Anda di halaman 1dari 26

JAR TEST

DAN
PENENTUAN BAHAN KIMIA
Nurhasanah Sujahjo *
Ida Dahliawati**

I. PENDAHULUAN

Jar test adalah suatu metode untuk mengevaluasi proses


koagulasi/flokulasi. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi
yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam
mengoptimasi proses koagulasi, flokulasi dan pengendapan, serta bagi
para ahli teknik (engineer) dalam merancang bangun instalasi pengolahan
air yang baru, atau memperbaiki instalasi yang ada.

Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-


parameter proses seperti :
 Dosis koagulan dan koagulan pembantu
 pH
 Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau di bawah permukaan air,
pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan,
lokasi pembubuhan relatif terhadap peralatan pengadukan, dll :
 Konsentrasi larutan kimia
 Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan pengadukan lambat
(flokulasi)
 Waktu pengendapan

Untuk jar test, penetapan standarisasi, prosedur tetap merupakan syarat


untuk mendapatkan hasil-hasil yang mempunyai arti.

Terpisah dari parameter-parameter proses yang disebutkan diatas,


variabel-variabel berikut ini juga harus dimonitor dan dikontrol, yaitu seperti
:
 Temperatur air di dalam gelas beaker (jar)
 Kekeruhan, warna dan alkalinity air baku dan air yang telah diolah :
 Metode pengambilan contoh (sampel) air
 Peralatan percobaan laboratorium dan prosedur analisa laboratorium

* Peneliti Utama Puslitbang Permukiman


** Dit. Pengembangan Air Minum

1
II. PERALATAN

Alat yang digunakan dalam penentuan dosis adalah sebagai berikut:


o Alat Jar Tester
o Pipet ukur atau spuilt ( alat suntik )
o Beaker glass ( Jar ) 1000, 250, 100 ml
o Gelas Ukur, 1000, 100 ml
o Komparator pH ( pH – meter )
o Turbidimeter

Beraneka ragam rancangan peralatan jar test (jar tester), dewasa ini
tersedia di pasaran.
Rancangan yang spesifik untuk memonitor dan mengontrol yang akurat
dari berbagai proses yang ada / tersedia.

On/Off pengaduk

Pengukur
kecepatan putaran

6 pengaduk On/off lampu


Bak dengan
lampu

Gambar 1. Bagian-bagian penting dari sebuah jar tester

Semua Jar Tester seharusnya mempunyai bagian-bagian berikut :


1. Sebuah motor yang dapat diatur
2. Batang-batang pengaduk dengan impeler, atau rotor, kecepatan rotasi
rotor dapat diatur
3. Sebuah gelas beaker atau tabung dibawah setiap rotor
4. Sebuah pengatur waktu (otomatis dan manual)
5. Perlengkapan sebagai tambahan adalah :
a) stator pada setiap tabung
b) tabung pembubuh bahan kimia satu atau dua buah untuk setiap jar,
yang dipasang pada sebuah bar/papan
2
c) siphon untuk mengambil sampel air (alat ini bisa diganti dengan
slang plastik kecil)
d) tempat sampel (sebuah untuk setiap jar) dan satu buah untuk
membuang sample awal ( isi pertama di dalam slang )

Jar tester yang profesional, terdiri dari jar, rotor dan stator disain standar,
dimana intensitas pengadukan mekanik selama pengadukan cepat dan
pengadukan lambat (flokulasi), dinyatakan dalam gradien kecepatan rata-
rata, dapat diperoleh dari tabel dan grafik yang diberikan.

Jar Tester yang sederhana, memberikan hasil yang relevan untuk survey,
monitoring dan pengontrolan proses-proses koagulasi dan flokulasi.

III. APLIKASI
Jar tester dapat digunakan untuk merancang suatu instalasi pengolahan
air, untuk menentukan intensitas pengadukan, periode pengadukan cepat
dan lambat, periode sedimentasi, jenis dan jumlah bahan kimia yang akan
digunakan, serta lokasi aplikasinya.
Pada instalasi pengolahan yang ada, jar tester terutama digunakan untuk
menentukan kondisi operasional optimum untuk berbagai kualitas air baku,
khususnya dosis bahan kimia yang tepat, sementara untuk parameter
proses lainnya, kondisi aktual dalam instalasi pengolahan, disimulasikan.

Berbagai tabung jar tester, memungkinkan untuk menyelidiki perbandingan


terhadap pengaruh kondisi-kondisi yang berbeda, untuk suatu variabel
proses yang spesifik.

Dalam rangka memonitor pengaruh variasi suatu parameter proses


tertentu pada proses-proses koagulasi/flokulasi/pengendapan, parameter-
parameter lainnya harus dibuat bernilai sama, untuk semua tabung yang
digunakan dalam studi perbandingan.

