Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA

Nama : Fadila
NIM : D1121181029
Percobaan : Pengeringan (Tray)
Asisten Percobaan : Wahyudi Rahman
Kelompok/ Waktu : 4 / Senin, 18 Juli 2022
Anggota Kelompok : Nurul Mutia Putri (D1121171016)
Fadila (D1121171028)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Prinsip Percobaan
Instalasi penjernihan air multimedia filtrasi dilakukan dengan merakit
rangkaian pipa ¾ inch yang, dipasang stop kran ¾ inch tangki penampung gambut
yang berfungsi sebagai buka tutup aliran air menuju penampung. Kemudian
perakitan pipa ¾ inch dari keluaran air penampung menuju flowmeter dan
dipasang stop kran ¾ inch sebagai pengatur keluaran air menuju filter.
Selanjutnya, perakitan pipa menuju flowmeter sebagai alat ukur keluaran air ini
sejajar, apabila akan running maka stop kran keluaran air dari sumber mata air
menuju filter ditutup dan dibuka pada keluaran air di tangki penampung menuju
flowmeter. Kemudian ditambahkan kran ¾ inch pada rangkaian pipa yang
berfungsi sebagai kalibrasi agar keluaran air stabil dan konstan saat mengaliri
masing – masing media filter.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan modul filtrasi yaitu mahasiswa dapat memahami
salah satu proses pemisahan jenis fase solid dan liquid yaitu proses filtrasi. Filtrasi
yang dipelajari berprinsip pada aliran yang melewati unggun berpori berupa
kolom filtrasi dengan rangkaian fixed bed.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filtrasi
Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat
tersuspensi dari air melalui media berpori. Filtrasi dapat juga diartikan sebagai
proses pemisahan liquid -liquid atau solid – liqiud dengan cara melewatkan liquid
melalui media berpori atau bahan-bahan berpori untuk menyisihkan atau
menghilangkan sebanyak-banyaknya butiran-butiran halus, zat padat tersuspensi
dari liqud. Proses filtarsi banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian
air minum, pemisahan kristal-kristal garam dari cairan induknya, pabrik kertas
dan lain-lain. Untuk semua proses filtrasi, umpan mengalir disebabkan adanya
tenaga dorong berupa beda tekanan, sebagai contoh adalah akibat gravitasi atau
tenaga putar. Secara umum filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalam suspensi
relatif lebih kecil dibandingkan zat cairnya (Suhana, 2004).
Pada semua proses filtrasi, umpan mengalir disebabkan oleh adanya
tenaga dorong berupa tekanan yang berbeda, sebagai contoh adanya proses filtrasi
disebabkal oleh gaya gravitasi atau tenaga putar. Filtrasi dengan aliran vertikal
dilakukan dengan membagi liquid ke beberap filter bed (2 atau 3 unit) secara
bergantian. Dikarenakan adanya pembagian unit ini menyebabkan proses rumit
dan tidak efektiv. Pada filter dengan aliran horizontal, proses dilakukan dengam
mengalirkan fluida melewati media filter secara horizontal. Cara ini dapat
dikatakam sederhama, praktis, dan tidak membutuhkan perawatan khusus
(Hendrisagung, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi proses filtrasi sebagai berikut
(Oxtoby, 2001)
1. Debit filtrasi
Debit yang terlalu besar akan menyebabkan tidak berfungsinya filter
secara efisien. Sehingga proses filtrasi tidak dapat terjadi dengan sempurna,
akibat adanya aliran air yang terlalu cepat dalam melewati rongga diantara
butiran media pasir. Hal ini menyebabkan berkurangnya waktu kontak antara
permukaan butiran media penyaring dengan air yang akan disaring. Kecepatan
aliran yang terlalu tinggi saat melewati rongga antar butiran menyebabkan
partikel– partikel yang terlalu halus yang tersaring akan lolos.
2. Konsentrasi kekeruhan
Konsentrasi kekeruhan sangat mempengaruhi efisiensi dari filtrasi.
Konsentrasi kekeruhan air baku yang sangat tinggi akan menyebabkan
tersumbatnya lubang pori dari media atau akan terjadi clogging. Sehingga
dalam melakukan filtrasi sering dibatasi seberapa besar konsentrasi kekeruhan
dari air baku (konsentrasi air influen) yang boleh masuk. Jika konsentrasi
kekeruhan yang terlalu tinggi, harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu,
seperti misalnya dilakukan proses koagulasi – flokulasi dan sedimentasi.
3. Kedalaman media, ukuran dan material
Tebal tipisnya media akan menentukan lamanya pengaliran dan daya
saring. Media yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring yang sangat
tinggi, tetapi membutuhkan waktu pengaliran yang lama. Sebaliknya media
yang terlalu tipis selain memiliki waktu pengaliran yang pendek, kemungkinan
juga memiliki daya saring yang rendah. Demikian pula dengan ukuran besar
kecilnya diameter butiran media filtrasi berpengaruh pada porositas, laju
filtrasi, dan juga kemampuan daya saring, baik itu komposisisnya, proporsinya,
maupun bentuk susunan dari diameter butiran media. Keadaan media yang
terlalu kasar atau terlalu halus akan menimbulkan variasi dalam ukuran rongga
antar butir. Ukuran pori sendiri menentukan besarnya tingkat porositas dan
kemampuan menyaring partikel halus yang terdapat dalam air baku. Lubang
pori yang terlalu besar akan meningkatkan rate dari filtrasi dan juga akan
menyebabkan lolosnya partikel halus yang akan disaring. Sebaliknya lubang
pori yang terlalu halus akan meningkatkan kemampuan menyaring partikel dan
juga dapat menyebabkan clogging (penyumbatan lubang pori oleh partikel
halus yang tertahan) terlalu cepat.

2.2 Media Filter


Media filter adalah bahan yang digunakan untuk filtrasi yang merupakan
bagian dari filter, terbuat dari bahan untuk mengisi atau ditempatkan dalam filter
dengan media filter dipasang di antara saluran masuk dan saluran keluar. Agar air
dapat melewati media filter, media filter harus memiliki sistem pori terbuka.
Sistem pori disebut sebagai permukaan luar media filter (Maharani dan Wartini,
2017).
Secara umum jenis media filter terbagi menjadi single filter media, dual filter
media, dan filter multimedia. Single filter media adalah filter yang menggunakan
satu media. Dual filter media adalah filter yang menggunakan dua media dan filter
multimedia adalah filter yang menggunakan banyak media (Roslinda dan
Hardiansyah, 2019).
Ketika media filter utama mengeras dan filtrat menjadi jenuh, tekanan
meningkat hingga maksimum. Waktu optimal diperlukan untuk menyelesaikan
satu siklus. Waktu filtrasi optimal adalah waktu filtrasi yang diperlukan, sehingga
jumlah volume filtrat maksimum per satuan waktu disebut waktu maksimum,
dalam filtrasi waktu siklus adalah total waktu yang diperlukan untuk melakukan
proses filtrasi (Nurhasni, dkk., 2012)
Beberapa media filter yang sering digunakan dapat dilihat sebagai berikut:
2.2.1 Pasir Kuarsa
Pasir kuarsa merupakan jenis pasir yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan
manusia. Pasir ini dapat dimanfaatkan misalnya sebagai bahan baku pembuatan
kaca, keramik bahkan penyaring air. Pasir kuarsa merupakan salah satu mineral
yang paling melimpah di kerak benua bumi. Bentuk umum kuarsa adalah prisma
heksagonal dengan puncak piramida heksagonal. Penggunaan pasir silika
bertujuan untuk menurunkan kadar Fe dan Mn. Kandungan Fe yang rendah
mengurangi kemungkinan berkarat pada perpipaan dan lainnya (Fajri, dkk., 2017).
2.2.2 Ijuk
Ijuk merupakan serat alam yang mungkin hanya sedikit yang tahu, serat ini sangat
istimewa dibandingkan dengan serat lainnya. Ijuk (duk, injuk) adalah ijuk
berwarna hitam dan keras yang melindungi pangkal pelepah lontar atau pohon
aren (Arenga pinnata), yang menutupi batang lontar dari bawah ke atas. Fungsi
dari ijuk (sabut kelapa) dalam proses penyaringan air adalah menyaring kotoran
halus dengan membuat lapisan pasir, ijuk, karbon aktif, pasir dan batu. Dan juga
sebagai media untuk menahan pasir halus agar tidak masuk ke lapisan bawah
(Fajri, dkk., 2017).
2.2.3 Karbon Aktif
Arang aktif adalah senyawa karbon amorf yang dapat dibuat dari bahan berkarbon
atau dari arang yang diperlakukan khusus dengan luas permukaan yang lebih
besar. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan hal ini
berkaitan dengan struktur pori internal yang menyebabkan karbon aktif berperan
sebagai adsorben. Kapasitas penyerapan karbon aktif sangat besar dan 25-1000%
berat karbon aktif (Dewi, 2021).

2.2.4 Dakron
Dacron adalah polimer yang terdiri dari kopolimer etilen glikol dan dimetil
terflalat. Polimer ini disebut flatat. Dalam bentuk aslinya, polimer adalah amorf
dan kemudian benang dibuat dengan melelehkannya dan memaksanya melalui
jaring laba-laba. Manfaat yang diprioritaskan dalam pengujian ini di mana dacron
dapat digunakan untuk menyaring partikel-partikel kecil yang larut dalam air dan
dapat diaplikasikan pada berbagai jenis filter. (Bartak, dkk., 2012).

2.3 Air Gambut


Air gambut merupakan air permukaan yang terdapat di daerah gambut
yang tersebar di dataran rendah di wilayah Kalimantan dan Sumatera.
Karakteristik air gambut mempunyai intensitas warna yang tinggi (berwarna
merah kecoklatan), derajat keasaman tinggi (nilai pH rendah), kandungan zat
organik tingggi, sementara konsentrasi partikel tersuspensi dan ion rendah
(Samosir, 2009).
Konsentrasi zat organik di dalam air gambut terlihat dari warnanya,
semakin pekat warnanya, maka semakin tinggi kandungan zat organiknya. Air
gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air menjadi
berwarna dan bersifat asam. Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang
terdiri dari asam humat, asam sulvat, dan humin. Asam humus adalah senyawa
organik dengan berat molekul tinggi dan berwarna coklat sampai kehitaman
(Kusnaedi, 2002). Adapun Parameter Kualitas Air gambut sebagai berikut
(Kusnaedi, 2002):
2.3.1 Nilai pH
Parameter pH dari air minum yang masih diizinkan oleh Permenkes RI
No.416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih adalah
dalam rentang 6,5-9,0. Nilai pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Nilai pH normal
memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki
sifat basa sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan sifat asam. Nilai pH 0
menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat
kebasaan tertinggi. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas
lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila
keasamannya rendah.
2.3.2 Warna
Warna adalah salah satu parameter fisik wajib yang ditetapkan oleh Permenkes RI
No.416/Menkes/PER/IX/1990. Pada Kepmenkes RI No. 416 Tahun 1990
menyatakan bahwa batas maksimal warna air bersih maksimal 50 skala TCU.
Dalam analisis warna, alat yang digunakan adalah spektrofotometer. Warna pada
air gambut disebabkan karena adanya partikel koloid organik yang merupakan
hasil dekomposisi dari tanaman.
2.3.3 Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan anorganik
yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan-bahan yang berasal dari
buangan. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikelpartikel kecil
tersuspensi lainnya. Kekeruhan sering diukur dengan menggunakan metode
Nephelometric. Satuan kekeruhan yang diukur dengan menggunakan
Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit) (Naswir, 2009).
Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 menetapkan standar kualitas air
bersih untuk kekeruhan yaitu 25 dalam satuan NTU.
2.3.4 Kandungan Zat Organik KmnO4
Zat organik adalah zat yang banyak mengandung unsur karbon. Contohnya antara
lain benzen, chloroform, detergen, methoxychlor, dan pentachlorophenol. Dengan
adanya kandungan zat organik di dalam air berarti air tersebut sudah tercemar,
terkontaminasi rembesan dari limbah dan tidak aman sebagai sumber air bersih
dan minum(Eri dan Hadi, 2010). Parameter ini memiliki batasan maksimal 10
mg/liter berdasarkan Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 tentang
persyaratan kualitas air.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
3.1.1 Peralatan Filtrasi
Kolom yang dilengkapi dengan isian kolom berturut-turut dari atas ke
bawah pasir halus, karbon aktif, ijuk, dakron sebagai partisi antar media,
flowmeter, tangki penampung yang berkapasitas 40 liter.
3.1.2 Alat pendukung lain
Penampung Filtrat, Erlenmeyer 300 mL, Labu Ukur 1000 mL dan 100 mL,
Stop watch, Pemanas Listrik, Gelas Ukur 5 mL, Pipet Ukur 10 mL dan 100 mL,
Gelas Piala 1000 mL, Buret 25 mL, Termometer, pHmeter, TDS meter, Pipet
Tetes.

3.2 Bahan
Pasir Halus, Karbon Aktif, Ijuk, Air Gambut, Asam Sulfat, H2SO4 8 N,
Kalium Permanganat KMnO4 0,01 N, Natrium oksalat (COONa)2.2H2O, Asam
Oksalat (COOH)2.2H2O

3.3 Rangkaian Alat


Gambar 3.1 Rangkaian Alat Filter Air Gambut

Gambar 3.2 Susunan Filter Air Gambut


3.4 Prosedur Percobaan
3.4.1 Persiapan Percobaan
Langkah pertama yang dilakukan yaitu pastikan pemasangan dan perakitan
pipa dengan benar, lakukan pemasangan dudukan untuk masing – masing tabung
filter agar tidak terjadi goncangan pada saat melakukan penyaringan, sanggahan
dan dudukan dibuat dengan kayu, kemudian rakitan pipa keluaran terakhir ditutup
dan dilakukan pengeleman pada semua sambungan pipa ¾ inch. Dalam proses
pengolahan ini, laju alir berdasarkan bukaan katup 12,5%.
3.4.2 Penyaringan
Dipompa air gambut dari sumur ke dalam tangki penampungan. Dalam
proses semua keran ditutup kecuali keran inket ke penampungan. Hal ini
dilakukan hingga tangki penuh, setelah itu tangki penuh keran outlet
penampungan (keran inlet kolom filtrasi) dibuka, dan semua kran outtlet filter
tetap ditutup, kemudian pastikan aliran yang keluar dari kran outlet bak
penampungan gambut sudah stabil dan dilakukan pengukuran laju alir pada flow
meter, setelah itu aliran intlet filter (outlet bak penamungan) kemudian dibiarkan
mengalir hingga kolom filter terisis penuh, kemudian kran outlet filter ditutup dan
dilakukan.
3.4.3 Persiapan Bahan Pengujian
a. Asam sulfat, H2SO4 8 N yang bebas zat organik
Terdahulu dipindahkan 222 mL H2SO4 pekat sedikit demi sedikit ke dalam 500
mL air suling dalam gelas piala sambil didinginkan dan encerkan sampai 1000
mL dalam labu ukur 1000 mL. selanjutnya dipindahkan kembali ke dalam gelas
piala dan tetesi dengan larutan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Kemudia
dipanaskan pada temperatur 800 °C selama 10 menit, bila warna merah hilang
selama pemanasan tambah kembali larutan KMnO4 0,01 N sampai warna merah
muda stabil
b. Kalium permanganat, KMnO4 0,1 N
Larutkan 3,16 g KMnO4 dengan air suling dalam labu ukur 1000 mL. Simpan
dalam botol gelap selama 24 jam sebelum digunakan.
c. Kalium permanganat, KMnO4 0,01 N
Pipet 10 mL KMnO4 0,1 N masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, tepatkan
dengan air suling sampai tanda tera.
d. Asam oksalat, (COOH)2.2H2O 0,1 N
Larutkan 6,302 g (COOH)2.2H2O dalam 1000 mL air suling atau larutkan 6,7 g
natrium oksalat, (COONa)2.2H2O dalam 25 mL H2SO4 6 N, dinginkan dan
encerkan sampai 1000 mL dalam labu ukur

3.4.4 Persiapan Pengujian


1. Penetapan larutan kalium permanganat, KMnO4 0,01 N dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Pipet 100 mL air suling secara duplo dan masukkan ke dalam labu
erlenmeyer 300 mL, panaskan hingga 700 C
b. Tambahkan 5 mL H2SO4 8 N yang bebas zat organik.
c. Tambahkan 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N menggunakan pipet
volume.
d. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0.01 N sampai warna merah
muda dan catat volume pemakaian
e. Hitung normalitas larutan baku kalium permanganat dengan menggunakan
rumus : N2 = V1 x N1 V2

dengan pengertian: V1 adalah mL larutan baku asam oksalat;


N1 adalah normalitas larutan baku asam oksalat yang dipergunakan untuk titrasi;
V2 adalah mL larutan baku kalium permanganate
N2 adalah normalitas larutan baku kalium permanganat yang tidak dicari.
2. Prosedur Uji nilai permanganat dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pipet 100 mL contoh uji masukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL dan
tambahkan 3 butir batu didih.
b. Tambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes ke dalam contoh uji hingga
terjadi warna merah muda.
c. Tambahkan 5 ml asam sulfat 8 N bebas zat organik.
d. Panaskan di atas pemanas listrik pada suhu 105o C ± 2OC, bila terdapat
bau H2S, pendidihan diteruskan beberapa menit.
e. Pipet 10 mL larutan baku KMnO4 0,01 N.
f. Panaskan hingga mendidih selama 10 menit.
g. Pipet 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N.
h. Titrasi dengan kalium permanganat 0,01 N hingga warna merah muda.
i. Catat volume pemakaian KMnO4. Apabila pemakaian larutan baku kalium
permanganat 0,01 N lebih dari 7 mL, ulangi pengujian dengan cara
mengencerkan contoh uji.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Hasil Uji Nilai TDS Air Gambut


Variasi Katub Nilai TDS Nilai TDS
( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 272 ppm 304 ppm
25 % 272 ppm 279 ppm
50 % 272 ppm 271 ppm

Tabel 4.2 Hasil Uji Nilai pH Air Gambut


Variasi Katub Nilai pH Nilai pH
( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 5,98 6,28
25 % 5,98 6,35
50 % 5,98 6,30

Tabel 4.3 Hasil Uji Nilai TDS Air Gambut

Variasi Katub Nilai Zat Organik Nilai Zat Organik


( Sebelum perlakuan) (Setelah Perlakuan)
12,5 % 272 126,4 mg/L
25 % 272 151,68 mg/L
50 % 272 164,32 mg//L

4.2 Pembahasan
Air gambut merupakan air permukaan yang berasal dari daerah dengan
kondisi tanah bergambut. Di Indonesia, air tersebut banyak kita jumpai di daerah
Kalimantan dan Sumatra. Air gambut memiliki ciri-ciri intensitas warna yang
tinggi, tingkat keasaman rendah, dan kandungan zat organik yang tinggi. Warna
coklat kemerahan dan rendahnya tingkat keasaman pada air gambut merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik yang terdapat didalamnya. Zat-zat
organik tersebut biasanya dijumpai dalam bentuk asam humus yang berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu. Air gambut diperlukan
proses pengolahan terlebih dahulu agar dapat menjadi air bersih dan digunakan
untuk keperluan manusia. Metode pengolahan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah metode filtrasi. Filtrasi merupakamn metode penyaringan partikel padat
dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan atau septum,
yang di atasnya padatan akan terendapkan.
Parameter yang digunakan pada praktikumm ini adalah TDS, pH, dan
kandungan zat organik . Nilai Total Dissolve Solid (TDS) merupakan ukuran zat
terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah
larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm)
atau sama dengan milligram per liter (mg/L). Kandungan TDS yang berbahaya
adalah pestisida yang berasal dari aliran permukaan. Beberapa padatan total
terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah.
Sesuai regulasi dari Enviromental Protection Agency (EPA) USA,
menyarankan bahwa kadar maksimal kontaminan pada air minum adalah sebesar
500 mg/L (500 ppm). Kini banyak sumber-sumber air yang mendekati ambang
batas ini. Saat angka penunjukan TDS mencapai 1000 mg/L maka sangat
dianjurkan untuk tidak dikonsumsi manusia. Umumnya, tingginya angka TDS
disebabkan oleh kandungan potassium, khlorida, dan sodium yang terlarut di
dalam air. Ion-ion ini memiliki efek jangka pendek (short-term effect) tapi ion-ion
yang bersifat toksik (seperti timah arsenic, kadmium, nitrat dan banyak lainnya)
banyak juga yang terlarut di dalam air. Air minum ideal adalah yang memiliki
level TDS 0 – 50 ppm.
Nilai TDS yang diperoleh pada Tabel 4.1 mempunyai nilai TDS yang
berbeda pada masing-masing bukaan katub. Hal tersebut dikarena tidak adanya
pengendapan air gambut pada masing-masing bukaan katub. Pengendapan
seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum diuji dengan cara menyaring air
sampel dengan menggunakan kertas saring sehingga keduanya terpisah, dimana
padatan tersuspensi ini memiliki ukuran molekul yang lebih besar dari padatan
terlarut sehingga padatan tersuspensi akan tertinggal pada kertas saring saat
dilakukan penyaringan, sedangkan padatan terlarut berhasil melewati saringan.
Endapan yang tertinggal dalam kertas saring sebagai TSS atau Total Suspended
Solids sedangkan padatan yang tidak ikut tersaring sebagai TDS atau Total
Disolved Solid. Adanya endapan tersebut kemudian dilakukan pengujian air
gambut. Faktor lain diindikasikan bahwa waktu pengambilan sampel uji yang
terlalu cepat yaitu hanya berlangsung selama 10 menit, sehingga kinerja media
filtrasi tidak berlangsung dengan baik.
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan hasil perubahan atau penurunan
kadar TDS pada sampel air gambut. Akan tetapi, meskipun secara statistika
dikatakan bahwa perlakuan filtrasi telah memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap penurunan kadar TDS, adanya perlakukan filtrasi ternyata hanya mampu
menurunkan TDS dalam jumlah yang kecil dan belum mencapai hasil maksimal
yang diharapkan. Adanya kandungan padatan atau material terlarut dari adsorben
yang ikut terlarut dalam air gambut diduga disebabkan oleh proses aktivasi atau
proses pre-treatment (seperti pencucian) yang dilakukan pada adsorben kurang
maksimal atau tidak sempurna, sehingga masih banyak pengotor-pengotor yang
dapat ikut terlarut dalam sampel air gambut dan berkontribusi terhadap kurang
maksimalnya penurunan kadar TDS
Menurut Nurhayati, dkk (2018), belum maksimalnya proses filtrasi dalam
menurunkan kadar TDS juga disebabkan oleh adsorben atau media adsorbsi yang
digunakan saat filtrasi telah jenuh dengan adsorbat, sehingga kemampuan adsorbsi
adsorbat berupa polutan-polutan atau zat pencemar dalam sampel air gambut
