I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah yang akan dimanfaatkan sebagai lahan sebgai lahan pertanaman
perlu mendapat penelitian yang seksama agar pertanaman itu berhasil dengan
baik, untuk pertanamna apa yang cocok untuk tanah itu, kandungan bahan pada
tanah apakah mencukupi atau masih terdapat kekurangan, atau asa diantara
bahan-bahan yang terkandung itu mengandung racun, sehingga tanaman akan
mati kalau ditanam pada tanah itu, selain itu apakah tanah terlalu masam atau
memiliki kadar salinitas yang tinggi dan lain sebagainya.
Status hara dalam tanah dapat diamati melalui beberapa metode, antara lain:
percobaan pemupukan pada plot di lapangan; percobaan pot di rumah kaca;
melihat gejala-gejala pada tanaman; analisis tanaman; analisis jaringan secara
cepat; uji biologi dan analisis kimia tanah secara cepat. Setiap metode yang dapat
digunakan diatas mempunyai keterbatasan bila diaplikasikan pada lahan
pertanaman secara individu maupun pertanamna yang menggunakan dasar secara
umum. Analisi kimia tanah atau uji tanah (Soil Testing) merupakan metode yang
paling cepat, tidak membutuhkan biaya besar, lebih akurat dan dapat dijadikan
sumber bagi percobaan di lapangan, rumah kaca maupun laboratorium untuk
memprediksi kebutuhan kapur dan pupuk pada tanah sebelum tanaman di
tentukan.
Tanah bagi pertanaman sangat erat hubunganya dengan air, karena tanah
tanpa air akan memungkinkan tanaman tidak dapat tumbuh. Mengenai airpun
tidak sembarang air yag selalu dapat mendukung pertumbuhan tanaman dengan
baik, untuk inipun perlu dilakukan analisis untuk mendiagnosa air yang bakal
menunjang keberhasilan usaha pertanaman yang kita lakukan. Air yang dimaksud
adalah air hujan dan air pengairan yang masuk ke petak pertanaman serta air
pengatusan yang keluar dari petak pertanaman. Analisia terhadap air yang masuk
bertujuan untuk mengetahui peranan air selaku sumber yang mengandung hara
tanaman serta peranan air selaku unsur yang dapat mempengaruhi keadaan
lingkungan perakaran. Analisa terhadap air yang keluar bertujuan untuk
mengetahui berapa persen hara dan bahan-bahan pupuk serta bahan obat-obatan
2
A. Variabel Tanah
1. Kadar Lengas Tanah
Tabel 2.1. Kadar Lengas Tanah
Ctka Ø Jenis Tanah
(mm) Tadah Hujan Non Organik
0,5 4,13%
Sumber: laporan sementara
Menurut Buringh (1991) lingkup lengas tanah adalah petunjuk umum
tentang keadaan lengas tanah yang secara kasar menunjukkan massa tanah
berada dalam keadaan kering atau lembab berdasarkan keadaannya dalam
penggal baku tanah (soil control section). Metode yang digunakan untuk
mengukur kadar lengas adalaah metode gravimetri. Metode gravimetri yaitu
menghitung selisih berat lengas antara sebelum dan sesudah dikeringkan,
namun dalam pemakaiannya timbangan harus sensitif karena diperlukan
ketelitian yang tinggi dalam baca data agar hasil tidak salah dan
menyimpang, sehingga menimbang data harus digunakan timbangan yang
sama agar hasilnya lebih akurat, keunggulan dari metode ini adalah harganya
yang murah dan tidak memakan biaya yang besar. Hasil pengamatan untuk
kadar lengas pada tanah tadah hujan non organik 4,13%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kandungan kadar lengas pada tanah hujan non organik
sangat kecil, karena tanah tadah hujan non organik hanya memperoleh air
dari sumber hujan saja tidak mendapat tambahan suplai air dari saluran
irigasi dan jumlah suplai bahan organik yang sedikit membuat tanah
kesulitan mengikat air.
Menurut Suwarto (2003) kadar lengas yang rendah akan menurunkan
penyerapan unsur hara contohnya kalium, disebabkan oleh penurunan
ketersediaan K akibat peristiwa fiksasi K. Kadar lengas yang terlalu tinggi
juga menyebabkan hal yang sama karenan kelebihan lengas akan
menurunkan ketersediaan udara, menyebabkan respirasi akar terhambat.
