Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
2023

Nama : M. Farrell Rayhan Gunawan


NIM : 03071382227065
Asisten : Suci Febria Lestari

KEMIRINGAN LERENG

Tingkat kemiringan pada lereng bisa dilihat dari kontur tanahnya. Sedikit penjelasan, kontur
merupakan garis tanah yang menghubungkan dari satu titik ke titik lainnya. Ada juga yang
mengartikan kontur tanah sebagai tinggi rendahnya suatu tanah atau yang disebut topografi.
Untuk menentukan kontur maka dilakukan topografi dengan melihat garis kontur yaitu garis
horizontal dan garis tinggi sehingga nantinya akan terlihat naik turunnya suatu permukaan
tanah. Garis kontur ini dapat memberikan informasi seputar kemiringan tanah rata-rata (slope),
perhitungan galian dan timbunan permukaan tanah asli.
Tingkat kemiringan harus dipantau agar ketika terjadi pergerakan dan potensi terjadinya longsor
bisa langsung diketahui. Memantau kemiringan lereng harus dilakukan 24 jam tetapi tidak harus
dilakukan secara manual, sekarang ini sudah ada sistem pemantauan kemiringan. Dengan
menggunakan sistem yang diketahui ini maka kemiringan dan pergerakan lereng bisa menggunakan
instrumen dan sensor yang telah dipasang sebelumnya.
Kemiringan lahan adalah perbedaan ketinggian tertentu pada relief yang ada pada suatu bentuk
lahan. Penentuan kemiringan lahan rata-rata pada setiap kelompok pemetaan dapat dilakukan
dengan membuat hubungan antara titik-titik. Panjang satu garis menunjukkan kelerengan yang
sama. Kemiringan lahan menunjukkan karakter daerah yang harus dipertimbangkan dalam arahan
penggunaan lahan. Kemiringan lahan tiap daerah berbeda-beda tetapi secara umum dapat
digolongkan menjadi beberapa kelompok. Kemiringan lahan dipengaruhi oleh ketinggian lahan
terhadap laut karena semakin dekat dengan laut cenderung semakin rata (Sinery, Rudolf, Hermanus,
Samsul, dan Devi, 2019). Menurut Gunawan (2011), kelas kelerengan lahan digolongkan dalam
lima tipe sebagai berikut. 1. Bergunung dengan kelerengan lebih dari 45 % (lebih besar dari 24°) 2.
Berbukit dengan kelerengan 25-45 % atau 14°-24° 3. Bergelombang dengan kelerengan 15-25 %
atau 8°-14° 4. Landai dengan kelerengan 8-15 % atau 5-8° 5. Datar dengan kelerengan 0-8 % atau
0-5° Kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan dua sifat utama dari topografi yang
mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dan panjang lereng memberikan dampak terhadap laju
aliran permukaan yang membawa lapisan tanah atas beserta unsur hara dari tempat satu ke tempat
lainnya yang lebih rendah (Haridjaja, Murtilaksono, Soedarmo dan Rachman, 1991). Menurut
Martono (2004), besar kemiringan lereng akan mempengaruhi laju kecepatan aliran 7 permukaan,
dimana semakin curam suatu lereng akan semakin cepat alirannya, sehingga dapat diartikan
kesempatan air yang meresap ke dalam tanah lebih kecil dan akan memperbesar aliran permukaan,
yang akan berakibat pada besarnya erosi tanah. Menurut Mulyani dan Kartasapoetra (1991), panjang
lereng dan kecepatan aliran permukaan berpengaruh besar terhadap terjadinya erosi. Semakin
panjang lereng dan semakin cepat aliran permukaan maka erosi akan semakin besar. Kecepatan
aliran permukaan dipengaruhi oleh kondisi lahan. Apabila pengolahan lahan memanjang lereng
tanpa adanya sistem teras yang benar akan menyebabkan terjadinya pengangkatan material tanah.
Hubungan antara Kelerengan dan Erosi Erosi adalah peristiwa terangkutnya tanah atau bagian tanah
dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain dengan media alam. Selain itu
erosi juga didefinisikan sebagai kehilangan tanah yang lebih cepat dari proses erosi geologi. Di
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
2023

