TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Wilayah Kecamatan Samarinda Utara
Kota Samarinda adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota provinsi
Kalimantan
Timur, Indonesia.
Seluruh
wilayah
kota
ini
berbatasan
langsung
dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda dapat dicapai dengan perjalanan
darat, laut dan udara. Kota ini memiliki luas wilayah 718 kilometer persegi dan
berpenduduk 726.223 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), menjadikan kota ini
berpenduduk terbesar di seluruh Kalimantan.
Secara geografis, Kota Samarinda terletak di wilayah khatulistiwa dengan koordinat
diantara 0o2181-1o0916LS dan 116o1516- 117o2416 BT. Kota ini terbelah oleh
Sungai Mahakam, dan memiliki wilayah dengan luas total 71.800 Ha dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Dilihat dari garis ketinggiannya, kota Samarinda memiliki topografi yang cenderung
mendatar dan terletak di dataran rendah, terbelah oleh Sungai Mahakam. 42,77% luas
daratan Kota Samarinda terletak pada ketinggian 7-25 meter dari permukaan laut.
Secara administratif kota Samarinda terbagi menjadi sepuluh kecamatan, antara lain:
Kecamatan Loa Janan Ilir, Kecamatan Palaran, Kecamatan Samarinda Ilir, Kecamatan
Samarinda Seberang, Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Sambutan, Kecamatan
Sungai Kunjang, Kecamatan Sungai Pinang, Kecamatan Samarinda Kota, dan Kecamatan
Samarinda Utara.
Kelurahan Lempake
Kelurahan Sempaja Selatan
Kelurahan Sempaja Utara
Kelurahan Tanah Merah
Kelurahan Sungai Siring
terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke
lingkungan (Slamet, 2002).
Secara alami, sampah organik dalam kondisi aerob (ada udara atau oksigen) dapat
tercerna kembali menjadi bahan anorganik alami (ion dan senyawa unsur-unsur kimia)
dalam waktu 3-6 bulan. Waktu cerna tersebut dalam kondisi anaerob (rapat udara) dapat
mencapai lebih dari satu tahun lebih bahkan bertahun-tahun, bergantung kepada kuantitas
dan komposisi kimia sampah organik tersebut.
Proses penguraian sampah dari bentuk organik menjadi bentuk anorganik tersebut dapat
dipercepat dengan penerapan teknologi pengomposan, melalui kegiatan aktif mikroba
aerob atau anaerob (bakteri, jamur). Prosess ini misalnya, telah sangat dipercepat dengan
menggunakan sejenis bakteri aerob yang disebut EM-4, yang dapat mengurai sampah
menjadi kompos dalam waktu 28-36 hari.
Sampah alam
Sampah manusia
Sampah konsumsi
Sampah nuklir
Sampah industri
Sampah pertambangan.
c. Berdasarkan Bentuknya
Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan
dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi menjadi :
1. Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan
sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun,
plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan
menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan
sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik,
seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan
rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan
kebun
dan
sebagainya.
Berdasarkan
kemampuan
diurai
oleh
alam
memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak
dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper,
thermo coal, dan lain-lain.
2. Sampah Cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan
kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
-
Sampah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet dan industri. Sampah
manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah
pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah
konsumsi. Untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang
limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.
sampah
adalah
kegiatan
yang
sistematis,
menyeluruh,
dan
Pengumpulan
Pemilahan dan
Pengolahan
Pemindahan
Pengangkutan
Pewadahan sampah adalah tahapan awal setelah dilakukan pemilahan dalam proses
pengelolaan sampah yang merupakan usaha menempatkan sampah dalam suatu wadah
atau tempat agar tidak berserakan, mencemari lingkungan, mengganggu kesehatan
masyarakat, serta untuk tujuan menjaga kebersihan dan estetika. Alatnya dinamakan
tempat sampah. Pewadahan ini dapat bersifat individual dan komunal (dipakai untuk
umum).
Pewadahan yang bersifat individual biasanya diterapkan di daerah komersial,
perkantoran, dan pemukiman yang teratur. Peralatan yang dipergunakan bisa bermacammacam, misalnya ban, plastik, drum (tong), wadah kayu, kardus atau pasangan batu bata
di pagar rumah (perumahan elite). Pengadaan wadah sampah ini dilakukan oleh masingmasing individu pemilik bangunan atau rumah tersebut. Untuk penyeragaman tong
sampah di sepanjang trotoar, Pemda setempat menyediakan tong sampah yang seragam
yang kemudian dibagikan kepada masyarakat. Pewadahan komunal diterapkan di daerah
pemukiman yang tidak teratur (dari segi bangunan dan jalan), pemukiman yang masih
jarang penduduknya, dan di pasar. Peralatan yang dipergunakan adalah bak sampah dari
pasangan batu bata atau kontainer plastik yang besar.
2.6.3 Pengumpulan
Pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan
sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal melainkan juga
mengangkutnya ke tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung
maupun tidak langsung.
Pengumpulan individual artinya petugas pengumpulan mendatangi dan mengambil
sampah dan setiap rumah tangga, toko, atau kantor di daerah pelayanannya. Peralatan
yang dipergunakan untuk aktivitas pengumpulan ini adalah truk ataupun gerobak.
Sedangkan pengumpulan komunal berarti tempat pengumpulan sampah sementara. Ini
merupakan wadah dari sampah yang didapat dari rumah-rumah yang dibawa oleh
gerobak. Sedangkan pengumpulan sampah di jalan-jalan besar dilakukan oleh petugas
Dinas Kebersihan dengan pengambilan sampah dari rumah ke rumah.
Pola pengumpulan sampah terdiri dari:
a. Pola individual langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari rumah-rumah
sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA tanpa melalui kegiatan pemindahan,
dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Kondisi topografi bergelombang (>15 - 40%), hanya alat pengumpul mesin yang
2)
3)
4)
5)
dapat beroperasi.
Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.
Kondisi dan jumlah alat memadai.
Jumlah timbunan sampah >0.3 m3/hari.
Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol
b. Pola individual tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masingmasing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan untuk kemudian diangkat ke
TPA, dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Bagi daerah yang partisipasi masyarakat pasif.
2) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
3) Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin.
4) Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.
5) Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan
lainnya.
6) Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
c. Pola komunal langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing
titik komunal dan diangkut ke TPA, dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Bila alat angkut terbatas.
2) Bila kemampuan pengendaliaan personil dan peralatan relatif rendah.
3) Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi
daerah berbukit, gang/jalan sempit).
4) Peran serta masyarakat tinggi.
5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
6) Untuk permukiman tidak teratur.
d. Pola komunal tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masingmasing titik pewadahan komunal ke lokasi pemindahan untuk diangkut selanjutnya
ke TPA dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Peran masyarakat tinggi.
2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau alat pengumpul.
3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
4) Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin, bagi kondisi topografi >5% dapat menggunakan cara
laain seperti pikulan, kontainer kecil beroda.
5) Lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya.
6) Harus ada organisasi pengelola sampah.
2.6.4 Pemindahan
Pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil pengumpulan ke
dalam alat pengangkut alat untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Pemilahan di
lokasi pemindahan dapat dilakukan dengan cara manual oleh petugas kebersihan dan
atau masyarakat yang berminat, sebelum dipindahkan ke alat pengangkut sampah.
Cara pemindahan dapat dilakukan dengan cara manual, mekanis, dan atau gabungan
manual dan mekanis, yaitu pengisian kontainer dilakukan secara manual oleh petugas
pengumpul, sedangkan pengangkutan kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis
(load haul). Lokasi pemindahan adalah sebagai berikut:
a. Harus mudah keluar masuk bagi sarana pemngumpul dan pengangkut sampah
b. Tidak jauh dari sumber sampah
c. Berdasarkan tipe, lokasi pemindahan terdiri dari transfer depo tipe I (terpusat) atau
transfer depo tipe II dan III (tersebar).
d. Jarak antara tranfer depo untuk tipe I dan tipe II adalah 1,0 - 1,5 km
Tabel 2.3 Tipe pemindahan (transfer)
No
Uraian
Transer Depo
Tipe II
Tipe III
2
2
60 m - 200 m
10 - 20 m2
pertemuan -Tempat pertemuan - Tempat pertemuan
Tipe I
1
2
Luas lahan
Fungsi
200 m2
-Tempat
pengangkutan pengumpul
sebelum pemindahan
pengangkutan
- Lokasi penempatan
kontainer komunal
atau kebersiham
pemindahan
(1 - 10 m3)
-Bengkel sederhana
-Kantor wilayah
gerobak
-Tempat pemilahan
/pengendali
gerobak dan
Tempat
-Tempat pemilahan
yang protokol
Daerah
-Tempat pengomposan
Baik sekali untuk
pemakai
mendapat lahan
dengan
mikroorganisme tambahan).
