Dengan:
Vs = Kecepatan pengendapan, m/det
Sg = Specific gravity
s = densitas massa partikel, kg/m3
= densitas massa liquid, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
Secara umum. Kolam prasedimentasi harus terletak di hulu dari fasilitas pemompaan air baku
atau sedekat mungkin dengan inlet untuk menghindari masalah pendangkalan. Dengan
asumsi menetap ideal dalam kolam rectanguler seperti yang disajikan pada tabel diatas
panjang yang dibutuhkan dari tangki presedimentation dapat diperkirakan dengan
persamaan
L=K
( hovs ) vf
Dimana :
L : pajang , m
K : faktor keamanan, (1,5-2)
ho: kedalaman air efektif, m
vs: kecepatan pengendapan partikel, m/s
vf: kecepatan maksimum aliran air, m/a
Zona Inlet
Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara seragam,
mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar transisi dari kecepatan
air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang sesuai untuk terjadinya proses
pengendapan di zona pengendapan. Adapun hasil penelitian Kawamura (2000) tentang
perforated baffle. Perforated baffle merupakan modifikasi dari baffle yang memiliki lubanglubang pada dindingnya. Adanya lubang-lubang dengan ukuran seragam pada dinding baffle
menyebabkan terjadinya perataan aliran, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya dead
zone.
Proses pengendapan pada zona pengendapan pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu
karakteristik partikel tersuspensi dan hidrolika bak.
Karakteristik partikel tersuspensi
Proses pengendapan yang terjadi di unit prasedimentasi merupakan pengendapan partikel
diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran,
maupun berat pada saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel diskret tidak terpengaruh
oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret mengendap secara individual dan
tidak ada interaksi antar partikel. Contoh partikel diskret adalah silika, silt, serta lempung.
Partikel diskret memiliki spesifik gravity sebesar 2,65 dengan ukuran partikel < 1 mm dan
kecepatan mengendap < 100 mm/detik.
Pengendapan partikel diskret merupakan jenis pengendapan tipe I, yaitu proses pengendapan
yang berlangsung tanpa adanya interaksi antar partikel. Selain pengendapan partikel diskret,
contoh lain pengendapan tipe I adalah pengendapan partikel grit pada grit chamber. Contoh
partikel grit adalah pasir, dengan spesifik gravity antara 1,2-2,65 dengan ukuran partikel 0,2
mm dan kecepatan pengendapan sebesar 23 mm/detik.
Overflow Rate dan Efisiensi Bak
Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada dasarnya seperti
yang terlihat pada Gambar 2. Partikel memiliki kecepatan horizontal, vh dan kecepatan
pengendapan vs.
D
xVH
L
(1.2)
Vo=
D Q
x
L wD
(1.3)
Vo=
Q
wL
(1.4)
Persamaan (1.4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan
luas permukaan.
Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang
memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih seluruhnya. Partikel
yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo akan tersisih sebagian, yaitu
partikel yang berada pada kedalaman H2
Gambar profil Bak Rectangular idel. Sumber: Reynolds dan Richards, 1996
Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v0 pada proses
pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes kolom tersebut
akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat diketahui waktu detensi
yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu, pada dasarnya kriteria desain tidak
dapat digunakan untuk menentukan waktu detensi maupun overflow rate. Kolom yang
digunakan untuk analisa memiliki beberapa kran pada rentang jarak tertentu. Kran-kran
tersebut digunakan untuk mengambil sampel air pada rentang waktu tertentu yang telah
ditetapkan. Sebelum tes dilakukan, terlebih dahulu diambil sampel untuk dikeringkan dan
dianalisis konsentrasinya untuk diketahui konsentrasi awalnya.
Selama proses analisa dengan kolom tes tersebut, setiap rentang waktu tertentu, diambil
sampel air untuk di analisis konsentrasinya. Konsentrasi tersebut akan dibandingkan dengan
konsentrasi awal agar diketahui besar penyisihan partikelnya. Hal tersebut dilakukan selama
rentang waktu tertentu. Untuk menentukan efisiensi penyisihan partikel pada overflow rate
tertentu, fraksi yang tersisihkan terbagi menjadi dua, yaitu yang memiliki kecepatan
pengendapan lebih besar daripada overflow rate dan yang lebih kecil daripada overflow rate.
Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan vs > v0 dapat dituliskan
sebagai 1-F0. Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan vs < v0 tetapi
berada pada kedalaman tertentu, sehingga dapat terendapkan dapat ditulis sebagai
F0
1
V dF .
V0 0
Hidrolika Bak
Aliran air dalam bak dapat diketahui dari beberapa hal, antara lain kecepatan horizontal (vh)
serta karakteristik aliran yang ditentukan oleh Bilangan Reynolds dan Froude.
Karakteristik Aliran
Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa karakteristik aliran dapat diketahui melalui
Bilangan Reynolds dan Froude.
Bilangan Reynolds
Teori dasar dan penerapan Bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi menunjukkan
korelasi bahwa fungsi Bilangan Reynolds adalah untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit
prasedimentasi apakah laminer atau turbulen. Kondisi aliran yang laminer diharapkan terjadi
di unit prasedimentasi karena keadaan aliran yang turbulen dapat menurunkan efisiensi kerja
unit prasedimentasi. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai Bilangan Reynolds harus kurang dari
2000. Pengaruh jenis aliran yang terjadi pada prasedimentasi terhadap proses pengendapan
partikel dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gambar pengendapan partikel pada aliran laminer dan turbulen. Sumber: Huisman, 1997
Bilangan Froude
Teori dasar bilangan Froude menunjukkan bahwa bilangan Froude terkait dengan kondisi
aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis. Kondisi aliran subkritis memiliki nilai
bilangan Froude kurang dari satu yang menunjukkan bahwa gaya gravitasi lebih
mendominasi daripada gaya inersia, sehingga kecepatan aliran cukup rendah. Penerapan pada
unit prasedimentasi menunjukkan bahwa bilangan Froude dapat menunjukkan apakah terjadi
aliran pendek atau tidak pada unit prasedimentasi.
Aliran pendek dapat terjadi apabila kecepatan aliran cukup besar, sehingga diharapkan
kecepatan aliran pada unit prasedimentasi tidak terlalu besar atau dalam keadaan subkritis,
sehingga aliran pendek sebisa mungkin dapat dihindari. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI
6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai
bilangan Froude harus lebih dari 10- 5. Unit prasedimentasi dirancang sedemikian rupa agar
mampu memenuhi Bilangan Reynolds dan Froude, sehingga tercapai keadaan aliran yang
sebaik mungkin untuk mendukung proses pengendapan.
3. Zona Outlet
Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah (dalam hal ini
debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya. Berikut ini adalah
beberapa kriteria desain untuk weir loading rate dari berbagai sumber (Tabel 1).
sumber
Katz, 1962
Katz, 1962
264
125-500
172,8-259,2
Kawamura,2000
Droste, 1997
Huisman, 1997
Keterangan
Berdasarkan sejumlah kriteria desain pada beragam sumber mengenai weir loading
rate di atas, dapat dilihat bahwa jika pada bak terjadi density current, weir loading rate
diharapkan tidak terlalu besar karena dapat menyebabkan terjadinya penggerusan pada
partikel yang mengendap di sekitar outlet, sehingga diharapkan weir loading rate dapat
sekecil mungkin.
4. Zona Lumpur
Zona lumpur merupakan zona dimana partikel-partikel diskret yang telah mengendap berada.
Zona ini memiliki kemiringan tertentu menuju ke hopper yang terletak di bagian bawah inlet.
Menurut Qasim (1985), kemiringan dasar bak rectangular adalah sebesar 1-2%. Zona lumpur
didesain memiliki kemiringan tertentu agar mempermudah pada saat pembersihan lumpur.
Kemiringan yang cukup terutama untuk pembersihan yang dilakukan secara manual, sebab
pembersihan secara manual biasanya dilakukan dengan cara menggelontorkan air agar
lumpur terbawa oleh air. Hopper terletak di bagian bawah inlet, sebab sebagian besar partikel
besar mengendap di ujung inlet. Selain itu, apabila hopper diletakkan di bawah zona outlet,
dikhawatirkan partikel yang telah terendapkan dapat tergerus karena adanya pergerakan air
menuju pelimpah. Gambar 9 menunjukkan hopper pada bak prasedimentasi bentuk
rectangular.
Selain diletakkan dekat dengan inlet, hopper juga dapat diletakkan secara dan juga dapat
diletakkan di tengah bak seperti pada gambar berikut.
Bak
Berbentuk Circular
Prasedimentasi
Pada dasarnya, bak prasedimentasi berbentuk circular terdiri dari dua jenis, yaitu peripheral
feed dan center feed. Bak circular tipe peripheral feed memiliki inlet yang terletak di
sekeliling bak, (sedangkan tipe center feed memiliki inlet yang terletak di tengah bak.
Bak prasedimentasi bentuk circular terbagi menjadi empat zona, yaitu zona inlet, zona
pengendapan, zona outlet, serta zona lumpur. Berikut ini adalah pembahasan untuk masingmasing zona tersebut.
1. Zona Pengendapan
Pemilihan inlet maupun outlet untuk bak circular sangat tergantung pada kondisi zona
pengendapan, sehingga zona pengendapan yang menentukan penempatan zona inlet maupun
zona outlet. Oleh karena itu, perlu ditentukan lebih dahulu kondisi zona pengendapan yang
efisien. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses pengendapan pada bak circular sama
dengan pada bak rectangular, hanya saja nilai Bilangan Reynolds dan Froude berubah
sepanjang perubahan diameter. Hasil simulasi menunjukkan bahwa Nre dan Nfr akan cukup
tinggi di tengah bak, dan akan semakin mengecil saat mendekati pinggir bak, sehingga kedua
bilangan tersebut tidak akan dapat dipenuhi secara bersamaan. Penentuan acuan akan
berpengaruh pada letak inlet dan outlet.
Jika unit prasedimentasi berupa center feed, maka pada saat air masuk, keadaan aliran akan
cukup turbulen, mendekati outlet bak, aliran akan menjadi semakin laminer, sebaliknya jika
unit prasedimentasi berupa peripheral feed, maka pada saat air masuk, keadaan air akan
laminer, semakin mendekati outlet akan semakin turbulen. Letak outlet akan sangat
mempengaruhi pemilihan acuan, seperti diketahui bahwa di dekat pelimpah, akan terjadi
pergerakan air ke atas yang dapat menghambat partikel untuk mengendap, sehingga keadaan
air yang turbulen juga akan menghambat partikel untuk mengendap. Apabila kondisi turbulen
terjadi pada saat air masuk, partikel-partikel besar yang dapat mengendap dengan cepat akan
mengalami hambatan untuk mengendap, tapi seiring dengan perubahan kondisi aliran,
partikel-partikel tersebut dapat mengendap.
Sebaliknya, jika kondisi turbulen terletak di dekat outlet, partikel-partikel yang sudah
mengendap dapat tergerus kembali akibat kondisi aliran tersebut dan juga terdapat aliran air
ke atas menuju pelimpah. Oleh karena itu, bak prasedimentasi tipe center feed merupakan
tipe yang paling baik untuk bak prasedimentasi bentuk circular.
