Anda di halaman 1dari 52

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/362429571

Bab-6 SEDIMENTASI

Book · August 2022

CITATIONS READS

0 182

3 authors, including:

Benny Syahputra Hermin Poedjiastoeti


Universitas Islam Sultan Agung Universitas Islam Sultan Agung
26 PUBLICATIONS 2 CITATIONS 14 PUBLICATIONS 5 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Benny Syahputra on 03 August 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB

VI SEDIMENTASI

6.1. Pendahuluan
Salah satu sifat fisika yang baik bagi air baku adalah tidak berwarna,
serta air tersebut terlihat jernih secara kasat mata, kekeruhan (turbiditas) air
terjadi akibat partikel-partikel di dalam air yang berlebihan sehingga
menyebabkan air menjadi tidak jernih serta menggangu bagi kesehatan jika
dikonsumsi, sehingga perlu dilakukan pengolahan dengan sedimentasi.

6.1.1. Deskripsi
Sedimentasi adalah proses fisik untuk memisahkan partikel suspensi di
dalam air akibat beratnya sendiri atau oleh pengaruh gaya gravitasi, proses ini
biasa disebut sebagai proses pengendapan. Sedimentasi adalah pengolahan
lanjutan dari pengolahan sebelumnya yaitu : koagulasi dan flokulasi. Pada
sedimentasi diharapkan pengolahan yang telah dilakukan sebelumnya
(koagulasi dan flokulasi), partikel dapat diendapkan pada bak sedimentasi
dengan gaya beratnya sendiri secara gravitasi.

6.1.2. Relevansi
Dalam pengolahan air minum, sedimentasi sangat diperlukan terutama
sumber air baku yang memiliki kekeruhan (turbiditas) tertentu, sehingga
nantinya air baku yang akan dikonsumsi menjadi aman. Perancangan
sedimentasi menjadi sangat penting mengingat air baku yang baik secara fisik
haruslah tidak berwarna dan terlihat jernih secara kasat mata.
Bab ini akan sangat membantu mahasiswa dan para praktisi di dalam
mempelajari proses pengendapan yang terjadi pada partikel, sehingga
diharapkan dengan mempelajari bab ini dapat menerapkan proses sedimentasi
pada instalasi pengolahan air minum dengan benar.

Sedimentasi 130
6.1.3. Tujuan Instruksional Khusus (Kompetensi Dasar)
Dengan diberikannya teori tentang sedimentasi diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan tentang sedimentasi berikut perancangannya di dalam
bangunan pengolahan air minum.

6.2. Penyajian
Bab ini berisi teori dasar tentang sedimentasi berikut perancangannya.
Penyajian bab ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari pengertian
sedimentasi, jenis-jenis pengendapan pada bak sedimentasi, serta
perancangan sedimentasi dalam bangunan pengolahan air minum.

6.2.1. Uraian
A. Mekanisme Proses
Sedimentasi adalah proses fisik untuk memisahkan partikel suspensi di
dalam air akibat beratnya sendiri atau oleh pengaruh gaya gravitasi, proses ini
biasa disebut sebagai proses pengendapan. Air bersih yang terpisahkan dari
sludge dalam zone separator dialirkan melalui drain untuk diolah ke unit
selanjutnya. Sedangkan lumpur padat dialirkan dan dikumpulkan di sludge
collector untuk diolah lebih lanjut. Umumnya digunakan pada pengolahan air
minum, pengolahan air baku, dan pengolahan lanjutan. Di dalam pengolahan
air minum, aplikasi utamanya adalah :
a. Melakukan pengendapan pada air permukaan yang lebih dulu
pengolahannya dari rapid sand filtration (saringan pasir lambat)
b. Melakukan pengendapan setelah dilakukan koagulasi dan flokulasi
yang lebih dulu pengolahannya dari rapid sand filtration (saringan
pasir lambat)
c. Melakukan pengendapan setelah dilakukan koagulasi dan flokulasi di
dalam lime soda pada jenis bangunan softening
d. Melakukan pengendapan pada air yang diolah di dalam bangunan
pengolahan untuk menurunkan besi dan mangan
Pertimbangan utama dalam merencanakan proses sedimentasi adalah
(Kawamura, 1991) :
a. Proses pengolahan keseluruhan
b. Kandungan alami materi terlarut dalam air baku
c. Kecepatan pengendapan partikel yang akan dipindahkan
d. Kondisi iklim setempat
e. Karakteristik air baku
131 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum
f. Karakteristik geologi setempat
g. Variasi aliran
h. Tipe dan konfigurasi tanki pengendapan
i. Rancangan inlet dan outlet tanki
j. Tipe dan pemilihan kecepatan pengendapan
k. Metode pembuangan lumpur
l. Harga dan bentuk tanki

Karakteristik aliran bak sedimentasi dapat diperkirakan dengan bilangan


Reynolds (Re) dan bilangan Froude (Fr) (Kawamura, 1991) :
vR
Re   2000 (6-1)

v2
Fr   10 5 (6-2)
gR
dimana :
v = kecepatan aliran (m/s)
R = radius hidrolis (m)
A
R  (6-3)
P
A = luas area yang dilewati (m 2)
P = keliling basah (m)
ν = viskositas kinematis (m 2/s) = 1,306.10-6 m2/s pada 10 °C
g = konstanta gravitasi (9,81 m/s2)

Pada dasarnya bak pengendapan yang panjang adalah yang paling baik
tetapi tanpa didukung oleh faktor hidrolis lainnya seperti lamineritas dan
uniformitas dari aliran dan loading rate yang sesuai, pengendapan dapat gagal
(Martin, 2001).
Parameter lain yang penting dalam menentukan keberhasilan
pengendapan adalah waktu tinggal dalam bak pengendap. Waktu tinggal atau
waktu detensi secara hidrolis adalah volume bak dibagi dengan debit rencana
(Kawamura, 1991) :
V
td  (6-4)
Q

Sedimentasi 132
dimana :
td = waktu tinggal (detik)
V = volume kolam pengendapan (m 3)
3
Q = debit aliran (m /detik)

B. Jenis Pengendapan
Berdasarkan tingkat konsentrasi partikel di dalam air baku dan
kecenderungan partikel untuk saling berinteraksi, maka proses sedimentasi
dapat digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi sebagai berikut :

a. Tipe 1 : pengendapan partikel mandiri ( discrete particle settling )


b. Tipe 2 : pengendapan partikel floc ( floculant settling )
c. Tipe 3 : pengendapan secara perintangan ( hindered settling )
d. Tipe 4 : pengendapan secara pemampatan ( compression settling )

Berdasarkan karakteristik suspensi di dalam air baku selama mengalami


proses pemisahan di dalam kolam pengendap pertama (primary settling tank ),
maka analisis sedimentasi yang digunakan sebagai dasar dalam
perancangannya adalah analisis pengendapan tipe 1 dan tipe 2.

1. Pengendapan Tipe 1
Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi
oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan dan dapat diterangkan
dengan rumus-rumus sederhana dalam mekanika fluida. Yang dimaksud
dengan discrete particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan
bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap. Proses
pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel
atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila
aliran dalam keadaan tenang ( aliran laminar ).
Akibat bertnya sendiri, partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar
dari rapat masa air akan bergerak vertikal ke bawah. Gerakan partikel di dalam
air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air
(drag force) sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan
setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan
partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity.
Gaya berat partikel dalam air (impelling force) merupakan resultant
antara gaya berat partikel dan gaya apung (buoyant force).

133 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Fi = Fv – Fb (6-5)
dengan :
Fi = gaya berat efektif partikel dalam air,
Fv = gaya berat partikel,
Fb = gaya apung.

Apabila Fv = ρs . g . Vp dan Fb = ρw . g . Vp, maka :


Fi = ( ρs – ρw ). g . Vp (6-6)

dengan :
ρ = rapat masa partikel,
ρw = rapat masa air,
g = percepatan grafitasi bumi,
Vp = volume partikel

Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air


dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta
rapat masa dan kekentalan air.
Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air
dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta
rapat masa dan kekentalan air.
2
FD = ½ . CD . Ac . ρ . V (6-7)
dengan :
FD = gaya hambatan,
Ac = luas proyeksi partikel,
V = kecepatan gerak partikel,
CD = koefisien hambatan.

Koefisien drag merupakan fungsi dari bentuk partikel dan bilangan


Reynolds (Re).

CD = 24/Re (6-8)
Re = ( dp . ρw . Vs ) / µ (6-9)
dengan :
dp = diameter partikel,
µ = angka kekentalan dinamis.

Sedimentasi 134
Hubungan antara bentuk partikel, bilangan Reynolds dan koefisien drag
dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6.1. Hubungan antara bentuk partikel, bilangan Reynolds dan koefisien
drag

Proses pengendapan berlangsung dengan kecepatan konstan dan


keadaan ini dicapai apabila Fi = FD, sehingga :
 2 g ( s  w)  V p 
 
Vt  (6-10)
  
 C D .w  A p 
Dengan menganggap bahwa partikel yang diendapkan berbentuk bola, maka:
4 / 3 d / 2
3
Vp 2d p (6-11)
 
Ap  d / 22
3
Selanjutnya
 4g  s  w 
Vt    .d p (6-12)
 3C D  w 
Dengan mensubstitusikan persamaan (6-8) dan (6-9) ke persamaan (6-12),
maka diperoleh :
g
Vt  ( s  w).d p
2
(6-13)
18
135 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum
Gambar 6.2. Tipe Pengendapan 1 (hukum stoke)

Persamaan (6-13) ini disebut hukum stoke mengenai terminal settling


velocity atau kecepatan pengendapan ( Peavy, 1986 ), untuk memperoleh hasil
yang optimal, maka kolam pengendapan dirancang berdasarkan ukuran butir
yang paling dominan. Apabila kecepatan pengandapan partikel tersebut vt ,
maka semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau
lebih besar dari vt akan diendapakan pada dasar kolam. Dengan demikian
apabila luas permukaan kolam A, maka besarnya laju pemisahan partikel dari
aliran air adalah :
Q = A . vt (6-14)
Selanjutnya : vt = Q / A dan disebut laju pembebanan permukaan (surface
loading rate atau overflow rate ). Jadi laju pembebanan permukaan setara
dengan kecepatan pengandapan.

Gambar 6.3. overflow rate

Sedimentasi 136
1.1. Kolam Pengendapan Ideal (ideal settling tank)
Pada kolam pengendapan yang ideal dengan aliran continue, maka
panjang kolam dan waktu tinggal ditentukan sedemikian sehingga semua
partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan vt akan mengendap di dasar
kolam.

Gambar 6.4. Pengendapan Tipe 1

Hubungan antara kecepatan pengandapan, kedalaman air dan waktu tinggal


ditunjukkan dengan rumus :
D (6-15)
Vt 
T
dimana :
vt = kecepatan pengandapan,
D = kedalaman kolam,
T = waktu tinggal.

137 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Mengingat bahwa ukuran butir partikel di dalam air baku sangat
bervariasi, maka tidak semua partikel dapat diendapkan di dalam kolam
pengendapan. Dengan demikian hanya partikel yang mempunyai kecepatan
pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan tertahan secara sempurna di
dalam kolam pengendapan, sedangkan partikel yang mempunyai kecepatan
pengendapan vp yang lebih rendah dari vt akan terbawa aliran dan fraksi
partikel yang terbawa besarnya sesuai dengan rasio vp / vt . Apabila xt adalah
fraksi partikel yang mengendap dengan kecepatan yang lebih besar dari vp ,
maka besarnya efisiensi kolam pengendapan dapat diekpresikan sesuai
dengan fraksi yang mengendap sebagai berikut :
vp
x  1  xt   
xt
dx (6-16)
0 vt
dimana :
x = fraksi partikel yang mengendap,
(1 – xt) = fraksi partikel dengan vp > vt
xt vp
0 vt
dx = fraksi partikel yang mengendap dengan Vp < Vt

Sketsa yang menggambarkan perhitungan tersebut dapat dilihat pada gambar


berikut :

Gambar 6.5.Curva Settling-velocity pada discrete particles

Sedimentasi 138
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa efisiensi
pengendapan tidak langsung dipengaruhi oleh kedalaman kolam, tetapi
dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan. Oleh sebab itu untuk memperoleh
hasil yang optimal, kolam pengendapan dirancang tidak terlalu dalam.

2. Pengendapan tipe 2
Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai
partikel mandiri (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant
particle) selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel
membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan
mempercepat pengendapannya.
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan
terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi
oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam,
gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir.
Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan
sedimentasi.
Karakteristik dari pengendapan partikel flok, dapat ditentukan dengan
percobaan yang menggunakan sebuah kolom pengendapan. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan digunakan kolom dengan tinggi 3 m dan
diameter 150 mm. kolom pengendapan dilengkapi dengan kran pengambil
sampel air dengan jarak vertikal 0,6 m. dengan hati-hati kolom diisi dengan
larutan suspensi sehingga diperoleh distribusi ukuran butir yang cukup seragam
pada sepanjang kolom dan dijaga agar partikel mengendap dalam suasana
tenang.
Pengambilan sampel air dilakukan berdasarkan variasi waktu dan
kedalaman air. Untuk selanjutnya sampel air dianalisis kandungan partikelnya.
Fraksi partikel yang mengendap selanjutnya diplotkan dengan variasi waktu
dan keadaan, seperti disajikan pada gambar berikut :

139 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Gambar 6.6. Diagram pengendapan tipe 2

Dari percobaan sedimentasi ini, dapat ditentukan karakteristik teknis dari


pengendapan tipe 1 yaitu kecepatan pengendapan dan waktu tinggal untuk
jenis air baku tertentu.

Gambar 6.7. Pengendapan secara batch pada pengendapan tipe 2

Sedimentasi 140
3. Pengendapan tipe 3
Jenis yang ketiga adalah Hindred Settling. Di dalam Hindred Settling,
atau Zone Settling, konsentrasi partikel adalah tidak terlalu tinggi (cukup)
kemudian partikel bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian turun
secara gravitasi bersama-sama. Hindred Settling sebagian besar digunakan di
dalam secondary clarifiers. Pada pengendapan ini yang terjadi adalah :
a. Terjadi pengendapan intermediate pada konsentrasi partikel.
b. Partikel saling mendekat dengan yang lainnya.
c. Daya antar partikel menghalangi pengendapan partikel lainnya
d. Sisa partikel dalam posisi tetap
e. Masa partikel mengendap sebagai sebuah zona pengendapan

Gambar 6.8. Pengendapan pada suspensi konsentrat

141 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


4. Pengendapan tipe 4
Jenis terakhir adalah Compression Settling. Compression Settling berada
pada konsentrasi yang paling tinggi pada suspended solid dan terjadi pada
jangkauan yang paling rendah dari clarifiers. Pengendapan partikel dengan
cara memampatkan (compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan
(compression) terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah dari
secondary clarifiers tetapi juga di dalam tangki sludge thickening.

Gambar 6.9. Pengendapan pada final clarifier pada proses lumpur aktif

C. Bentuk Bak Sedimentasi


Bak pengendap sering disebut sebagai clarifier atau accelerator.
Berdasarkan bentuknya, bentuk bak sedimentasi terbagi menjadi tiga yaitu :
empat persegi panjang (rectangular), kubus (square) dan bulat (circular), tetapi
secara aktual atau yang sering ditemukan di lapangan sedimentasi terdiri dari
rectangular dan circular. Kedalaman bak circular biasanya adalah 10 -14 feet,
dan kedalaman bak bentuk square 6 -19 feet dengan freeboard 1-2,5 feet,
sedangkan kedalaman bentuk rectangular adalah lebih besar dari 6 feet dengan
waktu detensi 0,27- 1,6 jam (Reynolds, 1982). Bak single-rectangular akan
lebih ekonomis dibandingkan dengan bak circular pada ukuran yang sama;
bagaimanapun, jika banyak tangki diperlukan, unit rectangular dapat dibangun
dengan dinding umum dan menjadi yang paling hemat. Bak sedimentasi
berdasarkan tipe alirannya dibagi menjadi aliran ke atas (upflow) dan aliran
berputar (radial flow).

Sedimentasi 142
1. Tanki Sedimentasi Empat Persegi Panjang (Rectangular)
Di dalam tangki segi empat yang ideal, air masuk melalui bak flokulasi
yang mana umumnya bersebelahan dengan tangki/bak tersebut. Bak flokulasi
mempunyai lebar yang sama dengan bak sedimentasi, tetapi pada umumnya
kedalamannya berbeda.
Antara Bak Flokulasi dan sedimentasi dipisahkan oleh suatu baffle kayu
atau suatu dinding beton. Air yang masuk melalui inlet yang seragam ke tangki
segi empat berarti termasuk zona inlet. Zona inlet tidak meluas menuju ke
kedalaman dari settling tank tetapi meluas menuju ke kedalaman dari
flokulator. Jika tangki segi empat tidak berdampingan dengan flokulator, air
yang masuk didistribusikan seragam ke bak saluran air dalam tangki itu. Dalam
hal ini, suatu baffle di depan saluran air akan mendispersikan air yang
mengarah ke bawah menuju zona inlet yang paling dalam.
Jenis outlet untuk tangki segi empat adalah weir yang ditumpahkan ke
dalam effluent yang meluas ke keseluruh bak. Jika, air secara kimiawi dilakukan
proses koagulasi, adanya weir harus dihindarkan sebab turbulensi akan
memisahkan sebagian besar flok yang sudah terbentuk dan mengakibatkan
fungsi saringan menjadi lebih berat.

Gambar 6.10. Detail inlet dan outlet bak pengendapan persegi panjang
(rectangular)

143 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Gambar 6.11. Tanki pengendapan persegi panjang (rectangular)

2. Tanki Sedimentasi Melingkar (Circular)


Di dalam tangki melingkar, aliran masuk menuju ke pusat tangki atau ke
sebelah sisi tangki. Jika diameter tangki kurang dari 30 ft (9.14 m), pipa inlet
akan masuk melalui dinding dan mengarah ke bawah. Jika tangki lebih besar
dari 30 ft ( 9.14 m), pipa masuk melalui bawah tangki dan debit air tegak lurus
menuju pusat baffle. Kedalaman clarifier melingkar dipertimbangkan pada
kedalaman bagian samping tangki, dan dikenal dengan sebutan side water
depth (swd). Kedalaman ini digunakan untuk menentukan waktu detensi dan
volume tangki.
Outlet untuk tangki melingkar terdiri dari suatu weir di sekitar batas luar
yang menyebarkan aliran menjadi seragam. Center-feed pada clarifier yang

Sedimentasi 144
melingkar yang digunakan pada pengolahan air baku mempunyai penggaruk
lumpur secara mekanik (mechanical sludge rakes) yang terletak di bagian
bawah dan penggaruk permukaan (surface skimming) yang terletak di bagian
atas.

Gambar 6.12. Detail inlet dan outlet tanki pengendapan melingkar (center feed)

145 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Gambar 6.13. Tanki pengendapan melingkar
(center feed dengan pipa melewati dinding)

Sedimentasi 146
Gambar 6.14. Tanki pengendapan melingkar
(center feed dengan pipa melewati dasar bawah tanki)

147 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Gambar 6.15. Detail inlet dan outlet tanki pengendapan melingkar (peripheral feed)

D. Perencanaan Bak Pengendap


Secara umum, beberapa hal yang perlu direncanakan dalam sistem bak
sedimentasi adalah :
a. Perencanaan bidang pengendapan
b. Perencanaan inlet dan outlet
c. Perencanaan ruang lumpur

1. Perencanaan Bidang Pengendapan


Dalam perencanaan bidang pengendapan, ada dua bak pengendap yang
dikenal, yaitu :

Sedimentasi 148
a. Bak pengendapan dengan aliran batch
b. Bak pengendapan dengan aliran kontinu, meliputi :
1) Bak pengendap dengan aliran horizontal
2) Bak pengendap dengan aliran vertikal ke atas
3) Bak pengendap dengan aliran miring

a). Bak Pengendap dengan Aliran Batch


Pengendapan dengan aliran batch dapat digambarkan melalui ilustrasi
air baku yang keruh atau hasil flokulasi yang dimasukkan ke dalam sebuah bak,
kemudian didiamkan selama waktu t. Setelah waktu t, partikel zat padat (solid)
yang ada di dalamnya terendapkan tanpa terjadi pengurangan air dari dalam
atau dari luar bak. Jika v o adalah kecepatan pengendapan air baku dari bak
pengendap, dengan besran yaitu:

H
vo = (6-17)
t
dimana: H = ketinggian bak pengendap
t = waktu pengendapan

Dalam prakteknya, bak pengendap jenis batch tidak atau jarang


diimplementasikan. Hanya dalam kondisi tertentu seperti keadaan darurat
metode ini sering dilakukan, misalnya untuk membentu proses penjernihan air
di kawasan pengungsian.

b). Bak Pengendap dengan Aliran Kontinyu


Bak pengendap dengan aliran kontinyu (terus menerus) terdiri dari
komponen sebagai berikut :
 Zone inlet
 Zone bidang pengendapan
 Zone outlet, dan
 Zone penampungan lumpur

149 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Gambaran denah potongan bak pengendap dapat dilihat pada gambar
6.16 di bawah ini :

Q Q
BQ

Zone L Zone
inlet outlet
Zone bidang pengendapan

Denah

Q Q
vo
H
So

Zone penampung lumpur

Potongan
Gambar 6.16. Denah dan Potongan Bak Pengendap

Untuk mendapatkan pengendapan ideal (seperti pada gambar 6.16), kondisi


aliran harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1). Zone inlet
Pada zone inlet, air yang masuk diasumsikan langsung merata pada
potongan melintang/penampang bak pengendap dan dengan tingkat
kandungan suspended solid yang homogen. Ketidakmerataan pada zone inlet
ini dapat menghasilkan turbulensi yang nantinya meruntuhkan atau
menghancurkan flok yang tela terbentuk di flokulator. Untuk menghindarkan

Sedimentasi 150
turbulensi ini, aliran harus mempunyai kecepatan aliran yang tidak melebihi 0,4
m/detik (1,3 ft.s-1) serta digiring secara stream line masuk dalam bidang
pengendapan (AWWA, 1990).
Zone inlet, influen yang masuk ke bak pengendapan memiliki energi
kinetik yang sangat tinggi sehingga perlu dikurangi. Selain itu influen harus
berdistribusi secara merata secara vertikal, sehingga kecepatan horisontalnya
seragam. Pendistribusian aliran ini dapat berupa manifold atau inlet baffling
yang menggunakan onfice (Dorste, 1997).

Baffle Baffle

Bukaan
Bukaan
Bukaan

Gambar 6.17. Bentuk-Bentuk Inlet Pada Bak Sedimentasi


(Sumber: McGhee, 1991)

Zone inlet juga dapat berupa pipa lateral berlubang yang mengarah ke
bawah sehingga air yang keluar dapat dibagi merata sepanjang bidang
pengendapan. Hal ini banyak dilakukan pada pengendapan dengan aliran
miring (plate settler). Diameter lubang pada pipa inlet dihitung berdasarkan
persamaan sebagai berikut :

vo2
h= (6-18)
2. g

dimana: h = kehilangan tekanan pada saat keluar lubang (0,1 s.d 1 cm)
vo = kecepatan air pada saat melalui lubang

151 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Apabila debit perlubang :
Qo = vo.¼.π. D2 (6-19)
dan
Q
Qo = (6-20)
N
dimana: Qo = debit perlubang
D = diameter lubang
Q = debit total
N = jumlah lubang

Dengan mensubstitusi dari persamaan-persamaan di atas maka diketahui


diameter lubang pada pipa inlet adalah :
0,5
 4.Q 
D=  0,5 
(6-21)
 N . 2.g .h  

2). Zone bidang pengendapan


Pada zone bidang pengendap, flok yang telah terbentuk diharapkan
dapat mengendap. Secara ideal bidang pengendapan ini harus memenuhi
asumsi, yaitu aliran harus merata (mempunyai kecepatan yang sama) di
seluruh potongan melintang dan mempunyai kecepatan yang harus sama di
sepanjang bidang pengendapan. Ada tiga jenis bidang pengendap, yaitu :

a. Bak pengendap dengan aliran horizontal


b. Bak pengendap dengan aliran ke atas
c. Bak dengan plate settler aliran miring
Asumsi umum yang digunakan dalam teori pengendapan adalah sebagai
berikut:
a. Partikel flok yang mengendap tidak dipengeruhi oleh kecepatan aliran.
b. Kecepatan pengendapan flok merata di seluruh bidang pengendapan.
c. Partikel flok yang sudah mengendap tidak terangkat lagi.

Sedimentasi 152
(a). Bak Pengendap dengan Aliran Horizontal
Bak pengendap dengan aliran horizontal mengalirkan air dari satu sisi
bak ke satu sisi lain secara horizontal. Tingkat pengendaoan sangat tergantung
dari kecepatan aliran yaitu debit dibagi dengan luas penampang melintangnya.
Atau rumusan persamaannya adalah sebagai berikut :

Q
vo = (6-22)
Ac
dimana: Q = debit aliran
Ac = luas penampang potongan melintang

Apabila penampang melintang berbentuk persegi panjang dengan lebar B dan


tinggi bak H maka: Ac = B.H , dengan demikian :

Q
vo = (6-23)
B.H
Berdasarkan gambar 6.16 dapat dilihat kecepatan pengendapan sebanding
dengan kecepatan pengaliran (horizontal) sedang tinggi bak sebanding dengan
panjang bak, atau secara matematis dinyatakan :

So H
= (6-24)
vo L
Apabila persamaan 6.23 disubstitusikan pada persamaan 6.24 maka diperoleh
persamaan sebagai berikut :

Q
So = (6-25)
B.L
dimana: So = kecepatan pengendapan/surface loading
L = panjang bak pengendap

Parameter lain yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendapan


adalah waktu tinggal (detention time) dalam bak pengendap. Secara hidrolis,
waktu tinggal merupakan volume bak dibagi dengan debit rencananya. Untuk
bak pengendap horizontal, waktu pengendapan adalah 0.27 – 1,6 jam. Pada
dasarnya bak pengendap dengan waktu pengendapan yang panjang adalah

153 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


yang paling baik, namun jika tidak didukung faktor hidrolis lainnya seperti
lamineritas, uniformitas aliran serta loading rate yang sesuai pengendapan,
maka pengendapan dapat gagal.
Contoh jenis bak pengendap bentuk persegi panjang (rectangular) dengan
aliran horizontal adalah seperti pada gambar 6.18.

masuk keluar

Zona
pengendapan
lumpur Kantung
lumpur
Potongan

Qin Qout

Denah
Gambar 6.18. Bak Pengendap Bentuk Empat Persegi dengan Aliran Horizontal

(b). Bak Pengendap dengan Aliran ke Atas


Rumusan kecepatan pengaliran dari bak pengendap vertikal adalah :

Q
vo = (6-26)
A
dimana: A = luas permukaan bidang pengendapan
Karena aliran vertikal ke atas maka flok yang mempunyai kecepatan
pengendapan lebih besar dari kecepatan pengaliran ke atas akan mengendap.
Sehingga efisiensi pengendapan merupakan jumlah semua flok yang
mempunyai kecepatan pengendapan (So) yang lebih besar dari kecepatan ke
atas (v o).
Sedimentasi 154
Karena aliran ke atas mengandung flok, maka akan terjadi flokulasi di
antara flok-flok yang bertumbukan, dan dengan memberatnya flok, maka
sebagian flok akan mengendap, sementara sebagian lagi akan mengapung
membentuk suatu lapisan flok zone yang lazim disebut sludge blanket.
Sludge blanket, pada ketebalan tertentu akan berada dalam suatu
kesetimbangan. Untuk mengatur ketebalan maka setelah sludge blanket
terbentuk secara kontinu harus dilakukan pembuangan flok yang telah
mengendap. Ketebalan sludge blanket ini sangat bergantung aklimatisasi
pembentukan blanket yang umumnya mempunyai ketebalan 1 sampai 2 meter.
Jumlah air yang harus dibuang untuk mendapatkan sludge blanket yang
stabil adalah sekitar 5 sampai 10 persen dari air yang diolah. Sehingga apabila
debit rencana adalah 10 liter per detik maka debit air baku yang dipakai adalah
10/(100%-10%) atau sekitar 11 liter per detik. Loading dari bak pengendapan
jenis ini adalah sekitar 2 sampai 4 m/jam, tergantung dari suhu dan berat flok.
Untuk meningkatkan loading pengendapan dapat dilakukan penambahan plate
settler sehingga dapat mencapai 6 m/jam. (Darmasetiawan, 2001)
Pengendapan jenis ini sangat rentan terhadap perubahan suhu sehingga
kapasitas pada malam hari dan siang hari sangat jauh berbeda. Contoh bak
pengendap aliran vertikal ke atas bentuk rectangular adalah seperti pada
gambar 6.19.

Hasil
pengendapan

Air baku

lumpur
Potongan Melintang

155 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Potongan Mendatar

Gambar 6.19. Bak Pengendap Bentuk Empat Persegi dengan


Aliran Vertikal ke Atas

(c). Bak dengan Plate Settler Aliran Miring


Seiring dengan perkembangan waktu, bak pengendap dengan aliran
horizontal tidak lagi dibuat karena dianggap terlalu boros dan sebagai gantinya
dibuat bak pengendap aliran miring menggunakan plat pengendap miring (plate
settler). Pengendapan dengan plate settler dapat mengendapkan dengan baik
dalam waktu detensi rencana ½ jam.
Konsep penggunaan plate settler dapat diilustrasikan seperti pada
gambar 6.20 di bawah ini. (Huisman, 1974)

Sedimentasi 156
vo

So

vo

So/2

vo

So/2

Gambar 6.20. Konsep plate settler

Diasumsikan seperti pada gambar 6.21, sebuah partikel dengan


kecepatan pengendapan So’ sedang memasuki ujung plate di titik A dengan
kecepatan pengaliran vo. Lebar celah plate adalah w dan tinggi plate adalah H
sedangkan plate diletakkan miring dengan sudut Ө. Jarak vertikal yang
ditempuh oleh partikel setelah hanyut dari titik A dan kemudian terendap di titik
B adalah H’.

157 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Gambar 6.21. Dasar Teori Pengendapan pada Plate Settler

Dari gambar 6.21 di atas besaran H’ dapat ditentukan yaitu w/cos Ө, dan waktu
yang dibutuhkan oleh partikel untuk menempuh jarak H’ tersebut adalah :

H'
td = (6-27)
So'
atau

w
td = (6-28)
cos  .So'
Apabila dilihat dari bidang yang miring, rumusan waktu tempuh adalah:

L
td = (6-29)
vo
atau

L1  L2
td = (6-30)
vo

Sedimentasi 158
dimana:

H
L1  (6-31)
sin 
w
L2  (6-32)
cos  .sin 

Dengan mensubstitusi persamaan-persamaan 6.28 ; 6.30 ; 6.31 dan 6.32,


maka surface loading antar plate (So’) adalah :
vo .w.sin 
So '  (6-33)
H . cos   w

Hubungan kecepatan vertikal terhadap kecepatan miring adalah:

q
 vo . sin  (6-34)
Ap
dimana q adalah debit aliran pada tiap saluran antar plat dan Ap adalah luas
permukaan antar plat. Apabila panjang bak pengendap adalah L dan debit total
Q, maka :

Q.( w  t )
q (6-35)
L.sin 
dan

Q.w
Ap  (6-36)
So.L. sin 
Dengan menggunakan persamaan 6.35 dan 6.36 yang disubstitusi dalam
persamaan 6.34, maka diperoleh rumusan kecepatan pengaliran vo, yaitu:

So.( w  t )
vo  (6-37)
w.sin 

159 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Berdasarkan substitusi persamaan 6.37 dengan persamaan 6.33, maka nilai
dari beban permukaan antar plat So’ (surface loading antar plate) adalah:

(w  t )
S o '  So. (6-38)
( H . cos   w)
Bila lebar plat B maka Radius hidrolis R adalah :

B.w
R (6-39)
2( B  w)
Berdasarkan persamaan 6.38 di atas terlihat bahwa pengaruh H dan w
sangat besar, dimana jikan perbandingan H/w semakin besar maka kapasitas
pengendapan juga akan semakin besar, dan semakin datar kemiringan plat (Ө)
maka kapasitas pengendapan juga senakin besar. Namun perlu diperhatikan,
bahwa pengaruh H dan w terhadap kapasitas pengendapan juga tidak terlepas
dari kriteria bilangan Froude dan bilangan Reynolds yang disyaratkan.
Umumnya waktu detensi untuk pengendapan jenis ini direncanakan sekitar ½ -
1 jam. (Darmasetiawan, 2004)

Gambar 6.22. Potongan Melintang Bak Pengendap Empat Persegi


dengan Aliran Miring

3). Zone outlet


Zone outlet harus dirancang sedemikian rupa agar air yang keluar dari
bak pengendap dapat ditampung secara merata, sehingga tidak mengganggu
aliran dalam zone pengendapan. Diharapkan setelah proses pengendapan, air

Sedimentasi 160
mempunyai kekeruhan < 5 NTU atau hanya mengandung flok-flok kecil yang
belum mengendap. Oleh sebab itu rancangan zone outlet lebih ditekankan
pada aspek hidroliknya, karena criteria kecepatan dalam sistem outlet tidak
terlalu penting.
Beberapa bentuk zone outlet antara lain:
a. Weir datar memanjang
b. Weir berbentuk V

Dengan saluran pembawa direncanakan dengan kecepatan antara 0,5 – 1


m/detik. Adapun rumusan untuk mencari debit yang melewati weir (bendungan)
sangat tergantung dengan bentuk pelimpah ambang tersebut.
Bendungan segi empat:

 v 2  2  v 2  2 
3 3
2 0 , 5  (6-40)
Q  C.B.(2.g ) H     
3  2.g   2.g  

Bendungan segitiga berbentuk V :


8 5 
Q C.(2.g ) 0,5 .H 2 tan (6-41)
15 2
dimana: C = koefisien (0,57 – 0,61)
B = lebar ambang
g = percepatan gravitasi
H = tinggi permukaan caitan di atas ambang
Ө = ukuran sudut V bendungan segitiga

Dari penjumlahan rumus 6.40 dengan 6.41 maka didapat rumus untuk
bendungan berbentuk trapezium, didalam prakteknya pelimpah yang memakai
bentuk ini adalah Cipolletti. Untuk mengurangi kontraksi dibuat perbandingn 4:1
(vertikal : horizontal) untuk dinding samping pelimpah Cipolletti dan v 2/2.g
menjadi dapat diabaikan untuk kecepatan pendekatan yang rendah. Dengan
demikian Q teoritis pelimpah Cipolletti adalah:
2 3
Q C.B(2.g ) 0,5 .H 2 (6-42)
3
Dengan berdasarkan eksperimen Q actual Cipolletti adalah:

161 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Q = 1,875.B.H3/2 (6.43)

4). Zone penampung lumpur


Bagian penting lainnya dalam pengendapan adalah penampung lumpur.
Lumpur yang dihasilkan oleh bak pengendap berasal dari hasil endapan flok
pada dasar bak pengendap. Banyaknya lumpur sangat ditentukan oleh tingkat
kekeruhan air baku atau secara teknis tergantung dari kandungan suspended
solid (zat padat terlarut yang berhasilkan diendapkan). Konsentrasi zat padat
dalam lumpur (Cv) berkisar antara 1-5% berat. Hal ini tergantung dari
kekentalan lumpur itu sendiri. Dengan demikian perhitungan neraca massa
dalam perhitungan volume lumpur sangatlah penting.
Neraca massa untuk perhitungan volume lumpur

Qi Qe
Ci η Ce

Q1
C1

Akumulasi = inflow – outflow ± transformasi


dM
  Min   Mout  P
dt
Asumsi: keadaan steady state  dM  0
dt
Tidak ada perubahan  P = 0
Qi = Q e = Q
Q1 x C1 = Massa solid yang terendapkan
0 = (Qi x Ci) – [(Qe x Ce) + (Q1 x C1)] + 0
Massa solid yang terendapkan = Q (Ci – Ce) (6.44)
Bila volume lumpur (VL) adalah massa solid yang terendapkan dibagi dengan
massa jenis lumpur dan konsentrasi solid dalam lumpur, maka :
Q(C i  C e )
VL  (6-45)
 L .C v

Sedimentasi 162
dan
L  A (6-46)
Cv 
s   A

dengan mensubstitusikan persamaan 6.46 ke persamaan 6.45, maka didapat


Q(C i  C e )(  s   A ) (6-47)
VL 
 L .(  L   A )

karena
Ci  Ce
 (6-48)
Ci

dengan mensubstitusi persamaan 6.48 ke persamaan 6.47, maka volume


lumpur adalah:
.Ci .Q.(  s   A ) (6-49)
VL 
 L .(  L   A )

dimana: VL = volume lumpur yang terbentuk


η = efisiensi pengendapan
Cv = prosentase konsentrasi solid dalam lumpur
C1 = konsentrasi zat padat (solid) pada air baku
ρs = massa jenis solid
ρL = massa jenis lumpur
ρA = massa jenis air

E. Kriteria Rancangan untuk Sedimentasi

Detention Time
Untuk memberikan kesempatan yang cukup bagi berlangsungnya proses
pemisahan partikel yang terdapat di dalam air baku, maka diperlukan waktu
yang cukup bagi air baku untuk sementara waktu tinggal di dalam kolam
pengendapan. Waktu tinggal yang umum digunakan untuk merancang kolam
pengendapan pertama dalam suatu instalasi pengolahan air baku adalah 1,5 –
2,5 jam.

163 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Surface loading
Kolam pengendapan biasanya dirancang berdasarkan laju pembebanan
permukaan yang dinyatakan dalam volume air yang melewati permukaan kolam
per satuan waktu. Agar diperoleh hasil yang memuaskan, maka laju permukaan
pada saat debit puncak besarnya sebaiknya 3 kali debit rata-rata untuk instalasi
kecil dan 1,5 kali untuk instalasi besar.
Laju pembebanan permukaan yang umum digunakan dalam
3 2
perancangan kolam pengendapan pertama adalah 32-48 m /m .det untuk debit
3 2
rerata dan 80-120 m /m .det untuk debit puncak. Apabila kolam pengendapan
merupakan bagian dari pengolahan lumpur aktif, maka besarnya laju
permukaan adalah 24-32 m3/m2.det untuk debit rerata dan 48-70 m3/m2.det
untuk debit puncak.
Weir loading
Weir loading mengekpresikan volume air yang melewati outlet yang
berbentuk pelimpah per satuan panjang per satuan waktu.
Weir loading tidak mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap efisiensi
kolam pengendapan, tetapi diperlukan untuk menentukan ukuran dan bentuk
peluapan yang dipergunakan pada bagian outlet. Kriteria umum yang
digunakan bagi weir loading adalah 125-500 m3/m1.det.
Scouring velocity
Proses pengendapan partikel berlangsung dengan baik apabila aliran air
dalam keadaan tenang (laminer). Kecepatan aliran hendaknya tidak melebihi
kecepatan gerusan, agar partikel yang telah mengendap tidak tergerus dan
melayang lagi. Besarnya kecepatan gerusan (scouring velocity) terutama
dipengaruhi oleh specific gravity dan ukuran butir partikel, seperti dirumuskan
oleh Camp sebagai berikut :
 8k s  1g .d 
1/ 2

vh   (6-50)

 f 
dimana :
vh = kecepatan gerusan (scouring velocity),
s = specific grafity,
d = ukuran butir partikel,
k = konstanta bentuk,
k = 0,04 untuk pasir tidak beraturan
k = 0,06 untuk partikel berbentuk batang
f = koefisien gesek permukaan ( 0,02 – 0,03 )

Sedimentasi 164
Proses pengendapan dimulai dari masuknya air baku ke kolam
pengendapan melalui inlet dan disebarkan menuju daerah pengendapan.
Penempatan baffle atau adukan di belakang inlet akan menyebarkan aliran dan
memperkecil ruang tak berguna dalam kolam. Di daerah pengendapan terjadi
pemisahan partikel lumpur yang terdapat dalam air.
Partikel-partikel lumpur mengendap dan terkumpul di daerah kantong
endapan, sedang airnya mengalir ke daerah outlet melalui suatu sistem
peluapan sehingga hanya air lapis atas saja yang masuk ke bagian outlet untuk
dibawa ke pemrosesan selanjutnya.
Lumpur yang terdapat di daerah kantong endapan ditarik menuju ke
bagian pengeluaran lumpur dengan menggunakan sebuah penggaruk /
scrapper dan selanjutnya dikeluarkan dengan pompa lumpur menuju ke tempat
pemrosesan lumpur. Scrapper digerakkan sangat perlahan-lahan untuk
menjaga agar lumpur yang sudah mengendap tidak melayang lagi.

Tabel 6.1. Kriteria Rancangan Bak Sedimentasi

Kriteria Bentuk Bak sedimentasi


Rancangan circular square rectangular
Diameter 15 – 300 ft - -
(typical size :
35 – 150 ft)
Kedalaman 6 – 16 ft 6 – 19 ft Ukuran tergantung dari
(typical size : besar kecilnya mekanisme
10 – 14 ft) pengerukan lumpurnya
Lebar - 35 – 200ft Ukuran tergantung dari
besar kecilnya mekanisme
pengerukan lumpurnya
freeboard 1 – 1,25 ft 1 – 1,25 ft -
Sprocket and - - 5-20 ft (lebar), lebih dari 250
chain-driven rakes ft (panjang) dan > 6 ft
(kedalaman)
Rakes support - - 10 – 120 (lebar), dan 40 –
dari traveling 300 (panjang)
bridge
Tandem scrapers - - Rasio panjang : lebar = 2 : 1

165 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


F. Perhitungan Rancangan Sedimentasi

Bila diketahui debit (Q) = 198,96 liter/detik


3
= 0,199 m /detik
n = ½ (very good performance)
Vo = 0,08 cm/det
Kekeruhan inlet = 1,422 mg/l
Kekeruhan outlet = 20 mg/l

Efisiensi  y  =
142,2  20mg / l x100%
 yo  142,2mg / l
= 85,9 % ≈ 86 %.
Kecepatan pengendapan (Vs) = nxVo
1 / 2
1  y  1
 yo 
1 x0,08cm / dt
= 2
1  0,861 / 2  1

0,04
= = 0,038 cm/det
1,041

Prinsip Perhitungan Plate Settler


Waktu pengendapan T, flok yang terbentuk atau partikel flokulen yang
terkecil akan diendapkan yang bergerak dari A ke B (lintasan kritis) kemudian
diendapkan menjadi A ke C dimana kecepatan Va dan C ke D dengan Vs
sebagai kecepatan.
AC = Va x T
CD = Vs x T
AC = AF x FC
Va = kecepatan air di antara plate
Vs = kecepatan mengendap partikel
T = waktu tinggal
F = tinggi zone pengendapan

Sedimentasi 166
C B

Va
H
Vc

Vs
α
D
A

w
Fc =
tg 2
w
CD =
cos 2

VsxT w cos 

VaxT H sin   wtg
Vs w

Va cos( H sin  )  cos  ( wtg )

w sin 
=
H cos   w cos 2 
Q
Va =
Ax sin 

167 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


w sin 
VS = Va x
H cos   w cos 2 
Q w sin 
VS = x
sin  H cos   w cos 2 

dimana:
a. Kecepatan pengendapan (Vs) = 0,038 cm/det
o
b. Kemiringan plate (α) = 60
c. Tebal plate = 0,5 cm
d. Jarak antar plate (w) = 5 cm
e. Tinggi zone setting = 100 cm
maka:

Q 5
0,038 = x
As 100 cos 60  5 cos 2 60 0
0

Q
0,038 = x 0,096
As
Q
= 0,3958 cm/dt
As
Direncanakan dibuat 2 bak pengendapan dengan plate settler
Q/2
AS =
0,3958cm / dt
99500cm 3 / dt
=
0,3958cm / dt
2
= 25,13896 m

Dimensi Plate:
Panjang = 6,50 m
Lebar = 4,12 m
P
Jumlah Plate (n) = +1
( w / sin  )
6,10
= +1
(0,05 / sin 60 0 )

Sedimentasi 168
6,10
= +1
0,058
= 106 buah
H
Tg2 =
X
H
X =
tg 2
100cm
=
tg 60 0
= 57,7 cm
= 0,58 m
Zone inlet 30% panjang bak
= 30% x (6,50 + 0,58)
= 2,004 m
Panjang bak keseluruhan = (6,50 + 2,004 + 0,58) m
= 8,684 m

Q
Q plate =
(n  1)
99,50 / dt
=
(106  1)
= 0,95 ℓt / dt
w
A plate = xL
sin 
0,05m
= x 4,12
sin 60
= 0,058 x 4,12 m
= 0,245 m2
= 2450 cm
Qplate
Va =
A plate x sin 
0,95.10 3  / dt
=
2450 x sin 60 0

169 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


= 0,38 cm/dt
dimana:
Va = Vh = 0,38 cm/dt
Kontrol:
Vh = (10 – 18) Vs
Va
= (10 – 18) Vs
Vs
0,38cm / dt
= 10 memenuhi
0,038cm / dt
Hukum Stokes:
Kecepatan pengurasan (Vsc)
g 2
Vsc = (Ss – 1) d
18
981
0,038 = (2,65 – 1) d2
18 x0,00898
0,038 = 6069,04 (1,65) d2
d = 0,0019 cm
8k
Vs = ( Ss  1) gd 2 dimana k = 0,04
f
8 x0,04
= x(2,56  1) x981x(0,002) 2
0,03
= 2,63 cm/det
Vh = Va = 0,36 cm/det
Vh = Vsc (memenuhi, tidak terjadi pengrusakan)

Perhitungan Ruang Lumpur:


Kekeruhan outlet 20 mg/ℓt dengan besarnya dosis alum 30 mg/l
Reaksi:
AL 2 (SO4 ) 36 18H 2 O  H 2 O  2 AL(OH ) 3  2H 2 SO4  18H 2 O
3Ca( HCO3 ) 2  3H 2 SO4  3CaSO4  6 H 2 O  6CO2
AL 2 ( SO4 )18H 2 O  3Ca( HCO3 ) 3  2 AL (OH ) 3  3CaSO4  6CO2  18H 2 O

Sedimentasi 170
30mg / l
Konsentrasi Alum =
BMalum
30mg / l
=
666
= 0,045 m mol/lt
Partikel yang dibentuk saat proses koagulasi
AL (OH)3 = 2 x 0,045 m mol/lt x BM AL (OH)3
= 2 x 0,045 m mol/lt x 78
= 7,02 mg/lt
CaSO4 = 3 x 0,045 m mol/lt x BM CaSO4
= 3 x 0,045 m mol/lt x 136
= 18,36 mg/lt
Ca (HCO3)2 = 3 x 0,045 m mol/lt x BM Ca (HCO3)2
= 3 x 0,045 m mol/lt x 165
= 22,275 mg/lt
Total partikel flok = (7,02 + 18,36 + 22,275) mg/lt
= 47,665 mg/lt

Berat flok untuk 1 bak dalam satu hari:


= 99,50 ℓt/dt x 47,665 mg/ℓt x 86400
= 409680504 mg/hari
= 409,68 kg/hr

409,68kg / hari
Volume flok per-hari =
BD
409,68kg / hari
=
1,6kg / l
= 256,06 l/hari
Kadar lumpur imhoff = 1,3 ml/lt
Volume lumpur per-hari = 1,3 ml/lt x 99,95 l/dt x 86400
= 11226384 ml/hari
= 11,226 m3
Total lumpur = (256,06 x 11226)lt/hari
= 11482 lt/hari
Bentuk ruang lumpur limas:
Volume lumpur = 1/3 x t x As

171 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


11,226 m3 = 1/3 x t x 25,14
11,226 m3 = 8,38 m2 x t
t = 1,34 m

Dimensi pipa penguras:


V = 1,5 m/dt
td = 10 menit

Perhitungan:
11,226lt
Q pengurasan =
10menitx 60dt
= 18,71 lt/dt
Q
ACross =
V
18,71.10 3.m 3 / dt
=
1,5m / dt
2
= 0,012 m

Diameter pipa penguras:


ACross = 1
/ 4  .D 2
4x0,012
D=

= 0,015
= 0,12 m
= 4,8″
≈ 6″

Saluran inlet:
Q bak = 18,71 lt/dt
3
= 0,0187 m /dt
V = 1 m/dt
Q
A=
V

Sedimentasi 172
0,01875m 3 / dt
= = 0,01871 m2
1m / dt

Dimensi:
Lebar = 0,13 m
Dalam = 0,13 m + 0,005 (fb)

Pintu inlet:
Kemiringan saluran inlet:
V = 1/n x R2/3 x S1/2
2
 V 
S= 
1 2/3 
 / n xR 

A
Jari-jari hidrolis (R) =
kellbasah
0,018  1
=
(2 x0,13)  0,13
= 0,048
 1m / dt 
S= 
1 2/3 
 / 0,015 x(0,048) 
 1m / dt 
=  
 66,67 x0,364 
= 0,04

Pintu saluran inlet:


Q = C x V x A dimana C = 0,6 ; V = 1 m/dt
0,09995m 3 / dt
A pintu =
0,6 x1m / dt
= 0,1666 m2

Dimensi:
Lebar bukaan (L) = 0,13 m
Tinggi bukaan (D) = 0,13 m

173 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


Sekat inlet:
Q bak = 99,5 l/dt
3
= 0,09995 m /dt
V = 0,25 m/dt
Q
A bak =
V
0,09995m 3 / dt
=
0,25m / dt
= 0,3998 m2
= 399,8 cm2
A = 1 / 4  .D 2
= 1 / 4  (5,08) 2 cm
2
= 20,26 cm

399,8
Jumlah lubang =
20,26
= 19,7 buah
= 20 buah
Sekat ini penempatannya 1 meter dari ujung bak

Saluran outlet
Kontrol:
Q
Beban pelimpah =
L
0,0999m 3 / dt
=
4,12m
= 0,024 m3/m/dt
= 2096 m3/m/hari > 500 m3/m/dt tidak memenuhi
Sehingga diperlukan pelimpah tambahan, dimana beban pelimpah
direncanakan = 475 m3/m/hari, maka:
3 dt jam
Q = 0,09995 m /det x 3600 /jam x 24 /hari
= 8635,68 m3/m/hari

Sedimentasi 174
Jadi panjang pelimpah yang diperlukan:
8635,68m 3 / m / hari
=
475m 3 / m / hari
= 18 m
Q
AC =
Vs
0,0995m 3 / det
=
1m / det
3
= 0,09995 m /dt

Dimensi:
Lebar saluran = 0,40 m
Dalam = 0,24 m

6.2.2. Latihan
Sebuah bak sedimentasi persegi panjang dirancang pada bangunan
saringan pasir cepat. Debit air baku adalah 30.300 m 3/hari, overflow rate
or surface loading adalah 24.4 m3/hari-m2, dan waktu detensi adalah 6
jam. Ada dua mekanisme pengeruk lumpur untuk tangki segi empat yang
digunakan bersamaan pada tangki persegi panjang dengan rasio
panjang dan lebar 2 : 1. Tentukan dimensi bak sedimentasi tersebut !

