Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI TEKNIK LINGKUNGAN


Analisis Waktu Detensi pada Proses Flotasi untuk
Menghilangkan Total Suspended Solid
DISUSUN OLEH :

NAMA : DIAN SARI GLADYS

NIM : 205100907111001

KELOMPOK : Y1

ASISTEN :
Ananda Chandra Nabiilah Izza Mi’rajiyah
Azka Syafiqah Nurindarlina
Dimas Saka Tauhid Putri Zakiyah R.
Kiral Karentya Karna Sandra
M Rizqillah Ulimaz Rahma Wijayanti
Muhammad Brilian Zadhia Schweizer’s Fairuz A. F

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2022
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran sungai saat ini telah berada dalam kondisi memprihatinkan. Tingginya tingkat
pencemaran inilah yang berdampak besar terhadap kualitas air sungai. Berdasarkan
identifikasi yang dilakukan, sumber utama pencemar air sungai sebagian besar berasal dari
limbah domestik atau rumah tangga. Limbah-limbah yang dibuang ke sungai berpengaruh
terhadap penurunan kualitas air. Parameter penurunan kualitas air tersebut umumnya
berdasarkan kandungan BOD5, COD, NH3 dan total coliform yang terdapat di dalam air
sungai.
Untuk mengatasi pencemaran air sungai yang berasal dari limbah domestik, agar kualitas
air bisa memenuhi standar baku mutu air, perlu dilakukan pengendalian pencemaran.
Pengendaliannya yaitu dengan mengolah air limbah domestik dengan Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL), yang sistem pengelolaanya dapat secara setempat atau terpusat. Untuk
sistem yang dipilih adalah sistem yang mempunyai kriteria tepat, baik secara fisik sosial atau
perekonomian, selain itu sistem harus mampu menciptakan tingkat higienis dan kenyaman
masyarakat serta menjaga keberlangsungan lingkungan dimasa depan.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui waktu detensi yang dibutuhkan untuk proses flotasi dalam
menghilangkan Total Suspended Solid (TSS)
b. Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara waktu detensi dan kadar TSS
c. Mahasiswa mampu melakukan analisis TSS dengan menggunakan gravimetri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Flotasi


Flotasi adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan fase cair atau fase padat
dari fase cair. Pemisahan partikel dari cairannya pada proses flotasi didasarkan pada
perbedaan berat jenis partikel. Apabila berat jenis partikel lebih kecil dari cairannya maka
partikel akan terflotasi secara spontan, sedangkan partikel padat atau cair yang berat jenisnya
lebih besar dari cairannya dipisahkan dengan bantuan gelembung udara. Istilah sederhana
dari flotasi adalah pengapungan (Utama et al., 2012).
Flotasi merupakan unit operasi yang berkebalikan dengan sedimentasi atau dengan kata
lain flotasi merupakan sedimentasi dengan 12 kecepatan pengendapan negatif. Flotasi
digunakan untuk memisahan partikel solid atau liquid dari fase liquid dengan cara
mengapungkan massa solid atau liquid tersebut. Maka kecepatan flotasi dapat ditentukan
dengan rumus Stoke's bila diketahui diameter gelembung udaranya (Sumatan, 2018).

