MODUL I
FILTRASI
Oleh :
Melyawati D1121171002
Mariabel Maura D1121171029
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Prinsip Percobaan
Instalasi penjernihan air multimedia filtrasi dilakukan dengan merakit
rangkaian pipa ¾ inch yang, dipasang stop kran ¾ inch tangki penampung gambut
yang berfungsi sebagai buka tutup aliran air menuju penampung. Kemudian
perakitan pipa ¾ inch dari keluaran air penampung menuju flowmeter dan
dipasang stop kran ¾ inch sebagai pengatur keluaran air menuju filter.
Selanjutnya, perakitan pipa menuju flowmeter sebagai alat ukur keluaran air ini
sejajar, apabila akan running maka stop kran keluaran air dari sumber mata air
menuju filter ditutup dan dibuka pada keluaran air di tangki penampung menuju
flowmeter. Kemudian ditambahkan kran ¾ inch pada rangkaian pipa yang
berfungsi sebagai kalibrasi agar keluaran air stabil dan konstan saat mengaliri
masing – masing media filter.
3.2 Bahan
Pasir Halus, Karbon Aktif, Ijuk, Air Gambut, Asam Sulfat, H2SO4 8 N,
Kalium Permanganat KMnO4 0,01 N, Natrium oksalat (COONa)2.2H2O, Asam
Oksalat (COOH)2.2H2O
Air gambut merupakan air permukaan yang berasal dari daerah dengan
kondisi tanah bergambut. Di Indonesia, air tersebut banyak kita jumpai di daerah
Kalimantan dan Sumatra. Air gambut memiliki ciri-ciri intensitas warna yang
tinggi, tingkat keasaman rendah dan kandungan zat organik yang tinggi. Warna
coklat kemerahan dan rendahnya tingkat keasaman pada air gambut merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik yang terdapat didalamnya. Zat-zat
organik tersebut biasanya biasanya dalam bentuk asam humus yang berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu. Air gambut diperlukan
proses pengolahan terlebih dahulu agar dapat menjadi air bersih dan digunakan
untuk keperluan manusia. Metode pengolahan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah metode filtrasi. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida
dengan melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya
padatan akan terendapkan.
4.1 Hasil Uji Nilai Total Dissolve Solid (TDS)
Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan
jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per
liter (mg/L). Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari
aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan
dan pelarutan batudan tanah. Pada percobaan filtrasi yang menggunakan air
gambut sebagai sampel uji diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 di
bawah ini :
Tabel 4.1 Hasil Uji Nilai TDS Air Gambut
Variasi Katub Nilai TDS Nilai TDS
( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 36 ppm 145 ppm
25 % 36 ppm 141 ppm
50 % 36 ppm 125 ppm
Sesuai regulasi dari Enviromental Protection Agency (EPA) USA,
menyarankan bahwa kadar maksimal kontaminan pada air minum adalah sebesar
500 mg/L (500 ppm). Kini banyak sumber-sumber air yang mendekati ambang
batas ini. Saat angka penunjukan TDS mencapai 1000 mg/L maka sangat
dianjurkan untuk tidak dikonsumsi manusia. Umumnya, tingginya angka TDS
disebabkan oleh kandungan potassium, khlorida, dan sodium yang terlarut di
dalam air. Ion-ion ini memiliki efek jangka pendek (short-term effect) tapi ion-ion
yang bersifat toksik (seperti timah arsenic, kadmium, nitrat dan banyak lainnya)
banyak juga yang terlarut di dalam air. Air minum ideal adalah yang memiliki
level TDS 0 – 50 ppm.
Nilai TDS yang diperoleh pada Tabel 4.1 mempunyai nilai TDS yang
berbeda pada masing-masing bukaan katub. Hal tersebut dikarena tidak adanya
pengendapan air gambut pada masing-masing bukaan katub. Pengendapan
seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum diuji dengan cara menyaring air
sampel dengan menggunakan kertas saring sehingga keduanya terpisah, dimana
padatan tersuspensi ini memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari padatan
terlarut sehingga padatan tersuspensi akan tertinggal pada kertas saring saat
dilakukan penyaringan, sedangkan padatan terlarut berhasil melewati saringan.
Endapan yang tertinggal dalam kertas saring sebagai TSS atau Total Suspended
Solids sedangkan padatan yang tidak ikut tersaring sebagai TDS atau Total
Disolved Solid. Adanya endapan tersebut kemudian dilakukan pengujian air
gambut. Faktor lain diindikasikan bahwa waktu pengambilan sampel uji yang
terlalu cepat yaitu hanya berlangsung selama 10 menit, sehingga kinerja media
filtrasi tidak berlangsung dengan baik.
Penentuan kadar padatan tersuspensi menggunakan metode gravimetri
terdahulu, Adapun hasil analisa yang di dapatkan, dari menit ke 0 hingga 55,
kadar TDS menurun hingga 1000 mg/L pada menit 55 dan kondisi awal pada
menit ke 0 sebesar 27000 mg/L. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja alat
dalam menurunkan kadar TDS membutuhkan waktu lebih dari 55 menit untuk
menurunkan kadar TDS hingga 0 mg/L.
4.2 Hasil Uji Nilai pH ( Derajat Keasaman )
Berikut hasil data pengujian nilai pH pada air gambut dapat dilihat pada
Tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2 Hasil Uji Nilai pH Air Gambut
Variasi Katub Nilai pH Nilai pH
( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 3,49 6,08
25 % 3,49 6,13
50 % 3,49 6,09
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan modul filtrasi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan filtrasi pada bukaan katub 12,5 % memperoleh nilai pH
sebesar 6,08, bukaan katub 25 % diperoleh nilai pH sebesar 6,13, dan
terakhir pada bukaan katub 50 % diperoleh nilai pH sebesar 6,09
2. Nilai TDS setelah dilakukan filtrasi berturut-turut sebesar 145 ppm, 141
ppm, dan 125 ppm
3. Hasil uji kandungan organik pada air gambut diperoleh kandungan organik
terbesar ada pada bukaan katub 50 % sebesar 1619,5 mg/L, sedangkan
pada bukaan katub 12,5 % dan 25 % diperoleh kandungan organik sebesar
513,5 mg/L dan 237 mg/L
5.2 Saran
Saran pada percobaan filtrasi ini yaitu waktu yang diperlukan untuk
melakukan filtrasi sebaiknya melebihi waktu 10 menit. Hal tersebut dikarenakan
semakin lama waktu yang diperlukan untuk melakukan filtrasi maka kinerja
media yang digunakan semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani R., Faryuni, I.D. dan Wahyuni D., 2013, Pengaruh Konsentrasi Aktivator
Kalium Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian
sebagai Adsorben Logam Fe pada Air Gambut, Jurnal Prisma Fisika.,
1(2): 82-86.
Dorby, Ron. 2001. Chemicals Engineering Fluid Mecanics. 2th edition. Eastern
Hemisphere. Switzerland
Kiswanto, dkk. 2017. Model Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Minum
Berbasis Masyarakat. Journal Of Aceh Aquatic Science. 1 (1): 220-230
Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta:
Swadaya
Kusnaedi., 2006, Mengolah Air Gambut dan Kotor untuk Air Minum, Penebar
Swadaya, Jakarta. Marsidi, R., 2001. Zeolit Untuk Mengurangi
Kesadahan Air, Jurnal TeknologiLingkungan, 2(1): 1-3.
Sri Widyastuti, 2011. Kinerja Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Filtrasi
Dalam Mereduksi Kesadahan. Volume 09 Nomor 01 – Januari 2011 –
Issn : 1412 – 1867
Suhana, A. 2004. Membuat Perangkat Air Siap Minum. Puspa Swara. Jakarta.
Suherman, D dan Nyoman, S. 2013. Menghilangkan Zat Warna dan Zat Organik
Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Suasana Basa. Ris.Geo.
23 (2): 125-137.
Syafalni, S dkk. 2013. Water Treatment using Combination of Cationic Surfactant
Modified Zeolite, Granular Activated Carbon, and Limestone, Modern
Applied Science, Vol 7.No. 2
Syarfi dan Syamsu H., 2007, Rejeksi Zat Organik Air Gambut Dengan Membran
Ultrafiltasi, J. Sains dan Teknologi, Jakarta, 6(1): 1-4
WHO. 2004. Guidelines for Drinking Water Quality. Third edition. Geneva.
LAMPIRAN
KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ a ) b− (10 x c ) ] 1 x 31,6 x 1000 xf
d
Dimana :
Volume pengenceran
f=
Volume awal air gambut
100
f =
20
f =5
Sehingga dapat diketahui kandungan organik pada air gambut sebagai berikut :
KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 6,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 513,5 mg/L
2. Bukaan katub 25 %
KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 3 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 237 mg/L
3. Bukaan katub 50%
KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 20,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 1619,5 mg/L
A.2 Jurnal Referensi
A.3 Dokumentasi