DAN
PENENTUAN BAHAN KIMIA
Nurhasanah Sujahjo *
Ida Dahliawati**
I. PENDAHULUAN
1
II. PERALATAN
Beraneka ragam rancangan peralatan jar test (jar tester), dewasa ini
tersedia di pasaran.
Rancangan yang spesifik untuk memonitor dan mengontrol yang akurat
dari berbagai proses yang ada / tersedia.
On/Off pengaduk
Pengukur
kecepatan putaran
Jar tester yang profesional, terdiri dari jar, rotor dan stator disain standar,
dimana intensitas pengadukan mekanik selama pengadukan cepat dan
pengadukan lambat (flokulasi), dinyatakan dalam gradien kecepatan rata-
rata, dapat diperoleh dari tabel dan grafik yang diberikan.
Jar Tester yang sederhana, memberikan hasil yang relevan untuk survey,
monitoring dan pengontrolan proses-proses koagulasi dan flokulasi.
III. APLIKASI
Jar tester dapat digunakan untuk merancang suatu instalasi pengolahan
air, untuk menentukan intensitas pengadukan, periode pengadukan cepat
dan lambat, periode sedimentasi, jenis dan jumlah bahan kimia yang akan
digunakan, serta lokasi aplikasinya.
Pada instalasi pengolahan yang ada, jar tester terutama digunakan untuk
menentukan kondisi operasional optimum untuk berbagai kualitas air baku,
khususnya dosis bahan kimia yang tepat, sementara untuk parameter
proses lainnya, kondisi aktual dalam instalasi pengolahan, disimulasikan.
Sebagai contoh, jika jar test dilakukan untuk menentukan dosis optimum
koagulan (alum sulfat) untuk air baku tertentu, kondisi proses berikut ini
harus dibuat sama pada semua tabung, yaitu :
- contoh air baku
- temperatur
- pH
- konfigurasi rotor (dan stator)
- konfigurasi tabung
- intensitas pencampuran
- periode pencampuran
- periode sedimentasi
3
jika tujuan dari jar test adalah untuk menentukan intensitas pengadukan
optimum, maka terhadap berbagai tabung, digunakan berbagai rotor dan
stator yang berbeda. Semua parameter proses, termasuk dosis alum,
harus mempunyai nilai yang sama dalam semua tabung.
Untuk instalasi pengolahan yang ada, jar test sering digunakan untuk
menentukan dosis optimum bahan kimia, untuk koagulasi/flokulasi,
khususnya dosis optimum koagulan dan bahan kimia “conditioning” untuk
koreksi pH, untuk kualitas-kualitas air yang berbeda.
IV. PROSEDUR
Koagulasi dan flokulasi merupakan hasil penambahan alum sulfat/tawas
ke dalam air baku, dibawah kondisi pengadukan cepat dan pengadukan
lambat yang berurutan.
Alum sulfat bersifat asam, maka dengan menambahkan bahan kimia ini
kedalam air baku, pH air baku tersebut akan turun.
Besarnya penurunan pH tergantung kepada komposisi air baku,
khususnya kapasitas penyangganya (“buffering capacity”).
4
4.1. Persiapan Umum :
Ambil air baku (air sungai), kira-kira 20 liter atau langsung dari sungai
(intake) atau dari pipa air baku di instalasi pengolahan, bila instalasi
telah berjalan beberapa jam.
Ukur temperatur pH, alkalinity dan kekeruhan air baku. Catat data pada
form 1.
Catatan :
Besarnya variasi dosis diatas, untuk air baku dengan kekeruhan < 500
NTU, jika kekeruhan lebih besar lagi, maka variasi dosis harus lebih besar
(mungkin kelipatan dua), atau lebih kecil maka variasi dosis kecil dengan
interval 5 mg.
Untuk mengatasi penurunan pH, akibat penambahan alum, maka
kedalam masing-masing tabung ditambahkan larutan NaOH 3,6%,
dengan dosis : 3,6 ; 7,2 ; 10,8 ; dan 14,4 mg/L, caranya sama seperti
pembubuhan alum, yaitu dengan memasukkan larutan tersebut,
kedalam tabung pembubuh yang satu lagi yaitu sebanyak 1 ; 2 ; 3 dan 4
mL ( hal ini dilakukan supaya pH masing-masing tabung tetap sama).
5
Catatan :
Jika dosis alum dua kali lipat, maka demikian pula untuk dosis soda kostik.
Penambahan NaOH tidak direkomendasikan untuk pH air baku > 7, atau
pada dosis koagulan yang tidak terlalu tinggi.
Atur kecepatan motor sampai 100 – 150 rpm untuk pengadukan cepat
dengan waktu 30 – 60 detik atau sesuai dengan kondisi operasi IPA
yang dipakai.
6
Catatan : dalam rangka mensimulasi kondisi proses yang sebenarnya
pada suatu instalasi pengolahan air, maka periode pengendapan
yang berbeda dapat diterapkan.
Periksa pH, alkalinitas dan turbidity, untuk setiap contoh yang diambil,
catat hasil dan buat grafik hubungan antara dosis alum dengan
turbidity (lihat data hasil analisa pada form 1).
7
Catatan : untuk dosis alum yang terpilih, peningkatan dosis alum 1 mg/L,
akan mengakibatkan penurunan kekeruhan sebesar 1 NTU.
Untuk dosis alum yang lebih tinggi, dampaknya pada kehilangan
kekeruhan akan menurun, secara bertahap. Pemilihan dosis optimum
dengan cara diatas, berdasarkan kriteria ekonomis dan perlu diuji
selanjutnya, atas penyesuaian teknis dalam tes-tes berikut.
Bila tidak mungkin untuk menggambarkan garis tangen dalam grafik, hal
ini berarti bahwa koagulasi/flokulasi air baku, tidak lengkap dan tes harus
dilaksanakan, dengan merubah dosis alum dan atau nilai pH.
8
Gambar 3. GRAFIK PENENTUAN BATAS-BATAS pH OPTIMUM
V. EVALUASI
dosis optimum sekitar 0,8 x mg alum sulfat per liter air baku. Hal ini
akan menghasilkan penghematan pemakaian alum sulfat sebesar 20%.
Dari percobaan seri 3 ini, diperoleh dosis optimum baru : “Z” mg/L alum.
qA = Q x tA x 60
CA
Dimana :
5.2 Pengaturan pH :
10
Gambar 4. SIFAT PENGULANGAN JAR TEST URUTAN PERCOBAAN
PENETAPAN DOSIS
Dosis Alum
2 pH lebih baik
Dosis Alum
3 pH paling baik
Baik selama atau setelah jar testing, sejumlah pengamatan perlu dibuat
untuk menaksir efisiensi proses pengolahan. Setelah tahap awal dari
flokulasi, umumnya 1 menit setelah pembubuhan bahan kimia,
pertumbuhan flok-flok yang pertama dapat terlihat.
Pada percobaan yang dilakukan secara baik, air yang jernih akan terlihat
setelah 3,5 sampai 5 menit, jika hal demikian tidak nampak, maka
merupakan indikasi yang pasti bahwa pembubuhan bahan kimia atau pH
tidak tepat.
Pertumbuhan flok-flok dapat ringan dan halus atau padat. Flok-flok ringan
dan halus, cenderung mempunyai karakteristik pengendapan yang tidak
baik dan dipertimbangkan tidak diinginkan, karena merapuhannya. bAhkan
gangguan yang kecil akan merusak flok-flok tersebut.
11
Kondisi pengadukan yang tidak diinginkan selama flokulasi, dapat
merupakan terjadinya flok-flok ini dan kebanyakan dapat terjadi pula akibat
dari pembubuhan alum sulfat, atau pH air yang tidak tetap.
Frekuensi jar testing sangat tergantung pada variasi dan fluktuasi kualitas
air baku (kekeruhan, jenis zat-zat tersuspensi dan koloidal). Umumnya
langsung sebelum atau seketika, setelah menjalankan unit
koagulasi/flokulasi, suatu jar test dengan suatu contoh air baku yang
representatif, harus dilakukan dalam rangka penetapan dosis optimum, dari
bahan kimia yang digunakan.
Selama operasi normal dan memuaskan dari unit koagulasi/flokulasi, jar test
harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam sehari.
13
14
VIII. PENENTUAN KONSUMSI KHLOR/DOSIS KAPORIT :
(2) Ambil air hasil saringan (outlet filter), air yang akan masuk ke reservoir
dan telah mengalami penetapan pH untuk proses
Stabilisasi/Netralisasi, masukkan satu liter air tersebut ke dalam
beaker glass
(4) Tempatkan beaker glass di tempat yang terlindung cahaya dan panas
dengan waktu sesuai yang dibutuhkan ( minimum 30 menit) atau :
Sampai mencapai sisa khlor yang konstan untuk interval waktu yang
ditentukan ( misal pengukuran sisa khlor bebas dilakukan setiap 15
menit ).
Waktu kontak di reservoir
Waktu kontak sampai konsumen terjauh
(5) Uji sisa khlor bebas sesuai waktu tersebut pada butir (4) → misal
hasil pengukuran : a mg/l Cl2
(7) Hitung DPK dan Dosis Kaporit / gas Khlor, dengan cara sebagai
berikut :
15
Pembubuhan larutan Kaporit : 3 mg/l Ca(OCl) 2 → sebagai khlor aktif =
s/100 x 3 = 3s/100 mg/l Cl2
Sisa Khlor bebas = a mg/l Cl2
_________________________________
DPK = ( 3s – a ) mg/l Cl2
Rumus :
DPK + SISA KHLOR YANG DIINGINKAN
dimana :
Q = debit Instalasi ( l/dt )
X = dosis Kaporit ( mg/l )
S = konsentrasi larutan Kaporit ( % )
d = densitas larutan Kaporit ( kg/l )
60 = konversi dari detik ke menit
–6
10 = konversi dari mg ke kg
atau :
Q x X x 60
________________
C
16
dimana :
Q = debit Instalasi ( l/dt )
X = dosis Kaporit ( mg/l )
C = konsentrasi larutan kaporit ( mg/ml )
60 = konversi dari detik ke menit
Keterangan :
(2) Periksa secara periodik aliran larutan, apakah tetap lancar (tidak ada
penyumbatan dicirikan dengan besarnya aliran/tetesan larutan ke
dalam air)
Catatan :
Sediakan 1 buah tangki untuk membuat larutan dan 2 buah tangki untuk
pembubuhan larutan.
18
XII. CONTOH PENENTUAN DAYA PENGIKAT KHLOR ( DPK ) :
Perhitungan :
19
XIII. CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN KIMIA:
RUMUS:
2. Dosing (cc/menit)
20
PRAKTIKUM JAR TEST
Form 1
DATA HASIL JAR – TEST
PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN
Data Air baku
pH :
Turbidity : NTU
Konsentrasi larutan : % ( 1 ml = mg )
Analis :
21
Form 2
DATA HASIL JAR – TEST
PENENTUAN DOSIS ALKALI penetapan pH optimum pada Proses Koagulasi
Batas pH optimum :
Dosis :
…………………
Keterangan :
Analis :
22
Form 3
DATA HASIL JAR – TEST
A. PENENTUAN DOSIS BAHAN ALKALI Penetapan pH pada Proses Stabilisasi
B. PENENTUAN DOSIS KLOR ( Cl2 ) / KAPORIT untuk Proses Desinfeksi
C. PENENTUAN KADAR LUMPUR
A. Bahan alkali :
pHs (pH Saturasi) / pH Sasaran :
PARAMETER DOSIS ………………. , mg/l
pH
B. Desinfektan :
Kadar klor aktif dalam Kaporit : %
Pembubuhan Kaporit : mg/l Ca(OCl)2
= mg/l Cl2
Waktu kontak : menit
Sisa Klor : mg/l Cl2
Daya Pengikat Klor (DPC) : = mg/l Cl2
Analis :
23
Tabel KEBUTUHAN BAHAN KIMIA KAPASITAS 20 L/DTK
Keterangan:
Kapasitas pompa Alum : 18 L/jam
Kapasitas pompa Kaporit : 18 L/jam
25
MODUL AIR MINUM (MC )