Sebagai contoh, jika jar test dilakukan untuk menentukan dosis optimum
koagulan (alum sulfat) untuk air baku tertentu, kondisi proses berikut ini
harus dibuat sama pada semua tabung, yaitu :
- contoh air baku
- temperatur
- pH
- konfigurasi rotor (dan stator)
- konfigurasi tabung
- intensitas pencampuran
- periode pencampuran
- periode sedimentasi

3
jika tujuan dari jar test adalah untuk menentukan intensitas pengadukan
optimum, maka terhadap berbagai tabung, digunakan berbagai rotor dan
stator yang berbeda. Semua parameter proses, termasuk dosis alum,
harus mempunyai nilai yang sama dalam semua tabung.
Untuk instalasi pengolahan yang ada, jar test sering digunakan untuk
menentukan dosis optimum bahan kimia, untuk koagulasi/flokulasi,
khususnya dosis optimum koagulan dan bahan kimia “conditioning” untuk
koreksi pH, untuk kualitas-kualitas air yang berbeda.

Semua variabel-variabel proses lainnya, pada umumnya dijaga pada


nilainya yang tetap dan sesuai dengan kondisi operasional IPA yang
dipakai. Prosedur untuk melaksanakan jar test, dibawah beberapa kondisi,
diuraikan secara singkat pada paragraf IV tentang “Prosedur”.

IV. PROSEDUR
Koagulasi dan flokulasi merupakan hasil penambahan alum sulfat/tawas
ke dalam air baku, dibawah kondisi pengadukan cepat dan pengadukan
lambat yang berurutan.

Alum sulfat bersifat asam, maka dengan menambahkan bahan kimia ini
kedalam air baku, pH air baku tersebut akan turun.
Besarnya penurunan pH tergantung kepada komposisi air baku,
khususnya kapasitas penyangganya (“buffering capacity”).

pH dapat berpengaruh secara kuat terhadap proses koagulasi/flokulasi


dan sedimentasi, pH dapat diatur dengan penambahan sejumlah basa
tertentu, seperti soda abu, soda kostik atau kapur.
Dalam rangka penyelidikan pengaruh khusus alum sulafat maupun pH,
terhadap proses koagulasi/flokulasi dengan pertolongan jar tester, hanya
satu variabel pada suatu saat yang dirubah : baik konsentrasi alum sulfat
maupun pH. Karena itu dua penelitian perbandingan harus dilakukan,
yaitu: pertama adalah dosis alum sulfat terhadap berbagai tabung dibuat
berbeda, sementara pH dijaga konstan (untuk kondisi air baku tertentu, pH
tidak dibuat konstan) dan kedua, adalah pH dalam setiap tabung, dibuat
berbeda, sementara pembubuhan alum sulfat dilakukan dalam dosis yang
sama.

Prosedur percobaan untuk menentukan dosis alum sulfat optimum dan


nilai pH untuk koagulasi/flokulasi dari suatu air baku tertentu diberikan
dibawah ini.

Dimisalkan bahwa percobaan menggunakan suatu jar tester dengan


empat tabung yang masing-masing diberi tanda A, B, C dan D.

4
4.1. Persiapan Umum :

Penyiapan larutan alum sulfat :


 Dibuat larutan alum sulfat 1% (berat/volume), dengan melarutkan 10
gram alum, Al2(SO4)3.18H2O ke dalam aquadest, jadikan satu liter
larutan , 1 ml larutan ini ekivalen dengan 10 mg.

Penyiapan larutan soda kostik, NaOH :


 Dibuat larutan soda kostik 0,36% (berat/volume) dengan melarutkan 3,6
gram soda kostik, kedalam aquadest, jadikan satu liter larutan.

4.2. Pengambilan Air Baku :

 Ambil air baku (air sungai), kira-kira 20 liter atau langsung dari sungai
(intake) atau dari pipa air baku di instalasi pengolahan, bila instalasi
telah berjalan beberapa jam.
 Ukur temperatur pH, alkalinity dan kekeruhan air baku. Catat data pada
form 1.

4.3 Penentuan Dosis Alum Sulfat Optimum :

 Siapkan empat buah beaker glass/tabung kapasitas satu liter. Isi


kedalam masing-masing tabung, air baku sebanyak satu liter.
 Letakkan masing-masing tabung dibawah rotor. Turunkan masing-
masing rotor kedalam setiap jar.
 Ukur tinggi air dari permukaan air sampai 10 cm.
 Siapkan dosis alum sulfat, dengan memasukkan larutan kedalam
tabung pembubuh untuk masing-masing jar, misalnya tabung A = 10, B
= 20, C = 30 dan D = 40 mg/L ( dengan interval dosis 10 mg ), jadi
pembubuhan alum masing-masing : 1 ; 2 ; 3 ; dan 4 ml. Catat data ini
pada form 1.

Catatan :
Besarnya variasi dosis diatas, untuk air baku dengan kekeruhan < 500
NTU, jika kekeruhan lebih besar lagi, maka variasi dosis harus lebih besar
(mungkin kelipatan dua), atau lebih kecil maka variasi dosis kecil dengan
interval 5 mg.
 Untuk mengatasi penurunan pH, akibat penambahan alum, maka
kedalam masing-masing tabung ditambahkan larutan NaOH 3,6%,
dengan dosis : 3,6 ; 7,2 ; 10,8 ; dan 14,4 mg/L, caranya sama seperti
pembubuhan alum, yaitu dengan memasukkan larutan tersebut,
kedalam tabung pembubuh yang satu lagi yaitu sebanyak 1 ; 2 ; 3 dan 4
mL ( hal ini dilakukan supaya pH masing-masing tabung tetap sama).

5
Catatan :
Jika dosis alum dua kali lipat, maka demikian pula untuk dosis soda kostik.
Penambahan NaOH tidak direkomendasikan untuk pH air baku > 7, atau
pada dosis koagulan yang tidak terlalu tinggi.

 Atur kecepatan motor sampai 100 – 150 rpm untuk pengadukan cepat
dengan waktu 30 – 60 detik atau sesuai dengan kondisi operasi IPA
yang dipakai.

 Memasukkan secara serentak bahan-bahan kimia (alum dan soda


kostik) kedalam masing-masing jar, waktu pengadukan cepat dihitung,
mulai dari saat bahan-bahan kimia dimasukkan. Hitung waktu yang
dibutuhkan.

 Amati dan catat saat flok pertama mulai “dapat” terlihat.

Catatan : dalam hal mensimulasi kondisi proses yang sebenarnya


pada suatu instalasi pengolahan, suatu periode pengadukan
cepat yang berbeda dapat dilakukan.

 Setelah pengadukan cepat berjalan 30 – 60 detik (sesuai dengan waktu


yang ditentukan), turunkan kecepatan (intensitas) pengadukan sampai
30 – 50 rpm, lakukan proses flokulasi ini selama 15 – 20 menit.

 Pada saat flokulasi berlangsung, amati ukuran flok dengan


membandingkan ukurannya, dengan gambar-ukuran flok (gambar5),
kemudian catat misalnya diambil untuk setiap interval waktu 5 menit
sampai waktu flokulasi berakhir (pengaturan interval tergantung
kebutuhan).

Catatan : dalam rangka mensimulasi kondisi proses pada suatu instalasi


pengolahan, prosedur-prosedur yang berbeda, untuk pengadukan
lambat perlu diterapkan misalnya tiga interval setiap 3, 6 dan 9
menit, dengan kecepatan pengadukan berurutan, yaitu : 50 ; 30
dan 20 rpm.

 Setelah pengadukan lambat selesai, hentikan pengadukan,


kembalikan pengatur waktu ke-0 dan perhatikan secara seksama,
waktu pengendapan dari kumpulan flok yang “dominan”, mulai dari
permukaan sampai tanda batas (10 cm), catat hasil.
Biarkan flok-flok yang terbentuk mengendap, selama total waktu 20 –
30 menit.

6
Catatan : dalam rangka mensimulasi kondisi proses yang sebenarnya
pada suatu instalasi pengolahan air, maka periode pengendapan
yang berbeda dapat diterapkan.

 Ambil contoh air secara siphon atau dengan menggunakan slang


plastik secara hati-hati.
Usahakan pengambilan contoh air seragam (jumlah, posisi
pengambilan dll) untuk setiap jar.

 Periksa pH, alkalinitas dan turbidity, untuk setiap contoh yang diambil,
catat hasil dan buat grafik hubungan antara dosis alum dengan
turbidity (lihat data hasil analisa pada form 1).

 Tentukan dosis optimum alum secara grafis, dengan cara sebagai


berikut (lihat gambar 2):
 tarik garis tangen = 1 (sudut = 45)
 buat garis sejajar garis tangen = 1, yang pertama menyinggung
kurva disatu titik
 tarik garis dari titik singgung ke bawah, sehingga akan
menunjukkan dosis optimum yang diperoleh. Dosis alum ini adalah
dosis alum optimum sebagai hasil dari jar test pertama.

Gambar 2. GRAFIK PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN

7
Catatan : untuk dosis alum yang terpilih, peningkatan dosis alum 1 mg/L,
akan mengakibatkan penurunan kekeruhan sebesar 1 NTU.
Untuk dosis alum yang lebih tinggi, dampaknya pada kehilangan
kekeruhan akan menurun, secara bertahap. Pemilihan dosis optimum
dengan cara diatas, berdasarkan kriteria ekonomis dan perlu diuji
selanjutnya, atas penyesuaian teknis dalam tes-tes berikut.

Bila tidak mungkin untuk menggambarkan garis tangen dalam grafik, hal
ini berarti bahwa koagulasi/flokulasi air baku, tidak lengkap dan tes harus
dilaksanakan, dengan merubah dosis alum dan atau nilai pH.

4.4 Penentuan pH Optimum

Percobaan ini dilakukan apabila pH air baku relatif rendah (<6).