daerah beriklim tropis basah, agen erosi yang paling utama adalah angin, sedangkan di daerah
beriklim kering adalah angin. Secara umum, proses erosi oleh air terjadi melalui tiga kombinasi
proses, yaitu : (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi kinetik hujan
yang kemudian diikuti oleh perendaman air yang tergenang; (2) pengangkutan butir-butir primer
tanah tersebut oleh air melalui limpasan (runoff), partikel bergerak mengikuti arah lereng; dan (3)
proses sedimentasi butir-butir tanah yang terangkut, proses ini terjadi setelah energy aliran
permukaan menurun. Umumnya partikel yang mempunyai massa yang lebih berat mengalami
sedimentasi lebih awal. Sedimentasi ini bisa terjadi di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi,
di atas tanah pertanian, dsb. Dua unsur pokok topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran
permukaan dan erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur lain yang juga berpengaruh
adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Semakin besar kemiringan lereng, selain akan
menyebabkan semakin besarnya jumlah dan kecepatan runoff, juga memperbesar energi angkut air.
Ada tiga macam lereng yang perlu mendapat perhatian dari ahli -ahli geoteknik (Setiarno dkk, 2019)
yaitu sebagai berikut :
1. Lereng alam, merupakan lereng yang terbentuk akibat kegiatan alam seperti erosi, gerakan tektonik,
dan sebagainya.
2. Lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada tanah asli untuk pembuatan
jalan atau keperluan irigasi.
3. Lereng timbunan tanah, seperti urungan untuk jalan raya atau bendungan tanah.
Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi.
Sifat lereng yang mempengaruhi energi penyebab erosi adalah : a) Kemiringan lereng b) Panjang
lereng c) Bentuk lereng Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan.
Pada dasarnya makin curam suatu lereng, maka persentase kemiringan lereng semakin besar,
sehingga semakin cepat laju limpasan permukaan. Hal ini akan menyebabkan volume limpasan yang
semakin besar, karena singkatnya waktu untuk infiltrasi, dengan demikian laju erosi semakin besar
(Andawayanti, 2019). Parameter kelerengan dapat dibagi menjadi dua, yaitu sudut lereng dan energi
lereng. Sudut lereng adalah sudut yang terbentuk terhadap bidang horizontal. Energi lereng adalah
besarnya energi potensial yang dipengaruhi oleh topografi di wilayah tersebut.
Kesuburan Tanah dan Unsur Hara Tanah adalah media untuk pertumbuhan tanaman dan memasok
unsur hara untuk tanaman. Pada umumnya tanah memasok 13 dari 16 unsur hara esensial yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, terutama tanaman pangan. Unsur hara esensial tersebut
harus terus-menerus tersedia dalam takaran yang berimbang. Namun demikian, hal ini tidak selalu
terjadi pada semua jenis tanah. Beberapa tanah tertentu yang tidak dapat memenuhi tujuan tersebut
disebut sebagai tanah tidak subur. Sebaliknya, ada beberapa tanah yang dapat memenuhi tujuan
tersebut dan tanah tersebut disebut tanah subur. Oleh karena itu, kesuburan tanah adalah aspek
hubungan tanah-tanaman, yaitu pertumbuhan tanaman dalam hubungannya dengan unsur hara yang
tersedia dalam tanah. Tanaman tergantung pada tanah tidak hanya sebagai tempat untuk bertumpu,
tetapi juga sebagai pemasok unsur hara yang diperlukan untuk proses-proses fisiologi dan
pembentukan struktur tanaman. 11 Semua unsur hara yang telah diketahui sebagai unsur hara
esensial untuk pertumbuhan dan produksi tanaman diperoleh dari tanah, kecuali karbon yang
diperoleh dari udara melalui stomata. Hidrogen dan oksigen diperoleh dari air melalui akar tanaman.
Unsur hara lainnya, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, sulfur dan unsur hara mikro diperoleh
langsung dari tanah. Oleh karena itu tanaman tergantung pada tanah untuk memperoleh unsur hara.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
2023

Semua unsur hara tanaman berada dalam tanah. Namun demikian keberadaan unsur hara di dalam
tanah tidak selalu dapat diartikan bahwa tanah tersebut subur. Tanaman menyerap unsur hara dalam
bentuk ion yang terlarut dalam larutan tanah. Selain itu, untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang
optimum unsur hara harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, tanah harus dapat
memasok unsur hara dalam jumlah cukup dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman selama
siklus hidupnya. Secara sederhana kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah untuk
menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dalam bentuk ion yang dapat diserap oleh
tanaman yang tumbuh. Atas dasar pandangan tersebut, maka kajian kesuburan tanah meliputi
pengamatan bentuk unsur hara tanaman di dalam tanah, bagaimana unsur-unsur tersebut menjadi
tersedia untuk tanaman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh tanaman.
Hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai landasan pengelolaan kesuburan tanah untuk
memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman
Lahan Kritis Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia
dan biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan
fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, permukiman dan kehidupan sosial ekonomi dan
lingkungan. Lahan kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena
pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang memperhatikan syaratsyarat konservasi
tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai
pada batas yang telah ditentukan atau diharapkan. Secara umum lahan kritis merupakan salahsatu
indikator adanya degradasi lingkungan sebagai dampak dari berbagai jenis 13 pemanfaatan sumber
daya lahan yang kurang bijaksana. Lahan kritis merupakan keadaan lahan yang terbuka sebagai
akibat adanya erosi yang berat dan menyebabkan produktivitas pada lahan tersebut menjadi rendah.
Kekritisan lahan pada mulanya dapat menyangkut salah satu atau beberapa komponen lahan seperti
iklim, tanah, topografi, flora, fauna, atau beberapa diantaranya sekaligus. Akan tetapi, komponen-
komponen lahan berada dalam ikatan sistem, kekritisan salah satu komponen lambat laun dapat
menjalar ke komponen yang lain.
Van Zuidam (1988) dalam Rahmawati (2009) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7,
yaitu :

a. 0º- 2º (0% - 2%) kemiringan lereng datar.


b. 2º - 4º (2% - 7%) kemiringan lereng landai.
c. 4º - 8º (7% - 15%) kemiringan lereng miring.
d. 8º - 16º (15% - 30%) kemiringan lereng agak curam.
e. 16º - 35º (30% - 70%) kemiringan lereng curam.
f. 35º - 55º (70% - 140%) kemiringan lereng sangat curam.
g. >55º (>140%) kemiringan lereng terjal.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
2023

Gambar 1: Ilustrasi sudut kemiringan lereng


Sumber : https://www.gurugeografi.id/2022/06/7-level-kemiringanslope-lereng-suatu.html

Semakin rendah nilai kemiringan maka potensi gerakan tanah makin rendah sehingga bisa
digunakan untuk kegiatan pemukiman, industri hingga aktifitas ekonomi lain. Jika kemiringan
lereng makin tinggi maka potensi gerakan tanah juga meningkat. Masyarakat harus berhati-hati
jika bermukim pada wilayah tersebut.
Menurut sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan lereng menjadi seperti berikut:

Gambar 2 : Kelas kemiringan lereng


Sumber : https://pinterdw.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-kemiringan-lereng.html

Memperoleh Data Kemiringan Lereng dari Data DEM


Selain pengukuran langsung di lapangan, kita juga dapat memperoleh data kemiringan lereng hasil
pengolahan dari data Digital Elevation Model (DEM).

Akurasi nilai kemiringan lereng yang dihasilkan sangat tergantung dengan kualitas akurasi dari
DEM yang kita olah.

Data DEM sendiri dapat diperoleh dari hasil perekaman satelit dengan sensor aktif, pengolahan citra
satelit stereo, drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV), maupun dari wahana perekaman
lainnya.
 DEM dari Hasil Pengolahan Citra Satelit Sensor Aktif
Satelit dengan sensor aktif merupakan satelit yang mempunyai sumber tenaga sendiri dalam
melakukan perekaman sebuah wilayah.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
2023

Sebagian besar satelit dengan sensor aktif menggunakan gelombang elektromagnetik mikro, yang
dimanfaatkan pada teknologi RADAR (Radio Detection and Ranging).
Saat ini hasil pengembangan teknologi RADAR di bidang pemetaan yang paling banyak digunakan
yaitu Synthetic Aperture Radar (SAR) dan Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR).
Kelebihan penggunaan sensor aktif dengan gelombang mikro yakni kemampuannya dalam
“menembus” awan, sehingga citra yang dihasilkan bebas awan. Selain itu, dengan sumber tenaga
yang berasal dari satelit itu sendiri, perekaman dapat dilakukan kapan saja (tidak seperti satelit
sensor pasif yang harus melakukan perekaman ketika matahari “beroperasi” pada wilayah yang
hendak direkam).

Citra RADAR yang dihasilkan oleh satelit sensor aktif banyak digunakan untuk melakukan deteksi
perubahan penggunaan lahan suatu wilayah serta mendapatkan data Digital Elevation
Model (DEM) melalui pengolahan lebih lanjut.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
2023

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2022.” 7 Level Kemiringan/Slope Lereng Suatu Lahan”(online)


https://www.gurugeografi.id/2022/06/7-level-kemiringanslope-lereng-suatu.html.
Diakses pada tanggal 29 agustus 2023.
Fistiano,Ivan.2018.“MorfologidanMorfogenesa”(online)https://www.scnbd.com.document
/37022091 /Morflogi-Dan-Morfogenesa. Diakses pada 29 Agustus
2023.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesisi. Jakarta: Edisi Pertama
AkademikaPressindo.
Joyosuharto, S. 1985. “ Dasar-Dasar Pemikiran Klasifikasi Bentuk Lahan” Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
Purnomo, Dony. 2012.”KLASIFIKASI KEMIRINGAN LERENG”(online)
https://pinterdw.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-kemiringan-lereng.html#

Anda mungkin juga menyukai