MODUL 1
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah Untuk menentukan Total Padatan (TS), Total
Padatan Terlarut (TDS), Total Padatan Tersuspensi (TSS), Padatan Tersuspensi Volatile
(VSS) dan Padatan Tersuspensi Tetap (FSS) dalam sampel air laundry.
2. TEORI/TINJAUAN PUSTAKA
Semua mahluk hidup membutuhkan air, mulai dari mikroorganisme sampai manusia. Air
merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan, sehingga tidak akan ada kehidupan
seandainya di bumi ini tidak ada air. Air juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk
kebutuhan makan, minum, memasak, mencuci, mandi, membersihan kotoran yang ada
dirumah, rekreasi, industri dan lainya. Kebutuhan air bersih menjadi masalah di berbagai
negara, terutama negara dengan jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia (Tamana,
2018).
Di Indonesia, saat ini kebutuhan manusia makin meningkat terutama pada kebutuhan
mahasiswa yang memanfaatkan jasa laundry (binatu). Pada umumnya, usaha laundry
menawarkan jasa berupa mencuci dan menyetrika pakaian, sehingga mahasiswa dapat
menggunakan waktu dan tenaganya lebih efisien. Dengan adanya usaha laundry yang
semakin berkembang dari waktu ke waktu, maka termuat dampak positif dan negatif.
Dampak positif yang ditimbulkan dari usaha laundry adalah mendorong perekonomian
untuk terus berkembang dan juga mahasiswa tidak perlu mengeluarkan tenaga dan waktu
yang lebih untuk mencuci dan menyetrika. Akan tetapi, dampak negatif yang ditimbulkan
oleh air limbah laundry akan sangat berbahaya bagi lingkungan seperti dapat menimbulkan
pencemaran air karena masuknya zat kimia berbahaya sehingga mengganggu ekosistem di
perairan (Ardiyanto & Yuantari, 2016 dalam Rahmatiyas, 2021).
Air limbah laundry pada dasarnya mengandung deterjen yang merupakan sintesis zat padat
muka/surfaktan (surface active agent) yang memiliki beberapa jenis diantaranya adalah
anionik, kationik, dan nonionik. Hal yang umum digunakan yakni deterjen berjenis anionik
yang berbentuk sulfat dan sulfonat. Deterjen terususun atas senyawa yang bernama Dodecyl
Benzene Sulfonat (DBS), senyawa tersebut merupakan senyawa penghasil busa pada air
limbah laundry. Selain itu, senyawa lain penyusun deterjen yang sulit akan terurai secara
ilmiah yakni Natrium Dodecyl Benzene Sulfonat (NaDBS) dan Sodium Tripolyphospat
(Arsa dkk, 2019 dalam Rahmatiyas, 2021).
Analisis zat padat mencakup TSS, TDS, TS, VSS, dan FSS:
1. Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan
dengan ukuran partikel maksimal atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Lumpur,
.
tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri, dan jamur merupakan bagian dari
TSS. Pembentukan lumpur dapat mengganggu aliran serta menyebabkan pendangkalan
yang disebabkan oleh jumlah pengendapan material tersuspensi. Proses fotosintesi
akan terganggu jika kadar TSS dalam air terlalu tinggi karena menghalangi masuknya
sinar matahari ke dalam air. Selain itu, kadar TSS yang tinggi akan membuat kadar
oksigen terlarut yang dilepas oleh tanaman ke dalam air turun (Soemirat, 2004 dalam
Ratri dkk, 2022).
2. Total Dissolved Solid (TDS)
TDS (Total Dissolved Solid) adalah suatu padatan yang terurai dan terlarut di dalam air,
TDS adalah benda padat yang terlarut yaitu semua mineral, garam, logam, serta
kationanion yang terlarut di air. Termasuk semua yang terlarut diluar molekul air murni
(H2O). Secara umum, konsentrasi benda-benda padat terlarut merupakan jumlah antara
kation dan anion didalam air. TDS terukur dalam satuan parts per million (ppm) atau
perbandingan rasio berat ion terhadap air nutrien penting dalam sistem biologis. Benda-
benda padat di dalam air tersebut berasal dari banyak sumber organik seperti daun,
lumpur, plankton, serta limbah industri dan kotoran. Sumber lainnya bisa berasal dan
limbah rumah tangga, pestisida, dan banyak lainnya (Ratri dkk, 2022).
3. Total Solid (TS)
TS (Total Solid) merupakan banyaknya materi padat organik dan anorganik yang
terkandung di dalam air.
4. Volatile Suspended Solids (VSS)
VSS (Volatile Suspended Solids) merupakan banyaknya materi padat tersuspensi
organik yang terkandung dalam air.
5. Fixed Suspended Solids (FSS)
FSS (Fixed Suspended Solids) merupakan banyaknya materi anorganik tersuspensi
dalam air.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh air limbah laundry yang langsung dibuang ke sungai
tanpa melalui pengolahan yakni tingginya tingkat deterjen terlebih jika menggunakan
deterjen yang memiliki tingkat konsentrasi tinggi, akan sangat membahayakan biota
perairan (ikan dan tumbuhan) dan juga efek toksisitas terhadap manusia sebagai konsumen
(Pratiwi dkk, 2012 dalam Rahmatiyas, 2021).
3.1 Alat
3.2 Bahan
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
Pengukuran zat padat dalam air berdasarkan metode gravimetri yaitu analisis berdasarkan
penimbangan berat. Penentuan padatan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan,
dan penimbangan.
Adapun flowchart dari prosedur percobaan analisa zat padat untuk mencari nilai TDS dan
TSS adalah sebagai berikut :
Mulai
Ditimbang dan catat berat akhir wadah dan kertas saring untuk nilai TSS dan TDS
Selesai
Adapun flowchart dari prosedur percobaan Analisa zat padat untuk mencari nilai FSS dan
VSS :
Mulai
Ditimbang dan catat berat akhir untuk nilai FSS dan VSS
Selesai
5. HASIL PERHITUNGAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut:
6. ANALISIS HASIL
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai TSS telah melebihi nilai standar baku mutu air limbah
dimana kandungan padatan tersuspensi total (TSS) adalah 63.260 mg/l. Sedangkan standar
baku mutu yang ditetapkan adalah 40 mg/l. Untuk padatan terlarut (TDS) juga telah
melebihi nilai baku mutu yaitu 12.160 mg/l. Nilai standar baku mutu yang ditetapkan untuk
TDS adalah 1000 mg/l.
Kandungan Total Suspended Solid (TSS) memiliki hubungan yang erat dengan kejernihan
perairan. Semakin rendah kadar Total Suspended Solid (TSS), maka akan semakin tinggi
nilai oksigen terlarut dan kejernihan (Dewa dkk, 2016 dalam Yuliyanti, 2019). TSS yang
tinggi menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga akan mengganggu
proses fotosintesis, menyebabkan turunnya oksigen terlarut yang dilepas ke dalam air oleh
tanaman. Turunnya oksigen terlarut dalam air yang mengganggu ekosistem akuatik. Selain
itu, apabila jumlah materi tersuspensiini mengendap, maka pembentukan lumpur
dapatmengganggu aliran serta menyebabkan pendangkalan (Soemirat 2004 dalam
Ruhmawati dkk, 2017).
Salah satu metode yang digunakan untuk mengurangi TSS yaitu fitoremediasi.
Fitoremediasi adalah pencucian polutan yang diremediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon,
rumput-rumputan dan tumbuhan air. Pencucian ini bisa berarti penghancuran, inaktivasi
atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya. Fitoremediasi merupakan suatu
sistem yang menggunakan tumbuhan, dimana tumbuhan tersebut bekerjasama dengan
mikroorganisme dalam media untuk mengubah, menstabilkan, atau menghancurkan zat
kontaminan menjadi kurang atau tidak berbahaya sama sekali bahkan menjadi bahan yang
berguna secara ekonomi. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
fitoremediasi, antara lain jenis tanaman, faktor cuaca/iklim, suhu, dan pH (Siregar dan
Anwar 2010 dalam Ruhmawati dkk, 2017). Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari
beberapa konsep dasar yaitu, fitoekstraksi, fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi,
rhizofiltrasi, dan interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi polutan (Hidayati, 2005
dalam Ruhmawati dkk, 2017).
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut
Volume sample = 30 ml
1000
TSS = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝑚𝑙) ×(g-b) × 1000
1000
= × (149,927 - 148,029) × 1000 = 63.260 mg/l
30
1000
TDS = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝑚𝑙) ×(e-b) × 1000
1000
= × (150,921 - 150,556) × 1000 = 12.160 mg/l
30
TS = TSS + TDS
= 63.260 + 12.160 = 75.420 mg/l
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
MODUL 2
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan konsentrasi kadar besi (Fe)
pada sampel air sungai menggunakan metode AAS (Atomic Absorbsion
Spektrophotometri).
