Dosen Pengampu:
Adi Wibowo S.Si., M.Si
Disusun Oleh:
Nabila Arizka Agustina
1706975311 (Pemsig B)
DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
Latihan 2 SMCA (Spatial Constraint)
Pendahuluan
Salah satu perkembangan teknologi SIG yang mampu untuk melakukan analisis
kejadian suatu wilayah yaitu, Integrated Land and Water Information System (ILWIS).
Software ini memiliki kemampuan untuk mengolah citra penginderaan jauh. ILWIS dapat
digunakan sebagai alat untuk menginput data, manajemen data dan analisis input data untuk
kemudian menghasilkan data output tentang kejadian di suatu wilayah.
Dalam latihan praktikum mata kuliah pemodelan SIG kali ini menggunakan metode
SMCE. Multi Kriteria Evaluation (MCE) sendiri merupakan salah satu teknik dalam
pengambilan keputusan menggunakan beberapa kriteria/scenario. Metode MCE dijalankan
dengan memberikan nilai bobot pada setiap kriteria untuk memunculkan skala prioritas. Jadi
SMCE merupakan sebuah metode yang menggunakan kriteria spasial. Input dari SMCE berupa
peta-peta dari suatu wilayah yang nantinya disebut sebagai kriteria dan sebuah “criteria tree”
yang berisi informasi pengelompokan kriteria, standarisasi kriteria, dan bobot untuk kriteria
individu. Maka output yang dihasilkan berupa peta wilayah kesesuaian yang dapat membantu
dalam pengambilan kebijakan.
Pada latihan penelitian tersebut, dilakukan untuk melihat wilayah kesesuaian industri
Kota Serang dengan menambahkan spatial constraint (faktor penghambat). Kriteria yang
digunakan sebagai spatial factor, diantaranya: jaringan jalan (transportasi), jaringan sungai
(hidrologi), pemukiman, kenyamanan, ketinggian Kota Serang. Sedangkan untuk spatial
constraint berupa data penggunaan tanah (landuse). Berikut adalah langkah-langkah dalam
mengoperasikan aplikasi ILWIS:
1) Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuka aplikasi ILWIS30, kemudian
membuka data yang telah diolah sebelumnya yang berisi data spatial factor
2) Melakukan standardize pada data landuse dengan membuka tabel pada data landuse.
Data landuse tersebut diolah dengan menentukan aturan untuk wilayah kesesuaian
industri berdasarkan jenis landuse yaitu, kebun campuran, semak belukar, tanah kosong
dan tegalan/ladang (True) yang berarti diperbolehkan sedangkan jenis landuse lain
tidak diperbolehkan (False).
3) Mengubah faktor lain yaitu dengan melakukan standardize dengan mengganti
pemukiman dan sawah tadah hujan menjadi diperbolehkan (True) sebagai faktor
wilayah kesesuaian industri Kota Serang
4) Kemudian menambahkan sawah irigasi dan tambak juga diperbolehkan (True) untuk
menjadi wilayah kesesuaian industry sedangkan untuk hutan, hutan rawa, dan rawa
tetap tidak diperbolehkan (False). Berikut adalah hasil standardize wilayah kesesuaian
industri Kota Serang.
5) Hal terakhir yang dilakukan dengan melakukan standardize pada setiap faktor untuk
dilakukan pembobotan yang sebelumnya telah dilakukan pada praktikum sebelumnya.
Pembobotan dilakukan pada faktor berikut: equal vision, economic vision, ecology
vision, dan social vision. Berikut adalah tabel hasil dari pembobotan sebelum dilakukan
stardardize dan setelah dilakukan standardize.
Hasil dan Pembahasan:
Kesimpulan:
Terdapat perbedaan hasil untuk kesesuaian industry Kota Serang bila dilakukan pembobotan
pada setiap variabel serta ditambahkan faktor constraint berupa landuse pada pengolahan data
tersebut.