Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

MODUL V

SEDIMENTASI TIPE II

DOSEN PENGAMPU:

Gabriel Soedarmini Boedi Andari, Ph.D.

Iftita Rahmatika, S.T., M.Eng., Ph.D.

Aulia Qisthi, M.T.

KELOMPOK-05

Cecillia Ardina Listiarini 2106703411


Jonatan Immanuel Nainggolan 2106730570
Lucia Angelica Prasanti 2106701463
Muhammad Syahrul Ramadhan 2106632213

Asisten : Fillia Rezki Fajri dan Muthia Izza Firdaus

Tanggal Praktikum : Jumat, 24 November 2023

Nilai Laporan :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM ICELL

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2023
1

1.1 Tujuan Praktikum


Praktikum modul 5 dengan judul “Sedimentasi Tipe 2” memiliki tujuan untuk
memahami proses pemisahan zat padat - cair dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam
proses pengolahan air minum dan air limbah serta untuk mengetahui karakteristik
pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang direpresentasikan dalam grafik penghilangan
padatan tersuspensi (suspended solids removal) terhadap waktu detensi (detention time) dan
beban permukaan (overflow rate).

1.2 Teori Dasar


1.2.1 Pengertian Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi merupakan proses pemurnian air dengan cara pengendapan bahan
padat yang terdapat dalam air baku. Proses sedimentasi bisa terjadi akibat zat yang
terlarut didalam air baku memiliki masa yang lebih berat dari masa air baku, sehingga
dengan sendirinya zat yang terlarut didalam air baku akan mengendap dan terpisah dari
air. Sebelum air limbah masuk ke dalam tahap sedimentasi, terjadi pembentukan inti flok
pada proses koagulasi. Inti flok tersebut akan bergabung hingga membentuk gumpalan
yang lebih besar dan lebih berat pada proses flokulasi sehingga berat jenis partikel juga
akan bertambah. Hal tersebut menyebabkan flok-flok tersebut akan bergerak ke bawah
dan mengendap ke dasar tangki sedimentasi. Sedimentasi sendiri terbagi menjadi empat
tipe, pertama sedimentasi tipe I (Free Settling), yaitu pengendapan dari partikel-partikel
siskrit yang bukan merupakan flok. Kedua adalah sedimentasi tipe II (Flocculentsetting),
yaitu pengendapan yang merupakan partikel-pertikel yang berupa flok pada suatu spensi.
Flok bisa terjadi karena adanya pencampuran zat-zat koagulasi dengan air yang memiliki
kadar asam atau kekeruhan. Ketiga adalah sedimentasi tipe III (Zone Hindred Settling),
yaitu pengendapan dari pertikel dengan kosentrasi sedang, partikel-partikel tersebut
sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah terjadinya pengendapan dari
pertikel sekelilingnya. Keempat adalah sedimentasi tipe IV (Copression Settling), yaitu
pengendapan dari pertikel yang memiliki kosentrasi tinggi dimana partikel saling
bersentuhan satu sama lainnya dan pengendapan hanya bisa terjadi dengan cara
melakukan kompresi terhadap masa tersebut (Harmiyati, 2018).
1.2.2 Parameter Sedimentasi Tipe II (Waktu Pengendapan, TSS, dan Kekeruhan)
Sedimentasi tipe II memiliki parameter-parameter yang dapat diamati dan dianalisis,
meliputi waktu pengendapan, TSS, dan kekeruhan. Berikut merupakan penjabarannya:
 Waktu Pendendapan, adalah waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk
mengendap. Biasanya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan

Universitas Indonesia
2

flokasi dimana tujuannya untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi


lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Dengan kata lain,
sedimentasi adalah proses mengendaplan zat padat atau tersuspensi non koloidal
dalam air yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi (Bitar, 2023).
Oleh karena itu sedimentasi erat kaitannya dengan waktu pendendapan. Semua
zat padat atau flok yang berat jenisnya lebih besar daripada berat jenis air (atau
cairan) akan mengendap dalam waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengendap bergantung pada ukuran partikel dan posisi tinggi rendahnya partikel
dari dasar bak sedimentasi. Kebutuhan waktu flok untuk sampai ke dasar bak
desimentasi juga dipengaruhi oleh bentuk permukaan partikel dan ada tidaknya
arus pendek air, pusaran air, tiupan angin, atau gaya-gaya lainnya yang bekerja
pada partikel. Bentuk persegi panjang dan bentuk lingkaran juga berpengaruh
pada waktu pengendapan partikel. Luas bak sedimentasi pun berpengaruh pada
waktu pengendapan partikel. Bak yang luas berpotensi memperlama partikel
terombang-ambing di dalam air sehingga butuh waktu lama untuk sampai di dasar
bak. Konfigurasi jumlah, bentuk, dan sebaran zona inlet dan zona outlet juga
memengaruhi kebutuhan waktu pengendapan partikel (Persatuan Perusahaan Air
minum Seluruh Indonesia, 2022).
 Total Suspended Solid (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang
tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganik yang dapat
disaring deengan kertas milipore berpori 0,45 µm. Materi yang tersuspensi
mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi
matahari ke badan air. Kekeruhan air yang meningkat akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan bagi organismo produser (Program Studi Diploma
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, 2010). Konsentrasi TSS yang
tinggi cenderung menyebabkan sedimentasi yang tinggi (Raema Farah Rizka,
2020).
 Turbidity atau kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di
dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan
biasanya terdiri dari partikel organik maupun anorganik dan resuspensi sedimen
(Program Studi Diploma Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, 2010).
Air yang keruh dapat diidentifikasi sebagai air yang mengandung material
sedimen atau bahan pencemar, sehingga jika semakin keruh air, maka air tersebut
akan memberikan kontribusi lebih besar terhadap proses sedimentasi (Alfi Nur
Rusydi, 2021).

Universitas Indonesia
3

1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Sedimentasi


Proses pengendapan atau sedimentasi memerlukan waktu dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan dan fisika contohnya konsentrasi air, berat jenis dan
partikel, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air, temperature air, dan arus air.
 Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi suspense dalam partikel, maka semakin
besar juga gaya gesek yang dialami oleh partikel tersuspensi. Hal ini
mengakibatkan semakin besarnya juga drag force yang dihasilkan. Terdapat
persamaan farag yang merumuskan kecepatan sedimentasi dengan variabel
konsentrasi cairan dengan rumus sebagai berikut (L, 2014)
2 2
g D ( ρs−ρf )ε
v=
18 μb
 Ukuran Partikel
Ukuran partikel berhubungan dengan luas permukaan dan volume
partikel. Semakin besar ukuran partikel, maka luas permukaan dan volume
semakin besar. Hal ini mengakibatkan gara apung atau drag force semakin
besar juga.
 Jenis Partikel
Jenis partikel yang berbeda, maka memiliki densitas partikel yang
berbeda juga. Densitas atau massa jenis dari partikel adalah suatu masssa
pengukuran untuk setiap satuan volume. Semakin besar densitas partikel,
maka semakin berat massa partikel sehingga partikel semakin mudah
mengendap dan waktu pengendapan menjadi lebih singkat.
 Suhu Air
Suhu air berbanding terbalik dengan kecepatan laju pengendapan.
Semakin rendah suhu air, maka laju pengendapan menjadi semakin lambar.
Air dengan suhu rendah mengakibatkan waktu retensi yang semakin lama
sehingga volume tangka harus diperbesar. Akan tetapi, pada umumnya
faktor suhu ini tidak terlalu berpengaruh dalam pengolahan air. (Miinnesota
Rural Water Association, 2020)
 Arus Air
Arus air juga sangat mempengaruhi pengendapan partikel. Arus yang
relatif tenang atau laminar akan membantu padatan untuk lebih mudah
mengendap akibat gaya gravitasi. Berbanding terbalik dengan arus laminar,
arus turbulen akan mengakibatkan sedimen menjadi sulit untuk mengendap

Universitas Indonesia
4

karena sedimen yang telah mengendap menjadi terangkat kembali.