2. TEORI/TINJAUAN PUSTAKA
Air adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Air juga dipergunakan
untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, jika kebutuhan akan air
belum tercukupi maka dapat memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan
kesehatan maupun sosial. Sebagian besar permukaan bumi ditutupi oleh air atau lautan.
Air mengisi cekungan-cekungan di permukaan bumi, seperti terbentuknya laut, danau,
situ, kolam, sungai, dan mata air. Air terdapat di berbagai lapisan bumi, di permukaan
bumi, udara, dan di dalam bumi. Air permukaan adalah bagian dari air hujan yang tidak
mengalami infiltrasi (peresapan) atau air hujan yang mengalami peresapan dan muncul
kembali ke permukaan bumi. Air permukaan dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu
limpasan, sungai, danau, dan rawa. Salah satu jenis air permukaan yaitu sungai sebagai
sumber air yang penting dan banyak dimanfaatkan, sepanjang keberadaannya cukup dalam
jumlah dan kualitas untuk berbagai keperluan seperti rumah tangga, irigasi, industri,
aktivitas perdesaan dan perkotaan serta kehidupan organisme lainnya dalam suatu
ekosistem (Poedjiastoeti et al, 2017).
Logam besi (Fe) merupakan logam berat esensial yang keberadaannya dalam jumlah
tertentu diperlukan oleh organisme hidup. Akan tetapi bila jumlah dari logam berat masuk
kedalam tubuh dengan jumlah berlebihan, maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi
tubuh (Murrayam dkk, 2018). Dampak dari logam berat yaitu Fe terhadap tanah dan
tanaman yang berlebihan adalah hilang atau berubah kualitas tanah, sehingga tanah tidak
menjadi subur dan dapat menjadi racun bagi tanaman (Kesumaningwati dkk, 2022).
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibedakan menjadi logam berat
esensial dan logam berat non esensial. Logam berat esensial dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh organisme hidup, namum jika dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun, diantaranya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan Se. Sedangkan logam
berat non esensial merupakan logam yang dalam jumlah sedikit maupun banyak memiliki
sifat racun dan hingga saat ini belum diketahui manfaatnya di dalam tubuh, logam ini
diantaranya adalah Hg, Cd, Pb, Cr, As, dan Sn. Metode AAS (Atomic Absorbsion
Spektrophotometri) berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Sumber
cahaya pada SSA adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari 4 elemen
yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah
teratomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator.
Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus
bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel (Christian, 2003 dalam Himayati, 2019).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan yaitu 1 mg/L (Nurrahmania, 2021).
3.1 Alat
3.2 Bahan
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
Adapun flowchart dari prosedur percobaan analisis logam besi pada sampel air sungai
yaitu sebagai berikut :
Mulai
Bilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke labu ukur 50 ml,
tambahkan aquabidest sampai tepat pada tanda
Selesai
5. HASIL PERHITUNGAN
Adapun hasil perhitungan analisa logam besi (Fe) pada sampel air sungai adalah sebagai
berikut :
Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Analisa Logam Besi (Fe)
Sampel Air Sungai Konsentrasi Fe (mg/L)
Air Sungai 0,0054
Sumber: Praktikum Analisis Logam, 2022
6. ANALISIS HASIL
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, nilai konsentrasi Besi (Fe) pada sampel air sungai
tersebut diperoleh sebesar 0,0054 mg/l. Jika dibandingkan dengan nilai baku mutu
Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, batas maksimum kandungan besi (Fe) pada air kelas I (air
minum) adalah sebesar 0,3 mg/l. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kualitas air
sungai belum tercemar.
Adanya besi (Fe) dalam jumlah yang berlebih dalam air dapat menimbulkan berbagai
masalah diantaranya adalah tidak enaknya rasa air minum, dapat menimbulkan endapan
dan menambah kekeruhan. Adanya konsentrasi zat besi pada air tanah juga dapat
menimbulkan rasa atau bau logam pada air tersebut. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan
menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air
melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.
7.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, nilai konsentrasi Besi (Fe) pada sampel air
sungai menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometry) diperoleh sebesar
0,259 mg/l.
7.2 SARAN
Adapun saran dari praktikum ini adalah :
1. Sebaikanya praktikan mempelajari modul mengenai logam besi (Fe) sebelum
praktikumberlangsung, agar memudahkan pada saat praktikum.
2. Ketika praktikan memasuki ruangan laboratorium wajib menggunakan jas lab yang
rapi.
3. Selama praktikum berlangsung, praktikan harus fokus dan tetap menjaga sikap dan
kondisi yang kondusif.
MODUL 3
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan Biological Oxygen Demand (BOD)
dan Dissolved Oxygen (DO) dari sampel air yang diberikan yaitu air permukaan.
2. TEORI/TINJAUAN PUSTAKA
Air permukaan (surface water) meliputi air sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air
lainnya, tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu
badan air disebut watersheads atau drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju
suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run off) dan air yang mengalir di sungai
menuju laut disebut aliran air sungai (river run off) (Resdiyono, 2020).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, dibedakan menjadi empat kelas yakni :
1. Kelas I, air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk air baku air minum dan atau
peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan air minum
tersebut.
2. Kelas II, air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk prasarana, sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, perternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan penggunaan tersebut.
3. Kelas III, air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
perternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV, air yang peruntukanya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lainnya yang mempersayaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu jumlah oksigen terlarut yang diperlukan
oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik
dalam kondisi aerobik. BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi
mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik
yang dapat diurai. Beberapa peneliti menambahkan bahwa pengertian BOD tidak hanya
menyatakan jumlah oksigen, tetapi juga menyatakan jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang ada di perairan (Santoso, 2018).
Metode pengukuran BOD cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal
(DOi) dari sampel pada awal pengambilan sampel, kemudian mengukur kandungan oksigen
terlarut kembali setelah sampel diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap yang
sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang
dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan
secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat
yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus (Santoso, 2018).
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dan sangat penting dalam menilai
kesehatan lingkungan perairan. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses fisik, kimia
dan biologis. Faktor yang menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen terlarut adalah
fotosintesis, difusi dari permukaan laut, dan terutama aksi angin dan arus yang dengan
menyebabkan turbulensi air permukaan, memenuhi lapisan permukaan dengan oksigen.
Pengurangan konsentrasi oksigen terlarut disebabkan oleh respirasi organisme laut dan oleh
oksidasi zat organik baik oleh reaksi kimia sederhana atau oleh aktivitas bakteri. Suhu tinggi
dan nilai salinitas tinggi menyebabkan pengurangan kelarutan oksigen. Hampir semua
organisme hidup membutuhkan oksigen untuk melakukan proses biologisnya. Namun, jumlah
oksigen yang dibutuhkan berbeda sesuai dengan spesies, cara hidup, jenis kelamin, usia serta
faktor lingkungan seperti suhu, salinitas dan keberadaan berbagai jenis polutan (Rajkumar
Mandal & Gada Lal Das, 2021).
3.1 Alat
3.2 Bahan
8. Aquades
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
Mulai
Tambahkan 200 ml air suling sampai leher botol sampel di dalam 2 botol BOD
Selesai Selesai
Mulai
Catat nilai awal dan akhir hitung nilai Normalitas Sodium Thiosulphate
Selesai
5. HASIL PERHITUNGAN
a. Percobaan DO
b. Percobaan BOD
a. Percobaan DO
b. Percobaan BOD
a. Percobaan DO
b. Percobaan BOD
a. Percobaan DO
b. Percobaan BOD
a. Percobaan DO
b. Percobaan BOD
Adapun hasil rekapitulasi dari setiap percobaan dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini:
Tabel 5.1 Data Hasil Perhitungan Analisa BOD dan DO
Percobaan Nilai BOD (mg/l) Nilai DO (mg/l)
1 130 4.656
2 80.00 7.68
3 240 7.68
4 31.67 7.2
5 190 7.08
Sumber: Hasil Virtual Lab,2022
6. ANALISIS HASIL
Berdasarkan tabel 5.1 nilai konsentrasi BOD yang didapat tidak konstan, nilai BOD yang
diperoleh pada percobaan pertama sebesar 130 mg/l, percobaan kedua yaitu sebesar 80 mg/l,
percobaan ketiga sebesar 240 mg/l yang merupakan percobaan dengan nilai tertinggi, percobaan
keempat sebesar 31,67 mg/l yang merupakan percobaan dengan nilai terendah, dan pada
percobaan kelima yaitu sebesar 190 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu untuk air kelas I yang diperbolehkan ialah 2 mg/l,
baku mutu BOD untuk air kelas II sebesar 3 mg/l, untuk kelas III sebesar 6 mg/l, dan untuk
kelas IV sebesar 12 mg/l. Oleh karena itu berdasarkan data percobaan dapat disimpulkan bahwa
nilai BOD pada kelima sampel yang telah dilakukan percobaan telah melewati baku mutu air
untuk kels I,II,III, dan, IV. Kandungan BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme aerobik untuk menguraikan hampir semua zat organik terlarut maupun yang
tersuspensi dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi maka semakin kecil sisa oksigen terlarut
maka kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen juga tinggi. Berdasarkan data
yang diperoleh nilai BOD melebihi baku mutu dan memiliki nilai BOD yang tinggi. Sehingga
dapat dikatakan terjadi pencemaran pada sampel air.
Sedangkan untuk hasil percobaan DO berdasarkan tabel 5.1, diperoleh nilai DO pada percobaan
pertama sebesar 4,656 mg/l, percobaan kedua sebesar 7,68 mg/l, percobaan ketiga juga sebesar
7,68 mg/l, percobaan keempat sebesar 7,2 mg/l, dan pada percobaan kelima sebesar 7,08 mg/l.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu kadar
DO minimum untuk air kelas I ialah 6 mg/l, baku mutu DO untuk air kelas II sebesar 4 mg/l,
untuk kelas III sebesar 3 mg/l, dan untuk kelas IV sebesar 0 mg/l. Dapat dianalisi bahwa kadar
DO pada air permukaan tersebut tercemar. Badan air tanah tersebut tidak dapat digunakan
sebagai bahan baku air minum.
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
MODUL 4
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan Chemical Oxygen Demand
(COD) dari sampel air yang diberikan yaitu air permukaan.
2. TEORI/TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan sumber kehidupan yang tidak tergantikan oleh apapun. Bumi kita
punhampir 70% tertutupi oleh air. Berdasarkan rasanya air terbagi menjadi air tawar dan
air asin. Air tawar umumnya berada di daratan, sementara air asin umumnya berada di
lautan. Air tawar sendiri berdasarkan keterdapatannya dapat dibagi menjadi air permukaan
dan air bawah permukaan atau air tanah. Air permukaan air yang terdapat diatas
permukaan tanah seperti di sungai, danau, situ dan kolam. Air bawah permukaan (air
tanah) air yang terdapat atau mengalir dibawah permukaan seperti sumur dan mata air. Air
yang meresap kebawah permukaan bumi melalui dua sistem, yaitu sistem air tidak jenuh
(vadous zone) dan sistem air jenuh. Sistem air jenuh adalah air bawah tanah yang terdapat
pada satu lapisan batuan dan berada pada suatu cekungan air tanah. Sistem ini dipengaruhi
oleh kondisi geologi, hidrogeologi dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang membentuk
cekungan air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan
yang kita kenal dengan akuifer (Mareta dkk, 2019).
Chemical Oxygen Demand yaitu parameter yang digunakan untuk mengetahui jumlah
oksigen untuk mengoksidasi senyawa organik. Kadar COD yang tinggi menurunkan
kandungan oksigen terlarut (DO) dalam air. Akibatnya, tumbuhan dan hewan tidak dapat
menggunakan oksigen sebagai sumber kehidupan dan dapat mengakibatkan kematian
biota perairan (Saputri, 2021).
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang
terkandung dalam air yang sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator
kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat
sehingga segala macam bahan organik baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan
sulit urai akan teroksidasi (Nurjanah dkk, 2017).
3.2 Bahan
1. Larutan digesti K 2 Cr2 O7 0,0167 N
2. Reagen asam Sulfat-Perak Sulfat
3. Indikator Ferroin
4. Aquadest
5. Larutan FAS 0,05 N
6. Sampel
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
Selesai
5. HASIL PERHITUNGAN
5.1 Percobaan 1 (Evi Tri Lastri - 210407015)
Adapun hasil rekapitulasi dari setiap percobaan dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini:
Hasil Pembacaan
Nama Praktikan Burret Volume FAS Kadar COD
Awal Akhir
6. ANALISIS HASIL
Berdasarkan Tabel 5.1 nilai konsentrasi COD terendah didapat pada percobaan ke-4 dan
tertinggi didapat pada percobaan ke-1, percobaan ke-3, dan percobaan ke-5. Berdasarkan
baku mutu menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air dengan kriteria mutu air berdasarkan kelas yaitu
kelas I 10 mg/l, pada kelas II yaitu 25 mg/l, pada kelas III 50 mg/l dan pada kelas IV 100
mg/l. Hasil pada percobaan pertama diperoleh nilai konsentrasi 100 mg/l dimana kadar
COD diklasifikasikan sebagai kelas IV. Hasil pada percobaan kedua diperoleh nilai
konsentrasi 91 mg/l dimana kadar COD diklasifikasikan sebagai kelas IV. Hasil pada
percobaan ketiga diperoleh nilai konsentrasi 100 mg/l dimana kadar COD diklasifikasikan
sebagai kelas IV. Hasil pada percobaan keempat diperoleh nilai konsentrasi 16 mg/l
dimana kadar COD diklasifikasikan sebagai kelas II. Hasil pada percobaan kelima
diperoleh nilai konsentrasi 100 mg/l dimana kadar COD diklasifikasikan sebagai kelas IV.
Dapat di analisis bahwa, kadar COD pada air tanah tersebut tidak tersebar secara merata.
Akibatnya, nilai yang di dapat berbeda jauh dari sampel sebelumnya. Dapat disimpulkan
bahwa perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap air tanah tersebut sebelum
digunakan dalam suatu kegiatan agar tidak menjadi sumber pencemar dan sumber
penyakit.
7.1 KESIMPULAN
dan Pengendalian Pencemaran Air dan dapat digunakan sebagai air pertanaman
ataupun irigasi.
4. Sampel ke-4 diperoleh konsentrasi 16 mg/l, diklasifikasikan ke kategori air kelas I
menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air yang menandakan bahwa air tidak tercemar.
5. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 16/1996) kandungan COD
maksimal yaitu 300 mgl.
7.2 SARAN
MODUL 5
ANALISA SULFAT
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan konsentrasi ion sulfat dalam
sampel dengan metode turbidimetri dengan menggunakan alat spektrofotometri.
2. TEORI/TINJAUAN PUSTAKA
Air adalah sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat karena air
merupakan media penularan penyakit, disamping itu juga pertambahan jumlah penduduk
didunia ini yang semakin bertambah jumlahnya sehingga menambah aktivitas kehidupan
yang mau tidak mau menambah pencemaran air yang pada hakikatnya dibutuhkan (Hadian
dkk, 2022).
Air permukaan meliputi air sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya, tidak
mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air
disebut watersheads atau drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu
badan air disebut limpasan permukaan (surface run off) dan air yang mengalir di sungai
menuju laut disebut aliran air sungai (river run off). Sekitar 60 % air yang masuk ke sungai
berasal dari hujan, pencairan es/salju, dan sisanya berasal dari air tanah. Wilayah di sekitar
daerah aliran sungai yang menjadi tangkapan air disebut catchment basin (Himayati, 2019).
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut.
Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan air (bau dan
warna). Salah satu parameter yang diuji pada kimia dalam penentuan kualitas air adalah
kadar ion sulfat (SO2-
4 ). Menurut Permenkes No. 492/MENKES/PER/IV/2010, kadar
maksimum sulfat dalam air minum adalah 250 mg/L. Akan tetapi berdasarkan Permenkes
No. 32 tahun 2017 kadar maksimum sulfat yang digunakan air untuk keperluan higiene
sanitasi yaitu 400 mg/L. Sulfat dapat mempengaruhi perubahan rasa air menjadi rasa pahit
dan dapat menimbulkan efek samping jika kadar sulfat dalam air memiliki konsentrasi yang
tinggi. Bahaya ion sulfat apabila dikonsumsi dengan kandungan sulfat yang cukup besar
dapat menyebabkan laxative / diare (Jannah dkk, 2017).
Sulfat sebagian besar didistribusikan di alam dan dapat hadir di perairan alami dalam
konsentrasi mulai dari beberapa ratus hingga beberapa ribu mg/l. Ini terjadi secara alami
pada mineral terlarut, termasuk barit, epsomit dan gipsum. Mineral terlarut ini mensubsidi
kandungan mineral air minum. Drainase Tambang Asam (AMD) dapat menyumbang sulfat
dalam jumlah besar melalui oksidasi pirit. Ini adalah anion kedua terbanyak di air laut.
Konsentrasinya yang tinggi berujung pada kelarutan garam yang tinggi sehingga terbentuk
kation-kation terdepan dalam air laut, yaitu, Na, Mg 2+dan Ca 2+ (Virtual Lab, 2022).
3.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Magnetic Stirrer 1 set
2. Gelas ukur 10 ml, 25 ml, 50 ml masing-masing 1 buah
3. Kertas Saring diameter 125 mm
4. Beaker glass 250 ml 2 buah
5. Beaker glass 200 ml 1 buah
6. Beaker glass 100 ml 4 buah
7. 6 buah labu ukur 100 ml
8. Corong
9. Pipet tetes 2 buah
10. Spatula
11. Kuvet spektro
3.2 Bahan
1. Kristal BaCl2
2. Sampel
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
Mulai
Sediakan 8 erlenmeyer
Selesai
5. HASIL PERHITUNGAN
Adapun hasil rekapitulasi dari setiap percobaan dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini:
Tabel 5.1 Data Hasil Perhitungan Analisa Sulfat
Kadar Sulfat
Percobaan
Air Keran (mg/l) Air Sampel (mg/l)
1 5.45 9.08
2 5.22 7.91
3 5.12 8.49
4 5.5 8.5
5 5.45 9.08
Sumber: Hasil Virtual Lab, 2022
6. ANALISIS HASIL
Berdasarkan tabel 5.1, nilai konsentrasi sulfat terendah didapatkan pada saat percobaan ke-
2 yaitu sebesar 7,91 mg/l. Sedangkan untuk konsentrasi sulfat tertinggi didapatkan pada
percobaan ke-1 dan percobaan ke-5 yaitu 9,08 mg/l. Dari data tersebut jika dibandingkan
dengan baku mutu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan kriteria mutu
air berdasarkan kelas untuk kandungan sulfat dalam air keran dan air permukaan tidak
melebihi baku mutu. Dimana konsentrasi sulfat untuk kelas I adalah 300 mg/l. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sulfat dari dua sampel diatas tidak melebihi baku
mutu. Kedua sampel tersebut tidak mengalami pencemaran dan layak untuk dijadikan air
baku untuk air minum.
Sulfat adalah salah satu ion dari sekian banyak anion-anion utama yang terdapat di dalam
perairan alam. Hal ini menjadi sangat penting dalam persediaan air bagi masyarakat, karena
apabila kandungan sulfat dalam perairan dalam konsentrasi yang tinggi maka akan
menyebabkan gangguan pada manusia yang mengkonsumsinya.Bahaya kandungan sulfat
yang terdapat dalam air yaitu sulfat dapat mempengaruhi perubahan rasa air menjadi rasa
pahit dan dapat menimbulkan efek samping jika kadar sulfat dalam air memiliki konsentrasi
yang tinggi. Bahaya ion sulfat apabila dikonsumsi dengan kandungan sulfat yang cukup
besar dapat menyebabkan laxative/diare.
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Data yang diperoleh berdasarkan simulasi virtual lab untuk nilai kadar sulfat pada
percobaan pertama yaitu 9,08 mg/l, nilai kadar sulfat pada percobaan kedua yaitu 7,91
mg/l, kadar sulfat pada percobaan ketiga yaitu 8,49 mg/l, nilai kadar sulfat pada
percobaan keempat yaitu 8,5 mg/l dan nilai kadar sulfat pada percobaan kelima yaitu
9,08 mg/l.
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan kriteria mutu air berdasarkan
kelas untuk sulfat air keran dan air permukaan yang didapat tidak melebihi baku mutu
yang ada. Dari hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa airkeran dan air permukaan
tersebut layak untuk dikonsumsi.
7.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah:
1. Seharusnya pada bagian teori di dalam virtual labs lebih banyak ditambahkan referensi
agar praktikan lebih memahami mengenai analisa sulfat.
2. Seharusnya Indonesia mempunyai website virtual labs seperti ini agar hasil yang
diperoleh nantinya akan sama dengan baku mutu di Indonesia.
3. Seharusnya kedepannya virtual labs ini menggunakan dua bahasa, agar mahasiswa
dapat lebih mengerti baik prosedur pengerjaan maupun modul yang disediakan di
dalam virtual labs.