Anda di halaman 1dari 12

MATA KULIAH TATA GUNA DAN EVALUASI LAHAN

PEMAHAMAN DASAR TANAH DAN LAHAN

Disusun oleh :

Zulfa Kayla Zahra (20200210032)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian tentang lahan bisa rancu dengan pengertian tanah, karena ada dua cara
pandang dalam melihat lahan. Cara pandang pertama yaitu lahan sebagai lahan (land) dan
ada cara pandang kedua yaitu lahan sebagai tanah (soil). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi 2 menyebutkan bahwa lahan adalah tanah terbuka atau tanah garapan, dan
dalam buku yang sama tanah itu sendiri diartikan sebagai permukaan bumi atau lapisan
bumi yang paling atas atau terluar, dan merupakan benda alam yang mempunyai sifat fisik,
kimia, dan biologi tertentu serta berdimensi tiga seperti ruang yang mempunyai dimensi
panjang, lebar, dan kedalaman atau tinggi.
Pengertian lahan yang sepadan dengan land adalah tanah terbuka, tanah garapan,
maupun tanah yang belum diolah yang dihubungkan dengan arti atau fungsi sosio-
ekonominya bagi masyarakat (Kamus Tata Ruang, 1997). Sedangkan pengertian tanah
sendiri yang sepadan dengan kata soil adalah permukaan bumi, termasuk bagian tubuh
bumi dan air serta ruang yang di atasnya sampai yang langsung berhubungan dengan tata
guna tanahnya (UUPA, 1960)
BAB II
PEMBENTUKAN TANAH DAN PERKEMBANGAN LAHAN
A. Pembentukan Tanah
Ada lima faktor pokok yang mempengaruhi pembentukan tanah dan menentukan
rona bentangtanah, yaitu bahan induk, iklim, organisme hidup, timbulan, dan waktu
(Notohadiprawiro, 2006). Dengan peningkatan intensitas penggunaan tanah, khusus dalam
bidang pertanian, manusia dapat dimasukkan sebagai faktor pembentuk tanah. Dengan
tindakannya mengolah tanah, mengirigasi, memupuk, mengubah bentuk muka tanah
(meratakan, menteras) dan mereklamasi, manusia dapat mengubah atau mengganti proses
tanah yang semula dikendalikan oleh faktor-faktor alam. Faktor-faktor pembentuk tanah
adalah sebagai berikut.
1. Bahan induk
Bahan induk tanah dapat berasal dari batuan atau longgokan biomassa mati
sebagai bahan mentah. Yang berasal dari batuan akan menghasilkan tanah
mineral, sedang yang berasal dari longgokan biomassa mati akan menghasilkan
tanah organik. Bahan penyusun tanah organik dirajai oleh bahan organik
dengan campuran bahan mineral berupa endapan aluvial.
Sifat bahan mentah dan bahan induk berpengaruh atas laju dan jalan
pembentukan tanah, seberapa jauh pembentukan tanah dapat maju, dan
seberapa luas faktor-faktor lain dapat berpengaruh. Sifat-sifat tersebut ialah
susunan kimia, sifat fisik dan sifat permukaan. Dalam hal bahan mentah dan
bahan induk mineral sifat-sifat yang berpengaruh termasuk pula susunan
mineral, dan dalam hal bahan mentah dan bahan induk organik sifat-sifat yang
berpengaruh termasuk pula susunan jaringan. Sifat fisik berkenaan dengan
struktur dan granularitas. Sifat permukaan berkenaan dengan kemudahan
kelangsungan reaksi antarmuka (interface).
2. Iklim
Iklim berpengaruh langsung atas suhu tanah dan keairan tanah serta berdaya
pengaruh tidak langsung pula lewat vegetasi. Hujan dan angin dapat