(Arvianto, et al., 2016)
1.2.4 Aplikasi Sedimentasi di Bidang Teknik Lingkungan
Dalam bidang Teknik Lingkungan, percobaan sedimentasi dapat dimanfaatkan
dalam proses pengolahan air limbah dan juga air minum. Lebih spesifiknya lagi,
pada percobaan ini dilakukan uji coba sedimentasi tipe II, yang merepresentasikan
proses sedimentasi primer pada pengolahan air minum dan air limbah yang
dilaksanakan setelah proses koagulasi.
Proses sedimentasi sangat penting dalam pengolahan air, karena akan
membantu menyisihkan dan mengendapkan partikel-partikel solid yang sudah diolah
menjadi flok melalui proses koagulasi dan flokulasi. Percobaan sedimentasi tipe II
juga dapat membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada
saat proses sedimentasi primer pasca koagulasi, seperti pembentukan flok yang tidak
sempurna, short circuiting desain waktu detensi yang tidak terpenuhi, dan lain-lain
(Rahmatika, 2023).

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1 Alat
 1 buah tangki besar dengan  Pengaduk
volume 65 L
 Penjepit
 15 buah beaker glass 100 mL
 Oven
 25 buah beaker glass 50 mL
 Pompa air
 5 buah jerigen dengan volume
15 L  Selang air

 Batch settling test dengan  Saringan vakum yang terdiri


ketinggian 20, 60, 100, 140, dari pompa vakum dan buncher
dan 180 cm flask

 Cawan  Spatula

 Desikator  Stopwatch

 Kertas filter  Timbangan digital

 Kuvet  Turbidimeter

 Tisu

1.3.2 Bahan

Universitas Indonesia
5

 Air suling  Sampel air danau mahoni 65 L


 Kaolin  Tawas 70 mg/L

1.4 Prosedur Kerja


Tabel 1 Prosedur Kerja Praktikum Modul Sedimentasi
No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi
A. Tahap Persiapan
1. Praktikan menggunakan APD digunakan sebagai
APD lengkap meliputi standar keamanan bagi
jas lab, sarung tangan, praktikan.
sepatu tertutup, masker,
dan rambut terikat rapih

2. Menyiapkan alat dan Sesuai dengan subbab 1.3


bahan dalam keadaan dan dipastikan dalam
bersih dan steril keadaan yang bersih dan
steril.

B. Pengukuran Kekeruhan
1. Praktikan air sampel Air sampel diambil
Danau Mahoni menggunakan lima galon
sebanyak 65 liter dengan volume masing-
masing 15 liter

2. Memindahkan air sampel dihomogenkan


sampel ke dalam tangki dengan tujuan agar endapan
65 liter dan mengaduk dan partikel yang
air sampel dengan terkandung dapat tercampur

Universitas Indonesia
6

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


cidukan agar homogen merata

3. Mengambil air sampel Air sampel dimasukkan ke


dengan glass beaker dalam kuvet hingga batas
100 ml untuk diuji tera, sebelum dimasukkan
kekeruhannya pada ke
turbidimeter dalam turbidimeter, kuvet
dibersihkan dengan cara
dilap permukaannya
menggunakan tisu

4. Menambahkan Kaolin Jika hasil kekeruhan <100


kedalam air sampel dan NTU perlu penambahan
melakukan pengadukan Kaolin, nilai minimun 100
kembali hingga NTU sebagai batas
mencapai nilai minimum untuk
kekeruhan yang mempermudah proses
diinginkan aglomerasi sehingga flok-
flok dapat terbentuk selama
proses pengadukan

5. Praktikan Melakukan  Nilai kekeruhan


kembali langkah 3 dan sampel awal : 13,2

Universitas Indonesia
7

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


4 hingga kekeruhan air NTU
sampel mencapai 100  Setelah
NTU ditambahkan 2
sendok kaolin: 39,2
NTU
 Setelah penambahan
kembali 2 sendok
kaolin: 47,8 NTU
 Nilai kekeruhan
setelah penambahan
kembali, total 6
sendok kaolin: 111
NTU
6. Menambahkan 85 mg/l Jumlah koagulan yang
koagulan jenis FeCl ditambahkan ke dalam air
sesuai dengan dosis sampel bervolume 65 liter
optimum pada jar test adalah sebanyak 2,925 g.
ke dalam tangki 65 liter Koagulan berfungsi untuk
mendestabilisasikan larutan
suspensi maupun koloid
dengan cara
menggumpalkan padatan
tersuspensi maupun partikel
koloid agar mengendap
7. Mengaduk air sampel Pengadukan air sampel
pada tangki dengan bertujuan agar air sampel
cidukan hingga dan koagulan tawas dapat
homogen tercampur merata ke seluruh
bagian air

Universitas Indonesia
8

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


8. Memasukkan air sampel Praktikan memastikan
di dalam tangki ke terlebih dahulu seluruh
dalam batch settling test keran dalam keadaan
menggunakan pompa tertutup. Pompa terlebih
dahulu dimasukkan ke
dalam batch settling test,
lalu setelah kabel
disambungkan ke stop
kontak, pompa akan
menyedot air di tangki
menuju ke batch settling test
hingga penuh. Setelah batch
settling test penuh, maka
kabel pompa dicabut dari
stop kontak untuk dimatikan

9. Melakukan proses rapid Rapid mixing bertujuan


mixing atau untuk membentuk inti flok
pengadukan cepat pada air sampel. Proses
dengan kecepatan 300 pengadukan pada batch
rpm selama 1 menit settling test dilakukan
dengan memutar tombol
kecepatan ke arah kanan dan
diatur sesuai dengan
kecepatan yang diinginkan,
kemudian menekan tombol
on dan melakukan
penghitungan waktu dengan
stopwatch

Universitas Indonesia
9

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


10. Melakukan proses slow Slow mixing bertujuan agar
mixing atau membentuk flok yang lebih
pengadukan lambat besar sebagai hasil dari
dengan kecepatan 234 penggabungan inti-inti flok
rpm selama 20 menit yang sudah terbentuk dari
proses koagulasi (rapid
mixing). Proses pengadukan
pada batch settling test
dilakukan dengan memutar
tombol kecepatan ke arah
kanan dan diatur sesuai
dengan kecepatan yang
diinginkan, kemudian
menekan tombol on dan
melakukan penghitungan
waktu dengan stopwatch.
Setelah 20 menit mixer
dimatikan
11. Mengambil 100 ml air Keran dibuka secara
sampel dari masing- bersamaan pada ketinggian
masing ketinggian 20, 60, 100, 140 dan 180
keran pada waktu menit cm. Posisi tangan kiri
ke-0, 3 dan 6 memegang glass beaker dan
menggunakan beaker tangan kanan membuka
glass keran dengan memutar
keran berlawanan jarum jam
agar air sampel mengalir
hingga mencapai 100 ml
pada beaker glass. Setelah
terisi 100 ml keran ditutup
dengan memutar searah
jarum jam hingga air sampel
berhenti mengalir.
Selanjutnya air sampel

