Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENYEDIAAN AIR BERSIH


Uji Coba Pengendapan
DISUSUN OLEH :

NAMA : Rendy Andika Hendrianto

NIM : 185100907111020

KELOMPOK : O4

ASISTEN :
Rois Kurniawan M. Nashrul Umam
Arinda Fitriansyah Rizky Wulandari
Aulia Rahmah Vania Rosalini G.
Ayu Ramadhona L. Zahwa Fakhrunaz
Fariska Vera Imanda

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia karena
itu diperlukan terus menerus dalam kegiatan sehari–harinya untuk bertahan hidup. Sebagian
besar sumber air baku dalam penyediaan air bersih di kota – kota besar Indonesia berasal
dari air permukaan khususnya air sungai yang mana secara fisik di dalamnya terdapat
angkutan sedimen total/ polutan fisik yang terdiri atas material diskrit seperti kerikil, pasir,
koloid, dan partikel–partikel tersuspensi (total suspended solid) yang menyebabkan
kekeruhan pada badan air, sehingga dalam penurunan total suspended solid tersebut
diperlukan bak pengendap (sedimentasi).
Sedimentasi yang merupakan pengendapan partikel dari suspensi merupakan masalah
yang sering ditemui dalam praktik hidrologi, terutama ketika kita hendak memisahkan
partikel-partikel dari alur fluida sehingga fluida tersebut bebas dari kontaminan partikel, lalu
untuk memulihkan partikel-partikel sebagai produk (seperti pemulihan fasa terdispersi pada
ekstraksi cair), serta untuk memisahkan partikel-partikel menjadi fraksi-fraksi dengan ukuran
atau densitas yang berbeda dengan cara menyuspensikan partike-partikel tersebut kedalam
suatu fluida.
Aplikasi sedimentasi mencakup penyisihan padatan dari limbah cair, pengendapan
kristal-kristal larutan induk, pemisahan campuran cair-cair dari suatu tahapan ekstraksi
didalam settler, pengendapan partikel-partikel pangan padat dari pangan cair dan
pengendapan campuran kental dari proses leaching. Partikel-partikel tersebut dapat berupa
partikel-partikel padat atau tetesan-tetesan cairan.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu untuk memahami proses sedimentasi partikel pada air sungai
b. Mahasiswa mampu mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi sedimentasi
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Pengendapan


Menurut Febiary (2016),proses pengendapan atau yang biasa disebut proses
sedimentasi dalam pengolahan air merupakan serangkaian proses pengolahan air dengan
memanfaatkan gaya tarik gravitasi bumi. Dengan demikian partikel-partikel yang memiliki
massa jenis lebih tinggi dari air akan mengendap di dasar air. Unit sedimentasi
membutuhkan kondisi aliran yang tenang untuk memaksimalkan proses pengendapan .
Menurut Rahmah (2015),proses pengendapan adalah pemisahan bagian padat dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam
pengendapan, sedangkan air murni berada di atas. Untuk mempercepat proses
pengendapan perlu ditambahkan bahan koagulan seperti tawas agar terbentuk flock yang
dapat mengendap dan kapur agar tercipta suasana basa pada air limbah. Air olahan yang
akan disaring berupa cairan mengandung butiran halus atau bahan-bahan yang terlarut.
Dengan demikian, bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi.

2.2 Prinsip Kerja Pengendapan


Menurut Roessiana (2014),proses sedimentasi banyak terjadi pada proses penjernihan
air, pengolahan limbah, maupun erosi. Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah
proses koagulasi dan flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan
sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Ukuran dan
bentuk partikel akan mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan
konsentrasi partikel mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi, serta temperatur
mempengaruhi viskositas dan berat jenis cairan. Semua faktor ini mempengaruhi kecepatan
pengendapan partikel pada bak sedimentasi. Karena itu membutuhkan kecepatan turunnya
partikel guna mengetahui proses sedimentasi yang efektif dan efisien.
Menurut Harmiyati (2018),prinsip sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat dan memiliki masa yang lebih
berat dari air berada didasar kolam pengendapan sedangkan air akan berada diatasnya.
Contoh dari pemurnian air dengan cara sedimentasi adalah pasir dan batu kecil yang
terangkut kedalam kolam pengendapan dengan sendirinya akan tenggelam kedasar kolam
dan terpisah dari air. Begitu juga halnya dengan pertikel-pertikel lain dengan masa yang
lebih berat dari air yang terlarut didalam air baku dengan sendirinya akan mengalami
sedimentasi. Sedangkan jika masa suatu benda atau partikel yang terlarut kedalam air baku
semakin mendekati dengan masa air maka proses sedimentasi akan semakin lambat.
Menurut Diansari (2014),pada saat sedimen memasuki badan sungai maka
berlangsunglah transport sediment. Kecepatan transport sediment merupakan fungsi dari
kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti
tanah liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut, sedangkan partikel yang
lebih besar, antara lain, pasir cenderung bergerak dengan cara melompat. Partikel yang
lebih besar dari pada pasir, seperti kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau
menggelinding di dasar sungai.

2.3 Proses Sedimentasi Pada Air Sungai


Menurut Usman (2014),sedimentasi sendiri merupakan suatu proses pengendapan
material yang ditranspor oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta
yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material
yang diangkut oleh air sungai. Sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun
dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin.
Menurut Roessiana (2014),ketika suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup
jauh dari dinding atau partikel padatan lainnya kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh
gesekan dinding maupun dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika
partikel padatan berada pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap
pada kecepatan rendah, peristiwa ini disebut hindered settling. Akibat dari hal ini, pada
proses sedimentasi kecepatan endapan yang turun ke bawah semakin lama semakin
lambat, sehingga untuk memperoleh hasil sedimentasi sampai proses pengendapan berhenti
memerlukan waktu yang cukup lama.
Menurut Diansari (2014),pada saat sedimen memasuki badan sungai maka
berlangsunglah transport sediment. Kecepatan transport sediment merupakan fungsi dari
kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti
tanah liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut, sedangkan partikel yang
lebih besar, antara lain, pasir cenderung bergerak dengan cara melompat. Partikel yang
lebih besar dari pada pasir, seperti kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau
menggelinding di dasar sungai .

2.4 Klasifikasi Sedimentasi


Menurut Tauhid (2018),proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel
secara gravitasi sehingga harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel
yang disisihkan. Proses sedimentasi dibagi dua klasifikasi grit chamber (Tipe 1) dan bak
sedimentasi (Tipe 2). Kunci sedimentasi yang efisien tergantung pada beberapa parameter,
yaitu tipe koagulan yang digunakan, kondisi pengadukan selama proses flokulasi dan materi
koloid yang terkandung di dalam air baku .
Menurut Harmiyati (2018),sedimentasi merupakan proses pemurnian air dengan cara
pengendapan bahan padat yang terdapat dalam air baku. Proses sedimentasi bisa menjadi
zat yang terlarut didalam air baku memiliki masa yang lebih berat dari masa air baku.
Sehingga dengan sendirinya zat yang terlarut didalam air baku akan mengendap dan
terpisah dari air.
Menurut Zulmisefnides (2017), berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel
untuk berinteraksi, sedimentasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu:
a. Sedimentasi tipe I/ Plain Settling/Discrete particle
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak
prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
b. Sedimentasi tipe II (Flocculant Settling)
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana
selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan,
ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai
contoh sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.
c. Sedimentasi tipe III dan IV/Hindered Settling (Zone Settling)
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat,
di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain
disekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona
dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang
memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV
merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, dimana terjadi pemampatan (kompresi)
massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi
tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses

2.5 Metode Prediksi Laju Sedimentasi


Menurut Wibowo (2015),untuk memprediksi laju sedimentasi pada DAS diperlukan suatu
model pemrediksi erosi tanah dan model sedimentasi. Salah satu model yang sering
digunakan adalah model USLE. Model USLE digunakan karena menurut beberapa penelitian
menyatakan model ini sederhana dan efisien. USLE memprediksi laju erosi suatu daerah
dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas
tanah, faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor tutupan lahan dan konservasi lahan.
Menurut Hambali (2016),prediksi laju sedimentasi (sedimentation rate) diperlukan
sebagai dasar perencanaan bangunan hidraulik sungai, pengelolaan scouring dan beberapa
masalah lainnya di sungai. Berbagai metode tersedia untuk prediksi kecepatan sedimentasi,
antara lain Duboys Formula, Meyer-Peter Formula, Einstein Bed-Load Function, Modified
Einstein Procedure, Colby’s 1957 Method dan Colby’s 1964 Method. Pada umumnya
prediksi kecepatan sedimentasi dapat didasarkan pada karakteristik sedimen yang terdiri
dari ukuran (size), bentuk (shape), berat volume (specific weight) dan berat jenis (sepecific
gravity) serta kecepatan jatuh (fall velocity). Dengan mengidentifikasi variabel-variabel
karakteristik sedimen, maka laju sedimentasi di sungai (pada titik tinjauan) dapat
diperkirakan.

2.6 Fungsi Dan Cara Kerja Kerucut Imhoff


Menurut Hidayah (2014),tangki imhoff terdiri dari dua ruangan dimana sedimentasi
limbah dan pencernaan endapan lumpur dilaksanakan pada ruangan yang terpisah. Oleh
karena tidak terdapat hubungan erat diantara limbah dan pencernaan lumpur-lumpur, maka
selokan yang dihasilkan adalah lebih baik daripada hasil selokan yang diperoleh dari tangki
septik. Kedua ruangan dibangun demikian sehingga gas yang naik dan partikel-partikel
lumpur yang terangkat olehnya tidak dapat lepas dari penampung lumpur ke dalam ruangan
pengendap. Gas dibuang melalui saluran udara yang terpisah. Tangki Imhoff dalam
beberapa cara sangat menguntungkan bagi kota-kota yang lebih kecil. Perkembangan
biologis yang terjadi adalah lebih baik di dalam tangki-tangki Imhoff dari pada dalam tangki-
tangki septik. Selokannya lebih segar dan lebih cocok untuk dibuang secara langsung di atas
tanah atau untuk diterapkan pada saringan-saringan kecil. Lumpur biasanya dicernakan
dengan baik dan dapat dengan mudah dikeringkan pada bedeng-bedeng pengering. Tangki-
tangki Imhoff memerlukan pemeliharaan tiap hari untuk menjamin dayaguna yang tinggi.
Lumpur harus dibuang agak sering dan pencegahan pembusaan juga perlu untuk
pelaksanaan yang memuaskan .
Menurut Ombong (2016),imhoff-cone adalah alat khusus yang digunakan untuk
mengukur kepadatan flok. Alat ini berupa tabung kerucut berskala dengan ketelitian 1 mL,
dan kapasitas 1000 mL. Pengukuran kepadatan flok dilakukan dengan mengambil air
medium kultur sebanyak 1000ml dan dimasukkan dalam imhoffcone. Banyaknya endapan
flok di dasar imhoff-cone diukur setelah air dalam cone didiamkan selama 20 menit.

2.7 Fungsi Pengendapan Dalam Upaya Penyediaan Air Bersih


Menurut Gaib (2016),pada dasarnya tujuan pengolahan air adalah memproses air baku
menjadi air bersih hingga memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dengan cara mengeliminasi
bahan pencemar atau bahan kontaminan dalam air sehingga air memenuhi syarat bagi
peruntukannya. Pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah
sifat-sifat suatu zat. Berdasarkan persyaratan kualitatif dalam penyediaan air bersih, air
sungai atau air baku harus diolah terlebih dahulu agar memenuhi mutu dan kualitas air
bersih. Dalam pengolahan ini proses pengendapan sangat dibutuhkan .
Menurut Febiary (2016),proses pengendapan atau yang biasa disebut proses
sedimentasi dalam pengolahan air merupakan serangkaian proses pengolahan air dengan
memanfaatkan gaya tarik gravitasi bumi. Dengan demikian partikel-partikel yang memiliki
massa jenis lebih tinggi dari air akan mengendap di dasar air. Unit sedimentasi
membutuhkan kondisi aliran yang tenang untuk memaksimalkan proses pengendapan.
Menurut Roessiana (2014), proses sedimentasi banyak terjadi pada proses penjernihan
air, pengolahan limbah, maupun erosi. Pada umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah
proses koagulasi dan flokulasi, tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan
sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Ukuran dan
bentuk partikel akan mempengaruhi rasio permukaan terhadap volume partikel, sedangkan
konsentrasi partikel mempengaruhi pemilihan tipe bak sedimentasi, serta temperatur
mempengaruhi viskositas dan berat jenis cairan. Semua faktor ini mempengaruhi kecepatan
pengendapan partikel pada bak sedimentasi. Karena itu membutuhkan kecepatan turunnya
partikel guna mengetahui proses sedimentasi yang efektif dan efisien.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan bahan yg digunakan beserta fungsi
1. Air sungai: sebagai bahan perlakuan
2. Kerucut imhoff: sebagai alat uji coba pengendapan
3. Penyangga: alat untuk menyangga kerucut
4. Stopwatch: untuk menghitung waktu perlakuan
5. Jerigen: sebagai tempat menampung air sungai
6. Gelas ukur: untuk mengukur volume air sungai yang akan digunakan
7. Tawas: sebagai koagulan
8. Pengaduk: sebagai alat untuk mengaduk
9. Pipet volume dan bulb: untuk mengambil koagulan dengan volume tertentu.

3.2 Cara Kerja

Alat dan Bahan

Disiapkan

Air Kolam

Diambil sebanyak 1000 mL ke dalam gelas beaker

Koagulan

- Diambil sebanyak 20 mL
- Dimasukkan ke dalam air sampel
- Diaduk cepat selama 1 menit dan diaduk lambat
selama 10 menit

Air Sampel

Dituang ke dalam kerucut imhoff

Kerucut Imhoff

Diamati volume flok yang mengendap pada 10 menit


pertama setiap 1 menit dan pada 60 menit
selanjutnya diamati setiap 10 menit

Hasil
3.3 Gambar Alat Dan Bahan

kerucut imhoff air sungai

penyangga imhoff
stopwatch

jerigen gelas ukur

tawas pengaduk

pipet & bulp


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DHP

Menit ke V flok (mL) V endap (mL/menit)


1 7 7
2 8,5 4,25
3 9 3
4 9,1 2,275
5 9,1 1,82
6 8,5 1,416666667
7 8,3 1,185714286
8 7,8 0,975
9 7,9 0,877777778
10 7,9 0,79
20 7,5 0,375
30 7,2 0,24
40 7 0,175
50 7 0,14
60 6,8 0,113333333
Rumus :
V Endap = V flok / waktu
Diketahui
V Endap : kecepatan pengendapan (ml/menit)
V Flok : volume endap (ml)

4 2 Analisa Data Hasil Praktikum


Berdasarkan data hasil praktikum maka didapatkan 15 macam data yang diambil dari
menit 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,20,30,40,50, sampai menit ke 60 dan untuk nilai volume floknya
didapat dari pengukuran berdasarkan menit yg telat ditentukan yaitu mulai dari 7, 8.5 , 9 ,9.1
, 9.1 , 8.5 , 8.3 ,7.8 ,7.9 ,7.9 ,7.5, 7.2, 7,7, 6.8 dan untuk mendapatkan nilai Endapan dapat
menggunakan rumus V Endap = V flok / waktu untuk mendapatkan nilai nya untuk V Endap
merupakan kecepatan pengendapan (ml/menit) , V Flok merupakan volume endap (ml) dan
untuk watunya menggunakan satuan menit dan didapatkan nilai sebesar 7; 4,25; 3; 2,275;
1,82; 1,416666667; 1,185714286; 0,975; 0,877777778; 0,79; 0,375; 0,24; 0,175; 0,14;
0,113333333 . dan untuk nilai volume endapan ini terjadi tren nilai yang terus menurun .

4.3 Analisa Data Hasil Perhitungan


Berdasarkan data yang didapat maka dapat dilakukan perhitungan untuk mencari
nilai dari volume endapan nya dengan menggunakan rumus V Endap = V flok / waktu untuk
mendapatkan nilai nya untuk V Endap merupakan kecepatan pengendapan (ml/menit) , V
Flok merupakan volume endap (ml) dan untuk watunya menggunakan satuan menit dan
didapatkan nilai sebesar 7; 4,25; 3; 2,275; 1,82; 1,416666667; 1,185714286; 0,975;
0,877777778; 0,79; 0,375; 0,24; 0,175; 0,14; 0,113333333 . contoh untuk menit 1 V Endap =
7/1 maka didapatkan nilai volume endapnya sebesar 7 ml/menit , untuk menit 2 V endap =
8,5/2 maka nilai yang didapatkan sebesar 4,25 ml/menit . dan untuk nilai volume endapan ini
terjadi tren nilai yang terus menurun .
4.4 Analisa Grafik
4.4. 1 Grafik Hubungan Waktu Dengan Volume Flok

Hubungan antara Waktu Dengan Volume Flok


10
9
Volume Pengendapan

8
7
6
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 20 30 40 50 60
Waktu Pengendapan

Berdasarkan semua data yang telah didapatkan maka didapatkan grafik hubungan waktu
dengan volume flok dan keduanya berbanding lurus dimana dalam waktu tertentu volume
pengendapan akan mengalami nilai optimum dan mengalami penurunan dan untuk nilai
volume flok tertinggi terdapat pada menit ke 4 dan ke 5 dengan nilai volume flok sebesar
9,1 ml dan mulai menurun pada menit ke 6 dengan nilai volume flok sebesar 8,5 ml ,
untuk nilai volume flok terkecil terdapat pada menit ke 60 yaitu sebesar 6,8 ml.
4.4. 2 Grafik Hubungan Waktu Dengan Kecepatan Pengendapan

Hubungan antara Waktu Dengan Kecepatan


Pengendapan
8
Kecepatan Pengendapan

7
6
5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 20 30 40 50 60
Waktu Pengendapan

Berdasarkan semua data yang telah didapatkan maka didapatkan grafik hubungan waktu
dengan kecepatan pengendapan dan keduanya berbanding lurus dimana dalam waktu
tertentu kecepatan pengendapan akan mengalami nilai optimum dan mengalami
penurunan dan untuk nilai kecepatan pengendapan tertinggi terdapat pada menit ke 1
dengan nilai kecepatan pengendapan sebesar 7 ml/menit dan mulai menurun pada menit
ke 2 dengan nilai kecepatan pengendapan sebesar 4,25 ml/menit , untuk nilai kecepatan
pengendapan terkecil terdapat pada menit ke 60 yaitu sebesar 0,113 ml/menit .
4.5 Pembahasan
4.5.1 Hubungan Waktu Dgn Flok yg Mengendap Dibandingkan Dgn Literature
Waktu pengendapan berkaitan dengan ukuran flok-flok yang terbentuk dimana
ukuran flok yang lebih besar akan lebih cepat mengendap. Mekanisme yang berhubungan
dengan waktu pengendapan flok yaitu adanya kontak yang dihasilkan dari partikel yang
mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar bergabung dengan partikel yang
mempunyai kecepatan mengendap yang lebih kecil, sehingga memiliki kecepatan
mengendap yang lebih besar lagi dan waktu pengendapan yang lebih cepat . Pengukuran
kekeruhan dan pH akhir sampel air dilakukan setelah percobaan menggunakan
spektrofotometer dan pH meter sedangkan waktu pengendapan pada saat proses
pengendapan di imhoff cone. Dosis koagulan dikatakan optimum pada satu jenis
kekeruhan jika kekeruhan akhir sampel air semakin turun serta waktu pengendapan partikel
yang semakin cepat (Chamdan,2013).

4.5. 2 Hubungan Waktu Dgn Kecepatan Pengendapan Dibandingkan Dgn Literature


Pada suatu proses sedimentasi, hubungan antara waktu pengendapan (t) dengan
tinggi endapan (Z) membentuk suatu grafik yang disajikan pada gambar 5.

Data-data pada proses sedimentasi dapat diubah kedalam bentuk persamaan matematika.
Penentuan bentuk persamaan pada umumnya dilakukan dengan cara linierisasi hubungan
kurva. Cara linierisasi hubungan kurva banyak digunakan untuk menentukan persamaan
empiris. Persamaan empiris yang memiliki ralat paling kecil dalam menentukan waktu
sedimentasi disajikan pada persamaan (Setiyadi,2013).

4.6 Aplikasi Uji Pengendapan Dalam Teknik Pengolahan Air Bersih


Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi sehingga
harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang disisihkan. Proses
sedimentasi dibagi dua klasifikasi grit chamber dan bak sedimentasi. Kunci sedimentasi yang
efisien tergantung pada beberapa parameter, yaitu tipe koagulan yang digunakan, kondisi
pengadukan selama proses flokulasi dan materi koloid yang terkandung di dalam air baku.
Sedimentasi memiliki lebih dari satu aplikasi dalam pengolahan air. Tujuannya yang biasa
dalam proses pengolahan konvensional adalah mengurangi beban padatan setelah
koagulasi dan flokulasi. Aplikasi kedua, sebuah proses yang disebut plain sedimentation,
adalah pengangkatan padatan dari sumber air keruh untuk mengurangi beban padatan pada
proses instalasi pengolahan terutama berkaitan dengan pengendapan padatan flokulasi.
Salah satu cara untuk merancang proses sedimentasi adalah memaksimalkan pemindahan
zat padat, yang umumnya membutuhkan menurunkan surface loading clarifier, unit yang
lebih besar dan lebih mahal. Pendekatan terakhir ini mengoptimalkan pada seluruh unit dan
umumnya mengarah ke fasilitas yang lebih kecil dan lebih murah.Pada dasarnya bak
pengendapan yang panjang adalah yang paling baik tetapi tanpa didukung oleh faktor
hidrolis lainnya seperti lamineritas dan uniformitas dari aliran dan beban permukaan yang
sesuai, pengendapan dapat gagal (Tauhid,2018).
Floc yang terjadi memiliki berat jenis yang lebih ringan sehingga dengan kecepatan
aliran pada tangki pengendapan (tangki Clarifer) akan mengakibatkan floc tersebut terbawa
kedalam filter dan dapat mengakibatkan Clogging pada filter. Untuk itu digunakan bahan
kimia khusus jenis polymer yang digolongkan sebagai flocculant. Tangki flokulasi, sistem
pencampuran bahan, dan peralatan pendukung direncanakan dengan memperhatikan
faktor-faktor berikut: 1. Kondisi daerah pengisian (seperti endapan di dasar). 2. Efisiensi
energi yang terbuang dengan memanfaat jenis aliran turbulensi. 3. Mencegah terjadinya jalur
Preferensial antara tekanan masuk dan tekanan keluar tangki (Kencanawati,2017).

4. 7 Fungsi Gaya Gravitasi Dan Sentrifugal Dalam Sedimentasi Pada Kerucut Imhoff
Pemisahan padatan dari air dengan menggunakan pengendapan sentrifuga
prinsipnya sama dengan proses pengendapan secara gravitasi, bedanya pengendapan ini
menghasilkan gaya dorong yang lebih besar yang disebabkan oleh putaran air (Sutherland,
2005). Dengan memutar air, kecepatan pengendapan dapat meningkat jika dibandingkan
dengan pengendapan secara gravitasi pada umumnya (Svarovsky, 2000). Pengendapan
sentrifuga sudah banyak digunakan untuk pemisahan partikel dan cairan atau air dalam
proses pengolahan mineral seperti pada proses pengeringan materi dengan ukuran partikel
yang berbeda, penyisihan partikel yang sangat kecil dalam pencucian, atau dalam
menyisihkan kontaminan yang terlarut dalam larutan (Bürger, 2000). Namun, penggunaan
pengendapan sentrifuga untuk penyisihan partikel atau senyawa lain di dalam proses
pengolahan air masih jarang dilakukan dikarenakan tingginya biaya operasional yang
dibutuhkan. Maka dari itu, pengembangan pengendapan dengan memanfaatkan gaya
senrifuga diarahkan pada pengendapan dengan memanfaatkan aliran air melalui dinding
pengendap seperti prinsip kerja hydrocyclone (Indriani,2010).
Bangunan bak pengendap ini digunakan untuk memisahkan susoended solid dari
fase liquid dengan menggunakan gaya gravitasi. Bangunan ini dapat digunakan untuk dua
hal, yakni sebagai satu - satunya bangunan untuk pengendapan yang mana fungsinya untuk
menghilangkan 15 padatan, minyak, lemak, dan material lain yang mengapung serta sedikit
beban organik atau dapat juga digunakan untuk unit pengendapan dan pengolahan biologis
yang mana juga dapat mereduksi beban organik. Bangunan yang dapat digunakan untuk
memisahkan sekaligus mengolah lumpur ialah Tangki Imhoff. Tangki Imhoff pada dasarnya
adalah Tangki Septik yang disempurnakan. Fungsi utama dari Tangki Imhoff ialah sebagai
alat pemisah antara zat padat dengan cairan, sekaligus sebagai alat pengurai dari zat
organik yang terdapat dalam lumpur yang sudah dipisahkan melalui proses anaerobik.
Proses ini terjadi karena terdapat bakteri – bakteri yang bersifat anaerobik atau fakultatif
anaerob dan prosesnya akan terjadi pada keaadaan bebas oksigen. Pada proses ini zat –
zat karbon, asam – asam organik, metan, protein serta zat lainnya yang mengandung sulfur
akan terurai dan membentuk ammonia, asam amino, amides, indole, dan skatol. Sedangkan
zat – zat yang mengandung sulfur akan terurai menjadi hydrogen sulfida serta bau tak sedap
yang menjadi tanda dari kotoran manusia (Putri,2015).

4.8 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Praktikum Dibandingkan Dengan Literature


Sumber kesalahan analisis yang mungkin terjadi di laboratorium antara lain: a. Bahan
kimia yang tidak murni atau telah mengalami kontaminasi b. Pelaksana analisis yang kurang
teliti mengikuti cara kerja analisis c. Kerusakan alat pengukuran d. Kontaminasi dari
peralatan gelas yang kurang bersih e. Prosedur analisis yang tidak valid f. Kesalahan
perhitungan Kesalahan karena bahan kimia yang tidak murni dapat dihindarkan dengan
mengoreksi hasil penetapan contoh dengan hasil penetapan blanko. Penetapan blanko yaitu
penetapan tanpa contoh dengan penggunaan jenis dan jumlah bahan kimia serta pengerjaan
yang sama dengan penetapan contoh. Hasil pengukuran blanko menunjukkan mutu bahan
kimia yang digunakan. Blanko harus selalu disertakan pada setiap kali melakukan analisis.
Mutu air demineralisasi yang digunakan harus dipantau minimal sekali setiap minggu. Air
demineralisasi yang dapat digunakan memiliki nilai daya hantar listrik < 5 µS cm-1.
Kesalahan dari pelaksana analisis dapat ditunjukkan dari penetapan duplo. Penetapan duplo
ialah penetapan dua ulangan untuk satu contoh. Hasil yang diperoleh dari kedua ulangan
tersebut memperlihatkan ketelitian pelaksana analisis. Makin kecil perbedaan kedua ulangan
tersebut makin baik cara kerja analis tersebut. Dengan cara ini kesalahan dari pelaksana
analisis dapat terdeteksi dan ketelitian kerjanya dapat ditingkatkan di masa yang akan
datang. Dalam satu seri pengerjaan analisis, beberapa contoh harus ada duplonya.
Kesalahan dari kerusakan alat pengukuran dapat dilihat dari hasil penetapan contoh standar
(contoh referensi). Penetapan contoh standar adalah penetapan yang dilakukan terhadap
contoh yang telah diketahui komposisinya. Contoh standar ini dapat disediakan sendiri
(internal standard) (Badan penelitian tanah ,2010).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Proses pengendapan adalah pemisahan bagian padat dengan memanfaatkan gaya
gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam pengendapan, sedangkan air
murni berada di atas. Untuk mempercepat proses pengendapan perlu ditambahkan bahan
koagulan seperti tawas agar terbentuk flock yang dapat mengendap dan kapur agar tercipta
suasana basa pada air limbah. Air olahan yang akan disaring berupa cairan mengandung
butiran halus atau bahan-bahan yang terlarut. Dengan demikian, bahan-bahan tersebut
dapat dipisahkan dari cairan melalui filtrasi. Praktikum kali ini bertujuan agar praktikan
mampu untuk memahami proses sedimentasi partikel pada air sungai dan mampu
mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi sedimentasi . faktor-faktor yang
mempengaruhi pengendapan yaitu Konsentrasi , Ukuran Partikel dan Jenis Partikel . grafik
hubungan waktu dengan volume flok dan keduanya berbanding lurus dimana dalam waktu
tertentu volume pengendapan akan mengalami nilai optimum dan mengalami penurunan dan
untuk grafik hubungan waktu dengan kecepatan pengendapan dan keduanya berbanding
lurus dimana dalam waktu tertentu kecepatan pengendapan akan mengalami nilai optimum
dan mengalami penurunan.

5.2 Saran
Menurut saya Praktikum kali ini sudah cukup baik namun akan lebih baik jika 1 kaii
praktikum berisi 1 materi praktikum dan saya lebih menginginkan praktikum secara langsung
namun kondisi tidak memungkinkan , karena saya menginginkan skill yg didapat saat
praktikum secara langsung . dan semoga wabah ini segera selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Diansari, Rahma. 2014. Analisis Perhitungan Muatan Sedimen (Suspended Load) pada
Muara Sungai Lilin Kabupaten Musi-Banyuasin. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 2
(2): 225-230
Febiary dkk. 2016. Efektivitas Aerasi, Sedimentasi, dan Filtrasi untuk Menurunkan
Kekeruhan dan Kadar Besi (Fe) dalam Air. Jurnal Kesmas Indonesia, 8 (1): 32-39
Gaib dkk. 2016. Perencanaan Peningkatan Kapasitas Produksi Air Bersih Ibukota
Kecamatan Nuangan. Jurnal Sipil Statik, 4 (8): 481-490
Hambali, Roby dan Yayuk Apriyanti. 2016. Studi Karakteristik Sedimen dan Laju
Sedimentasi Sungai Daeng-Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Fropil, 4 (2): 165-174
Harmiyati. 2018. Tinjauan Proses Pengolahan Air Baku (Raw Water) Menjadi Air Bersih
pada Sarana Penyediaan Air Minum (SPAM) Kecamatan Rangsang Kabupaten
Kepulauan Meranti. Jurnal Saintis, 18 (1): 1-15
Hidayah, Taufiq. 2014. Efektivitas Penggunaan Tabung Biofilter untuk Sistem IPAL Komunal.
Skripsi. Unhas. Makassar
Ombong, Frandy dan Indra R.N.S. 2016. Aplikasi Teknologi Bioflok (BFT) pada Kultur Ikan
Nila (Orechromis niloticus). Jurnal Budidaya Perairan, 4 (2): 16-25
Rahmah dan Surahma Asti M. 2015. Pengaruh Metode Koagulasi, Sedimentasi dan Variasi
Filtrasi terhadap Penurunan Kadar TSS, COD dan Warna pada Limbah Cair Batik.
Jurnal Chemica, 2 (1): 7-12
Roessiana dkk. 2014. Model Persamaan Faktor Koreksi pada Proses Sedimentasi dalam
Keadaan Free Settling. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 6 (2): 98-106
Tauhid dkk. 2018. Penentuan Surface Loading Rate (Vo) dan Waktu Detensi (Td) Air Baku
Air Minum Sungai Kreo dalam Perencanaan Prasedimentasi dan Sedimentasi HR-WTP
Jatibarang. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 10 (2): 77-87
Usman, Kurnia O. 2014. Analisis Sedimentasi pada Muara Sungai Komering Kota
Palembang. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 2 (2): 209-215
Wibowo dkk. 2015. Laju Erosi dan Sedimentasi Daerah Aliran Sungai Rawa Jombor dengan
Model USLE dan SDR untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan. Indonesian Journal of
Conservation, 4 (1): 16-27
Zulmisefnides, Indri. 2017. Pemodelan Proses Sedimentasi pada Air. Skripsi. USU. Medan
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Balai Penelitian Tanah . 2010 . Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, Dan Pupuk . Buku
Petunjuk : Penerbit Balit Tanah.
Chamdan,A & Purnomo,A . 2013 . Kajian Kinerja Teknis Proses dan Operasi Unit Koagulasi-
Flokulasi-Sedimentasi pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kedunguling PDAM
Sidoarjo . JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2 .
Indriani,N & I , Nobelia . 2010 . Pengaruh Putaran Dan Penambahan Lumpur Pada
Pengendap Berputar Dalam Penyisihan Kekeruhan . Jurnal Teknik Lingkungan Volume
16 Nomor 2
Kencanawati ,M & Mustakim . 2017 . Analisis Pengolahan Air Bersih Pada WTP PDAM
Prapatan Kota Balikpapan . Jurnal TRANSUKMA Volume 02 Nomor 02
Putri ,N,C .2015 . Kajian Implementasi Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Di Indonesia .
Skripsi Surabaya : ITS
Setiyadi . Et all. 2013 . Menentukan Persamaan Kecepatan Pengendapan Pada
Sedimentasi. Jurnal Ilmiah Widya Teknik Vol 3 no 1.
Tauhid. Et all. 2018 . Penentuan Surface Loading Rate (Vo) Dan Waktu Detensi (td) Air Baku
Air Minum Sungai Kreo Dalam Perencanaan Prasedimentasi Dan Sedimentasi HR-
WTP Jatibarang . Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 10, Nomor 2
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN

Anda mungkin juga menyukai