Anda di halaman 1dari 54

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah adalah lapisan yang berada di kerak bumi, yang mana merupakan
media tanam yang tidak dapat digantikan. Tanah terbentuk oleh pelapukan
bahan induk yang di pengaruhi faktor iklim, organisme, topografi, dan waktu,
kelima faktor tersebut saling berkaitan. Proses pembentukan tanah
membutuhkan waktu yang sangat lama yang mana untu 1 cm tanah
membutuhkan waktu selama 100-400 tahun. Perkembangan tanah dari waktu
ke waktu akan membentuk horizon-horizon tanah, yang merupakan gambaran
mengenai batas-batas tanah secara vertikal. Perkembangan tanah tersebut
menunjukkan jenis tanah serta tingkat kesuburan tanah. Tingkat kesuburan
tanah meliputi sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Fisika Tanah berhubungan dengan kondisi dan pergerakan benda dan
dengan aliran dan transportasi energi dalam tanah. Kajian fisika tanah
bertujuan mencapai pengertian dasar tentang mekanisme pengatur kelakuan
tanah dan peranan tanah pada biosfer, termasuk proses-proses yang saling
berkaitan seperti pertukaran energi bumi dan siklus air dan transportasi
bahan-bahan di lapangan. Pada sisi lain, penerapan fisika tanah bertujuan
untuk pengelolaan yang tepat pada tanah dengan cara irigasi, drainase,
konservasi tanah dan air, pengolahan tanah, aerasi, dan pengaturan suhu tanah
serta kegunaan bahan tanah untuk tujuan ketehnikan.
Fisika tanah dipandang sebagai ilmu dasar dan ilmu terapan dengan
cakupan yang sangat luas. Sebagian besar berkaitan juga dengan cabang lain
ilmu tanah dan juga saling berkaitan dengan ilmu ekologi bumi, hidrologi,
mikroklimatologi, geologi, sedimentologi, botani dan agronomi. Fisika tanah
sangat erat kaitannya dengan profesi ketehnikan bidang mekanika tanah yang
mempelajari tanah terutama sebagai bahan bangunan dan penyangga beban.
Kemampuan untuk menyangga pertumbuhan tanaman, kapasitas drainase dan
penyimpanan air, plastisitas, kemudahan untuk ditembus akar, aerasi dan
kemampuan retensi hara, semuanya berkaitan erat dengan kondisi fisik tanah.

1
2

Tekstur dan ukuran butir tanah tekstur tanah menunjukkan kasar atau
halusnya suatu tanah. Istilah tekstur menyiratkan hal yang kualitatif dan
kuantitatif. Secara kualitatif, tekstur menyatakan rasa dari bahan tanah,
apakah kasar dan terasa berpasir atau halus dan lembut. Pemanfaatan fungsi
tanah sebagai media tumbuh dimulai sejak peradaban manusia mulai beralih
dari manusia pengumpul pangan yang tidak menetap menjadi manusia
pemukim yang mulai malakukan pemindah tanaman pangan atau nonpangan
ke areal dekat mereka tinggal. Tahap berikutnya, mulai berkembang
pemahaman fungsi tanah sebagai media penyedia nutrisi bagi tanaman
tersebut, sehingga produksi yang di capai tanaman tergantung pada
kemampuan tanah dalam penyediaan nutrisi ini (kesuburan tanah).
Berkembangnya areal pemukiman atau perkotaan, terjadi benturan
kepentingan antara kebutuhan lahan untuk sarana transportasi dan pendirian
bangunan dengan kebutuhan lahan petanian, yang seringkali menyebabkan
tergusurnya lahan pertanian yang produktif semata-mata karena alaan
finansial.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Fisika Tanah 2018 ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui sifat fisika tanah di lapang, seperti infiltrasi
tanah dan warna tanah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan menghitung nilai permeabilitas tanah
dengan mengambil ring sample di lapang dan uji alat permeameter di
laboratorium fisika dan konservasi tanah.
3. Mahasiswa dapat melakukan analisis lengas tanah, analisis atterberg,
analisis tekstur dan struktur tanah .
4. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan kemantapan agregat tanah dan
mengetahui kemampuan agregat satu jenis tanah yang dianalisis.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisika Tanah

Sifat-sifat fisik tanah diketahui, sangat mempengaruhi pertumbuhan


dan produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar
didalam tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisika
tanah juga mempengaruhi sifat-sifat kimia dan biologi tanah Sifat-sifat fisik
tanah tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk, susunan, dan komposisi
mineral dari partikel-partikel tanah;. macam dan jumlah bahan organik,
volume dan bentuk pori-porinya serta perbandingan air dan udara menempati
pori-pori pada waktu tertentu. Beberapa sifat fisika tanah yang penting adalah
tekstur, struktur, kerapan (density) porositas, konsistensi, warna dan suhu
(Sutanto, 2010).
Sifat fisik tanah yang diamati yaitu berat volume tanah, kadar air tanah
dan total ruang pori, dengan mekanisme antara lain, berat volume tanah (bulk
density) pengamatan umur tanaman 42 hst dan saat panen dilakukan dengan
mengambil contoh tanah di lapangan dengan menggunakan ring sampel pada
kedalaman 0 cm - 10 cm. Kadar air tanah (%) pengamatan air tanah dilakukan
dengan metode gravimetrik yaitu umur tanaman 42 hst dan pada saat panen.
Total ruang pori tanah (%) pengukuran dihitung berdasarkan hasil penetapan
berat volume tanah (bulk density) dan kerapatan partikel tanah (2,65 g cm-3).
Pengukuran ruang pori dilakukan umur tanaman 42 hst dan pada saat panen
(Adijaya, 2014).
Pengolahan tanah yang dilakukan berpengaruh terhadap keadaan tanah
untuk budidaya sehingga umur panen menjadi singkat. Kondisi tersebut dapat
terjadi karena dengan pengolahan tanah maka tanah menjadi lebih remah
sehingga pertumbuhan benih dan akar tanaman akan tumbuh dengan cepat,
daya resap air oleh tanah juga semakin meningkat, pertukaran air dan udara
di dalam tanah juga semakin baik dan memperkecil hambatan terhadap akar
untuk menembus tanah lebih dalam sehingga banyak unsur hara yang bisa
diserap oleh akar tanaman yang merupakan keadaan fisik tanah. Pengolahan

3
4

tanah yang baik maka akan tercipta sifat fisik tanah yang baik karena dengan
sifat fisik tanah yang baik dapat menjamin pertumbuhan tanaman dan
produksinya tinggi, karena pertumbuhan dan perkembangan akar akan
menjadi lebih baik sehingga penyerapan zat-zat makanan di dalam tanah akan
menjadi optimal (Sambodo, 2016).
Mengukur sifat fisika tanah meliputi, pertama melakukan pengukuran
terhadap solum tanah, kedua mengambil sampel tanah dengan menggunakan
ring sampel selanjutnya dilakukan pengujian di Laboratorium untuk menguji
berat volume tanah, bulk density (BD) dan partikel density (PD) serta
porositas tanah, ketiga analisis data menggunakan analisis varian dengan
klasifikasi satu arah. Akar tunggang dan akar lateral yang menunjukkan
fenotipik baik berhubungan erat dengan sifat fisik tanah sebagai media
tumbuh tanaman. Sifat fisik tanah yang meliputi kedalaman solum tanah yang
dalam, porositas tanah yang tinggi dan berat volume tanah yang rendah akan
memberikan ruang persebaran akar yang lebih luas, sehingga akar mampu
menembus ke seluruh bidang tanah untuk mengambil nutrisi tanah yang
diberikan untuk pertumbuhan tanaman. Nutrisi yang bisa dijangkau oleh akar
tanaman sangat dipengaruhi olehsifat-sifat fisik tanahnya (Nugroho, 2017).
B. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan


air ke lapisan bawah profil. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya
berperan dalam menaikkan laju permeabilitas tanah. Permeabilitas
didefinisikan secara kualitatif sebagai pengurangan gas gas, cairan cairan atau
penetrasi akar tanaman atau melalui suatu massa tanah atau lapisan tanah
(Lubis, 2011).
Permeabilitas tanah adalah suatu kesatuan yang meliputi infiltrasi tanah
dan bermanfaat sebagai permudahan dalam pengolahan tanah. Permeabilitas
tanah memiliki lapisan atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat
sampai agak cepat ( 0,2 - 9,46 cm/jam ), sedangkan di lapisan bawah
tergolong agak lambat sampai sedang ( 1,1 - 3,62 cm/jam ). Permeabilitas
tanah dilapisan bawah lebih lambat daripada dilapisan atas (Suharta, 2011).
5

Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meloloskan atau


melewatkan air. Permeabilitas tanah juga merupakan suatu kesatuan yang
meliputi infiltrasi tanah dan bermanfaat sebagai permudahan dalam
pengolahan tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju
infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian. Permeabilitas tanah biasanya
diukur dengan istilah kecepatan air yang mengalir dalam waktu tertentu yang
ditetapkan dalam satuan cm/detik (Oktaviana, 2018).
Permeabilitas adalah sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu
fluida di dalam tanah melalui suatu media berpori-pori yang berhubungan,
makro maupun mikro baik daerah vertikal maupun horizontal. Besaran
permeabilitas k dinyatakan dalam Darcy. Suatu material dikatakan
mempunyai nilai permeabilitas jika pori-porinya saling berhubungan satu
sama lain (porositas efektif), dinyatakan dalam satuan Darcy atau m2 dalam
satuan SI (Halauddin, 2016).

C. Analisis Lengas Tanah

Kadar lengas yang diteliti dalam praktikum kali ini meliputi Lengas
Tanah Kering Angin, Kapasitas Lapang dan Lengas Maksimum. Peran air
dalam tanah atau yang disebut sebagai lengas tanah mempunyai hubungan
dengan kation, dekomposisi bahan organik, serta kegiatan mikroorganisme di
dalam tanah. Umumnya air tanah yang terikat atau ditahan oleh tanah berada
dalam pori-pori mikro, yaitu pori-pori yang berukuran 8,6 µm
(Aryanto, 2012).
Lengas tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan luas daun
tanaman, dimana cekaman lengas tanah 50% KL dan 150% KLakan
menurunkan total luas daun per tanaman. Lengas tanah rendah menyebabkan
absorbsi air dan unsur hara oleh akar tanaman terhambat dan mempengaruhi
11 proses difusi CO2 ke dalam tanaman yang selanjutnya akan berpengaruh
negatif terhadap laju fotosintesis. Pengaruh cekaman air pada pertumbuhan
tanaman dicerminkan oleh daun-daun kecil. Efek cekaman lingkungan yang
mempengaruhi ukuran sel-sel tanaman juga menyebabkan terjadinya
6

perubahan luas daun pada tanaman, yang selanjutnya mempengaruhi


kemampuan fotosintesis (Anshar, 2011).
Aktivitas mikroba pada daerah rhizosfer tanaman nilam akibat
pemberian bahan organik dan aras lengas tanah serta pengaruhnya pada
tanaman nilam perlu dikaji. Pemberian bahan organik diharapkan dapat
memperbaiki sifat-sifat tanah pada berbagai aras lengas tanah yang berbeda,
bahkan pada kondisi aras lengas tanah rendah bahan organik diharapkan
mampu mengatasi cekaman kekeringan, sehingga tanaman dapat bertahan
hidup. Demikian permasalahan yang akan diteliti bagaimana aktivitas
mikroba tanah, pertumbuhan dan rendemen nilam akibat pemberian berbagai
aras bahan organik dan lengas tanah serta bagaimana pengaruh interaksi
antara pemberian bahan organik dan lengas tanah (Kusumastuti, 2013).

D. Analisis Aterberg

Perubahan yang berlanjut dari keadaan kering ke lembab, kemudian ke


basah, kemudian jenuh, dan akhimya menjadi ke keadaan kelewat jenuh,
tahan ini mengalami suatu rangkaian perubahan konsistensi yang dramatis,
dari padat keras dan rapuh, menjadi padat lunak renah, menjadi semipadat liat
dan dapat dibentuk-bentuk, dan kemudian menjadi suatu zat alir yang lengket
dan kental. Perubahan-perubahan ini, kira-kira sembilan puluh tahun yang
lampau, oleh Atterberg seorang pakar tanah berkebangsaan Swedia,
diupayakan untuk di ben nama, dengan melalui cara uji sederhana dan praktis,
atau dengan prosedur-prosedur pengujian khusus, yang kemudian dikenal
secara global sebagai batas-batas atau angka-angka Atterberg (Atterberg
Limits) (Darmawijaya, 2010).
Batas batas Atterberg terdiri dari batas lekat, batas cair dan batas
gulung. Batas lekat merupakan nilai minimum kelembaban massa yang scat
itu suatu pasta tanah akan menempel pada sebuah spatgula baja setelah ditarik
dari dalam contoh tanah lembab tersebut. Batas lekat sangatlah jarang
digunakan. Batas cair merupakan kelembaban massa yang saat itu sistem
tanah dan air berubah dari cairan kental ke benda yang liat atau lentur (platis).
7

Batas gulung merupajan kelembaban massa yang saat itu tanah berubah dari
keadaan liat (lentur) ke keadaan semi kaku dan remah (Syarif, 2012).
Suatu indeks yang berasal dari batas-batas konsistensi yang disebut
indeks platisitas (plasticity index), didefinisikan sebagai perbedaan antara
batas cair dan batas gulung (batas liat). Umumnya digunakan sebagai
indikator kelempungan (clayeyness) atau plastisitas potensial suatu tanah dan
digunakan misalnya dalam sistem klasifikasi perekayasaan keteknikan tanah.
Namun, indeks plastisitas tidak hanya bergantung kepada kandungan
lempung tetapi juga kepada sifat lempungnya, apakan tipe membengkak atau
tidak, maupun pada kation-kation yang terjerap, kandungan bahan organik,
dan perlakuan yang diberikan pada contoh tanah (Wilman, 2013).
Atterberg pada tahun 1911 adalah seorang ilmuwan dari Swedia yang
berhasil mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat kosistensi
tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi
tanah disebut Atterberg Limits. Kegunaan batas Atterberg dalam perencanaan
adalah memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang
bersangkutan. Batas antara fase-fase tanah seperti diatas disebut batas-batas
kosistensi atau batas-batas Atterberg (Sompie, 2018).

E. Analisis Tekstur

Tekstur tanah menyatakan kasar halusnya suatu tanah. Tekstur tanah


merupakan perbandingan ukuran dan porsi butir-butir primer (liat, debu, dan
pasir) mineral tanah. Tekstur tanah bersifat permanen/tidak mudah diubah
dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti
struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, daya
infiltrasi, dan lain-lain (Satriawan et al., 2014).
Tekstur tanah sangat menentukan kualitas tanah, terutama dalam hal
kemampuannya menahan air. Partikel yang besar akan menyebabkan rongga
antar partikel tanah juga besar sehingga air dan udara cenderung mudah
mengalir. Sebaliknya, partikel yang kecil akan menyebabkan rongga antar
partikel tanah juga kecil sehingga air dan udara lebih lambar bergerak dan
8

cenderung tertahan. Oleh karena itu, tanah dengan tekstur sebagian besar
mengandung liat/lempung, sencerung menahan lebih banyak air
dibandingkan tekstur tanah yang lain. Tanah bertekstur liat mempunyai luas
permukaan yang lebih besar sehingga mampu menahan air dan meyediakan
unsur hara yang tinggi (Arisandy et al., 2012).
Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro
disebut lebih poreus, tanah yang didominasi debu akan mempunyai pori-pori
yang disebut agak poreus, sedangkan yang didominasi liat akan banyak
mempunyai pori-pori mikro atau tidak poreus. Tanah didominasi oleh partikel
berukuran kasar (pasir) akan didominasi oleh pori makro. Tingginya pori
makro akan menyebabkan kondisi aerob yang selanjutnya akan mendorong
oksidasi bahan organik menjadi mineral-mineral tanah
(Tangketasik et al., 2012).

F. Analisis Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan penyusun partikel-partikel primer tanah yang


saling melekat satu sama lain secara alami yang membentuk agregat (ped)
yang dihasilkan oleh proses pedogenik. Struktur berbeda dengan bongkahan
(clod) yang merupakan gumpalan tanah yang berbentuk bukan melalui proses
pedogenik melainkan karena pengaruh faktor fisik, misalnya akibat
pengolahan tanah. Penentuan struktur tanah di lapangan dilakukan dengan
mengambil sebongkah tanah dari suatu horizon kurang lebih 10 cm3
kemudian dipecahkan dengan jalan menekannya dengan jari atau
menjatuhkannya dari ketinggian tertentu sehingga bongkahan tanah tersebut
akan pecah secara alami. Pecahan gumpalan tanah tersebut merupakan
agregat atau gabungan dari agregat (Rayes, 2017).
Pengolahan tanah seperti membajak tanah dan mencangkul, akan
mempengaruhi struktur suatu tanah. Untuk jangka pendek, biasanya
menguntungkan, karena alat-alat pertanian dapat memecah dan merusak
bongkahan tanah yang sangat padat. Pengolahan yang dilakukan saat
kelembaban tanah optimum dapat menciptakan keadaan yang lebih baik bagi
9

pertumbuhan tanaman. Selain itu penambahan bahan organik pada tanah juga
akan mempengaruhi struktur tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat-
sifat tanah adalah: sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah,
menambah kemampuan tanah untuk menahan air, sumber unsur hara N, P, S
dan unsur-unsur mikro, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-
unsur hara (kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi) dan sumber energi
bagi mikroorganisme (Sulistyowati, 2011).
Struktur tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui
pengaruhnya terhadap perkembangan akar tanaman dan proses-proses
fisiologi akar tanaman, seperti absorpsi hara, absorpsi air, dan respirasi.
Pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik tanahnya. Adanya
pemadatan tanah seperti yang ditimbulkan oleh kegiatan eksploitasi akan
merubah struktur tanah dan poripori tanah, sehingga kandungan air tanahpun
ikut berubah. Struktur tanah yang padat akan menghambat laju penetrasi akar
lebih dalam. Karena tanah padat susah ditembus akar, maka daerah
pemanjangan akar semakin pendek. Kepadatan tanah yang tinggi juga akan
mengakibatkan ruang pori makro menurun sehingga penetrasi akar akan
terhambat (Firdaus, 2013).

G. Kemantapan Agregat

Kemantapan agregat tanah sangat penting bagi tanah pertanian dan


perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang
baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap
porositas, aerasi, dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya kurang stabil
bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-
butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot
isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat
(Advinda, 2018).
Kemantapan agregat-agregat tanah merupakan faktor yang terpenting
dalam kesuburan dan pengawetan tanah. Kemantapan agregat tanah ini
10

dimungkinkan dengan adanya bahan perekat seperti liat, CaCO3, Fe-


hidroksida, bahan organik dan szat-zat lendir yang dihasilkan oleh
microorganisme, sehingga butir-butir tanah tersebut terikat kuat satu sama
lain. Metode kimia yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan agregat
antara lain yaitu dengan bahan bitumen dan krilium (Neni, 2015).
Kemantapan agregat sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan.
Perakaran tanaman sangat membantu pembentukan dan kemantapan agregat
serta pori makro tanah, yaitu melalui retakan-retakan yang terbentuk oleh
aktivitas akar. Tanah-tanah yang mempunyai agregat mantap menjamin lalu
lintas air tetap lancar tanpa terganggu oleh hancuran massa tanah ketika
kandungan air tanah meningkat (Rosyidah dan Ruslan, 2015).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


1. Praktikum Lapang
a. Tempat : Laboratorium Peternakan di Jatikuwung, Lahan
Persawahan di Matesih, dan Kebun Percobaan di
Jumantono.
b. Hari, Tanggal : Minggu, 4 November 2018.
c. Waktu : 07.00-14.00 WIB.
2. Praktikum Laboratorium
a. Tempat : Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
b. Hari, Tanggal : Rabu, 7 November 2018.
c. Waktu : 15.30 WIB.
3. Praktikum Laboratorium
a. Tempat : Laboratorium Fisika Tanah dan Laboratorium
Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
b. Hari, Tanggal : Selasa, 4 Desember 2018.
c. Waktu : 07.30 WIB.

B. Bahan
1. Pengambilan Contoh Tanah
a. Contoh tanah terusik
b. Contoh tanah tidak terusik
2. Sifat Fisika Tanah Lapang
a. Sampel tanah baik itu di Jatikuwung, Matesih, dan Jumantono.
3. Permeabilitas Tanah
a. Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel.
4. Analisis Lengas Tanah
a. Lengas Tanah Kering Angin
1) Bongkahan.

11
12

2) Contoh tanah kering angin (ctka) Ø 0,5 mm dan Ø 2 mm.


b. Kapasitas Lapangan
1) Ctka Ø 2 mm.
c. Lengas Maksimum (Kapasitas Air Maksimum)
1) Ctka Ø 2 mm.
2) Aquades.
5. Analisis Atterberg
a. Ctka Ø 0.5 mm.
b. Aquades.
6. Analisis Tekstur Tanah
a. Ctka lolos Ø 2 mm 10 gram.
b. H2O2 30%, H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air
bebas ion)
c. HCl 2N
d. Larutan Na4P2O7 4%
7. Analisis Struktur Tanah
a. Bobot Volume (BV)/Bulk Density
1) Tanah bongkah asli (ring sampel)
2) Air
3) Lilin
b. Bobot Jenis/Particle Density
1) Ctka Ø 2 mm
2) Aquades
8. Analisis Kemantapan Agregat Tanah
a. Contoh tanah agregat utuh
b. Air suling atau air bersih

C. Alat
1. Pengambilan Contoh Tanah
a. Ring sampel
b. Pisau
c. Balok Kayu dan palu
13

d. Linggis
e. Cangkul
f. Spidol
g. Label
2. Sifat Fisika Tanah Lapang
a. Infiltrasi Tanah
1) Doublering infiltrometer
2) Balok kayu dan palu
3) Stop watch
4) Penggaris
b. Warna Tanah
3. Permeabilitas Tanah
a. Ring sample
b. Bak perendam
c. Permeameter
d. Gelas piala
e. Jam atau stop watch
f. Penggaris
g. Gelas ukur
4. Analisis Lengas Tanah
a. Lengas Tanah Kering Angin
1) Botol timbang
2) Oven
3) Eksikator
4) Penimbang
b. Kapasitas Lapangan
1) Botol semprong
2) Kain kassa
3) Statif
4) Gelas piala
c. Lengas Maksimum (Kapasitas Air Maksimum)
14

1) Cawan tembaga yang dasarnya berlubang


2) Mortir porselin
3) Saringan tanah Ø 2 mm
4) Timbangan analitik
5) Spatel
6) Oven
7) Eksikator
8) Gelas arloji
9) Kertas saring
10) Petridish
5. Analisis Atterberg
a. Botol timbang
b. Colet
c. Botol pemancar
d. Eksikator
e. Cassa grande
f. Cawan penguap
g. Oven
h. Timbangan analitik
i. Spatel
j. Lempeng kaca
k. Papan kayu
6. Analisis Tekstur Tanah
a. Gelas piala 800 ml
b. Penyaring berkefeld
c. Ayakan 50 mikron
d. Gelas ukur 500 ml
e. Pipet 20 ml
f. Pinggan aluminium
g. Dispenser 50 mkl
h. Gelas ukur 200 ml
15

i. Stop watch
j. Oven berkipas
k. Pemanas listrik
l. Neraca analitik ketelitian empat desimal
7. Analisis Struktur Tanah
a. Bobot Volume (BV)/Bulk Density
1) Cawan pemanas
2) Lampu bunsen
3) Pipet ukur
4) Benang
5) Timbangan analitik
6) Termometer
b. Bobot Jenis (BJ)/Particle Density
1) Piknometer
2) Termometer
3) Timbangan analitik
4) Kawat pengaduk
5) Corong kaca
6) Tabel BJ
7) Tissue
8. Analisis Kemantapan Agregat Tanah
a. Satu set ayakan kering
b. Satu set ayakan basah
c. Timbangan
d. Palu kecil
e. Cawan nikel
f. Buret
g. Oven
h. Eksikator
16

D. Cara Kerja
1. Pengambilan Contoh Tanah
a. Pengambilan Contoh Tanah Terusik
1) Menentukan lokasi yang dianggap mewakili tanah disekitarnya
dengan memperhatikan bahwa lokasi bukan merupakan cekungan
atau tergenang air, diusahakan tanah yang relatif datar
2) Membersihkan permukaan tanah dari seresah
3) Mengambil contoh tanah sesuai kebutuhan (1-2 kg)
4) Menyimpan contoh tanah menggunakan plastik dan menutupnya
rapat sesuai dengan perlakuan
b. Pengambilan Contoh Tanah Bongkah / Agregat Tidak Terusik (Utuh)
1) Menentukan lokasi yang dianggap mewakili tanah disekitarnya
dengan memperhatikan bahwa lokasi bukan merupakan cekungan
atau tergenang air, diusahakan tanah yang relatif datar
2) Membersihkan permukaan tanah dari seresah
3) Mengambil contoh tanah sesuai kebutuhan (1-2 kg) pada
kedalaman 0-20 cm
4) Menyimpan contoh tanah menggunakan plastik dan membawa
dengan hati-hati agar tanahnya tidak hancur
5) Menutup rapat kotak atau bungkus contoh tanah agar tidak terjadi
kehilangan lengas
c. Pengambilan Contoh Tanah Tidak Terusik (Utuh)
1) Menentukan lokasi yang dianggap mewakili tanah disekitarnya
dengan memperhatikan bahwa lokasi bukan merupakan cekungan
atau tergenang air, diusahakan tanah yang relatif datar
2) Membersihkan permukaan tanah dari seresah dan jika kondisi
tanah terlalu kering dapat disiram sampai kondisi kapasitas lapang
3) Meletakkan ring sampel pada permukaan tanah yang sudah rata
dengan bagian ring sampel yang tajam pada posisi bawah ,
menggali sekeliling ring sampel hingga kedalaman 10-15 cm
17

4) Menekan ring sampel dengan bantuan balok kayu yang diletakkan


diatas ring sampel dan memukul dengan palu sampai mendekati
permukaan tanah, menanamkan ring sampel kedua diatas ring
sampel pertama
5) Meletakkan ring sampel bantuan hingga tertanam ¾ bagian
6) Mengambil ring sampel yang sudah tertanam dengan menggali
sekeliling ring sampel
7) Membersihkan sisi ring sampel dari tanah menggunakan pisau
belati, dan memisahkan ring sampel pertama dengan ring sampel
kedua
8) Meratakan permukaan ring sampel atas dan bawah serta
menutupnya menggunakan penutup ring sampel
9) Menyimpan contoh tanah agar tidak berubah bentuknya
2. Sifat Fisika Tanah Lapang
a. Infiltrasi Tanah
1) Benamkan ring secara vertical ke dalam tanah sedalam
3-10 cm menggunakan balok kayu dan palu atau penumbur
hidrolik. Pastikan bahwa kedalam ring cukup untuk membuat ring
kuat berdiri. Namun demikian perhitungan pula tebal ring yang
akan digenangi, mislanya bila kedalam pembenaman ring 5 cm
dan kedalam penggenangan juga 5 cm, maka panjang ring yang
digunakan minimal 11 cm. gangguan terhadap tanah akibat proses
pembenaman ring harus seminimal mungkin. Menghindari
pengikisan atau pertain tanah. Apabila double ring infiltrometer
yang digunakan, maka ring pengukuran dibenamkan terlebih
dahulu.
2) Hindari kebocoran di sekitar dinding ring dengan cara
memadatkan bagian tanah yang bersentuhan dengan dinding ring.
Bila terbentuk celah yang besar, maka perlu dilakukan perekatan
dengan menggunakan sebuk bentonit atau liat halus.
18

3) Genangi ring pengukur dengan tingkat ke dalaman yang konstan


dan mengukur kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Bila
double ring infiltrometer yang digunakan, maka semakin
ketinggian genangan pada ring penyangga dengan ring pengukur.
Tinggi genangan biasanya berkisar antara 5-20 cmpointer (yang
paling sederhana adalah penggaris atau batang kayu/logam yang
ditera) atau bisa digunakan semacam kait pengukur (hook gauge).
Ketika permukaan air dalam ring pengukur turun dan sampai pada
titik penujuk (pointer) atau hook gauge level, maka lakukan
penambahan air sampai permukaan air dalam ring kembali ke titik
awal/preset mark. Rata-rata laju infiltrasi ditetapkan/dihitung dari
volume penambahan air dan interval waktu penambahan.
Kedalaman penggenangan (H) merupakan ketinggian air yang
terletak pada pertengahan antara preset mark dan pointer (hook
gauge).
4) Quasy-steady state flow (aliran air yang konstan) diasumsikan
terjadi ketika kecepatan penurunan air di dalam ring menjadi
konstan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Quasy-steady
state flow (waktu kesetimbangan) umumnya meningkat dengan
semakin halusnya tekstur tanah, menurunnya struktur tanah,
meningkatkan kedalaman/penggenangan (H) dan kedalaman
pembenaman ring (d), dan semakin beratnya radius ring.
b. Warna Tanah
1) Mengambil sampel tanah dari lapisan bawah terlebih dahulu.
2) Meletakkan tanah di bawah lubang kertas Munsell.
3) Menentukan hue, value dan chrome.
4) Mencatat hasil pengamatan.
3. Permeabilitas Tanah
a. Analisis Permeabilitas Tanah
1) Contoh tanah tidak terusik diambil dari lapisan tanah atas d
lapangan yang akan diukur laju erosinya
19

2) Contoh tanah bersama ring sampelnya direndam air dalam bak


perendam sampai 3 cm dari dasar bak perendam selama 24 jam
3) Setelah perendaman selesai, contoh tanah dalam ring sampel yang
telah direndam sampai jenuh air dipindahkan ke permeameter.
Alirkan air ke selang masuk permeameter dan diatur aliran airnya
sehinnga keluar permeameter tidak meruka struktur sampel tanah
dalam ring sampel tanah dalam ring sampel yang terpasang tadi
4) Setelah aliran konstan, air yang keluar dari alat permeameter di
tamping pada gelas piala
5) Kemudia lakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar
dari permeameter memkai gelas piala dalam jeda waktu tertentu
misalnya 1 menit (gunakan stop watch). Air ini lalu ditakar
dengan menggunakan gelas ukur
6) Lakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali. Hitung rata-
ratanya
4. Analisis Lengas Tanah
a. Lengas Tanah Kering Angin
1) Botol penimbang dan tutupnya ke dalam oven selama 30 menit
kemudian mendinginkannya ke dalam eksikator dan menimbang
botol penimbang dengan tutupnya (a gr).
2) Memasukkan ctka kurang lebih 2/3 tinggi botol penimbang lalu
menimbangnya (b gr) dan masing-masing ctka dilakukan 2 kali
ulangan
3) Memasukkan ke dalam oven dengan keadaan terbuka bersuhu
105oC selama 4 jam.
4) Mendinginkan botol penimbang dan isinya pada eksikator dalam
keadaan tertutup, kemudian melalukan penimbangan setelah
dingin (c gr).
5) Melakukan perhitungan kadar lengas.
(𝑏 − 𝑐)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ = × 100 %
(𝑐 − 𝑎)
20

Nilai c-a adalah berat contih tanah kering mutlak (cktm).


b. Kapasitas Lapangan
1) Membungkus atau menyumbat salah satu ujung botol dengan
kain kassa.
2) Memasukkan ctka ke dalam botol semprong dengan bagian yang
tertutup kain kassa sebagai dasarnya.
3) Memasang botol semprong pada statif dan mengatur seperlunya.
4) Merendam selama kurang lebih 48 jam.
5) Mengangkat semprong dan membiarkan air menetes samapi tetes
terakhir.
6) Mengambil contoh tanahnya yang berada pada 1/3 bagian tengah
botol semprong, mengukur kadar lengasnya sebanyak 2 kali
ulangan.
c. Lengas Maksimum (Kapasitas Air Maksimum)
1) Menggerus ctka menjadi butir primer dan menyringnya menjadi
Ø 2 mm.
2) Mengambil cawan berlubang yang dasarnya diberi kertas saring
yang sudah dibasahi.
3) Menimbang dengan gelas arloji sebagai alasnya (a gr).
4) Memasukkan ctka yang telah digerus dalam cawan tembaga
kurang lebih 1/3nya lalu mengetuk-ngetuk, menambahkan lagi
ctka sampai 2/3 lalu mengetuk-ngetuk lagi, kemudian
menambahkan lagi ctka sampai penuh, mengetuknya lagi dan
meratakannya.
5) Memasukkan cawan tersebut ke dalam perendam kemudian diisi
air sampai permukaan air mencapai kurang lebih ½ tinggi dinding
cawan, perendaman 12 jam (setelah direndam permukaan tanah
akan cembung minimal rata/mendatar.
6) Mengangkat cawan dan membersihkan sisi luarnya lalu
meratakan tanah setinggi cawan dengan diperes secara hati-hati
dan menimbangnya dengan diberi alas gelas arloji (b gr).
21

7) Memasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 4 jam, lubang


pembuangan air pada oven harus terbuka.
8) Memasukkan ke dalam eksikator kemudian menimbangnya
dengan diberi gelas arloji (c gr).
9) Membuang tanah, membersihkan cawan dan kertas saring
kemudian menimbangnya dengan diberi alas gelas arloji (d gr).
10) Menghitung kadar lengasnya.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟𝐿𝑒𝑛𝑔𝑎𝑠 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ
(𝑏 − 𝑎) − (𝑐 − 𝑑)
= × 100 %
(𝑐 − 𝑑)
5. Analisis Aterberg
a. Batas Lekat (BL)
1) Membuat gumpalan dengan pasta tanah sebsar bola pingpong.
2) Menusuk gumpalan dengan spatel sedalam 2.5 cm dengan
kecepatan 0.5 detik.
3) Bila tanah menempel 1/3 batas spatel (kuranglebih 8 mm) maka
mengambil tanah di sekitar tusukan dan menganalisis KL-nya.
4) Melakukan ulangan sebanyak 2 kali.

b. Batas Cair (BC)


1) Membuat pasta tanah dengan cara mencampurkan ctka Ø 0.5 mm
dengan air pada cawan penguap.
2) Mengambil pasta tanah secukupnya dan memasukkan ke dalam
cassagrande dan meratakan dengn colet setebal 1 cm, lalu
membelah pasta tanah dengan spatel dalam keadaan tegak lurus
sampai padadasar cawan.
3) Mengatur tinggi rendah cawan cassagrande pada meja
penumpunya, kemudian memutar alat cassagrande dengan
kecepatan 2x per detik dan menghitung jumlah ketukan hingga
pasta bertemu sepanjang 1-2 cm.
22

4) Mengulangi sebanyak 4 kali (2x untuk >10->25 ketukan dan 2x


untuk >25-<45 ketukan).
5) Mengambil tiap pasta hasil ketukan dan menganalisis KL-nya.
6) Mencari log ketukan kemudian dianalisis dengan regresi (nilai
BC=KL pada ketukan 25).
c. Batas Gulung (BG)
1) Menggiling-giling pasta tanah di atas lempeng kaca hingga
terbentuk silindris (3 mm) dan mulai retak-retak. Bila belum
retak-retak menambah sedikit tanah lalu menggiling-gilungnya
lagi.
2) Menghitung kadar lengas tanah tersebut dengan analisis lengas.
3) Mengulang sekali lagi sebagai duplo.
d. Batas Berubah Warna (BBW)
1) Membuat pasta tanah dengan cara mencampur ctka Ø 0,5 mm
dengan air pada cawan penguap.
2) Meratakan pasta tanah pada kayu membentuk elips dengan
ketinggian pada bagian tengah kurang lebih 3 mm dan semakin
ke tepi semakin tipis.
3) Membiarkan semalam dan setelah ada beda warna mengambil
tanahnya selebar 1 cm (warna terang dan gelap) untuk dianalisis
KL-nya.

6. Analisis Tekstur Tanah


a. Timbang 10 gram ctka Ø 2 mm, masukkan dalam gelas piala 500/1000
ml
b. Tambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30% (diamkan sampai
reaksi mereda)
c. Tambahkan 20 ml HCl 2 N dan panaskan (mendidih skitar 5 menit)
d. Dinginkan dan encerkan dengan aquader sampai 50/1000 ml, setelah
mengendap disaring (diulang sampai tanah/larutan bebas asam)
e. Tanah dipindahkan ke tabung reaksi 50/1000 ml dan tambahkan
larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml
23

f. Aduk dan diamkan 1 menit kemudian di pipet sebyak 20/25 ml


kedalaman 20cm, siapkan cawan kosong (b g), masukan dalam cawan
penguap dan oven sampai kerng kemudian timbang (c g)
(debu+liat+peptisator)
g. Setelah 3,5 jam kembali di pipet sebanyak 20/25 ml sedalam 5 cm
(liat+peptisator), siapkan cawan kosong (d g), asukan dalam cawan
penguap dan oven sampai kering kemudian timbang (e g)
(debu+liat+peptisator)
h. Sisa filtrate yang ada kemudian disaring dengan ayakan 300 mm yang
tertinggal di ayakan di keringkan dan timbang sebagai pasir kasar
(untuk memisahkan pasir kasar dan pasir halus)
7. Analisis Struktur Tanah
a. Bobot Volume (BV)/Bulk Density
1) Mengikat bongkah tanah dengan benang dan menimbang (a gr).
2) Mencairkan lilin sampai suhu lilin 60oC, kemudian mencelupkan
tanah ke dalam cairan lilin sampai terbungkus sempurna.
3) Menimbang tanah berlilin (b gr).
4) Menngisi tabung dengan aquadest sampai volume tertentu (p cc).
5) Memasukkan tanah berlilin ke tabung ukur.
6) Mencatat volume air setelah tanah dimasukkan (q cc).
87 × 𝑎
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 =
(100 + 𝐾𝐿) × (0,87 × (𝑞 − 𝑝) − (𝑏 − 𝑎))
b. Bobot Jenis (BJ)/Particle Density
1) Mengambil piknometer kosong dan kering kemudian menimbang
beserta tutupnya (a gr).
2) Mengisi piknometer dengan aquades sampai penuh kemudian
menutupnya hingga ada aquades yang keluar dan mengeringkan
aquades yang menempel pada bagian luar piknometer dengan
tissue dan menimbangnya (b gr).
3) Mengukur suhu dengan thermometer dan menentukan BJnya
dengan melihat tabel BJ sesuai suhu yang diukur (BJ1).
24

4) Membuang air dan membersihkannya hingga kering kemudian


mengisi piknometer dengan tanah 5 gr dan memasang tutupnya
serta menimbangnya (c gr).
5) Mengisi piknometer yang telah ditimbang dengan aquades hingga
separuh volume.
6) Mengaduknya sampai tidak ada gelembung udara dan
membiarkannya semalam dalam keadaan piknometer tutup
sumbatnya.
7) Membuang gelembungnya lalu mengisi piknometer dengan
aquades sampai penuh dan menimbangnya (d grr).
8) Mengukur suhu dengan thermometer dan memnentukan BJnya
sesuai tabel (BJ2).
100 × (𝑐 − 𝑎) × 𝐵𝐽1 × 𝐵𝐽2
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 =
(100 + 𝐾𝑙) × (BJ2 × (b − a) − BJ2 × (d − c))
c. Porositas
𝐵𝑉
𝑛 = (1 − ) × 100 %
𝐵𝐽
8. Kemantapan Agregat Tanah
a. Pengayakan Kering
1) Menimbang contoh tanah kering udara sebanyak 500 gr.
2) Meletakkan pada ayakan paling atas (8 mm), di bawah ayakan ini
berturut-turut terdapat ayakan 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; dan
penampung.
3) Menggunakan tangan untuk mengayak tanah yang ada di dalam
ayakan 8 mm sampek semua tanah turun melalui ayakan ini. Jika
penggunaan tangan belum dapat melewatkan semua tanah, maka
dapat digunakan alu kecil (anak lumpang). Menumbuk tanah
perlahan-lahan menggunakan alu kecil sampai semua tanah turun.
4) Menggocang ayakan dengan tangan sebanyak lima kali.
25

5) Menimbang masing-masing fraksi agregat pada setiap ayakan


kemudian menyatakan dalam persen. Persentase = 100%
dikurangi N agregat lebih kecil dari 2mm.
6) Melakukan pekerjaan ini sebanyak empat kali ulangan.
b. Pengayakan Basah
1) Menimbang agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan
kering kecuali agregat < 2 mm dan memasukan masing-masing
ke cawan nikel (diameter 7,5 cm, tinggi 2,5 cm) banyaknya
disesuaikan dengan perbandingan ketiga agregat tersebut dan
totalnya harus 100 g.
2) Meneteskan air sampai kapasitas lapangan dari biuret setinggi 30
cra dari cawan, sampai air menyentuh ujung penetes biuret.
3) Menyimpang dalam incubator pada suhu 200C dengan
kelembaban relative 98-100% selama 24 jam.
4) Memindahkan setiap agregat dari cawan ke ayakan sebagai
berikut:
a) Agregat antara 8 dan 4,76 mm di atas ayakan 4,76 mm.
b) Agregat antara 4,76 dan 2,83 mm di atas ayakan 2,83 mm.
c) Agregat antara 2,83 dan 2 mm di atas ayakan 2 mm.
5) Ayakan-ayakan yang digunakan dalam pengayakan basah selain
dari yang tersebut di atas masih terdapat dibawahnya berturut-
turut ayakan 1 mm, 0,5 mm dan 0,279 mm.
6) Memasang susunan ayakan-ayakan tersebut pada alat pengayak
basah, di mana bejana yang disediakan telah diisi air suling/air
bersih terlebih dahulu setinggi 25 cm dari dasar bejana.
7) Pengyakan dilaksanakan selama 3 menit (35 ayakan per menit
dengan amplitude 3,75).
8) Seterlah selesai pengayakan, memindahkan agregat dari setiap
ayakan ke cawan nikel (diameter 9 cm, tinggi 5 cm) yang beratnya
telah diketahui. Pemindahan dibantu dengan corong untuk
memindahkan agregat-agregat lepas dari dasar ayakan,harus
26

dibantu dengan semprotan air yang dilakukan pada selang


berdiameter kecil supaya alirannya deras.
9) Memasukkan cawan yang telah terisi agregat dari air ke dalam
oven dan memanaskan pada suhu 1050C selama 24 jam.
10) Setelah kering, memasukkan tanah ke desikator kemudian
menimbang
IV. HASIL PENGAMATAN

A. Analisis Permeabilitas Tanah

Tabel 1.1 Analisis Permeabilitas Tanah


Jenis Q L T H A K
No Kedalaman
Tanah (ml) (cm) (jam) (cm) (cm2) (ml/jam)
Alfisol 5-10 cm 1,8 8,846
1. 1 5 0,016 19,625
Atas
Alfisol 10-15 cm 1,4 545,951
2. 48 5 0,016 19,625
Bawah
Tanah
3. Mediteran 5-10 cm 17,33 5 0,016 1,5 19,625 183,970
Atas
Tanah
4. Mediteran 10-15 cm 4,6 5 0,016 1,7 19,625 43,087
Bawah
Vertisol 5-10 cm 1,4 29,572
5. 2,6 5 0,016 19,625
Atas
Vertisol 10-15 cm 1 67,834
6. 4,26 5 0,016 19,625
Bawah
Sumber: Laporan Sementara
B. Analisis Lengas Tanah Vertisol

1. Lengas Tanah Kering Angin


Tabel 2.1 Lengas Tanah Kering Angin
Ukuran
Jenis A B C KL KL rata
ctka Ulangan
Tanah (gr) (gr) (gr) (%) (%)
(mm)
1 56,805 74,230 73,684 3,234
0,5 3,378
2 56,410 73,864 73,270 3,523
1 55,962 71,606 71,048 4,946
Vertisol 2 5,019
2 59,767 72,641 72,017 5,093
1 56,302 69,460 68,980 3,786
Bongkah 3,790
2 55,547 68,566 68,087 3,795
Sumber: Laporan Sementara

27
28

2. Kapasitas Lapang
Tabel 2.2 Kapasitas Lapang
KL
Jenis Ukuran A B C KL
Ulangan rata
Tanah ctka (gr) (gr) (gr) (%)
(%)
Vertisol 2 1 54,428 68,149 66,560 13,097 13,097
Sumber: Laporan Sementara

3. Lengas Maksimum (Kapasitas Lengas Maksimum)


Tabel 2.3 Lengas Maksimum (Kapasitas Lengas Maksimum)
Ukuran Ulangan A B C D KL KL
ctka (gr) (gr) (gr) (gr) (%) rata
(%)
2 1 49,791 102,852 56,256 50,212 7,778 7,778
Sumber: Laporan Sementara
C. Analisis Atterberg Tanah Vertisol

1. Batas lekat
Tabel 3.1 Batas Lekat

Ukuran A B C KL KL rata
No Ulangan
ctka (gram) (gram) (gram) (%) (%)
1 0,5 1 55,977 60,452 59,351 32,631 32,631
Sumber: Laporan Sementara

2. Batas Cair
Tabel 3.2 Batas Cair
Ukuran Ulangan Ketukan A B C KL KL BC BC rata
ctka (gr) (gr) (gr) (%) rata
(%)
0,5 1 1 53,968 57,236 56,168 48,545 2,767
45,142 2,698
2 54,404 58,428 57,243 41,740 2,63
Sumber: Laporan Sementara
29

3. Batas Gulung
Tabel 3.3 Batas Gulung
No Ukuran Ulangan A B C KL KL
ctka (gr) (gr) (gr) (%) rata(%)
1 0,5 1 52,381 56,444 55,553 28,089 28,089
Sumber: Laporan Sementara

4. Indeks Plastisitas
Tabel 3.4 Indeks Plastisitas
Jenis
No Ketukan BC BG IP Ket
tanah
1. Vertisol 1 59,351 57,236 2,115 Tidak Plastis
2 Vertisol 2 58,969 58,428 0,541 Tidak Plastis
Sumber: Laporan Sementara

5. Batas Berubah Warna


Tabel 3.5 Batas Berubah Warna
Ukuran A B C KL KL
No Ulangan
ctka (gram) (gram) (gram) (%) rata(%)
1 0,5 1 53,131 53,317 53,286 20 20
Sumber: Laporan Sementara

D. Analisis Tekstur

Tabel 4.1 Analisis Tekstur


No Ukuran ctka A B C D E

1 2 mm 10 34,091 34,235 40,371 40,487

Presentase clay 74.98%

Presentase debu 24,70%

Presentase pasir 0,32%

Tekstur Loamy Clay


Sumber: Laporan sementara
30

E. Analisis Struktur Tanah Vertisol

1. Bobot Volume
Tabel 5.1 Bobot Volume
Ctka ᴓ
Ulangan A B P (cc) Q(cc) BV
(mm) (gram) (gram)
Bongkah 1 2,419 4,615 30 33 0.77
Sumber: Laporan Sementara

2. Bobot Jenis
Tabel 5.2 Bobot Jenis
Ctka Ulan A B C D Suhu BJ 1 Suhu BJ 2 BJ
ᴓ gan 1 (0C) 2 (0C)
(mm) (gram) (gram) (gram) (gram)

2 1 21,852 49,984 26,860 53,262 31 0,9957 32 0,9954 2,71

Sumber: Laporan Sementara

3. Porositas
Tabel 5.3 Porositas
BV BJ N

0,77 2,71 71,6%

Sumber: Laporan Sementara


31

F. Kemantapan Agregat Tanah

1. Ayakan Kering
Tabel 6.1 Ayakan Kering
No Diameter Agregat Diameter Berat (g) Berat yang
rata-rata diambil (g)

1 8,00-4,76 mm 4,76 103,712 25,311

2 4,76-2,83 mm 2,82 222,674 54,345

3 2,83-2,00 mm 2 83,355 20,343

Total 409,741 99,999

Xa 12,883

Sumber: Laporan Sementara

2. Ayakan Basah
Tabel 6.2 Ayakan Basah

No Diameter Agregat Diameter rata-rata Berat (g)


1 8,00-4,76 mm 6,4 59,668
2 4,76-2,83 mm 3,8 70,175
3 2,83-2,00 mm 2,4 59,702
4 2,00-1,00 mm 1,50 42,909
5 1,00-0,50 mm 0,75 39,212
6 0,500-0,297 mm 0,40 37,504
7 >0,297 0,15 38,691
Total 347,861
Xb 9,064
Indeks Kemantapan Agregat 26,184
Indeks Ketidakmantapan Agregat 3,819
Indeks Kemantapan Tidak Mantap
Sumber: Laporan Sementara
32

Analisis Data :
A. Analisis Permeabilitas
(𝑄𝑥𝐿) (1𝑥5) 5
K= (𝑇𝑥𝐻𝑥𝐴) = (0.016𝑥1,8𝑥19.265) = 0.5652 = 8,846
(𝑄𝑥𝐿) (48𝑥5) 240
K= (𝑇𝑥𝐻𝑥𝐴) =(0.016𝑥1,4𝑥19.265) = 0.4396 = 545,951
(𝑄𝑥𝐿) (17,33𝑥5) 86,65
K= (𝑇𝑥𝐻𝑥𝐴) =(0.016𝑥1,5𝑥19.265) = 0.471 = 183,970
(𝑄𝑥𝐿) (4,6𝑥5) 21,16
K= = = = 43,087
(𝑇𝑥𝐻𝑥𝐴) (0.016𝑥1,7𝑥19.265) 0.5338
(𝑄𝑥𝐿) (2,6𝑥5) 13
K= (𝑇𝑥𝐻𝑥𝐴) = (0.016𝑥1,4𝑥19.265) = 0.308 = 29,572
(𝑄𝑥𝐿) (4,26𝑥5) 21,3
K= (𝑇𝑥𝐻𝑥𝐴) =(0.016𝑥1𝑥19.265) = 0,314 = 67,834

B. Analisis Lengas Tanah


1. Lengas Tanah Kering Angin
(𝑏−𝑐)
Kadar Lengas Tanah = (𝑐−𝑎) x 100%
(𝑏−𝑐)
0,5 mm = (𝑐−𝑎) x 100%
(74,230−73,684)
= (73,684−56.805) x 100%

= 3,234%
(𝑏−𝑐)
0,5 mm = (𝑐−𝑎) x 100%
(73,864−73,270)
= (73,270−56,410) x 100%

= 3,523%
(𝑏−𝑐)
2 mm = (𝑐−𝑎) x 100%
(71,606−71,048)
= (71,048−59,767) x 100%

= 4,946%
(𝑏−𝑐)
2 mm = (𝑐−𝑎) x 100%
(72,641−72,017)
= (72,017−59,767) x 100%

= 5,093%
(𝑏−𝑐)
Bongkah = (𝑐−𝑎) x 100%
33

(69,460−68,980)
= (68,980−56,302) x 100%

=3,786%
(𝑏−𝑐)
Bongkah = (𝑐−𝑎) x 100%
(68,566−68,087)
= (68,087−55,547) x 100%

=3,795%
2. Kapasitas Lapang
(𝑏−𝑐)
2 mm = (𝑐−𝑎)x 100%
(68,149−66,560)
= (66,560−54,428) x 100%

= 13,097%
3. Lengas Maksimum (Kapasitas Lengas Maksimum)
(𝑏−𝑎)−(𝑐−𝑑)
Lengas Maksimum = (𝑐−𝑑)
𝑥100%

(102,851−49,791)−(56,256−50,212)
= (56,256−50,212)
𝑥100%

= 7,778%
C. Analisis Aterberg Tanah Vertisol
1. Batas Cair
Ulangan 1 ketukan 10-25
(𝑏−𝑐)
KL= (𝑐−𝑎)x 100%
(57,236−56,168)
= (56,168−53,968) x 100%

= 48,545%
(𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛)0,12
BC=KLx
(25)

(20)0,12
= 48,545 x (25)

= 48,545 x 0.057
= 2,767
Ulangan 1 ketukan 25-45
(𝑏−𝑐)
KL= (𝑐−𝑎)x 100%
34

(58,428−57,243)
= (57,243−54,404) x 100%

= 41,740%
(𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛)0,12
BC=KLx (25)

(45)0,12
= 41,740 x (25)

= 61.65 x 0.063 = 2,63


2. Batas Gulung
(𝑏−𝑐)
KL= (𝑐−𝑎)x 100%
(56,444−55,553)
= (55,553−52,381) x 100%

= 28,089 %
3. Indeks Plastisitas
IP1 = BC1-BG1
= 59,351-57,236
= 2,115
IP2 = BC2-BG2
= 58,969-58,428
= 0,541
4. Batas Berubah Warna
Ulangan 1
(𝑏−𝑐)
KL= (𝑐−𝑎)x 100%
(53,317−53,286)
= (53,286−53,131) x 100%

= 20%
D. Analisis Tekstur Tanah
(100+𝐾𝐿)
Fk = (100)
(100+5,813)
= (100)

= 1,058
100
Persentase ctkm = (100+𝐾𝐿) 𝑥100%
35

100
= (100+5,813) 𝑥100%

= 94,50%
a =(tanah awal) 𝑥persen ctkm
10
=(100) 𝑥 94,50%

= 9,45%
Persentase debu
(100) (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 )
=(c-b-e+d) 𝑥𝑓𝑘𝑥 (𝑎)
𝑥 (25)
(100) (20)
= (35,250 – 35,127 – 41,501 + 41,406) 𝑥1,058𝑥 (9,45) 𝑥 (25)

= 0,028 x 1,050 x 10,502 x 0.8


=24,70%
Persentase clay
(100) (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟)
=(e-d-0,01) 𝑥𝑓𝑘𝑥 (𝑎)
𝑥 (25)
(100) (20)
= (41,501 – 41,406 – 0.01) 𝑥 1,050 𝑥 (9,522) 𝑥 (25)

= 74.98%
Persentase Pasir = 100% - %debu - %clay
= 100% – 24,70 – 74,98%
= 0,32%
E. Analisis Struktur Tanah
1. Bobot Volume
87𝑥𝑎
Bobot Volume : (100+𝐾𝐿)𝑥(0,87𝑥(𝑞−𝑝)−(𝑏−𝑎))
87𝑥 2,419
Bobot Volume :(100+5,813)𝑥(0,87𝑥(33−30)−(4,615−2,419))

Bobot Volume :0.77

2. Bobot Jenis
100𝑥(𝑐−𝑎)𝑥(𝐵𝐽1𝑥𝐵𝐽2)
Bobot jenis: (100+𝐾𝐿)𝑋(𝐵𝐽1𝑥(𝑏−𝑎)−𝐵𝐽2𝑥(𝑑−𝑐))
100𝑥(26,860−21,852)𝑥(0.9957𝑥0.9954)
Bobot jenis:(105,813)𝑋(0.9957𝑥(49,984−21,852)−0.9954𝑥(53,262−26.860))

Bobot jenis : 2,71


36

3. Porositas
BV : 0.77
BJ : 2,71
Rumus : n = (1-0.77/2.71) x 100%

n = (1 – 0.28)X100%

= 71,6%

F. Kemantapan Agregat Tanah


1. Ayakan Kering
Berat yang diambil 8,00-4,76 mm
103,712
= 𝑋 100%
409,741
25,3116%
Berat yang diambil 4,76-2,83 mm
222,674
= 𝑋 100%
409,741
54,345%
Berat yang diambil 2,83-2,00 mm
83,355
= 𝑋 100%
409,741
20,343%
Berat diameter rata − rata pengayakan kering (Xa)
(4,76 𝑋 103,712)+(2,82 𝑋 222,674)+(2𝑋83,355)
Xa = 100
1288,319
= 100

=12,883
2. Ayakan Basah
Xb=
(59,668 𝑋 6.4)+(70,175𝑋3.8)+(59,702𝑋2.4)+(42,909𝑋1.5)+(39,212𝑋0.75)+(37,504𝑋0.4)+(38,691𝑋0.15)
100

381,875 + 266,665 + 143,284 + 64,363 + 29,409 + 15,001 + 5,803


=
100
9,064
37

Indeks ketidakmantapan agregat: Xa-Xb


: 12,883-9,064
: 3,819
1
Indeks kemantapan agregat :3,819 𝑥100

: 26,184
Klasifikasi Indeks: Tidak Mantap
V. PEMBAHASAN

A. Sifat Fisika Tanah

Sifat fisika tanah pada praktikum ini terdiri dari infiltrasi tanah dan warna
tanah. Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah
melalui permukaan tanah, atau proses meresapnya air dari permukaan tanah
melalui pori-pori tanah. Menurut Dariah dan Rachman (2016) infiltrasi
merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya
(tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Ketika air
hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut
masuk kedalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses masuknya air
hujan kedalam tanah ini disebabkan oleh tarikan gaya grafitasi dan kapiler
tanah. Laju infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya grafitasi dibatasi oleh
besarnya diameter pori-pori tanah.
Nilai infiltrasi dapat diketahui melalui perhitungan infiltrasi tanah dengan
menggunakan alat double ring infiltrometer. Cara kerja dari double ring
infiltrometer ini adalah pertama-tama tancapkan alat tersebut ke tanah,
kemudian isi alat tersebut dengan air sampai penuh. Setiap satu menit diukur
dan dicatat pengurangan air pada alat tersebut, kemudian diberi air lagi hingga
penuh. Pencatatan pengurangan air dilakukan hingga air pada alat stabil dan
tidak mengalami pengurangan volume.
Priandana et al. (2014) menyatakan bahwa penentuan warna tanah tidak
mudah karena banyaknya jenis tanah dan tingginya tingkat kemiripan warna
tanah. Walaupun warna mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kegunaan
tanah, tetapi kadang-kadang dapat dijadikan petunjuk adanya sifat-sifat khusus
dari tanah. Misalnya, warna tanah gelap mencirikan kandungan bahan organik
tinggi. Warna kelabu menunjukkan bahwa tanah sudah mengalami pelapukan
lanjut. Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan dengan
warna baku yang terdapat pada “Munsell Soil Color Chart”.
Pengamatan warna tanah dilakukan di tanah Vertisol Jatikuwung. Cara
yang digunakan untuk menganalisis warna tanah yaitu dengan mengambil

38
39

sampel tanah lalu mencocokkan warna tanah pada setiap horizon dengan buku
MSCC. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa poncocokkan warna
tanah di Jatikuwung terbagi menjadi dua lokasi, yaitu bawah tegakan dan
tempat terbuka, bahwa tanah di Jatikuwung dominan hitam.

B. Permeabilitas Tanah

Menurut Risza (2010) menyatakan permeabilitas tanah adalah derajat


peresapan air ke dalam tanah. Tanah berpasir memiliki permeabilitas tinggi,
sedangkan tanah lempung dan liat memiliki permeabilitas rendah (air lambat
meresap) dari lapisan permukaan. Tanah yang berpori-pori kecil memiliki daya
permeabilitas rendah, jika digenang air terlalu lama dapat merugikan zona
perakaran, karena drainase dan aerasi tidak lancar, sehingga akar kurang
berfungsi dan menghambat pertumbuhan. Areal tanah lempung dan liat dapat
dilakukan sistem penggenangan dalam jangka waktu tertentu, namun jangan
terlalu lama, karena dapat berakibat hanyutnya partikel-partikel tanah yang
lepas dari agregatnya, pada areal seperti ini, drainasenya harus lebih teratur.
Menurut Elhakim (2016), menyatakan tanah adalah bahan permeabel
karena adanya energi yang saling berhubungan dengan lokasi energi rendah.
Evaluasi yang tepat terhadap permeabilitas tanah diperlukan untuk menghitung
lokasi di bawah struktur hidraulik dan kuantitas air selama kegiatan
pengurasan. Koefisien permeabilitas menunjukkan berbagai nilai hingga 10
kali lipat dari tanah berbutir kasar hingga sangat halus.
Permeabilitas menggunakan tanah tidak terusik yang diambil mengenakan
alat ring sampel yang harus ditancapkan ke dalam tanah hingga memenuhi ring
sampel dengan posisi tegak lurus. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui
bahwa permeabilitas tanah Alfisol atas di Jumantono pada kedalaman 5-10 cm
sebesar 8,846 ml/jam, sedangkan pada Alfisol bawah kedalaman 10-15 cm
permeabilitasnya sebesar 545,951 ml/jam. Tanah Vertisol atas di Jatikuwung
kedalaman 5-10 cm memiliki permeabilitas sebesar 29,572 ml/jam, sedangkan
pada Vertisol bawah kedalaman 10-15 permeabilitasnya naik menjadi 67,834
ml/jam. Permeabilitas tanah Mediteran sawah atas di Matesih kedalaman 5-10
40

cm sebesar 183,970 ml/jam sedangkan pada kedalaman 10-15 cm


permeabilitasnya sebesar 43,087 m/jam.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa permeabilitas yang paling
cepat terdapat pada tanah Alfisol Jumantono, dilanjut oleh tanah Mediteran
sawah Matesih, kemudian Vertisol Jatikuwung memiliki permeabilitas paling
lambat diantara ketiganya. Permeabilitas tanah Vertisol berbeda dengan
Alfisol. Tanah Vertisol semakin dalam permeabilitasnya semakin tinggi hal ini
dikarenakan pada pengamatan lapang diketahui bahwa saat pencangkulan
tanah Vertisol di bagian atasnya sangat keras sedangkan semakin ke dalam
semakin mudah ditembus.

C. Analisis Lengas Tanah

Menurut Zailani et al. (2017) menyatakan bahwa kadar lengas tanah


merupakan kandungan air (moisture) yang berada di dalam tanah, yang terkait
oleh berbagai gaya ikat matriks, osmosis, dan kapiler. Kadar lengas dalam
tanah merupakan kekuatan untuk mengikat air dalam pori-pori tanah dengan
gaya ikat atau longgar tergantung dari jumlahnya. Gaya ikat akan menentukan
gerak atau aliran zat tertentu serta ketergantungan dari tumbuh-tumbuhan.
Perhitungan kadar lengas diperlukan untuk menentukan kadar tanah kering
mutlak. Kadar lengas juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kondisi fisik tanah seperti aerasi dan keadaan suhu dalam tanah.
Menurut Achmad dan Putra (2016), menyatakan lengas tanah yaitu air
yang mengisi sebagian atau seluruh pori tanah atau terserap pada permukaan
lempung dan bahan organik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan
air tanah adalah besarnya curah hujan dan air yang dapat meresap ke dalam
tanah. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan air
adalah tekstur tanah. kondisi lahan dan berbagai kedalaman tanah berpengaruh
nyata terhadap ketersediaan kadar lengas tanah pada musim kemarau dan
penghujan. Kondisi lahan dan kedalaman tanah yang terbaik untuk
ketersediaan kadar lengas tanah pada penelitian yang dilakukan adalah lahan
terdapat rorak dan kedalaman 16-30 cm.
41

Menurut Berg et al. (2014), menyatakan lengas tanah adalah variabel


kunci dalam interaksi atmosfer-atmosfer: variasi lengas tanah dalam
menanggapi kondisi atmosfer (pengendapan, radiasi, dan permintaan
menguap) memiliki dampak pada turbulensi permukaan dan fluks panas
radiasi, sehingga berpotensi mengembalikan kembali ke kondisi atmosfer.
Misalnya, kondisi curah hujan rendah pada akhirnya dapat membatasi
ketersediaan lengas tanah, yang menyebabkan penurunan laten dan
peningkatan pemanasan yang wajar di permukaan. Kehadiran dari suhu
atmosfer yang meningkat dan dampak pada struktur lapisan batas dan
termodinamika dapat membuat atmosfer kurang kondusif untuk mempercepat
konveksi yang lebih dalam, menghasilkan penguatan, atau umpan balik positif,
curah hujan rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan lengas tanah kering angin, nilai lengas
tanah kering angin tanah Vertisol untuk ctka 0,5 mm ulangan pertama sebesar
3,234% dan ulangan kedua sebesar 3,523% dengan rata-rata kadar lengas
sebesar 3,378%. Tanah Vertisol ctka 2 mm ulangan pertama kadar lengasnya
sebesar 4,946% dan ulangan kedua sebesar 5,093% dengan rata-rata kadar
lengas sebesar 5,019%. Kadar lengas tanah Vertisol dengan ukuran bongkah
ulangan pertamnya sebesar 3,786% dan ulangan kedua sebesar 3,795% dengan
rata-rata kadar lengas 3,790%. Nilai lengas kapasitas lapang untuk ctka 2 mm
sebesar 13,097%, sedangkan nilai lengas maksimum ukuran ctka 2 sebesar
7,778%.
Vertisol memiliki kadar lengas yang tinggi. Tingginya kadar lengas
Vertisol diakibatkan adanya pori mikro yang dimiliki jenis tanah tersebut.
Kadar lengas yang dimiliki vertisol memiliki perbedaan ditiap variasi
diameternya. Menurut data di atas diketahui bahwa ukuran tanah yang
memiliki nilai kapasitas lapang paling besar di pengukuran lengas tanah kering
angin adalah ctka 2 mm, dilanjut tanah bongkah dan yang paling rendah ctka
0,5 mm. Nilai kapasitas lapang tanah Vertisol sebesar 13,097%. Nilai lengas
maksimum tanah Vertisol sebesar 7,778%.
42

D. Analisis Atterberg

Menurut Raharjo dan Lili (2016) menyatakan bahwa angka Atterberg


adalah persentase berat lengas tanah yang diukur pada saat tanah mengalami
perubahan konsistensi. Analisis atterberg dilakukan untuk mengetahui kadar
lengas tanah pada saat tanah mengalami perubahan konsentrasi. Analisis
Atterberg adalah angka-angka yang terdiri dari Batas Lekat (BL), Batas Cair
(BC), Batas Gulung (BG) dan Batas Berubah Warna (BBW). Semua batas-
batas tersebut dihitung untuk menentukan mudah atau sulitnya tanah diolah dan
juga untuk menentukan titik layu permanen pada tanaman. Dalam analisis
atterberg terdapat Indeks Plastisitas yang di dapat dari nilai BC – BG.
Menurut Fitria et al. (2016), menyatakan Atterberg Limit diciptakan oleh
Albert Atterberg (1911), seorang kimiawan Swedia, yang kemudian
diperbaharui oleh Arthur Casagrande. Limit ini adalah Perhitungan dasar dari
tanah butir halus. Apabila tanah butir halus mengandung mineral lempung,
maka tanah tersebut dapat di remas-remas (remolded) tanpa menimbulkan
retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap di
sekeliling permukaannya. Menurut Atterberg, cara untuk menggambarkan
batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan
kandungan air tanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair (liquid limit), batas
plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit).
Batas lekat merupakan kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat
pada benda lain. Menurut Hardjowigeno (2010), bila kadar air lebih rendah dari
batas melekat, maka tanah tidak dapat melekat, tetapi bila kadar air lebih tinggi
dari batas melekat, maka tanah takkan mudah melekat pada benda lain.
Berdasarkan hasil perhitungan batas lekat tanah Vertisol dapat diketahui bahwa
nilai batas lekat rata-rata adalah sebesar 32,631%. Batas cair merupakan kadar
lengas yang menyebabkan tanah tepat dapat menggelincir dibawah pengaruh
standar getaran atau ketukan tertentu, disebut pula batas allir atau batas
plastisitas tanah tertinggi. Batas cair yaitu kadar air dimana tanah dapat
mengalir. Berdasarkan hasil perhitungan batas cair tanah Vertisol, pada
ketukan pertama (20 ketukan) didapatkan nilai batas cair sebesar 2,767. Hasil
43

dari ketukan kedua (45 ketukan) didapatkan nilai batas cair sebesar 2,63. Nilai
batas cair rata-ratanya adalah 2,698.
Batas gulung adalah kadar air dimana tanah tidak dapat dibuat gulungan
kecil dan jika digulung tanah akan retak-retak dan pecah, batas gulung disebut
pula sebagai batas plastisitas rendah. Berdasarkan hasil analisis data batas
gulung tanah dihitung menggunakan ctka 0,5 mm nilai KL rata-rata 28,089%.
Indeks Plastisitas (IP) merupakan parameter yang penting sebagai tolak ukur
stabilitas tanah sebagai tanah dasar. Nilai IP tanah Vertisol menunjukkan angka
2,115 dan 0,541. Hasil ini menunjukkan harkat indeks plastisitas tanah Vertisol
rendah atau tidak plastis.
Batas Berubah Warna (BBW) merupakan tanah yang telah mencapai batas
menggolek/gulung, masih dapat terus kehilangan air, sehingga tanah lambat
laun menjadi kering dan pada suatu ketika tanah menjadi berwarna lebih
terang. Titik ini dinamakan titik batas ganti warna atau titik ubah. Batas ganti
warna merupakan batas terndah kadar air yang dapat diserap tanaman. Hasil
KL BBW dengan tanah ctka 0,5 nilai KL rata-rata dari batas berubah warna
adalah 20%. Harkat batas berubah warna tanah Vertisol tinggi, hal ini
menandakan bahwa kandungan air tanah Vertisol tinggi.

E. Analisis Tekstur

Menurut Siagian (2015), menyatakan tekstur tanah terbagi dalam beberapa


klas. Tiap klas memiliki pengaruh berbeda terhadap daya menahan air,
menyimpan zat hara, dan daya tembus akar. Tanah dengan klas tekstur
lempung ditandai dengan sifat rasa tidak kasar, tidak licin ketika dipilin,
membentuk bola teguh, dan dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengilap dan melekat. Klas tekstur tanah liat berpasir berciri-ciri licin agak
kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung
dan melekat. Tanah bertekstur lempung berpasir memiliki ciri agak kasar saat
dipilin, membentuk bola yang mudah hancur, dan agak melekat.
Menurut Abdulazeez (2017), menyatakan tekstur tanah diibaratkan
sebagai 'rasa' dari tanah, atau sebagai proporsi relatif pasir, debu, dan tanah liat
44

di tanah. Ketika basah, tanah berpasir terasa seperti pasir, tanah lumpur terasa
lembut dan halus, dan tanah liat terasa lengket dan seperti plastik, atau mampu
dibentuk. Tanah dengan proporsi pasir yang tinggi disebut sebagai 'tanah
ringan', dan tanah dengan proporsi tanah liat yang tinggi disebut sebagai 'tanah
berat'. Nama-nama kelas tekstur tanah dimaksudkan untuk memberikan
gambaran tentang tekstur tekstur dan sifat fisik tanah. Tiga kelompok dasar
kelas tekstur adalah pasir, tanah liat, dan pasir. Tanah dalam kelompok pasir
mengandung paling tidak 70% berat pasir, tanah dalam kelompok tanah liat
mengandung paling sedikit 35% - 40% lempung dan, tanah lempung adalah
campuran pasir, lumpur dan partikel tanah liat yang menunjukkan sifat tanah
yang ringan dan berat dalam proporsi yang sama.
Perhitungan tekstur dilakukan dengan cara menghilangkan kandungan
bahan organik pada tanah menggunakan H2O2, kemudian menghilangkan
kandungan kapur dengan HCL, dan menetralkan pH dengan mencucinya
menggunakan aquades dengan tiga kali pencucian. Setelah bahan organik,
kandungan kapur, dan pH tanah sudah netral, tanah sampel dihomogenkan
dengan aquades dan disaring menggunakan kertas saring. Tanah yang tersaring
pada penyaringan dapat dikategorikan sebagai pasir. Tanah yang lolos pada
penyaringan diberi NaOH 10 ml dan diberi air sampai 500 ml dan ditunggu 1
menit. Setelah satu menit fraksi klei dan debu bisa dihitung dengan cara
mengambil tanah pada kedalaman 20 cm. Setelah 3,5 jam fraksi klei dapat
dihitung dengan cara mengambil tanah pada kedalaman 5 cm. Berdasarkan
hasil pengamatan, didapatkan persentase dari ketiga fraksi tersebut dengan
nilai untuk klei 74,98% untuk debu 24,70% dan pasir 0,32%. Setelah
perhitungan, dilakukan penentuan jenis tekstur menggunakan segitiga tekstur
menurut USDA dan didapatkan hasil bahwa tanah Vertisol memiliki jenis
tekstur Loamy Clay.

F. Analisis Struktur

Menurut Fatimah dan Handarto (2008), menyatakan struktur tanah


merupakan penyusunan partikel primer tanah seperti pasir, debu dan liat yang
45

membentuk agregat. Struktur memodifikasikan pengaruh tekstur dalam


hubungannya dengan kelembaban, porositas, tersedianya unsur hara, kegiatan
jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur tanah grumosol didominasi oleh
fraksi liat. Semakin tinggi kadar liat maka kapasitas tukar kation (KTK) akan
semakin baik. KTK tanah yang semakin baik akan mampu menjerap hara lebih
baik, sehingga unsur tersedia bagi pertumbuhan tanaman akan lebih baik pula.
Menurut Pagliai (2009), menyatakan faktor-faktor utama yang
mempengaruhi asal-usul struktur tanah diwakili oleh interaksi antara partikel-
partikel tanah liat di bawah pengaruh kandungan air tanah (siklus pembasahan
dan pengeringan) dan suhu, efek bahan organik, yang merupakan agen utama
stabilisasi agregat, pertumbuhan akar dan dengan aksi makro tanah dan mikro-
organisme. Langkah-langkah yang mungkin mengarah pada asal-usul partikel
tanah, mikroagregasi, agregasi dan stabilisasi agregat. Budidaya intensif jangka
panjang, yang merupakan tanah kandungan bahan organik, erosi tanah,
pemadatan tanah, pembentukan materi permukaan dan pembentukan lapisan
yang dipadatkan di sepanjang profil tanah (misalnya ploughpan). Langkah-
langkah yang mungkin dilakukan untuk degradasi struktur ringkasan tanah
sebagai berikut: disagregasi, mikrodisagregasi dan penyebaran partikel-
partikel tanah.
Bobot volume atau Bulk Density menunjukkan perbandingan antara berat
tanah kering dengan volume tanah dan termasuk volume pori-pori tanah
diantaranya. Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat
suatu tanah makin tinggi bulk density, berarti makin sulit meneruskan air atau
ditembus akar. Berdasarkan hasil analisis data tanah Vertisol pada perhitungan
bobot volume menggunakan tanah bongkah dengan sekali ulangan diperoleh
hasil sebesar 0,77 gr/cm3.
Bobot jenis merupakan berat tanah kering persatuan volume partikel-
partikel (padat) tanah (tidak termasuk volume pori-pori tanah). Berdasarkan
hasil analisis data pada bobot jenis tanah Vertisol menggunakan tanah ctka 2
mm dengan sekali ulangan diperoleh nilai BJ 1 sebesar 0,9957 gr/cm3 dan BJ
46

2 sebesar 0,9954 gr/cm3. Perhitungan persentase BJ memperoleh hasil BJ


senilai 2,71%.
Porositas total tanah menunjukkan jumlah total dari persentase pori-pori
dalam tanah, baik itu pori makro atau pori mikro. Porositas adalah total pori
dalam tanah yaitu ruang dalam tanah yang ditempati oleh air dan udara. Pada
keadaan basah seluruh pori baik makro, meso, maupun mikro terisi oleh air,
pada keadaan kering pori makro dan sebagian pori meso terisi oleh udara.
Porositas merupakan gambaran aerasi dan drainase tanah. Analisis porositas
tanah dapat dihitung dengan rumus 1-BV/BJ x 100%. Berdasarkan hasil
perhitungan pada analisis data porositas pada tanah Vertisol diperoleh hasil
porositas sebesar 71,6%.

G. Kemantapan Agregat

Menurut Utomo et al. (2015), menyatakan berdasarkan hasil penelitian,


diketahui bahwa pemberian bahan organik mengakibatkan kemantapan agregat
lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian bahan organik, sehingga pemberian
bahan organik selama ± 10 tahun dapat meningkatkan kemantapan agregat.
Kedalaman tanah juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
kemantapan agregat. Pada berbagai perlakuan, kemantapan agregat
menunjukkan semakin rendah dengan bertambahnya kedalaman tanah (0-30
cm). Kemantapan agregat pada kedalaman 0-10 cm lebih tinggi dibandingkan
kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm.
Menurut Pujawan et al. (2016), menyatakan kemantapan agregat sangat
penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan
menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat
menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman
melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah
yang agregatnya kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah
tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan
menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk
dan permeabilitas menjadi lambat.
47

Analisis ayakan kering menggunakan tanah Vertisol sebanyak 500 grm


yang kemudian disaring pada saringan bertingkat dengan ukuran 8,00 mm, 4,76
mm, 2,83 mm, 2 mm dan penampung. Setelah diayak hingga tidak ada tanah
yang tersisa, ambil tanah pada 3 saringan dengan ukuran 8,00 – 4,76 mm; 4,76
– 2,83 mm; 2,83 – 2,00 mm. Masukkan tanah dalam cawan ditimbang
kemudian dikalibrasi dan ditimbang sesuai hasil kalibrasi. Ayakan kering tanah
Vertisol hasil kalibrasi diperoleh berat sebesar 25,311 gr untuk saringan 8,00-
4,76 mm, 54,345 gr untuk saringan ukuran 4,76-2,83 mm dan 20,343 untuk
saringan ukuran 2,83-2,00 mm. Berdasarkan berat tersebut, melalui
perhitungan didapatkan nilai Xa sebesar 12,883.
Analisis ayakan basah menggunakan saringan bertingkat ayakan basah dan
menghasilkan tujuh hasil ayakan tanah dengan ukuran 4,76 mm, 2,83 mm, 2
mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, < 0,25 mm. Diameter agregat pada ayakan basah
terdiri dari 8,00-4,76 mm; 4,76-2,83 mm; 2,83-2,00 mm; 2,00-1,00 mm; 1,00-
0,50 mm; 0,50-0,297 mm; <0,25mm. Berat per diameter agregat secara
berurutan diantaranya adalah 59,668 gr; 70,175 gr; 59,702 gr; 42,909 gr;
39,212 gr; 37,504 gr; dan 38,691 gr. Berdasarkan berat tersebut, melalui
perhitungan didapatkan nilai Xb sebesar 9,064.
Setelah perhitungan ayakan basah dan ayakan kering menghasilkan nilai
Xa dan Xb, langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan indeks
ketidakmantapan agregatnya dengan rumus Xa-Xb yang menghasilkan nilai
indeks ketidakmantapan sebesar 3,819. Selanjutnya melakukan perhitungan
indeks kemantapan dengan rumus 1/(indeks ketidakmantapan) x 100. Hasil
perhitungan indeks kemantapan agregat tanah Vertisol adalah 26,184. Hal ini
menandakan bahwa indeks kemantapan agregat ini memiliki harkat
kemantapan agregat tidak mantap.
VI. KOMPREHENSIF

Fisika Tanah berhubungan dengan kondisi dan pergerakan benda dan dengan
aliran dan transportasi energi dalam tanah. Kajian fisika tanah bertujuan mencapai
pengertian dasar tentang mekanisme pengatur kelakuan tanah dan peranan tanah
pada biosfer, termasuk proses-proses yang saling berkaitan seperti pertukaran
energi bumi dan siklus air dan transportasi bahan-bahan di lapangan. Pengamatan
warna tanah dilakukan di tanah Vertisol Jatikuwung. Cara yang digunakan untuk
menganalisis warna tanah yaitu dengan mengambil sampel tanah lalu mencocokkan
warna tanah pada setiap horizon dengan buku MSCC. Berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa poncocokkan warna tanah di Jatikuwung terbagi
menjadi dua lokasi, yaitu bawah tegakan dan tempat terbuka.
Permeabilitas menggunakan tanah tidak terusik yang diambil mengenakan
alat ring sampel yang harus ditancapkan ke dalam tanah hingga memenuhi ring
sampel dengan posisi tegak lurus. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa
permeabilitas tanah Alfisol atas di Jumantono pada kedalaman 5-10 cm sebesar
8,846 ml/jam, sedangkan pada Alfisol bawah kedalaman 10-15 cm
permeabilitasnya sebesar 545,951 ml/jam. Tanah Vertisol atas di Jatikuwung
kedalaman 5-10 cm memiliki permeabilitas sebesar 29,572 ml/jam, sedangkan pada
Vertisol bawah kedalaman 10-15 permeabilitasnya naik menjadi 67,834 ml/jam.
Permeabilitas tanah Mediteran sawah atas di Matesih kedalaman 5-10 cm sebesar
183,970 ml/jam sedangkan pada kedalaman 10-15 cm permeabilitasnya sebesar
43,087 m/jam. Berdasarkan hasil pengamatan lengas tanah kering angin, nilai
lengas tanah kering angin tanah Vertisol untuk ctka 0,5 mm rata-rata kadar lengas
sebesar 3,378%. Tanah Vertisol ctka 2 mm rata-rata kadar lengas sebesar 5,019%.
Kadar lengas tanah Vertisol dengan ukuran bongkah rata-rata kadar lengas 3,790%.
Nilai lengas kapasitas lapang untuk ctka 2 mm sebesar 13,097%, sedangkan nilai
lengas maksimum ukuran ctka 2 sebesar 7,778%.
Berdasarkan hasil perhitungan batas lekat tanah Vertisol dapat diketahui
bahwa nilai batas lekat rata-rata adalah sebesar 32,631%. Nilai batas cair rata-
ratanya adalah 2,698. Batas gulung tanah dihitung menggunakan ctka 0,5 mm nilai

48
49

KL rata-rata 28,089%. Nilai IP tanah Vertisol menunjukkan angka 2,115 dan 0,541.
Hasil ini menunjukkan harkat indeks plastisitas tanah Vertisol rendah atau tidak
plastis. KL BBW dengan tanah ctka 0,5 nilai KL rata-rata dari batas berubah warna
adalah 20%. Harkat batas berubah warna tanah Vertisol tinggi. Persentase dari
ketiga fraksi dari analisis tekstur dengan nilai untuk klei 74,98% untuk debu
24,70% dan pasir 0,32%. Struktur tanah merupakan penyusunan partikel primer
tanah seperti pasir, debu dan liat yang membentuk agregat. Struktur
memodifikasikan pengaruh tekstur dalam hubungannya dengan kelembaban,
porositas, tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar.
Bobot volume menggunakan tanah bongkah dengan sekali ulangan diperoleh hasil
sebesar 0,77 gr/cm3. Perhitungan persentase BJ memperoleh hasil BJ senilai 2,71%.
Analisis data porositas pada tanah Vertisol diperoleh hasil porositas sebesar 71,6%.
Kemantapan agregat sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Perakaran
tanaman sangat membantu pembentukan dan kemantapan agregat serta pori makro
tanah, yaitu melalui retakan-retakan yang terbentuk oleh aktivitas akar.Ayakan
kering tanah Vertisol hasil kalibrasi diperoleh berat sebesar 25,311 gr untuk
saringan 8,00-4,76 mm, 54,345 gr untuk saringan ukuran 4,76-2,83 mm dan 20,343
untuk saringan ukuran 2,83-2,00 mm. Berdasarkan berat tersebut, melalui
perhitungan didapatkan nilai Xa sebesar 12,883. Berat per diameter agregat secara
berurutan diantaranya adalah 59,668 gr; 70,175 gr; 59,702 gr; 42,909 gr; 39,212 gr;
37,504 gr; dan 38,691 gr. Berdasarkan berat tersebut, melalui perhitungan
didapatkan nilai Xb sebesar 9,064. Hasil perhitungan indeks kemantapan agregat
tanah Vertisol adalah 26,184.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum fisika tanah 2018 dapat disimpulkan bahwa :


1. Tanah Alfisol semakin dalam permeabilitasnya semakin tinggi, berbeda
dengan tanah Vertisol yang semakin ke dalam permeabilitasnya semakin
lambat.
2. Vertisol memiliki kadar lengas yang tinggi, ukuran tanah yang memiliki
nilai kapasitas lapang paling besar di pengukuran lengas tanah kering angin
adalah tanah ctka 2 mm, dilanjut tanah bongkah dan ctka 0,5 mm. Nilai
kapasitas lapang tanah Vertisol sebesar 13,097%. Nilai lengas maksimum
tanah Vertisol sebesar 7,778%.
3. Nilai batas lekat rata-ratanya sebesar 32,631%, batas cair rata-ratanya
adalah 2,698, sedangkan nilai KL rata-rata batas gulungnya sebesar
28,089%. Nilai IP tanah Vertisol menunjukkan angka 2,115 dan 0,541 yang
menunjukkan harkat indeks plastisitas tanah Vertisol rendah atau tidak
plastis. Nilai KL rata-rata dari batas berubah warna adalah 20% yang
menunjukkan batas berubah warna tanah Vertisol tinggi.
4. Persentase dari ketiga fraksi diantaranya klei 74,98 % untuk debu 24,70%
dan pasir 0,32% yang menandakan bahwa tanah Vertisol memiliki jenis
tekstur Loamy Clay.
5. Berdasarkan hasil analisis data tanah Vertisol pada perhitungan bobot
volume menggunakan tanah bongkah dengan sekali ulangan diperoleh hasil
sebesar 0,77 gr/cm3. Perhitungan persentase BJ memperoleh hasil BJ senilai
2,71%. Hasil porositas sebesar 71,6%.
6. Perhitungan indeks ketidakmantapan agregatnya sebesar 3,819, indeks
kemantapan agregat tanah Vertisol adalah 26,184. Hal ini menandakan
bahwa indeks kemantapan agregat ini memiliki harkat kemantapan agregat
tidak mantap.

50
51

B. Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan praktikum fisika tanah yaitu alat
di laboratorium harus lebih dilengkapi lagi agar keberjalanan praktikum efektif
dan efisien tanpa harus menunggu alat yang lain selesai digunakan, kemudian
koordinasi antar CoAss harus lebih ditingkatkan serta praktikan melakukan
kegiatan praktikum dengan sungguh-sungguh agar memperoleh hasil
pengamatan yang sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulazeez, A. 2017. Effects of Soil Texture On Vegetative And Root Growth Of


Senna Obtusifolia Seedlings Indigenous To Bichi, Sudan Savannah Of
Northern Nigeria, In Green House Conditions. IOSR Journal of Agriculture
and Veterinary Science. 10(4): 70-74.
Achmad, Saiful Rodhian dan Riko Cahya Putra. 2016. Pengelolaan Lengas Tanah
dan Laju Pertumbuhan Tanaman Karet Belum Menghasilkan pada Musim
Kemarau Dan Penghujan. Warta Perkaretan. 35(1): 1-10.
Adijaya, I Nyoman. 2014. “Pengaruh Pupuk Organik terhadap Sifat Tanah,
Pertumbuhan dan Hasil Jagung”. Bali: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Advinda, Linda. 2018. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: Deepublish.
Anshar, Muhammad., Tohari., Bambang, dkk. 2011. Pengaruh Lengas Tanah
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Lokal Bawang Merah pada
Ketinggian Tempat Berbeda. Jurnal Agroland. 18(1): 10-11.
Arisandy, K. R. , E. Y. Herawati , dan E. Suprayitno. 2012. Akumulasi Logam Berat
Timbal (Pb) dan Gambaran Histologi pada Jaringan Avicennia marina
(forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan.
1(1):20.
Aryanto. 2012. kelarutan fosfat dan ferro pada tanah masam yang diberi jerami
Padi. Jurnal Tanah.14(2): 4.
Berg et al. 2014. Impact Of Soil Moisture–Atmosphere Interactions On Surface
Temperature Distribution. Journal of Climate. 27(1): 7976-7993.
Dariah, Ai dan Achmad Rachman. 2016. Pengukuran Infiltrasi. Balittanah Litbang.
Hal 239-250.
Darmawijaya. 2010. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM Press.
Elhakim, Amr F. 2016. Estimation Of Soil Permeability. Alexandria Engineering
Journal. 55(3): 2631-2638.
Fatimah, Siti dan Handarto, Budi Meryanto. 2008. Pengaruh Komposisi Media
Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sambiloto (Andrographis
paniculata, Nees). Embryo. 5(2): 133-148.
Firdaus, Sri Wulandari, Giska Dwi Mulyeni. 2013. Pertumbuhan Akar Tanaman
Karet pada Tanah Bekas Tambang Bauksit dengan Aplikasi Bahan Organik.
Jurnal Biogenesis. 10(1):53.
Fitria, L., Rustamaji, R. M., & Priadi, E. 2016. Pengaruh Temperatur Pada
Pengeringan Sampel Tanah Terhadap Penentuan Nilai Atterberg
Limits. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tanjungpura. 2(2): 1-11.
Halauddin., Suhendra., Refrizon., dkk. 2016. Pemanfaatan Lubang Resapan
Biopori (LRB) dan Perhitungan Permeabilitas Untuk Setiap Titik Lubang
Resapan di Rawa Makmur Permai Bengkulu. Jurnal Gradien. 12(1): 1150.
Hardjowigeno, Sarwono. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Presindo.
Kusumastuti. 2013. Aktivitas Mikroba Tanah, Pertumbuhan dan Rendemen Nilam
(Pogostemon cablin Benth.) pada Berbagai Aras Bahan Organik serta Lengas
Tanah di Ultisol. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13(2): 79.
Lubis, K.S. 2011. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Neni, Veronika. 2015. Aku Lolos SBMPTN. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Nugroho, Yusanto. 2017. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Persebaran
Perakaran Tanaman Sengon Laut (Praserianthes falcataria (L) Nielson di
Hutan Rakyat Kabupaten Tanah Laut. Fakultas Kehutanan Universitas
Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan.
Oktaviana, Winda., Emi Sukiyah., Zufaldi Zakaria., dkk. 2018. Karakteristik Tanah
Hasil Pelapukan Granit dan Fungsinya untuk Material Penutup TPA di
Wilayah Tanjungpinang, Riau. Jurnal Geoscience Padjadjaran. 2(2): 92.
Pagliai, Marcello. 2009. Soil Structure. Italy: Istituto Sperimentale per lo Studio e
la Difesa del Suolo.
Priandana, Karlisa, Ahmad Zulfikar S, dan Sukarman. 2014. Mobile Munsell Soil
Color Chart Berbasis Android Menggunakan Histogram Ruang Citra HVC
dengan Klasifikasi KNN Android. Jurnal Ilmu Konmputer Agri-Informatika.
3(2): 93-101.
Pujawan, Made et al. 2016. Kemantapan Agregat Tanah Pada Lahan Produksi
Rendah dan Tinggi di PT Great Giant Pineapple. J. Agrotek Tropika. 4(1):
111-115.
Raharjo, Purnomo dan Lili Sarmili. 2016. Keterdapatan Mineral Lempung Smektit
yang Mempunyai Sifat Plastisitas Tinggi di Perairan Cirebon, Jawa Barat.
Jurnal Geologi Kelautan. 14(1): 58.
Rayes, Mochtar Lutfi. 2017. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang: UB Press.
Risza, Suyatno. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Rosyidah, Elsa, dan Ruslan Wirosoedarmo. 2015. Pengaruh Sifat Fisik Tanah pada
Konduktivitas Hidrolik Jenuh di 5 Penggunaan Lahan (Studi Kasus di
Kelurahan Sumbersari Malang). Jurnal Agritech. 33(3):345.
Sambodo, Budi., Gembong Haryono., dan Yulia Eko Susilowati. 2016.
Produktivitas Caisim (Brassica juncea, L.) Akibat Pengolahan Tanah dan
Frekuensi Penanaman. Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika. 1(1):
3.
Satriawan, Halus, dan Zahrul Fuady. 2014. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.
Yogyakarta: Deepublish.
Siagian, Nurhawaty. 2015. Cara Modern Mengdongkrak Produktivitas Tanaman
Karet. Jakarta: PT Agro Media Pustaka.
Sompie, Gracia, M.E., O.B.A. Sompie., Steeva, R. 2018. Analisis Stabilitan Tanah
dengan Model Material Mohr Coulomb dan Soft Soil. Jurnal Sipil Statik.
6(10): 784.
Suharta, N. 2011. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika
Pressindo.
Sulistyowati, Henny. 2011. Pemberian Bokasi Ampas Sagu pada Medium Aluvial
untuk Pembibitan Jarak Pagar. Jurnal Perkebunan dan Lahan Tropika.
1(1):10.
Sutanto, R. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Kanisius : Yogyakarta.
Syarif. 2012. Aplikasi Fisika Tanah. Bandung: Widya Pustaka.
Tangketasik, Agustina, dkk. 2012. Kadar Bahan Organik Tanah pada Tanah Sawah
dan Tegalan di Bali serta Hubungannya dengan Tekstur Tanah. Jurnal
Agrotrop. 2(2): 105.
Utomo, Budy Satya, Yulia Nuraini, dan Widianto. 2015. Kajian Kemantapan
Agregat Tanah Pada Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik Di
Perkebunan Kopi Robusta. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 2(1): 111-
117.
Wilman, K. 2013. Sifat Fisik Tanah pada Hutan Primer, Agroforestri dan Kebun
Kakao di Subdas Wera Saluopa Desa Leboni Kecamatan Pamona Puselemba
Kabupaten Poso. Jurnal Warta Rimba. 1(1): 2.
Zailani, Muhammad Qasim, Muhammad Gandi Siregar dan Qodarusman. 2017.
Penetapan Kadar Lengas. Jember: UNEJ.

Anda mungkin juga menyukai