2.2 Jenis-jenis Flotasi


Menurut Sumatan (2018), flotasi terdiri atas dua macam. Berdasarkan operasinya, flotasi
dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yaitu natural flotation dan aided flotation. Natural
flotation adalah flotasi yang terjadi karena densitas partikel (solid/liquid) lebih kecil daripada
densitas liquid (air), sehingga dapat mengapung tanpa bantuan bahan lain. Flotasi alami ini
biasanya dipergunakan untuk proses awal pemisahan minyak. Sedangkan aided flotation
adalah flotasi yang dapat terjadi dengan bantuan gelembung udara. Udara dalam bentuk
gelembung diberikan ke dalam air sehingga terjadi penempelan pada partikel yang
menyebabkan gaya buoyant meningkat sehingga partikel terangkat ke permukaan.
Selama ini proses yang lebih banyak digunakan oleh beberapa peneliti untuk memisahkan
FOG dari air limbah yaitu dengan teknik natural flotation. Cara ini merupakan cara yang paling
mudah dilakukan, namun masih banyak kekurangannya. Dalam pengaplikasiannya natural
flotation memerlukan waktu yang lama dalam proses pemisahan FOG dari air limbahnya dan
membutuhkan tempat yang besar. Jika hanya dengan menggunakan cara ini, maka
penanganan air limbah tidak akan dapat diselesaikan dengan cepat dan jumlah air limbah
yang ditampung satiap hari akan semakin banyak. Oleh karena itu, untuk mempersingkat
waktu maka proses pemisahan FOG dipaksa dengan menggunakan udara terlarut pada
proses flotasinya atau yang disebut dissolved air flotation (DAF). DAF memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan yaitu tidak memerlukan waktu yang lama dan tidak membutuhkan
tempat yang besar. Tetapi dengan menggunakan DAF untuk mempersingkat waktu
pemisahan masih belum ditemukan parameter yang tepat (Utama, 2012).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Flotasi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi flotasi yaitu ukuran partikel, pH larutan,
surfaktan, laju udara, ketebalan lapisan buih, ukuran gelembung udara, dan bahan kikmia
lainnya. Ukuran partikel yang besar membuat partikel tersebut cenderung untuk mengendap,
sehingga susah untuk terflotasi. pH optimum pada desulfurisasi batubara secara flotasi adalah
4,5-6,5. Sedangkan pada pH basa tidak/sulit terjadi removal sulfur dari batubara. Fungsi
surfaktan adalah kolektor yang merupakan reagen yang memiliki gugus polar dan gugus non
polar sekaligus. Kolektor akan mengubah sifat partikel dari hidrofilik menjadi hidrofobik. Bahan
kimia lainnya, misalnya koagulan. Penambahan koagulan dapat mengakibatkan ukuran
partikel menjadi lebih besar. Laju udara berfungsi sebagai pengikat partikel yang memiliki sifat
permukaan hidrofobik, persen padatan. Untuk flotasi pada partikel kasar, dapat dilakukan
dengan persen padatan yang besar demikian juga sebaliknya. Besar laju pengumpanan,
berpengaruh terhadap kapasitas dan waktu tinggal. Ukuran gelembung udara Dengan adanya
perbedaan sifat permukaan (hidrophobik dan hidrophilik) tadi, perlu ada suatu reagen kimia
untuk merubah permukaan mineral (Kuntaarsa dan Subagyo, 2019).
Menurut Bachtiar et al (2021), ukuran partikel juga ikut berperan dalam faktor pententu
keberhasilan pada proses flotasi. Hal ini akan berpengaruh pada saat proses liberasi dan
sifat pengapungan pada ore. Partikel-partikel kasar dan yang berlebih akan mengalami
kesulitan dalam proses pengapungan sedangkan, partikel yang halus dan kecilakan mudah
dan cepat bereaksi dengan gelembung udara sehingga dengan mudah mengalami
pengapungan.

2.4 Pengertian Waktu Detensi


Waktu detensi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu tahapan pengolahan agar tujuan
pengolahan dapat dicapai secara optimal. Semakin lama waktu detensi, maka penyisihan
yang terjadi akan semakin besar. Setiap waktu detensi yang dioperasikan dilakukan
penngambilan sampel efluen reaktor untuk Analisa pH dan COD. (Tasbieh et al., 2015).
Menurut Muhsinin (2019), waktu detensi adalah waktu tinggal air limbah dalam unit
pengolahan. Waktu tinggal dihitung dengan suatu persamaan. Persamaan tersebut antara lain
free surface flow 𝑡 = 𝑉 𝑄 dan sub surface flow 𝑡 = 𝛼.𝑉 𝑄. Berdasarkan persamaan tersebut
maka t = waktu tinggal (hari), α = porositas media, V = volume kolam (m3 ), Q = debit rata rata
(m3 /hari).

2.5 Hubungan Waktu Detensi dengan Proses Flotasi


Penyisihan partikel atau disebut juga dengan proses flotasi semakin besar sejalan dengan
semakin lamanya durasi waktu detensi yang diberikan, sehingga hubungan antara waktu
detensi dengan proses flotasi adalah berbanding lurus. Gelembung-gelembung udara yang
dihasilkan kurang memiliki kemampuan untuk mengikat partikel-partikel dalam air yang
berbentuk ion dan hanya sebagian kecil ion-ion saja yang dapat bereaksi dengan oksigen
kemudian menuju ke perukaan air untuk dipisahkan, serta sebagian besar partikel-partikel
terlarut tetap berada daalam air. Oleh sebab itu efisiensi flotasi bergantung pada durasi waktu
detensi (Satriananda, 2012).
Menurut Tasbieh et al. (2015), berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan,
diketahui bahwa hubungan antara waktu detensi dengan proses flotasi ialah berbanding lurus.
Hal tersebut didukung dengan hasil grafik yang diperoleh pada penelitian tersebut. Secara
umum, flotasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya waktu detensi yang diberikan.
Meningkatnya flotasi menunjukkan bahwa bahan kimia yang ditambahkan bekerja dengan
baik sehingga proses dapat berlangsung karena dapat mendegradasi senyawa-senyawa yang
tidak diiinginkan dalam limbah cair.
BAB III METODOLOGI

3.1 Alat, Bahan, dan Fungsi


Tabel 3.1 Alat, Bahan, dan Fungsi
Nama Alat dan Bahan Fungsi
Aerator diffuser Memberi supply udara ke dalam air
Penjepit Mengambil cawan porselen dan kertas saring dari dalam
oven
Kertas saring Menyaring air limbah
Cawan porselen Tempat bahan perlakuan
Termometer Mengukur suhu
Pengaduk Mengaduk air limbah
Gelas ukur Mengukur volume air limbah
Air limbah Bahan perlakuan
Bulb dan pipet ukur Mengambil air limbah
Corong Memudahkan penyaringan
Erlenmeyer buchner Memudahkan penyaringan
Vacuum filter Mempercepat penyaringan
Plastisin Memperkuat corong Erlenmeyer
Gelas beker Wadah sampel
Timbangan analitik Menimbang massa cawan porselen dan kertas saring
Desikator Menetralkan suhu, menguatka kadar air
Oven Memanaskan cawan porselen dan kertas saring

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Perlakuan Sampel

Alat dan bahan

Disiapkan
Air Sampel

Diambil sebanyak 1 liter dan diukur


suhunya mengguanakan
termometer

Air Sampel
Selanjutnya dilakukan proses
penghomogenan dan dilakukan
proses aerasi selama 2 jam

Hasil

Gambar 3.1 Diagram Alir Perlakuan Sampel


Sumber : Data Diolah, 2022
3.2.2 Pengujian Kadar TSS
Alat dan bahan

Disiapkan
Cawan porcelein
dan kertas saring

1. Dipanaskan dengan oven


bersuhu 105℃ selama 1 jam
2. Dimasukkan ke desikator
selama 15 menit
3. Timbang dengan timbangan
analitik dan catat hasilnya
Air sampel

1. Dimasukkan ke dalam gelas


beaker
2. Diamati setiap 0, 1, 3, 5, 7, 9,
11, 13, 15, dan 17 menit
3. Di setiap variasi waktu
diambil 25 ml ml untuk diukur
total solidnya
Vacuum Filter

Dipasang pada erlenmeyer

Kertas saring

Diletakkan dalam corong yang


diletakkan pada mulut erlenmeyer
Air sampel
Dituangkan melewati kertas saring
dalam corong
Kertas saring

1. Diletakkan dalam cawan


porcelein
2. Dipanaskan dalam oven
bersuhu 105℃ selama 1 jam
3. Didinginkan dalam desikator
selama 15 menit
4. Timbang berat kering dengan
timbangan analitik untuk
Hasil memperoleh kadar TSS
Gambar 3.2 Diagaram Alir Pengujian TSS
Sumber : Data Diolah, 2022
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


4.1.1 Data Hasil Praktikum
Tabel 4.1 Data Hasil Praktikum
Waktu (menit) a b Suhu c
0 0,9557 0,931 30 25
12 0,9473 0,931 27 25
24 0,9467 0,931 26 25
36 0,9454 0,931 28 25
48 0,9410 0,931 29 25
60 0,9398 0,931 27 25
72 0,9343 0,931 26 25
84 0,9371 0,931 28 25
96 0,9335 0,931 29 25
108 0,9375 0,931 27 25
120 0,9380 0,931 29 25

4.1.2 Data Hasil Perhitungan TSS


Tabel 4.2 Data Hasil Perhitungan TSS
Waktu (menit) TSS (mg /L)
0 0,988
12 0,652
24 0,628
36 0,576
48 0,4
60 0,352
72 0,132
84 0,244
96 0,1
108 0,26
120 0,28

4.1.3 Grafik Hubungan waktu Detensi dengan TSS

Hubungan Antara Waktu dan TSS


1,2
1
TS y =-0,0058x +0,7658
R² = 0,7436
S 0,8
( 0,6 TSS
m 0,4 Linear (TSS)
0,2
0
0 50 100 150
Waktu (menit)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu dan TSS


Sumber : Data Diolah, 2022
4.2 Analisis Data
4.2.1 Analisis Data Hasil Praktikum
Pada praktikum kali ini, kita akan menghitung nilai TSS dari air limbah. Untuk
1000
menghitung TSS kita menggunakan rumus 𝑇𝑆𝑆 = (a − b) . Berdasarkan
Volume Sampel
rumus tersebut, diketahui nilai a adalah massa kertas saring dan cawan porselen setelah
melakukan pengujian, b adalah nilai massa kertas saring dan cawan porselen sebelum
melakukan pengujian. Nilai b yang diperoleh adalah 0,931. Volume sampel yang diambil
adalah 25 ml setiap 12 menit sekali dalam waktu 120 menit. Setelah melakukan langkah
kerja yang benar berdasarkan Gambar 3.1, maka diperoleh beberapa hasil data. Data
data tersebut berupa nilai a, b, dan suhu. Pada menit 0, nilai a adalah 0,9557 dengan
suhu 30. Pada menit 12, nilai a adalah 0,9473 dengan suhu 30. Pada menit 24, nilai a
adalah 0,9467 dengan suhu 26. Pada menit 36, nilai a adalah 0,9454 dengan suhu 28.
Pada menit 48, nilai a adalah 0,9410 dengan suhu 29. Pada menit 60, nilai a adalah
0,9398 dengan suhu 27. Pada menit 72, nilai a adalah 0,9343 dengan suhu 26. Pada
menit 84, nilai a adalah 0,9371 dengan suhu 28. Pada menit 96, nilai a adalah 0,9335
dengan suhu 29. Pada menit 108, nilai a adalah 0,9375 dengan suhu 27. Pada menit 120,
nilai a adalah 0,9380 dengan suhu 29.

4.2.2 Analisis Data Hasil Perhitungan TSS


Setelah mendapatkan data hasil praktikum dimana yang akan digunakan pada
perhitungan TSS, maka akan didapatkan nilai TSS dari setiap 12 menit dalam selang
waktu 120 menit. Data tersebut dimasukan ke dalam rumus 𝑇𝑆𝑆 = (a −
1000
b) . Pada menit 0, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,988. Pada menit 12, nilai
Volume Sampel
TSS yang diperoleh adalah 0,652. Pada menit 24, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,628.
Pada menit 36, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,576. Pada menit 48, nilai TSS yang
diperoleh adalah 0,4. Pada menit 60, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,352. Pada menit
72, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,132. Pada menit 84, nilai TSS yang diperoleh adalah
0,244. Pada menit 96, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,1. Pada menit 108, nilai TSS
yang diperoleh adalah 0,26. Pada menit 120, nilai TSS yang diperoleh adalah 0,28.

4.2.3 Grafik Hubungan Waktu Detensi dengan TSS


Setelah melakukan praktikum, mendapatkan data hasil praktikum, dan melakukan
perhitungan TSS, kita akan membuat grafik. Data hasil praktikum dan hasil perhitungan
TSS dimasukkan ke Microsoft Excel untuk dibuatkan grafik. Grafik hubungan waktu
detensi dengan TSS sesuai dengan Gambar 4.1. Berdasarkan Gambar 4.1, dapat
disimpulkan hubungan antara waktu detensi dan TSS adalah berbanding terbalik.
Semakin lama waktu makan akan semakin sedikit nilai TSS.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Perubahan Waktu Detensi Flotasi terhadap TSS
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh Bangun (2018), pengukuran
nilai TSS terbesar dari suatu air limbah adalah yang memiliki waktu tinggal paling kecil.
Hal ini disimpulkan bahwa semakin besar tekanan maka proses pemisahan dengan DAF
semakin baik ditandai dengan menurunnya nilai TSS yang terkandung dalam air limbah
hasil operasi DAF. Tekanan operasi merupakan salah satu parameter penentu dalam
operasi DAF terkait dengan pembentukan gelembung udara agar mampu berikatan
dengan padatan.
4.3.2 Perbandingan Grafik Hasil Praktikum dengan Literatur
Setelah melakukan praktikum, mendapatkan data hasil praktikum, dan melakukan
perhitungan TSS, kita akan membuat grafik. Data hasil praktikum dan hasil perhitungan
TSS dimasukkan ke Microsoft Excel untuk dibuatkan grafik. Grafik hubungan waktu
detensi dengan TSS sesuai dengan Gambar 4.1. Berdasarkan Gambar 4.1, dapat
disimpulkan hubungan antara waktu detensi dan TSS adalah berbanding terbalik.
Semakin lama waktu makan akan semakin sedikit nilai TSS. Berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan oleh Bangun (2018), pengukuran nilai TSS terbesar dari suatu air
limbah adalah yang memiliki waktu tinggal paling kecil. Hal ini disimpulkan bahwa semakin
besar tekanan maka proses pemisahan dengan DAF semakin baik ditandai dengan
menurunnya nilai TSS yang terkandung dalam air limbah hasil operasi DAF. Maka
kesimpulannya adalah praktikum yang telah dilakukan telah benar dan hasil data grafik
yang terbentuk telah sesuai dengan literatur.

4.4 Faktor yang Mempengaruhi Flotasi pada Praktikum


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi flotasi pada praktikum kali ini yaitu ukuran
partikel, pH larutan dan surfaktan. Ukuran partikel yang besar membuat partikel tersebut
cenderung untuk mengendap, sehingga susah untuk terflotasi. pH optimum pada desulfurisasi
batubara secara flotasi adalah 4,5-6,5. Sedangkan pada pH basa tidak/sulit terjadi removal
sulfur dari batubara. Fungsi surfaktan adalah kolektor yang merupakan reagen yang memiliki
gugus polar dan gugus non polar sekaligus. Kolektor akan mengubah sifat partikel dari
hidrofilik menjadi hidrofobik. Bahan kimia lainnya, misalnya koagulan. Penambahan koagulan
dapat mengakibatkan ukuran partikel menjadi lebih besar.

4.5 Pentingnya Flotasi dalam Menurunkan TSS


Flotasi adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan fase cair atau fase padat
dari fase cair. Pemisahan partikel dari cairannya pada proses flotasi didasarkan pada
perbedaan berat jenis partikel. Apabila berat jenis partikel lebih kecil dari cairannya maka
partikel akan terflotasi secara spontan, sedangkan partikel padat atau cair yang berat jenisnya
lebih besar dari cairannya dipisahkan dengan bantuan gelembung udara. Istilah sederhana
dari flotasi adalah pengapungan (Utama et al., 2012).

4.6 Aplikasi Flotasi pada Bidang Teknik Lingkungan


Sardjono et al. (2022) telah melakukan penelitian terapan metode flotasi untuk mereduksi
kadar uranium dalam air limbah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan dari
metode flotasi dalam menurunkan kadar radionuklida uranium yang berpotensi mencemari
lingkungan. Keefektifan dari metode flotasi dikaji secara eksperimental dengan melihat
parameter proses yang berpengaruh dalam penuruan kadar uranium dalam air limbah setelah
melalui tahapan kopresipitasi yang dilanjutkan dengan proses flotasi. Parameter proses yang
dipakai sebagai ukuran keefektipan penurunan kadar uranium ialah volume bahan kolektor
natrium oleat, pH proses, serta volume bahan frother tetra etl/en glikol/TEG (C8H1805) yang
ditambahkan yang menghasilkan efisiensi rekoveri (R dalam %) tertinggi. dan kadar kolektor
serta volume frother dengan nilai maksimum = 96,4% dicapai pada pH = 11 dan jumlah
kolektor = 30 ml serta frothernya = 0,50 ml.
BAB IV PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Flotasi adalah unit operasi yang digunakan untuk memisahkan fase cair atau fase padat
dari fase cair. Pemisahan partikel dari cairannya pada proses flotasi didasarkan pada
perbedaan berat jenis partikel. Flotasi terdiri atas dua macam, yaitu natural flotation dan aided
flotation. Natural flotation adalah flotasi yang terjadi karena densitas partikel (solid/liquid) lebih
kecil daripada densitas liquid (air), sehingga dapat mengapung tanpa bantuan bahan lain.
Flotasi alami ini biasanya dipergunakan untuk proses awal pemisahan minyak. Sedangkan
aided flotation adalah flotasi yang dapat terjadi dengan bantuan gelembung udara. Udara
dalam bentuk gelembung diberikan ke dalam air sehingga terjadi penempelan pada partikel
yang menyebabkan gaya buoyant meningkat sehingga partikel terangkat ke permukaan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi flotasi yaitu ukuran partikel, pH larutan, surfaktan, laju
udara, ketebalan lapisan buih, ukuran gelembung udara, dan bahan kikmia lainnya. Hubungan
antara waktu detensi dan TSS adalah berbanding terbalik. Semakin lama waktu makan akan
semakin sedikit nilai TSS. Aplikasi metode flotasi untuk mereduksi kadar uranium dalam air
limbah.

5.2 Saran
Praktikum materi keempat ini telah dilakukan dengan baik. Namun disaranakan kepada
praktikan untuk memperhatikan video materi terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk
menambahkan pemahaman praktikan saat nanti dilakukan asistensi dan mengerjakan dhp.
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar S, Muzakki W, Desiasni R, Widayawati F, dan Syamsul H. 2021. Pengaruh Ukuran


Partikel, Persen Padatan, dan pH pada Proses Flotasi terhadap Perolehan Kembali
Tembaga. Jurnal Pijar MIPA 16(3) : 406-410
Kuntaarsa A dan Subagyo P. 2019. Pengaruh Laju Alir Udara pada Desulfurisasi Batubara
dengan Model Flotasi dengan Menggunakan Gel Lidah Buaya. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Muhsinin N. 2019. Pengolahan Air Limbah Domestik secara Fitoremediasi Sistem Constructed
Wetland dengan Tanaman Pandanus Amaryllifolius dan Azolla Microphilla. Universitas
Gajah Mada
Satriananda. 2012. Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Proses Flotasi Udra Terlarut.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian PKM: Sains, Teknologi, dan Kesehatan: 241-250.
Aceh, 26 Oktober.
Sumatan EM. 2018. Pemisahan Emulsi dengan Penggumpalan Deterjen Memakai Metoda
Flotasi dan Filtrasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Tasbieh H, Adrianto A, Sri RM. 2015. Pengaruh Waktu Detensi terhadap Efisiensi Penyisihan
COD Limbah cair Pulp dan Kertas dengan Reaktor Kontak Stabilisasi. Jurnal FTEKNIK
2(1) : 1-9
Utama BS, Maria S, dan I Nyoman W. 2012. Pemisahan Fat, Oil an Grease (FOG) dari Limbah
Foodcourt dengan Dissolve Air Flotation. Jurnal Teknologi Kimia dan Indsutri 1(1) : 98-
102
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Bangun V V. 2018. Studi Penurunan Total Suspended Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand
(COD) dan Minyak dan Lemak pada Air Limbah Rumah Makan dengan Metode
Dissolved Air Flotation (DAF). Universitas Sumatera Utara
Sardjono I D, Prayitno dan Poernomo H. 2022. Penerapan Metode Flotasi untuk Mereduksi
Kadar Uranium yang Ada dalam Air Limbah Simulasi. Ganendra 6(2) : 1-6
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
Analisis Waktu Detensi pada Proses Flotasi untuk Menghilangkan Total Suspended
Solid