Insinerasi yang Berwawasan Lingkungan.
Daur ulang
Sampah anorganik disesuaikan dengan jenis sampah.
Menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak.
Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan.
Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
a. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal dengan
b.
c.
d.
e.
jaring.
Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
Sebaiknya ada alat ungkit.
Kapasitas disesuaikan dengan kelas jalan yang akan dilalui.
Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah
Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
TPA
Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju lokasi ke-2 untuk
menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Pada rit terakhir, dengan kontainer kosong, dari TPA menuju ke lokasi kontainer
pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa kontainer
Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu (misal: pengambilan pada jam tertentu,
atau mengurangi kemacetan lalu lintas)
Pola pengangkutan sistem pengosongan kontainer cara III (SNI, 2002)
Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke lokasi kontainer
isi untuk mengganti/mengambil dan langsung membawa ke TPA,
Kendaraan dengan menbawa kontainer kosong ke TPA menuju ke kontainer isi
berikutnya, dan
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
c. Pola pengangkutan sampah dengan sistem kontainer tetap biasanya diterapkan
untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truck atau
truk.
2.6.7
Pada umumnya proses pengelolaan sampah di perkotaan terdiri atas beberapa tahapan
proses, antara lain:
1. Pewadahan di tempat timbulan
2. Pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke tempat pemindahan (tempat
3.
4.
5.
6.
spembuangan sementara)
Pemindahan dari wadahnya di alat pengangkut
Pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan
Pengolahan sampah untuk dimanfaatkan
Pembuangan akhir.
Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan sampah ini ditujukan untuk mendaur ulang
sampah yang ada untuk kegunaan yang lain. Pengolahan sampah dapat dilakukan
dengan proses pengomposansampah organik (Composting), yang menghasilkan
membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakuan khusus atau sistem
pengolahan yang benar, sehingga sistem open dumping menimbulkan gangguan
pencemaran lingkungan.
2. Controlled Landfill
Metode controlled landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan
atau setelah mencapai periode tertentu.
3. Sanitary Landfill
Metode pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara ditimbun dan
dipadatkan, kemudian di tutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan
pelapisan tanah penutup di lakukan setiap hari pada akhir jam operasi.
Ketentuan Teknis
a. Harus ada pengendalian leahcate, yang terbentuk dari proses dekomposisi
sampah agar tidak mencemari tanah, air tanah maupun badan air yang ada.
b. Harus ada pengendalian gas dan bau hasil dekomposisi sampah, agar tidak
mencemari udara, menyebabkan kebakaran atau bahaya asap dan menyebabkan
efek rumah kaca.
c. Harus ada pengendalian vektor penyakit.
Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi dari landfill
dapat dibedakan menjadi (Gambar1):
a. Mengisi Lembah atau cekungan.
Metode ini biasa digunakan untuk penimbunan sampah yang dilakukan pada daerah
lembah, seperti tebing, jurang, cekungan kering, dan bekas galian. Metode ini
dikenal dengan depression method. Teknik peletakan dan pemadatan sampah
tergantung pada jenis material penutup yang tersedia, kondisi geologi dan hidrologi
lokasi, tipe fasilitas pengontrolan leachate dan gas yang digunakan, dan sarana
menuju lokasi.
b. Mengupas Lahan secara bertahap
Pengupasan membentuk parit-parit tempat penimbunan sampah dikenal sebagai
metode trench. Metode ini digunakan pada area yang memiliki muka air tanah yang
dalam. Area yang digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang biasanya terbuat
dari membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah (lowpermeability clay), atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan leachate
dan gasnya.
c. Menimbun Sampah di atas lahan.
Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, dilakukan dengan cara
menimbun sampah di atas lahan. Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah
dibuang menyebar memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses
pengisian (biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutup.