Anda di halaman 1dari 30

JAMBAN CUBLUK VENTILASI

(JCV)

Muhammad Setiyanto (25-2013-026)


Muhammad Fauzan Al Hamdi (25-2013-032)
Muhammad Fajar Rahman (25-2015-045)
Iqbal Tanri (25-2015-086)
PENDAHULUAN

 Jamban cubluk tradisonal mempunyai dua


kekurangan utama yaitu berbau dan dapat
menarik lalat atau serangga pembawa penyakit
lainnya yang bersarang dalam lubang. Selain itu,
jamban tersebut di bangun secara tidak baik dan
berbahaya bila di gunakan. Jamban senejnis yang
lebih baik disebut jamban cubluk berventilasi
(JCV) yang tidak menimbulkan masalah-masalah
di atas.
JENIS-JENIS JAMBAN JCV
 Lubang tunggal : direncanakan untuk penggunaan selama
paling tidak 2 tahun (gambar 1) umumnya, jamban cubluk
tunggal tepat digunakan di daerah pedesaan yang tanahnya
dalam dan ukuarn cubluk tidak terbatas.
 Lubang ganda bergantian : adalah suatu struktur permanen
dengan 2 cubluk yang dapat digunakan bergantian. Jamban
jenis ini lebih tepat digunakan daerah perkotaan, karena
masyarakat sanggup untuk membiayai, tanpa harus
memindahkannya setiap tahun.
 Lubang cubluk banyak : adalah jamban lebih dari satu
cubluk atau lebih tepatnya untuk digunakan di tempat-
tempat umum misalnya : sekolah.
CUBLUK TUNGGAL
CUBLUK GANDA
CUBLUK BANYAK
KEUNTUNGAN JCV
 Biaya tahunan rendah
 Mudah dibangun dan dipelihara
 Semua jenis material pembersih dapat
dipergunakan
 Tidak berbau
 Sedikit gangguan lalat dan nyamuk
 Kebutuhan air yang sedikit
 Keterlibatan pemerintahan kota pada tingkat yang
rendah
 Resiko kesehatan minimum
KERUGIAN JCV

 Terbatasnya tanah untuk penggantian cubluk di


daerah perkotaan yang padat
 Dapat menyebabkan pencemaran air tanah

 Sukar dalam pembangunannya di lapisan


tanah yang berbatu
 Tidak banyak membuang air yang kotor
PENJELASAN DINDING CUBLUK
 Material yang di pakai : kayu (tahan lapuk ), bata, beton,
belokan tanah yang stabil, batu, plester yang dipasang
langsung ke permukaan tanah.
 Material lubang harus dari bahan yang tahan lama. Contoh:
kayu tidak cocok untuk JVC yang permanen
 Bila tanah stabil hanya bagian atas yang di pasangi dinding
 Buat lubang dibagian bawah dinding cubluk untuk
meresapnya cairan tinja
 Untuk tanah gembur, cubluk yang bulat akan lebih stabil
daripada segi 4
 Untuk tanah berpasir lepas, letakkan lapisan kerikil di
sekitar dinding yang telah selesai agar tanah tercegah
masuk ke dalam cubluk
FONDASI
 Fungsi :
1. Mencegah air hujan masuk ke dalam lubang
2. Sebagai sekat yang efektif antara dinding lubang dan penutup
 Material : batu, bata atau beton
PENUTUP
 Material : beton bertulang, kayu (tidak dianjurkan), batu
bata
 Ukuran 40 cm lebih lebar dari diameter lubang dan tebal
75mm
 Faktor yang harus di perhatikan :
1. Kadar semen dan air yang tepat untuk beton
2. Pemilihan material permukaan yang tepat
3. Hindari gelembung udara pada beton
4. Pastikan tutu cukup kuat
BANGUNAN ATAS
 Fungsi : memberikan keleluasaan pribadi, pelindung cuaca
buruk
 Bangunan penutup harus meneduhi ruang dalam, agar
pengendalian lalat lebih efektif
VENTILASI
 Fungsi :
1. Pengendalian bau
2. Menghilangkan lalat
3. Memerangkap lalat
 Material : pipa asbestos semen dan PVC, bata atau balok beton
PEMELIHARAAN JAMBAN
Pemeliharaan jamban leher angsa antara lain yaiitu :
 Sebelum dipakai plat jongkok disiram terlebih dahulu dengan air supaya najis tidak melekat dan
penggelontorannya lancar.
 Jika tidak ada bak penampung air di dalam jamban, sediakan tempat/ember dengan isi 2 sampai 3 liter.
 Air hujan jangan dialirkan langsung ke dalam jamban, demikian juga air dari kamar mandi. Hal ini untuk
menghindarkan gangguan terhadap tangki septik yang digunakan sebagai tempat pengolahan.
 Pelat jongkok harus dibersihkan dengan sikat yang khusus untuk leher angsa (yang bertangkai). Untuk
membersihkan dipakai sedikit air dan bubuk sabun atau abu gosok. Demikian juga lantai kakus/ jamban
harus dibersihkan setiap hari.
 Untuk menghindarkan tersumbatnya perangkap air, jangan membuang sampah dan kotoran rumah tangga
lainnya ke dalam lubang jamban.
 Jangan membuang puntung rokok yang masih menyala ke lubang jamban, karena dapat mengakibatkan
adanya tanda yang berbekas.
 Perangkap air yang tersumbat dibersihkan dengan belahan bambu dari arah lubang jamban atau jika ada
dari lubang/ bak pemeriksa di belakang kakus/jamban.
 Jika ada bau busuk dari kakus/ jamban, periksalah apakah perangkap air kosong atau rusak. Jika perangkap
air kosong, siramkan air ke dalam lubang jamban.
JAMBAN LEHER ANGSA

 Jamban leher angsa merupakan jamban berbentuk leher angsa yang

penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai

wadah proses penguraian/ dekomposisi kotoran manusia yang

dilengkapi dengan resapannya. Pilihan leher angsa harus terbuat dari

keramik, porselin atau kaca serat (fiber glass). Tempat air perapat harus

terbuat dari kaca serat atau keramik karena permukaanya licin dan

cukup kuat sehingga mudah dibersihkan.


KELEBIHAN DARI JAMBAN ANGSA

• Lebih sehat, bersih, dan punya nilai keleluasaan pribadi yang tinggi.

• Karena proses pembusukan dan sistem resapan yang baik, bak tidak cepat penuh.

• Timbulnya bau dapat dicegah oleh genangan air dalam leher angsa.

• Dapat dipasang di luar atau di dalam rumah.

• Dapat dipakai secara aman bagi anak-anak.

• Bila penuh dapat dikuras/ dikosongkan.

• Menghindarkan atau mengurangi gangguan lalat atau serangga dan binatang lain.

• Mudah dibuat dan hemat.

• Mudah dipakai / dicapai baik siang, malam ataupun waktu hujan.


KEKURANGAN DARI JAMBAN LEHER ANGSA

• Memerlukan cara-cara penggunaan dan pemeliharaan yang lebih


baik, teliti dan teratur.

• Leher angsa bisa rusak atau pecah, memerlukan perbaikan, perlu


waktu, biaya dan tenaga.

• Leher angsa mudah tersumbat.

 Kotoran tidak langsung jatuh ke dalam tempat pengumpul, tetapi


harus didorong dengan guyuran air tersendiri.
PEMBUANGAN LUMPUR TINJA
 JCV yang tidak dapat dikosongkan, cubluk ini akan menjadi
tempat pembuangan akhir
 JCV dengan cubluk ganda, kotoran dapat dikeluarkan dari
dalam lubang setelah paling sedikit didiamkan selama 2
tahun. Selama itu kotoran telah terstabilkan dan tidak
berbahaya bagi kesehatan dan juga dapat digunakan untuk
penyubur tanah
 JCV dengan cubluk tunggal harus dikosongkan bila kotoran
mencapai ketinggian 0,5 m di bawah lantai penutup.
Pengendalian harus dilakukan dengan hati-hati. Pengolahan
tambahan seperti pengomposan atau kolam stabilisasi
dilakukan sebelum kotoran dapat digunakan dengan aman
SISTEM PEMBUANGAN TINJA
 Dalam hal jamban JCV yang tak dapat dikosongkan, cubluk itu sendiri
akan menjadi tempat pembuangan akhir. Kotoran ditinggalkan demikian
saja dalam cubluk dan jamban dapat dibangun tempat lain
 Dalam JCV dengan cubluk ganda, kotoran-kotoran dapat dikeluarkan
dari dalam lubang setelah paling sedikit didiamkan selama 2 tahun.
Selama jangka waktu tersebut, kotoran-kotoran telah terstabilisasikan
dan tidak berbahaya bagi kesehatan, dan dapat dimanfaatkan untuk
penyubur tanah dikebun-kebun dan taman.
 Jamban JCV dengan cubluk tunggal harus dikosongkan bila kotoran
telah mencapai ketinggian 0,5 m dibwah lantai penutup. Akan tetapi
kotoran ini belumlah terstabilisasikan dengan baik dan masih
mengandung pathogen. Penggalian hendaknya dilakukan dengan hati-
hati untuk mengurangi akibat bagi orang yang menguras cubluk.
Pengolahan tambahan seperti pengomposan atau kolam stabilisasi harus
dilaksanakan sebelum kotoran dapat digunakan dengan aman.
VERSI DASAR BETON & BATA ZIMBABWE

 Teknik pembangunan ini memakai dasar beton


dengan bangunan atas yang terbuat dari bata
 Untuk jamban keluarga lubang galian berdiameter
1,2 m. yang ditutupi plat beton diameter 1,5 m
 Untuk unit-unit umum lubang berdiameter 1,5 m
dapat ditutupi dengan plat yang berdiameter 1,8
m.
KONSTRUKSI

 Cubluk digali sedalam 3 m dan dindingnya diplester


dengan semen dan campuran pasir. Kemudian
dilapisi dengan pasangan bata atau batu
 Plat penutup dibuat dengan menyusun cincin bata
yang berdiameter 1,5 m diatas tanah hingga
membentuk cetakan,
 Konstruksi pasangan bata spiral dibuat sebagian
besar bangunan tidak akan terletak diatas lubang
melainkan diatas tanah untuk mencegah keruntuhan
lubang.
PEMELIHARAAN DAN KETAHANAN
JAMBAN JCV

 Pencucian lantai secara berkala dengan air


 Pemeliharaan dengan pemeriksaan berkala kasa
lalat, komponen harus tetap baik bila pencegahan
lalat yang efisien diinginkan.
KRITERIA JAMBAN CUBLUK VENTILASI
 Menurut kriteria Depkes RI (1985), & Kemenkes Soekidjo (2011) syarat sebuah jamban keluarga
dikategorikan jamban sehat, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Tidak mencemari sumber air minum, untuk itu letak lubang penampungan kotoran paling sedikit
berjarak 10 meter dari sumur (SPT SGL maupun jenis sumur lainnya). Perkecualian jarak ini menjadi
lebih jauh pada kondisi tanah liat atau berkapur yang terkait dengan porositas tanah. Juga akan
berbeda pada kondisi topografi yang menjadikan posisi jamban diatas muka dan arah aliran air
tanah.
 Tidak berbau serta tidak memungkinkan serangga dapat masuk ke penampungan tinja. Hal ini
misalnya dapat dilakukan dengan menutup lubang.
 Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter, dengan sudut kemiringan
yang cukup kearah lubang jamban.
 Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk itu harus dibuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan
lama dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang ada setempat;
 Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang;
 Cukup penerangan;
 Lantai kedap air;
 Luas ruangan cukup, atau tidak terlalu rendah;
 Ventilasi cukup baik, dan
 Tersedia air dan alat pembersih.
 Menurut WSP (2008) kriterian Jamban Sehat
(improved latrine), merupakan fasilitas
pembuangan tinja yang memenuhi syarat seperti :
 Tidak mengkontaminasi badan air.
 Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan
tinja.
 Membuang tinja manusia yang aman sehingga
tidak dihinggapi lalat atau serangga vektor lainnya
termasuk binatang.
 Menjaga buangan tidak menimbulkan bau.
 Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik
dan aman bagi pengguna.
CONTOH STUDI KASUS JCV

 Rendahnya Penggunaan Jamban Sehat di Desa Sukamaju


Kecamatan Talegong, Garut
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi Indonesia yang memiliki
tingkat permasalahan kesehatan yang cukup tinggi, terutama masalah
sanitasi yang layak. Menurut profil kesehatan Kementerian Kesehatan
pada tahun 2014, Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki tingkat
sanitasi paling rendah di pulau Jawa dibandingkan Provinsi lainnya.
Selain itu dari data Riskesdas “Tahun 2013, di Provinsi Jawa Barat
masih terdapat permasalahan sanitasi terutama pada kabupaten Garut.
Kabupaten Garut masuk kedalam 5 kabupaten terendah dalam
masalah akses terhadap fasilitas sanitasi Improved setelah Kabupaten
Tasikmalaya”.(Riskesdas:2013). Cakupan akses sanitasi di kota Garut
sendiri menurut aplikasi STBM Smartsebesar 57,46%, serta salah satu
desa dengan akses sanitasi yang rendah adalah desa Sukamaju
kecamatan Talegong sebesar 22,61%.
 Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan
kotoran/najis manusia yang lazim disebut kakus atau WC, sehingga kotoran tersebut disimpan
dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori
lingkungan pemukiman. Kotoran manusia yang dibuang dalam praktek sehari-hari bercampur
dengan air, maka pengolahan kotoran manusia tersebut pada dasarnya sama dengan pengolahan
air limbah. Oleh sebab itu departement kesehatan mengeluarkan syarat-syarat yang ditetapkan
untuk penggolongan jamban sehat, antara lain :
 Tidak mencemari sumber air minum. Letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10
meter dari sumur air minum (sumur pompa tangan, sumur gali, dan lain-lain). Apabila tanahnya
berkapur atau tanah liat yang retak-retak pada musim kemarau, demikian juga bila letak jamban di
sebelah atas dari sumber air minum pada tanah yang miring, maka jarak tersebut hendaknya lebih
dari 15 meter;
 Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. Untuk itu tinja harus
tertutup rapat misalnya dengan menggunakan leher angsa atau penutup lubang yang rapat;
 Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya, untuk itu lantai
jamban harus cukup luas paling sedikit berukuran 1×1 meter, dan dibuat cukup landai/miring ke
arah lubang jongkok;
 Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk itu harus dibuat dari bahan-bahan yang kuat dan tahan
lama dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang ada setempat;
 Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang;
 Cukup penerangan;
 Lantai kedap air;
 Luas ruangan cukup, atau tidak terlalu rendah;
 Ventilasi cukup baik;
 Tersedia air dan alat pembersih.
 Banyak hal yang dapat mempengaruhi penggunaan jamban pada masyarakat,
seperti factor dari predisposisi, factor pemungkin dan factor pendukung. Faktor
predisposisi yang dimaksud adalah faktor yang terdapat pada individu tersebut
seperti, Pengetahuan terkait jamban, pendidikan, sikap, keyakinan, dan nilai yang
dianut oleh warga tersebut. Sedangkan faktor pemungkin yang dimaksud adalah
faktor-faktor yang lingkungan diluar individu, seperti kepemilikan jamban, dan
ketersediaan prasaranan. Dan faktor pendukung adalah faktor yang datangnya dari
luar dan bersifat mendukung faktor-faktor lain, seperti petugas kesehatan, tokoh
agama, tokoh masyarakat, dan dukungan keluarga. Berikut faktor-faktor yang
sangat mempengaruhi masyarakat menggunakan jamban
 Pendidikan
 Faktor dari pendidikan sangat mempengaruhi penggunaan jamban sebab, semakin
tinggi pendidikan yang dimiliki semakin tinggi pula kesadaran untuk menggunakan
jamban. Pendidikan tentang memanfaatkan jamban yang baik dan sehat
merupakan suatu proses mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian tentang
jamban yang sehat sehingga tercipta pola kebudayaan dalam menggunakan jamban
secara baik dan benar tanpa ada paksaan dari pihak manapun. (Yusuf,2013)
 Kepemilikan Jamban
 Kepemilikan jamban ini merupakan hasil dari pengetahuan masyarakat. Masyarakat
tau kegunaan jamban sehingga masyarakat memiliki jamban. Penggunaan jamban
pun seperti itu, semakin banyak masyarakat yang memiliki jamban, semakin tinggi
penggunaan jamban disuatu daerah.
 Dukungan Keluarga
 Keluarga merupakan suatu unit yang sangat mempengaruhi perkembangan seorang individu. Dalam
mengambil keputusan antara menggunakan jamban atau tidak, keluarga biasanya lebih andil dalam
mengambil sebuah keputusan. Ketika keluarga tidak ingin menggunakan jamban, maka individu
yang terpengaruh keluarga akan tidak menggunakan jamban.
 Dampak jika sebuah keluarga/masyarakat tidak menggunakan jamban secara langsung dan tidak
langsung akan berdampak pada kesehatan masyarakat tersebut. Jika sebuah masyarakat memiliki
perilaku buang air tidak pada jamban atau limbah dari jamban yang tidak diolah dengan baik
(langsung ke sungai) akan berdampak kesehatan terutama diare. Diare akibat tidak
menggunakannya jamban dikarenakan pada fese manusia terdapat bakteri yang
bernama Escherichia Coli(E.Coli) yang dalam jumlah diatas batas dapat menyebabkan diare pada
manusia. Penyebaran E.Coli yang sampai kepada manusia akibat tidak menggunakan jamban ketika
fese tersebut berkontak dengan manusia melalui air sungai yang tercemar oleh E.Coli pada feses
manusia mengkontaminasi air sungai tersebut, kemudian air sungai terebut digunakan oleh
masyarakat (mencuci, menjadikan air minum, dan mandi) yang menyebabkan terjadinya kontak
antara bakteri dengan manusia sehingga bakteri tersebut dapat masuk kedalam tubuh manusia.
Selai melalui air sungai, jika masyarakat tersebut membuang air besarnya secara sembarangan
(kebun, sawah, dan pekarangan) akan berdampak kepada kesehatan terutama Diare. Hal tersebut
terjadi ketika feses yang mengandung bakteri E.Coli dihinggapi lalat, kemudian lalat tersebut terbang
dan hinggap pada makanan. Dengan hinggapnya lalat pada makanan tersebut, lalat
mentransmisikan bakteri tersebut dari feses kemakanan dan kemudian makanan tersebut dimakan
oleh manusia sehingga manusia tersebut dapat terkena diare.
 Maka dari itu, menggunakan jamban secara benar dan baik dapat mencegah terjadinya penyakit
pada masyarakat. Dalam kasus yang terjadi pada desa Sukamaju dipengaruhi oleh budaya yang
sudah ada didesa tersebut. Budaya yang terjadi adalah jika seseorang ingin buang air, orang tersebut
akan lebih nyaman mendengar suara air sungai mengalir dan membuat orang tersbut dapat buang
air. Selain dari segi budaya, faktor lain yang menyebabkan adalah keterjangkauan biaya untuk
membangun sebuah jamban untuk setiap rumah, hal tersebut mendorong masyarakat des asana
untuk membuang air besar yang sembarangan. Faktor terakhir adalah pola pikir masyarakat yang
masih salah dengan anggapan jika feses yang dikeluarkan dan dibuang kedalam sungai/kolam
belakang rumah akan dimakan oleh ikan dan bukan sebuah masalah yang besar bagi mereka.
 Berdasarkan uraian mengenai jamban diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat sanitasi di Indonesia
masih sangat rendah, terutama penggunan jamban yang baik dan benar. Dari rendahnya perilaku
tersebut Indonesia masih sangat tinggi permasalahan kesehatan terkait diare. Berdasarkan data
riskesdas, Jawa Barat menempati salah satu provinsi di Indonesia yang tingkat sanitasinya rendah,
terutama pada desa Sukamaju Kecamatan Talegong, Garut. Desa Sukamaju tergolong desa yang
masih rendah tingkat penggunaan jambannya dikarenakan beberapa faktor seperti budaya yang
melekat, keterjangkauan terhadap biaya pembuatan jamban, serta pola pikir masyarkat Sukamaju
yang masih salah. Padahal dari perilaku yang tidak menggunakan jamban sehat (yang baik dan
benar) dapat berdampak kepada kesehatan terutama diare. Hal ini yang merupakan sebagian
gambaran rendahnya penggunaan jamban di Indonesia yang menyebabkan Indonesia masih
tergolong Negara yang rendah terhadap sanitasinya
TERIMA KASIH

 Ada pertanyaa gak?


Kalau ga ada kita mau tutup 

Anda mungkin juga menyukai