menimbulkan degradasi tanah karena pelindian (hujan) dan erosi (hujan dan
angin). Energi pancar matahari menentukan suhu badan pembentuk tanah dan
tanah dan dengan demikian menentukan laju pelapukan bahan mineral dan
dekomposisi serta humifikasi bahan organik. Semua proses fisik, kimia dan
biologi bergantung pada suhu. Air merupakan pelaku proses utama di alam,
menjalankan proses alihragam (transformation) dan alihtempat (translocation)
dalam tubuh tanah, pengayaan (enrichment) tubuh tanah dengan sedimentasi,
dan penyingkiran bahan dari tubuh tanah dengan erosi, perkolasi dan pelindian.
Curah hujan merupakan sumber air utama yang memasok air ke dalam
tanah. Suhu dan kelembaban nisbi udara menentukan laju evapotranspirasi dari
tanah. Maka imbangan antara curah hujan dan evaotranspirasi menentukan
neraca keairan tanah, dan ini pada gilirannya mengendalikan semua proses
yang melibatkan air. Neraca keairan tanah berkaitan dengan musim. Iklim juga
berpengaruh dengan menggerakkan proses berulang pembasahan dan
pembekuan. Pengaruh tidak langsung lewat vegetasi menentukan seberapa
besar pengaruh yang dapat dijalankan oleh faktor organisme.
3. Organisme hidup
Faktor ini terbagi dua, yaitu yang hidup di dalam tanah dan yang hidup di
atas tanah. Yang hidup di dalam tanah mencakup bakteria, jamur, akar
tumbuhan, cacing tanah, rayap, semut, dsb. Bersama dengan makhluk-makhluk
tersebut, tanah membentuk suatu ekosistem. Jasad-jasad penghuni tanah
mengaduk tanah, mempercepat pelapukan zarah-zarah batuan, menjalankan
perombakan bahan organik, mencampur bahan organik dengan bahan mineral,
membuat lorong-lorong dalam tubuh tanah yang memperlancar gerakan air dan
udara, dan mengalihtempatkan bahan tanah dari satu bagian ke bagian lain
tubuh tanah.
Vegetasi adalah sumber utama bahan organik tanah. Bahan induk organik
yang dikenal dengan sebutan gambut, berasal dari vegetasi. Berlainan dengan
batuan induk dan iklim yang merupakan faktor mandiri (independent), vegetasi
bergantung pada hasil interaksi antara batuan, iklim dan tanah. Nasabah
vegetasi dengan tanah bersifat timbal balik. Ragam vegetasi dalam kawasan
luas terutama ditentukan oleh keadaan iklim.
4. Timbulan
Timbulan (relief) atau bentuk lahan (landform) menampilkan tampakan
lahan berupa tinggi tempat, kelerengan, dan kiblat lereng. Timbulan merupakan
faktor pensyarat (conditioning factor) yang mengendalikan pengaruh faktor
iklim dan organisme hidup, dan selanjutnya mengendalikan laju dan arah
proses pembentukan tanah.
5. Waktu
Waktu bukan faktor penentu sebenarnya. Waktu dimasukkan faktor karena
semua proses maju sejalan dengan waktu. Tidak ada proses yang mulai dan
selesai secara seketika. Tahap evolusi yang dicapai tanah tidak selalu
bergantung pada lama kerja berbagai faktor, karena intensitas faktor dan
interaksinya mungkin berubah-ubah sepanjang perjalanan waktu. Dapat terjadi
tanah yang belum lama terbentuk akan tetapi sudah memperlihatkan
perkembangan profil yang jauh. Sebaliknya, ada tanah yang sudah lama
menjalani proses pembentukan akan tetapi perkembangan profilnya masih
terbatas.

