Anda di halaman 1dari 4

PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN DESTRUKSI TERMAL/INCINERATOR

Hampir semua jenis sampah yang memiliki kandungan materi yang dapat terbakar
(volatile matter) apapun jenisnya dapat dimusnahkan menggunakan insinerator, apapun
wujudnya (cair, padat dan sludge). Limbah-limbah yang memiliki kandungan logam dan
atau silica (pasir-pasiran dan tanah) dalam jumlah besar hanya bisa menurunkan air
atau material volatile yang terkandung didalamnya.
Jenis-jenis limbah yang dapat dimusnahkan insinerator adalah sbb:
1. Limbah domestik
Yang termasuk limbah domestik adalah sampah kota, pasar, perumahan, pertokoaan
dsbnya
2. Limbah Infeksius
Limbah infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan oleh kegiatan medis atau rumah
sakit.
3. Limbah Industri dan pertambangan
4.  Limbah padat seperti

 Produk reject
 Sampah-sampah kemasan
 Majun atau potongan kain terkontaminasi B3
 Bahan-bahan kima kadaluarsa (terbatas)
 Limbah sludge seperti
 Sludge dari proses pengolahan limbah cair (Wastewater Treatment Sludge) dari
berbagai jenis industri.
 Sludge oil dari proses pertambangan
 Tanah terkontaminasi B3
 Sludge Paint (cat)

5.  Limbah cair seperti

 Limbah chemical dari laboratorium (terbatas)


 Limbah chemical produksi (terbatas)
 Obat-obatan cair

 
 
Sebagian limbah tersebut ada yang tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jika
limbah ini tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungannya. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan limbah yang sesuai
sehingga dihasilkan limbah yang lebih ramah lingkungan (environmental friendly).
Kegiatan industri di Indonesia sangat beragam dan banyak serta kegiatan medis yang
tersebar sampai pelosok-pelosok daerah, tentunya memiliki potensi pencemaran
lingkungan akibat limbah B3. Perusahaan yang bergerak dalam jasa pengelolaan
Limbah B3 sampai saat ini belum bisa menampung dan menangani semua yang
dihasilkan oleh penghasil-penghasil limbah B3 tersebut.
Dalam rencananya sebuah perusahaan jasa pengelola limbah akan melakukan kajian
analisis dampak terhadap lingkungan dari kegiatan pengangkutan, pengumpulan,
pemanfaatan dan pengolahan Limbah B3 yang tertuang dalam dokumen lingkungan.
Pemusnahan limbah B3 dengan insinerator adalah merupakan salah satu dari rencana
kegiatan pengolahan limbah B3, maka dalam dokumen ini bermaksud membuat kajian
teknis lebih rinci untuk merancang dan memilih peralatan serta menganalisa dampak
yang akan ditimbulkan dari kegiatan pembakaran di dalam insinerator. Tujuanya adalah
agar memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan sesuai dengan Regulasi Kep.205/Bapedal/1996 tentang Pendoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, dan memenuhi persyaratan
dokumen kelengkapan pengajuan perijinan pengoperasian insinerator.
 
Dalam rencana kegiatan pengolahan insinerator, Pengelola mengumpulkan berbagai
jenis limbah dengan karakteristik yang beragam dari penghasil limbah B3 di Pulau
Sumatera atau luar Pulau Sumatera sekalipun.
Limbah-limbah tersebut sampelnya kemudian di kirim ke Laboratorium terakriditasi
untuk diuji : Characteristic B3 analisis, Ultimate analysis , Proximate analysis, Finger
Print Test, dan Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). Dari hasil analisis
tersebut akan digunakan untuk keperluan penentuan desain insinerator, kapasitas,
efisiensi dan komposisi limbah campuran yang akan dibakar di insinerator serta metoda
pengujian dalam kegiatan TBT (Trial Burning Test).
Pembakaran sempurna berlangsung jika temperatur titik nyala tercapai dalam suatu
system yang teroksigen cukup secara stoikiometris dengan kondisi pencampuran yang
baik antara material yang dibakar dengan udara. Pembakaran sempurna akan
menguraikan sampah organik menjadi CO2 dan H2O. Sampah organik pada umumnya
mempunyai titik nyala berkisar antara 200 – 500 oC. Untuk mencapai titik nyala, ruang
bakar dipanaskan dengan kalor yang disuplai oleh bahan bakar dari fuel burner.
 
Proses pencampuran yang baik antara materi yang dibakar dengan udara sulit
diharapkan, apalagi kalau materi tersebut berwujud padat. Pencampuran akan jauh
lebih efisien apabila materi yang dibakar dalam wujud gas. Karena itu sangat riskan
untuk pembakaran dilakukan dalam satu tahap. Strategi yang biasa dilakukan adalah
dengan merubah wujud materi menjadi
 
gas melalui proses pirolisa dengan suplai udara kurang di Ruang Bakar I, dan
membakar gas hasil pirolisa tersebut di Ruang Bakar II.
Dalam suatu sistem bertemperatur tinggi, material organik tanpa oksigen stoikiometris
(suplai oksigen kurang) akan mengalami pirolisa. Pirolisa ialah reaksi endotermik yang
menguraikan senyawa organik dalam sampah menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana; biasanya sampah akan tergasifikasi menjadi metana (CH4), etana (C2H6),
dan karbon monoksida (CO), gas-gas yang mempunyai nilai kalor tinggi.
Insinerator memiliki dua buah ruang bakar, yaitu First Chamber dan Second Chamber.
First Chamber terutama berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pirolisa. Ke
dalam First Chamber disuplaikan 30% – 60% oksigen stoikiometrik. Oksigen tersebut
digunakan untuk membakar sebagian sampah sehingga temperatur pirolisa dapat
tercapai dan dipertahankan.
Gas-gas hasil pirolisa selanjutnya dibakar sempurna di dalam Second Chamber.
Dengan pencampuran oksigen; metana, etana, dan karbon monoksida diuraikan
menjadi uap air (gas) dan karbondioksida. Hasil pembakaran di Second Chamber
sangat ditentukan oleh kuantitas oksigen dan kualitas pencampurannya.
Padatan sisa pembakaran di First Chamber dapat berupa padatan tak terbakar (logam,
kaca), abu (berupa mineral) maupun karbon berupa arang akibat pembakaran yang
miskin oksigen. Arang dapat diminimalkan dengan pemberian suplai oksigen secara
kontinu selama pembakaran berlangsung. Padatan tak terbakar dapat diminimalkan
dengan penyortiran sampah umpan.
Proses insinerasi sampah/limbah memerlukan waktu. Dalam tahap perancangan
insinerator, waktu pemusnahan sampah diidentifikasikan sebagai Residence Time dan
Retention Time. Residence Time ialah waktu yang diperlukan oleh sampah padat
dengan jumlah tertentu untuk terbakar habis menjadi abu. Retention Time ialah
lamanya waktu tinggal gas di dalam ruang bakar. Untuk temperatur ruang bakar yang
tetap, Residence Time berbanding lurus dengan kualitas padatan sisa pembakaran,
konsekuensinya ialah volume First Chamber semakin besar.
Secara umum semakin tinggi Retention Time dirancang, semakin baik pembakaran
terjadi di dalam insinerator. Kesempatan bagi gas untuk berikatan membentuk CO 2
dan H2O serta kesempatan untuk mengurai gas beracun menjadi ikatan yang lebih
stabil semakin tinggi. Konsekuensinya ialah aliran gas lebih lambat dan tekanan
semakin tinggi. Sealing insinerator harus rapat dan pemasukan sampah menjadi lebih
sulit. Oleh karena itu, rancangan aliran gas insinerator harus dilakukan dengan mencari
titik optimal.
Untuk mencapai kualitas emisi gas buang sempurna dan mengurangi dampak negative
dari pembakaran, insinerator harus dilengkapi dengan alat tambahan APC (Air Polution
Control) dengan bermacam-macam metoda dan type yang dapat digunakan. Hasil
pembakaran di 1st Chamber akan menghasilkan partikulat dan gas-gas lain yang tidak
cukup ditangani dengan hanya mengandalkan temperatur, retention time dan
pencampuran udara yang optimal. Partikulat hanya bisa ditangkap dengan metoda
Centrifugal Dust Colector Cyclone atau Bag House Filter, sedangkan gas-gas bersifat
asam seperti HCL, SO2 hanya bisa dieliminasi dengan metoda absorb dengan air
larutan basa dalam Water Scrubber System.
 
Deskripsi Proses Insinerator
Salah satu cara pemusnahan limbah B3 adalah dengan cara insinerasi di dalam sebauh
sistem insinerator. Tetapi tidak semua jenis limbah dapat di musnahkan karena terkait
dengan karakteristik jenis limbah yang diperbolehkan menurut aturan. Proses insinerasi
adalah penguraian zat padat atau cair menjadi gas dan belum berarti tidak menjadikan
aman bagi lingkungan, karena dari pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan
gas atau partikulat yang sama bahanya dengan sifat limbah sebelum dibakar terhadap
lingkungan. Untuk itu kualitas atau performansi dari insinerator sangat penting untuk
diperhitungkan.
Incenerator dirancang lengkap dengan fasilitas pengendalian pencemaran udara, agar
emisi yang dihasilkan dibawah ambang baku yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada
gambar 4.1 menunjukan alur proses sistem insinerasi yang di dirancang. Uraian
prosesnya dapat dijelaskan dibawah ini.

1. Jenis insinerator yang dirancang adalah Continues Reciprocating Grate yang


dapat beroperasi secara kontinu karena sistem pengumpanan limbah terus
menerus begitupun juga pengeluaran abu sisa pembakaranya.
2. Sistem pengumpanan dibuat 2 alat, yaitu : Elevator Buckect Lift dan Ram
Feeding. Elevator buckect lift, berfungsi untuk mengumpankan limbah padat ke
tempat Feeder, selanjutnya dengan Ram Feeder Limbah akan dimasukan
kedalam insinerator dengan 2 mekanisme pintu sebagai Air Lock untuk
menghindari kebocoran-kebocoran asap saat proses pengumpanan limbah.
3. Limbah B3 dari berbagai jenis akan di campur dengan komposisi yang
ditetapkan dan diumpankan ke ruang pembakaran dengan buckect lift dan ram
feeder secara kontinu sesuai dengan kapasitas dari insinerator.
4. Limbah B3 akan dibakar di ruang bakar 1 dalam suhu 700-800 0C. Dalam proses
pembakaran di phase ini material akan terurai menjadi gas-gas dan material (abu
dan padatan tidak dapat terbakar).
5. Abu dan sisa material tidak terbakar yang dihasilkan di dalam ruang bakar 1
akan dikeluarkan secara otomatis dan kontinu. Alat untuk mengeluarkan material
tersebut adalah Ash screw conveyor. Alat ini diletakan di bawah ruang bakar 1
pada bagian ujung dimana abu terkumpul di dalamnya. Abu dan material tidak
terbakar akan dikeluarkan dari ruang bakar 1 dan dimasukan kedalam drum besi
yang telah disediakan.
6. Karena proses pembakaran di ruang bakar 1 ini tidak sempurna, maka akan
menghasilkan gas-gas lain selain CO2 dan H20 yaitu diantaranya gas methan
(C2H4), gas CO, SO2, HCl dan lain-lainya. Gas-gas ini akan di bakar lebih lanjut
di uang bakar 2 agar menjadi gas sempurna dan tidak berbahaya. Selain gas-
gas dihasilkan pula partikulat dan tidak dapat tangani dalam proses pembakaran
di ruang bakar 2, hanya dapat di kurangi dnegan cara separasi dan absorbsi.
7. Gas SO2 dan HCl yang bersifat asam akan di absorbsi oleh air yang
disemprotkan dalam water scrubber, penggunaan larutan basa seperti NaOH
atau CaOH akan meningkatkan efektifitas absorbsi gas-gas tersebut. Air water
scrubber disirkulasi oleh pompa sirkulasi dan endapan lumpur yang dihasilkan
tertampung dalam bak akan dikumpulkan yang selanjutnya akan di satukan
dengan sisa abu pembakaran dan dikirim ke pihak ke 3 yang berizin.
8. Partikulat yang terbawa aliran gas akan dipisahkan dan dikumpulkan didalam
siklon secara efek sentrifugal.
9. Aliran gas yang sudah bersih akan dialirkan ke udara oleh IDF (Induce Draft Fan)
melalui cerobong.
10. Sebagai kontrol sistem efisiensi proses insinerasi akan dilakukan pengujian
terhadap emisi gas buang dan sisa hasil proses berupa padatan maupun cairan.

Penentuan Komposisi Limbah


Sistem pengumpanan limbah B3 yang beragam jenis dan karakteristik yang akan
dibakar akan lebih efektif jika dibuat pencampuran dari masing-masing secara tepat dan
homogen. Untuk itu berdasarkan pertimbangan ketersedian bahan dan karakteristik
limbah itu sendiri diperlukan penentuan komposisi yang tepat berdasarkan parameter
seperti nilai
kalor, pH, kandungan organik, kandungan air dan lain-lainya.
 
Konstruksi Incenerator
Dari data rancangan desain proses, insinerator bagian-bagian yang difabrikasi dan
dipasang adalah :

1. Waste Ejector (Pendorong Limbah)


2. Ram Feeder (Alat Pengumpan Limbah)
3. 1st Chamber (Ruang Pembakaran Pertama)
4. Ash Screw (Alat Pengeluaran Abu pembakaran)
5. 2nd Chamber (Ruang Pembakaran Kedua)A
6. Cyclone (Penangkap Partikulat)
7. Water Scrubber (Penangkap Gas Asam dari Pembakaran)
8. Emission Platform (Tempat Pengujian Emisi)
9. Main Exhaust Stack ( Cerobong Utama)
10. Emergency Damper (Damper Darurat Pembakaran)
11. Emergency Stack (Cerobong Darurat Pembakaran)

Anda mungkin juga menyukai