Penyerapan unsur hara K oleh akar tanaman memerlukan tenaga yang
diperoleh dari peristiwa respirasi ini. Kadar lengas tanah merupakan faktor
4
B. Variabel Tanaman
1. P – Jaringan
Tabel 2.5. Kadar P – Jaringan Tanaman
Jaringan Tanaman
P jaringan
Padi Cisadane
% 0.12
Sumber: laporan sementara
Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), ada beberapa tujuan
analisis jaringan daun antara lain: (a) mendiagnosis atau memperkuat
diagnosis gejala yang terlihat, (b) mengidentifikasi gejala yang terselubung,
(c) mengetahui kekurangan hara sedini mungkin (d) sebagai alat bantu dalam
menentukan rekomendasi pupuk.Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion
ortofosfat (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO4). Selain itu, unsur P
masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk pirofosfat dan
metafosfat, bahkan ada kemungkinan unsur P diserap dalam bentuk senyawa
organik yang larut dalam air, misalnya asam nukleat dan phitin. Fosfor yang
diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa
fosfor organik. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman.
Metode yang digunakan dalam analisis P jaringan tanaman ini adalah
metode destruksi HNO3 dan HClO4. Asam nitrat (HNO3) pekat banyak
digunakan untuk mempercepat proses destruksi. Asam ini merupakan
oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan
suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350 0C, dengan demikian komponen
yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat
dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu lebih baik. Asam
perklorat (HClO4) pekat dapat digunakan untuk bahan yang sulit mengalami
oksidasi, karena perklorat pekat merupakan oksidator yang sangat kuat.
Kelemahan dari perklorat pekat adalah sifat mudah meledak (explosive)
sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan harus sangat hati-hati.Kadar
optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0.3%
- 0.5% dari berat kering tanaman.Kadar P pada tanaman Padi Cisadane
sebesar 0.12%. Karateristik fosfor yaitu, fosfor bergerak lambat dalam tanah;
8
pencucian bukan masalah, kecuali pada tanah yang berpasir. Fosfor lebih
banyak berada dalam bentuk anorganik dibandingkan organik. Di dalam
tanah kandungan F total bisa tinggi tetapi hanya sedikit yang tersedia bagi
tanaman.Tanaman menambang fosfor tanah dalam jumlah lebih kecil
dibandingkan nitrogen dan K (Rosmarkam dan Yuwono 2002).
Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide, merupakan
bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel, sangat
penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan
meristem, pertumbuhan jaringan muda dan akar, mempercepat pembungaan
dan pemasakan buah, penyusun protein dan lemak. Fungsi dari unsur Fosfor
pada tanaman yaitu: (a) untuk pembentukan bunga dan buah, (b) bahan
pembentuk inti sel dan dinding sel, (c) mendorong Pertumbuhan akar muda
dan pemasakan biji pembentukan klorofil, (d) penting untuk enzim-enzim
pernapasan, pembentukan klorofil, (e) penting dalam cadangan dan transfer
energi (ADP+ATP) (f) komponen asam nukleat (DNA dan RNA), (g)
berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman
(Taiz 2002).
2. K – Jaringan
Tabel 2.6. Kadar K – Jaringan Tanaman
K Jaringan Tanaman
jaringan Padi Cisadane
% 0.14
Sumber: laporan sementara
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak yang dibutuhkan tanaman
setelah Nitrogen, tanaman yang mengalami defisiensi Kalium ditandai
dengan terjadinya klorosis pada daun tua (kehilangan klorofil), kemudian
bagian tepi daun mengalami nekrosis atau kematian sel sebagai akibat dari
adanya kerusakan sel akut (Marschner 1995).
Diantara ketiga unsur hara yang banyak di serap oleh tanaman (N, P,
K), kalium lah yang jumlahnya paling melimpah di permukaan bumi. Tanah,
sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang tidak dapat terserap oleh
tanaman. Sekitar 1-10% terjebak dalam koloid tanah karena kalium nya
bermuatan positif. Bagi tanaman, ketersediaan kalium pada posisi ini agak
9
lambat. Sisanya, sekitar 1-2% terdapat di dalam larutan tanah dan mudah
tersedia bagi tanaman.
Unsur hara makro dan mikro total dalam tanah dapat diekstrak dengan
cara pengabuan basah menggunakan campuran asam pekat HNO3 dan
HClO4. Kadar unsur makro dan mikro dalam ekstrak diukur menggunakan
spektrofotometer serapan atom (SSA), fotometer nyala dan spektrofotometer.
