Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRATIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA

MODUL I
FILTRASI

Program Studi Sarjana Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia

Oleh :

Melyawati D1121171002
Mariabel Maura D1121171029

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK
2022

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Prinsip Percobaan
Instalasi penjernihan air multimedia filtrasi dilakukan dengan merakit
rangkaian pipa ¾ inch yang, dipasang stop kran ¾ inch tangki penampung gambut
yang berfungsi sebagai buka tutup aliran air menuju penampung. Kemudian
perakitan pipa ¾ inch dari keluaran air penampung menuju flowmeter dan
dipasang stop kran ¾ inch sebagai pengatur keluaran air menuju filter.
Selanjutnya, perakitan pipa menuju flowmeter sebagai alat ukur keluaran air ini
sejajar, apabila akan running maka stop kran keluaran air dari sumber mata air
menuju filter ditutup dan dibuka pada keluaran air di tangki penampung menuju
flowmeter. Kemudian ditambahkan kran ¾ inch pada rangkaian pipa yang
berfungsi sebagai kalibrasi agar keluaran air stabil dan konstan saat mengaliri
masing – masing media filter.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan modul filtrasi yaitu mahasiswa dapat memahami
salah satu proses pemisahan jenis fase solid dan liquid yaitu proses filtrasi. Filtrasi
yang dipelajari berprinsip pada aliran yang melewati unggun berpori berupa
kolom filtrasi dengan rangkaian fixed bed.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian air gambut diolah menjadi air bersih telah banyak dilakukan
berkaitan dengan karakteristik air gambut dan cara pengolahannya. Air gambut
mempunyai pH antara 3-5 menjadikan air gambut bersifat asam. Kandungan
tersuspensi air gambut rendah, kandungan zat organik yang tinggi dan intensitas
zat warna yang tinggi (Suherman, 2013).
2.1 Filtrasi
2.1.1 Pengertian Filtrasi
Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat
tersuspensi dari air melalui media berpori. Filtrasi dapat juga diartikan sebagai
proses pemisahan liquid -liquid dengan cara melewatkan liquid melalui media
berpori atau bahan-bahan berpori untuk menyisihkan atau menghilangkan
sebanyak-banyaknya butiran-butiran halus zat padat tersuspensi dari liqud.
Filtrasi adalah proses pemisahan solid-liquid dengan cara melewatkan liquid
melalui media berpori atau bahan – bahan berpori untuk menyisihkan atau
menghilangkan sebanyak – banyaknya butiran – butiran halus zat padat
tersuspensi dari liquida. Faktor yang mempengaruhi efisiensi penyaringan ada 3
( empat ) yaitu :
1. Kecepatan Penyaringan, Pemisahan bahan-bahan tersuspensi dengan
penyaringan tidak dipengaruhi oleh kecepatan penyaringan. Berbagai hasil
penelitian menyatakan bahwa kecepatan penyaringan tidak mempengaruhi
terhadap kualitas effluent. Kecepatan penyaringan lebih banyak terhadap masa
operasi saringan.
2. Suhu, Suhu yang baik yaitu pada suhu kamar, suhu akan mempengaruhi
kekentalan suatu bahan.
3. Diameter butiran, secara umum kualitas effluent yang dihasilkan akan lebih
baik bila lapisan saringan pasir terdiri dari butiran-butiran halus. Jika diameter
butiran yang di gunakan kecil maka yang terbentuk juga kecil (Sri Widyastuti,
2011).
Filtrasi adalah suatu operasi pemisahan campuran antara padatan dan
cairan dengan melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui medium penyaring.
Proses filtarsi banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian air minum,
pemisahan kristal-kristal garam dari cairan induknya, pabrik kertas dan lain-lain.
Untuk semua proses filtrasi, umpan mengalir disebabkan adanya tenaga dorong
berupa beda tekanan, sebagai contoh adalah akibat gravitasi atau tenaga putar.
Secara umum filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalam suspensi relatif lebih
kecil dibandingkan zat cairnya (Suhana, 2004).
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Proses Filtrasi
1. Debit filtrasi
Debit yang terlalu besar akan menyebabkan tidak berfungsinya filter
secara efisien. Sehingga proses filtrasi tidak dapat terjadi dengan sempurna,
akibat adanya aliran air yang terlalu cepat dalam melewati rongga diantara
butiran media pasir. Hal ini menyebabkan berkurangnya waktu kontak antara
permukaan butiran media penyaring dengan air yang akan disaring. Kecepatan
aliran yang terlalu tinggi saat melewati rongga antar butiran menyebabkan
partikel– partikel yang terlalu halus yang tersaring akan lolos.
2. Konsentrasi kekeruhan
Konsentrasi kekeruhan sangat mempengaruhi efisiensi dari filtrasi.
Konsentrasi kekeruhan air baku yang sangat tinggi akan menyebabkan
tersumbatnya lubang pori dari media atau akan terjadi clogging. Sehingga
dalam melakukan filtrasi sering dibatasi seberapa besar konsentrasi kekeruhan
dari air baku (konsentrasi air influen) yang boleh masuk. Jika konsentrasi
kekeruhan yang terlalu tinggi, harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu,
seperti misalnya dilakukan proses koagulasi – flokulasi dan sedimentasi.
3. Kedalaman media, ukuran dan material
Tebal tipisnya media akan menentukan lamanya pengaliran dan daya
saring. Media yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring yang sangat
tinggi, tetapi membutuhkan waktu pengaliran yang lama. Sebaliknya media
yang terlalu tipis selain memiliki waktu pengaliran yang pendek, kemungkinan
juga memiliki daya saring yang rendah. Demikian pula dengan ukuran besar
kecilnya diameter butiran media filtrasi berpengaruh pada porositas, laju
filtrasi, dan juga kemampuan daya saring, baik itu komposisisnya, proporsinya,
maupun bentuk susunan dari diameter butiran media. Keadaan media yang
terlalu kasar atau terlalu halus akan menimbulkan variasi dalam ukuran rongga
antar butir. Ukuran pori sendiri menentukan besarnya tingkat porositas dan
kemampuan menyaring partikel halus yang terdapat dalam air baku. Lubang
pori yang terlalu besar akan meningkatkan rate dari filtrasi dan juga akan
menyebabkan lolosnya partikel halus yang akan disaring. Sebaliknya lubang
pori yang terlalu halus akan meningkatkan kemampuan menyaring partikel dan
juga dapat menyebabkan clogging (penyumbatan lubang pori oleh partikel
halus yang tertahan) terlalu cepat.
4. Temperatur
Adanya perubahan suhu atau temeratur dari air yang akan difiltrasi
menyebabkan massa jenis (densitas), viskositas absolute, dan viskositas
kinematis dari air akan mengalami perubahan. Selain itu juga akan
mempengaruhi daya tarik menarik diantara partikel halus penyebab
kekeruhan, sehingga terjadi perbedaan dalam ukuraan besar partikel yang akan
disaring. Akibat ini juga akan mempengaruhi daya adsorpsi. Akibat dari
keduanya ini, akan mempengaruhi terhadap efisiensi daya saring filter.
5. Tinggi muka air diatas media dan kehilangan tekanan
Keadaan tinggi muka air di atas media berpengaruh terhadap besarnya debit
atau laju filtrasi dalam media. Tersedianya muka air yang cukup tinggi diatas
media akan meningkatkan daya tekan air untuk masuk kedalam pori. Dengan
muka air yang tinggi akan meningkatkan laju filtrasi (bila filter dalam keadaan
bersih). Muka air diatas media akan naik bila lubang pori tersumbat (terjadi
clogging) terjadi pada saat filter kotor. Untuk melewati lubang pori,
dibutuhkan aliran yang memiliki tekanan yang cukup. Besarnya tekanan air
yang ada diatas media dengan yang ada didasar media akan berbeda di saat
proses filtrasi berlangsung. Perbedaan inilah yang sering disebut dengan
kehilangan tekanan (headloss). Kehilangan tekanan akan meningkat atau
bertambah besar pada saat filter semakin kotor atau telah dioperasikan selama
beberapa waktu (Dorby, 2001).
2.2 Karakteristik Air Gambut
Air gambut merupakan air permukaan yang terdapat di daerah gambut
yang tersebar di dataran rendah di wilayah Kalimantan dan Sumatera.
Karakteristik air gambut mempunyai intensitas warna yang tinggi (berwarna
merah kecoklatan), derajat keasaman tinggi (nilai pH rendah), kandungan zat
organik tingggi, sementara konsentrasi partikel tersuspensi dan ion rendah
(Samosir, 2009).
Konsentrasi zat organik di dalam air gambut terlihat dari warnanya,
semakin pekat warnanya semakin tinggi kandungan zat organiknya. Air gambut
adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah rawa maupun dataran
rendah, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Kusnaedi, 2002):
a) Nila pH yang rendah.
b) Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan).
c) Kandungan zat organik yang tinggi.
d) Kandungan kation yang rendah.
e) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah.
Air gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air
menjadi berwarna dan bersifat asam. Senyawa organik tersebut adalah asam
humus yang terdiri dari asam humat, asam sulvat, dan humin. Asam humus adalah
senyawa organik dengan berat molekul tinggi dan berwarna coklat sampai
kehitaman. Ciri-ciri air ini yaitu Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah
kecoklatan), pH yang rendah, kandungan zat organik yang tinggi, kekeruhan dan
kandungan partikel tersuspensi yang rendah serta kandungan kation yang rendah
(Kusnaedi, 2006). Warna merah kecoklatan berasal dari tingginya kandungan zat
organik (bahan humus) yang terlarut dalam bentuk asam humus (Syarfi dan
Syamsu, 2007). Selain itu warna merah kecoklatan air gambut merupakan tanda
adanya kandungan besi yang tinggi (Apriani dkk., 2013).

2.3 Parameter Kualitas Air Gambut


2.3.1 Nilai pH
Parameter pH dari air minum yang masih diizinkan oleh Permenkes RI
No.416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih adalah
dalam rentang 6,5-9,0. Nilai pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Nilai pH normal
memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki
sifat basa sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan sifat asam. Nilai pH 0
menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat
kebasaan tertinggi. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas
lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila
keasamannya rendah.
pH air gambut yang rendah dapat disebabkan karena airnya berupa air
gambut yang bersifat asam karena mengandung asam-asam organik misalnya
asam humat. Air gambut yang diadsorpsi dengan lempung tidak teraktivasi lebih
tinggi pHnya dibandingkan pH air gambut yang diadsorpsi dengan lempung
teraktivasi (Rotua, 2015).
2.3.2 Warna
Warna adalah salah satu parameter fisik wajib yang ditetapkan oleh
Permenkes RI No.416/Menkes/PER/IX/1990. Pada Kepmenkes RI No. 416 Tahun
1990 menyatakan bahwa batas maksimal warna air bersih maksimal 50 skala
TCU. Dalam analisis warna, alat yang digunakan adalah spektrofotometer. Warna
pada air gambut disebabkan karena adanya partikel koloid organik yang
merupakan hasil dekomposisi dari tanaman.
2.3.3 Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan
anorganik yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan-bahan yang
berasal dari buangan. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi
tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan
partikelpartikel kecil tersuspensi lainnya. Kekeruhan sering diukur dengan
menggunakan metode Nephelometric. Satuan kekeruhan yang diukur dengan
menggunakan Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit).
Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 menetapkan standar kualitas air
bersih untuk kekeruhan yaitu 25 dalam satuan NTU.
Penurunan kekeruhan pada dasarnya terjadi apabila penyerapan dilakukan
dalam jangka waktu yang lama, maka hasil dari adsorben akan terlihat lebih jernih
dan nilai kekeruhan akan lebih kecil dibandingkan sampel awal sebelum diserap
oleh adsorbat. Hal itu dikarenakan proses interaksi tarikmenarik antara adsorben
dan adsorbat akan semakin lama sehingga nilai kekeruhan pun akan semakin turun
(Rotua,2015).
2.3.4 Kandungan Zat Organik KmnO4
Zat organik adalah zat yang banyak mengandung unsur karbon. Contohnya
antara lain benzen, chloroform, detergen, methoxychlor, dan pentachlorophenol.
Dengan adanya kandungan zat organik di dalam air berarti air tersebut sudah
tercemar, terkontaminasi rembesan dari limbah dan tidak aman sebagai sumber air
bersih dan minum. Parameter ini memiliki batasan maksimal 10 mg/liter
berdasarkan Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 tentang persyaratan
kualitas air.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
3.1.1 Peralatan Filtrasi
Kolom yang dilengkapi dengan isian kolom berturut-turut dari atas ke
bawah pasir halus, karbon aktif, ijuk, dakron sebagai partisi antar media,
flowmeter, tangki penampung yang berkapasitas 40 liter.
3.1.2 Alat pendukung lain
Penampung Filtrat, Erlenmeyer 300 mL, Labu Ukur 1000 mL dan 100 mL,
Stop watch, Pemanas Listrik, Gelas Ukur 5 mL, Pipet Ukur 10 mL dan 100 mL,
Gelas Piala 1000 mL, Buret 25 mL, Termometer, pHmeter, TDS meter, Pipet
Tetes.

3.2 Bahan
Pasir Halus, Karbon Aktif, Ijuk, Air Gambut, Asam Sulfat, H2SO4 8 N,
Kalium Permanganat KMnO4 0,01 N, Natrium oksalat (COONa)2.2H2O, Asam
Oksalat (COOH)2.2H2O

3.3 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Filter Air Gambut


Gambar 3.2 Susunan Filter Air Gambut
3.4 Prosedur Percobaan
3.4.1 Persiapan Percobaan
Langkah pertama yang dilakukan yaitu pastikan pemasangan dan perakitan
pipa dengan benar, lakukan pemasangan dudukan untuk masing – masing tabung
filter agar tidak terjadi goncangan pada saat melakukan penyaringan, sanggahan
dan dudukan dibuat dengan kayu, kemudian rakitan pipa keluaran terakhir ditutup
dan dilakukan pengeleman pada semua sambungan pipa ¾ inch. Dalam proses
pengolahan ini, laju alir berdasarkan bukaan katup 12,5%.
3.4.2 Penyaringan
Dipompa air gambut dari sumur ke dalam tangki penampungan. Dalam
proses semua keran ditutup kecuali keran inket ke penampungan. Hal ini
dilakukan hingga tangki penuh, setelah itu tangki penuh keran outlet
penampungan (keran inlet kolom filtrasi) dibuka, dan semua kran outtlet filter
tetap ditutup, kemudian pastikan aliran yang keluar dari kran outlet bak
penampungan gambut sudah stabil dan dilakukan pengukuran laju alir pada flow
meter, setelah itu aliran intlet filter (outlet bak penamungan) kemudian dibiarkan
mengalir hingga kolom filter terisis penuh, kemudian kran outlet filter ditutup dan
dilakukan.
3.4.3 Persiapan Bahan Pengujian
a. Asam sulfat, H2SO4 8 N yang bebas zat organik
Terdahulu dipindahkan 222 mL H2SO4 pekat sedikit demi sedikit ke dalam 500
mL air suling dalam gelas piala sambil didinginkan dan encerkan sampai 1000
mL dalam labu ukur 1000 mL. selanjutnya dipindahkan kembali ke dalam gelas
piala dan tetesi dengan larutan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Kemudia
dipanaskan pada temperatur 800 °C selama 10 menit, bila warna merah hilang
selama pemanasan tambah kembali larutan KMnO4 0,01 N sampai warna merah
muda stabil
b. Kalium permanganat, KMnO4 0,1 N
Larutkan 3,16 g KMnO4 dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL. Simpan
dalam botol gelap selama 24 jam sebelum digunakan.
c. Kalium permanganat, KMnO4 0,01 N
Pipet 10 mL KMnO4 0,1 N masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan
dengan air suling sampai tanda tera.
d. Asam oksalat, (COOH)2.2H2O 0,1 N
Larutkan 6,302 g (COOH)2.2H2O dalam 1000 mL air suling atau larutkan 6,7 g
natrium oksalat, (COONa)2.2H2O dalam 25 mL H2SO4 6 N, dinginkan dan
encerkan sampai 1000 mL dalam labu ukur

3.4.4 Persiapan Pengujian


1. Penetapan larutan kalium permanganat, KMnO4 0,01 N dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Pipet 100 mL air suling secara duplo dan masukkan ke dalam labu
erlenmeyer 300 mL, panaskan hingga 700 C
b. Tambahkan 5 mL H2SO4 8 N yang bebas zat organik.
c. Tambahkan 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N menggunakan pipet
volume.
d. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0.01 N sampai warna merah
muda dan catat volume pemakaian
e. Hitung normalitas larutan baku kalium permanganat dengan menggunakan
rumus : N2 = V1 x N1 V2

dengan pengertian: V1 adalah mL larutan baku asam oksalat;


N1 adalah normalitas larutan baku asam oksalat yang dipergunakan untuk titrasi;
V2 adalah mL larutan baku kalium permanganate
N2 adalah normalitas larutan baku kalium permanganat yang tidak dicari.

2. Prosedur Uji nilai permanganat dengan tahapan sebagai berikut:


a. Pipet 100 mL contoh uji masukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL dan
tambahkan 3 butir batu didih.
b. Tambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes ke dalam contoh uji hingga
terjadi warna merah muda.
c. Tambahkan 5 ml asam sulfat 8 N bebas zat organik.
d. Panaskan di atas pemanas listrik pada suhu 105o C ± 2OC, bila terdapat
bau H2S, pendidihan diteruskan beberapa menit.
e. Pipet 10 mL larutan baku KMnO4 0,01 N.
f. Panaskan hingga mendidih selama 10 menit.
g. Pipet 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N.
h. Titrasi dengan kalium permanganat 0,01 N hingga warna merah muda.
i. Catat volume pemakaian KMnO4. Apabila pemakaian larutan baku kalium
permanganat 0,01 N lebih dari 7 mL, ulangi pengujian dengan cara
mengencerkan contoh uji.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Air gambut merupakan air permukaan yang berasal dari daerah dengan
kondisi tanah bergambut. Di Indonesia, air tersebut banyak kita jumpai di daerah
Kalimantan dan Sumatra. Air gambut memiliki ciri-ciri intensitas warna yang
tinggi, tingkat keasaman rendah dan kandungan zat organik yang tinggi. Warna
coklat kemerahan dan rendahnya tingkat keasaman pada air gambut merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik yang terdapat didalamnya. Zat-zat
organik tersebut biasanya biasanya dalam bentuk asam humus yang berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu. Air gambut diperlukan
proses pengolahan terlebih dahulu agar dapat menjadi air bersih dan digunakan
untuk keperluan manusia. Metode pengolahan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah metode filtrasi. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida
dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya
padatan akan terendapkan.
4.1 Hasil Uji Nilai Total Dissolve Solid (TDS)
Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan
jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per
liter (mg/L). Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari
aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan
dan pelarutan batudan tanah. Pada percobaan filtrasi yang menggunakan air
gambut sebagai sampel uji diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 di
bawah ini :
Tabel 4.1 Hasil Uji Nilai TDS Air Gambut
Variasi Katub Nilai TDS Nilai TDS
( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 36 ppm 145 ppm
25 % 36 ppm 141 ppm
50 % 36 ppm 125 ppm
Sesuai regulasi dari Enviromental Protection Agency (EPA) USA,
menyarankan bahwa kadar maksimal kontaminan pada air minum adalah sebesar
500 mg/L (500 ppm). Kini banyak sumber-sumber air yang mendekati ambang
batas ini. Saat angka penunjukan TDS mencapai 1000 mg/L maka sangat
dianjurkan untuk tidak dikonsumsi manusia. Umumnya, tingginya angka TDS
disebabkan oleh kandungan potassium, khlorida, dan sodium yang terlarut di
dalam air. Ion-ion ini memiliki efek jangka pendek (short-term effect) tapi ion-ion
yang bersifat toksik (seperti timah arsenic, kadmium, nitrat dan banyak lainnya)
banyak juga yang terlarut di dalam air. Air minum ideal adalah yang memiliki
level TDS 0 – 50 ppm.
Nilai TDS yang diperoleh pada Tabel 4.1 mempunyai nilai TDS yang
berbeda pada masing-masing bukaan katub. Hal tersebut dikarena tidak adanya
pengendapan air gambut pada masing-masing bukaan katub. Pengendapan
seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum diuji dengan cara menyaring air
sampel dengan menggunakan kertas saring sehingga keduanya terpisah, dimana
padatan tersuspensi ini memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari padatan
terlarut sehingga padatan tersuspensi akan tertinggal pada kertas saring saat
dilakukan penyaringan, sedangkan padatan terlarut berhasil melewati saringan.
Endapan yang tertinggal dalam kertas saring sebagai TSS atau Total Suspended
Solids sedangkan padatan yang tidak ikut tersaring sebagai TDS atau Total
Disolved Solid. Adanya endapan tersebut kemudian dilakukan pengujian air
gambut. Faktor lain diindikasikan bahwa waktu pengambilan sampel uji yang
terlalu cepat yaitu hanya berlangsung selama 10 menit, sehingga kinerja media
filtrasi tidak berlangsung dengan baik.
Penentuan kadar padatan tersuspensi menggunakan metode gravimetri
terdahulu, Adapun hasil analisa yang di dapatkan, dari menit ke 0 hingga 55,
kadar TDS menurun hingga 1000 mg/L pada menit 55 dan kondisi awal pada
menit ke 0 sebesar 27000 mg/L. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja alat
dalam menurunkan kadar TDS membutuhkan waktu lebih dari 55 menit untuk
menurunkan kadar TDS hingga 0 mg/L.
4.2 Hasil Uji Nilai pH ( Derajat Keasaman )
Berikut hasil data pengujian nilai pH pada air gambut dapat dilihat pada
Tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2 Hasil Uji Nilai pH Air Gambut
Variasi Katub Nilai pH Nilai pH
( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 3,49 6,08
25 % 3,49 6,13
50 % 3,49 6,09

Berdasarkan parameter pH dari air minum yang masih diizinkan oleh


Permenkes RI No.416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air
Bersih adalah dalam rentang 6,5-9,0. Pada Tabel 4.2 bahwa diketahui nilai pH
yang diperoleh pada bukaan katub 12,5; 25; dan 50 % menghasilkan nilai pH yang
sesuai dengan nilai baku mutu yang dianjurkan untuk dimanfaatkan yaitu dengan
nilai pH 6,08; 6,13; dan 6,09. Peran media yang digunakan mampu menekan
kadar asam larutan sampel uji. Pengolahan air gambut dengan menggunkan
bahan-bahan alam seperti pasir, ijuk, carbon aktif mampu menyisihkan bahan-
bahan organik dan logam berat dalam air gambut. Hal ini sesuai dengan penelitian
Kiswanto (2017), Model alat penyaringan air gambut dengan media tawas, pasir
dan arang tempurung didapatkan hasil yang telah memenuhi standar baku air
minum untuk beberapa parameter ( Fe, TDS, pH, Zn, F, NO 3 dan NO2 ) sesuai
dengan Permenkes RI NO. 907 Tahun 2002.

4.3 Hasil Kandungan Organik KMnO4


Zat organik adalah zat yang banyak mengandung unsur karbon. Contohnya
antara lain benzen, chloroform, detergen, methoxychlor, dan pentachlorophenol.
Dengan adanya kandungan zat organik di dalam air berarti air tersebut sudah
tercemar, terkontaminasi rembesan dari limbah dan tidak aman sebagai sumber air
bersih dan minum. Parameter ini memiliki batasan maksimal 10 mg/liter
berdasarkan Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 tentang persyaratan
kualitas air. Berdasarkan hasil uji kandungan bahan organik dengan menggunakan
metode titrasi pada sampel uji menghasilkan jumlah kandungan bahan organik
yaitu pada bukaan katub 12,5 % menghasilkan kandungan organik sebesar 513,5
mg/L, pada bukaan katub 25 % menghasilkan kandungan organik sebesar 237
mg/L dan terakhir pada bukaan katub 50 % sebesar 1619,5 mg/L. kandungan
bahan organik tertinggi ada pada bukaan katub 50 %, hal tersebut di dindikasikan
bahwa pada bukaan tersebut sampel uji air gambut memiliki kecepatan debit alir
yang kuat daripada bukaan katub 12,5 % dan 25 % sehingga sedikit waktu yang
terjadi untuk melakukan filter pada air gambut yang menyebabkan kandungan
organik yang ada ikut serta pada sampel uji.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada percobaan modul filtrasi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan filtrasi pada bukaan katub 12,5 % memperoleh nilai pH
sebesar 6,08, bukaan katub 25 % diperoleh nilai pH sebesar 6,13, dan
terakhir pada bukaan katub 50 % diperoleh nilai pH sebesar 6,09
2. Nilai TDS setelah dilakukan filtrasi berturut-turut sebesar 145 ppm, 141
ppm, dan 125 ppm
3. Hasil uji kandungan organik pada air gambut diperoleh kandungan organik
terbesar ada pada bukaan katub 50 % sebesar 1619,5 mg/L, sedangkan
pada bukaan katub 12,5 % dan 25 % diperoleh kandungan organik sebesar
513,5 mg/L dan 237 mg/L

5.2 Saran
Saran pada percobaan filtrasi ini yaitu waktu yang diperlukan untuk
melakukan filtrasi sebaiknya melebihi waktu 10 menit. Hal tersebut dikarenakan
semakin lama waktu yang diperlukan untuk melakukan filtrasi maka kinerja
media yang digunakan semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA

Apriani R., Faryuni, I.D. dan Wahyuni D., 2013, Pengaruh Konsentrasi Aktivator
Kalium Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian
sebagai Adsorben Logam Fe pada Air Gambut, Jurnal Prisma Fisika.,
1(2): 82-86.

Depkes RI, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/ Menkes/Per/1990


tentang Syarat-syarat Pengawasan Kualitas Air, Jakarta.

Dorby, Ron. 2001. Chemicals Engineering Fluid Mecanics. 2th edition. Eastern
Hemisphere. Switzerland

Kiswanto, dkk. 2017. Model Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Minum
Berbasis Masyarakat. Journal Of Aceh Aquatic Science. 1 (1): 220-230

Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta:
Swadaya

Kusnaedi., 2006, Mengolah Air Gambut dan Kotor untuk Air Minum, Penebar
Swadaya, Jakarta. Marsidi, R., 2001. Zeolit Untuk Mengurangi
Kesadahan Air, Jurnal TeknologiLingkungan, 2(1): 1-3.

Rotua, 2015. Pemanfaatan Lempung Desa Gema Teraktivasi H2so4 Untuk


Peningkatan Kualitas Air Gambut. Jom Fmipa Volume 2 No. 1 Februari
2015

Samosir, A. 2009. Pengaruh Tawas Dan Diatomea (Diatomaceous Earth) Dalam


Proses Pengolahan Air Gambut Dengan Metode Elektrokoagulasi.
Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Sumatera Utara.

Sri Widyastuti, 2011. Kinerja Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Filtrasi
Dalam Mereduksi Kesadahan. Volume 09 Nomor 01 – Januari 2011 –
Issn : 1412 – 1867

Suhana, A. 2004. Membuat Perangkat Air Siap Minum. Puspa Swara. Jakarta.

Suherman, D dan Nyoman, S. 2013. Menghilangkan Zat Warna dan Zat Organik
Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Suasana Basa. Ris.Geo.
23 (2): 125-137.
Syafalni, S dkk. 2013. Water Treatment using Combination of Cationic Surfactant
Modified Zeolite, Granular Activated Carbon, and Limestone, Modern
Applied Science, Vol 7.No. 2

Syarfi dan Syamsu H., 2007, Rejeksi Zat Organik Air Gambut Dengan Membran
Ultrafiltasi, J. Sains dan Teknologi, Jakarta, 6(1): 1-4

WHO. 2004. Guidelines for Drinking Water Quality. Third edition. Geneva.

LAMPIRAN

A.1 Perhitungan Nilai Permanganat Sebagai Kandungan Organik

Data Sampel uji Nilai Satuan


12,5 % 25 % 50 %
Volume KMnO4 0,01 N (a) 6,5 3 20,5 ml
Normalitas KMnO4 (b) 0,01 0,01 0,01 N
Normalitas Asam Oksalat (c) 0,01 0,01 0,01 N
Volume Air Gambut (d) 20 20 20 ml
Faktor Pengenceran sampel (f) 5 5 5 -

Dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ a ) b− (10 x c ) ] 1 x 31,6 x 1000 xf
d

Dimana :

Volume pengenceran
f=
Volume awal air gambut

100
f =
20

f =5

Sehingga dapat diketahui kandungan organik pada air gambut sebagai berikut :

1. Bukaan katub 12,5%

KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 6,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 513,5 mg/L
2. Bukaan katub 25 %

KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 3 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 237 mg/L
3. Bukaan katub 50%

KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 20,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 1619,5 mg/L
A.2 Jurnal Referensi
A.3 Dokumentasi

Gambar 1. Pengujian pH Gambar 2. Pengujian nilai TDS

Gambar 3. Persiapan media Gambar 4. Pemanasan hasil


filtrasi
Gambar 5. Hasil titrasi dengan Gambar 6. Hasil titrasi
Kalium
Permanganat

Anda mungkin juga menyukai