Universitas Indonesia
10

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


didiamkan untuk diambil
lagi pada menit ke-3 dan ke-
6 untuk pengukuran TSS
dan kekeruhan
12. Mengambil 50 ml air Langkah pengambilan
sampel dari masing- sampel sama seperti langkah
masing ketinggian sebelumnya. Air sampel 50
keran pada waktu menit ml digunakan untuk
ke-10, 15, 30, 45, dan mengukur kekeruhan
60 menggunakan beaker
glass
13. Mengukur kekeruhan Air sampel dimasukkan ke
air sampel pada waktu dalam kuvet hingga batas
dan ketinggian tertentu tera, sebelum dimasukkan
dengan turbidimeter ke dalam turbidimeter, kuvet
dibersihkan dengan cara
dilap permukaannya
menggunakan tisu

14. Mencatat nilai


kekeruhan dari setiap
air sampel pada waktu
dan ketinggian tertentu

Universitas Indonesia
11

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


15. Mengeluarkan sisa air Sisa air sampel dikeluarkan
sampel dari batch dengan membuka keran dan
settling test air dibuang ke saluran
pembuangan dengan
ditampung terlebih dahulu
pada jerigen 15 l agar tidak
tercecer
16. Mengukur ketinggian Didapatkan ketinggian
endapan yang tersisa di sedimen sebesar 1,8 cm
dasar batch settling test
dengan penggaris

C. Pengukuran TSS
1. Praktikan Memanaskan Pemanasan dilakukan agar
cawan dan filter kosong saat penimbangan tidak ada
dengan oven selama 1 berat air yang ikut
jam tertimbang

2. Mengeluarkan cawan Pengambilan menggunakan


dan filter kosong yang penjepit untuk menjaga
telah dipanaskan kesterilan cawan dan filter
menggunakan penjepit dan mencegah tangan
bersentuhan langsung
dengan benda panas

3. Menimbang cawan dan Timbangan analitik


filter kosong dengan dikalibrasi terlebih dahulu
timbangan analitik yang dengan menekan tombol re-
telah dikalibrasi zero. Cawan dan filter
kosong dimasukkan ke
dalam timbangan analitik
kemudian kaca ditutup agar
tidak ada faktor eksternal

Universitas Indonesia
12

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


yang berdampak pada hasil
timbangan
4. Merangkai saringan Pastikan saringan sudah
vakum pada posisi yang tepat dan
presisi pada mulut vakum.
Rangkaian saringan vakum
digunakan sebagai unit yang
menyaring padatan
tersuspensi dan dapat
mempercepat proses filtrasi
5. Meletakkan kertas filter Rangkaian saringan
yang telah dipanaskan digunakan sebagai unit yang
ke atas saringan menyaring padatan
tersuspensi dan dapat
mempercepat proses filtrasi

6. Memasang penjepit Penjepit dipasang hingga


pada rangkaian saringan kencang, digunakan agar
vakum tidak ada air yang bocor
selama proses filtrasi
dilakukan

7. Menyambungkan Rangkaian dan sambungan


saringan vakum ke harus dipastikan sudah
pompa vakum tersambung dengan tepat

Universitas Indonesia
13

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


8. Menuangkan air sampel Dilakukan untuk
ketinggian menit 0, 3, memastikan air sampel yang
dan 6 dari seluruh diuji memiliki volume tepat
ketinggian dari beaker 100 ml. Volume air di gelas
glass 100 ml ke dalam ukur dibaca dengan
gelas ukur 100 ml memastikan volume air pada
ketinggian dasar meniskus
yang cekung dengan posisi
mata harus sejajar dengan
permukaan airnya
9. Menyalakan alat vakum Air sampel dituangkan
lalu menuangkan air secara perlahan, ketika
sampel menit 0, 3, dan diakhir wadah dialiri air
6 dari seluruh suling untuk menghindari
ketinggian ke dalam sedimen yang tertinggal di
saringan vakum dalam wadah

10. Mematikan alat vakum Pompa vakum dimatikan


dan memindahkan setelah tidak ada air yang
kertas filter ke cawan tersisa. Pemindahan
dilakukan menggunakan
pinset agar terjaga
kesterilannya

11. Memindahkan cawan Pemanasan dilakukan untuk


dan kertas filter ke menghilangkan kadar air
dalam oven untuk pada kertas filter dan
dipanaskan pada suhu endapan sehingga dapat
105 ℃ selama 1 jam diperoleh nilai berat TSS
yang akurat

Universitas Indonesia
14

No. Langkah Prosedur Keterangan Dokumentasi


12. Memindahkan cawan Tahap ini dilakukan untuk
dan kertas filter yang menstabilkan suhu cawan
telah dipanaskan ke
dalam desikator

13. Menimbang seluruh Timbangan analitik


cawan dan filter yang dikalibrasi terlebih dahulu
telah menyaring TSS dengan menekan tombol re-
menggunakan zero. Cawan dan filter
timbangan analitik kosong dimasukkan ke
sebgai pengukuran dalam timbangan analitik
akhir kemudian kaca ditutup agar
tidak ada faktor eksternal
yang berdampak pada hasil
timbangan
14. Mencatat seluruh hasil
data yang telah
diperoleh

Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)

1.5 Hasil Pengamatan


1.5.1 Data Hasil Percobaan
Setelah melakukan percobaan yang terdapat dalam modul “Sedimentasi Tipe II”
praktikan akan mendapatkan hasil percobaan berupa nilai kekeruhan (NTU) dan nilai TSS,
berikut merupakan data nilai kekeruhan (NTU) dari pengukuran menggunakan turbidimeter.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengukuran Nilai Kekeruhan (NTU)
Waktu Nilai Kekeruhan (NTU)

Universitas Indonesia
15

(Menit) 20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180 cm

0 47.5 32.7 40.5 37 64.7


3 10.5 33.7 26.1 26.3 76.6
6 13.6 32.7 38.7 57.9 57.5
10 48.6 31.8 8.54 29.8 26.5
15 17.9 19.7 65.7 14.5 22.1
30 11.5 8.89 15.3 19.5 9.55
45 7.45 7.95 9.89 17.9 7.05
60 8.66 7.64 7.12 11.1 8.5
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)
Nilai TSS diperoleh dari pengurangan nilai TSS sebelum dan nilai TSS sesudah
pemanasan, berikut merupakan data hasil percobaan nilai TSS
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengukuran Nilai TSS

Berat TSS
Waktu Kedalama (gr/100mL)
(menit) n (cm)
Sebelum Sesudah
20 75.5461 75.556
60 77.2697 77.2803
0 100 72.1293 72.97
140 82.3048 82.311
180 79.3209 79.3322
20 75.4194 75.4242
60 81.1466 81.1575
3 100 79.7955 79.8053
140 73.8434 73.8519
180 73.6738 73.6797
20 73.9621 73.9638
60 79.4789 79.4839
6 100 76.2371 76.2425
140 77.1598 77.1693
180 79.5477 79.555
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)
1.5.2 Pengolahan Data
1.5.2.1. Menghitung Nilai TSS Percobaan
Nilai TSS percobaan diperoleh melalui perhitungan dengan
cara mencari selisih berat cawan dan kertas filter sebelum dan sesudah
filtrasi, perhitungan dilakukan sesuai dengan rumus berikut,

Universitas Indonesia
16

TSS ( mgl )=( T SS sesudah−TSS sebelu m ) 100grml × 1000 , 1lml × 10001 grmg
Rumus tersebut akan digunakan untuk seluruh variasi
kedalaman pada menit ke-0, ke-3, dan ke-6. Berikut merupakan contoh
perhitungan untuk kedalaman 20 cm pada menit ke-0.