Asam nitrat (HNO3) pekat banyak digunakan untuk mempercepat proses
destruksi. Asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan
oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350
0
C, dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi
pada suhu tinggi dapat dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan
kadar abu lebih baik. Asam perklorat (HClO4) pekat dapat digunakan untuk
bahan yang sulit mengalami oksidasi, karena perklorat pekat merupakan
oksidator yang sangat kuat. Kelemahan dari perklorat pekat adalah sifat
mudah meledak (explosive) sehingga cukup berbahaya, dalam penggunaan
harus sangat hati-hati.Kadar kalium dalam jaringan tanaman Padi Cisadane
sekitar 0.14%. Kandungan kalium sangat tergantung pada jenis mineral
pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan kalium di dalam
tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh
tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah. Biasanya tanaman
menyerap kalium lebih banyak dari pada unsur lain, kecuali nitrogen
(Musyarofah 2006).
Kalium ditemui pada cairan sel tanaman. Kalium tidak terikat secara
kuat dan tidak merupakan bagian dari senyawa organik tanaman. Kalium
sangat mudah di serap oleh tanaman dan bersifat sangat mobil. Kalium akan
bergerak dari jaringan-jaringan tua ke titiktitik pertumbuhan akar dan tajuk.
Kalium selalu di serap lebih awal dari pada nitrogen dan fosfor. Hal ini
berarti akumulasi kalium di periode pertumbuhan dan selanjutnya
ditranslokasikan kebagian-bagian tanaman lainnya, sehingga gejala
defesiensi K pertama kali pada daun-daun tua. Peranan kalium di dalam
tanaman sangat berhubungan dengan kualitas hasil dan resistensi tanaman
terhadap patogen-patogen tanaman (Ginting 2010).
10
C. Variabel Air
1. ReaksiAir
Tabel 2.7. Kadar pHAir
Air
pH
Sungai Bengawan Solo
H2O 6,81
Sumber: laporan sementara
Air juga dibutuhkan untuk berbagai kebutuhan, pemamfaatannya salah
satu dalam sektor pertanian yaitu sebagai air irigasi. Air irigasi merupakan
air yang penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman padi
(Partowijoto 2002). Metode yang digunakan dalam analisis kadar pH air
adalah dengan metode pH meter. Menggunakan pH meter memiliki
kelebihan yaitu angka yang diperoleh lebih akurat karena menunjukkan nilai
pasti, tetapi harga alatnya relatif mahal dan pengoprasiannya juga tidak
mudah. Meskipun demikian, pH meter modern masih mempunyai
kekurangan, yaitu perubahan yang lambat, yang merupakan masalah penting
dalam menentukan skala yang valid.
Hasil pengujian kadar pH pada sampel air Sungai Bengawan Solo
memiliki pH sekitar 6,81. Berdasarkan pengharkatan, pH pada sampel air
tersebut netral.pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Selain
itu, ikan dan makhluk- makhluk lainnya hidup pada selang pH tertentu,
sehingga dengan diketahuinya nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air
tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. pH
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Keasaman air (pH) juga
mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan
jasad renik. Perairan asam kurang produktif, malah dapat membunuh ikan.
pH air sungai berkisar 4 - 9. Kisaran pH yang cocok untuk organisme akuatik
tidak sama tergantung pada jenis organisme tersebut.
Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus, adanya
keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah
konsentrasi ion hidrogen. Adanya asam-asam mineral bebas dan asam
karbonat menaikkan pH, sementara adanya karbonat, hidroksida dan
11
sehingga kita dapat memebedakan perbedaan dari daya hantar larutan hanya
berdasarkan perbedaan konsentrasi saja. Jika temperatur berubah – ubah
maka bisa saja konsentrasi yang besar seharusnya memilki daya hantar yang
besar malah memiliki daya hantar yang kecil karena suhunya menurun.
Sehingga ion – ion dalam larutan tidak dapat begeraka dengan bebas.
Daya hantar listrik pada air Sungai Bengawan Solo berkisar 0,369
µmhos/cm. Kemampuan air sebagai penghantar listrik dipengaruhi oleh
jumlah ion atau garam yang terlarut di dalam air. Semakin banyak garam
yang terlarut semakin tinggi daya hantar listrik yang terjadi. DHL merupakan
pengukuran tidak langsung terhadap konsentrasi garam yang dapat
digunakan untuk menentukan secara umum kesesuaian air untuk budidaya
tanaman dan untuk memonitor konsentrasi larutan hara. Pengukuran DHL
dapat digunakan untuk mempertahankan target konsentrasi hara di zona
perakaran yang merupakan alat untuk menentukan pemberian larutan hara
kepada tanaman. Menurut Ayers dan Westcot (1976), kadar DHL yang
bermasalah berkisar antara 0,75-3 mS.
