Anda di halaman 1dari 17

PAPER

PUPUK DAN PEMUPUKAN


“PEMBUATAN KOMPOS”

Disusun Oleh :
Nama : Triyana Suryaning P.
NIM : H0217066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara atau
nutrisi bagi tanaman untuk menopang tumbuh dan berkembangnya tanaman. Unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman adalah sebagai berikut: C, H, O (ketersediaan
di alam melimpah), N, P, K, Ca, Mg, S (hara makro), dan Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo,
B (hara mikro). Pupuk dapat diberikan lewat tanah, daun, atau diinjeksi ke batang
tanaman. Jenis pupuk ada bentuk padat maupun cair. Berdasarkan proses
pembuatannya pupuk dibedakan menjadi pupuk alam dan pupuk buatan. Pupuk
alam adalah pupuk yang didapat langsung dari alam, contohnya fosfat alam, pupuk
kandang, pupuk hijau, kompos. Jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung di
dalamnya sangat bervariasi. Sebagian dari pupuk alam dapat disebut sebagai pupuk
organik karena merupakan hasil proses dekomposisi dari material mahluk hidup
seperti, sisa tanaman, kotoran ternak, dan lain-lain.
Pupuk buatan adalah pupuk yang dihasilkan dari proses pembuatan pabrik.
Kadar, hara, jenis hara, dan komposisi hara di dalam pupuk buatan sudah ditentukan
oleh produsen dan menjadi ciri khas dari penamaan atau merek pupuk. Berdasarkan
ragam hara yang dikandungnya, pupuk buatan dibedakan atas pupuk tunggal dan
pupuk majemuk. Pupuk tunggal merupakan jenis pupuk yang mengandung satu
macam unsur hara, misalnya pupuk N (nitrogen), pupuk P (fosfat), atau pupuk K
(kalium) Pupuk tunggal yang mengandung unsur N dikenal pupuk urea, ZA
(zvavelvuure ammonium) biasa disebut ammonium sulfat. Pupuk yang
mengandung unsur P yaitu TSP (triple superphosfat) dan SP-36. Pupuk tunggal
tersebut sudah ditetapkan SNI-nya. Suatu pupuk disebut urea bila kandungan
Nitrogen dalam pupuk tersebut sekitar 45-46% N, bila pupuk nitrogen lain yang
mengandung N selain 45-46% N tidak bisa disebut urea. Contoh lain adalah SP-36
adalah pupuk P yang kandungan P2O5 sebesar 36%. Pupuk yang mengandung unsur
K ialah pupuk KCl, K2SO4 (ZK). Pupuk buatan yang mengandung lebih dari satu
unsur hara disebut pupuk majemuk, misalnya pupuk NP, NK, dan NPK. Pupuk NP
adalah pupuk yang mengandung unsur N dan P. Pupuk NPK adalah pupuk majemuk
yang mengandung unsur tiga hara yaitu N, P, dan K. Perbandingan kandungan hara
dalam setiap pupuk majemuk berbeda-beda.
Besarnya kandungan unsur hara tertentu di dalam pupuk dinyatakan dalam
persen. Semakin tinggi persentase semakin tinggi kandungan haranya, untuk itu,
dalam menghitung takaran pupuk bagi penelitian kesuburan tanah atau penelitian
di rumah kaca, harus dilakukan dengan benar dan harus memperhitungkan jenis
sumber pupuk yang digunakan. Kesalahan dalam menghitung pupuk akan merubah
perlakuan yang sudah ditentukan, menurunkan tingkat ketelitian dan selanjutnya
berakibat terhadap hasil dan kesimpulan penelitian. Secara umum pupuk berfungsi
sebagai sumber zat hara untuk mencukupi kebutuhan nutrisi tanaman dan
memperbaiki struktur tanah. Pemberian pupuk pada media tanam dapat
meningkatkan kadar hara dan kesuburan. Aktivitas pertanian yang secara terus
menerus dilakukan mengakibatkan tanah kehilangan unsur hara. Oleh sebab itu,
untuk mengembalikan ketersediaan hara pada media tanam diperlukan pemberian
pupuk.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompos dan Pengomposan

Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman,


hewan dan sampah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau
fermentasi. Bahan mentahnya bisa berupa sisa tanaman, sampah dapur dan
sebagainya. Bisa menjadi kompos akibat proses pelapukan dan penguraian.
Kompos merupakan hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik yang
dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam mikroorganisme dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Kompos adalah
pupuk organik yang terurai secara lambat dan merangsang kehidupan tanah
serta memperbaiki struktur tanah. Kompos juga memberikan pengaruh positif
bagi ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Kompos juga diartikan
sebagai pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan
sisa-sisa buangan mahluk hidup (tanaman maupun hewan). Kompos tidak
hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Menurut Habibi (2008), kompos merupakan istilah untuk pupuk organik
buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa bahan organik.
Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik dan anaerobik yang
saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Secara keseluruhan proses
ini disebut dekomposisi atau penguraian. Menurut Suryati (2014), menyatakan
bahwa kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sampah organik yang
sebagian besar berasal dari rumah tangga. Sebetulnya, kompos merupakan
pupuk warisan alam yang sudah dikenal nenek moyang kita, tetapi kita lupa
untuk memanfatkannya. Kompos adalah bahan organik yang bisa lapuk, seperti
daun-daunan, sampah dapur, jerami, rumput dan kotoran lain, yang semua itu
berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Syam (2003), kompos merupakan
salah satu pupuk organik yang digunakan pada pertanian untuk mengurangi
penggunaan pupuk anorganik. Penggunaan kompos dapat memperbaiki sifat
fisik tanah dan mikrobiologi tanah. Menurut Setyotini et al. (2006),
menjelaskan bahwa kompos memiliki kandungan unsur hara seperti nitrogen
dan fosfat dalam bentuk senyawa kompleks argon, protein, dan humat yang
sulit diserap tanaman. Simanungkalit (2006), menjelaskan bahwa berbagai
upaya untuk meningkatkan status hara dalam kompos telah banyak dilakukan,
seperti penambahan bahan alami tepung tulang, tepung darah kering, kulit
batang pisang dan biofertilizer.
Pengomposan adalah proses perombakan bahan organik tidak stabil (C/N
tinggi) menjadi stabil (C/N rendah) yang berlangsung secara terkendali,
dicirikan oleh pelepasan panas dan gas CO2 (Husein dan Irawan, 2008).
Menurut Termorshuizen et.al. (2004), menjelaskan pengomposan adalah
dekomposisi terkontrol dari bahan organik menjadi bahan organik yang stabil
dan sehat sehingga dapat digunakan sebagai soil conditioner dalam pertanian.
Proses pengomposan secara alami memerlukan waktu yang lama (6-12 bulan),
tetapi dengan penambahan bioaktivator yang berupa konsorsium mikroba,
proses ini dapat dipersingkat (Budihardjo, 2006). Pengomposan merupakan
proses penguraian bahan organik atau proses dekomposisi bahan organik
dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai macam mikrobia yang
membantu proses perombakan bahan organik tersebut sehingga bahan organik
tersebut mengalami perubahan baik struktur dan teksturnya. Bahan organik
merupakan bahan yang berasal dari mahluk hidup baik itu berasal dari
tumbuhan maupun dari hewan. Adapun prinsip dari proses pengomposan
adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir sama dengan
nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Tujuan proses pengomposan ini yaitu merubah
bahan organik yang menjadi limbah menjadi produk yang mudah dan aman
untuk ditangan, disimpan, diaplikasikan ke lahan pertanian dengan aman tanpa
menimbulkan efek negatif baik pada tanah maupun pada lingkungan pada
lingkungan.
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan
oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Pada dasarnya proses
pengomposan secara aerobik lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan
secara anaerobik. Pada proses pengomposan dengan adanya oksigen akan
menghasilkan CO2, NH3, H2O dan panas, sedangkan pada proses pengomposan
tanpa adanya oksigen akan menghasilkan produk akhir berupa (CH4), CO2,
CH3, sejumlah gas dan asam organik. Dengan demikian, pengomposan adalah
proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,
khususnya oleh mikroba-mikroba yang bermanfaat bahan organik sebagai
suber energi. Pada dasarnya pengomposan berlangsung secara alami. Seluruh
limbah organik dapat di komposkan, seperti limbah organik rumah tangga,
sampah-sampah organik pasar atau kota, kertas, kotoran/limbah peternakan,
limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agro industri, limbah pabrik kertas,
limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit dan lain-lain.

B. Manfaat Kompos

Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Adanya pupuk


organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
1. Aspek Ekonomi :
a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.
b. Mengurangi volume atau ukuran limbah.
c. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.
2. Aspek Lingkungan :
a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen
di tempat pembuangan sampah.
b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
3. Aspek bagi tanah atau tanaman :
a. Meningkatkan kesuburan tanah
b. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
c. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
d. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
e. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen).
f. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
g. Menekan pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman
h. Meningkatkan retensi atau ketersediaan hara

C. Sifat Kompos

Menurut Djuarnani et al. (2005), yaitu sifat kompos antara lain:


1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap walaupun dalam
jumlah yang sedikit.
2. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut :
a. Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan bahan organik
didalam tanah.
b. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara.
c. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme didalam tanah dengan cara
menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut.
d. Memperbesar daya ikat tanah berpasir, sehingga tidak mudah terpencar.
e. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah.
f. Membantu proses pelapukan bahan mineral.
g. Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi.
h. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).
3. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap
serangan penyakit.
4. Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.

D. Faktor Penting yang dapat Mempengaruhi Kecepatan dalam


Pengomposan

Pada proses pengomposan terdapat beberapa faktor penting yang dapat


mempengaruhi kecepatan dalam pengomposan. Beberapa faktor tersebut yaitu:
1. Nisbah C/N bahan
Pada proses pengomposan nisbah C/N akan sangat mempengaruhi
kecepatan dari pengomposan. Dengan nisbah C/N yang tinggi maka proses
pengomposan akan berlangsung lebih lama dan sebaliknya apabila nisbah
C/N rendah maka proses pengomposan akan lebih cepat. Adapun nisbah
C/N optimum untuk pengomposan yaitu 20-40.
2. Ukuran bahan
Ukuran bahan ini mempengaruhi pada perkenaan bahan terhadap
mikroorganisme maupun bahan pengomposan yang lain. Bahan organik
yang memiliki ukuran bahan lebih besar akan memperlambat proses
pengomposan sedangkan bahan organik yang memiliki ukuran kecil, proses
pengomposan akan berlangsung lebih cepat. Sehingga sering kita jumpai
dalam pembuatan kompos bahan organik yang digunakan terlebih dahulu
akan dijadikan dalam ukuran kecil atau dihaluskan.
3. Komposisi bahan
Bahan yang memiliki komposisi yang kadar nitrogennya rendah akan
memperlambat proses pengomposan. Selain itu komposisi bahan ini juga
dilihat dari segi mikroorganisme yang terdapat pada bahan tersebut. Dalam
pengelompokan bahan, sisa-sisa tanaman dan binatang dapat dikategorikan
menjadi bahan dengan sumber utama yaitu karbohidrat, lignin, tannin,
glikosida, asam-asam organik, lemak, resin, komponen nitrogen, pigmen-
pigmen dan bahan-bahan mineral. Berdasarkan pengelompokan bahan
tersebut dapat dikategorikan bahan yang dapat cepat mengalami
dekomposisi dan bahan yang lambat mengalami dekomposisi. Bagian bahan
yang dapat mengalami dekomposisi dengan cepat diantaranya pati,
hemisellulosa, selulosa, protein dan bahan yang mudah larut dalam air,
sedangkan bahan yang sukar atau lambat mengalami dekomposisi
diantaranya lignin, lilin atau lemak dan tannin.
4. Kelembaban dan aerasi
Pada umumnya mikroorganisme dapat bekerja secara optimum yaitu
pada kelembaban 40-60%. Apabila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu
rendah maka proses pengomposan kan berlangsung lebih lambat karena
mikroorganisme yang membantu dalam proses pengomposan tidak bisa
berkembang atau mati. Selain kelembaban aerasi juga perlu diperhatikan
dalam proses pengomposan, jika bahan yang digunakan pada proses
pengomposan kering maka proses pengomposan akan lambat. Selain itu
apabila bahan yang digunakan terlalu basah akan mengakibatkan penguapan
air dan kehilangan panas yang cepat pada saat proses pengomposan
berlangsung.
5. Suhu atau temperatur
Suhu atau temperatur ini berpengaruh terhadap aktivitas
mikroorganisme yang membantu dalam proses pengomposan. Suhu yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan mikroorganisme akan mati dan
sebaliknya apabila suhu rendah maka aktivitas organisme dalam
pengomposan tersebut belum ada atau belum aktif. Suhu optimal yang
dikehendaki dalam proses pengomposan yaitu 30-50°C. pada awal proses
pengomposan akan terjadi kenaikan suhu yaitu sekitar 55-60°C sehingga
dalam proses pengomposan perlu adanya pembalikan kompos untuk
menghindari suhu yang terlalu tinggi. Setelah proses pengomposan selesai
dan kompos mencapai tingkat kematangan maka suhu kompos akan
menurun.
6. Keasaman bahan
Tingkat keasaman pada proses awal pengomposan biasanya asam dan
apabila proses pengomposan berhasil maka pH dari kompos tersebut akan
netral. Adapun standar tingkat keasaman yang terdapat pada proses
pengomposan yaitu 6,5-7,5.
7. Penggunaan aktivator
Penggunaan aktivator ini berhubungan dengan orgnisme yang
membantu dalam proses pengomposan. Dengan adanya aktivator dalam
proses pengomposan akan mempercepat dekomposisi bahan organik
sehingga proses` pengomposan akan berlangsung lebih cepat.

E. Teknik Pembuatan Kompos

Dilihat dari proses pembuatannya terdapat dua macam cara membuat


kompos, yaitu melalui proses aerob (dengan udara) dan anaerob (tanpa udara).
Kedua metode ini menghasilkan kompos yang sama baiknya hanya saja bentuk
fisiknya agak sedikit berbeda.
1. Cara membuat kompos metode aerob
Proses pembuatan kompos aerob sebaiknya dilakukan di tempat
terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku
yang cocok untuk pengomposan aerob adalah material organik yang
mempunyai perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah
30:1), kadar air 40-50% dan pH sekitar 6-8. Contohnya adalah hijauan
leguminosa, jerami, gedebog pisang dan kotoran unggas. Apabila
kekurangan bahan yang megandung karbon, bisa ditambahkan arang sekam
padi ke dalam adonan pupuk.
Cara membuat kompos aerob memakan waktu 40-50 hari. Perlu
ketelatenan lebih untuk membuat kompos dengan metode ini. Kita harus
mengontrol dengan seksama suhu dan kelembaban kompos saat proses
pengomposan berlangsung. Secara berkala, tumpukan kompos harus dibalik
untuk menyetabilkan suhu dan kelembabannya.

Gambar 1. Pembuatan Kompos Metode Aerob


a. Searah jarum jam: (1) Penyiraman dan penambahan dekomposer, (2)
Proses penumpukkan kompos, (3) Merapihkan tumpukan, (4)
Pembalikan kompos.
Berikut ini cara membuat kompos aerob:
1) Siapkan lahan seluas 10 meter persegi untuk tempat
pengomposan. Lebih baik apabila tempat pengomposan diberi
peneduh untuk menghindari hujan.
2) Buat bak atau kotak persegi empat dari papan kayu dengan lebar
1 meter dan panjang 1,5 meter. Pilih papan kayu yang memiliki
lebar 30-40 cm.
3) Siapkan material organik dari sisa-sisa tanaman, bisa juga
dicampur dengan kotoran ternak. Cacah bahan organik tersebut
hingga menjadi potongan-potongan kecil. Semakin kecil
potongan bahan organik semakin baik. Namun jangan sampai
terlalu halus, agar aerasi bisa berlangsung sempurna saat
pengomposan berlangsung.
4) Masukan bahan organik yang sudah dicacah ke dalam bak kayu,
kemudidan padatkan. Isi seluruh bak kayu hingga penuh.
b. Searah jarum jam: (1) Pemilihan lokasi pengomposan, (2) Membuat
bak/kotak kayu, (3) Menyeleksi dan merajang bahan baku, (4)
Memasukkan bahan baku baku kedalam bak kayu
1) Siram bahan baku kompos yang sudah tersusun dalam kotak kayu
untuk memberikan kelembaban. Untuk mempercepat proses
pengomposan bisa ditambahkan starter mikroorganisme (EM4)
pembusuk ke dalam tumpukan kompos tersebut. Setelah itu,
naikkan bak papan ke atas kemudian tambahkan lagi bahan-bahan
lain. Lakukan terus hingga ketinggian kompos sekitar 1,5 meter.
2) Setelah 24 jam, suhu tumpukan kompos akan naik hingga 65oC,
biarkan keadaan yang panas ini hingga 2-4 hari. Fungsinya untuk
membunuh bakteri patogen, jamur dan gulma. Perlu diperhatikan,
proses pembiaran jangan sampai lebih dari 4 hari. Karena
berpotensi membunuh mikroorganisme pengurai kompos.
Apabila mikroorganisme dekomposer ikut mati, kompos akan
lebih lama matangnya.
3) Setelah hari ke-4, turunkan suhu untuk mencegah kematian
mikroorganisme dekomposer. Jaga suhu optimum pengomposan
pada kisaran 45-60oC dan kelembaban pada 40-50%. Cara
menjaga suhu adalah dengan membolak-balik kompos,
sedangkan untuk menjaga kelembaban siram kompos dengan air.
Pada kondisi ini penguapan relatif tinggi, untuk mencegahnya
kita bisa menutup tumpukan kompos dengan terpal plastik,
sekaligus juga melindungi kompos dari siraman air hujan.
4) Cara membalik kompos sebaiknya dilakukan dengan metode
berikut. Angkat bak kayu, lepaskan dari tumpukan kompos. Lalu
letakan persis disamping tumpukan kompos. Kemudian
pindahkan bagian kompos yang paling atas kedalam bak kayu
tersebut sambil diaduk. Lakukan seperti mengisi kompos di tahap
awal. Lakukan terus hingga seluruh tumpuka kompos berpindah
kesampingnya. Dengan begitu, semua kompos dipastikan sudah
terbalik semua. Proses pembalikan sebaiknya dilakukan setiap 3
hari sekali sampai proses pengomposan selesai atau balik apabila
suhu dan kelembaban melebihi batas yang ditentukan.
5) Apabila suhu sudah stabil dibawah 45oC, warna kompos hitam
kecoklatan dan volume menyusut hingga 50% hentikan proses
pembalikan. Selanjutnya adalah proses pematangan selama 14
hari.
6) Secara teoritis, proses pengomposan selesai setelah 40-50 hari.
Namun kenyataannya bisa lebih cepat atau lebih lambat
tergantung dari keadaan dekomposer dan bahan baku kompos.
Pupuk kompos yang telah matang dicirikan dengan warnanya
yang hitam kecoklatan, teksturnya gembur, tidak berbau.
7) Untuk memperbaiki penampilan (apabila pupuk kompos hendak
dijual) dan agar bisa disimpan lama, sebaiknya kompos diayak
dan di kemas dalam karung. Simpan pupuk kompos di tempat
kering dan teduh.
2. Cara membuat kompos metode anaerob
Cara membuat kompos dengan metode anaerob biasanya memerlukan
inokulan mikroorganisme (starter) untuk mempercepat proses
pengomposannya. Inokulan terdiri dari mikroorganisme pilihan yang bisa
menguraikan bahan organik dengan cepat, seperti efektif mikroorganime
(EM4). Di pasaran terdapat juga jenis inokulan dari berbagai merek seperti
superbio, probio, dan lain-lain. Apabila tidak tersedia dana yang cukup, kita
juga bisa membuat sendiri inokulan efektif mikroorganisme.

Gambar 2. Pembuatan Kompos Metode Anaerob

a. Metode membuat pupuk dengan metode anaerob


Bahan baku yang digunakan sebaiknya material organik yang
mempunyai perbandingan C dan N tinggi (lebih dari 30:1). Beberapa
diantaranya adalah serbuk gergaji, sekam padi dan kotoran
kambing. Waktu yang diperlukan untuk membuat kompos dengan
metode anaerob bisa 10-80 hari, tergantung pada efektifitas dekomposer
dan bahan baku yang digunakan. Suhu optimal selama proses
pengomposan berkisar 35-45oC dengan tingkat kelembaban 30-40%.
Berikut tahapan cara membuat kompos dengan proses anaerob.
1) Siapkan bahan organik yang akan dikomposkan. Sebaiknya pilih
bahan yang lunak terdiri dari limbah tanaman atau hewan. Bahan
yang bisa digunakan antara lain, hijauan tanaman, ampas tahu,
limbah organik rumah tangga, kotoran ayam, kotoran kambing, dan
lain-lain. Rajang bahan tersebut hingga halus, semakin halus
semakin baik.
2) Siapkan dekomposer (EM4) sebagai starter. Caranya, campurkan 1
cc EM4 dengan 1 liter air dan 1 gram gula. Kemudian diamkan
selama 24 jam.
3) Ambil terpal plastik sebagai alas, simpan bahan organik yang sudah
dirajang halus di atas terpal. Campurkan serbuk gergaji pada bahan
tersebut untuk menambah nilai perbandingan C dan N. Kemudian
semprotkan larutan EM4 yang telah diencerkan tadi. Aduk sampai
merata, jaga kelembaban pada kisaran 30-40%, apabila kurang
lembab bisa disemprotkan air.
4) Siapkan tong plastik yang kedap udara. Masukan bahan organik
yang sudah dicampur tadi. Kemudian tutup rapat-rapat dan diamkan
hingga 3-4 hari untuk menjalani proses fermentasi. Suhu
pengomposan pada saat fermentasi akan berkisar 35-45oC.
5) Setelah empat hari cek kematangan kompos. Pupuk kompos yang
matang dicirikan dengan baunya yang harum seperti bau tape.

F. Tingkat dan Mutu Kematangan Kompos

Setelah selesai pengomposan maka perlu dilihat mutu kompos tersebut


agar dapat memberikan pengaruh yang baik bagi tanaman. Menurut Nyoman
(2010), mutu kompos yang baik disebabkan karena proses dekomposisi bahan
organik telah terjadi secara sempurna agar tidak memberikan pengaruh buruk
terhadap tanaman. Mutu kompos yang baik tersebut antara lain :
1. Berwana coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.
2. Tidak larut dalam air.
3. Nisbah C/N rasio sebesar 20-20, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasinya.
4. Berefek baik jika diaplikasikan.
5. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan.
6. Tidak berbau.
BAB III
KESIMPULAN

Kompos merupakan hasil penguraian dari campuran bahan-bahan organik


yang dapat dipercepat oleh populasi berbagai macam mikroorganisme dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses
dekomposisi bahan organik dimana didalam proses tersebut terdapat berbagai
macam mikrobia yang membantu proses perombakan bahan organik tersebut
sehingga bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan
teksturnya. Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari mahluk hidup baik
itu berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Adapun prinsip dari proses
pengomposan adalah menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir
sama dengan nisbah C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik
(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Pada dasarnya proses
pengomposan secara aerobik lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan secara
anaerobik. Pada proses pengomposan dengan adanya oksigen akan menghasilkan
CO2, NH3, H2O dan panas, sedangkan pada proses pengomposan tanpa adanya
oksigen akan menghasilkan produk akhir berupa (CH4), CO2, CH3, sejumlah gas
dan asam organik. Faktor yang mempengaruhi kecepatan dalam pengomposan
seperti, nisbah C/N bahan, ukuran bahan, komposisi bahan, kelembaban dan aerasi,
suhu atau temperatur, pH bahan, penggunaan aktivator. Kompos ibarat
multivitamin bagi tanah dan tanaman. Dengan menggunakan pupuk organik sifat
fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Mutu kompos yang baik tersebut
antara lain : (1) berwana coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah, (2)
tidak larut dalam air, (3) nisbah C/N rasio sebesar 20-20, tergantung dari bahan
baku dan derajat humifikasinya, (4), berefek baik jika diaplikasikan, (5), suhunya
kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, (6) tidak berbau.
DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, M.A. 2006. Studi Potensi Pengomposan Sampah Kota sebagai Salah
Satu Alternatif Pengelolaan Sampah di TPA dengan Mengunakan
Aktivator EM4 (Effective Microorganism). Jurnal Presipitasi, 1(1): 25-
30.
Djuarnani, N., Kristian dan Setiawan, B.S. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Habibi, Lafran. 2008. Pembuatan Pupuk Kompos dari Limbah Rumah Tangga.
Bandung: Penerbit Titian Ilmu.
Husein, E. dan Irawan. 2008. Kompos Jerami (Pengomposan dan Karakteristik
Kompos). Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya
Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. Leaflet.
Mahesa Agri. 2017. Cara Membuat Pupuk Kompos Menggunakan Metode Aerob
dan Anaerob. http://mahesaagri.com/blog/cara-membuat-kompos-
metode-aerob-anaerob/, diakses pada tanggal 3 November 2019.
Nyoman P. Aryantha. 2010. Kompos. Pusat Penelitian Antar Universitas Ilmu
Hayati LPPM-ITB. Dept. Biologi - FMIPA-ITB.
Setyotini, D. R.., Saraswati, dan Anwar, E.K. 2006. Kompos. Jurnal Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati. 2(3): 11-40.
Simanungkalit, R. D. M., Didi, A. S., Rasti, S., Diah, S., & Wiwik, H. 2006. Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat.
Suryati, Teti. 2014. Bebas Sampah dari Rumah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Syam, A. 2003. Efektivitas Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Produktivitas
Padi di Lahan Sawah. Jurnal Agrivigor, 3(2): 232–244.
Termorshuizen, A.J., S.W. Moolenaar, A.H.M. Veeken and W.J. Blok. 2004. The
value of compost. Reviews in Environmental Science & Bio/Technology
3: 343–347.

Anda mungkin juga menyukai