Jawab
Luas bangunan yang dibutuhkan = (30.300 m3/hari) / (24,4 m3/hari-m2) = 1.242
m2
Jika panjang (P) adalah dua kali ukuran lebar (L)
Maka (2L)(L) = 1.242 m2
L = 24.9 m dan P = 49.8 m
Kemudian, dimensi bangunan sedimentasi adalah :
Lebar = 24.9 m
Panjang = 49.8 m
Jika kedalaman adalah sama dengan laju pengendapan (settling rate) dikalikan
waktu detensi (detention time), maka
H = (24.4 m3/hari-m2)(hari/24 )(6 jam) = 6.10 m
Kedalaman = 6.10 m

175 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum


6.3. Penutup
Sedimentasi sangat tepat apabila diterapkan pada air baku yang
mempunyai kekeruhan sedang hingga tinggi, dengan sedimentasi ini partikel
suspensi di dalam air akan mengendap akibat beratnya sendiri atau oleh
pengaruh gaya gravitasi, proses ini biasa disebut sebagai proses pengendapan.
Air baku yang telah diolah dengan sedimentasi akan menghasilkan kualitas air
yang baik dari sebelumnya, yaitu air relatif lebih jernih secara kasat mata.
Pengolahan secara sedimentasi ini bukanlah langkah akhir dari pengolahan,
tetapi masih ada pengolahan setelahnya. Apabila ada beberapa partikel yang
sulit untuk diendapkan pada proses sedimentasi, maka akan ditangani dengan
pengolahan selanjutnya, yaitu dengan cara filtrasi (penyaringan).

6.3.1. Tes Formatif


Sebuah bak sedimentasi persegi panjang dirancang pada bangunan
saringan pasir cepat. Debit air baku adalah 20.000 m 3/hari, overflow rate
or surface loading adalah 20 m3/hari-m2, dan waktu detensi adalah 5 jam.
Ada dua mekanisme pengeruk lumpur untuk tangki segi empat yang
digunakan bersamaan pada tangki persegi panjang dengan rasio
panjang dan lebar 2 : 1. Tentukan luas, panjang dan kedalaman dari bak
sedimentasi tersebut !.

6.3.2. Umpan Balik


Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada
pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian
gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi
dalam bab ini
Rumus :
 Jawaban yang benar
Tingkat penguasaan   100%
3

Arti tingkat penguasaan yang anda capai adalah :


90% - 100% : baik sekali
80% - 89 % : baik
70% - 79% : cukup
60% - 69% : kurang
0% - 59% : gagal

Sedimentasi 176
6.3.3. Tindak Lanjut
Jika anda mencapai tingkat kepuasaan 80 % keatas, maka anda dapat
meneruskan dengan kegiatan belajar pada bab selanjutnya, tetapi jika tingkat
penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi
kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang belum anda kuasai.
Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen
pengampu diluar waktu kuliah.

6.3.4. Kunci Jawaban Tes Formatif


Luas bangunan yang dibutuhkan = (20.000 m 3/hari) / (20 m3/hari-m2) =1.000 m2
Jika panjang (P) adalah dua kali ukuran lebar (L)
2
Maka (2L)(L) = 1.000 m
L = 24.9 m dan P = 49.8 m
Kemudian, dimensi bangunan sedimentasi adalah :
Lebar = 22.36 m
Panjang = 44.72 m
Jika kedalaman adalah sama dengan laju pengendapan (settling rate) dikalikan
waktu detensi (detention time), maka
H = (20 m3/hari-m2)(hari/24 )(5 jam) = 4.17 m
Kedalaman = 4.17 m.

6.3.5. Rangkuman
Akhirnya mahasiswa telah menyelesaikan bab ini, dari hasil pembahasan
ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan :
a. Sedimentasi adalah proses fisik untuk memisahkan partikel suspensi
di dalam air akibat beratnya sendiri atau oleh pengaruh gaya gravitasi,
proses ini biasa disebut sebagai proses pengendapan.
b. Proses sedimentasi dapat digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi
sebagai berikut :
 Tipe 1 : pengendapan partikel mandiri ( discrete particle settling )
 Tipe 2 : pengendapan partikel floc ( floculant settling )
 Tipe 3 : pengendapan secara perintangan ( hindered settling )
 Tipe 4 : pengendapan secara pemampatan (compression settling )
c. Berdasarkan bentuknya, bentuk bak sedimentasi terbagi menjadi tiga
yaitu : empat persegi panjang (rectangular), kubus (square) dan bulat
(circular), tetapi secara aktual atau yang sering ditemukan di lapangan
sedimentasi terdiri dari rectangular dan circular
177 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorste, Ronald L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater


Treatment. John Wiley & Sons, Inc. New York
2. Fair, G.M., J.C. Geyer, D.A. Okun. 1968. Water and Wastewater
Engineering, Volume 1: Water Supply and Wastewater Removal. John Wiley
& Sons, Inc: New York.
3. Huisman, 1974. Sedimentation and Floatation. Machanical Filtration.
University of Technology. Delft
4. Kawamura, Susumu. 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities.
John Wiley & Sons, Inc : Canada.
5. Martin, D. 2001. Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air. Penerbit
Yayasan Suryono : Bandung.
6. McGhee, Terence, J. 1991. Water Supply and Sewarage. Mc Graw-Hill, Inc.
Singapura.
7. Peavy, H.S., D.R. Rowe, G. Tchobanoglous. 1985. Environmental
Engineering. Mc Graw-Hill, Inc : Singapore.
8. Reynolds, Tom D.1982. Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering. Wadsworth, Inc : Belmont, California.

SENARAI

1. Lamella plate adalah plat yang digunakan untuk memperbesar efisiensi dan
kecepatan pengendapan di dalam bak sedimentasi, khususnya pada tempat
yang terbatas. Plat ini berbentuk miring, air mengalir ke atas diantara plat
yang miring, yang memudahkan flok untuk mengendap dan aliran akan
menuju ke bawah pada bagian terendah di bak sedimentasi.
2. Mechanical sludge rakes adalah pengeruk lumpur secara mekanis yang
digunakan untuk mengeruk lumpur pada bagian bawah bak sedimentasi
(Reynolds, 1982).
3. Overflow rate atau surface loading atau sering juga disebut surface overflow
rate adalah sama dengan kecepatan pengendapan pada partikel yang
sangat kecil yang berada pada bak/tangki yang akan dihilangkan/
diturunkan, dihitung dengan membagi aliran (debit) dengan luas permukaan
2
tanki. Overflow rate biasanya kurang dari 1.000 gal/day-ft.
Sedimentasi 178
4. Rapid sand filtration adalah filter yang menggunakan media granular
(butiran) yang digunakan dalam pengolahan air, yang mana air akan
dialirkan melalui media granular tersebut. Jenis media yang sering
digunakan adalah : pasir atau antrasit batu bara. Air yang telah diolah ini
sebelumnya mendapat perlakuan/pengolahan pada bak koagulasi, flokulasi
dan sedimentasi (Reynolds, 1982).
5. Sedimentasi adalah penghilangan atau penurunan padatan tersuspensi
yang dapat mengendap dari air baku maupun air limbah dengan
pengendapan secara gravitasi pada tangki atau bak. Sedimentasi juga
disebut sebagai bak klarifikasi atau bak settling (Reynolds, 1982).
6. Side water depth adalah kedalaman air di dalam tangki diukur dari dasar
tangki kepermukaan air pada dinding luar (Reynolds, 1982).
7. Slow sand filtration adalah saringan (filter) untuk purifikasi/penjernihan air
tanpa adanya pengolahan sebelumnya, yang mana air dialirkan melalui sand
bed (media berpasir). Karakteristik aliran yang digunakan sangat rendah
yaitu berkisar antara 3 – 6 MGD/acre (Reynolds, 1982).
8. Sludge blanket adalah ketebalan lumpur aktif atau penumpukan lumpur
yang terlarut dalam padatan (Reynolds, 1982).
9. Softening adalah pengolahan yang bermaksud untuk menghilangkan
kesadahan (hardness) dalam air (Reynolds, 1982).
10. Surface skimming adalah pemisahan benda-benda mengapung seperti zat-
zat minyak, atau zat padat dari bak sedimentasi (Reynolds, 1982).

179 Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai