Anda di halaman 1dari 10

PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH – B

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN INCENERATOR

Disusun oleh 2DIV-A Kelompok 10 :

1. Annisa Rahmawati (P21335118011)

2. Jihan Salma Salsabill (P21335118027)

3. Widya Kusuma Muslim (P21335118072)

4. Winra Nadeak (P21335118076)

Dosen:

Catur Puspawati, ST., M.KM


Tugiyo, SKM., M.Si

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGANPROGRAM STUDI D-IV TINGKAT II
Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
Telp.(021)7397641, 7397643.Fax (021) 7397769
2020
A. Pengertian Insinerasi
Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara
pembakaran pada temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah
mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat didaur ulang lagi,
membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik (A. Sutowo Latief, 2012)
Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang
mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom
ash dan fly ash)
Patrick (1980) dalam Arif Budiman (2001) menyatakan bahwa incinerator
adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah. Alat ini
berfungsi untuk merubah bentuk sampah menjadi lebih kecil dan praktis
serta menghasilkan sisa pembakaran yang sterill sehingga dapat dibuang
langsung ke tanah. Energi panas hasil pembakaran dalam incinerator dapat
digunakan sebagai energi alternative bagi proses lain seperti pemanasan
atau pengeringan.
Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary
Chamber dan Secondary Chamber (Gunadi Priyamba, 2013).
a. Primary Chamber Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi
pembakaran dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran
kurang dari semestinya, sehingga disamping pembakaran juga terjadi
reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi
karbon monoksida dan metana.
Temperatur dalam primary chamber diatur pada rentang 600oC-800oC dan
untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam primary chamber
dibantu oleh energi dari burner dan energi pembakaran yang timbul dari
limbah itu sendiri. Udara (oksigen) untuk pembakaran di suplai oleh
blower dalam jumlah yang terkontrol. Padatan sisa pembakaran di primary
chamber dapat berupa padatan tak terbakar (logam, kaca) dan abu
(mineral), maupun karbon berupa arang. Tetapi arang dapat diminimalkan
dengan pemberian suplai oksigen secara continue selama pembakaran
berlangsung. Sedangkan padatan tak terbakar dapat diminimalkan dengan
melakukan pensortiran limbah terlebih dahulu.
b. Secondary Chamber Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih
lanjut agar tidak mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas tersebut
dapat berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran yang tepat antara
oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu
tinggal (retention time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di
secondary chamber disuplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol.
Selanjutnya gas pirolisa yang tercampur dengan udara dibakar secara
sempurna oleh burner didalam secondary chamber dalam temperatur tinggi
yaitu sekitar 800 -1000 . Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan
Hidrokarbon lainnya) terurai menjadi gas CO2 dan H2O.

B. Dampak Positif dan Negatif Insinerasi


Keunggulan dari proses ini antara lain mampu mereduksi volume sampah hingga
70%, abu yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat digunakan sebagai
bahan bangunan (walaupun memiliki nilai ekonomis yang rendah), serta
dihasilkannya energy listrik. Sedangkan kelemahan dari proses insinerasi adalah
teknologi yang insinerasi memerlukan biaya investasi, operasim dan
pemeliharaan yang tinggi serta adanya emisi yang mengakibatkan berbagai
polusi

Manfaat system insenerasi antara lain :

 Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.


 Tidak memerlukan ruang yang luas .
 Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber daya uap.
 Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja
yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
 Dapat mereduksi atau menurunkan sebagian besar volume sampah
Kerugian Incenarator

 Biaya besar
 Lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk.
 Beresiko tinggi untuk mencemari udara
 Gas buang merupakan pembawa sebagian besar CO2 penyebab
 pemanasan global
 Abu yang tersisa dari pembakaran mencapai 20% dari sampah yang
dibakar
 Berpotensi pencemar emisi partikulat karena kandungan abu yang besar
 Diperlukan peralatan pengolah gas buang yang basah setelah proses
pembakaran karena gas yang basah ini akan dapat merusak atau sebagai
gas destruktif apabila lepas ke udara. Oleh karena itu dihitung sebagai
tambahan biaya dalam pemakaian incenerator.
 Berpotensi pencemar emisi partikulat karena kandungan abu yang besa

