SKRIPSI
Oleh:
Rif’atul Muhijjah
07/252054/BI/7954
Pembimbing
FAKULTAS BIOLOGI
YOGYAKARTA
2015
MIKROFOSIL FORAM BENTONIK (FILUM FORAMINIFERA) UNTUK
ANALISIS PALEOBATIMETRI JALUR KALISONGGO, FORMASI
NANGGULAN, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh :
Rif’atul Muhijjah
INTISARI
i
BENTHIC MICROFOSSIL (PHYLUM FORAMINIFERA) FOR ANALYSIS
PALEOBATHYMETRY KALISONGGO DISTRICT, NANGGULAN ROCK
FORMATION, KULON PROGO, YOGYAKARTA
By
Rif’atul Muhijjah
ABSTRACT
Nanggulan formation is the oldest rock formations in the Kulon Progo mountains,
Daerah Istimewa Yogyakarta. To determined morphology, identification species
of benthic fossil and Paleobathymetry of this formation was did by taken rock
sample in 12 sample point in Kalisonggo district, Pendoworejo, Girimulyo, Kulon
Progo. Before taken it, rock was droped by HCl to determine the carbon content.
Crushed the rock and extracted rock particles by detergen, and then filtered with a
micro filter. Result from micro filter, was observed under microscop. The
similarities and differences of morphology ( shape of the test, room turnover,
aperture, material test, and ornament test) used to matched the picture in reference
books. Identification was performed to determine the species and
paleobathymetry. Retrieved 8 species of benthic forams with different
morphology. It is biconvex, lenticular, sagitate, palmate, lagenoid, and fusiform.
Paleobatimetri of Kalisonggo track is Central Neritic to Central Bathial.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... ii
PERNYATAAN................................................................................................. iv
INTISARI........................................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................ 1
B. Permasalahan.......................................................................................... 3
C. Tujuan .................................................................................................... 3
D. Batasan Masalah..................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 5
1. Foraminifera ..................................................................................... 5
2. Foram Bentonik................................................................................ 6
3. Perkembangan Klasifikasi Foraminifera .......................................... 12
4. Sebaran Batimetri Foram Bentonik.................................................. 15
5. Lingkungan Pengendapan ................................................................ 17
6. Stratigrafi Regional Pegunungan Kulon Progo ................................ 20
7. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 23
B. Hipotesis................................................................................................. 24
III. METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan ....................................................................................... 25
B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................................ 26
C. Cara Kerja .............................................................................................. 28
D. Kronologi Penelitian .............................................................................. 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan............................................................................ 36
1. Morfologi Foram Bentonik .............................................................. 36
2. Identifikasi Foram Bentonik ............................................................ 39
3. Paleobatimetri Foram Bentonik ....................................................... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 57
B. Saran....................................................................................................... 57
VI. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 58
VII. LAMPIRAN .............................................................................................. 59
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak dilakukan kajian geologi di Pulau Jawa, bahkan hampir keseluruhan
wilayah telah dipetakan secara sistematik. Kajian geologi ini dapat meliputi
perkembangan Pulau Jawa, baik masalah stratigrafi, sedimentasi dan perkembangan
cekungan maupun tektonik dan vulkanisme. Kajian geologi ini dilakukan dengan
berbagai kepentingan, antara lain untuk eksplorasi migas, mineral ataupun kepentingan
ilmiah.
Daerah Nanggulan dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena daerah ini
secara geologi cukup menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut
mempunyai suatu tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi, struktur
geologi, maupun morfogenesisme serta proses – proses geologi yang sangat menarik
untuk dipelajari. Daerah Nanggulan sangat representatif untuk menerapkan ilmu – ilmu
geologi lapangan berdasarkan hukum – hukum geologi yang telah diperoleh saat kuliah.
Selain itu masih kurangnya penelitian yang dilakukan di daerah ini khususnya dari segi
paleobatimetri (zona kedalam laut purba) dan biostratigrafi (penentuan umur batuan
berdasarkan organisme yang terendapkan).
Daerah Nanggulan terletak di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta, kurang lebih 25 km di sebelah barat laut Kota Yogyakarta. Secara urutan
dari yang tertua sampai termuda, Pegunungan Kulon Progo tersusun atas beberapa
formasi batuan, yaitu: Formasi Nanggulan, OAF (Old Andesit Formation), Formasi
Jonggarangan, Formasi Sentolo.
Ada beberapa penelitian yang dilakukan di daerah Nanggulan, pada tahun 1981,
Purnamaningsih dan Pringgoprawiro meneliti foraminifera nanoplangton di Sungai
Watupuru, Kalisonggo, Seputih. Hasil penelitian menunjukkan batuan pada formasi ini
mempunyai kisaran umur Pleosen awal sampai Pleosen tengah. Kemudian pada tahun
1986, Surono dkk meneliti kandungan foram plangtonik di daerah yang sama, dan
hasilnya menunjukkan umur formasi berkisar antara Eosen tengan sampai Oligosen atas
. Lelono (2000) meneliti tentang polen Formasi Nanggulan dan menunjukkan bahwa
umur batuan Eosen tengah sampai Eosen akhir. Pada tahun yang bersamaan Wartono
Rahardjo juga melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan umur batuan Formasi
Nanggulan adalah Eosen atas sampai Eosen tengah. Marliyani (2005) menganalisis
biostratigrafi dan paleobatimetri Formasi Nanggulan bagian atas berdasarkan foram
plangtonik dan bentonik di Jalur Balak. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
paleobatimetri Formasi Nanggulan berdasarkan foram bentonik adalah Batial atas
hingga Abisal. Polhaupessy (2009) melakukan penelitian tentang polen Paleogen –
Neogen dari daerah Nanggulan dan Karangsambung.
Belum adanya penelitian tentang paleobatimetri berdasarkan analisis fosil foram
bentonik di Sungai Seputih, Jalur Kalisonggo, Formasi Nanggulan menyebabkan
penulis ingin melakukan penelitian ini. Penggunaan fosil foram bentonik juga lebih
efisien untuk menentukan lingkungan pengendapan atau paleobatimetri. Ditinjau dari
segi biologi, habitat foram bentonik menambat pada dasar perairan atau substrat.
Berdasarkan segi geologi, beberapa fosil indeks foram bentonik menunjukkan
paleobatimetri yang spesifik.
Fosil banyak digunakan untuk mengetahui sejarah masa lalu, karena fosil
merupakan bukti adanya kehidupan di masa lalu. Sebagai bukti adanya kehidupan masa
lalu, fosil memegang peranan penting dalam ilmu mikropaleontologi. Ilmu
mikropaleontologi mengkaji semua fosil yang berukuran mikro, diantaranya polen,
radiolaria, foraminifera, diatom.
Penelitian di Nanggulan banyak yang menggunakan fosil, sebagai bukti dari adanya
kehidupan di masa lalu. Untuk menentukan umur batuan dapat menggunakan
mikrofosil foram plangtonik, dikarenakan foram plangtonik hanya mempunyai kisaran
umur yang pendek pada saat hidupnya sehingga efisien untuk menentukan umur
batuan. Mikrofosil yang digunakan untuk kajian lingkungan pengendapan adalah foram
bentonik, mikrofosil ini digunakan untuk mengidentifikasi paleobatimetri lingkungan
pengendapan purba. Foram bentonik sangat tepat digunakan untuk analisis
paleobatimetri dikarenakan hidupnya di dasar perairan atau substrat. Fosil foram
banyak digunakan sebagai obyek penelitian. Foram bentonik berukuran mikro sehingga
mudah dijumpai dalam jumlah yang banyak karena dapat terhindar dari abrasi. Selain
itu ekstraksi dan preparasinya dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan mudah
dilakukan.
Identifikasi fosil bentonik selama ini hanya menggunakan buku sebagai acuan,
tanpa memperbaharui sistem klasifikasinya, sehingga di dalam sistem klasifikasi
tersebut, foraminifera menempati posisi ordo. Oleh karena itu penulis ingin
menggunakan sistem klasifikasi foraminifera terbaru.
B. Permasalahan
Berdasarkan rumusan latar belakang, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Jenis Fosil foram bentonik apa yang terkandung di dalam batuan Formasi
Nanggulan, Jalur Kalisonggo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta?
2. Bagaimana lingkungan pengendapan masa lalu Formasi Nanggulan, Jalur
Kalisonggo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta?
3. Bagaimana morfologi dari masing – masing jenis mikrofosil foram
bentonik?
4. Bagaimana korelasi morfologi mikrofosil foram bentonik dengan morfologi
foram bentonik yang masih hidup?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui morfologi foram bentonik di Sungai Seputih, Jalur Kalisonggo,
Formasi Nanggulan, Kulon Progo, DIY
2. Mengidentifikasi foram bentonik di Sungai Seputih, Jalur Kalisonggo,
Formasi Nanggulan, Kulon Progo, DIY.
3. Mengetahui lingkungan pengendapan purba (paleobatimetri) berdasarkan
analisis foram bentonik di Sungai Seputih, Jalur Kalisonggo, Formasi
Nanggulan, Kulon Progo, DIY.
D. Batasan Masalah
Pengambilan sampel dilakukan di Sungai Seputih, Jalur Kalisonggo, Formasi
Nanggulan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
morfologi dan mengidentifikasi foram bentonik. Kemudian foram bentonik digunakan
untuk analisis paleobatimetri, sehingga penelitian ini dibataskan pada fosil foram
bentonik yang ditemukan. Data yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi dan
dikorelasikan dengan hasil penelitian terdahulu untuk menentukan paleobatimetri.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Morfologi cangkang foram bentonik lebih sederhana dibandingkan foram
plangtonik. Bentuk cangkang fosil foram bentonik yang ditemukan antara
lain: fusiform, lagenoid, lentikuler, sagitate, bikonveks, palmate. Cangkang
foram di habitat batial berbentuk tubular dan di daerah neritik lentikular.
2. Ditemukan 8 jenis foram bentonik di Formasi Nanggulan, Jalur Kalisonggo
yaitu : Amphistegina sp., Anomalinoides colligerus., Bolivina sp.,
Frondicularia sp., Planulina ariminensis., Pyrulina angusta.,
Schlumbergerina alveoliniformes. dan Uvigerina sp.
3. Berdasarkan analisis fosil foram bentonik yang ditemukan, lingkungan
pengendapan purba (paleobatimetri) Formasi Nanggulan, Jalur Kalisonggo,
Kulon Progo, DIY adalah Neritik Tengah hingga Batial Tengah
B. Saran
Boltovskoy, E & Wright, R. 1976. Recent Foraminifera. Dr.W. Junk b.v publisher.
The hague, 415p.
Cavalier, T., Smith. 1998. A Revised Six Kingdom Sistem of Life. Cambridge
Philosophical Society. United Kingdom. pp 208, 218.
Dyasti, L., Finariyah., Chanifah. 2012. Sedimen Dasar Perairan. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Surabaya.
Hayward, B., Tendal, O., Carter, R., Greenfeel, H., Morgans, H., Scott, G.H., Hayward,
J. J. 2011. Phylum Foraminifera New Zealand Inventory of Biodeversity. New
Zealand. pp 242.
Polhaussy, A.A. 2009. Polen Paleogen Neogen di Daerah Nanggulan dan Karang
Sambung, Jawa Tengah. Pusat survey Geologi. Bandung.
Purnamaningsih S & Harsono.P. 1981. Stratigraphy and Planktonic for of the eocen
and oligocen Nanggualan FormationCentral Java; publ geological Research
Deve Centre Paleothology Sries.no.1 p 9-28.
Rahardjo, W., Akhmaludin,. Setyaningsih., Moch Indra Novian. 2008. Buku Panduan
Praktikum Mikropaleontologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Rositasari, R. 1997. Habitat Makro dan Mikro Pada Foraminifera. Oseana vol XXII,
No 4 pp 31-42.
Suroso, Suyanto.1986. The Geology and Hydrocarbon Aspect of The South Central
Java. Pertamina Unit II. Jakarta.