B. Perkembangan Lahan
Perkembangan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan
dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya dari suatu waktu ke waktu
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto
et al., 2001). Bentang alam dapat didefinisikan dengan dilihat melalui hubungan antara
komponen alam yang berbeda (patch), dan dapat dicirikan oleh komposisi dan susunan
ruang dari semua komponen (O'Neill, 1988). Perkembangan penggunan lahan di suatu
wilayah merupakan pencerminan upaya manusia memanfaatkan dan mengelola
sumberdaya lahan. Perkembangan penggunaan lahan dilihat melalui komposisi/susunan
dengan tahun yang berbeda yaitu 1976, 1990, dan 2000 (Sandri & Rudiarto, 2017).
Perkembangan guna lahan adalah pengoptimalan pemanfaatan guna lahan dengan tujuan
untuk mendapat keuntungan dari nilai tambah yang terjadi karena penambahan luas lahan
terbangun dan perubahan fungsi penggunaan lahan.
Semakin tinggi kegiatan masyarakat akan semakin cepat pola penggunaan lahan di
wilayah yang mendukungnya. Bermacam-macam aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat, menunjukkan perbedaan guna lahan yang akan terbentuk di suatu tempat.
Kebutuhan dari masing-masing aktivitas masyarakat tersebut akan membentuk pola guna
lahan (Chapin, 1995). Kebutuhan akan lahan ini terkait erat dengan kesejahteraan
masyarakat dimana lahan digunakan sebagai objek aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan,
khususnya kegiatan komersil.
Perubahan fungsi penggunaan lahan merupakan peralihan dari penggunaan lahan
tertentu menjadi penggunaan lainnya. Proses penggunaan lahan yang dilakukan manusia
dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan peradaban
dan kebutuhan manusia. Semakin tinggi kebutuhan manusia akan semakin tinggi terhadap
kebutuhan lahan. Seperti yang dikemukakan oleh Soemarwoto (1985) bahwa perubahan
yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan menimbulkan tekanan
penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Akibat dari alih fungsi ini akan terjadi
ketidakseimbangan alam, maupun ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tanah
Tanah adalah gejala alam permukaan daratan, membentuk suatu mintakat (zone)
yang disebut pedosfer, tersusun atas massa galir (loose) berupa pecahan dan lapukan batuan
(rock) bercampur dengan bahan organik. Berlainan dengan mineral, tumbuhan dan hewan,
tanah bukan suatu ujud tedas (distinct). Di dalam pedosfer terjadi tumpang-tindih (everlap)
dan salingtindak (interaction) antar litosfer, atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Maka tanah
dapat disebut gejala lintas-batas antar berbagai gejala alam permukaan bumi.
Ditinjau dari segi asal-usul, tanah merupakan hasil alihrupa (transformation) dan
alihtempat (translocation) zat-zat mineral dan organik yang berlangsung di permukaan
daratan di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu sangat
panjang, dan berbentuk tubuh dengan organisasi dan morfologi tertentu (Schroeder, 1984).
Pengertian tubuh menandakan bahwa tanah merupakan bangunan bermatra tiga, dua matra
berkaitan dengan luas bentangan dan satu matra berkaitan dengan tebal. Sifat-sifat tanah
muncul dan berkembang secara berangsur menuruti perjalanan waktu yang sangat panjang.
Maka waktu menjadi matra keempat tanah. Dengan demikian tanah disebut bangunan
bermatra empat, atau sistem ruang-waktu. Ini berarti hakekat tanah hanya terungkapkan
secara baik kalau setiap gejala tanah didudukkan menurut ruang dan waktu.
Sifat tanah beragam ke arah samping (lateral) dan ke arah cacak (vertical) menuruti
keragaman faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan tanah. Tampakan
tanah yang berkaitan dengan pola agihan cacak sifat-sifat tanah (vertical distribution
pattern of soil properties) disebut morfologi tanah. Bidang irisan tegak sepanjang tubuh
tanah, yang menampakkan morfologi tanah, disebut profil tanah. Profil tanah dipergunakan
mengklasifikasikan tanah. Pola agihan menyamping sifat-sifat tanah dipergunakan
memilahkan daerah bentangan kelas-kelas tanah dalam pemetaan tanah.
Setiap tubuh tanah menempati suatu bagian bentanglahan (lanscape) dan menjadi
salah satu tampakan alamiah (natural feature) bentanglahan bersama dengan sungai, rawa,
gunung, hutan, dsb. Keseluruhan tampakan tanah dalam suatu wilayah membentuk
bentangtanah (soilscape) yang menjadi salah satu ciri bentanglahan di wilayah
bersangkutan.
B. Lahan
1. Pengertian lahan
Pengertian yang luas digunakan tentang lahan ialah suatu daerah permukaan
daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup
mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah,
geologi, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada
masa lampau dan masa kini, sejauh tanda-tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh
murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (FAO,
1977).
Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi
membentuk suatu sistem struktural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh
macam sumberdaya yang merajai dan macam serta intensitas interaksi yang berlangsung
antar sumberdaya. Faktor-faktor penentu sifat dan perilaku lahan tersebut bermatra ruang
dan waktu. Maka lahan selaku suatu ujud pun bermatra ruang dan waktu.
2. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan adalah penataan, pengaturan, dan penggunaan suatu lahan dimana
dalam guna lahan itu juga diperhitungkan faktor geografi budaya dan faktor geografi alam
serta relasinya (Jayadinata, 1999). Guna lahan merupakan salah satu faktor penting yang
dapat mempengaruhi perkembangan struktur kota. Menurut Chapin dalam Fonataba
(2010), ada 3 sistem yang berhubungan dengan penggunaan lahan kota, yaitu :