TSS ( mgl )=( 75.556−75.5461) 100grml × 1000 ,1mll × 10001 grmg =99 mg/l
Berikut merupakan rekapitulasi seluruh perhitungan nilai TSS
percobaan yang ditunjukkan dalam bentuk tabel.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai TSS Percobaan
PERHITUNGAN TSS PERCOBAAN

Berat TSS (gram/100 TSS


Waktu Kedalaman ml) TSS Percobaan
(Menit) (cm)
(mg/L)
Sebelum Sesudah
20 75.5461 75.556 0.0099 99
60 77.2697 77.2803 0.0106 106
0 100 72.1293 72.1397 0.0104 104
140 82.3048 82.311 0.0062 62
180 79.3209 79.3322 0.0113 113
20 75.4194 75.4242 0.0048 48
60 81.1466 81.1575 0.0109 109
3 100 79.7955 79.8053 0.0098 98
140 73.8434 73.8519 0.0085 85
180 73.6738 73.6797 0.0059 59
20 73.9621 73.9638 0.0017 17
60 79.4789 79.4839 0.005 50
6 100 76.2371 76.2425 0.0054 54
140 77.15898 77.1693 0.01032 103.2
180 79.5477 79.5555 0.0078 78
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)

1.5.2.2. Menghitung Nilai TSS Teori


Untuk menentukan nilai TSS teori diperlukan pengukuran
kekeruhan menggunakan alat turbidimetri terlebih dahulu, bila hasil
kekeruhan >20 NTU nilai TSS teori dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut,
TSS teori=3 , 7 ×(NTU −14)

Universitas Indonesia
17

Sedangkan nilai kekeruhan <20 NTU, nilai TSS teori dilakukan


menggunakan grafik Gouda Clay

Gambar 1. Grafik Gouda Clay


Sumber: (Huisman, 2004)
Berikut merupakan contoh perhitungan pada menit ke-0 pada
kedalaman 20 cm dengan menggunakan rumus.
TSS teori=3 , 7 × ( 47 ,5−14 )=123.95 mg/l
Berikut merupakan rekapitulasi seluruh perhitungan nilai TSS
percobaan yang ditunjukkan dalam bentuk tabel.
Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai TSS Teori
PERHITUNGAN TSS TEORI
Waktu
(Menit) 20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180 cm

0 123.95 69.19 98.05 85.1 187.59


3 5.21 72.89 44.77 45.51 231.62
6 7.62 69.19 91.39 162.43 160.95
10 128.02 65.86 3.58 58.46 46.25
15 13.43 19.83 191.29 10 29.97
30 8.62 3.87 11.17 19.35 4.48
45 2.23 2.69 4.21 13.43 2.09
60 3.28 2.49 2.16 8.44 3.12
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)

1.5.2.3. Persentase Kesalahan Relatif

Universitas Indonesia
18

Setelah mendapatkan nilai dari berat TSS percobaan dan TSS


teori, praktikan memperhitungkan kesalahan relatif sebagai
perbandingan antara 2 data tersebut untuk setiap kedalaman di setiap
menitnya. Perhitungan kesalahan relatif menggunakan rumus dibawah
ini
TSS Teori−TSS Percobaan
Kesalahan Relatif (%)= x 100 %
TSS Teori
Berikut ini contoh salah satu perhitungan kesalahan relatif yaitu
contoh perhitungan kesalahan relatif pada menit ke-0 pada kedalaman
20cm
123.95−99
Kesalahan Relatif (%)= x 100 %=20.12%
123.95
Berikut ini adalah rekap seluruh hasil perhitungan kesalahan relatif.
Tabel 6 Rekaptulasi Perhitungan Kesalahan Relatif
Berat TSS (gram/100
Waktu Kedalama ml) Kesalahan
(Menit) n (cm) Relatif (%)
Percobaan Teori

20 99 123.95 20.13
60 106 69.19 53.20
0 100 104 98.05 6.07
140 62 85.1 27.14
180 113 187.59 39.76
20 48 5.21 821.31
60 109 72.89 49.54
3 100 98 44.77 118.90
140 85 45.51 86.77
180 59 231.62 74.53
20 17 7.62 123.10
60 50 69.19 27.74
6 100 54 91.39 40.91
140 103.2 162.43 36.46
180 78 160.95 51.54
Rata-rata 105.14
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)
1.5.2.4. Menghitung Persentase Penyisihan
Seteleh mengetahui TSS teori di setiap kedalaman pada setiap
menit, praktikan dapat menghitung persentase penyisihan TSS teori
atau persentase removal. Rumus yang digunakan dalam perhitungan
adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia
19

TSS awal−TSS waktu ke t


%Removal ( % ) = x 100 %
TSS awal

Berikut ini merupakan contoh perhitungan persentase removal pada


menit ke-3 pada kedalaman 140cm
85.1−45.51
%Removal ( % ) = x 100 %=46.52 %
85.1
Berikut ini adalah rekaptulasi perhitungan persentase removal untuk
setiap menit di setiap kedalaman
Tabel 7 Rekaptulasi Perhitungan Persentase Removal TSS
Teori
PERHITUNGAN % REMOVAL TSS TEORI
Waktu (mg/L)
(Menit)
20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180 cm

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


3 95.80 -5.35 73.38 46.52 -23.47
6 93.85 0.00 6.79 -90.87 14.20
10 -3.28 4.81 96.35 31.30 75.35
15 89.16 71.34 -95.09 88.25 84.02
30 93.05 94.41 88.61 77.26 97.61
45 98.20 96.11 95.71 84.22 98.89
60 97.35 96.40 97.80 90.08 98.34
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)

1.5.2.5. Interpolasi Waktu Penyisihan (untuk penyisihan 20% - 70%)


Setelah didapatkan data persentase penyisihan, maka Langkah
selanjutnya adalah melakukan interpolasi waktu penyisihan pada
tingkat penyisihan 20% hingga 70%. Interpolasi dapat dilakukan
dengan membandingkan waktu penyisihan untuk tingkat total removal
yang sudah diketahui pada kedalaman tertentu, atau dengan rumus
sebagai berikut.
μ % Tingkat Penyisihan pada Kedalaman Tertentu (%)
=
t Waktu Penyisihan ( menit )
Contoh:
 H = 20 cm
20 % 93.85 %
=
t 6 menit

Universitas Indonesia
20

 H = 60 cm
30 % 71.34 %
=
t 15 menit
Dengan demikian, didapatkan hasil perhitungan interpolasi
waktu detensi sebagai berikut.
Tabel 8. Interpolasi Waktu Detensi
% Interpolasi Waktu Detensi
Removal 20 cm 60 cm 100 cm 140 cm 180 cm
20 1,28 4,21 6,77 7,77 12,20
30 1,92 6,31 10,16 11,65 18,30
40 2,56 8,41 13,54 15,53 24,41
50 3,20 10,51 16,93 19,41 30,51
60 3,84 12,62 20,31 23,30 36,61
70 4,48 14,72 23,70 27,18 42,71
80 5,11 16,82 27,09 31,06 48,81
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)

1.5.2.6. Membuat Grafik Isoremoval


Setelah didapatkan waktu detensi dari masing-masing %
removal dari setiap kedalaman, maka dapat di plot sebuah grafik

Grafik 1 Grafik Isoremoval

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0
20
40
60 20
Kedalaman

80 30
100 40
120
50
140
60
160
70
180
200
Waktu detensi

isoremoval dengan menggambarkan garis-garis yang masing-masing


mewakili % removal tertentu.
Sumber: (Analisis Praktikan, 2023)

1.5.2.7. Menghitung Total Removal

Universitas Indonesia
21

Tabel 9 Total Removal


% Removal TR (%)
20% 46.39%
30% 58.06%
40% 64.89%
50% 68.61%
60% 69.50%
Sumber: (Analisis Penulis, 2023)
Contoh pengolahan data Total Removal untuk penyisihan TSS 20%:

TR20 %=20 %+ ( 180


162
) ( 30 %−20 %) +( 180
115
) ( 40 %−30 % ) +( 180
78
) ( 50 %−40 %) +( 180
65

1.5.2.8. Menghitung Overflow Rate (OFR)


Tabel 10 Overflow Rate (OFR)
% Removal Waktu (menit) OFR (m3/m2.hari)
20% 12.203 212.41
30% 18.304 141.60
40% 24.406 106.20
50% 30.507 84.96
60% 36.609 70.80
70% 42.710 60.69
Sumber: (Analisis Penulis, 2023)
Contoh pengolahan data OFR untuk % Removal TSS sebesar 20%:

( )
2 2
180 cm 1 1440 menit m m
v o= × × × 2 =212, 41 2
12,203 100 cm hari m hari . m
1.5.2.9. Grafik Hubungan antara % Removal, Waktu Detensi, OFR, dan Total
Removal
Tabel 11 Hubungan antara % Removal, Waktu Detensi, OFR, dan Total Removal
OFR Total
% Removal Waktu (Jam) 3 2
(m /m .hari) Removal (%)
20% 0.2034 212.41 46.39%
30% 0.3051 141.60 58.06%
40% 0.4068 106.20 64.89%
50% 0.5085 84.96 68.61%
60% 0.6101 70.80 69.50%
70% 0.7118 60.69 0

Universitas Indonesia
22

OFR Total
% Removal Waktu (Jam)
(m3/m2.hari) Removal (%)

Sumber: (Analisis Penulis, 2023)


- Grafik Hubungan OFR dengan Persentase Total Removal
Grafik 2 Grafik Hubungan Persentase Removal Terhadap OFR

Grafik % Removal terhadap OFR


80%
70%
Persentase Removal (%)

60%
f(x) = − 0.00309125443258679 x + 0.798626294820718
50% R² = 0.876367444507685
40%
30%
20%
10%
0%
40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 200.00 220.00 240.00
Nilai OFR (m^3/m^2.hari)

Grafik %Removal terhadap OFR


Linear (Grafik %Removal terhadap OFR)

Sumber: (Analisis Penulis, 2023)

- Grafik Hubungan Persentase Total Removal dengan Waktu Detensi


Grafik 3 Grafik Hubungan Persentasi Total Removal dengan Waktu Detensi
f(x) = NaN x + NaN
R² = 0 Grafik Total Removal terhadap Waktu Detensi
1200.00%
Persentase Total Removal (%)

1000.00%
800.00%
600.00%
400.00%
200.00%
0.00%
0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000 0.8000
Waktu Detensi (jam)

total removal dan waktu detensi


Linear (total removal dan waktu detensi)

Sumber: (Analisis Penulis, 2023)

Universitas Indonesia
23

1.6 Analisis
1.6.1 Analisis Percobaan
1.6.1.1 Analisis Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum sedimentasi serta tujuannya,
meliputi 1 buah tangki besar dengan volume 65 L bertujuan untuk menampung
sampel air Danau Mahoni, 15 buah beaker glass bertujuan untuk mengukur kadar
kekeruhan tiap kedalaman batch settling test dengan interval waktu tertentu, 25 buah
beaker glass 50 mL berfungsi untuk mengukur kadar TSS, 5 buah jerigen dengan
volume 15 L berfungsi untuk menampung air sampel Danau Mahoni untuk dibawa ke
lab, batch settling test berfungsi untuk mengaduk koagulan agar tercampur dalam air
sampel, cawan berfungsi untuk mengukur kadar TSS dalam neraca analitik, desikator
berfungsi untuk mendinginkan air sampel, kertas filter berfungsi untuk memfilter air
sampel, kuvet berfungsi sebagai wadah untuk mengukur kadar kekeruhan. Batang
pengaduk berfungsi untuk mengaduk air sampel dalam tangka 65 L, oven berfungsi
untuk melakukan pemanasan, pompa air berfungsi untuk memompa air sampel dalam
tangki ke alat batch settling test, selang air berfungsi untuk mengalirkan air dari
tangki ke alat pengaduk menggunakan energi pompa, stopwatch berfungsi untuk
mengukur periode waktu untuk mengukur tiap kekeruhannya, timbangan digital
berfungsi untuk mengukur berat TSS, turbidimeter berfungsi untuk mengukur kadar
kekeruhan, dan tisu berfungsi untuk mengeringkan kuvet.
Sedangkan untuk bahannya meliputi air suling untuk kalibrasi turbidimeter dan
untuk membilas kuvet, kaolin untuk menaikkan turbiditas air sampel agar lebih dari
100 NTU, dan sampel air Danau Mahoni sebagai sampel air praktikum sedimentasi.

1.6.1.2 Analisis Tahap Praktikum (Batch Settling Test, Pengukuran Kekeruhan, dan
Pengukuran TSS)
Setelah air sampel Danau Mahoni diambil dan dimasukkan ke tangki 65
L, dilakukan pengukuran kadar kekeruhan untuk memastikan nilai NTU >100,
apabila tidak, ditambah kaolin 1-5 sendok obat. Tujuannya adalah agar proses
koagulasi dan flokulasi dapat berlangsung maksimal dan masuk ke dalam
sedimentasi tipe II. Selain itu, pengukuran kekeruhan juga dilakukan di tiap
ketinggian dan tiap periode waktu agar bisa membandingkan fluktuasi nilai
kekeruhan di tiap periode waktu dan tiap ketinggian.
Praktikum Batch Settling Test dilakukan setelah memastikan kekeruhan
sampel >100 NTU. Pertama-tama air sampel dalam tangki dipompa menuju alat

Universitas Indonesia
24

batch settling test untuk diaduk cepat sebesar 300 rpm selama 1 menit tujuannya
untuk meratakan koagulan dalam air sampel, lalu pengadukan lambat sebesar 234
rpm selama 20 menit untuk memicu sedimentasi. Lalu, sampel air diambil dari
tiap kedalaman tiap menit ke 10, 15, 30, 45, dan 60 menggunakan beaker glass
100 mL untuk dicek kekeruhannya. Hasil nilai NTU dicatat untuk dilakukan
pengolahan datanya, kemudian diukur ketinggian endapan yang tersisa di dasar
batch settling test menggunakan penggaris.
Pada praktikum TSS, pertama-tama praktikan memanaskan cawan dan
filter kosong dengan oven selama 1 jam bertujuan agar tidak ada berat air yang
ikut tertimbang, kemudian ditimbang berat cawan dan filter kosong dengan
timbangan analitik agar nantinya hasil perhitungan sampel dapat dikurangi
dengan berat cawan dan filter. Kemudian, tahap dilanjutkan dengan meletakkan
kertas filter ke atas saringan dan menyambungkan saringan vakum ke pompa
vakum. Kemudian, dituangkan air sampel dari seluruh ketinggian pada menit ke
0, 3, dan 6 ke dalam gelas ukur 100 mL, kemudian menyalakan alat vakum, dan
memindahkan kertas filter ke cawan dan ditaruh ke dalam oven untuk dipanaskan
selama 1 jam, Pemanasan yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan kadar
air pada kertas filter dan endapan sehingga dapat diperoleh nilai berat TSS yang
akurat. Kemudian cawan dan kertas filter yang telah dipanaskan dimasukkan ke
dalam desikator, tahap ini dilakukan untuk menstabilkan suhu cawan. Kemudian,
menimbang seluruh cawan dan filter yang telah menyaring TSS menggunakan
timbangan analitik sebagai pengukuran akhir. Sebelumnya, timbangan analitik
dikalibrasi terlebih dahulu dengan menekan tombol re-zero. Kemudian cawan
dan filter kosong dimasukkan ke dalam timbangan analitik dan kaca ditutup agar
tidak ada faktor eksternal yang berdampak pada hasil timbangan. Setelah seluruh
data TSS ditimbang dan kekeruhan pada tahap batch settling test dicatat,
kemudian dilakukan perhitungan pengolahan data.
1.6.2 Analisis Data
1.6.2.1. Analisis Data Pengamatan (Tabel Pengukuran Kekeruhan dan TSS)
Praktikum modul sedimentasi Tipe 2 mendapatkan data mentah berupa
pengukuran kekeruhan untuk setiap menit di setiap kedalaman dan jumlah berat
TSS untuk setipa kedalaman pada menit 0, 3, dan 6. Secara teoritis, semakin
dalam kedalaman air sampel dan semakin lama menitnya, maka kekeruhan dan
nilai TSS semakin besar. Hal ini diakibatkan oleh gaya gravitasi yang membantu
pengendapan, sehingga semakin dalam maka TSS yang terkumpul dan

Universitas Indonesia
25

tersuspensi semakin banyak. Selain itu, semakin lama waktu pengendapan, maka
semakin banyak juga partikel tersuspensi yang mengendap jatuh ke dasar
tabung. Pengendapan ini terjadi akibat partikel atau flok memiliki massa jenis
yang lebih besar daripada massa jenis fluida serta arus fluida yang tenang atau
laminar. Nilai kekeruhan ini berbanding lurus dengan jumlah TSS. Semakin
besar nilai kekeruhan, maka semakin besar nilai jumlah TSS.
Akan tetapi, hasil yang didapatkan oleh praktikan tidak selalu sesuai
dengan teori. Dapat diketahui bahwa terdapat beberapa data kekeruhan yang
mengalami fluktuatif. Contohnya adalah pada menit ke 10 di kedalaman 100 cm.
Pada kedalaman 60cm kekeruhan sebesar 31.8 NTU, lalu turun di kedalaman
100cm dengan kekeruhan 8.54 NTU, kemudian naik kembali pada kedalaman
140cm di 29.8 NTU. Terdapat beberapa faktor yang membuat terjadinya hal ini.
Salah satu faktornya adalah jumlah koagulan yang bisa dibilang kurang tepat
dengan air sampel yang diuji. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan titik
pengambilan sampel pada uji jar test. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi
hal ini adalah kurangnya ketelitian dari praktikan saat mengambil air sampel dari
BST dan saat mengukur NTU pada turbidimeter. Kemungkinan lain yang
membuat hal ini terjadi adalah terdapatnya error pada alat turbidimeter yang
digunakan.
1.6.2.2. Analisis Perbedaan TSS Percobaan dan TSS Teori
Hasil jumlah TSS yang didapatkan pada praktikum adalah TSS
percobaan. TSS percobaan ini merupakan jumlah perhitungan TSS yang
diperoleh dari menimbang cawan sebelum dan sesudah air sampling hasil batch
settling test di saring oleh vakum dan dioven. Berbeda dengan TSS percobaan,
TSS teori diperoleh dari hasil perhitungan dan pembacaan garfik Gouda Clay
untuk sampel dengan kekeruhan kurang dari 20 NTU dan menggunakan rumus
TSS = 3,7 x (NTU -14) untuk kekeruhan lebih dari 20 NTU. Diketahui dari
rumus bahwa untuk mendapatkan berat TSS teori, dibutuhkan data kekeruhan.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai kekeruhan dan jumlah TSS memiliki hubungan
sebanding, yaitu semakin besar kekeruhan maka semakin besar juga jumlah TSS.
Secara teoritis, semakin dalam kedalaman dan semakin lama waktu settling,
maka nilai kekeruhan dan TSS akan semakin besar. Akan tetapi, pada TSS
percobaan terdapat beberapa data TSS yang tidak sesuai dengan teori, yaitu
penurunan jumlah TSS percobaan, misalnya pada menit ke 0 kedalaman 140 cm.
Selain itu, nilai TSS percobaan juga cenderung fluktuatif dan pertambahan

Universitas Indonesia
26

maupun pengurangan TSS di setiap kedalaman dan waktunya memiliki kenaikan


dan/atau penurunan yang beragam.
Sama seperti TSS percobaan, TSS teori juga memiliki fluktuasi tidak
sesuai dengan pola seperti teoritis. Hal ini disebabkan oleh nilai kekeruhan yang
didapatkan juga fluktuatif. Selain itu, gap antara TSS percobaan dan TSS teori
juga cukup besar dan beragam. Gap ini ditunjukkan oleh kesalahan relatif.
Kesalahan relatif adalah persentase yang menunjukkan modulus perbedaan
antara nilai rill suatu nilai besaran dan nilai yang terukur dengan menghitung
selisih TSS teori dan TSS percobaan dibagi dengan TSS teori. Kesalahan relatif
terbesar adalah pada kedalaman 20 cm di menit ke 3 dan kesalahan relatif
terkecil pada kedalaman 100cm pada menit ke 0. Secara umum, kesalahan relatif
antara TSS percobaan dan TSS teori jika di rata-rata berada pada 105.14%. Hal
ini menunjukkan secara jelas bahwa antara TSS percobaan dan TSS teori sangat
berbeda dan hasil dari perhitungan TSS percobaan kurang akurat, Karena nilai
TSS percobaan yang kurang akurat, maka untuk pergitungan dan pengolahan
data selanjutnya akan menggunakan hasil TSS teori.
Besarnya perbedaan antara TSS percobaan dan TSS teori dapat terjadi
karena beberapa hal misalnya adalah terjadi kekeliruan saat menimbang filter
dan TSS percobaan, error pada pembacaan kekeruhan di turbidimeter, maupun
akibat jumlah koagulan yang kurang tepat.
1.6.2.3. Analisis Persentase Penyisihan
Setelah mendapatkan nilai TSS teori, praktikan dapat menghitung
persentrase penyisihan atau persentase removal TSS. Persentase removal
digunakan untuk mengetahui seberapa besar TSS yang berhasil dihilangkan dari
proses sedimentasi untuk mengetahui kondisi yang belum optimum dari unit
untuk menyisihkan zat organik. Perhitungan removal TSS dilakukan dengan
menghitung selisih antara TSS teori awal pada kedalaman tertentu dikurang
dengan TSS teori pada menit tertentu pada kedalaman yang sama lalu dikali
dengan 100%. Secara teoritis, semakin lama waktu pengamatan, maka nilai
persentase removal juga akan semakin besar. Hal ini diakibat oleh semakin lama
waktu pengendapan, maka jumlah partikel suspensi yang tersedimentasi akan
semakin banyak. Selain itu, removal pada kedalaman 20 cm seharusnya memiliki
removal yang lebih tinggi dan removal pada kedalaman 180cm memiliki removal
terkecil. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya dan mengendapnya partikel ke
dasar tangki seiring berjalannya waktu.

Universitas Indonesia
27

Jika ditinjau dari hasil pengolahan data perhitungan % removal TSS


teori, secara umum hasilnya tidak sesuai dengan pola seperti teori. Terdapat
beberapa persentase removal di setiap kedalamannya di menit tertentu yang
mengalami fluktuatif. Bahkan, terdapat persentase removal yang bernilai negatif.
Hal ini diakibatkan oleh nilai kekeruhan tidak sesuai dengan pola seperti teori dan
mempengaruhi hasil nilai TSS teori dan kemudian mempengaruhi perhitungan
removal TSS teori. TSS removal yang bernilai negatif menandakan bahwa
kekeruhan dan TSS pada waktu tertentu lebih tinggi daripada kekeruhan dan TSS
pada waktu awal. Akan tetapi, jika dilihat dari setiap menitnya, secara umum
persentase removal sudah terus bertambah sesuai dengan teori yaitu mulai pada
menit awal menuju menit ke 60 memiliki removal hingga 98%. Hal ini
membuktikan bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka TSS yang
tersisihkan akan semakin banyak.
Setelah mendapatkan persentase removal untuk seluruh waktu di setiap
kedalaman, praktikan melakukan interpolasi waktu detensi dengan persentase
yang dicari untuk mempermudah pembuatan grafik isoremoval di tahap
selanjutnya. Waktu detensi adalah waktu yang dibutuhkan partikel tersuspensi
dalam tangka untuk mengendap menggunakan bantuan sedimentasi. Persentase
removal yang diingikan adalah 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, dan 70%. Waktu
detensi ini dihitung dengan cara mengalikan % removal yang ingin dicari dengan
waktu penyisihan yang dijadikan acuan, lalu dibagi dengan %removal pada waktu
penyisihan dan kedalaman tertentuyang dijadikan acuan. Untuk mendapatkan
interpolasi waktu detensi, digunakan waktu 10 menit sebagai acuan. Dari hasil
perhitungan, dapat diketahui bahwa waktu detensi pengendapan akan terus
bertambah berbanding lurus dengan nilai persentase removal.
1.6.2.4. Analisis Grafik Isoremoval
Setelah mendapatkan interpolasi waktu detensi untuk persentase
removal yang diingkan, praktikan membuat grafik isoremoval. Grafik isoremoval
merupakan garfik yang memperlihatkan hubungan antara waktu detensi dengan
persentase penyisihan disetiap kedalamannya. Grafik isoremoval memiliki sumbu
x berupa waktu detensi dalam menit dan sumbu y berupa kedalaman dalam cm.
Sumbu Y dibuat bertambah ke bawah titik (0.0) untuk mempermudah visualisasi
kedalaman. Selain itu, garis untuk setiap presentasenya dibuat menggunakan
warna yang berbeda-beda agar mempermudah membaca grafik dan menghitung
OFR.

Universitas Indonesia
28

Dapat dilihat pada hasil grafik isoremoval, seluruh persentase dimulai


dari titi (0,0) yaitu pada menit ke 0 kedalaman 0cm, kemudian setiap
presentasenya membentuk garis bergelombang dan memiliki hubungan
berbanding lurus antara waktu detensi dan kedalamanan. Garis yang berbentuk
gelombang menunjukkan hasil percobaan yang tidak konstan atau tidak stabil.
Hal ini diakibatkan oleh hasil pembacaan kekeruhan yang tidak sesuai dengan
pola seperti teori. Bentuk garis yang bergelombang itu juga menunjukkan adanya
kesalahan relatif yang ada. Selain itu, dapat diketahui bawah semakin lama waktu
detensi, maka semakin dalam kedalaman pengendapan. Hal ini sudah sesuai
dengan teori, dimana removal terbesar didapatkan dengan memerlukan waktu
detensi terlama dan kedalaman terdalam.
1.6.2.5. Analisis Tabel dan Grafik OFR
Praktikan kemudian menghitung Overflow Rate (OFR). Overflow rate
adalah nilai yang dapat menunjukkan karakteristik laju pengendapan padatan
dalam air. OFR dikenal juga dengan beban permukaan yaitu kecepatan partiker
terkecil yang dapat dihilangkan oleh bak. Nilai OFR didapatkan dengan membagi
aliran dengan luas permukaan bak. Pada umumnya, nilai PFR harus kurang dari
1.000galon/hari-ft. Rumus yang digunakan untuk menghitung OFR adalah

( )
2
H 1 1440 menit m
OFR= x x x 2 . Pada perhitungan ini, digunakan
t n % 100 cm h ari m
waktu untuk kedalam 180cm karena mempresentasikan kecepatan pengendapan
hingga ke dasar tangki. Didapatkan bahwa nilai OFR akan terus menurun untuk
setiap pertambahan persentase removalnya. OFR terbesar berada pada persentase
removal 20% dengan nilai OFR 212.41 m/hari dan tekecil pada persentasi
removal 70% dengan nilai OFR 60.69%. Hal ini menunjukkan untuk penyisihan
partikel terbanyak, maka membutuhkan kecepatan yang lebih lamban karena
membutuhkan waktu detensi yang lambat juga.
1.6.2.6. Analisis Tabel Total Removal
Setelah melakukan perhitungan dan pembuatan grafik OFR, praktikan
akan melakukan perhitungan total removal. Nilai total removal pada setiap
persentase penyisihan secara berturut-turut untuk data 20%; 30%; 40%; 50%; dan
60% adalah 46.39%; 58.06%; 64.89%; 68.61%; dan 69.50%. Setelah dilakukan
analisis, maka dapat ditemukan bahwa semakin tinggi persentase total penyisihan
TSS, maka akan semakin tinggi angka total removal dari percobaan. Terdapat
beberapa variabel yang ada pada rumus perhitungan total removal. Total removal

Universitas Indonesia
29

dihitung dengan menjumlahkan fractional removal secara bertahap dari tingkat


penyisihan rendah ke tingkat penyisihan yang lebih tinggi. Fractional removal
akan dijumlahkan dengan perbandingan variabel h i dan H yang dikalikan dengan
selisih persentase penyisihan TSS. Semakin rendah nilai h i, maka akan semakin
tinggi tingkat penyisihan TSS. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
persentase penyisihan TSS, maka akan semakin rendah ketinggian partikel saat
mengendap.
1.6.2.7. Analisis Grafik Hubungan Total Removal vs Waktu dan Total Removal
vs OFR
Setelah melakukan plotting grafik total removal dan waktu detensi,
maka praktikan dapat mengetahui bahwa hubungan antara keduanya berbanding
lurus. Hal ini berarti pada waktu detensi yang lebih lama, maka penyisihan akan
lebih maksimal dan efektif. Sebagai contoh, untuk mencapai total removal
46,39%, dibutuhkan waktu sekitar 0.2 jam. Sementara untuk mencapai total
removal 70%, diperlukan waktu kurang lebih 0.71 jam. Selain itu praktikan juga
menganalisis hubungan antara grafik total removal dan OFR. Berdasarkan
pengamatan praktikan, diketahui bahwa hubungan total removal dan OFR adalah
berbanding terbaik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai
total removal yang tinggi, maka dibutuhkan OFR yang rendah. OFR atau
overflow rate adalah sebuah besaran yang digunakan untuk menghitung volume
air per unit waktu dibagi dengan area permukaan dari tangki sedimentasi. Dari
data hasil percobaan, ditemukan bahwa OFR untuk total removal 46,39% adalah
212.41 m3/m2.hari. Sementara OFR untuk total removal 70% adalah 60.69
m3/m2.hari. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa untuk menyisihkan TSS
secara efektif, maka sebuah tangki sedimentasi harus menyediakan desain yang
menunjang waktu detensi yang lama dan nilai OFR yang kecil, karena akan
memberikan waktu yang lebih lama untuk partikel mengendap sekaligus
memaksimalkan efisiensi pengendapan. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi
debit influen, menambahkan waktu detensi, dan meningkatkan luas tangki
sedimentasi.

1.6.2.8. Analisis Penerapan Data Hasil Batch Settling Test di Bidang Teknik
Lingkungan
Percobaan Batch Settling Test memiliki manfaat yang sangat penting
bagi bidang Teknik Lingkungan. Data-data yang diperoleh dari hasil percobaan

Universitas Indonesia
30

dapat digunakan untuk mempelajari karakteristik TSS yang diendapkan sekaligus


melakukan evaluasi mengenai metode sedimentasi yang telah dilakukan.
Percobaan juga akan membantu engineer untuk menyediakan desain tangki
sedimentasi yang efektif dan kemudian dapat berdampak pada peningkatan
efisisensi pengolahan air minum dan air limbah. Dengan data yang diperoleh,
diharapkan rangkaian instalasi pengolahan air akan menjadi lebih optimal
sehingga dapat menghasilkan kualitas air yang lebih baik (Setiyadi, et al., 2019).

1.6.3 Analisis Kesalahan


Dalam melakukan percobaan Batch Settling Test, terdapat beberapa
kemungkinan kesalahan yang akan mempengaruhi hasil dan data dari percobaan.
Kesalahan-kesalahan tersebut harus diminimalisasi agar praktikan bisa
mendapatkan hasil percobaan yang akurat dan dapat diimplementasikan ke dalam
desain tangki sedimentasi dalam proses instalasi pengolahan air. Kesalahan
pertama yang dapat terjadi adalah tidak memastikan sampel air yang diambil dari
Danau Mahoni telah homogen, sehingga mayoritas partikel solid akan
mengendap di bagian bawah sampel dan tidak terlibatkan dalam proses
penambahan koagulan. Selain itu, kesalahan yang dapat terjadi adalah saat
membuka keran dari tabung sedimentasi, ada beberapa sampel yang tumpah dan
tidak masuk ke dalam gelas beaker secara menyeluruh, hal ini membuat data
yang didapatkan menjadi kurang representatif. Kesalahan berikutnya yang
mungkin terjadi adalah ketidakakuratan pada saat pengukuran kekeruhan. Apabila
alat tidak terkalibrasi dengan baik, maka akan mempengaruhi hasil pengukuran
yang akan berdampak pada perhitungan TSS dan total removal selanjutnya.

1.7 Kesimpulan dan Saran


1.7.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dan setelah praktikan melakukan analisis,
didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
• Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seperti
dimensi partikel, bentuk partikel, berat jenis partikel, intensitas serta waktu
pengadukan, jenis serta dosis koagulan, dan lain-lain.
• Nilai kekeruhan akan searah dengan konsentrasi TSS yang ada pada sampel
hasil sedimentasi.

Universitas Indonesia
31

• Semakin lama waktu detensi, maka akan semakin besar tingkat penyisihan
TSS yang terjadi.
• Tingkat kekeruhan akan meningkat dari bagian atas tangki sedimentasi
menuju dasar.
• Nilai total removal akan berbanding lurus dengan waktu detensi.
• Nilai total removal akan berbanding terbalik dengan OFR atau overflow
rate.

Universitas Indonesia
32

• Hasil Batch Settling Test bermanfaat untuk mendesain ukuran, luas


permukaan, kedalaman, dan mekanisme tangki sedimentasi.
1.7.2 Saran
Selain itu, terdapat beberapa saran yang dianjurkan oleh praktikan agar
praktikum berjalan lebih baik dan menghasilkan data yang lebih akurat sebagai
berikut.
• Agar proses sedimentasi berjalan optimal, maka dapat dilakukan desain
yang menyediakan waktu detensi yang lebih lama.
• Praktikan diharapkan lebih teliti dan cermat dalam melakukan percobaan,
agar hasil dan data percobaan menjadi lebih akurat.
• Praktikan diharapkan menaati prosedur keamanan laboratorium dan
memakai APD lengkap untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

1.8 Kontribusi Penulisan (Hanya untuk modul kelompok)


No. Nama Praktikan Kontribusi
1. Jonatan Immanuel Nainggolan  Teori Dasar sub 1.2.1
2106730570  Alat dan Bahan
 Prosedur Kerja
 Data hasil percobaan
 Pengolahan Data Nilai TSS Teori
 Pengolahan Data Nilai TSS
Percobaan
2. Lucia Angelica Prasanti  Teori Dasar sub 1.2.3
2106701463  Pengolahan Data Kesalahan Relatif
 Pengolahan Data Persentase TSS
Removal
 Analisis Hasil 1.6.2.1 – 1.6.2.5
3. Muhammad Syahrul Ramadhan  Teori Dasar 1.2.4
2106632213  Pengolahan Data: Interpolasi Waktu
Detensi
 Pengolahan Data: Membuat Grafik
Isoremoval
 Analisis Hasil
 Analisis Kesalahan

Universitas Indonesia
33

No. Nama Praktikan Kontribusi


 Kesimpulan dan Saran
4. Cecillia Ardina Listiarini  Pengolahan Data: Menghitung Total
2106703411 Removal, OFR, dan Grafik
Hubungan Antara % Removal,
Waktu Detensi, OFR, dan Total
Removal
 Teori Dasar sub 1.2.2
 Analisis Percobaan

1.9 Daftar Pustaka

Alfi Nur Rusydi, F. M., 2021. Analisis Dinamika Tingkat Kekeruhan dan Kedalaman Relatif
Perairan di Waduk Sutami Kabupaten Malang. Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia.

Analisis Penulis, 2023.

Arvianto, S. E., Satriadi, A. & Handoyo, G., 2016. PENGARUH ARUS TERHADAP SEBARAN
SEDIMEN TERSUSPENSI DI MUARA SUNGAI SILUGONGGO KABUPATEN PATI. Journal od
Oceanography.

Bitar, 2023. Pengertian dan Jenis Sedimentasi. [Online]


Available at: https://www.gurupendidikan.co.id/sedimentasi/
[Accessed 27 September 2023].

Harmiyati, 2018. TINJAUAN PROSES PENGOLAHAN AIR BAKU (RAW WATER) MENJADI AIR
BERSIH PADA SARANA PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM). Jurnal Saintis, Volume 18.

Huisman, L., 2004. Sedimentation and flotation. Delft: s.n.

L, R. D., 2014. Model Persamaan Faktor Koreksi pada Proses Sedimentasi dalam Keadaan Free
Settling. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, p. 98.

Miinnesota Rural Water Association, 2020. Minnesota Water Works Operations Manual.

Persatuan Perusahaan Air minum Seluruh Indonesia, 2022. Wujudkan Air Minum Berkualitas.
Majalan Bulanan Air Minum, Maret.

Program Studi Diploma Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam, 2010. Hubungan
antara TOtal Suspended Solid dengan Turbidity dan Dissolved Oxygen. [Online]
Available at: https://diploma.chemistry.uii.ac.id/hubungan-antara-total-suspended-solid-
dengan-turbidity-dan-dissolved-oxygen/
[Accessed 14 Juni 2010].

Universitas Indonesia
34

Raema Farah Rizka, P. W. P. A. S., 2020. Pengaruh Total Suspended Solid (TSS) terhadap
Densitas Zooxhanthellae pada Karang Acropora sp. Dalam Skala Laboratorium. Journal of
Coastal and Marine Resources Management, 2 September.4(2).

Rahmatika, I., 2023. Sedimentasi. Depok, PSTL UI.

Setiyadi, Lourentius, S. & W., E. A., 2019. Menentukan Persamaan Kecepatan Pengendapan
pada Sedimentasi. Jurnal Ilmiah Widya Teknik.

Universitas Indonesia
35

Universitas Indonesia
36

Universitas Indonesia
37

Universitas Indonesia
38

Universitas Indonesia
39

Universitas Indonesia
40

Universitas Indonesia
41

Universitas Indonesia
42

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai