Anda di halaman 1dari 38

incenerasi

WHAT IS the incineration ?


Insinerasi ialah proses pemusnahan material
organik secara thermal melalui proses
pembakaran dalam suatu sistem yang terkontrol
dan terisolir dari lingkungannya.

Insinerasi adalah
metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah
pada suatu tungku pembakaran.
Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi
materi padat menjadi materi gas (gas buang), serta materi
padatan yang sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu
(fly ash). Panas yang dihasilkan dari proses insinerasi juga
dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi suatu materi
menjadi materi lain dan energi, misalnya untuk
pembangkitan listrik dan air panas.
Di beberapa negara maju, teknologi insinerasi sudah
diterapkan dengan kapasitas besar (skala kota). Teknologi
insinerator skala besar terus berkembang, khususnya dengan
banyaknya penolakan akan teknologi ini yang dianggap
bermasalah dalam sudut pencemaran udara.

INSENERATOR
Incinerator : alat atau sarana yang dapat
digunakan untuk membakar refuse dengan bahan
bakar yang minim atau dengan bahan pembakar
adalah refuse itu sendiri

Skema proses incenerasi adalah sebagai berikut:

Tentang Incinerator

Salah satu kelebihan yang dikembangkan terus dalam


teknologi terbaru dari insinerator ini adalah
pemanfaatan energi, sehingga nama insinerator
cenderung berubah seperti waste-to-energy, thermal
converter
Insinerasi merupakan proses pengolahan buangan
dengan cara pembakaran pada temperatur yang sangat
tinggi (>800C) untuk mereduksi sampah yang tergolong
mudah terbakar (combustible), yang sudah tidak dapat
didaurulang lagi.
Sasaran insinerasi adalah untuk mereduksi massa dan
volume buangan, membunuh bakteri dan virus dan
meredukdi materi kimia toksik, serta memudahkan
penanganan limbah selanjutnya. Insinerasi dapat
mengurangi volume buangan padat domestik sampai 8595 % dan pengurangan berat sampai 70-80%.

Jenis-jenis limbah yang dapat


dimusnahkan incinerator adalah sbb:
1. Limbah domestik
Yang termasuk limbah domestik adalah sampah kota,
pasar, perumahan, pertokoan dsbnya
2. Limbah Infeksius
Limbah infeksius adalah limbah padat yang dihasilkan oleh
rumah sakit
3. Limbah Industri, terbagi atas :
-Limbah padat: - Obat-obatan kadaluarsa pada industri farmasi Produk reject pada industri makanan, sabun, sampoo dsbnya Sampah-sampah kemasan - Adonan permen yang mengeras dan
tidak dapat digunakan pada industri permen.
- Majun atau
potongan kain pada industri tekstil
- Sisa sisa tembakau dan
produk reject pada industri rokok - Karet- karet bekas dan sudah
tidak bisa digunakan pada industri karet. - Kerak cat yang sudah
mengeras pada industri otomotif

- Limbah sludge:
Sludge dari proses pengolahan limbah cair
(Wastewater Treatment Sludge) dari berbagai
jenis industri.
- Limbah cair - Limbah chemical dari
laboratorium (terbatas) - Limbah chemical
produksi (terbatas)
- Obat-obatan cair
- Shampo cair reject yang belum dikemas
- Sabun cair reject

teknologi insinerasi mempunyai


beberapa sasaran, yaitu:
a. Mengurangi massa / volume:
proses insinerasi adalah proses oksidasi (dengan
oksigen atau udara) limbah combustible pada
temperatur tinggi. Akan dikeluarkan abu, gas,
limbah sisa pembakaran dan abu, dan diperoleh
pula energi panas. Bila pembakaran sempurna,
akan tambah sedikit limbah tersisa dan gas yang
belum sempurna terbakar (seperti CO). Panas
yang
tersedia
dari
pembakaran
limbah
sebelumnya akan berpengaruh terhadap jumlah
bahan bakar yang dipasok. Insinerator yang
bekerja terus menerus akan menghemat bahan
bakar.

b. Mendestruksi komponen berbahaya:


insinerator tidak hanya untuk membakar sampah
kota. Sudah diterapkan untuk limbah non-domestik,
seperti dari industri (termasuk limbah B3), dari
kegiatan medis (untuk limbah infectious).
Insinerator tidak hanya untuk membakar limbah
padat. Sudah digunakan untuk limbah non-padat,
seperti sludge dan limbah cair yang sulit
terdegradasi. Teknologi ini merupakan sarana
standar untuk menangani limbah medis dari rumah
sakit. Sasaran utamanya adalah mendestruksi
patogen yang berbahaya seperti kuman penyakit
menular. Syarat utamanya adalah panas yang tinggi
(dioperasikan di atas 800o C). Dalam hal ini limbah
tidak harus combustible, sehingga dibutuhkan
subsidi bahan bakar dari luar

c. Insinerasi adalah identik dengan combustion, yaitu dapat


menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan. Faktor
penting yang harus diperhatikan adalah kuantitas dan
kontinuitas limbah yang akan dipasok. Kuantitas harus cukup
untuk menghasilkan energi secara kontinu agar suplai energi
tidak terputus.
Teknologi ini mampu melakukan reduksi volume sampah
namun teknologi insinerasi membutuhkan biaya investasi,
operasi, dan pemeliharaan yang cukup tinggi. Fasilitas
pembakaran ini dianjurkan hanya digunakan untuk
memusnahkan/membakar sampah yang tidak bisa didaur
ulang, ataupun tidak layak untuk dibuang. Alat ini harus
dilengkapi dengan sistem pengendalian dan kontrol untuk
memenuhi batas-batas emisi partikel dan gas-buang sehingga
dipastikan asap yang keluar dari tempat pembakaran sampah
merupakan asap/gas yang sudah netral.
Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran bisa digunakan
untuk bahan bangunan, dibuat bahan campuran kompos,
atau dibuang ke landfill.

Proses insinerasi berlangsung melalui 3


(tiga) tahap, yaitu:

Mula-mula membuat air dalam sampah


menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering
yang akan siap terbakar.

Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu


pembakaran
tidak
sempurna,
dimana
temperatur belum terlalu tinggi
Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.

Agar terjadi proses yang optimal maka ada


beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
menjalankan suatu insinerator, antara lain:
Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor,
kadar air, dan kadar abu dari buangan padat,
khususnya sampah.
Aspek keamanan: menyangkut titik nyala,
tekanan uap, deteksi logam berat, dan
operasional insinerator.
Aspek pencegahan pencemaran udara :
menyangkut penanganan debu terbang, gas
toksik, dan uap metalik.

Terdapat 3 parameter utama dalam operasi


insinerator yang harus diperhatikan, yaitu 3-T
(Temperature, Time dan Turbulence):

Temperature (Suhu): Berkaitan dengan pasokan oksigen


(melalui udara). Udara yang dipasok akan menaikkan
temperature karena proses oksidasi materi organik bersifat
eksotermis. Temperatur ideal untuk sampah kota tidak kurang
dari 800 oC.

Time (waktu): Berkaitan dengan lamanya fasa gas yang harus


terpapar dengan panas yang telah ditentukan. Biasanya sekitar
2 detik pada fase gas, sehingga terjadi pembakaran sempurna.
Turbulensi: Limbah harus kontak sempurna dengan oksigen.
Insinerator besar diatur dengan kisi-kisi atau tungku yang dapat
bergerak, sedang insinerator kecil (modular) tungkunya adalah
statis.

Skema insinerator kapasitas besar untuk sampah


kota umumnya terdiri atas bagian-bagian sebagai
berikut:
Unit Penerima: perlu untuk menjaga kontinuitas suplai
sampah.
Sistem Feeding/Penyuplai: agar instalasi terus bekerja
secara kontinu tanpa tenaga manusia.
Tungku pembakar: harus bisa mendorong dan membalik
sampah.
Suplai udara: agar tetap memasok udara sehingga sistem
dapat terbakar. Pasokan udara dari bawah adalah suplai
utama. Udara sekunder perlu untuk membakar bagian-bagian
gas yang tidak sempurna.
Kebutuhan udara: tergantung dari jenis limbah
Pembubuhan air: mendinginkan residu/abu dan gas yang
akan keluar stack agar tidak mencemari lingkungan.

Next
Unit pemisah: memisahkan abu dari bahan padat yang lain.
APC (Air Pollution Control): terdapat beragam pencemaran
yang akan muncul, khususnya: Debu atau partikulat, Air
asam, Gas yang belum sempurna terbakar: CO, Gas-gas hasil
pembakaran seperti CO2, NOx , SOx, Dioxin, Panas. Setiap
jenis pencemar, membutuhkan APC yang sesuai pula,
sehingga bila seluruh jenis pencemar ini ingin dihilangkan,
maka akan dibutuhkan serangkaian unit-unit APC yang
sesuai. Pada insinerator modular yang sering digunakan di
kota-kota di Indonesia, dapat dikatakan sarana ini belum
dilengkapi unit APC, paling tidak untuk mengurangi partikelpartikel debu yang keluar.
Cerobong (stack): semakin tinggi akan semakin baik,
terutama untuk daerah sekitarnya, tetapi tidak berarti tidak
mengotori udara. Dengan cerobong yang tinggi maka terjadi
pendinginan-pengenceran.
Dinding insinerator harus tahan panas, dan tidak
menyalurkan panas keluar.

Insinerator dapat dibagi berdasarkan


perbedaan:
a. Cara pengoperasian: batch atau kontinu
b. Tungku yang digunakan:
Statis (insinerator modular atau kecil, seperti insinerator RS)
Mechanical stoker : biasanya untuk sampah kota
Fluiduized bed : biasanya untuk limbah homogen
Rotary kiln : untuk limbah industri (limbah padat atau cair)
Multiple hearth : untuk limbah industri
c. Cara penyuplaian limbah: dikaitkan dengan fasa limbah (padat,
gas, sludge, slurry)
Masing-masing jenis kemudian berkembang lagi, misalnya dalam
insenarator modular dikenal insinerator kamar-jamak, yang
kemudian dibagi lagi menjadi:
Multi chambre
Multi chambre starved control-air

Insinerator Modular
Di Indonesia, penggunaan insinerator skala kota
baru dilaksanakan di Surabaya. Namun karena
permasalahan teknis yang sejak awal telah
terjadi, insinerator ini cendererung kurang
berfungsi. Insinerator skala modular (skala
kecil), banyak dicoba di beberapa kota di
Indonesia, walaupun ternyata mengalami
beberapa permasalahan, seperti mahalnya biaya
operasi, timbulnya permasalahan lingkungan
yang terlihat nyata secara visual seperti asap dan
bau.

Beberapa informasi di bawah ini menjelaskan secara


ringkas tentang insinerator jenis modular dengan:
a. Pemasokan limbah dapat dilakukan:
Secara manual: khususnya untuk insinerator kecil
Secara mekanis/hidrolis: memperpanjang waktu operasi
Bila pemasokan limbah dilakukan secara kontinu tanpa
mematikan dan mendinginkan ruang pembakaran, akan
dihemat bahan bakar dan kontinuitas operasi dapat dijamin.
b. Pengoperasian:
Pengoperasian secara batch dengan pemasokan manual
Pengoperasian secara batch dengan pemasokan semi kontinu
Pengoperasian secara kontinu: untuk skala di atas 40
ton/hari.
Pengeluarkan abu: bila abu dapat dikeluarkan secara terus
menerus, ruang pembakaran akan tetap tersedia untuk
limbah yang baru. Pengeluaran abu dapat dilakukan:
- Secara manual
- Secara mekanis: biasanya di atas 20 ton/hari

Next . . .
c. Insinerator yang paling sederhana adalah 1 kamar.
Selanjutnya dikenal insinerator kamar-jamak dengan
sasaran:
Menghemat bahan bakar
Menghemat energi untuk suplai udara
Mempertahan temperatur
Kontrol pencemaran udara
d. Kapasitas nominal tungku pembakaran: dinyatakan sebagai
Kg/jam, Ton/hari atau m3/jam untuk 8 jam kerja per shift.
Kapasitas pembakaran biasanya digunakan tidak lebih dari
75%.
e. Pasokan oksigen dilakukan dengan memasukkan udara
secara:
Manual: untuk insinerator sederhana
Blower: memasok udara dengan debit tetap atau debit
yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Next. . .
f. Limbah yang baru dimasukkan (dingin) membutuhkan
pasokan api melalui burner (pembakar bahan bakar). Bila
limbahnya combustible maka limbah selanjutnya
berfungsi sebagai bahan bakar. Jumlah burner, konsumsi
dan jenis bahan bakar, perlu diperhatikan dalam memilih
incinerator. Tambah besar kapasitas insinerator, tambah
sedikit bahan bakar yang dibutuhkan per satuan limbah
yang akan dibakar.
g. Dinding Isolasi panas berfungsi untuk menghemat bahan
bakar dan mempertahankan temperatur. Dinding
insinerator yang baik biasanya berlapis-lapis, yang terdiri
dari:
Lapis luar: baja tahan karat dengan ketebalan tertentu
(mis 6 mm), dicat dengan cat tahan temperatur tinggi
Lapis tengah: isolator panas dengan ketebalan tertentu,
dengan baha seperti asbes, atau kalsium silikat dsb
Lapis dalam: langsung kontak dengan temperatur tinggi,
misalnya dari bahan bata tahan api