3. Kadar Lumpur
Tabel 2.9. Kadar Lumpur
Kadar Air
Lumpur Sungai Bengawan Solo
gr/l 0,4
Sumber: laporan sementara
Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu
tempat yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan
masuk ke dalam suatu badan airsecara umum disebut sedimen. Sedimen
yang dihasilkan oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan alirannya melambat atau
terhenti (Mananoma et al. 2013). Kandungan sedimen pada air menunjukkan
kandungan lumpur atau bahan padata pada air. Adanya sedimen pada air
dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada tanah dan tanaman.
Sedimen yang berupa bahan koloid bisa berpengaruh pada struktur tanah,
karena koloid dapat mengikat agregat tanah sehingga memicu proses
agregasi. Pengaruh lainnya dari sedimen terhadap tanah ataupun tanaman
13
Analisis Data
1. Kadar lengas tanah
2. P tersedia tanah
3. K tersedia tanah
4. P jaringan
0.12 %
5. K jaringan
0.14%
gram
7. N total pupuk
8. C organik pupuk
9.80 %
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Analisis Tanah, Air, Pupuk,
dan Jaringan Tanaman adalah sebagai berikut :
1. Kadar lengas pada tanah dipengaruhi oleh berbagai variabel seperti tipe
tanah, iklim, presipitasi dan sebagainya. Kadar lengas adalah kandungan uap
air yang terdapat dalam pori tanah. Praktikum kadar lengas ini bertujuan
untuk mengetahui jumlah kadar air dalam tanah. Metode yang digunakan
pada praktikum ini adalah metode gravimetri. Besarnya kadar lengas pada
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ayers, R. S. and D. W. Westcot. 1976. Water Quality for Agriculture. Food and
Agriculture. Organization of the United Nations. Rome.
Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia.
Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Buringh, P. 1991. Pengantar Pengkajian Tanah Tropik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Fixen, P. E. and J. H. Grove. 1990. Testing Soils for Phosphorus. Soil Testing and
Plant Analysis, 3rd Edition, Madison pp. 141-180.
Ginting, F. 2010. Analisa Unsur Hara Kalium (K) Dalam Tanah Secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan. Universitas Sumatra Utara.
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.M. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers. An introduction to Nutrient Management. Prentice Hall, Upper
Saddle River, New Jersey. P. 154-194.
Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu
Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mananoma, T., L. Tanudjaja, dan A. Binilang 2013. Analisis Sedimentasi di Muara
Sungai Salunwangko di Desa Tounelet Kecamatan Kakas Kabupaten
Minahasa. Jurnal Sipil Statik 1(6): 452-458.
Marschner H. 1995. Mineral nutrition of higher plants.Second edition. 889pp.
London: Academic Press.
Marvelia, A., S. Darmanti, dan S. Parman. 2006. Produksi Tanaman Jagung Manis
(Zea mays L. Saccharata) yang Diperlakukan Dengan kompos Kascing
Dengan Dosis yang Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi 16 (2) : 7-18.
Musyarofah, N. 2006. Respon Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) Terhadap
Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan. Tesis Agronomi. Bogor:
Institus Pertanian Bogor Press.
22
Nelson, D.W. and L.E. Sommers. 1982. Total Carbon, Organic Carbon and Organic
Matter: In: A.L. Page, R.H. Miller and D.R. Keeney) Methods of Soil
Analysis. Part 2 Chemical and Microbiological Properties, pp: 539-579.
Nursyamsi, D., K. Idris, S. Sabiham, D.A. Rachim, dan A. Sofyan. 2008. Pengaruh
Asam Oksalat, Na, NH4, dan Fe3 terhadap Ketersediaan K Tanah, Serapan
N, P, dan K Tanaman, serta Produksi Jagung pada Tanah-tanah yang
Didominasi Smektit. Bogor: IPB Press.
Partowijoto A. 2002. Penelitian kebutuhan Air Lahan dan Tanaman di Beberapa
Daerah Irigasi, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan Vol.16
No.49 Pusat penelitian dan Pengembangan Pengairan, Bandung.
Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisius.
Saraswati, R., H.Edi, dan C. B. G. Rohani. 2006. Mikroorganisme Pelarut Fosfat, hal
141-158. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, dan Air. Balai
Penelitian Tanah. Badan Litbang. Pertanian. 136 halaman.
Suwarto. 2003. Pengaruh Lengas Tanah terhadap Serapan K dan Ketersediaannya di
Tanah Vertisol. Sains Tanah, 3(1), 24-28.
Taiz, L. and E. Zeiger. 2002. Plant Physiology (Third Edition). Sinauer Associates,
Inc., Publishers, Sunderland, 67-86.
Widodo, R.A. 2006. Evaluasi Kesuburan Tanah Pada Lahan Tanaman Sayuran Di
Desa Sewukan Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. J. Tanah dan Air.
7(2):142 - 150.
23
LAMPIRAN