Mbahmu kere opo.
............ Aku mendadak speechless. Temanku puas menertawakanku. Mbahmu kere
opo menjadi trending topik kami hari itu. Enak aja, mbahku lebih kaya kali dari
situ. Gak perlu pusing cari uang, semua dari anak-anaknya. Gumamku dalam hati.
Pemilik penginapan itu seakan memiliki dua wajah. Wajah ramah saat kami bilang akan
menginap dan wajah sangar saat waktu menginap habis. Hm, manusia.
Tas ransel berat dengan segepok oleh-oleh ditambah sengatan matahari siang itu
membuat kami tidak sanggup harus berjalan kaki ke stasiun Lempuyangan. Setelah
nego dengan tukang becak tidak ditemukan harga yang pas, kami pun memutuskan naik
Trans Yogya (Rp 3.600), lebih hemat juga pikirku.
Pikiran hemat yang berbuah keborosan terjadi siang itu. Kami start dari Malioboro pukul
12.45 WIB dan sampai pukul 13.55 WIB belum juga sampai di Lempuyangan. Tidak aku

sangka trayek Trans Yogya ini sangat jauh, untuk menuju stasiun Lempuyangan saja
perjalanannya panjang sekali. Bahkan kami harus transit sekali lagi untuk sampai di
stasiun. Setelah tanya dengan petugas halte, petugas meyarankan kami naik becak
saja ke stasiun, karena cukup lama kalau menunggu Trans sedangkan jam sudah
menujukkan pukul 14.05 WIB. Setengah jam lagi kereta berangkat. Kami pun naik
becak dari halte ke stasiun Lempuyangan (Rp 15.000). Seandainya naik becak dari
Malioboro pasti kami sudah sampai dan itu tidak kami lakukan hanya karena
perhitungan medit yang kami lakukan tadi.
Saking terburu-burunya, aku sampai terjatuh di depan mesin CTM. Kaki sakit dan rasa
malu menumpuk dalam hatiku. Tapi hal baik dalam setiap kejadian itu selalu ada,
untunglah kami tidak ketinggalan kereta. Kereta berangkat tepat pukul 14.30 WIB.

Bersambung ke Part 3

Diposkan 21st March oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: Lampung-Yogyakarta Part 2

Lihat komentar

5.
MAR

21

Backpacker Lampung-Yogyakarta

Part 1
Mau kemana setelah selesai? Hal itu pasti jadi pertanyaan paling meyebalkan bagi
mahasiswa yang sedang menunggu wisuda, termasuk aku. Aku sendiri masih bingung
mau kemana dan hanya tertawa setiap kali pertanyaan itu muncul. Pastilah ada 2
pilihan, kerja atau lanjut S2. Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, aku ingin kerja,
setidaknya berterima kasih kepada orang tua dengan cara menyekolahkan adik. Sudah
janjiku sejak awal (pada diri sendiri sih), untuk menyekolahkan adik kemana pun dia
mau, tanpa memikirkan biaya seperti aku dulu. Aku tidak ingin rencana manisnya
kandas hanya karena keterbatasan uang. Lanjut S2, itu keinginan pribadi sebagai
bentuk sikap egoisku mungkin. Banyak orang bilang lanjut S2 adalah pelarian karena
bingung akan kemana setelah S1. Sebenarnya aku tidak sependapat dengan hal itu. S2
bagiku mutlak keinginan bukan pelarian. Walaupun aku juga belum tahu akan kemana
setelah S2. Masalah yang muncul jika ingin S2 tentu biaya. Solusinya sudah ada,

beasiswa. S1 pun aku tuntaskan dengan bantuan beasiswa Bidikmisi (terima kasih
Bidikmisi), apalagi S2. Masalah yang muncul setelah itu pastinya TOEFL. Skor TOEFL
yang rendah bahkan memalukan itu perlu upgrade tingkat dewa.
Aku pernah baca sebuah buku (lupa judul dan penulisnya), katanya otak kita akan
berpikir jernih dan mengeluarkan ide-ide cemerlang ketika berada dalam kondisi
rileks. Dari sinilah aku putuskan untuk refreshing. Refresing ke luar Lampung dan
backpacker menjadi pilihan utama. Lagipula backpacker memang menjadi salah satu
hal yang ingin aku dicoba sebelum resmi keluar dari Universitas Lampung. Aku harap
aku menemukan sesuatu yang bisa menuntunku pada keputusan yang benar dan bijak
antara kerja dan lanjut S2.
Yogyakarta menjadi daerah tujuan karena menurut informasi dari beberapa blog,
Yogyakarta itu surganya backpacker dan tempat yang cocok untuk backpacker
pemula. Awalnya rencana backpacker ini akan dijalani 3 orang, tetapi karena satu orang
sudah menjadi karyawan salah satu perusahaan Kopi liburan pun sulit
didapatkan. Meskipun kini hanya berdua, backpacker harus tetap dilaksanakan, besar
harapanku untuk itu. Setelah melalui pemikiran panjang akhirnya keberangkatan
diputuskan tanggal 06 November 2015. Perjalanan akan dilakukan dengan
mengeteng. Hal ini mengingat kemampuan finansial kami yang masih rendah. Budget
kami untuk perjalanan seminggu ke Yogya adalah Rp 700.000, terbilang sangat nekat.
Tiket kereta api Pasar Senen-Lempuyangan kami pesan secara online untuk tanggal 07
November 2015. Karena ini pertama kalinya aku memesan tiket kereta api online, aku
tidak tahu kalau pembayaran harus dilakukan hari itu juga. Malas ke ATM hari itu
membuat kami kehiilangan reservasi tiket dan harus reservasi ulang. Sayangnya tiket
tanggal 07 November 2015 untuk tiket termurah sudah habis. Tiket kereta api termurah
(Kereta Progo Rp 75.000) yang bisa dibooking tersedia di hari senin 09 November
2015. Sudah diputuskan, kami berangkat minggu 08 November 2015 pukul 21.00 WIB
dari terminal Rajabasa menuju pelabuhan Bakauheni dengan bus AC (Rp 30.000).
Pukul 23.58 WIB kami sampai di pelabuhan Bakauheni. Agak surprise bagiku ketika
sampai di loket tiket pelabuhan Bakauheni. Jauh berbeda dengan saat terakhir kali aku
ke sini. Tempat pembelian tiket kini terasa lebih modern. Sayang sistem electronic
card belum berfungsi sebagaimana mestinya. Tiket berupa electronic card (Rp 14.500)
yang seharusnya ditap di mesin masuk hanya diberikan kepada petugas yang
menunggu di sana.

Hanya 30 menit dari kami masuk kapal, kapal pun berangkat. Kapal kami berlabuh di
pelabuhan Merak pukul 03.20 WIB. Kami istirahat sejenak sambil menunggu waktu
sholat. Teras masjid sudah seperti tempat tidur umum, banyak orang terbaring nyenyak
di sana. Menjelang adzan Subuh, aktivitas di pelabuhan semakin ramai. Pedagang
mulai menjajakan makanan.

Usai sholat Subuh, kami bergegas mencari stasiun Merak berbekal informasi beberapa
orang yang kami temui di Mushola. Yang aku tahu kereta api berangkat pukul 05.30
atau 06.00 WIB. Setiap menemukan jalan bercabang, kami selalu bertanya. Dalam
kondisi seperti ini, Jangan Malu Bertanya! Malu bertanya, sesat di jalan. Tentu kami
tidak mau tertinggal kereta hanya karena tersesat di pelabuhan. Untungnya kereta
Patas Merak yang kami incar belum berangkat, loket tiketnya belum buka bahkan -_-

Kereta Patas Merak berangkat pukul 05.58 WIB, sangat tepat waktu. Dengan harga tiket
Rp 8.000, aku rasa kereta ini cukup nyaman, kereta ekonomi dengan AC. Kereta ini
berhenti hampir di setiap stasiun yang dilewati. Setiap berhenti di sebuah stasiun,
kereta ini menambahkan cukup banyak penumpang hingga dalam kereta penuh
sesak. Lama kelamaan AC kereta tidak lagi terasa. Kami bertemu orang unik di kereta

ini. Pertama, orang yang juga satu kapal dengan kami, 2 orang laki-laki yang sangat
ramah. Banyak bantuan yang mereka tawarkan tapi kami sepintar mungkin menolak
dengan halus. Harus waspada tingkat dewa, pikirku. Bukan bermaksud curiga, tapi
kami 2 perempuan yang melakukan perjalanan mandiri tentu akan berisiko terlalu
percaya dengan orang asing. Tapi sampai akhir perpisahan kami dengan mereka,
mereka tidak melakukan hal-hal aneh. Mereka benar orang baik sepertinya. Kedua,
perempuan tomboy yang duduk di samping kiri ku saat di kereta. Setiap kali bertanya
dengannya, dia akan menjawab dengan volume speaker tingkat tinggi. Aku rasa satu
kereta dengar apa yang ia katakan. Tapi bodohnya, aku tidak mengerti apa yang dia
katakan. Aku putuskan untuk meminimalisir pembicaraan dengannya. Ketiga,
perempuan yang duduk di samping kanan ku. Perempuan yang usia terpaut jauh
denganku ini (tapi masih tergolong muda) masuk dari stasiun yang aku lupa apa
namanya. Ia berasal dari Gedung Tataan, Lampung juga, jadi nyambung deh
ngobrolnya. Ia lulusan Sastra Inggris, Teknokrat dan kini bekerja sebagai wartawan di
Bali Post Agak surprise ketika berbicara dengannya, ia tiba-tiba membicarakan tentang
teman satu kosannya yang sangat senang dapat meraih beasiswa BPI dari LPDP dan
kegalauannya yang menyesal kenapa dulu tidak terpikir untuk S2. Sedangkan kini untuk
S2 pertimbangannya semakin banyak. Dari caranya bicara, sangat terlihat ia sedang
bimbang. Pesan yang tersirat dari dirinya menurut pendapat pribadiku adalah jika ingin
S2 sekarang, S2 lah. Percakapan kami berakhir saat kereta sudah penuh sesak,
hawanya sudah tidak nyaman lagi untuk mengobrol. Perempuan itu turun di stasiun
yang sama dengan kami, stasiun Palmerah, Jakarta. Kami berpisah dengannya di sana
tanpa sempat saling bertanya nama. Waktu masih menunjukkan pukul 10.35
WIB. Kereta yang kami pesan menuju Yogyakarta berangkat pukul 22.30 WIB dari
stasiun Pasar Senen. Masih ada banyak waktu untuk keliling Jakarta.
Monas menjadi tujuan tempat singgah kami karena lokasinya yang dekat dengan
stasiun. Untuk menuju stasiun Juanda tempat Monas berada kami harus
naik Commuter Line tujuan Tanah Abang lalu lanjut ke stasiun Manggarai dan berhenti
di stasiun Juanda. Ide bulus nan kotor pun muncul dari otak kami. Apa jadinya kalau
kami ke Juanda tanpa membeli tiket. Ide kotor ini seakan diamini. Tidak lama setelah
kami diskusi, Commuter Line tujuan Tanah Abang memasuki stasiun Palmerah. Kami
langsung saja masuk. Sebenarnya di otakku sudah terlintas ratusan masalah yang akan
kami dapati dengan tindakan konyol itu. Mulai dari diturunkan di tengah jalan, tidak bisa
keluar stasiun karena tidak punya e-ticket, sampai denda berkali kali lipat dari harga tiket
karena mencoba berbuat curang. Tapi temanku punya ribuan solusi atas kekhawatiran
itu. Memang tidak tahan berbuat jahat, kami pun melaporkan diri sendiri ke petugas di
stasiun Manggarai. Dengan muka memelas, sok polos, dan berbagai alasan untuk
berkilah tetapi petugas muda itu tetap tidak mau tahu. Ia memberi kami dua pilihan,
kembali ke stasiun Palmerah dan beli e-ticket menuju stasiun Juanda atau denda Rp
50.000 lalu melanjutkan perjalanan ke Stasiun Juanda. Panas dan lelah rasanya, kami
memilih kembali ke stasiun Palmerah. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 14.35

WIB. Belum makan siang dan tidak minum dari pagi tadi, kini aku menyerah. Tidak ada
lagi jalan-jalan ke Monas. Setelah makan dan sholat Ashar, kami langsung ke stasiun
Pasar Senen menunggu kereta ke Lempuyangan.