1. Sistem kegiatan, berkaitan dengan cara manusia dan kelembagaannya mengatur


urusannya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya dan saling berinteraksi dalam
waktu dan ruang.
2. Sistem pengembangan lahan, berfokus pada proses pengubahan ruang dan
penyesuaiannya untuk kebutuhan manusia dalam menampung kegiatan yang ada
dalam susunan sistem kegiatan.
3. Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur-unsur biotik dan abiotik yang
dihasilkan dari proses alamiah. Sistem ini berfungsi untuk menyediakan tempat bagi
kehidupan dan keberadaan manusia dan habitat serta sumber daya untuk mendukung
kelangsungan hidup manusia.
Ketiga sistem di atas akan saling mempengaruhi dalam membentuk struktur dan pola
penggunaan lahan kota. Pada dasarnya apabila ketiga sistem tersebut saling berinteraksi
dan saling berhubungan satu dengan yang lain akan membentuk suatu pola penggunaan
lahan kota.

3. Fungsi lahan

Lahan sebagai sumber daya alam dan matra dasar ruang mempunyai berbagai fungsi
di antaranya adalah fungsi lingkungan, fungsi ekonomi, dan fungsi sosial. Fungsi
lingkungan dapat dilihat dari Lahan yang dipandang sebagai muka bumi sebagai biosfer
yang berfungsi sebagai tempat kehidupan.

Fungsi ekonomi dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagai lokasi dan benda
ekonomi, yaitu benda yang dapat diperjualbelikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan,
jaminan. Di samping itu lahan juga sebagai sarana produksi yang berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya tanaman yang dibudidayakan. Lahan yang mempunyai fungsi sosial dapat
dilihat dari lahan yang di atasnya terdapat hak atas tanah mempunyai fungsi sosial untuk
kepentingan masyarakat umum. Secara rinci lahan yang mempunyai fungsi lingkungan,
sosial dan ekonomi pada suatu ruang dapat diuraikan berikut ini:

1. Fungsi lingkungan, dapat dilihat dari lahan yang dipandang sebagai muka bumi,
berfungsi sebagai tempat kehidupan. Muka bumi di sini adalah biosfer (bulatan
bumi tempat kehidupan) yang merupakan kulit bumi tempat persinggungan antara
daratan (lithosfer), air (hidrosfer), dan udara (atmosfer).
2. Lahan dipandang sebagai sarana produksi, berfungsi sebagai tempat tumbuhnya
tanaman sehingga dapat menunjang kehidupan di muka bumi. Hal ini dapat dilihat
dari tubuh tanah termasuk di dalamnya iklim dan air sangat penting bagi
tumbuhan, baik itu yang dikembangkan melalui pertanian maupun yang tumbuh
secara alami yang berguna bagi kehidupan di muka bumi.
3. Lahan dipandang sebagai benda ekonomi, berfungsi sebagai benda yang dapat
diperjualbelikan, sebagai tempat usaha, benda kekayaan, jaminan, dan
sebagainya.
4. Lahan berfungsi sosial, yaitu fungsi lahan yang di atasnya terdapat hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum. Secara sederhana
klasifikasi kegiatan sosial dapat dikelompokkan berdasarkan kegiatan sosial
sebagai berikut:
a. kegiatan sosial dalam kepercayaan (religi) atau keagamaan
b. kegiatan sosial dalam perkerabatan
c. kegiatan sosial dalam kesehatan
d. kegiatan sosial dalam pendidikan
e. kegiatan sosial dalam olah raga, kesenian, dan rekreasi
f. kegiatan sosial dalam politik dan pemerintahan
g. kegiatan sosial dalam keamanan dan pertahanan.
4. Sifat lahan

Lahan sebagai sumber daya alam mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Lahan dalam arti muka bumi (biosfer) adalah:


a. induk dari semua sumber daya alam lainnya
b. tempat segala makhluk melaksanakan kehidupannya
c. benda yang tidak seragam nilai, dan ada batasnya
d. lahan dalam arti ruang muka bumi adalah dinamis mengikuti perubahan
yang disebabkan oleh proses alam (misalnya: terpisahnya benua akibat
proses alam).
2. Lahan dalam arti sebagai lokasi adalah pasti, tidak dapat dipindah-pindahkan.
3. Lahan dalam arti sebagai wadah kegiatan manusia adalah permanen tidak dapat
dihancurkan atau dibuat baru.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada lima faktor pokok yang mempengaruhi pembentukan tanah, yaitu bahan induk,
iklim, organisme hidup, timbulan, dan waktu. Sedangkan perkembangan penggunaan lahan
adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan
yang lainnya dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan
pada kurun waktu yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Chapin. F. S. (1995). Urban Land Use Planning. University of Illinois:Urbana.

Deliyanto, B. (2014). Manajemen Lahan. Pengenalan Lahan, 1–35.

Milne, B. T., Turner, M. G., Zygmunt, B., Christensen, S. W., Dale, V. H., Graham, R. L.,
(1988). Indices of landscape pattern. Landsc. Ecology. 1, 153–62.

Notohadiprawiro, T. (2006). Kemampuan dan Kesesuaian Lahan: Pengertian dan Penetapannya.


Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada, 1, 1–9.

Notohadiprawiro, T. (2006). Tanah dan Lingkungan. Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah
Mada, 1–22. http://faperta.ugm.ac.id

Nurhartanto, N., Zulkarnain, Z., & Wicaksono, A. A. (2021). Analisis Beberapa Sifat Fisik
Tanah Sebagai Indikator Kerusakan Tanah Pada Lahan Kering. Journal of Tropical
AgriFood, 4, 107–112. https://doi.org/10.35941/jatl.4.2.2022.7001.107-112

Sandri, D., & Rudiarto, I. (2017). Pola Perkembangan Penggunaan Lahan Dan Struktur Ruang
Di Sekitar Wilayah Eskploitasi Minyak Bumi Di Kota Duri. Jurnal Pembangunan Wilayah
& Kota, 12(4), 361. https://doi.org/10.14710/pwk.v12i4.13503

Soemarwoto, O. (1985). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan

Tanga, Jumei, Le Wang, dan Zhijun Yao. (2008). Analyses of Urban Landscape Dynamics Using
MultiTemporal Satellite Images: a Comparison of Two Petroleum-Oriented Cities.
ScienceDirect: Journal of Landscape and Urban Planning. 87 (2008) 269–278.

Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan Sunaryanto. (2001). Studi Perubahan Penggunaan


Lahan DAS Citarik, Jawa Barat Dan DAS Garang Jawa Timur. Makalah Seminar Nasional
Multifungsi Lahan Sawah, Asean Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan
Agroklimat. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai