I. Tujuan
1. Menentukan dosis optimum koagulan dengan mtode jar-test
2. Menentukan faktor-Faktor yang mempengaruhi proses pengadukan (mixing) pada pengolahan
air.
3. Menentukan jenis koagulan paling efektif
Jar Test mensimulasikan beberapa tipe pengadukan dan pengendapan yang terjadi di clarification plant
pada skala laboratorium. Dalam skala laboratorium, memungkinkan untuk dilakukannya 6 tes
individual yang dijalankan secara bersamaan. Jar test memiliki variabel kecepatan putar pengaduk
yang dapat mengontrol energi yang diperlukan untuk proses (Kemmer, 1988)
Jar test digunakan untuk menentukan dosis koagulan yang optimum. Alat yang dipergunakan untuk
percobaan Jar test adalah floc tester yang dilengkapi dengan alat-alat gelas dan pengaduk yang
sempurna, atau dapat dilakukan dengan alat pengaduk sederhana misalnya dengan pengaduk batang
bamboo. Bahan koagulan yang bisa dikerjakan untuk percobaan koagulasi adalah tawas. Sedangkan
untuk pengaturan kondisi pH biasa digunakan kapur (Susanto, 2009). Menurut SNI 0004-2008, jar test
adalah salah satu alat instalasi pengolahan air yang berperan saat proses koagulasi, dimana alat ini
berfungsi untuk mengukur dosis koagulan optimal dalam suatu instalasi pengolahan air.
V. Cara Kerja
Kamis, 5 November 2020
Gambar V.1 Cara kerja
Tabel VI.2 Data pengamatan & kekeruhan Alumunium Alumunium Chloride (PAC)
Dosis
Kekeruhan (NTU) Rata-
Koagulan pH
rata
(mg/L) I II
10 45 44 44,5 7,57
20 35 34 34,5 7,31
30 28 29 28,5 7,23
40 26 26 26 7,26
50 26 26 26 7,24
60 27 27 27 7,22
80 100
Kekeruhan (NTU)
efesiensi (%)
60 Alum Alum
95
40
PAC PAC
20 90
Ferric Ferric
0
Sulphate 85 Sulphate
0 50 100
Dosis Koagulan (ml) 0 50 100
Dosis Koagulan (ml)
Gambar VI.1 Grafik kekeruhan-dosis koagulan Gambar VI.2 Grafik efisiensi- dosis koagulan
Garik di atas menunjukan bahwa penambahan koagulan dapat menurunkan nilai kekeruhan air. Serta,
menunjukan bahwa semakin kecil kekeruhan, maka efektifitas koagulan semakin baik atau semakin besar. Dari
grafik dapat diketahui dosis optimum dari koagulan yang digunakan. Hal ini menunjukan bila koagulan
digunakan melebihi dosis optimumnya, maka nilai kekeruhan akan naik kembali dan efisiensinya menurun.
Maka dari itu, efektivitas koagulan tidak dilihat dari banyaknya dosis yang digunakan, melainkan kelebihan
koagulan pada proses koagulasi-flokulasi menyebabkan koloid menjadi stabil kembali karena tidak adanya ruang
untuk membentuk penghubung antar partikel. Hal inilah yang menyebabkan kekeruhan meningkat kembali
kestabilan partikel terganggu dan partikel kembali bersebaran di air.
Sesuai yang tertera dalam grafik, diperkirakan bahwa dosis optimum pemberian koagulan adalah 40 mg/L. Hal
ini dilihat karena adanya kenaikan kekeruhan setelah 40mg/L. Dapat dilihat juga bahwa koagulan yang paling
efektif diantara ketiga koagulan tersebut adalah Ferric sulphate karena nilai kekeruhannya yang paling rendah
dan efisiensinya yang tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadukan atau mixing adalah sebagai berikut.
1. Karakteristik partikel
Ukuran partikel akan mempengaruhi proses mixing, semakin kecil partikel semakin homogen campuran.
Selain itu, bentuk partikel juga akan mempengaruhi karena semakin berbentuk sphere semakin homogen.
Untuk muatan partikel, apabila terdapat muatan elektrostatis maka akan memudahkan pemisahan, dan
karakteristik lain seperti kekerasan partikel, elastisitas, porositas, tekstur juga dapat mempengaruhi proses
mixing ini.
2. Karakteristik larutan
Temperatur larutan akan mempengaruhi nilai viskositas atau tegangan permukaan cairan. Apabila tegangan
permukaan tinggi maka akan mereduksi jarak mixing. Kemudian, pengaruh pH, salinitas, konsentrasi bahan
organik, kontaminan, dan lainnya, serta karakteristik aliran akan mempengaruhi peningkatan atau
penurunan gaya gravitasi terhadap ukuran partikel. Tawas atau alum yang berfungsi sebagai koagulan
dalam proses mixing bersifat sedikit asam, namun apabila dalam larutan basa akan mengalami perubahan
suasana menjadi basa karena sifat amfoterik aluminium (Ikhsan, 2014). Oleh karena itu, penambahan tawas
yang terlalu banyak mungkin dapat mempengaruhi pH larutan, menjadi semakin asam atau semakin basa
tergantung sifat awal larutannya.
3. Mekanisme mixing
Alat pengaduk dapat mempengaruhi pola alir spesifik, baik ukuran, bentuk, maupun lokasi alat pengaduk
akan mempengaruhi hasil mixing yang akan dicapai. Kecepatan impeller akan mempengaruhi homogenitas
campuran, apabila kecepatan rpm semakin tinggi, maka akan semakin homogen. Volume mixer akan
mempengaruhi kemampuan mixer dalam mengaduk bahan-bahan tertentu serta waktu pengadukan juga
akan menentukan bagaimana homogenitas bahan-bahan yang dicampurkan.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada praktikum ini adalah sampel air yang tidak terhomogenisasi dengan baik
yang mengakibatkan nilai kekeruhan awal di setiap beaker glass berbeda-beda. Selain itu, turbidimeter yang
digunakan bisa saja tidak terkalibrasi dengan baik sehingga diperoleh nilai kekeruhan yang kurang tepat.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, menunjukan bahwa,
1. Dosis optimum koagulan dengan metode jar-test adalah 40 mg/L
Kamis, 5 November 2020
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mixing adalah karakterisitik partikel, karakteristik larutan,
serta mekanisme mixing
3. Jenis koagulan yang paling efektif adalah Ferric sulphate dengan dosis optimum 40 mg/L.
X. Daftar Pustaka
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tata Cara Commissioning Instalasi Pengolahan Air SNI 0004-
2008 . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Davis, M.L. dan D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engineering. McGraw-Hill Inc:
Singapore.
Kemmer, F. 1988. The Nalco Water Handbook 2nd Edition. Singapore :McGraw Hill Book
Company
Sawyer, Clair N. 2004. Chemistry for Environmental Engineering. New York. Mc Graw Hill. Inc
Susanto dan Indriyati. 2009. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kecap Secara Koagulasi dan
Flokulasi. Jakarta
Kamis, 5 November 2020
MODUL 05
DPC
I. Tujuan
1. Menentukan Daya Pengikat Klor (DPC)
2. Menentukan fungsi ditentukannya DPC untuk desinfeksi.
3. Menentukan aplikasi desinfeksi
Dalam pengolahan air perlu dilakukan pembubuhan senyawa desinfektan seperti kaporit, untuk
menentukan dosis desinfektan yang harus dibubuhkan perlu dilakukan percobaan Daya Pengikat Chlor
(DPC) adalah banyak senyawa chlor (Cl2) 6 yang dibutuhkan oleh air untuk proses desinfeksi
(membunuh bakteri). Daya Pengikat Chlor ditentukan cara selisih antara chlor yang dibubuhkan
dengan sisa chlor setelah kontak setelah kontak selama 30 menit (Sawyer, 2004).
Pemberian klorin pada disinfeksi air dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian
gas klorin, kloramin, atau perkloron. Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah,
kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena gas
ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas klorin ini disebut
sebagai chlorinating equipments. Alat yang sering dipakai adalah Paaterson’s Chloronome yang
berfungsi untuk mengukur dan mengatur pemberian gas klorin pada persediaan air (Chandra, 2006).
1000 𝑚𝑔
DPC = ( 25
× 𝑚𝑙 𝑘𝑎𝑝𝑜𝑟𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛 × 1 × %𝐶𝑙) − 𝑠𝑖𝑠𝑎 𝑘𝑙𝑜𝑟 = 𝑙
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, menunjukan banyaknya konsentrasi yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi senyawa yang ada di sampel air. Perhitungan menunjukan nilai DPC yang merupakan
banyaknya senyawa klor yang harus ditambahkan ke dalam air untuk bereaksi dengan senyawa
inorganik dan organik dalam air dan membunuh mikroorganisme dalam air. Serta sisa klor yang
merupakan indicator yang ahrus ada id dalam sampel air karena berfungsi sebagai disisnfektasn.
Kebutuhan klor nilainya sebanding dengan nilai kaporit yang ditambahkan serta sisa klornya. Ketika
nila kaporit yang ditambahkan semakin besar maka nilai sisa klor dan kebutuhan klornya semakin
besar, begitu juga sebaliknya.
Baku mutu yang berlaku (Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017) untuk sisa klor ini adalah sebesar 0,2
hingga 0,5 mg/L dimana ketika kurang mengakibatkan mikroorganisme yang ada di dalam air tidak
dapat tereduksi sempurna dan bila berlebih maka penambahan kaporit bisa menyebabkan rasa gatal
pada kulit akibat reaksi dari kalsium hipoklorit yang berlebih selain itu air pun menjadi berbau
menyengat. Sesuai dengan baku mutu yang sudah ditentukan, dosis optimum yang digunakan pada
sampel air adalah penambahan klorin sebanyak 0,2 ml pada 16,8% Cl2 dimana menghasilkan sisa klor
sebesar 0,4 mg/L.
Setelah sisa klor ditentukan, dilakukan perhitungan DPC untuk menentukan pembubuhan senyawa
desinfektan seperti kaporit, untuk menentukan dosis desinfektan. Didapatkan hasilnya sebesar 0,236
mg/l untuk sisa klor 0,1mg; 0,272 mg/l untuk sisa klorin 0,4 mgl/l; serta 0,208 mg/l untuk 0,8mg/l.
Kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum ini adalah adanya kesalahan dalam penentuan
jumlah sisa klor yang terukur pada komparator karena pengukuran bersifat subjektif, sehingga
tergantung dengan pengamat. Lalu, kesalaahn pemberian dosis kaporit, sehingga menyebabkan
perhitungan yang dihasilkan berbeda. Juga dapat terdapat pengotor dalam percobaan yang membuat
galat terjadi dalam perhitungan.
Proses desinfektan dapat diaplikasikan dalam bidang Teknik Lingkungan contohnya adalah proses
sistem penyediaan air minum. Desinfektan lain yang sering digunakan dalam pengolahan air adalah
sinar UV dan ozon yang sering digunakan pada temperatur dan pH tinggi. Pada pengolahan air minum,
terdapat unit pembangkit ozon yang menggunakan bahan baku udara kering.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, menunjukan bahwa,
1. Daya Pengikat Klor (DPC) percobaan kali ini didapatkan sebesar 0,236 mg/l untuk sisa klor
0,1mg; 0,272 mg/l untuk sisa klorin 0,4 mgl/l; serta 0,208 mg/l untuk 0,8mg/l.
2. DPC pada desinfeksi merupakan banyaknya senyawa klor yang harus ditambahkan ke dalam air
untuk bereaksi dengan senyawa inorganik dan organik dalam air dan membunu mikroorganisme
dalam air. Perhitungan DPC juga untuk menentukan pembubuhan senyawa desinfektan seperti
kaporit, untuk menentukan dosis desinfektan
3. Menentukan aplikasi desinfeksi proses sistem penyediaan air minum. Desinfektan lain yang
sering digunakan dalam pengolahan air adalah sinar UV dan ozon yang sering digunakan pada
temperatur dan pH tinggi. Pada pengolahan air minum, terdapat unit pembangkit ozon yang
menggunakan bahan baku udara kering.
X. Daftar Pustaka
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tata Cara Commissioning Instalasi Pengolahan Air SNI 0004-
2008 . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Bitton Gabriel. 1994. Wastewater Microbiology, A John Wiley & Sons, INC., New York.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC
Kamis, 5 November 2020
Permenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum. Jakarta
Sawyer, Clair N. 2004. Chemistry for Environmental Engineering. New York. Mc Graw Hill. Inc
Kamis, 5 November 2020
MODUL 05
SISA KLOR
I. Tujuan
1. Menentukan banyaknya sisa klor
2. Menentukan pengaruh kualitas sampel air berdasar sisa klor
3. Menentukan aplikasi desinfeksi
Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dengan
membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada benda mati. Proses disinfeksi oleh desinfektan dapat
menghilangkan sekitar 60%-90% jasad renik. Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi, baik
di rumah tangga, laboratorium, dan rumah sakit (Shaffer, 1965). Desinfektan dapat bertindak pada
mikroorganisme dala dua cara yang berbeda, yaitu: penghambatan pertumbuhan (bakteriostatis dan
fungiostatis) atau tindakan mematikan (bakterisida, fungisida, dan efek membasmi virus). Umumnya,
tujuan dari disinfeksi adalah mematikan dari penggunaan desinfektan (Maris, 1995).
Klorinasi merupakan disinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang digunakan dapat berupa
bubuk, cairan atau tablet (Sawyer, 2004). Bubuk klorin biasanya berisi kalsium hipoklorit,
sedangkan cairan klorin berisi natrium hipoklorit. Disinfeksi yang menggunakan gas klorin disebut
sebagai klorinasi. Sasaran klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui
germisidal dari klorin terhadap bekteri. Bermacam-macam zat kimia seprti ozon (O3), klor (Cl2),
klordioksida (ClO2), dan proses fisik seperti penyinaran sinar ultraviolet, pemanasan dan lain-lain,
digunakan sebagai disinfeksi air. Dari bermacam-macam zat kimia diatas , klor adalah zat kimia
yang sering dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya disinfeksi sampai beberapa
jam setelah pembubuhannya yaitu yang disebut sebagai residu klorin (Alaerts, 1984).
Sisa Chlor merupakan hal yang berhubungan dengan DPC. Dimana penambahan zat chlorin
bergantung dari besarnya DPC dan standar sisa chlorin. Menurut SNI 0004-2008, kadar sisa chlorin
yamg diperbolehkan sekitar 0,2 ppm.
Jumlah sisa chlor yang terkandung dalam air yang telah diolah sangat tergantung pada kondisi air
yang akan diolah. Contohnya adalah sebagai berikut.
1. Jika air mengandung banyak amonia, penambahan chlor akan menghasilkan sisa chlor tersedia
terikat.
2. Jika air tidak mengandung amonia penambahan chlor akan menghasilkan sisa chlor tersedia
bebas.
3. Jika air mengandung sisa chlor bebas , penambahan amonia akan menurunkan sisa chlor
tersedia bebas dan chlor tersedia terikat.
Jika pemberian chlor terlalu tinggi, maka sisa chlor juga masih banyak tertinggal di air. Padahal
kadar chlor yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya sel dan jaringan dalam tubuh.
Sebenarnya proses chlorinasi sangat efektif untuk menghilangkan kuman penyakit, tapi jika
kadarnya terlalu tinggi juga dapat mengganggu kesehatan.
V. Cara Kerja
Perhitungan menunjukan nilai DPC yang merupakan banyaknya senyawa klor yang harus
ditambahkan ke dalam air untuk bereaksi dengan senyawa inorganik dan organik dalam air dan
membunuh mikroorganisme dalam air. Serta sisa klor yang merupakan indicator yang ahrus ada id
dalam sampel air karena berfungsi sebagai disisnfektasn. Kebutuhan klor nilainya sebanding dengan
nilai kaporit yang ditambahkan serta sisa klornya. Ketika nila kaporit yang ditambahkan semakin besar
maka nilai sisa klor dan kebutuhan klornya semakin besar, begitu juga sebaliknya.
Baku mutu yang berlaku (Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017) untuk sisa klor ini adalah sebesar 0,2
hingga 0,5 mg/L dimana ketika kurang mengakibatkan mikroorganisme yang ada di dalam air tidak
dapat tereduksi sempurna dan bila berlebih maka penambahan kaporit bisa menyebabkan rasa gatal
pada kulit akibat reaksi dari kalsium hipoklorit yang berlebih selain itu air pun menjadi berbau
menyengat. Sesuai dengan baku mutu yang sudah ditentukan, dosis optimum yang digunakan pada
sampel air adalah penambahan klorin sebanyak 0,2 ml pada 16,8% Cl2 dimana menghasilkan sisa klor
sebesar 0,4 mg/L.
Kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum ini adalah adanya kesalahan dalam penentuan
jumlah sisa klor yang terukur pada komparator karena pengukuran bersifat subjektif, sehingga
tergantung dengan pengamat. Lalu, kesalaahn pemberian dosis kaporit, sehingga menyebabkan
perhitungan yang dihasilkan berbeda. Juga dapat terdapat pengotor dalam percobaan yang membuat
galat terjadi dalam perhitungan.
Proses desinfektan dapat diaplikasikan dalam bidang Teknik Lingkungan contohnya adalah proses
sistem penyediaan air minum. Desinfektan lain yang sering digunakan dalam pengolahan air adalah
sinar UV dan ozon yang sering digunakan pada temperatur dan pH tinggi. Pada pengolahan air minum,
terdapat unit pembangkit ozon yang menggunakan bahan baku udara kering.
IX. Kesimpulan
Berdasar hasil percobaan, menunjukan
1. Banyaknya sisa klor untuk kaporit 0,1ml adalah 0,1 mg/l, untuk kaporti 0,2 ml adalah 0,4 mg/l,
serta untuk 0,3ml adalah 0,8mg/l
2. Kualitas sampel air berdasar Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017) untuk sisa klor ini adalah
sebesar 0,2 hingga 0,5 mg/L dimana ketika kurang mengakibatkan mikroorganisme yang ada di
dalam air tidak dapat tereduksi sempurna dan bila berlebih maka penambahan kaporit bisa
menyebabkan rasa gatal pada kulit akibat reaksi dari kalsium hipoklorit yang berlebih selain itu
air pun menjadi berbau menyengat. Sehingga, disimplukna sampel air sudah memenuhi baku
mutu.
3. Menentukan aplikasi desinfeksi adalag untuk proses sistem penyediaan air minum. Desinfektan
lain yang sering digunakan dalam pengolahan air adalah sinar UV dan ozon yang sering
digunakan pada temperatur dan pH tinggi. Pada pengolahan air minum, terdapat unit pembangkit
ozon yang menggunakan bahan baku udara kering
X. Daftar Pustaka
Alaerts G., & S.S Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya. Usaha Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tata Cara Commissioning Instalasi Pengolahan Air SNI 0004-
2008 . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Bitton Gabriel. 1994. Wastewater Microbiology, A John Wiley & Sons, INC., New York
Maris, P. 1995. Modes of Action of Disinfectant. Rev. sci. tech. Off. Int. Epiz, 14 (1). p. 47-55.
Permenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum. Jakarta
Sawyer, Clair N. 2004. Chemistry for Environmental Engineering. New York. Mc Graw Hill. Inc
Shaffer, J.G., 1965, The Role of Laboratory in Infection Control in the Hospital. Arbor: University of
Michigan, School of Pulbic.