menurun. Kejenuhan terjadi karena tingginya kadar polutan dalam air gambut
membuat adsorben telah menjerap polutan dengan jumlah yang besar sehingga
sudah hampir tidak mampu lagi menjerap polutan-polutan dalam sampel air
gambut. Jika adsorben jenuh, maka adsorben tidak dapat berfungsi lagi sebagai
adsorben dan harus diregenerasi atau diganti dengan yang baru.
Selanjutnya pengaruh proses filtrasi terhadap pH air gambut yang dapat
dilihat pada Tabel 4.2. Berdasaran hasil yang diperoleh, semua pH yang diperolah
sudah sesuai berdasarkan parameter pH dari air minum yang masih diizinkan oleh
Permenkes RI No.416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air
Bersih adalah dalam rentang 6-9,0. Pada Tabel 4.2 bahwa diketahui nilai pH yang
diperoleh pada bukaan katub 12,5; 25; dan 50 % menghasilkan nilai pH yang
sesuai dengan nilai baku mutu yang dianjurkan untuk dimanfaatkan yaitu dengan
nilai pH 6,28; 6,35; dan 6,30.
Peran media yang digunakan mampu menekan kadar asam larutan sampel
uji. Pengolahan air gambut dengan menggunkan bahan-bahan alam seperti pasir,
ijuk, carbon aktif mampu menyisihkan bahan-bahan organik dan logam berat
dalam air gambut. Hal ini sesuai dengan penelitian Kiswanto (2017), Model alat
penyaringan air gambut dengan media tawas, pasir dan arang tempurung
didapatkan hasil yang telah memenuhi standar baku air minum untuk beberapa
parameter ( Fe, TDS, pH, Zn, F, NO 3 dan NO2 ) sesuai dengan Permenkes RI NO.
907 Tahun 2002. Naiknya nilai pH ada air gambut di karenakan terjerapnya bahan
bahan yang bersifat asam dari air gambut oleh adsorben saat proses filtrasi, di
mana bahan-bahan ini dapat menjadi penyumbang keasaman pada sampel air
gambut.
Selanjutnya, pengaruh filtrasi air gambut terhadap zat organik. Zat organik
adalah zat yang banyak mengandung unsur karbon. Contohnya antara lain benzen,
chloroform, detergen, methoxychlor, dan pentachlorophenol. Dengan adanya
kandungan zat organik di dalam air berarti air tersebut sudah tercemar,
terkontaminasi rembesan dari limbah dan tidak aman sebagai sumber air bersih
dan minum. Parameter ini memiliki batasan maksimal 10 mg/liter berdasarkan
Permenkes RI No.416/Menkes/ PER/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air.
Berdasarkan hasil uji kandungan bahan organik pada Tabel 4.3 dengan
menggunakan metode titrasi (KMnO4) pada sampel uji menghasilkan jumlah
kandungan bahan organik yaitu pada bukaan katub 12,5 % menghasilkan
kandungan organik sebesar 126,4 mg/L, pada bukaan katub 25 % menghasilkan
kandungan organik sebesar 237 mg/L dan terakhir pada bukaan katub 50 %
sebesar 151,68 mg/L. kandungan bahan organik tertinggi ada pada bukaan katub
50 % sebesar 164,32 mg/L, hal tersebut di dindikasikan bahwa pada bukaan
tersebut sampel uji air gambut memiliki kecepatan debit alir yang kuat daripada
bukaan katub 12,5 % dan 25 % sehingga sedikit waktu yang terjadi untuk
melakukan filter pada air gambut yang menyebabkan kandungan organik yang ada
ikut serta pada sampel uji.
Berdasarkan hasil percobaan, semakin kecil bukaan kran maka semakin
sedikit zat organik. Dimana kandungan zat orgnik terendah diperoleh pada bukaan
12,5% sebesar 126,4 mg/L dan kandungan zat organik terbesar pada bukaan 50%
dengan nilai 164,32 mg//L. Pengaruh besarnya bukaan kran terdahap waktu
kontak air dengan media-media yang digunakan sebagai filter menyebabkan pada
bukaan 12,5% air memiliki waktu kontak yang cukup lama, sehingga kandungan
yang ada di dalam air terperangkap dan teradsorbsi di media filter (Roslinda,
2019). Sehingga diperoleh bukaan 12,5% mememiliki nilai kandungan organik
yang sedikit.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada percobaan modul filtrasi dapat ditarik kesimpulan Setelah dilakukan
filtrasi pada bukaan katub 12,5 % memperoleh nilai pH sebesar 6,08, bukaan
katub 25 % diperoleh nilai pH sebesar 6,13, dan terakhir pada bukaan katub 50 %
diperoleh nilai pH sebesar 6,09
1. Nilai TDS setelah dilakukan filtrasi berturut-turut sebesar 145 ppm, 141
ppm, dan 125 ppm
2. Hasil uji kandungan organik pada air gambut diperoleh kandungan organik
terbesar ada pada bukaan katub 50 % sebesar 1619,5 mg/L, sedangkan
pada bukaan katub 12,5 % dan 25 % diperoleh kandungan organik sebesar
513,5 mg/L dan 237 mg/L

5.2 Saran
Saran pada percobaan filtrasi ini yaitu waktu yang diperlukan untuk
melakukan filtrasi sebaiknya melebihi waktu 10 menit. Hal tersebut dikarenakan
semakin lama waktu yang diperlukan untuk melakukan filtrasi maka kinerja
media yang digunakan semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/ Menkes/Per/1990


tentang Syarat-syarat Pengawasan Kualitas Air, Jakarta.

Eri, I. R. dan Hadi, W. 2010. Kajian Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih
dengan Kombinasi Proses Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter.
Jurusan Teknik Lingkungan FTS-ITS. Surabaya

Kiswanto, dkk. 2017. Model Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Minum
Berbasis Masyarakat. Journal Of Aceh Aquatic Science. 1 (1): 220-230

Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta:
Swadaya

Naswir, Muhammad. 2009. Kajian Pemanfaatan Air Gambut Untuk Air Minum
Rumah Tangga. Jambi: Universitas Jambi.
Nurhasni, N., Firdiyono, F., & Sya’ban, Q. 2012. Penyerapan Ion Aluminium
dan Besi dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon aktif.
Jurnal Kimia Valensi, 2(4).
Oxtoby, D.W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1 Edisi 4. Erlangga.
Jakarta
Roslinda, E. dan Hardiansyah, G., 2019. Teknologi Multimedia Filter. Fakultas
Kehutanan. Pontinak. Jurnal PPM, Volume 3, no.1 tahun 2019

Samosir, A. 2009. Pengaruh Tawas Dan Diatomea (Diatomaceous Earth) Dalam


Proses Pengolahan Air Gambut Dengan Metode Elektrokoagulasi.
Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Sumatera Utara.

Suhana, A. 2004. Membuat Perangkat Air Siap Minum. Puspa Swara. Jakarta.

Suherman, D dan Nyoman, S. 2013. Menghilangkan Zat Warna dan Zat Organik
Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Suasana Basa. Ris.Geo.
23 (2): 125-137.

Syafalni, S dkk. 2013. Water Treatment using Combination of Cationic Surfactant


Modified Zeolite, Granular Activated Carbon, and Limestone, Modern
Applied Science, Vol 7.No.2

WHO. 2004. Guidelines for Drinking Water Quality. Third edition. Geneva.
LAMPIRAN

A.1 Perhitungan Nilai Permanganat Sebagai Kandungan Organik

Data Sampel uji Nilai Satuan


12,5 % 25 % 50 %
Volume KMnO4 0,01 N (a) 6,5 3 20,5 ml
Normalitas KMnO4 (b) 0,01 0,01 0,01 N
Normalitas Asam Oksalat (c) 0,01 0,01 0,01 N
Volume Air Gambut (d) 20 20 20 ml
Faktor Pengenceran sampel (f) 5 5 5 -

Dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ a ) b− (10 x c ) ] 1 x 31,6 x 1000 xf
d

Dimana :

Volume pengenceran
f=
Volume awal air gambut

100
f =
20

f =5

Sehingga dapat diketahui kandungan organik pada air gambut sebagai berikut :

1. Bukaan katub 12,5%


KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 6,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 513,5 mg/L
2. Bukaan katub 25 %
KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 3 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 237 mg/L
3. Bukaan katub 50%
KMnO4 mg/L ¿
[ (10+ 20,5 ) 0,01−( 10 x 0,01 ) ] 1 x 31,6 x 1000 x 5
20
= 1619,5 mg/L
A.2 Jurnal Referensi
A.3 Dokumentasi

Gambar 1. Pengujian pH Gambar 2. Pengujian nilai TDS

Gambar 3. Persiapan media Gambar 4. Pemanasan hasil


filtrasi

Gambar 5. Hasil titrasi dengan Gambar 6. Hasil titrasi


Kalium
Permanganat

Anda mungkin juga menyukai