Next. . .
h. Tinggi dan bahan cerobong: tambah tinggi cerobong,
udara panas yang keluar akan tambah terencerkan
dan tersebar secara baik di lingkungan.
i. Panel pengontrol dan petunjuk: digunakan untuk
mengetahui debit udara, temperatur, alat untuk
mengontrol waktu operasi (timer), dsb.
j. Bangunan pelindung: untuk melindungi dari hujan
dsb
k. Perlengkapan pengendali pencemaran udara:
biasanya dijual terpisah dari insinerator. Dikenal
beberapa pengontrol, seperti: pengontrol partikulat
(bag house, scruber, dsb), pengontrol uap asam
(scruber basa, dsb), pengontrol gas-gas spesifik,
dsb.

Proses Pemusnahan pada incenerator yang kita gunakan

Incinerator yang akan dibahas ini dirancang dengan


menggunakan 2 (dua) ruang pembakaran, yaitu Ruang Bakar 1
(Primary Chamber) dan Ruang Bakar 2 (Secondary Chamber).
1. Primary Chamber
Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi pembakaran dirancang
dengan jumlah udara untuk reaksi pembakaran kurang dari semestinya, sehingga
disamping pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material
organik terdegradasi menjadi karbon monoksida dan metana.
Temperatur dalam primary chamber diatur pada rentang 6000C-8000C dan untuk
mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam primary chamber dibantu oleh
energi dari burner dan energi pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri.
Udara (oksigen) untuk pembakaran di suplai oleh blower dalam jumlah yang
terkontrol.
Padatan sisa pembakaran di primary chamber dapat berupa padatan tak terbakar
(logam, kaca) dan abu (mineral), maupun karbon berupa arang. Tetapi arang dapat
diminimalkan dengan pemberian suplai oksigen secara continue selama
pembakaran berlangsung. Sedangkan padatan tak terbakar dapat diminimalkan
dengan
melakukan
pensortiran
limbah
terlebih
dahulu.

2. Secondary Chamber
Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih
lanjut agar tidak mencemari lingkungan. Pembakaran
gas-gas tersebut dapat berlangsung dengan baik jika
terjadi pencampuran yang tepat antara oksigen (udara)
dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh waktu
tinggal (retention time) yang cukup. Udara untuk
pembakaran di secondary chamber disuplai oleh blower
dalam jumlah yang terkontrol.
Selanjutnya gas pirolisa yang tercampur dengan udara
dibakar secara sempurna oleh burner didalam secondary
chamber dalam temperatur tinggi yaitu sekitar 8000C10000C. Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan
Hidrokarbon lainnya) terurai menjadi gas CO2 dan H2O.

Insinerasi merupakan alah satu


alternatif dalam pengolahan limbah
Metode ini dapat mengurangi hingga 90% dari
volume limbah dan 75% dari massa limbah. Pada
dasarnya metode ini hanyalah memindahkan
limbah dari bentuk padat yang kasat mata menjadi
bentuk gas yang tidak kasat mata, yang nantinya
akan menghasilkan energi dalam bentuk panas.
Kelebihan metode insinerasi:
Sebagian besar komponen limbah B3 dapat
dihancurkan
Limbah dapat berkurang dengan cepat
Dapat dilakukan di lahan yang relatif kecil

Aspek penting dari metode insinerasi adalah heating value limbah,


yang mana nilai tersebut akan menentukan kemampuan
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran dan banyaknya
energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.

Jenis insinerator yang umum digunakan:


Rotary kiln
Multiple Hearth
Fluidized Bed
Open Pit
Single/Multiple Chamber
Aqueous Waste Injection
Starved Air Unit
Dari semuanya yang paling banyak digunaka ialah
Rotary Kiln karena memiliki kelebihan dapat
mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.

Incinerator Rotary Kiln


Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah sludge ex
WWT atau limbah yang mempunyai kandungan air
(water content) yang cukup tinggi dan volumenya cukup
besar.
System incinerator ini berputar pada bagian Primary
Chamber,
dengan
tujuan
untuk
mendapatkan
pembakaran limbah yang merata keseluruh bagian.
Proses pembakarannya sama dengan type static, terjadi
dua kali pembakaran dalam Ruang Bakar 1 (Primary
Chamber) untuk limbah dan Ruang Bakar 2 (Seacondary
Chamber untuk sisa-sisa gas yang belum sempurna
terbakar dalam Primary Chamber

Pengembangan Incinerator dengan Dryer


Tipe ini sangat cocok digunakan limbah yang mempunyai
nilai kalor yang tinggi seperti plastik dengan volume cukup
besar. Energi panas yang keluar dari cerobong incinerator
dapat dimanfaatkan untuk mengeringkan limbah sludge ex
WWT yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi namun
tidak ekonomis apabila dibakar didalam incinerator, karena
karakteristik limbah yang memiliki nilai kalor rendah, sisa
abu yang masih cukup tinggi ataupun kedua-duanya.
Keuntungan dari incinerator yang terintergrasi dengan dryer
adalah pengoperasian dryer tidak menggunakan bahan bakar,
baik dari solar maupun gas sehingga sangat ekonomis dari
biaya operasional alat, ramah lingkungan serta dapat
mengurangi kandungan air yang terdapat dalam sludge
sampai dengan 80%.

Next . . .
Pemanfaatan panas dari cerobong incinerator
selain untuk dryer dapat pula digunakan untuk
memanaskan air untuk keperluan operasional
pabrik. Tipe ini khusus digunakan untuk limbah
domestik.Incinerator ini mudah untuk di
mobilisasi serta cepat dalam pemasangan dan
pelepasannya. Dengan demikian incinerator ini
dapat dioperasikan di lokasi yang berbeda-beda.

Bangunan Pelindung Incinerator


Incinerator yang sudah terpasang sebaiknya
memiliki sebuah bangunan pelindung (shelter)
untuk menjaga incinerator tersebut dari panas dan
hujan sehingga lebih tahan lama. Bangunan
pelindung incinerator tersebut juga bertujuan untuk
membuat nyaman operator dalam bekerja.
Bangunan pelindung tidak memiliki syarat tertentu,
sehingga tergantung dari keinginan pihak user. Hal
penting untuk sebuah bangunan pelindung adalah
pondasi tempat incinerator tersebut ditempatkan,
haruslah kuat menahan beban incinerator yang
cukup berat.

Kelebihan incenerator sebagai alat pengolah sampah juga


dikemukakan oleh Sidik et al. (1985), yaitu meskipun incenerator
masih belum sempurna sebagai sarana pembuangan sampah, akan
tetapi terdapat beberapa keuntungan sebagai berikut :
1. Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup

besar, sekitar 75% hingga 80% dari sampah awal


yang datang tanpa proses pemisahan.
2. Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering
dan bebas dari pembusukan
3. Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih
besar dari 300 ton/hari) dapat dilengkapi dengan
peralatan pembangkit listrik

Di negara negara maju seperti Denmark, Swis, Amerika dan


Prancis. Mereka telah memaksimalkan proses pengolahan sampah.
Tidak hanya mengatasi bau busuk saja tapi sudah merobah sampah
sampah ini menjadi energi listrik. Khusus di Denmark 54 %
sampah di robah menjadi energi listrik.

Teknologi pengolahan sampah ini untuk


menjadi energi listrik pada prinsinya
sangat sederhana sekali yaitu:
Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas
(proses konversi thermal)
Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk
merubah air menjadi uap dengan bantuan boiler
Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar
bilah turbin
Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan
poros
Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan
kerumah rumah atau ke pabrik.

KELEBIHAN INCINERATOR
Minim lahan
Efisien, tidak terpengaruh iklim
Menghilangkan bahan-bahan organik dan bebas
dari gangguan kesehatan lingkungan
Panas (kalor) dapat dijadikan sumber arus listrik
uap dapat mengeringkan lumpur pada
penggolongan limbah (sludge)

KEKURANGAN INCINERATOR
Modal awal sangat besar
Biaya operasional tinggi
Masih memerlukan langkah-langkah lanjutan
pada akhir proses (abu dan sisa pembakaran) di
buang ke lahan lain
Belum dapat membakar berbagai jenis bahan
material.

Anda mungkin juga menyukai