 Semua bagian peralatan jar tes, harus dibersihkan sepenuhnya,


sebelum penentuan pH optimum dimulai.
 Siapkan tabung dengan kode A’ ; B’ ; C’ ; dan D’. Isi masing-masing
tabung dengan 1 liter air baku
 Siapkan dosis alum optimum untuk setiap jar, sebesar nilai yang
diperoleh percobaan 4.3., misalnya X mg/L dengan memasukkan
larutan alum, kedalam tabung pembubuh.
 Siapkan larutan basa (yang sesuai dengan bahan kimia yang
digunakan di instalasi, atau dengan menggunakan NaOH) dengan
konsentrasi 1% (1 ml – 1 mg, dimana cara pembuatannya sama
dengan yang telah diterangkan sebelumnya).
 Buat variasi dosis bahan basa (yang diperkirakan akan menetralisasi
0; 20 ; 50 dan 100% dari produksi keasaman dari dosis alum,
masukkan masing-masing kedalam tabung pembubuh.
 Langkah seterusnya yang diperoleh sama dengan percobaan 4.3
 Catat hasil yang diperoleh pada form 2 (pada lampiran)
 Buat grafik hubungan antara pH dengan turbidity. Kemudian tentukan
pH optimum, dengan cara sebagai berikut (lihat gambar 3) :
 Tarik garis sejajar sumbu horizontal pada grafik, untuk kekeruhan

sebesar 5 NTU dan kekeruhan 2 NTU lalu baca nilai pH pada


perpotongan garis-garis dengan grafik.
 Batas-batas pH, dimana kekeruhan diantara 2 – 5 NTU,
dipertimbangkan sebagai batas-batas optimum untuk
koagulasi/flokulasi.

8
Gambar 3. GRAFIK PENENTUAN BATAS-BATAS pH OPTIMUM

V. EVALUASI

5.1. Dosis Bahan Kimia Optimum

Percobaan yang dijelaskan pada II dan III, umumnya memberikan hasil


yang memuaskan untuk perkiraan pendahuluan dosis koagulan
optimum dan batas-batas pH untuk koagulasi/flokulasi.
Percobaan jar tes seringkali memerlukan seri percobaan lebih banyak.

Dengan mengulangi percobaan-percobaan dengan dosis yang sedikit


lebih tinggi atau lebih rendah, dari dosis “optimum” yang diperoleh dari
seri percobaan pertama, akan didapai lebih banyak data yang akurat,
mengenai dosis-dosis bahan kimia dan batas-batas pH optimum.

Sebagai contoh, jika sekarang percobaan untuk menentukan dosis alum


optimum (lihat percobaan 4.3) akan diulangi, sambil menerapkan nilai
pH optimum (lihat percobaan 4.4), akan diperoleh

dosis optimum sekitar 0,8 x mg alum sulfat per liter air baku. Hal ini
akan menghasilkan penghematan pemakaian alum sulfat sebesar 20%.

Untuk percobaan penentuan dosis alum optimum berikutnya, sambil


mengamati batas-batas pH optimum (seperti pada 4.4), umumnya
dosis-dosis berikut ini diterapkan (dengan anggapan suatu dosis
optimum X mg alum per liter air baku yang didapat dari percobaan 4.3
seri 1).
9
Seri 2 : X – 30%; X – 20% ; X – 10% dan X mg/L alum, dalam tabung
A’’ ; B’’ ; C’’ dan D’’ secara berurutan
Dari percobaan seri 2 ini, diperoleh dosis optimum baru : “Y” mg/L alum.

Seri 3 : Y – 10% ; Y – 5% ; Y dan Y + 5% mg/L alum, didalam tabung


A’’’ ; B’’’ ; C’’’ ; dan D’’’ secara berurutan.

Dari percobaan seri 3 ini, diperoleh dosis optimum baru : “Z” mg/L alum.

Pada instalasi pengolahan, debit pembubuhan larutan alum sekarang


dapat dihitung, sebagai berikut :

qA = Q x tA x 60
CA

Dimana :

qA = debit pembubuhan larutan alum (L/menit)


Q = debit air baku (L/detik)
tA = dosis alum optimum (mg/L)
CA = konsentrasi larutan alum (mg/mL)

5.2 Pengaturan pH :

Jar test dapat menunjukkan koagulasi/flokulasi/sedimentasi, tanpa atau


memakai pengaturan pH yang diperlukan, sehubungan dengan
penambahan alum untuk mendapatkan suatu penjernihan yang baik.
Dengan penambahan alum, keasaman air bertambah besar dan
mempunyai karakter agresif terhadap material yang digunakan dalam
bangunan pengolahan, sistem transmisi dan sistem distribusi.

Hal ini sebaiknya akan menimbulkan masalah operasi dan pemeliharaan


serta biaya untuk perbaikan dan pergantian. Pengaruh sekunder,
kemungkinan korosi pada sistem dan kualitas air harus juga
diperhitungkan. Karena itu pengaturan pH lebih lanjut, harus dilakukan
setelah sedimentasi atau filtrasi (hal ini bisa dilakukan sebelum atau
sesudah proses penyaringan/filtrasi).

10
Gambar 4. SIFAT PENGULANGAN JAR TEST URUTAN PERCOBAAN
PENETAPAN DOSIS

Perkiraan Rangkaian Hasil Klarifikasi Percobaan

Dosis Alum Dosis Alum


pH 1 pH cukup baik

Dosis Alum
2 pH lebih baik

Dosis Alum
3 pH paling baik

5.3 Pembentukan Flok :

Baik selama atau setelah jar testing, sejumlah pengamatan perlu dibuat
untuk menaksir efisiensi proses pengolahan. Setelah tahap awal dari
flokulasi, umumnya 1 menit setelah pembubuhan bahan kimia,
pertumbuhan flok-flok yang pertama dapat terlihat.

Selama percobaan berlangsung, flok-flok yang sangat halus ini, secara


perlahan ukurannya bertambah besar, sementara air diantara flok-flok
tampak jernih.

Pada percobaan yang dilakukan secara baik, air yang jernih akan terlihat
setelah 3,5 sampai 5 menit, jika hal demikian tidak nampak, maka
merupakan indikasi yang pasti bahwa pembubuhan bahan kimia atau pH
tidak tepat.
Pertumbuhan flok-flok dapat ringan dan halus atau padat. Flok-flok ringan
dan halus, cenderung mempunyai karakteristik pengendapan yang tidak
baik dan dipertimbangkan tidak diinginkan, karena merapuhannya. bAhkan
gangguan yang kecil akan merusak flok-flok tersebut.

Umumnya tipe flok-flok ringan / halus diamati dalam kombinasi dengan


flok-flok “pentol jarum” (pin point flock) yang tertinggal didalam air, setelah
flok-flok yang besar telah mengendap.

Flok-flok dengan sebutan ”pentol jarum” ini, merupakan flok-flok yang


berukuran sangat kecil dengan diameter dibawah 0,5 mm yang mana tidak
akan bergabung kembali menjadi senyawa yang lebih besar.

11
Kondisi pengadukan yang tidak diinginkan selama flokulasi, dapat
merupakan terjadinya flok-flok ini dan kebanyakan dapat terjadi pula akibat
dari pembubuhan alum sulfat, atau pH air yang tidak tetap.

VI. FREKUENSI JAR TESTING

Frekuensi jar testing sangat tergantung pada variasi dan fluktuasi kualitas
air baku (kekeruhan, jenis zat-zat tersuspensi dan koloidal). Umumnya
langsung sebelum atau seketika, setelah menjalankan unit
koagulasi/flokulasi, suatu jar test dengan suatu contoh air baku yang
representatif, harus dilakukan dalam rangka penetapan dosis optimum, dari
bahan kimia yang digunakan.

Selama operasi normal dan memuaskan dari unit koagulasi/flokulasi, jar test
harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam sehari.

Jika hasil penjernihan tidak memuaskan, frekuensi jar testing harus


diperbesar, dalam rangka penetapan kondisi yang tepat untuk
menghasilkan air dengan kualitas air yang dapat diterima.

VII.PERHITUNGAN DEBIT PEMBUBUHAN


Untuk mendapatkan pembubuhan yang tepat, data berikut harus ditentukan
secara reguler :
 Debit air baku , Q ( l/dt )  diukur memakai alat ukur air baku pada
aliran masuk (inlet), “weir” pelimpah, dll.
 Konsentrasi larutan yang dibuat, S ( % berat ) atau C ( mg/ml )
 Dosis optimum, X ( mg/l )
 Densitas larutan , d ( kg/l atau gr/ml )

Formula debit pembubuhan adalah :

1) Q x X x 100/S x 1/d x 10–6 liter / detik

Q x X x 60 x 10–3 liter / menit


2) ----------------------------
C

Untuk mendapatkan nilai densitas larutan zat kimia dalam kaitannya


dengan konsentrasi larutan dapat dilihat pada tabel berikut.
12
Tabel 1. HUBUNGAN ANTARA DENSITAS DAN
KONSENTRASI LARUTAN
( Bahan kimia produk murni dalam
gram / liter larutan pada 15 oC )

Derajat Densitas Alum Sulfat Soda abu Bubur


Baume (o Be) *) kapur

1 1,007 14 6,3 7,5


2 1,014 28 13,1 16,5
3 1,021 42 19,5 26
4 1,028 57 29 36
5 1,036 73 35,4 46
6 1,044 89 41,1 56
7 1,051 103 50,8 65
8 1,059 119 58,8 75
9 1,067 135 67,9 84
10 1,075 152 76,1 94
11 1,083 168 85,0 104
12 1,091 184 93,5 115
13 1,099 200 101,2 126

*) Alum sulfat, Al2(SO4)3.18 H2O

13
14
VIII. PENENTUAN KONSUMSI KHLOR/DOSIS KAPORIT :

Penentuan konsumsi khlor/dosis Kaporit dengan cara menentukan ”DPK” (


Daya Pengikat Khlor ) seperti di bawah ini :

(1) Buat larutan Kaporit 0,1 % ( 1 ml = 1 mg ) dengan cara :

 Timbang 1 gram kaporit, masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml


 Larutkan dengan aquadest sampai kaporit larut
 Tepatkan volumenya sampai tanda batas, aduk dengan membolak –
balikan labu.
 Pindahkan larutan ke dalam botol plastik, diamkan larutan satu hari
sebelum digunakan.
Catatan : Gunakan bagian larutan yang bening → endapan jangan
terambil.

(2) Ambil air hasil saringan (outlet filter), air yang akan masuk ke reservoir
dan telah mengalami penetapan pH untuk proses
Stabilisasi/Netralisasi, masukkan satu liter air tersebut ke dalam
beaker glass

(3) Bubuhkan 3 ml larutan Kaporit 0,1 %, aduk rata dengan batang


pengaduk

(4) Tempatkan beaker glass di tempat yang terlindung cahaya dan panas
dengan waktu sesuai yang dibutuhkan ( minimum 30 menit) atau :

 Sampai mencapai sisa khlor yang konstan untuk interval waktu yang
ditentukan ( misal pengukuran sisa khlor bebas dilakukan setiap 15
menit ).
 Waktu kontak di reservoir
 Waktu kontak sampai konsumen terjauh

(5) Uji sisa khlor bebas sesuai waktu tersebut pada butir (4) → misal
hasil pengukuran : a mg/l Cl2

(6) Tentukan kadar khlor dalam kaporit → misal s %

(7) Hitung DPK dan Dosis Kaporit / gas Khlor, dengan cara sebagai
berikut :

15
 Pembubuhan larutan Kaporit : 3 mg/l Ca(OCl) 2 → sebagai khlor aktif =
s/100 x 3 = 3s/100 mg/l Cl2
 Sisa Khlor bebas = a mg/l Cl2
_________________________________
DPK = ( 3s – a ) mg/l Cl2

Penentuan Dosis Kaporit/Khlor :

Rumus :
DPK + SISA KHLOR YANG DIINGINKAN

 Jika diinginkan sisa khlor b mg/l Cl2 , maka :

Dosis Kaporit = [ { ( 3s – a ) + b } 100/s ] mg/l Ca(OCl) 2

Dosis gas Khlor = [ { ( 3s – a ) + b } 100/100 ] mg/l Cl2

IX. PENENTUAN DEBIT PEMBUBUHAN

Rumus ” Debit Pembubuhan ( D ) l/menit ” :

Q x X x 100/S x l/d x 60 x 10–6

dimana :
Q = debit Instalasi ( l/dt )
X = dosis Kaporit ( mg/l )
S = konsentrasi larutan Kaporit ( % )
d = densitas larutan Kaporit ( kg/l )
60 = konversi dari detik ke menit
–6
10 = konversi dari mg ke kg

atau :

Debit Pembubuhan ( D ) l/menit :

Q x X x 60
________________
C

16
dimana :
Q = debit Instalasi ( l/dt )
X = dosis Kaporit ( mg/l )
C = konsentrasi larutan kaporit ( mg/ml )
60 = konversi dari detik ke menit

X. PENGUKURAN DEBIT PEMBUBUHAN

Pengukuran debit yang dijelaskan disini adalah dengan cara gravitasi:

(1) Siapkan peralatan pembubuhan larutan kaporit di tempat yang sudah


ditetapkan.
Beda tinggi permukaan larutan kaporit dengan titik pembubuhan
diatur minimal 3 ( tiga ) meter.
Kran pengatur dipasang di ujung pipa dekat titik pembubuhan.

(2) Periksa peralatan dalam keadaan baik, periksa adanya penyumbatan


atau kebocoran baik pada kran atau pipa / selang penyalur larutan.

(3) Atur debit pembubuhan sesuai dengan hasil perhitungan


berdasarkan penentuan yang digunakan, dengan cara :

 Buka kran dengan aliran yang besarnya diperkirakan


 Tampung larutan yang mengalir di dalam gelas ukur / beaker glass
selama 30 atau 60 detik, waktu diukur dengan stop watch.
 Hitung volume larutan yang tertampung selama waktu tersebut →
konversikan hasil pengukuran ( volume per waktu ) ke dalam
satuan debit pembubuhan : l/menit.
 Bandingkan dengan debit pembubuhan yang diinginkan : D
liter/menit, jika hasil pengukuran < D → besarkan bukaan kran
penyalur larutan, dan jika hasil pengukuran > D → kecilkan
bukaan kran, demikian seterusnya sampai hasil pengukuran = D
liter/menit.
 Setelah pembubuhan larutan kaporit dijalankan dengan stabil /
tanpa gangguan, cek sisa khlor bebas pada air yang keluar dari
reservoir, dengan mempertimbangkan waktu tinggal air di
reservoir ( tp + td ). Jika td < 30 menit, maka lakukan pengecekan
sisa khlor bebas dengan waktu kontak paling sedikit 30 menit.

Keterangan :

tp = waktu / saat awal pembubuhan kaporit


td = waktu tinggal air di reservoir ( perbedaan waktu saat air
masuk ke reservoir dan saat keluar reservoir
17
XI. PENGUKURAN DEBIT PEMBUBUHAN

(1) Alirkan larutan kaporit dengan debit terukur, secara kontinu

(2) Periksa secara periodik aliran larutan, apakah tetap lancar (tidak ada
penyumbatan dicirikan dengan besarnya aliran/tetesan larutan ke
dalam air)

(3) Periksa volume larutan di dalam tangki secara periodik, apakah


sudah perlu ditambah, apabila dilakukan penambahan larutan, cek
kembali debit pembubuhan.

(4) Apabila tangki pembubuhan (tangki pertama) perlu diganti dengan


memindahkan pembubuhan ke tangki kedua yang disiapkan
(dibersihkan, diisi dengan larutan kaporit yang baru/sudah disiapkan
dan pengaturan debit pembubuhan sudah dilakukan).

(5) Lakukan pembersihkan/pengurasan tangki pertama yaitu: tangki,


pipa penyalur larutan, sampai semua kotoran hilang. Pengurasan
dilakukan dengan air bertekanan .

(6) Lakukan pengecatan (pelapisan anti korosi) tangki pembuatan


larutan dan tangki pembubuhan minimal 1x per tahun.

Catatan :

 Sediakan 1 buah tangki untuk membuat larutan dan 2 buah tangki untuk
pembubuhan larutan.

 Konsentrasi larutan kaporit yang dibuat berkisar antara 0,2 – 0,5 % → 2


– 5 kg/m3 larutan. Konsentrasi larutan ( C ) = 2 – 5 mg/ml.

 Setelah larutan siap dibuat, diamkan larutan selama 4 – 6 jam, untuk


memberi kesempatan lumpur/bagian yang tidak larut, mengendap.

 Dianjurkan larutan disiapkan satu hari sebelum dibubuhkan.

 Pisahkan supernatant/bagian yang bening, dan masukkan ke dalam


tangki pembubuh secara ” siphon ” (hati – hati, jangan sampai endapan
terbawa! ).

 Larutan siap dibubuhkan.

18
XII. CONTOH PENENTUAN DAYA PENGIKAT KHLOR ( DPK ) :

1 liter air hasil saringan setelah proses


Stabilisasi/ Netralisasi

Masukkan 3 ml larutan Kaporit 0,1 % (1


ml = 1 mg)
→ Pembubuhan = 3 mg/l Ca(OCl)2

Diamkan selama waktu yang diinginkan


( minimal 30 menit ) atau waktu tinggal di
reservoir, atau waktu sampai ke
pelanggan terjauh.

Uji Sisa Khlor Bebas

Perhitungan :

 Pembubuhan larutan kaporit = 3 ml/l = 3 mg/l Ca(OCl)2


 Jika diketahui kadar khlor aktif dalam Kaporit (misal) = 60 %
 Pembubuhan Kaporit (sebagai khlor aktif) = 60/100 x 3
= 1,8 mg/l Cl2
 Sisa Khlor dengan waktu kontak tertentu (misal) = 0,7 mg/l Cl2

DPK = 1,1 mg/l Cl2

Penentuan Dosis Kaporit :

Jika diinginkan Sisa khlor Bebas = 0,5 mg/l Cl2


Maka dosis Kaporit = ( 1,1, + 0,5 ) x 100/60
= 2,7 mg/l Ca(OCl)2

Pembubuhan Gas Khlor ( Cl2 ) = ( 1,1, + 0,5 ) x 100/100


= 1,6 mg/l Cl2

19
XIII. CONTOH PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN KIMIA:

1. Kebutuhan bahan kimia

RUMUS:

Kapasitas (ltr/dtk) x jam operasi (jam/hari) x dosis (mg/ltr) x


3600 (jam/dtk) x 10-6 (kg/mg)

Kapasitas IPA = 100 ltr/dtk


Jam Operasi = 24 jam/hari
Dosis alum = 30 ppm = 30 mg/ltr
Dosis kaporit = 3 ppm = 3 mg/ltr
Kebutuhan alum = 100 (ltr/dtk) x 24 (jam/hari) x 30 (mg/ltr) x 3600
(jam/dtk) x 10-6
= 259,2 kg/hari
Kebutuhan kaporit = 100 (ltr/dtk) x 24 (jam/hari) x 3 (mg/ltr) x 3600
(jam/dtk) x 10-6
= 25,92 kg/hari

2. Dosing (cc/menit)

Konsentrasi alum 10 % = 100 g/ltr


Konsentrasi kaporit 1% = 10 g/ltr
Dosing alum = 259,2 (kg/hari) : 100 (g/ltr) x 1000
= 2592 ltr/hari = 1800 cc/menit
Dosing kaporit = 25,92 (kg/hari) : 10 g/ltr x 1000
= 2592 ltr/hari = 1800 cc/menit

20
PRAKTIKUM JAR TEST
Form 1
DATA HASIL JAR – TEST
PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN
Data Air baku
pH :
Turbidity : NTU
Konsentrasi larutan : % ( 1 ml = mg )

PARAMETER DOSIS ALUM SULFAT, mg/l Al2(SO4)3.xH2O


I = II = III = IV = V = VI =
Saat pertama flok terbentuk, detik
Ukuran flok : 5 menit
10 menit
15 menit
Waktu pengendapan (10 cm), menit
pH
Turbidity, NTU

Dosis optimum : mg/l


Keterangan :

Analis :

21
Form 2
DATA HASIL JAR – TEST
PENENTUAN DOSIS ALKALI  penetapan pH optimum pada Proses Koagulasi

Dosis optimum koagulan : mg/l


pH :
Turbidity : NTU
Bahan alkali yang digunakan :
Konsentrasi larutan : % ( 1 ml = mg )

PARAMETER DOSIS …………………………., mg/l


I = II = III = IV = V = VI =
Saat pertama flok terbentuk, detik
Ukuran flok : 5 menit
10 menit
15 menit
Waktu pengendapan (10 cm), menit
pH
Turbidity, NTU

Batas pH optimum :
Dosis :
…………………

Keterangan :

Analis :

22
Form 3
DATA HASIL JAR – TEST
A. PENENTUAN DOSIS BAHAN ALKALI  Penetapan pH pada Proses Stabilisasi
B. PENENTUAN DOSIS KLOR ( Cl2 ) / KAPORIT  untuk Proses Desinfeksi
C. PENENTUAN KADAR LUMPUR

Air hasil filtrasi / Filtrat


pH :
Turbidity : NTU

A. Bahan alkali :
pHs (pH Saturasi) / pH Sasaran :
PARAMETER DOSIS ………………. , mg/l
pH

B. Desinfektan :
Kadar klor aktif dalam Kaporit : %
Pembubuhan Kaporit : mg/l Ca(OCl)2
= mg/l Cl2
Waktu kontak : menit
Sisa Klor : mg/l Cl2
Daya Pengikat Klor (DPC) : = mg/l Cl2

C. Kadar Lumpur ( pengendapan per menit ) = x 100 % = %

Analis :
23
Tabel KEBUTUHAN BAHAN KIMIA KAPASITAS 20 L/DTK

Dosis Kons. Debit pembubuhan bahan Stroke Kebutuhan bahan


No. (ppm) Lar. (L/dtk kimia pompa kimia Keterangan
(%) ) L/jam L/menit (%) kg/bln kg/thn
1 1 2 20 3.6 0.060 20.0 51.8 622.1
2 2 2 20 7.2 0.120 40.0 103.7 1,244.2
3 3 2 20 10.8 0.180 60.0 155.5 1,866.2 KAPORIT
4 4 2 20 14.4 0.240 80.0 207.4 2,488.3
5 5 2 20 18.0 0.300 100.0 259.2 3,110.4

6 10 20 20 3.6 0.060 20.0 518.4 6,220.8


7 15 20 20 5.4 0.090 30.0 777.6 9,331.2
8 20 20 20 7.2 0.120 40.0 1,036.8 12,441.6
9 25 20 20 9.0 0.150 50.0 1,296.0 15,552.0
10 30 20 20 10.8 0.180 60.0 1,555.2 18,662.4
11 35 20 20 12.6 0.210 70.0 1,814.4 21,772.8 ALUMINIUM
12 40 20 20 14.4 0.240 80.0 2,073.6 24,883.2 DAN
13 45 20 20 16.2 0.270 90.0 2,332.8 27,993.6 SODA ASH
14 50 20 20 18.0 0.300 100.0 2,592.0 31,104.0
15 55 40 20 9.9 0.165 55.0 2,851.2 34,214.8
16 60 40 20 10.8 0.180 60.0 3,110.4 37,324.8
17 65 40 20 11.7 0.195 65.0 3,369.6 40,435.2
18 70 40 20 12.6 0.210 70.0 3,628.8 43,545.6
19 75 40 20 13.5 0.225 75.0 3,888.0 46,656.0
24
Dosis Kons. Debit pembubuhan bahan Stroke Kebutuhan bahan
No.
(ppm) Lar. (L/dtk kimia pompa kimia Keterangan
20 80 40 20 14.4 0.240 80.0 4,147.2 49,766.4
21 85 40 20 15.3 0.255 85.0 4,406.4 52,875.8 ALUMINIUM
22 90 40 20 16.2 0.270 90.0 4,665.6 55,987.2 DAN
23 95 40 20 17.1 0.285 95.0 4,924.8 59,097.6 SODA ASH
24 100 40 20 18.0 0.300 100.0 5,184.0 62,208.0

Keterangan:
Kapasitas pompa Alum : 18 L/jam
Kapasitas pompa Kaporit : 18 L/jam

25
MODUL AIR MINUM (MC )

MODUL PELATIHAN COMMISSIONING 26

Anda mungkin juga menyukai