2. Zona Inlet
Berdasarkan hasil pembahasan zona pengendapan, maka inlet yang paling tepat adalah
terletak di tengah atau tipe center feed. Inlet bak tersebut dapat beragam, misalnya air
dibiarkan melimpah melalui inlet di tengah bak atau dinding inlet dirancang berlubanglubang, sehingga air akan mengalir melewati lubang-lubang tersebut. Selain itu, pada inlet
juga dapat dipasang baffle. Baffle tersebut berfungsi untuk mereduksi energi kinetik air yang
keluar melalui inlet.
3. Zona Outlet
Berdasarkan hasil pembahasan zona pengendapan, maka outlet yang paling tepat bagi bak
presedimentasi bentuk circular terletak di sekeliling bak. Di sekeliling bak dipasang
pelimpah, sehingga air yang telah melalui bak prasedimentasi akan melimpah melalui
pelimpah tersebut. Pelimpah dapat berupa v-notch atau rectangular weir.
4. Zona Lumpur
Scraper yang digunakan untuk bentuk circular adalah tipe radial atau tipe diametral. Scraper
tersebut bergerak pada sekeliling bak untuk mendorong lumpur agar masuk ke hopper yang
terletak di tengah bak. Berbeda dengan prasedimentasi bentuk rectangular, bentuk circular
memiliki hopper yang terletak di tengah bak, sebab pengendapan partikel yang terjadi pada
bak circular ini terjadi di segala arah, sehingga untuk mempermudah pembersihan lumpur,
hopper diletakkan di tengah bak.
KOAGULASI DAN FLOKULASI
Koagulasi merupakan proses pencampuran koagulan dalam air melalui pengadukan cepat.
Untuk menentukan dosis koagulan digunakan analisa Jartest. Yang mempengaruhi dosis
koagulan adalah : pH air, kekeruhan, lama pengadukan dan suhu air.
Rekayasa proses penyisihan partikulat menggunakan proses koagulasi:
1. Memilih bahan kimia yang tepat, dosis yang tepat, dan pH yang tepat untuk
membentuk mikroflok
2. Kontak antara bahan kimia koagulan dan partikel koloid.
3. Membentuk mikroflok menjadi flok (flokulasi)
Partikel yang tersisihkan:
1. mineral (misalnya, tanah liat),
2. biologi (virus, bakteri, kista ganggang, protozoa, dll),
3. bahan organik (misalnya, bahan organik alami (NOM)).Partikel-partikel ini berbagai
ukuran dari nanometer sampai 200-300 m.
Proses koagulasi meliputi:
1. Destabilisasi suspensi dan partikel koloid
2. Adsorpsi dan / atau reaksi dari bagian koloid dan NOM terlarut ke koagulan
3. Membentuk mikroflok menjadi flok
Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok flok melalui pengadukan lambat setelah
proses koagulasi.
efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum
pada proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.
4. pH
Pengaturan pH larutan perlu dilakukan dalam pengolahan limbah dengan metode koagulasi
dan flokulasi. Jika proses koagulasi dilakukan tidak pada rentang pH yang sesuai dapat
mengakibatkan gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang
dihasilkan. Kurang optimalnya proses koagulasi flokulasi pada pH rendah menunjukan
bahwa koagulasi sangat dipengaruhi pH karena itu penambahan alkali seperti NaOH mutlak
diperlukan untuk mempertahankan pH agar tetap berada dalam batas daerah yang baik untuk
koagulasi. Apabila garam besi seperti fero sulfat dipergunakan sebagai koagulan maka besi
akan bereaksi dengan kandungan alkali yang terdapat didalam limbah membentuk besi
hidroksida yang berpengaruh dalam proses koagulasi. Seperti halnya koagulan, flokulan juga
flokulan kationik yang dipergunakan juga dipengaruhi oleh pH pada pH 7 flokulan ini
bekerja optimal dalam menetralisir muatan listrik pada permukaan partikel-partikel koloid
yang secara terus menerus akan membentuk flok yang kuat mengikat partikel-partikel koloid
dalam air limbah.
5. Komposisi dan komsentrasi kation dan anion
Komposisi dan konseentrasi kation dan anion dapat mempengaruhi proses suatu
penggumpalan. Pengaruh yang diberikan akan berbeda-beda tergantung dengan macam
garam (ion) dan konsentrasi. Semakin besar valensi ion maka akan semakin besar pengaruh
terhadap koagulan atau penggumpalan. Pengaruh ion pada penggumpalannya dapat
dinyatakan sebagai penggumpalan dengan garam Fe dan Al akan banyak dipengaruhi anion
dibandingkan dengan kation. Jadi Natrium, Calsium, Magnesium relatif tidak mempengaruhi.
Aliminium dan besi akan bereaksi dengan alkalinitas dalam air. Pada penambahn garam
aluminium atau besi akan segera terbentuk ion-ion polimer dan dapat terserap oleh partikelpartikel
6. Durasi dan tingkat agitasi selama proses koagulasi- flokulasi
Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik-menarik antar
partikel menjadi lebih besar dan dominan dibandingkan gaya tolaknya, yang menghasilkan
kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih sering. Kontak inilah yang
menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi berukuran mikro menjadi
partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi. Ketika
pertumbuhan flok sudah cukup maksimal (massa, ukuran), flok-flok ini akan mengendap ke
dasar reservoir, sehingga terbentuk dua lapisan pada reservoir, yaitu lapisan air jernih pada
bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur pada dasar reservoir.
Hal inilah yang membuat kandungan padatan terlarut setelah koagulasi, yang akan
diumpankan pada proses mikrofiltrasi, menjadi lebih kecil daripada sebelum terjadi
koagulasi. Pengurangan ini ditunjukkan dengan persentase efektifitas koagulasi pada tiap
waktu pengadukan pelan yang divariasikan, yang berkisar antara 35-45% dengan persentase
efektifitas koagulasi tertinggi dihasilkan pada waktu pengadukan pelan 10 menit, yaitu 45%.
Penambahan waktu pengadukan pelan akan menaikkan efektifitas koagulasi hingga dicapai
waktu pengadukan pelan yang optimum, dimana pertumbuhan flok sudah mencapai titik
maksimalnya. Fenomena ini menjelaskan kenaikan persentase efektifitas koagulasi sebesar
7% saat waktu pengadukan pelan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit. Waktu
pengadukan pelan optimum akan menghasilkan jarak antar partikel yang paling dekat untuk
menghasilkan kontak, tumbukan antar partikel paling sering terjadi dan akan dihasilkan flok
dengan ukuran terbesar dan jumlah terbanyak, sehingga penurunan TDS maksimum, yang
menghasilkan efektifitaskoagulasi terbesar.
Namun, saat ukuran partikel sudah maksimum dan cukup untuk mengendap (waktu
pengadukan pelan optimum sudah tercapai), penambahan waktu pengadukan pelan tidak lagi
memperbesar ukuran flok, karena flok sudah berada pada kondisi jenuh. Sebaliknya,
penambahan waktu pengadukan akan meningkatkan kadar TDS (menurunkan persentase
efektifitas koagulasi) karena flok-flok partikel terlarut yang sudah jenuh akan pecah.
Flok-flok gumpalan besar terurai kembali menjadi partikel-partikel kecil yang sulit
mengendap. Hal ini menurunkan efektifitas koagulasi terhadap pemisahan padatan terlarut.
Hal inilah yang menyebabkan persentase efektifitas koagulasi berdasarkan TDS turun setiap 5
menit penambahan waktu pengadukan pelan dari waktu pengadukan 10 menit hingga 25
menit.
7. Dosis koagulan
Dosis pemberian koagulan untuk mengolah air limbah harus diperhitungkan dengan tepat
agar proses koagulasi flokulasi dapat berjalan secara optimal. Apabila dosis koagulan sesuai
dengan air limbah yang diolah maka pembentukan presipitat antara partikel-partikel limbah
yang bermuatan akan berikatan tepat dengan partikel-partikel koagulan kemudian diikuti
dengan peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel sehingga dapat membentuk flok yang
lebih besar. Apabila dosis yang diberikan terlalu banyak maka, banyak partikel koagulan yang
tidak berikatan dengan partikel limbah sehingga koagulan tetap berada dalam air. Begitu pula
sebaliknya, apabila dosis koagulan yang diberikan terlalu sedikit maka banyak partikel air
limbah yang tidak berikatan dengan partikel koagulan sehingga tidak semua partikel limbah
menggumpal membentuk flok akibatnya air tersebut tidak memenuhi BM air bersih.
8. Koagulan pembantu (co-coagulan)
Ketika koagulan direaksikan dengan air limbah, partikel-partikel koloid yang terdapat dalam
limbah tersebut akan membentuk agregasi atau penggabungan partikel kecil untuk
membentuk partikel yang lebih besar, sebagai akibat dari adanya perbedaan muatan antara
partikel koloid dengan koagulan. Proses koagulasi saja terkadang belum cukup untuk
mengendapkan agregat tersebut secara cepat. Penambahan polimer akan mempengaruhi
kestabilan molekul dari agregat yang terbentuk, sehingga ketika molekul dalam keadaan tidak
stabil polimer akan mudah untuk berikatan dengan agregat yang nantinya akan membentuk
agregasi baru atau disebut juga flok. Flok-flok tersebut akan saling bergabung membentuk
flok yang lebih besar. Flok-flok yang terbentuk mempunyai berat molekul yanglebih besar
dari molekul air sebagai akibat dari penambahan polimer, sehingga flok tersebut akan dengan
mudah mengendap
SEDIMENTASI
Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi sehingga harus
diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang disisihkan. Kecepatan
pengendapan flok bervariasi tergantung pada beberapa parameter yaitu : tipe koagulan yang
digunakan, kondisi pengadukan selama proses flokulasi dan materi koloid yang terkandung di
dalam air baku.
Karakteristik aliran bak sedimentasi dapat diperkirakan dengan bilangan Reynolds (Re) dan
bilangan Froude (Fr) (Kawamura, 2000) :
Parameter lain yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendapan adalah waktu
tinggal dalam bak pengendap. Waktu tinggal atau waktu detensi secara hidrolis adalah
volume bak dibagi dengan debit rencana (Kawamura, 2000) :
Dimana :
td = waktu tinggal (detik)
V = volume kolam pengendapan (m3)
Bak empat persegi panjang secara umum digunakan dalam instalasi pengolahan yang
mengolah aliran besar. Tipe bak ini secara hidrolis lebih stabil. Biasanya desainnya,
terdiridari bak-bak yang panjangnya 2 - 4 kali lebarnya dan 10 20 kali kedalamannya.
Untuk pengeluaran lumpur endapan, maka dasar bak dibuat dengan kemiringan tertentu.
Kecepatan horizontal (Vo) aliran air di dalam bak rectangular dihitung dengan persamaan
Dimana :
Q = debit alran air (m3/jam)
V = volume bak sedimentasi (m3)
As = luas permukaan bak = b x l
Tabel Kriteria Desain Bak Pengendap Rectangular
Beberapa kelebihan dan kelemahan bak empat persegi panjang adalah(Montgomery, 1985)::
a) Lebih toleransi terhadap shock loads
b) Kinerja dapat diprediksi di bawah kondisi umum
c) Pengoperasian mudah dan rendah biaya pemeliharaan
d) Mudah beradaptasi terhadap modul high-rate settler
e) Membutuhkan desain yang cermat terhadap struktur inlet dan outlet
f) Biasanya membutuhkan fasilitas flokulasi yang terpisah
Bak pengendap lingkaran mempunyai zona dengan fungsi yang sama dengan bak
empat persegi panjang, tetapi arah alirannya sangat berbeda. Pada saat aliran masuk
ke tengah dan dialirkan menuju perimeter, kecepatan horizontal air secara kontinu
menurun.
Kecepatan horizontal (Vo) di dalam bak sirkular dapat dihitung dengan rumus (AlLayla, 1980) :
Dimana :
Q = debit aliran air (m3/jam)
V = volume bak sedimentasi (m3)
r = jari-jari bak sedimentasi
h = kedalaman air keseluruhan dimana partikel jatuh
A = luas rata-rata permukaan bak
Perhitungan weir bentuk V-notch pada bak circular menggunakan persamaanpersamaan berikut :
Dimana :
r = jari jari bak sedimentasi
rC/C = jarak antar pusat V-notch (center to center)
Cd = koefisien pengaliran = 0,62
= besarnya sudut yang dibentuk V-notch
Zone inlet
Pada zone inlet air yang masuk diasumsikan langsung merata pada potongan melintang di
dalam bak pengendap, dengan tingkat kandungan SS (suspended solid) yang homogen
ketidatmerataan pada zone inlet ini akan dapat menghasilkan turbulensi sehingga dapat
meruntuhkan bentukan flok yang telah terbentuk di flokulator. Untuk menghindari ini secara
umum aliran air harus mempunyai kecepatan aliran tidak boleh melebihi 0.3 m/dt secara
digiring secara stream line masuk ke dalam bidang pengendapan. Zone inlet juga dapat
berupa pipa lateral yang berlubang yang mengarah ke bawah, sehingga air yang keluar dapat
dibagi merata sepanjang bidang pengendapan, hal ini banyak dilakukan pada pengendapan
dengan plat miring.
Diameter lubang pada pipa inlet dihitung berdasarkan persamaan :
Dimana :
Hf = kehilangan tekanan pada saat air keluar lubang (0.1 - 1 cm)
Vo = kecepatan air pada saat melalui lubang (m/s)
Apabila debit perlubang adalah
Sehingga
Dimana :
Q = debit air yang melalui pipa (l/s)
Qo = debit air yang melaui lubang (l/s)
D = diameter lubang (m)
Vo = kecepatan air yang melaui lubang (m/s)
N = jumlah lubang
Zona Pengendapan
Pada zone bidang pengendap flok yang sudah terbentuk diharapkan dapat mengendap. Secara
ideal bidang pengendap ini harus memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata (mempunyai
kecepatan yang sama) diseluruh potongan melintang dan kecepatan sepanjang bidang
pengendap harus sama. Unformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendap sangat
berpengaruh. Oleh sebab itu bilangan fraude yang menggambarkan tingkat unformitas aliran
dan turbulensi aliran yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria yang
telah dientukan. Pada bak pengendap yang menggunakan plate setler berlaku rumus :
Dimana :
Fr = bilangan Fraude Fr > 10-5
Re = bilangan Reynold Re < 500
Vo = kecepatan horizontal (m/s)
R = radius hidrolik (m)
Zona outlet
Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk
mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah (dalam hal ini
debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Degremont. 1991. Water Treatment Handbook Volume 2. Perancis: Lavoisier Publishing.
Hamer, Mark J. 1975, Water and Waste Water Technology, John Wiley & sons, Inc.
Huisman, L. 1977. Sedimentation and Flotation, Mechanical Filtration. DELFT University of
Technology.
Kawamura, S. 2000. Integrated Design and Operation of Water Treatment Facilities. Kanada:
John Wiley dan Sons, Inc.
Masduki, A. (2009), Bahan Ajar Mata Kuliah Pengolahan Air Minum, Jurusan Teknik
Lingkungan, FTSP, ITS Surabaya.
Qasim, S.R., Motley, E.M., dan Zhu, G. (2000), Water Work Engineering: Planning, Design
& Operation, Prentice Hall PTR, Texas.
Reynolds, T.D. dan Richards, P.A. 1996. Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering. United States of America: PWS Publishing Company.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 6774: 2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket
instalasi pengolahan air, Badan Standarisasi Nasional.