C. Macam – Macam Insinerator


1. Incinerator Rotary Kiln

https://5.imimg.com/data5/IL/MQ/
XY/SELLER-24150176/rotary-kiln-incinerator-500x500.jpg

Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah yang menganduk


kandungan air (water content) yang cukup tinggi dan volumenya
cukup besar. System incinerator ini berputar pada bagian Primary
Chamber, dengan tujuan untuk mendapatkan limbah yang merata
keseluruh bagian.
Proses pembakarannya sama dengan type static, terjadi dua kali
pembakaran dalam Ruang Bakar 1 (Primary Chamber) untuk limbah
dan Ruang Bakar 2 (Secondary Chamber) untuk sisa – sisa gas yang
belum sempurna terbakar dalam Primary Chamber. (Gunadi P. 2004)
2. Multiple Health Incinerator

https://www.impexequip.com/images/furnace.jpg
Multiple Health Incinerator, yang telah digunakan sejak pertengahan
tahun 1900-an, terdiri dari suatu kerangka lapisan baja tahan api
dengan serangkaian tungku (hearth) yang tersusun secara vertical, satu
di atas yang lainnya dan biasanya berjumlah 5 – 8 buah tungku, shaft
rabble arms beserta rabble teeth-nya dengan kecepatan putaran ¾ - 2
rpm. Umpan sampah dimasukkan dari atas tungku secara terus
menerus dan abu hasil proses pembakaran dikeluarkan melalui silo.
Burner dipasang pada sisi dinding tungku pembakar di mana
pembakaran terjadi. Udara diumpan masuk dar bawah, dan sampah
diumpan masuk dari atas.
Limbah yang dapat diproses dalam multiple heart incinerator
memiliki kandungan padatan minimum antara 15 – 50% berat. Limbah
yang kanndungan padatannya di bawah 15% berat padatan mempunyai
sifat seperti cairan daripada padatan. Limbah semacam ini cenderung
untuk mengalir du dalam tungku dan manfaat rabble tidak akan
efektif. Ika kandungan padatan diatas 50% berat, maka lumpur bersifat
sangan viscous dan cenderung menutup rabble teeth. Udara dipasok
dari bagian bawah furnace dan naik melalui tungku dengan membawa
produk pembakaran dan partikel abu. (Gunadi P. 2004)

3. Fluidized Bed Incinerator

https://www.swing-w.com/eng/products/systems&equipment/s43.html

Fluidized Bed Incinerator adalah sebuah tungku pembakar yang


menggunakan media pengaduk berupa pasir seperti pasir kuarsa atau
pasil silica, sehingga akan terjadi pencampuran (mixing) yang
homogen antara udara dengan butiran – butiran pasir tersebut. Mixing
yang konstan antara partikel – partikel mendorong terjadinya laju
perpindahan panas yang sangat cepat serta terjadinya pembakaran
sempurna, Fluidized Bed Incinerator berorientasi bentuk tegak lurus,
silindris, dengan kerangka baja yang dilapisi bahan tahan api, berisi
hamparan pasir (sand bed) dan distributor untuk fluidasi udara.
Fluidized Bed Incinerator normalnya tersedia dalam ukuran
berdiameter dari 9 sampai 34 ft. Pembakaran dengan teknologi
fluidized bed merupakan satu rancangan alternatif untuk pembakaran
limbah padat. Harapan pasir tersebut diletakkan di atas distributor yang
berupa grid logam dengan dilapisi bahan tahan api. Grid ini berisi
suatu pelat berpori nosel-nosel injeksi udara atau tuyere di mana udara
dialirkan ke dalam ruang bakar untuk menfluidisasi hamparan (bed)
tersebut. Aliran udara melalui nosel menfluidisasi hamparan sehingga
berkembang menjadi dua kali volume sebelumnya.
Fluidisasi meningkatkan pencampuran dan turbulensi serta laju
perpindahan panas yang terjadi. Bahan bakar bantu digunakan selama
pemanasan awal untuk memanaskan hamparan sampai temperatur
operasi sekitar 750 sampai 900oC sehingga pembakaran dapat terjaga
pada temperatur konstan. Dalam beberapa instalasi, suatu sistem water
spray digunakan untuk mengendalikan temperatur ruang bakar.
Fluidized bed incinerator telah digunakan untuk macam-macam
limbah termasuk limbah perkotaan damn limbah lumpur. Reaktor
unggun atau hamparan fluidisasi (fluidized bed) meningkatkan
penyebaran umpan limbah yang datang dengan pemanasan yang cepat
sampai temperatur pengapiannya (ignition) serta meningkatkan waktu
kontak yang cukup dan juga kondisi pencampuran yang hebat untuk
pembakaran sempurna. Pembakaran normalnya terjadi sendiri,
kemudian sampah hancur dengan cepat, kering dan terbakar di dalam
hamparan pasir. Laju pembakaran sampah meningkat oleh kontak
langsung dengan partikel hamparan yang panas. Aliran udara fluidisasi
meniup abu halus dari hamparan. Gas-gas pembakaran biasanya
diproses lagi di wet scrubber dan kemudian abunya dibuang secara
landfill. (Gunadi P. 2004)

D. Tata Cara Pengoperasionalan Insinerator


Langkah operasi incinerator yang dilakukan dibawah ini dimaksudkan agar
insinerator bisa bekerja pada kondisi aman, menghindari kejadian yang
sebenarnya tidak perlu terjadi.
1. Switch pompa di “on” kan lebih dahulu agar sirkulasi air dialat
scrubber dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2. Masukkan limbah padat yang sudah dimampatkan dan dibungkus
kantong (bukan bahan dari Plastik) kedalam ruang pembakaran,
Jarak kantong terhadap ujung burner paling dekat 30 cm, agar tidak
menutup lubang nozzel dari burner.
3. Tutup daun pintu incinerator sampai bisa rapat, sehingga “limit
switch” bisa bekerja dengan baik, dan burner bisa menyala dengan
baik
4. Aturlah timer (waktu kerja) sesuai waktu yang dikehendaki. Secara
automatik, incinerator akan bekerja sesuai dengan waktu yang telah
diatur tersebut. Matikan tombol POWER On-Off terlebih dahulu
dan hidupkan tombol ”on” tersebut guna melakukan pembakaran
berikutnya.
5. Setting pengatur suhu (temperature Controler) pada posisi 800
derajat Celcius atau suhu yang dikehendaki di dalam ruang bakar.
Burner akan secara otomatis menyesuaikan suhu yang telah diset
6. Selesai operasi pembakaran switch pada stop kontak (sumber
listrik ) dimatikan, supaya tidak ada pengaruh listrik lagi pada
incinerator. Juga umur pakai perangkat otomatis lebih panjang dan
tidak cepat rusak
7. Hasil pembakaran atau abu dikumpulkan dengan kantong untuk di
bawa ke TPA (Tempat Pengolahan Akhir) kemudian dilakukan
solidifikasi

Peringatan Penting

1. Tangki bahan bakar jangan sampai kosong, supaya kerja burner


stabil
2. Bila tangki bahan bakar kosong, bisa jadi ada udara palsu masuk
disaluran burner. Udara palsu harus dikeluarkan melalui pompa
burner.
3. Abu dan kotoran lain supaya dibersihkan dengan cermat sehingga
benar-benar bersih. Pembersihan jangan disikat dengan sikat logam
atau sikat kasar. Cukup dibersihkan dengan sapu ijuk yang tidak
merusak permukaan batu tahan api.

4. Kandungan air limbah padat yang akan dilakukan pembakaran


maksimal sebesar 10 %, bila lebih dari 10 % perlu dilakukan
pengeringan terlebih dahulu

5. Isian limbah padat diruang bakar sekitar 60% volume ruang bakar,
supaya tidak menutupi lubang burner dan lidah api tidak berbalik
arah dan beakibat rusaknya burner
Daftar Pustaka

Puspawati, Catur. Dkk. Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah. 2010.


Jakarta; Poltekkes Kemenkes Jakarta II.
Priambodo, Bagus. T. (2011).Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sampah
Menggunakan Teknologi Incenerator, 19-21.
Chandra, Budiman. Pengantar Kesehatan Lingkungan. 2006. Jakarta; PENERBIT
BUKU KEDOKTERAN EGC.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Insinerasi

http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/06-Jurnal-14-
Murni.pdf

http://eprints.polsri.ac.id/90/3/BAB%2520II%2520Laporan%2520T.pdf

Anda mungkin juga menyukai