Materi praktikum pada materi kelima berjudul Analisis Waktu Detensi pada Proses
Flotasi untuk Menghilangkan Total Solid. Adapuun pada praktikum kali ini membutuhkan
beberapa alat dan bahan. Alat dan bahan yang digunakan yaitu aerator diffuser, penjepit,
kertas saring, cawan porselen, thermometer, pengaduk, gelas ukur, air limbah, pipet ukur,
corong, erlenmeyer, vacuum filter, plastisin, gela beker, desikator, dan oven. Aerator diffuser
berfungsi sebagai pemberi supply udara yang diberikan ke dalam air; penjepit digunakan untuk
mengambil cawan porcelain dan kerta saring dari dalam oven; cawan porcelain dan kertas
saring untuk perlakuan pada praktikum yakni sebagai wadah; termometer untuk mengukur
temperatur air; pengaduk untuk mengaduk air limbah; gelas ukur 100 ml untuk mengukur
volume limbah dalam ukuran tertentu yakni 100 ml; air limbah sebagai bahan perlakuan; bulb
dan pipet ukur untuk mengambil limbah dengan ukuran tertentu; corong untuk membantu
dalam penyaringan; erlenmeyer buchner untuk mempermudah penyaringan; vacuum filter
berungsi untuk mempercepat dala proses penyaringan; plastisin untuk mempererat
sambungan pada vacuum filter; beaker glass sebagai wadah; timbangan analitik untuk
menimbang massa cawan proselen dan kertas saring; desikator untuk menetralkan suhu dan
menghilangkan kadar air; oven untuk memanaskan cawan porcelain dan kertas saring.
Langkah kerja pada praktikum materi ini yakni, pertama, mengambil sampel sebanyak 1 L.
Lalu ukur suhu sampel dengan termometer, dan catat. Sebelum dilakukan aerasi, sampel
diaduk terlebih dahulu hingga padatan dalam sampel tersebut melayang. Kemudian dilakukan
aerasi selama 2 jam. Pengukuran kadar TSS diambil dari percobaan tersebut dengan variasi
waktu yang telah ditentukan. Pada variasi waktu aerasi 12 menit, sampel diambil sebanyak 25
ml, pengambilan ini dilakukan pada tengah sampel. Selanjutnya dilakukan filtrasi
menggunakan kertas saring dan vacuum filter, penyaringan dilakukan secara hati-hati agar
sampel tidak tumpah. Penyaringan juga dilakukan dengan bantuan vacuum filter untuk
mempercepat proses penyaringan. Setelah dilakukan penyaringan, kemudian cawan
porcelain dan kertas saring tersebut dipanaskan dalam oven dengan suhu sebesar 150 0C
selama 1 jam. Berikutnya cawan porcelain dan kertas saring dimasukkan dalam desikator
untuk menetralkan suhu dan menghilangkan kadar air, selama 15 menit. Kemudian
menimbang cawan porselen dan kertas saring dan mencatat hasilnya.
LAMPIRAN ACC DHP

DATA HASIL PRAKTIKUM

Data Hasil Praktikum


Waktu (menit) a b Suhu c
0 0,9557 0,931 30 25
12 0,9473 0,931 27 25
24 0,9467 0,931 26 25
36 0,9454 0,931 28 25
48 0,9410 0,931 29 25
60 0,9398 0,931 27 25
72 0,9343 0,931 26 25
84 0,9371 0,931 28 25
96 0,9335 0,931 29 25
108 0,9375 0,931 27 25
120 0,9380 0,931 29 25

Data Hasil Perhitungan


Waktu (menit) TSS (mg /L)
0 0,988
12 0,652
24 0,628
36 0,576
48 0,4
60 0,352
72 0,132
84 0,244
96 0,1
108 0,26
120 0,28

1000
𝑇𝑆𝑆 = (𝑎 − 𝑏)𝑥
𝑉 (𝑚𝑙)

1000
• TSS menit 0 = (0,9577 − 0,931)𝑥 = 0,988 mg/L
25
1000
• TSS menit 12 = (0,9473 − 0,931)𝑥 = 0,652 mg/L
25
1000
• TSS menit 24 = (0,9467 − 0,931)𝑥 = 0,628 mg/L
25
1000
• TSS menit 36 = (0,9577 − 0,931)𝑥 = 0,576 mg/L
25
1000
• TSS menit 48 = (0,9410 − 0,931)𝑥 = 0,4 mg/L
25
1000
• TSS menit 60 = (0,9398 − 0,931)𝑥 = 0,352 mg/L
25
1000
• TSS menit 72 = (0,9343 − 0,931)𝑥 = 0,132 mg/L
25
1000
• TSS menit 84 = (0,9371 − 0,931)𝑥 = 0,244 mg/L
25
1000
• TSS menit 96 = (0,9335 − 0,931)𝑥 = 0,1 mg/L
25
1000
• TSS menit 108 = (0,9375 − 0,931)𝑥 = 0,26 mg/L
25
1000
• TSS menit 120 = (0,9380 − 0,931)𝑥 = 0,28 mg/L
25

Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar TSS

Hubungan Antara Waktu dan TSS


1 ,2

1
TSS y = - 0 ,0058x + 0,7658
(m 0 , 8 R² = 0,7436
g/L
) 0 ,6 TSS
0 ,4 Linear (TSS)

0 ,2

0
0 50 100 150
Waktu (menit)

Anda mungkin juga menyukai