Anda di halaman 1dari 8

Tugas Ringkasan Sedimentasi Satuan Operasi

Egi Anjas Sitepu

160407081

Teknik Lingkungan

Universitas Sumatera Utara


Pengertian sedimentasi

Sedimentasi merupakan salah satu contoh upaya penjernihan air untuk meningkatkan
kualitas dari sumber air tersebut. Sedimentasi ini merupakan suatu proses pengendapan
material yang ditransport oleh mata air, angin, es atau gletser di suatu cekungan. Delta yang
terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material yang diangkut
oleh air sungai. Sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun atau di pantai
adalah pengendapan dari material yang di angkut oleh angin.
Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara
gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedangkan unit sedimentasi merupakan suatu
unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk
menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui
pengendapan secara gravitasi.
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan
pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke dalam tangki sedimentasi ini
diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator,
klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.

Tujuan dan Fungsi Unit Sedimentasi pada Proses Pengolahan Air Minum
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi ditujukan untuk:
a. Pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret khususnya pada pengolahan
dengan filter pasir cepat.
b. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir
cepat.
c. Pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan.
d. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi (Anonim, 2007).
Secara keseluruhan, fungsi unit sedimentasi dalam instalasi pengolahan adalah:
a. Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring
selanjutnya.
b. Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.
Bentuk bak sedimentasi:
1. Segi empat (rectangular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
besar. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak
sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. Pada bak ini, air mengalir horizontal
dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah (Anonim, 2007).
Bentuk kolam memanjang sesuai arah aliran, sehingga dapat mencegah kemungkinan
terjadinya aliran pendek (short-circuiting). Bentuk ini secara hidraulika lebih baik karena
tampang alirannya cukup seragam sepanjang kolam pengendapan. Dengan demikian
kecepatan alirannya relatif konstan, sehingga tidak akan mengganggu proses pengendapan
partikel suspensi. Selain itu pengontrolan kecepatan aliran juga lebih mudah dilaksanakan.
Namun demikian, bentuk ini mempunyai kelemahan kurangnya panjang peluapan terutama
apabila ukurannya kurang lebar, sehingga laju peluapan nyata menjadi terlalu besar dan
menyebabkan terjadinya gangguan pada bagian akhir kolam pengendapan. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka ambang peluapan harus diperpanjang, misalnya dengan menambahkan
kisi-kisi saluran peluapan di depan outlet (Kamulyan, 1997).
2. Lingkaran (circular)
Bentuk bak ini umumnya digunakan pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas
yang lebih kecil. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan
kedalaman 3 hingga 4,3 meter (Anonim, 2007). Aliran air dapat secara horizontal ke arah
radial dan umumnya menuju ke tepi lingkaran atau dengan aliran arah vertikal.
Pada kapasitas yang sama, pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran ini
kemungkinan terjadinya aliran pendek (short-circuiting) lebih besar daripada kolam
pengendapan berbentuk segi empat, terutama apabila ambang peluapan tidak level sehingga
aliran air menuju ke satu sisi tertentu saja. Bentuk ini secara hidraulika kurang baik karena
tampang alirannya tidak seragam, sehingga kecepatan alirannya tidak konstan. Karena itu
timbul kesulitan dalam pengontrolan kecepatan aliran dan semakin besar dimensi bangunan
pengontrolan kecepatan menjadi lebih sulit lagi.
Pada kolam pengendapan berbentuk lingkaran kelemahan kurangnya panjang peluapan
hampir tidak pernah dijumpai karena ambang peluapan dibangun sepanjang keliling
lingkaran. Namun demikian sering dijumpai panjang peluapan agak berlebihan, sehingga
aliran melewati ambang peluapan berupa aliran yang sangat tipis. Untuk mengatasi hal
tersebut maka ambang peluapan harus diperpendek dengan cara memasang ambang peluapan
yang berbentuk seperti huruf V (V-notch) atau seperti huruf U (U-notch). Keuntungan lain
dari kolam pengendapan berbentuk lingkaran adalah mekanisme pengumpulan lumpur lebih
sederhana dengan memasang scrapper yang bergerak memutar dan pemeliharaan lebih mudah
(Kamulyan, 1997)

Bagian-bagian dari bak sedimentasi


a. Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak).
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan
menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik
aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi
yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular.
Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan
bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet
bak sedimentasi. Desain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak sedimentasi
tergantung pada kualitas flok.
b. Zona pengendapan (tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan).
Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke arah outlet, dalam zona ini
terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan
pengendapan.
c. Zona lumpur (tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak).
Dalam zona ini, lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini, ia akan tetap
disana. Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scapper.
d. Zona Outlet atau struktur efluen (tempat dimana air akan meninggalkan bak).
Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam
mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi.
Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet
pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga
dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan
pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi.
Selain bagian-bagian utama, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler
dipasang pada zona pengendapan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan
(Anonim, 2007)
Tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi,
sedimentasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe, yaitu:
1. Sedimentasi tipe I/ Plain Settling/Discrete particle
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi
untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber.
2. Sedimentasi tipe II (Flocculant Settling)
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana
selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan,
ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai
contoh sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.
3. Sedimentasi tipe III dan IV/Hindered Settling (Zone Settling)
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat,
di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain
disekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona
dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan
antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan
kelanjutan dari sedimentasi tipe III, dimana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel
hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV
ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif
(gambar 9). Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi
lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reactor lumpur
aktif (Anonim, 2007).
Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan
bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.
a. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap (diperkirakan
dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak
prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak
terjadi interaksi antar partikel.
b. Sedimentasi II
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif mudah
mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi partikel ini
mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang dipergunakan
dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II karena teori ini
mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung akibat adanya interaksi antar
partikel.

Parameter Operasi pada Unit Sedimentasi

a. Waktu tinggal (detention time)

Waktu tinggal adalah waktu yang diperlukan oleh suatu volume air untuk tinggal di
dalam kolam pengendapan selama air mengalir dari inlet menuju ke outlet. Dalam
perancangan kolam pengendapan yang ideal, lama waktu tinggal nilainya ditetapkan sama
dengan lama waktu pengendapan partikel suspensi.

b. Laju luapan permukaan (overflow rate).

Laju luapan permukaan adalah besarnya luapan per satuan luas permukaan kolam yang
memungkinkan partikel suspensi dengan kecepatan pengendapan yang sesuai akan
diendapkan secara sempurna di dalam kolam pengendapan.
c. Kecepatan aliran

Pengendapan partikel suspensi berlangsung dengan baik apabila aliran air dalam
keadaan tenang (aliran suspensi). Kecepatan aliran harus diatur sedemikian rupa sehingga
proses pengendapan dapat berlangsung dengan baik, dan besarnya hendaknya tidak melebihi
kecepatan gerusan agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan melayang lagi serta
terbawa keluar dari ruang pengendapan.
d. Laju luapan (weir overflow rate).
Pengaliran air dari ruang pengendapan menuju ke bagian outlet dilakukan dengan
menggunakan mekanisme peluapan dengan laju luapan yang tertentu. Hal ini dimaksudkan
agar dipeoleh air yang relatif sudah terbebas dari partikel suspensi sesuai dengan yang
diharapkan. Laju luapan mengekspresikan volume air yang melewati ambang outlet per
satuan panjang per satuan waktu dan diperlukan untuk menentukan secara tepat panjang
ambang yang diperlukan untuk melewatkan air menuju ke bagian outlet kolam pengendapan.
Ketentuan ini diperlukan mengingat dimensi ambang peluapan secara tidak langsung akan
menentukan efisiensi dari sebuah kolam pengendapan. Laju luapan yang terlalu besar akan
menyebabkan kecepatan aliran yang melewati ambang outlet akan terlalu besar dan akan
memberikan konsekuensi pada berubahnya pola aliran dan meningkatnya kecepatan aliran
pada bagian akhir kolam pengendapan. Kecepatan aliran yang terlalu besar dapat
menyebabkan tergerusnya partikel suspensi yang telah mengendap dan terbawa menuju ke
outlet kolam pengendapan (Kamulyan, 1997).

3.6 Proses Operasi Unit Sedimentasi


Proses pengendapan partikel suspensi di dalam air dimulai dari masuknya air ke kolam
pengendapan melalui bagian inlet dan disebarkan menuju ruang pengendapan. Penempatan
baffle atau adukan di belakang inlet diperlukan untuk meredam enerji aliran dan
menyebarkan aliran serta memperkecil ruang tak berguna dalam kolam.
Selanjutnya di ruang pengendapan terjadi pemisahan partikel suspensi yang terdapat di
dalam air. Partikel-partikel suspensi akan mengendap dan terkumpul di daerah kantong
lumpur, sedang airnya mengalir menuju ke bagian outlet melalui suatu sistem peluapan,
sehingga hanya air lapis atas saja yang masuk ke dalam saluran outlet untuk dibawa ke proses
selanjutnya. Endapan/lumpur yang terkumpul di dalam kantong lumpur ditarik menuju ke
bagian pengeluaran lumpur dengan menggunakan sebuah scrapper/garuk dan selanjutnya
dikeluarkan dengan pompa lumpur dibawa menuju ke tempat pemrosesan lumpur. Scrapper
digerakkan dengan sangat perlahan untuk menjaga agar lumpur yang sudah mengendap tidak
terusik dan melayang lagi. Scrapper biasanya berupa sebuah plat atau rangka gerak yang
dilengkapi dengan sudu-sudu penggaruk dan digerakkan dengan motor listrik atau dapat pula
digerakkan secara manual dengan menggunakan kayuh (Kamulyan, 1997).

Anda mungkin juga menyukai