Penantian Commuter Line yang cukup lama membuat kami sampai di stasiun Pasar
Senen saat adzan Isya. Menikmati mie instan di tengah keramaian Pasar Senen
memberi sensasi tersendiri. Sambil menunggu inilah kami mulai menghubungi temanteman yang ada atau punya kenalan di Yogya. Walaupun tidak mendapatkan

penginapan gratis, dibantu cari penginapan murah saja sudah sangat terima
kasih. Meskipun sudah ada 20 list penginapan yang aku catat dari internet, tetap saja
rekomendasi teman akan jadi prioritas nomor satu.
Pukul 21.30 WIB loket dibuka, antrian sudah mengular sangat panjang. Melihatnya saja
aku lelah. Hal ini membuat kami mengurungkan niat ikut mengantri walau KTP dan
bukti pembayaran sudah kami cetak. Pukul 22.00 WIB antrian mulai berkurang, barulah
kami ikut mengantri. Awalnya aku agak heran, aku perhatikan seluruh orang yang
mengantri bersama kami membawa tiket yang sudah dicetak bukan print out bukti
pembayaran seperti kami. Temanku meyakinkan bahwa ia biasa pesan online tiket
pesawat dan hanya menunjukkan softcopy saja bisa apalagi kami yang saat ini sudah
membawa print out. Aku pun mengiyakan dan mengabaikan kekhawatiranku tadi. Saat
kami sampai pada petugas tiket, petugas memarahi kami karena belum mencetak
tiket. Kami berdua hanya bengong karena bingung. Akhirnya sang Petugas
menjelaskan bahwa tiket harus dicetak di mesin CTM (Cetak Tiket Mandiri). Masih ada
waktu 15 menit sebelum kereta berangkat dan kami keliling stasiun, tanya orang sana
sini untuk mencari lokasi CTM. Ternyata CTM berada di sebelah selatan, samping
mesin ATM. Jika saja tidak panik, pasti mudah menemukan lokasinya karena
sebenarnya ada petunjuk jalan di sana. Kami sadari itu setelah selesai mencetak
tiket. Tidak perlu waktu lama untuk cetak tiket, tinggal masukkan kode booking, lalu
enter dan tiket pun tercetak. Kami lari menuju antrian tadi. Hanya tinggal beberapa butir
orang yang mengantri. Akhirnya kami masuk kereta api hanya kurang dari 5 menit
sebelum kereta berangkat. Sesuai yang tertera di tiket, kereta berangkat pukul 22.30
WIB. Terima kasih masih diberi kesempatan untuk ke Yogyakarta. Jika saja benar kami
ketinggalan kereta, tidak terbayang rasanya kehilangan uang Rp 75.000 padahal
menunggunya sudah seharian full melelahkan.
Bersambung ke Part 2

Diposkan 21st March oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: Lampung-Yogyakarta Part 1

Lihat komentar

6.
FEB

13

MENINGKATKAN KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI


TANAMAN SAWI DENGAN BUDIDAYA TEKNOLOGI
AEROPONIK

MENINGKATKAN KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI TANAMAN SAWI


DENGAN BUDIDAYA TEKNOLOGI AEROPONIK
(Makalah Mata Kuliah Budidaya Nir Tanah)

Oleh
Kelompok 10
Akbar Fadhilah
Habiba Nurul Istiqomah
Lita Andryyani
Malida Rahmawati
Oktaviolentina

1114121015
1114121095
1114121121
1114121125
1114121149

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan
tanah sebagai media tumbuhnya. Tanaman dapat ditanam dalam pot atau wadah lainnya
dengan menggunakan air dan atau bahan - bahan porous lainnya, seperti kerikil, pecahan
genting, pasir, pecahan batu ambang, dan lain sebagainya sebagai media tanamnya. Zat
makanan atau unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman disuplai
langsung ke dalam air yang digunakan berupa larutan campuran pupuk. Campuran pupuk ini
dapat diperoleh dari hasil ramuan sendiri garam-garam mineral dengan formulasi yang telah
ditentukan atau menggunakan pupuk buatan yang sudah siap pakai.

Bertanam secara hidroponik telah dimulai ribuan tahun yang lalu. Menurut cerita, ada taman
gantung di Babilon dan taman terapung di Cina yang bisa disebut sebagai contoh Hidroponik.
Lebih lanjut diceritakanpula, di Mesir, India dan Cina, manusia purba sudah kerap
menggunakan larutan pupuk organik untuk memupuk semangka, mentimun dan sayuran
lainnya dalam bedengan pasir di tepi sungai. Cara bertanam seperti ini kemudian
disebut river bed cuultivation. Ketika ahli patologis tanaman menggunakan nutrien khusus

untuk media tanam muncullah istilah nutri culture. Setelah itu, bermunculan istilah water
culture, solution culture dan gravel bed culture untuk menyebutkan hasil percobaan mereka
yang menanam sesuatu tanpa menggunakan tanah sebagai medianya. Terakhir pada tahun
1936 istilah hidroponik lahir, istilah ini diberikan untuk hasil dari Dr. WF. Gericke, seorang
agronomis dari Universitas California, USA, berupa tanaman tomat setinggi 3 meter yang
penuh buah dan ditanam dalam bak berisi mineral hasil uji cobanya. Sejak itu, hidroponik
yang berarti hydros adalah air dan ponics untuk menyebut pengerjaan atau bercocok tanam,
dinobatkan untuk menyebut segala aktivitas bercocok tanam tanpa menggunakan tanah
sebagai tempat tumbuhnya. Gericke ini menjadi sensasi saat itu, foto dan riwayat kerjanya
menjadi headline surat kabar, bahkan ia sempat dinobatkan menjadi orang berjasa abad 20.
Sejak itu, hidroponik tidak lagi sebatas skala laboratorium, tetapi dengan teknik yang
sederhana dapat diterapkan oleh siapa saja termasuk ibu rumah tangga. Jepang yang kalah
dari sekutu dan tanahnya tandus akibat bom atom, pada tahun 1950 secara gencar
menerapkan hidroponik. Kemudian negara lain seperti irak, Bahrain dan negara-negara
penghasil minyak yang tanahnya berupa gurun pasir dan tandus pun ikut menerapkan
hidroponik (Lingga, 2004).

Aeroponik merupakan salah satu cara budidaya tanaman hidroponik. Menurut Leo (2009),
cara ini belum sefamiliar cara-cara hidroponik lainnya (seperti cara tetes dan Nutrient Film
Technique). Kalau dilihat dari kata-kata penyusunnya, yaitu terdiri
dari Aero dan Phonic. Aero berarti udara, phonic artinya cara budidaya, arti secara harafiah
cara bercocok tanam di udara, atau bercocok tanam dengan sistem pengkabutan, dimana akar
tanamannya menggantung di udara tanpa media (misalkan tanah), dan kebutuhan nutrisinya
dipenuhi dengan cara spraying ke akarnya.

Teknik hidroponik banyak dilakukan dalam skala kecil sebagai hobi di kalangan masyarakat
Indonesia. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha komersial
harus diperhatikan, karena tidak semua hasil pertanian bernilai ekonomis. Jenis tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi untuk dibudidayakan di hidroponik yaitu, paprika, tomat,

timun jepang, melon, selada dan sawi. Salah satu jenis sayur yang mudah dibudidayakan
adalah tanaman sawi. Sayuran berdaun hijau ini termasuk tanaman yang tahan terhadap air
hujan, dan dapat dipanen sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim. Masa panenpun
juga terbilang cukup pendek, setelah 40 hari ditanam sawi sudah dapat dipanen.isamping
kemudahan dalam proses budidaya, sayur sawi juga banyak dijadikan sebagai peluang bisnis
karena peminatnya yang cukup banyak. Permintaan pasarnya juga cukup stabil, sehingga
resiko kerugian petani sangat kecil.

Penambahan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan peningkatan luasan lahan
pertanian menuntut adanya solusi khusus untuk peningkatan produksi pertanian dengan lahan
sempit, termasuk produksi sawi. Selain itu, kini konsumen semakin cerdas dalam pemilihan
sayuran sawi untuk konsumsi. Terdapat 3 aspek yang harus dipenuhi petani untuk dapat
memenuhi permintaan konsumen, yaitu kualitas, kontinuitas dan produktifitas (Leo,
2009). Penanaman dengan budidaya hidroponik adalah salah satu solusinya. Hidroponik
lebih unggul dibanding budidaya konvensional karena hanya membutuhkan luasan lahan
yang sempit, tidak membutuhkan rotasi tanaman, tanaman dapat ditanam sepanjang tahun,
dapat mengaktualisasi potensi genetik tanaman, dan hemat tenaga kerja.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.


1.

Mengetahui jenis-jenis hidroponik.

2.

Mengetahui teknik budidaya sawi dengan budidaya aeroponik.

3.

Mengetahui perbandingan antara teknik budidaya aeroponik dan konvensional tanaman sawi.

'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

II. BUDIDAYA TEKNOLOGI HIDROPONIK

2.1 Macam Hidroponik dan Sistem Pemberian Hara

Secara umum hidroponik diartikan sebagai teknik budidaya yang tidak menggunakan tanah
sebagai media tanamnya. Secara khusus, hidroponik merupakan teknik budidaya
menggunakan air sebagai media tanamnya. Beberapa teknik hidroponik, yaitu hidroponik
substrat, rakit apung, NFT, ebb and flow, dan aeroponik. Penjelasan mengenai masingmasing sistem diuraikan di bawah ini.
2.1.1

Sistem Hidroponik Substrat

Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman
tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan
tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup.
Teknik yang digunakan dalam budidaya hidroponik substrat antara lain :
1. Memilih substrat yang sesuai dengan tanaman yang akan dibudidayakan. Misalnya: arang
sekam, pasir, pecahan batu bata
2. Bila menggunakan lebih dari satu macam substrat, maka harus dilakukan perbandingan yang
sesuai. Misalnya sustrat pasir dan arang sekam dengan perbandingan 1:1
3. Memasukkan substrat pada pot/polybag
4. Menanam bibit tanaman yang disediakan pada pot/polybag
5. Merendam pot/polybag tersebut dalam wadah yang berisi nutrisi sedalam 5 cm
Sistem hidroponik substrat ini memiliki keunggulan dan kelemahan dibanding system
lainnya. Keunggulannya yaitu tanaman dapat berdiri lebih tegak, kebutuhan nutrisi mudah
untuk dipantau, dan biaya operasional tidak terlalu besar. Sedangkan kekurangan sistem ini

antara lain populasi tanaman tidak terlalu banyak, terlalu banyak menggunakan wadah, dan
mudah ditumbuhi lumut.

Gambar 1. Contoh penanaman sawi dengan sistem hidroponik subtrat

2.1.2

Rakit Apung (FHS)

Rakit apung atau Floating Hydroponic System (FHS) adalah salah satu sistem budidaya
secara hidroponik tanaman (sayuran, terutama) dengan cara menanam tanaman pada lubang
styrofoam yang mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau
kolam sehingga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi. Pada sistem ini larutan tidak
disirkulasikan, namun dibiarkan tergenang dan ditempatkan dalam suatu wadah tertentu
untuk menampung larutan tersebut, sehingga sangat cocok digunakan di daerah yang belum
dialiri listrik.
Budidaya tanaman dengan sistem ini dilakukan dengan menyiapkan bibit tanaman berumur
sekitar 2 minggu kemudian melubangi sterofoam sesuai jarak tanam. Tanaman yang sudah
siap ditanam pada lubang sterofoam dengan dibalut spon terlebih dahulu agar tidak lepas dari
lubang. Sterofoam tersebut diletakkan pada bak apung yang telah diberi larutan nutrisi

Bak apung dapat berbentuk permanen atau plastik. Lebar dan panjang sterofoam disesuaikan
dengan bak sampai seluruh permukaan nutrisi sebisa mungkin tertutup oleh sterofoam. Hal
ini untuk menanggulangi tumbuhnya lumut di dalam nutrisi tersebut. Jarak tanam juga
disesuaikan dengan lebar dan panjang sterofoam dan populasi tanaman yang diinginkan.

Keunggulan dari budidaya hidroponik rakit apung yaitu dapat memanfaatkan lahan sempit,
merupakan sistem hidroponik yang paling mudah dan sederhana, tidak memerlukan keahlian

mendalam, dan lebih hemat listrik. Sedangkan kekurangan budidaya dengan sistem ini adalah
memungkinkan tanaman kekurangan oksigen, cepat terjadi peningkatan suhu, memerlukan
pemantauan pH dan kepekatan lebih rutin, dan pertumbuhan akar sering terganggu.

Gambar 2. Ilustrasi sederhana penanaman dengan Floating Hydroponic System

2.1.3 NFT (Nutrient Film Technique)

Hidroponik sistem NFT merupakan salah satu sistem hidroponik dengan mempergunakan air
sebagai medianya, yaitu air yang sudah mengandung larutan nutrien atau pupuk dialirkan
selama 24 jam atau dengan menentukan jangka waktu tertentu. Akar tanaman terendam
sebagian dalam air tersebut sedalam lebih kurang 3 mm (mirip film). Dengan teknik ini reaksi
tanaman terhadap perubahan formula pupuk dapat segera terlihat. Air yang mengandung
pupuk dialirkan dengan bantuan pompa listrik, jadi listrik harus tersuplai selama 24 jam.

Sistem ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut.


1. Menyiapkan bibit tanaman berumur sekitar 2 minggu
2. Menyiapkan rangkaian alat NFT
3. Memberi substrat (kerikil, pecahan batu bata, kertas) di dalam talang
4. Menyalakan pompa air pemompa larutan nutrisi
4. Melubangi sterofoam sesuai jarak tanam
5. Menempatkan tanaman pada lubang sterofoam dengan dibalut spon terlebih
dahulu agar tidak lepas dari lubang
6. Meletakkan sterofoam pada talang rangakaian NFT tersebut

Pembuatan skema NFT membutuhkan peralatan yang terdiri dari pipa pralon, besi
penyangga, pompa air, dan talang. Besi penyangga dibentuk seperti rak dengan kemiringan

5%. Kemudian talang ditempatkan pada besi penyangga tersebut. Pada ujung talang yang
berada di bawah diberi lubang keluarnya nutrisi. Pralon disambungakan dengan pompa
hingga ujung talang yang berada di atas. Pipa pralon yang di atas berfungsi sebagai pemasok
nutrisi sehingga dibuat horisontal yang berlubang-lubang seperti air mancur, satu talang
terdapat satu pancuran nutrisi. Pompa berada pada bak penampung keluarnya nutrisi dari
talang.

Keunggulan dari budidaya NFT yaitu pertumbuhan tanaman lebih baik, karena terdapat
sirkulasi yang baik pada bagian akar dan penggunaan nutrisi lebih efisien. Kekurangan
sistem ini yaitu tidak cocok digunakan pada daerah yang belum dialiri listrik, memerlukan
tenaga ahli, memerlukan kecermatan dan pemantauan aliran nutrisi, butuh supplai listrik terus
menerus, bila terjadi infeksi penyakit terhadap satu tanaman, maka seluruh tanaman akan
tertular dalam waktu singkat, dan butuh investasi awal besar.

Gambar 3. Ilustrasi penanaman dengan sistem NFT

2.1.4 Ebb and flow (Sistem Pasang Surut)

Edd and flow atau sistem hidroponik pasang surut merupakan salah satu sistem budidaya
tanaman secara hidroponik yang dalam pemberian nutrisinya secara pasang surut. Dalam
rangkaian sistem ini dilengkapi denga timer (penghitung waktu) pemberian nutrisi. Sehingga
adakalanya tanaman terendam nutrisi dan adakalanya nutrisi tersebut surut kembali.

Penanaman dengan sistem ini dilakukan dengan menanam tanaman di dalam pot dan
diletakkan dalam suatu bak. Bak digenangi dan dikeringkan dengan larutan nutrisi secara
bergantian sehingga komposisi larutan nutrisi dan oksigen seimbang. Cara penggenangan
dan pengeringan dapat dilakukan secara manual, otomatis dengan pengatur waktu (timer),
dan otomatis maupun sensor kadar lengas.

Keunggulan dari budidaya ebb and flow yaitu lebih hemat nutrisi dan dapat digunakan
sebagai penghias ruangan. Kelemahan dari budidaya ebb and flow yaitu rangkaiannya rumit,
membutuhkan tenaga ahli untuk menanganinya, dan membutuhkan kecermatan lebih tinggi
dalam pemeliharaan.
2.1.5 Aeroponik

Aeroponik merupakan cara bercocok tanam dimana akar tanaman tergantung di udara dan
disemprot dengan larutan nutrisi secara terus menerus. Prinsip dari aeroponik adalah
mulanya helaian Styrofoam diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. dengan
menggunakan ganjal busa atau rockwool, anak semai sayuran ditancapkan pada lubang tanam
tersebut. Akar tanaman akan menjuntai bebas ke bawah. Di bawah helaian Styrofoam,
terdapat sprinkler (pengabut) yang memancarkan kabut larutan hara ke atas hingga mengenai
akar.

Salah satu kunci keunggulan budidaya aeroponik ialah oksigenasi dari tiap butiran kabut
halus larutan hara yang sampai ke akar. Selama perjalanan dari lubang sprinkler hingga
sampai ke akar, butiran akan menambat oksigen dari udara hingga kadar oksigen terlarut
dalam butiran meningkat. Dengan demikian proses respirasi pada akar dapat berlangsung
lancar dan menghasilkan banyak energi. Selain itu dengan pengelolaan yang terampil,
produksi dengan sistem aeroponik dapat memenuhi kualitas, kuantitas dan kontinuitas.

2.2 Formula Larutan Hidroponik

Formula larutan yang biasa digunakan dalam budidaya hidroponik adalah formula larutan AB
mix. Larutan ini dapat dibedakan untuk masa vegetatif dan generatif tanaman. Berikut ini
merupakan formula untuk masa vegetatif dan generatif tanaman menurut BP3K Bansari
(2010).

Tabel 1. Formula larutan pekat A dan B pada masa vegetatif tanaman untuk 5 liter larutan

Larutan Pekat A
Senyawa
Bobot (g)
CaNO3
660
KNO3
625
Librel RMX micro
40
nutriens

Larutan Pekat B
Senyawa
Bobot (g)
KPO4
270
NO3SO4
90
K2SO4
35
MgSO4

630

Tabel 2. Formula larutan pekat A dan B pada masa generatif tanaman untuk 5 liter larutan

Larutan Pekat A
Senyawa
Bobot (g)
CaNO3
880
KNO3
470
Librel RMX micro
40
nutriens

Larutan Pekat B
Senyawa
Bobot (g)
KPO4
450
NO3SO4
20
K2SO4
150
MgSO4

850

Setelah larutan A dan B dicampur, sebaiknya dilakukan pengukuran pH dengan kisaran 5,56,5 (optimal 6,0). Penurunan pH dapat dilakukan dengan menambahkan asam kuat (HNO3,
H2SO4, HPO4) sedangkan untuk menaikkan pH dapat dilakukan dengan penambahan alkali
kuat (KOH).

2.3 Permasalahan dalam Budidaya Hidroponik

Kendala dalam budidaya hidroponik pada umumnya dijumpai pada awal mulai budidaya
yang meliputi masalah investasi dan biaya produksi tinggi. Masalah ini dapat diatasi dengan
pembuatan proposal peminjaman dana usaha ke bank ataupun instansi lain yang biasa
memberi dana talangan. Permasalahan lain yang biasa dijumpai adalah permasalah teknik

lapangan, seperti keterampilan, keahlian khusus dan disiplin dari pembudidaya. Hal ini
menentukan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Dengan pelatihan dan budidaya
terus menerus, keterampilan, keahlian, dan disiplin dapat ditingkatkan.

'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

III. BUDIDAYA TANAMAN SAWI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

3.1 Botani Singkat Sawi


Sawi bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Tiongkok baru kemudian
menyebar ke daerah Asia lainnya. Sawi dikembangkan di Indonesia karena sawi mempunyai
kecocokan iklim, cuaca maupun tanah. Berikut ini merupakan klasifikasi tanaman sawi.
Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Sub-kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Papavorales

Famili

: Brassicaceae

Genus

: Brassica

Spesies

: Brassica juncea L.

Sawi termasuk sayuran yang memiliki perakaran tunggang (radix primaria), cabang akarnya
berbentuk silindris, dan menyebar ke segala arah dengan kedalaman 30-50 cm. Akar
berfungsi untuk menyerap hara dan air dari dalam tanah dan menguatkan berdirinya batang
tanaman. Sawi memiliki daun berbentuk lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak
berkrop. Pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop. Sawi
umumnya berbunga dan berbiji secara alami di dataran tinggi maupun rendah. Bunga sawi
tersusun dalam inflorescentia (tangkai bunga) yang tumbuh memanjang dan bercabang

banyak. Tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota
bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga
dua (Manik, 2011).
3.2 Nilai Ekonomi
Sawi merupakan sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi setelah kubis-krop, kubisbunga, dan brocolli. Harga sawi di pasaran mencapai Rp 4.000/kg. Harga sayuran ini bahkan
dapat meningkat 2 kali lipat menjadi Rp 8.000/kg.
3.3 Nilai Gizi
Tanaman sawi sangat baik untuk kesehatan tubuh. Berikut ini merupakan kandungan gizi
setiap 100 g sawi segar.
Tabel 3. Kandungan gizi setiap 100 g sawi

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Komposisi
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin B3
Vitamin C

Jumlah
22,00 K
2,30 g
0,30 g
4,00 g
1,20 g
220,50 mg
38,40 mg
2,90 mg
969,00 SI
0,09 mg
0,10 mg
0,70 mg
102,00 mg

Sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita
batuk. Penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta
memperbaiki dan memperlancar pencernaan (Manik, 2011).

3.4 Syarat Tumbuh

Sawi dapat tumbuh baik di hampir semua jenis tanah yaitu tanah-tanah mineral yang
bertekstur ringan sampai liat berat maupun tanah organik seperti tanah gambut. Untuk dapat
tumbuh dengan optimal, sawi membutuhkan tanah dengan pH 6-6,5 dan temperatur
lingkungan 15-20oC dengan penyinaran 10-13 jam per hari. Suhu udara yang tinggi lebih
dari 21oC dapat menyebabkan sawi hijau tidak dapat tumbuh dengan baik (tumbuh tidak
sempurna). Suhu udara yang tinggi lebih dari batasan maksimal yang dikehendaki tanaman
dapat menyebabkan proses fotosintasis tanaman tidak berjalan sempurna atau bahkan terhenti
sehingga produksi pati (karbohidrat) juga terhenti, sedangkan proses pernapasan (respirasi)
meningkat lebih besar. Akibatnya produksi pati hasil fotosintsis lebih banyak digunakan
untuk energi pernapasan dari pada untuk pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak
mampu untuk tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian pada suhu udara yang tinggi sawi
hijau pertumbuhannya tidak subur, tanaman kurus, dan produksinya rendah, serta kualitas
daun juga rendah.

Tanaman sawi dapat tumbuh di lahan dengan ketinggian 100 - 1.000 m dpl. Lokasi
penanamannya harus terbuka dan drainase air lancar. Sawi termasuk tanaman yang tahan
dengan curah hujan tinggi, yaitu 1000-1500 mm/tahun. Oleh karena itu, penanaman sawi
pada curah hujan tinggi dapat memberi efek yang baik bagi pertanaman sawi. Tetapi tanaman
sawi tidak tahan terhadap penggenangan.

Tanaman sawi optimal tumbuh pada kelembaban 80%-90%. Kelembapan yang tinggi tidak
sesuai dengan yang dikehendaki tanaman karena akan menyebabkan mulut daun (stomata)
tertutup sehingga penyerapan gas karbondioksida (CO2) terganggu. Dengan demikian kadar
gas CO2 tidak dapat masuk ke dalam daun, sehingga kadar gas CO2 yang diperlukan tanaman
untuk fotosintesis tidak memadai. Akhirnya proses fotosintsis tidak berjalan dengan baik
sehingga semua proses pertumbuhan pada tanaman menurun (Manik, 2011).
3.5 Teknik Budidaya Konvensional

Mayoritas petani Indonesia masih menggunakan teknik budidaya konvensional sebagai cara
untuk pembudidayaan sawi. Berikut ini merupakan tahapan budidaya sawi secara
konvensional menurut Rieuwpassa (2013).
3.5.1 Pemilihan Benih
Benih yang baik adalah benih yang memiliki daya tumbuh lebih dari 95%, vigor murni,
bersih, dan sehat. Kebutuhan benih sawi adalah 450-600 g/ha.
3.5.2 Pembibitan
Sawi termasuk jenis tanaman yang membutuhkan pembibitan terlebih dahulu karena sawi
muda sangat rapuh terhadap cekaman lingkungan. Pembibitan dapat dilakukan dalam
bedengan kecil berukuran 0,5 x 1 m2 (sesuaikan dengan luas lahan yang akan ditanam) atau
dalam wadah plastik. Media tanam untuk pembibitan merupakan tanah yang telah dicampur
dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pembibitan ini dipilih pada lokasi yang
teduh atau ternaung.
Sebelum disemai, benih sawi direndam air terlebih dahulu selama 2 jam. Perendaman ini
bertujuan untuk seleksi benih bernas dan benih hampa. Benih bernas akan tenggelam jika
direndam dalam air. Benih inilah yang akan digunakan untuk pembibitan. Benih disebar
secara merata di atas bedeng persemaian ataupun wadah plastik. Setelah itu, benih disiram
sampai basah dan ditutup dengan daun pisang atau karung goni selama 2-3 hari. Bibit yang
siap dipindah tanam adalah bibit yang telah berumur 2-3 minggu setelah semai.
3.5.3 Pengolahan Tanah
Lahan yang akan digunakan dicangkul sedalam 20-30 cm hingga gembur. Setelah itu dibuat
guludan dengan tingi 20-30 cm, lebar 1 m, dan panjang disesuaikan dengan bentuk atau
ukuran lahan. Jarak antarbedengan sekitar 40 cm atau disesuaikan dengan keadaan
tanah. Setelah tanah rata, permukaan bedengan diberi pupuk kandang yang sudah matang
dengan dosis 100 kg/100 m2. Semprot larutan pupuk cair 10 ml/ liter air pada permukaan
bedengan, kemudian permukaan bedengan ditutup dengan tanah. Setelah 3 hari, bedengan
siap untuk ditanami.
3.5.4 Penanaman

Bedeng-bedeng yang telah siap tanam dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 15 x 20
cm. Tiap lubang tanam diberi 1-2 anakan. Kemudian bedengan yang sudah ditanami,
disiram hingga basah.
3.5.5 Perawatan
Perawatan tanaman sawi dilakukan dengan melakukan penyiraman rutin setiap hari pada pagi
dan sore atau disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Penyiangan gulma perlu dilakukan
untuk mencegah kompetisi gulma dan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
dilakukan jika serangan hama maupun patogen sudah mencapai ambang
ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanik, hayati, maupun dengan pestisida
kimia dan nabati.
3.5.6 Pemanenan
Tanaman sawi siap dipanen setelah berumur 30-35 hari. Sawi siap panen ditandai dengan
ukuran daunnya yang sudah mencapai maksimal. Pemanenan dilakukan dengan mencabut
atau memotong bagian pangkal batang. Biasanya sawi disortasi dengan cara mencabuti
bagian daun yang rusak. Kemudian caisim diikat bagian akarnya, dan digabungkan dengan
yang lain lalu diikat dengan tali bambu. Sawi yang baru dipanen sebaiknya segera diletakkan
di tempat teduh agar tidak cepat layu. Kesegaran sawi dapat dipertahankan dengan
memerciki sawi dengan air. Panen yang terlambat menyebabkan sawi cepat berbunga.
3.6 Permasalahan Lapang
Permasalahan lapang yang sering dihadapi dalam budidaya sawi secara konvensional antara
lain:
1.

Tanaman yang ditanam secara konvensional memiliki sedikit kemungkinan dapat


mengaktualisasi potensi genetiknya menghasilkan produksi mendekati maksimal. Hal ini
karena lingkungan tumbuh tanaman di lapangan sering kali tidak berada dalam kondisi
optimum.

2.

Tidak dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Tanaman sawi tumbuh baik pada kondisi
curah hujan cukup banyak karena tanaman sayuran menyukai air yang banyak. Pada kondisi
kemarau, ketersediaan air terbatas sehingga tanaman tidak tumbuh maksimal.

3.

Serangan hama dan penyakit tanaman. Crocidolomia binotalis Zell., Plutella


maculipennis, Thepa javanica,Agrotis ipsilon, dan Agriolimax sp. menjadi hama utama pada
tanaman sawi sedangkan penyakit yang biasa menyerang sawi adalah puru akar
(Plasmodiophora barassicae), bercak daun alternaria, busuk basah (soft rot), rebah semai
(dumping off), dan embun upas (Haryanto dkk. 2007). Hama dan penyakit ini dapat
menurunkan kualitas produksi sawi hingga 50%.

4.

Pestisida. Pada umumnya penanaman sawi konvensional belum terbebas dari pestisida, baik
insektisida, bakterisida, fungisida, maupun herbisida. Insektisida, bakterisida, dan fungisida
biasanya digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Sedangkan herbisida
digunakan untuk pengendalian gulma. Pestisida dapat menimbulkan residu pada
tanaman. Efek jangka panjang residu pestisida adalah menimbulkan kanker bagi konsumen.

5.

Lahan yang luas. Budidaya sawi konvensional secara besar membutuhkan lahan yang relatif
luas.

6.

Memerlukan banyak tenaga kerja. Budidaya sawi secara konvensional membutuhkan banyak
tenaga kerja untuk pengolahan lahan, penanaman, perawatan, hingga pemanenan. Semakin
luas lahan yang digunakan untuk produksi, semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan.
3.7 Produksi Rata-Rata
Dengan budidaya sawi yang benar, pemenuhan unsur hara yang tepat, dan rendahnya
serangan hama dan penyakit tanaman, produksi sawi secara konvensional dapat mencapai 2025 ton/hektar (Hidajati, 2014).
'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''

IV. BUDIDAYA TANAMAN SAWI DENGAN SISTEM AEROPONIK

4.1 Pengertian Aeroponik

Aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus yang berarti daya. Jadi
aeroponik adalah memberdayakan udara. Aeroponik merupakan salah satu tipe hidroponik
karena air yang berisi larutan hara disemburkan dalam bentuk kabut hingga mengenai akar
tanaman. Salah satu kunci keunggulan aeroponik adalah oksigenasi dari tiap butiran kabut
halus larutan hara sehingga respirasi akar lancar dan menghasilkan banyak energi. Sistem
aeroponik dapat memberikan manfaat bagi petani, khususnya petani yang memiliki lahan
terbatas. Petani dapat menanam tanaman di pekarangan rumahnya karena dengan metode
aeroponik tanaman ditanaman cukup dengan media yang berupa sterofom. Prinsip aeroponik
adalah helaian sterefom diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. Dengan
menggunakan ganjal busa, anak semai sayuran ditancapkan pada lubang tanam tersebut. Akar
tanaman akan menjuntai ke bawah. Di bawah helaian sterofom terdapat sprinkler
(pengkabut) yang memancarkan kabut larutan hara ke atas sehingga mengenai akar (Sutiyoso,
2003).
4.2 Teknik Aeroponik
4.2.1 Persiapan Alat dan Bahan
Pelaksanaan budidaya aeroponik sebaiknya dilakukan di
dalam greenhouse. Greenhouse digunakan untuk melindungi tanaman dari gangguan luar
seperti cahaya matahari, hujan, angin, maupun hama dan penyakit
tanaman. Greenhouse dapat berupa bangunan yang atapnya terbuat dari plastik, net plastik
hitam, dan kasa. Setelah greenhouse tersedia, tahapan selanjutnya adalah menyiapkan sarana
irigasi. Irigasi merupakan hal terpenting dalam teknik budidaya ini karena sumber hara untuk
tanaman akan dialirkan melalui teknis irigasi. Alat yang dibutuhkan untuk irigasi adalah
stryrofoam, tong sebagai wadah nutrisi, tendon larutan, paralon, selang PE, bak tanaman,
pompa air, sprinkler, timer, filter dan generator.
Sebagai tambahan, dapat pula disediakan EC-meter (alat pengukur kepekatan hara larutan),
TDS-meter (pengukur jumlah bobot garam-garam terlarut), pH meter (pengukur derajat
kemasaman larutan), Oksigen-meter (pengukur kadar oksigen), Hygrometer (pengukur
kelembaban), dan Termometer (pengukur temperature ruangan).

4.2.2 Persiapan Tanaman


Persiapan bibit untuk budidaya aeroponik tidak jauh berbeda dengan budidaya
konvensional. Media semai berupa arang sekam, bubuk sabut kelapa, kompos, dan tanah
gembur. Tebal media di nampan semai sekitar 4 cm (diperkirakan cukup sebagai tempat
berkembangnya akar). Benih sawi ditanam dalam barisan dan di atasnya ditutup arang sekam
setebal 0,5 cm. Nampan semai diletakkan di tempat yang teduh dan penyiraman dilakukan
rutin satu kali sehari. Bibit hasil semaian dapat dipindah ke media aeroponik setelah bibit
berumur 10-14 hari. Sebelum dipindah ke media aeroponik, akar sawi dibersihkan dan
dicucui dari arang sekam. Bagian hipokotilnya dibungkus dengan busa atau rockwool. Bibit
sawi yang sudah dicabut, sebaiknya segera dipindahkan agar tanaman tidak mengalami
kekeringan.
4.2.3 Pelaksanaan Sistem Aeroponik
Pelaksanaan mendasar dari sistem aeroponik adalah pemasangan rangkaian yang sedikit
rumit. Prinsip aeroponik secara detail dijelaskan pada uraian berikut ini.
Stryrofoam yang digunakan berwarna putih, panjang 2 m, lebar 1 m dan tebal 3 cm.
Stryrofoam dibor diameter 1,5 cm dengan jarak tanam 15 x 15 cm sehingga populasi yang
diperoleh 44 tanaman/m2 atau 88 tanaman/helai stryrofoam. Bibit yang berumur 12 hari
dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibantu dengan busa ataurockwool. Sekitar 30 cm
di bawah helai stryrofoam dipasang selang PE diameter 19 mm. Tiap 80 cm selang PE
ditancapi sprinkler spray jet warna hijau dengan curah (flowrate) 0,83 l/menit atau setara
dengan 50b/jam dan bertekanan 1,5-2 atmosfir pada lubang sprinkler. Tenaga untuk
mendorong digunakan pompa dengan daya listrik (watt) antara 800-1.600 W dan dengan
debit 200-240 l/m. pompa yang sedemikian kuatnya dapat melayani 100-150 sprinkler atau
setara lahan produksi sekitar 200 m2. Tekanan pompa min 1.5 atm, opt 2 atm (diukur dengan
manometer). Mengatur tekanan pompa perlu memperhitungkanhambatan-hambatan yang ada
dalam penyaluran aliran. Misalnya, pompa berada tepat di permukaan tanah, sedangkan
semua sprinkler berada pada 60 cm di atas permukaan tanah. Tenaga untuk menaikkan 60 cm
keatas merupakan hambatan yang akan mengurangi tekanan dan harus diperhitungkan. Selain
itu, adanya percabangaan T, siku (elbow) pada belokan, dan keran (ballvalve) juga dapat

mengurangi tekanan. Pipa penyalur yang kecil akan menghasilkan gesekan aliran larutan
dengan dinding pipa sehingga lebih baik menggunakan pipa atau selang berukuran agak besar
untuk mengurangi gesekan. Filter digunakan untuk mengurangi kotoran yang dapat
menyumbat lubang sprinkler. Terdapat beberapa macam ukuran filter dari yang kecil, sedang
dan besar. Ukuran tersebut menggambarkan jumlah liter aliran yang dapat dilalui per jam.
Pancaran kekuatan tinggi akan membentuk kabut butiran halus dengan jarak tembak lebih
dari satu meter, dengan turbulensi tinggi dan akan mengambang lama di udara sehingga dapai
mengenai seluruh sistem perakaran (Sutiyoso, 2003).

Gambar 4. Ilustrasi budidaya sawi dengan aeroponik

Gambar 5. Akar tanaman sawi pada bubidaya aeroponik


4.3 Perbandingan Budidaya Aeroponik dengan Konvensional

Budidaya tanaman dengan aeroponik dan konvensiona tidak hanya berbeda dari segi media
tanam. Perbandingan sistem aeroponik dengan konvensional disajikan pada tabel di bawah
ini.

Tabel 4. Perbedaan budidaya tanaman secara aeroponik dan konvensional

ITEM
Kebutuhan lahan
Musim

AEROPONIK
KONVENSIONAL
Luasan yang sempit masih bisa
Harus luas, realatif datar,
digunakan, kontur lahan tidak harus perlu rotasi, produktifitas
datar, produktifitas lahan tinggi
lahan tergantung jenis tanah
Tidak tergantung musim.

Tidak selalu ada sepanjang


tahun
Tidak selalu bersih, belum
Bersih, sehat, renyah, aroma kurang tentu sehat, relatif liat/alot,
aroma kuat
Butuh green house, suplai listrik
Tidak butuh sarana yang
yang relative besar,
mahal
Teknologi menengah-tinggi
Teknologi sederhana
Harus mengerti teknologi, sedikit Tidak perlu mengerti
orang
teknologi, banyak orang
Sedang besar
Kecil sedang
Sedang-panjang (1,5 2
Pendek (1 bulan panen), tanpa
bulan panen), ada waktu
pengolahan lahan, setiap hari tanam- untuk pengolahan lahan, tidak
setiap hari panen
bisa setiap saat tanam dan
panen
Terpenuhi karena kita bisa
Tidak selalu (pemenuhan
mengaturnya dengan ukuran
kebutuhan nutrisi sulit diukur
(formula) yang pasti.
dengan tepat)
Relatif aman, terlindung oleh green Beresiko karena ruang
house
terbuka
Tanaman dapat dipindah-pindah
tanpa tanpa mengganggu
Tanaman tidak bisa dipindahpertumbuhan; contoh: pada saat
pindah, tanaman akan stress.
pompa air mati, tanaman dapat
dipindah ke unit produksi yang lain.
Saat pindah tanam, bibit bisa
langsung tumbuh tanpa aklimatisasi Aklimatisasi lama
lama

Ketersediaan barang Ada sepanjang tahun


Kualitas barang
Sarana & prasarana
Teknologi
Operator
Investasi awal
Waktu

Kepenuhan nutrisi
Hama dan penyakit

Fleksibilitas

Kecepatan adaptasi

Tergantung musim

Dilihat dari banyak faktor di atas, budidaya menggunakan sistem aeroponik mempunyai
peluang besar menghasilkan produksi yang lebih bagus dan lebih banyak daripada dengan
menggunakan sistem konvensional. Penelitian Ulfa (2013), menunjukkan bahwa sistem
budidaya aeroponik dapat meningkatkan produksi hingga 10 kali lipat. Keuntungan yang
diperoleh dari budidaya ini bukan sebatas pada peningkatan kuantitas melainkan juga pada
kualitas produk yang dihasilkan. Kalangan menengah ke atas menjadi konsumen setia pada
setiap produk yang dihasilkan dengan budidaya aeroponik.
Salah satu kunci keunggulan menanam tanaman sawi ataupun tanaman sayur lainnya dengan
menggunakan sistem aeroponik adalah oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan hara
yang sampai ke akar. Selama perjalanan dari lubang sprinkler hingga sampai ke akar, butiran
akan menambat oksigen dari udara hingga kadar oksigen terlarut dalam butiran
meningkat. Dengan demikian proses respirasi pada akar dapat berlangsung lancar dan
menghasilkan banyak energi sehingga pertumbuhan tanaman meningkat. Selain itu, dengan
pengelolaan yang terampil, produksi dengan sistem aeroponik apat memenuhi kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas (Sutiyoso, 2003).

V. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Teknik hidroponik meliputi hidroponik substrat, rakit apung, NFT, ebb and flow, dan
aeroponik.

2. Budidaya sawi dengan aeroponik dilakukan dengan pemberian hara ke tanaman sawi dengan
pengkabutan.
3. Budidaya sawi dengan aeroponik lebih menguntungkan baik dari segi kuantitas maupun
kualitas dibandingkan budidaya konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

BP3K Bansari. 2010. Formula Larutan Hidroponik/Aeroponik A+B. Badan Penelitian Pengembanan
Pendidikan dan Kebudayaan Bansari. Temanggung. Jawa Tengah.
Haryanto, E., T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 2007. Sawi dan Selada. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hidajati, W. 2014. Varietas dan Persemaian Benih Sawi Caisim (Brassica rapa cv. Caisim) dan
Pakcoy (Brassica parachinensis) dengan Teknologi EMP.
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/varietas-dan-persemaian-benih-sawi-caisim-brassicarapa-cv-caisim-dan-pakcoy-brassica-par. Diakses pada 4 November 2014.
Leo. 2009. Aeroponik. http://aeroponik-leo.blogspot.com/. Diakses pada 7 November 2014.
Lingga, P. 2004. Hidroponik: Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Manik, S.H. 2011. Pemanfaatan Pupuk Organik Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Varietas Tosakan dan Dora. (Skripsi). Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Rieuwpassa, A.J. 2013. Teknologi Budidaya Sawi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Maluku.
Sutiyoso, Y. 2003. Aeroponik Sayuran. Budidaya dengan Sistem Pengabutan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Ulfa, F. 2013. Peran Senyawa Bioaktif Tanaman sebagai Zat Pengatur Tumbuh dalam Memacu
Produksi Umbi Mini Kentang (Solanum tuberosum L.) pada Sistem Budidaya Aeroponik.
Program Studi Ilmu Tanaman. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Diposkan 13th February oleh Habiba Nurul Istiqomah
Label: Laporan Budidaya Nir Tanah (Aeroponik)

Lihat komentar

7.
OCT

23

MODERNISASI PETANI PEDESAAN

STUDI KASUS MODERNISASI PETANI PEDESAAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Modernisasi merupakan suatu proses perubahan baik dalam tingkat individu maupun
masyarakat dari keadaan semula ke dalam keadaan baru yang serba rasional, efisien, dan
lebih baik (Arif Budiman, 1991). Dalam prakteknya moderenisasi mempengaruhi
kebudayaan masyarakat. Khususnya masyarakat pertanian yang mayoritas bermukim di
pedesaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Moderinisasi
Modernisasi merupakan suatu proses perubahan baik dalam tingkat individu maupun
masyarakat dari keadaan semula ke dalam keadaan baru yang serba rasional, efisien, dan
lebih baik (Arif Budiman, 1991).

1.
2.
3.
4.
5.

Faktor penting dalam modernisasi adalah sebagai berikut.


Adanya penemuan, perkembangan serta penguasaan di bidang IPTEK.
Perkembangan dibidang politik dan idelogi (demokratisasi).
Kemajuan di bidang perekonomian, dengan penerapan sistem efisiensi dan produktifitas.
Memajukan bidang industri dan pertanian.
Keinginan untuk tercapainya stabilitas nasional, agar hidup tentram,aman dan damai
(Kawaguchi, 2012).
Modernisasi di pedesaan dapat berjalan dengan baik apabila

1. Petani setempat sudah dapat bersikap lebih terbuka dengan menerima pendapat dari pihak
luar.
2. Sudah masuknya teknologi yang dapat menunjang aktivitas dan menambah wawasan mereka,
seperti TV, handphone, kendaraan bermotor, maupun internet.
3. Adanya pendidikan yang menunjang
2.2 Ciri Ciri Pertanian
1.

H. Suwardi : empati, kurang aspiratif, fatalis, tidak dpt berhemat, kurang

kosmopolit, kurang inovatif, familism, jangkauan ke masa depan terbatas, tergantung pd


pemerintah, selalu curiga,
2.
Koentjaraningrat : bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, kurang
mampu menguasai alam, berorientasi hanya untuk kehidupan masa kini, memiliki
ketergantungan yg tinggi pd sesamanya.
2.3 Penyuluh Pertanian

1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan penyuluhan pertanian adalah dalam rangka menghasilkan SDM pelaku pembangunan
pertanian yang kompeten sehingga mampu mengembangkan usaha pertanian yang tangguh,
bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better bussines),
hidup lebih sejahtera (better living) dan lingkungan lebih sehat. Penyuluhan pertanian
dituntut agar mampu menggerakkan masyarakat, memberdayakan petani-nelayan, pengusaha
pertanian dan pedagang pertanian, serta mendampingi petani untuk:
Membantu menganalisis situasi-situasi yang sedang mereka hadapi dan melakukan perkiraan
ke depan
Membantu mereka menemukan masalah
Membantu mereka memperoleh pengetahuan/informasi guna memecahkan masalah
Membantu mereka mengambil keputusan, dan
Membantu mereka menghitung besarnya risiko atas keputusan yang diambilnya.
Keberhasilan penyuluhan pertanian dapat dilihat dengan indikator banyaknya petani,
pengusaha pertanian dan pedagang pertanian yang mampu mengelola dan menggerakkan
usahanya secara mandiri, ketahanan pangan yang tangguh, tumbuhnya usaha pertanian skala
rumah tangga sampai menengah berbasis komoditi unggulan di desa. Selanjutnya usaha
tersebut diharapkan dapat berkembang mencapai skala ekonomis.
Studi Kasus
Tanggal
Tempat
Narasumber

: 30 September 2012
: Pekon Purwodadi, Kec. Gisting, Kab. Tanggamus
:

Berdasarkan hasil wawancara kami, pekon Purwodadi termasuk daerah yang maju dalam hal
pertanian. Dalam daerah ini, sudah terdapat beberapa kelompok tani yang sering mendapat
bantuan serta pelatihan. Salah satunya bernama Kelompok Tani Tunas Mekar. Kelompok tani
ini sudah berdiri sejak tahun 1983 berdasarkan kebijakan pemerintah orde baru. Namun pada
tahun 1990-an, kelompok tani ini mulai menurun eksistensinya akibat pemerintahan yang
tidak stabil saat itu. kelompok tani ini mulai digalakkan kembali pada tahun 2000 dan aktif
terus hingga sekarang. Banyak bantuan yang telah didapat kelompok tani ini, diantaranya
adalah bantuan bibit untuk penanaman 16 ha dan bantuan pembangunan jalan menuju daerah
persawahan.
Petani di daerah ini sudah berpikiran ke depan dan berorientasi pada hasil. Hal ini dibuktikan
oleh pilihan mereka untuk bertanam sayur dibanding padi. Dilihat dari aspek profit, bertanam
sayur lebih menguntungkan bagi mereka dibanding bertanam padi. Menurut petani setempat,
bertanam padi membutuhkan modal besar mulai dari pengolahan lahan, pengairan, perawatan
(penggunaan pestisida dsb) hingga panen. Sedangkan hasil yang didapat pun tidak sebanding
dengan tenaga dan modal yang keluar untuk bertanam padi. Sedangkan apabila mereka
bertanam sayur, pengolahan tanah, perawatan, hingga panen yang dilakukan tidak serumit
bertanam padi dan modalnya pun kecil. Sementara hasilnya, lebih besar bertanam sayuran.
Mereka memperkirakan, perbandingan hasil bertanam padi dengan bertanam sayur yaitu 1:3.
Meskipun demikian, bertanam padi tidak boleh serta merta tidak dilakukan. Untuk
menyiasatinya, mereka bertanam padi sekali dengan 2 kali bertanam sayur dalam waktu 1
tahun.
Pola piker petani ini tidak terlepas dari peran PPL selama ini.menurut ketua kelompok tani
Tunas Mekar, PPL selalu datang member penyuluhan minimal 4-5 kali dalam satu tahun.
Penyuluhan ini diprioritas kan pada bertanam padi. Petani di Pekon Purwodadi diajarkan
untuk bertanam padi dengan sistem jejer legowo. Para petani mengaku bahwa hasil panen
padi dengan sistem ini memang lebih banyak dibanding bertanam padi biasa. Selain masalah
penyuluhan, PPL juga selalu memeriksa administrasi kelompok tani. Sehingga, setiap tamu
yang datang dan ada perlu dengan kelompok tani setempat selalu diminta mengisi daftar tamu
seperti yang terlihat pada gambar 2.
Berdasarkan studi kasus yang telah kami lakukan, dapat diketahui bahwa modernisasi akan
sampai lebih cepat di pihak petani apabila ada kebijakan pemerintah mengenai hal ini. Ciriciri petani yang umumnya digambarkan sebagai sosok yang kolot dapat dipatahkan dengan
adanya modernisasi. PPL sebagai perpanjangan tangan pemerintah pun sangat diharapkan
keaktifannya untuk kemajuan petani Indonesia.

BAB III
KESIMPULAN

1.
2.
3.
4.
5.

Adapun kesimpulan dari studi kasus ini adalah


Moderinisasi mempengaruhi kebudayaan masyarakat petani.
Penyuluh pertanian memiliki andil penting dalam proses moderinisasi petani.
Penyuluh pertanian berpengaruh pada masyarakat petani menjadi lebih inovatif dan modern.
Petani di Pekon Purwodadi termasuk ke dalam petani modern.
Kebijakan pemerintah mempengaruhi moderinisasi masyarakat petani.

LAMPIRAN

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gamabar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8
Diposkan 23rd October 2015 oleh Habiba Nurul Istiqomah
Label: Laporan Modernisasi Petani

Lihat komentar

8.
OCT

Hujan Pertama
Hujan deras pertama di tahun ini pun turun. Segar luar biasa rasanya.

Bandar Lampung, 29 September 2015


Sangat terasa betapa pohon dan rerumputan senang menyambut anugrah Tuhan ini.
Status di media sosial juga membahas karunia hujan hari ini. Tapi bukan itu yang akan
dibahas kini.
Hujan,
Hujan baru saja berlangsung 5 menit tetapi efeknya sangat terlihat. Air hujan yang turun
langsung membasahi jalan, membanjiri selokan, bahkan hingga membentuk arus.
Banjir,
Kini banjir yang terjadi.

Banjir yang terjadi memang tidak besar, tapi bukannya sesuatu yang besar bermula dari
yang kecil?? Fenomena hujan 5 menit menyebabkan genangan air 10 cm itu miris
rasanya. Di saat kita kekeringan, dimana-mana mengeluh kekurangan air. Jangankan
untuk mandi dan mencuci, untuk diminum saja tidak ada air, apalagi mengharapkan air
bersih. Tambah sulit rasanya.
Lalu di saat hujan seperti ini, air menggenang tanpa arah. Tidak ada tempat
penampungan, tidak pula tempat serapan. Kini anugrah Tuhan seolah terbuang sia-sia.

Air hujan yang menggenang pun berwarna coklat keruh dan datang dengan menggiring
sampah. Menjadi memalukan jika dibandingkan dengan berita yang beredar beberapa
waktu yang lalu mengenai banjir di Jepang. Air banjir seperti air kolam renang untuk
mandi, sangat jernih.
Sampah,
Sampah menjadi penyebab utama banjir yang terjadi. Bagaimana tidak, selokan yang
seharusnya menjadi tempat saluran dan penampungan air beralih fungsi menjadi tempat
sampah. Mungkin seharusnya kita menjadi pemecah rekor negara yang memiliki
tempat sampah terpanjang di dunia. Kesadaran membuang sampah di tempat sampah
sangat rendah. Kebiasaan nyumputin sampah mungkin sudah mendarah daging.
Slogan "Buanglah sampah pada tempatnya" tidak berguna karena mungkin selokan
memang sudah terjustifikasi menjadi tempat sampah. Sehingga tidak ada rasa bersalah
ketika membuang sampah di selokan.

Masalah sampah bukan masalah pribadi pemerintah, bukan juga masalah pribadi
lembaga, bukan pula masalah pribadi perseorangan. Ini masalah kita bersama sebagai
bagian dari negara ini. Mulailah membuang sampah ditempat sampah. Mulai dari diri
sendiri, keluarga, teman, lingkungan, lembaga, dan jadikan negara ini negara tertib
buang sampah. Jangan dibiarkan sampah tercecer apalagi disumputkan hingga
menyumbat saluran air. Seharusnya air hujan yang diturunkan Tuhan menjadi anugrah
indah untuk dimanfaatkan saat ini dan disimpan untuk saat nanti.

Diposkan 3rd October 2015 oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: Opini Sampah

Lihat komentar

9.
JUN

27

SOSIOLOGI PERTANIAN: SISTEM STATUS

SISTEM STATUS DAN PELAPISAN MASYARAKAT


( Makalah Responsi Sosiologi Pertanian)

Oleh:
Kelompok 8

Dewi Mega Wati


Dini Ari Murti
Dwi Asih Cahya Ningrum
Dwika Putri Suri
Fera Finarti
Habiba Nurul Istiqomah

(1114121061 )
( 1114121065 )
( 1114121069 )
( 1114121073 )
( 1114121087 )
( 1114121095 )

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
--------------------------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat"
sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat
adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah
komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur (Anonim, 2012).
Sejak dahulu kala, masyarakat Indonesia mengenal adanya status dan pelapisan sosial. Hal itu
terjadi karena beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan. Pengertian Pelapisan sosial

itu sendiri adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau
atas bawah. Sedangkan status sosial merupakan nilai sosial manusia yang melekat pada diri
seseorang yang dilatarbelakangi oleh berbagai tingkat sosial , ekonomi dan pendidikan yang
di presepsi oleh suatu kelompok atau komunitas.
Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan
diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan
tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah
ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di RTatau RW kita ada orang kaya, orang biasa saja
dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga
terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama,
pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, dan lain sebagainya
juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.

---------------------------------------

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi Status

Kedudukan atau status diartikan sebagai tempat atau kedudukan seseorang dalam suatu
kelompok sosial. Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang
dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi
akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang
status sosialnya rendah.
Pengertian status menurut kami adalah posisi seseorang atau kelompok dalam masyarakat
yang menentukan sejauh mana mereka mempengaruhi dan dipengaruhi dalam interaksi sosial
di masyarakat.
Studi Kasus
Contoh pertama yaitu perbedaan status antara masyarakat kulit putih dan kulit hitam di Afrika
(Apharteid). Perbedaan status ini disebabkan adanya penggolongan pada suku/ras tertentu

yang menganggap bahwa diri mereka adalah yang paling baik. Sehingga menganggap jika
ras/suku lain memiliki status yang rendah.
Contoh kedua yaitu perbedaan status sosial antara masyarakat yang memilki penghasilan
yang tinggi dan masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah rata-rata. Cara berfikir
masyarakat yang terlalu mengagungkan harta dan benda, secara otomatis mengkotak-kotakan
status seseorang berdasarkan harta yang dimilki. Masyarakat miskin cenderung bersikap
rendah diri, dan pesimis dalam setiap interaksi sosial di masyarakat.
Contoh ketiga adalah posisi/status seseorang yang diangkat atau dipercayai sebagai pemimpin
suatu kelompok berdasarkan kontribusinya dalam masyarakat. Tetua adat yang dipercayai
mampu memimpin masyarakat diangkat, karena memiliki kapabilitas dan kemampuan
mengendalikan masyarakat. Status ini yang memiliki pengaruh yang besar di masyarakat.
Apabila status ini disalahgunakan maka lambat laun dapat menimbulkan kecemburuan sosial
di masyarakat dan dapat menimbulkan ketidakharmonisan antar warga. Untuk menghindari
terjadinya kecemburuan sosial akibat adanya pelapisan sosial ini, hendaknya orang dengan
status sosial yang lebih tinggi dapat Duduk sama rendah, Berdiri sama tinggi dan saling
merangkul satu sama lain dengan warga yang memiliki status sosial yang rendah agar terjadi
keharmonisan di dalam bermasyarakat.

2.2 Macam-Macam / Jenis-Jenis Status Sosial


1. Ascribed Status
Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta,
golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.
2. Achieved Status
Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang
dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta kekayaan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dll.
3. Assigned Status
Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan
masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan
masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh,
dan sebagainya.

2.3 Definisi Lapisan Sosial

Menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan suatu
cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu. Oleh karena itu, mereka
menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan anggota
masyarakat yang berada di kelas tinggi. Seseorang yang berada di kelas tinggi mempunyai
hak-hak istimewa dibanding yang berada di kelas rendah.
Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut dapat kita ketahui adanya
kelas-kelas tinggi dan kelas-kelasyang lebih rendah dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Theodorson dkk, di dalam Dictionary of Sociology, bahwa Pelapisan
Masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanent yang terdapat didalam
sistem sosial (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) di dalam pembedaan hak,
pengaruh, dan kekuasaan. Masyarakat yang berstratifikasi sering dilukiskan sebagai suatu
kerucut atau piramida, dimana lapisan bawah adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit
ke atas.
Pelapisan sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam
masyarakat mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan
sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta
kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga
dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah terdapat
lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial tinggi, sedang dan rendah
(Soekanto, 2000).
Lapisan masyarakat menurut pendapat kami adalah pengelasan atau penggolongan
kedudukan seseorang secara vertikal, terbentuk karena adanya kebiasaan pembagian
golongan di dalam masyarakat.

Studi Kasus
Contoh pertama adalah perbedaan antara seseorang yang berdarah ningrat/keturunan darah
biru dengan yang warga biasa. Terjadi perbedaan status social dengan masyarakat berkasta
tinggi dan rendah. Sering terjadi perdebatan jika kedua golongan bertemu dalam suatu
pernikahan.

Contoh kedua yaitu dalam masyarakat tingkat ekonomi setiap keluarga berbeda. Hal ini
menimbulkan pemikiran yang membudaya pada mayoritas masyarakat, bahwa mereka akan
merasa nyaman apaila mengelompo dengan masyarakat yang tingkat perekonomiannya sama
atau mendekati.
Contoh ketiga yaitu perbedaan jabatan yang dimilki seseorang. Jabatan menentukan sejauh
mana mereka ditakuti aau dan dihormati. Masyarakat cenderung untuk berlaku lebih ramah
kepada seseorang yang dianggap lebih dihormati dan memilki wibawa, baik itu dari
pemerintah atau pun kepala adat.

2.4 Faktor Penyebab Pelapisan Masyarakat


Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan prooses pertumbuhan atau dibentuk secara
sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan oleh Karl
Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial dan
kepemilikan.
1 Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan
antar indivudu satu dengan indivudu yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan
semua sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakan
akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada diposisi
yang amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial
yang berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumberdaya.
Menurut Bierstedt (1970) dalam Prasodjo dan Pandjaitan (2003) pembagian kerja adalah :
merupakan fungsi dari ukuran masyarakat.
1. Merupakan syarat perlu terbentuknya kelas.
2. Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial yang
berakhir pada stratifikasi sosial.
2. Konflik Sosial
Konflik sosial disini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku- pelaku untuk memperebutkan
sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang
mendapatkan kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi sosial lahir.
Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam pengaksesan suatu kekuasaan.
3. Hak Kepemilikan

Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial yang terjadi karena kelangkaan dari
sumberdaya. Maka yang memenangkan konflik sosial akan mendapat akses lebih dan terjadi
kelangkaan pada kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut.
Setelah semua akses yang mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan
hidup (life change) dari yang lain. Lalu mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang
berbeda dari yang lain serta menunjukan dalam simbol-simbol sosial tertentu (Kolopaking,
2003).

2.5 Terjadinya Pelapisan Sosial


1. Terjadi dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri . Adapun orang orang
yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya
oleh masyarakat itu . Tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya . Pengakuan
pengakuan terhadap kekuasaan dan wewenang tumbuh dengan sendirinya . Oleh karena
sifatnya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk lapisan dan dasar dari pelapisan itu
bervariasi menurut tempat , waktu dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
2. Terjadi dengan disengaja
Sistem pelapisan yang disusun dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama . Di
dalam sistem pelapisan ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan
yang diberikan kepada seseorang . Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal
wewenang dan kekuasaan ini maka di dalam organisasi ini terdapat keteraturan sehingga jelas
bagi setiap orang di tempat mana letaknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam
suatu organisasi baik secara vertical maupun secara horisontal.

2.6 Macam-Macam / Jenis-Jenis Stratifikasi Sosial


1. Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak
dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu penggolongan lapisan masyarakat rakyat darah biru
dan rakyat jelata. Perubahan kedudukan tidak mungkin terjadi seperti sistem kasta di India
dan Bali serta di Jawa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa
menjadi keturunan ningrat / bangsawan darah biru.

2. Stratifikasi Sosial Terbuka


Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya
dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya.
Seseorang dapat merubah kedudukan/tingkatan dalam masyarakat menjadi seorang yang
lebih berpendidikan, yang mulanya hanya seorang anak dari petani miskin. Sehingga dapat
memperoleh pekerjaan yang lebih baik, dari pekerjaan orang tua mereka. Seseorang yang
miskin dapat menjadi orang yang berpunya, karena usaha kerasnya untuk memperoleh
kekayaan tersebut. Perubahan status ini, memberikan dampak yang signifikan dalam interaksi
sosial di masyarakat.

2.7 Bentuk-Bentuk Pelapisan Masyarakat


Bentuk konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi
pelapisan masyarakat seperti:
1. Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
2. Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah (Middle
Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
3. Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas Menengah
(Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower
Class).
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat
kedalam satu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990) adalah sebagai berikut:
Ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam
lapisanm teratas. Kekayaan tersebut misalnya: mobil, rumah, tanah, dan sebagainya.
Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar menempati lapisan atas.
Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas.
Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah
golongan tua atau mereka yang pernah berjasa. Ukuran ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan
sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
(DzhannaBie, 2012).

2.8 Mobilitas Sosial

Perpindahan posisi dari lapisan yang satu ke lapisan yang lainnya. Definisi ini akan dapat kita
pahami dengan mudah, apabila di hubungkan secara langsung dengan kedua jenis mobilitas
social yang sering di bicarakan dalam stratifikasi social yaitu :
Mobilitas Vertikal : Perpindahan posisi dari yang lebih rendah ke mobilitas vertikal yang lebih
tinggi atau sebaliknya. Contoh : perpindahan posisi dari si miskin menjadi kaya. Pergerakan
ini terjadi secara vertikal atau menuju tingkat yang lebih tinggi. Dan mobilitas seperti ini kita
sebut mobilitas Vertikal Intragenerasi.
Mobilitas Horizontal : berarti mendatar . Gerak horizontal berarti gerak ke kiri atau kekanan ,
kedepan, kebelakang. Contoh : pergerakan kedudukan seseorang di masyarakat secara
mendatar. Misalnya: si Badu berada pada lapisan menengah alasannya karena ia adalah petani
kaya, berdasarkan perhitungan statistik si koko digolongkan sebagai orang yang tidak terlalu
kaya, tapi pasti tidak miskin.

---------------------------------------------

BAB III
KESIMPULAN

1.
2.
3.
4.
5.

Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut.


Secara umum, status sosial dapat diartikan sebagai posisi seseorang dalam masyarakat
sedangkan lapisan sosial merupakan penggolongan masyarakat dalam tingkatan tertentu.
Lapisan sosial ada karena adanya status yang berbeda-beda pada individu dalam masyarakat.
Status maupun lapisan sosial dalam masyarakat ada karena pembagian kerja dalam
masyarakat, konflik sosial dan kepemilikan.
Pelapisan sosial dalam masyarakat dapat terbentuk dengan sendirinya maupun sengaja
dibentuk.
Status dan lapisan dalam masyarakat dapat berubah kapan saja, baik ke arah horizontal
maupun vertikal.

--------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Masyarakat. http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat. Diakses pada 26 November


2012. Pukul 05.35 WIB.
DzhannaBie, Nia Qhania. 2012. Sosper Menenai Stratifikasi/Pelapisan
Masyarakat.http://niayulianty.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo_4989.html.
Diakses pada 26 November 2012. Pukul 05.26 WIB.
Kolopaking, Lala M, dkk.2003. Sosiologi Umum. Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian IPB.
Persada.
Soekanto, Soerjono.2000.Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta. PT Raja Grafindo
Diposkan 27th June 2015 oleh Habiba Nurul Istiqomah
Label: Laporan Sistem Status

Lihat komentar

10.
JUN

27

STERILISASI DAN PEMBUATAN MEDIA BIAKAN


MIKROORGANISME

STERILISASI DAN PEMBUATAN MEDIA


(Laporan Praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan Umum)

Oleh

Habiba Nurul Istiqomah


1114121095

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012

------------------------------------------------------------------

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sterilisasi merupakan kondisi yang wajib terpenuhi saat bekerja di laboratorium. Kegiatan
sterilisasi diperlukan untuk meminimalisir dan menghilangkan kemungkinan kontaminasi
oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Kontaminan tersebut dapat berasal dari alat
ataupun bahan yang digunakan dalam percobaan bahkan dapat pula berasal dari lingkungan
tempat percobaan dilakukan. Kontaminan yang timbul dari mikroorganisme yang tidak
diharapkan dapat mengganggu aktivitas dari mikroorganisme yang sedang ditumbuhkan atau

dapat pula membahayakan keselamatan pekerja laboratorium. Oleh karena itu, praktikan
harus mengetahui teknik sterilisasi yang benar karena sterilisasi yang dilakukan dengan
teknik tidak benar tetap dapat menimbulkan kontaminan yang tidak diinginkan.
Setelah mengetahui tentang sterilisasi, hal selanjutnya yang perlu diketahui ketika hendak
bekerja di laboratorium adalah pembuatan media. Untuk dapat mengetahui banyak hal
tentang mikroorganisme tentunya kita harus menumbuhkan mereka dalam suatu media.
Media merupakan tempat tumbuh dan sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Setiap
mikroorganisme memiliki syarat yang berbeda-beda untuk tumbuh. Untuk itu, kita harus
mengerti jenis-jenis nutrien yang diinginkan oleh mikroorganisme dan juga jenis lingkungan
fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya. Oleh karena itu, praktikan
pun harus mengetahui macam-macam media, cara pembuatan media, sekaligus mengetahui
bahan-bahan dan komposisi yang digunakan serta fungsi dari masing-masing bahan dalam
membantu pertumbuhan mikroorganisme tersebut.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari dilakukannya percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui fungsi sterilisasi dan prosedur sterilisasi yang benar.
2.
Mengetahui jenis media tempat tumbuh bakteri.
3.
Mengetahui teknik pembuatan media PDA.
----------------------------------------------------II. METODE PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, kertas HVS, plastik tahan
panas, oven, pisau, timbangan, erlenmeyer, panci, spatula, dan kompor.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 250 ml aquades, 5 gram agar,
50 gram kentang, dan 5 gram dextrose.

2.2 Cara Kerja

1.

Sterilisasi
Cawan petri diletakkan di tengah-tengah kertas HVS. Kemudian kertas HVS tersebut dilipat
hingga ujungnya saling bertemu. Ujung HVS yang saling bertemu dilipat ke belakang.
Selanjutnya, sisi samping kertas masing-masing dilipat dengan bentuk segitiga. Setelah
terbentuk segitiga, sisi tersebut dilipat ke belakang. Setelah itu, semua cawan petri yang telah
dibungkus, dimasukkan ke dalam plastik tahan panas dan diikat dengan menggunakan karet.
Lalu dimasukkan ke oven selama 12 jam dengan suhu 120oC.

2. Pembuatan Media
Kentang dikupas hingga bersih lalu dipotong dadu. Selanjutnya ditimbang seberat 50 gram.
Aquades sebanyak 250 ml direbus bersama kentang yang telah dipotong dadu tadi. Aquades
dan kentang diaduk hingga matang. Kemudian air rebusan tersebut dituang ke dalam
erlenmeyer. Setelah itu, potongan agar sebanyak 5 gram dan dextrose 5 gram dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Semua bahan diaduk hingga tercampur rata. Lalu mulut Erlenmeyer
ditutup dengan plastik alumunium.

-------------------------------------------------

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Sterilisasi Cawan Petri
No

Keterangan

Cawan petri diletakkan di tengah-tengah


kertas HVS

Kertas dilipat ke tengah

Sisi sampingnya dilipat membentuk segitiga

Gambar

Sisi segitiga yang terbentuk dilipat ke dalam

Cawan petri yang sudah dibungkus


dimasukkan ke dalam plastik tahan panas dan
siap dimasukkan ke dalam oven

Tabel 2. Pembuatan Media PDA


No

Keterangan

Gambar

Kentang dipotong dadu

Aquades dan
mendidih

Air rebusan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Agar dan dextrose ditambahkan ke dalam


erlenmeyer

kentang

direbus

hingga

3.2

Campuran air rebusan kentang, agar, dan


dextrose dibiarkan dalam erlenmeyer yang
telah ditutup oleh kertas alumunium

Pembahasan
Praktikum ini dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama yakni sterilisasi. Sterilisasi
cawan petri dilakukan dengan membungkusnya menggunakan kertas HVS. Apabila kertas
HVS yang digunakan adalah kertas bekas, maka bagian kertas yang berisi tulisan (tinta)
diletakkan di bagian luar. Kertas yang putih (tidak ada bekas tinta) yang digunakan untuk
membungkus cawan petri. Setelah semua cawan petri dibungkus, cawan-cawan tersebut
dimasukkan ke dalam plastik tahan panas untuk selanjutnya disterilisasi menggunakan oven
selama 2 jam dengan suhu 120oC.
Tahapan kedua yakni pembuatan media. Pada praktikum ini, media yang dibuat adalah media
PDA (Potato Dextrose Agar). Kentang yang telah dipotong dadu sebanyak 50 gram direbus
bersama aquades 250 ml hingga mendidih. Setelah mendidih, air rebusan tersebut
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Lalu dicampur dengan 5 gram potongan agar dan 5 gram
dextrose. Selanjutnya Erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kertas alumunium.
Steril merupakan keadaan dimana alat-alat yang digunakan sudah terbebas dari bakteri yang
mengkontaminasi. Sedangkan sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme
hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)
yang terdapat dalam suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses
fisik dengan tujuan untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Sterilisasi
didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu metode
inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganisme yaitu tergantung dari asam
nukleat, protein atau membran mikroorganisme tersebut. Agen kimia untuk sterilisasi disebut
sterilant (Pratiwi, 2008).
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan
kimiawi. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat

kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikrob) sehingga mikroorganisme tertahan pada saringan
tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya larutan enzim
dan antibiotik. Sterilisasi secara fisik dilakukan dengan cara pemanasan atau penyinaran.
Pemanasan dapat dilakukan dengan cara pemijaran, pemanasan kering, menggunakan uap air
panas, dan menggunakan uap air panas bertekanan (Agalloco, 2008).
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat
makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme
memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun
komponen sel. Dengan media pertumbuhan dapat dilakukan isolate mikroorganisme menjadi
kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Pradhika, 2008).
Macam-macam media pertumbuhan antara lain:
1. Medium berdasarkan sifat fisik
Medium padat yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga setelah dingin media
menjadi padat.
Medium setengah padat yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi
sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya
pertumbuhan mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami
percampuran sempurna jika tergoyang.
Medium cair yaitu media yang tidak mengandung agar.

2. Medium berdasarkan komposisi


Medium sintesis yaitu media yang komposisi zat kimianya diketahui jenis dan takarannya

secara pasti, misalnya Glucose Agar, Mac Conkey Agar.


Medium semi sintesis yaitu media yang sebagian komposisinya diketahui secara pasti,

misanya PDA (Potato Dextrose Agar) yang mengandung agar, dekstrosa dan ekstrak kentang.
Untuk bahan ekstrak kentang, kita tidak dapat mengetahui secara detail tentang komposisi
senyawa penyusunnya
Medium non sintesis yaitu media yang dibuat dengan komposisi yang tidak dapat diketahui

secara pasti dan biasanya langsung diekstrak dari bahan dasarnya, misalnya Tomato Juice
Agar, Brain Heart Infusion Agar, Pancreatic Extract.
3. Medium berdasarkan tujuan
Media untuk isolasi, media ini mengandung semua senyawa esensial untuk pertumbuhan

mikroorganisme,misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.


Media selektif/penghambat, media yang selain mengandung nutrisi juga ditambah suatu zat
tertentu sehingga media tersebut dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme lain dan
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan.

Media diperkaya (enrichment), media yang mengandung komponen dasar untuk

pertumbuhan mikroorganisme dan ditambah komponen kompleks seperti darah, serum,


kuning telur. Media diperkaya juga bersifat selektif untuk mikroorganisme tertentu.
Media untuk peremajaan kultur, media umum atau spesifik yang digunakan untuk

peremajaan kultur.
Media untuk menentukan kebutuhan nutrisi spesifik, media ini digunakan unutk

mendiagnosis atau menganalisis metabolisme suatu mikroorganisme.


Media untuk karakterisasi bakteri, media yang digunakan untuk mengetahui kemampuan

spesifik suatu mikroorganisme.


Media diferensial, media ini bertujuan untuk mengidentifikasi mikroorganisme dari
campurannya berdasar karakter spesifik yang ditunjukkan pada media diferensial. (Pradhika,
2008).
Meskipun telah dijabarkan berbagai macam jenis dari medium, perlu diiingat bahwa tidak ada
satupun perangkat kondisi yang memuaskan bagi kultivasi untuk semua bakteri di
laboratorium. Bakteri amat beragam, baik dari persyaratan nutrisi maupun fisiknya. Beberapa
berapa bakteri memiliki persyaratan nutrient yang sederhana, sedang yang lain memiliki
persyaratan yang rumit. Karena alsan ini kondisi harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga
bisa menguntungkan bagi kelompok bakteri yang sedang ditelaah (Pelczar, 1986).
------------------------------------------------

IV.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.


1.
Sterilisasi mutlak diperlukan untuk

meminimalisir

dan

meniadakan

kontaminan.
2.
3.

Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara fisik, mekanik, dan kimiawi.


Media diperlukan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang akan diisolasi

untuk kemudian dilakukan langkah identifikasi guna menentukan jenis mikroorganisme


tersebut.
4.
Setiap mikroorganisme membutuhkan media yang berbeda-beda untuk dapat
tumbuh dengan baik.
5.
Secara garis besar, media pertumbuhan mikroorganisme dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat fisik, komposisi, dan tujuannya.

-------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Agalloco, James. 2008. Validation of Pharmaceutical Processes (electronic version). USA. Informa
Healthcare Inc.
Pelczar, Michael. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Pradhika. 2008. Media Pertumbuhan. http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/ bab-2-mediapertumbuhan.html. Diakses pada tanggal 24 September 2012. Pukul 23.05 WIB.
Pratiwi, Sylvia T.2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung: Erlangga.

Diposkan 27th June 2015 oleh Habiba Nurul Istiqomah


Label: Laporan Sterilisasi (IPTU)

Lihat komentar

Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai