Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN HEALTH TECHNOLOGY INCENERATOR PADA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KANJURUHAN


KABUPATEN MALANG
TAHUN 2024

A. LATAR BELAKANG
Kajian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment) merupakan kajian yang
komprehensif mencakup efikasi (efficacy), efektivitas (effectiveness), keamanan (safety),
analisis biaya (economic analysis) hingga budget impact analysis serta nilai (values) sosial-
budaya dan agama bila diperlukan. Salah satu tantangan HTA di era JKN adalah untuk
melakukan evaluasi terhadap biaya kesehatan (economic evaluation) dan paket manfaat yang
ada saat ini, guna memastikan teknologi kesehatan yang dipakai berbasis bukti (evidence
based medicine). Sebagai sebuah pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi dampak,
manfaat, dan nilai suatu teknologi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat, HTA
memiliki beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dari sudut pandang regulasi,
akademis, dan rumah sakit sebagai pengguna alat medis (Hani & Soewondo, 2022).
Incinerator adalah sebuah alat yang dipakai untuk membakar limbah. Limbah yang
dimaksud adalah limbah bentuk padat dan dioperasikan menggunakan teknologi pembakaran
suhu tertentu. Teknologi yang digunakan ini menjadi salah satu alternatif mengurangi
permasalahan limbah yang menumpuk. Karena ada pembakaran dengan suhu yang tinggi,
energi panas yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan untuk menjadi sumber listrik. Fungsi
utama dari incinerator adalah sebagai penghancur sampah dan penghancur mikroorganisme
patogen. Insinerator bisa digunakan untuk menghancurkan sampah, mulai dari sampah
beracun, berbahaya, maupun sampah infeksi. Dengan begitu, sisanya bisa dibuang ke tempat
pembuangan umum dengan aman. Untuk fungsi penghancur mikroorganisme patogen,
incinerator juga bisa menghancurkan mikroorganisme patogen yang merupakan materi
berbahaya. Selain itu, incinerator juga meminimalisir pencemaran udara yang dihasilkan dari
proses pembakaran sampah yang dilakukan oleh masyarakat. Manfaat yang dirasakan oleh
pengguna incinerator yaitu efektivitasnya. Sesuai dengan perhitungan, alat ini dapat menekan
90% volume serta 75% massa limbah, tergantung dari derajat recovery dan komposisi
sampah. Walaupun teknologi ini bukan solusi akhir pengolahan limbah padat, tetapi
penggunaan incinerator ini terbilang efektif untuk mengurangi volume sampah yang
mencemari lingkungan. Insinerasi ini bisa dipakai untuk mengelola berbagai macam sampah
yang berbahaya (Rizki, 2021).
Incinerator merupakan suatu alat mekanikal yang terdiri dari berbagai macam
komponen. Komponen yang ada di dalamnya terdiri dari komponen utama serta komponen
tambahan yang merupakan aksesoris. Berikut ini komponen utama dari incinerator (1) Ruang
Bakar atau Insinerator. Ruang bakar pada alat incinerator ini merupakan bagian untuk
menempatkan limbah atau sampah yang akan dibakar dan dilengkapi dengan burner atau alat
pembakar. Temperatur dari ruang bakar pertama kira-kira 400 derajat sampai dengan 1.000
derajat Celcius. Sementara itu, temperatur pada ruang bakar kedua kira-kira 1.000-1.200
derajat Celcius. Temperatur ruang bakar ini dipengaruhi oleh kalori yang dibakar. Untuk
menaikkan temperatur pada ruang bakar bisa dilakukan dengan menambah bahan kalori
tinggi, misalnya LPG atau BBM. (2) Blower Udara. Pada proses pembakaran yang terjadi di
dalam ruang bakar membutuhkan api/panas, bahan yang akan dibakar, serta udara yang
cukup. Blower ini yang menjadi pemasok udara. Blower udara atau penggerak udara
memiliki ukuran yang disesuaikan dengan kapasitas incinerator. (3) Burner atau Alat
Pembakar. Untuk membakar limbah dibutuhkan alat pembakar yang dikenal sebagai burner.
Ada banyak jenis burner, ada burner berbahan bakar minyak tanah, LPG, solar, gasoline,
HSD, dan lainnya. (4) Temperatur Indikator dan Kontrol. Pada proses pembakaran yang
terjadi di insinerator, temperatur perlu dikontrol supaya memperoleh hasil yang optimal.
Sensor dipasang untuk setiap ruang bakar dan dihubungkan ke panel kontrol. (5) Bahan yang
Dibakar. Bahan yang akan dibakar di dalam ruang bakar bisa bermacam-macam. Oleh sebab
itu, harus diseleksi terlebih dahulu bahan apa saja yang bisa dibakar. Perlu diketahui bahwa
tidak semua bahan bisa dibakar. Terdapat benda yang jika dibakar akan menimbulkan
asap/gas yang mencemari lingkungan. Contohnya, plastik PVC jika dibakar pada temperatur
tertentu bisa mengeluarkan furan dan dioxin yang karsinogen untuk kesehatan tubuh. (6)
Water Scrubber. Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara, dibutuhkan water spray
untuk gas sebelum masuk ke chimney atau cerobong asap. Ini yang menjadi fungsi dari water
scrubber. Di dalam water scrubber, gas masih mengandung jelaga, debu, particulate, maupun
padatan lainnya yang terjebak dalam air. Hal ini membuat gas yang keluar aman untuk
lingkungan sekitar. Water scrubber membutuhkan air dengan tekanan tertentu dari pompa air
(Rizki, 2021).
Proses pembakaran di dalam insinerator berlangsung dalam tiga tahap. Berikut ini
merupakan prinsip kerja dari alat incinerator yang perlu dipahami dengan baik, yaitu: Tahap
pertama yaitu membuat air di dalam sampah menjadi uap air. Dengan begitu, hasil limbah
menjadi kering dan siap untuk terbakar. Tahap kedua yaitu terjadinya proses pirolisis. Proses
ini merupakan pembakaran tidak sempurna, di mana temperatur belum menjadi terlalu tinggi.
Fase ketiga adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama dipakai untuk pembakaran
limbah dan suhu dikendalikan antara 400-600 derajat celcius. Sementara itu, ruang kedua
dipakai untuk pembakar asap serta bau dengan suhu antara 600-1.200 derajat celcius. Suplai
oksigen dari udara juga perlu ditambahkan supaya terjadi oksidasi. Dengan begitu, materi
limbah akan teroksidasi dan mudah terbakar. Selama proses pembakaran sempurna
berlangsung, asap dari cerobong juga akan menjadi transparan. Setelah mengetahui prinsip
kerja dari incinerator, selanjutnya Anda perlu tahu cara menggunakannya. Berikut adalah
cara menggunakan incinerator, yaitu: Pertama, hidupkan switch pompa supaya sirkulasi di
alat scrubber bisa berjalan dengan baik dan lancar. Masukkan limbah padat yang sebelumnya
telah dimampatkan. Selanjutnya, dibungkus dengan kantong ke dalam ruang pembakaran.
Kantong yang digunakan untuk membungkus bukan dari bahan plastik. Jarak kantong dengan
ujung burner paling dekat adalah 30 cm supaya tidak menutup lubang nozzle. Tutup pintu
insinerator sampai benar-benar rapat. Hal ini dilakukan supaya limit switch dapat bekerja
secara baik serta burner dapat menyala dengan baik. Atur waktu kerja atau timer sesuai
dengan waktu yang diinginkan. Insinerator akan bekerja secara otomatis sesuai waktu yang
sudah diatur tersebut. Atur temperature controller atau pengatur suhu di posisi 800 derajat
celcius atau suhu yang sesuai. Burner akan menyesuaikan suhu yang sudah diset secara
otomatis. Selesai pembakaran, switch pada sumber listrik atau stop kontak dimatikan.
Tujuannya agar tidak terdapat pengaruh listrik untuk insinerator. Selain itu, umur pakai alat
juga otomatis menjadi lebih panjang dan tidak cepat mengalami kerusakan. Hasil pembakaran
dikumpulkan menggunakan kantong dan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
(Naryono & Soemarno, 2013).
Harga incinerator memang sangat bervariasi. Untuk incinerator dengan kapasitas 200
liter dengan pembakaran 10-15 kg per jam, harganya sekitar Rp15 juta. Sementara itu, harga
dari incinerator medis berkapasitas 30 kg yang dilengkapi dengan cerobong atas berkisar
Rp100 juta. Ternyata, incinerator memiliki manfaat yang besar. Jika Anda tertarik mengenal
alat dan proses ini lebih jauh, tentu saja informasi ini bisa digunakan sebagai pengetahuan
awal mengenai incinerator dan cara kerjanya.
Data penggunaan incinerator di RSUD Kanjuruhan
Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan telah memiliki sanitarian … sejumlah…. orang dan
memiliki tenaga pendukung yang telah dipersiapkan dan direncanakan untuk pengembangan
kompetensi penatalaksanaan tindakan incinerator
Dengan berpedoman pada ketentuan Kementerian Kesehatan dan kementerian lingkungan
hidup…..
sehingga RSUD Kanjuruhan dirasakan cukup memenuhi untuk menyediakan alat
fluoroscopy.

B. EFIKASI (EFFICACY)
Dalam ilmu farmakologi, efikasi diartikan sebagai respons maksimum yang dihasilkan
oleh obat-obatan terhadap suatu kondisi yang dihitung menggunakan grafik dosis-respons
yang menghasilkan sebuah kurva. Kurva tertinggi menunjukkan efikasi maksimum. Dengan
kata lain, efikasi merupakan kemampuan suatu penanganan kesehatan dalam situasi yang
ideal dan terkontrol. Salah satu teknologi di bidang kesehatan yang digunakan di rumah sakit
adalah incinerator. Fungsi utama dari incinerator adalah sebagai penghancur sampah dan
penghancur mikroorganisme patogen. Insinerator bisa digunakan untuk menghancurkan
sampah, mulai dari sampah beracun, berbahaya, maupun sampah infeksi. Dengan begitu,
sisanya bisa dibuang ke tempat pembuangan umum dengan aman.
Penelitian Yang, (2002), dengan cara melelehkan sampel MIFA (Municipal Incinerator
Fly Ash) yang diambil dari 2 pabrik pembakaran sampah di Taiwan di dalam Electric Arc
Furnace (EAF) atau tungku busur listrik baja kapasitas 70 ton selama proses pembuatan baja.
Setelah pelelehan MIFA, sampel debu EAF, slag EAF, dan slag tandon pencairan
dikumpulkan dan dianalisis. Analisis kimia, uji larut TCLP, dan pengujian sifat fisik baja
dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pelelehan MIFA. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa pelelehan MIFA di EAF pada suhu 1600°C dapat melelehkan MIFA dengan
baik dan menggunakannya sebagai pengganti kapur. Pelelehan MIFA tidak menurunkan
kualitas baja dan meningkatkan polusi, slag dan baja tetap dapat didaur ulang, tetapi debu
EAF tetap berbahaya. Secara keseluruhan, teknologi ini menjanjikan untuk menangani dan
mendaur ulang MIFA secara efektif dan efisien serta menawarkan manfaat seperti
pengurangan biaya dan pendapatan tambahan bagi pabrik baja.
Penelitian Khair et al., (2023) dilakukan dengan membakar sampah rumah tangga di
dalam ruang bakar insinerator untuk menguji efektivitas penggunaan siklon dan scrubber
dalam mengurangi emisi gas berbahaya seperti NOx dan CO. Data dikumpulkan dengan
melakukan pengukuran emisi gas untuk parameter SO₂, NOx, dan CO dari pembakaran
sampah campuran dalam insinerator dengan komposisi limbah tetap. Data dikumpulkan
setiap 5 menit selama 45 menit pembakaran di inlet dan outlet masing-masing Air Pollution
Control Device (APCD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan scrubber dengan
air sebagai absorbennya mampu mengurangi emisi NOx sebesar 53% dan CO sebesar 96%,
melebihi efektivitas penggunaan siklon saja. Hal ini menunjukkan potensi yang signifikan
dari implementasi siklon dan scrubber sebagai perangkat kontrol polusi udara untuk
mengurangi emisi insinerator, yang memiliki manfaat praktis dalam upaya pengendalian
polusi udara dan keberlanjutan lingkungan.
Penelitian Caviglia et al., (2019), dengan cara melakukan analisis terhadap abu dasar
(bottom ash) yang dihasilkan dari proses pembakaran limbah. Metode yang digunakan
meliputi analisis ukuran butir, analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)-Energy
Dispersive Spectroscopy (EDS), analisis difraksi sinar-X, analisis termogravimetri, analisis
konduktivitas elektrolitik, dan uji perendaman. Sampel abu dasar dianalisis untuk
menentukan komposisi kimia, ukuran butir, dan sifat-sifat fisik lainnya. Berdasarkan hasil
penelitian, ditemukan bahwa abu dasar memiliki distribusi ukuran butir yang mirip dengan
pasir kasar dan kerikil halus. Komposisi kimia abu dasar terdiri dari sebagian besar fase
amorf, dengan kandungan kuarza, kalsit, dan feldspar yang lebih rendah. Dalam kondisi
tertentu, abu dasar dapat mengalami degradasi termal dan pelepasan zat kimia ke dalam air.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa abu dasar memiliki potensi reaktivitas yang tinggi
dan dapat mempengaruhi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Penelitian di atas menginformasikan bahwa, penggunaan incinerator di berbagai
konteks, yang menunjukkan bahwa teknologi ini memiliki potensi untuk mengatasi berbagai
aspek pengelolaan limbah. Berdasarkan hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa proses
pelelehan Municipal Incinerator Fly Ash (MIFA) dalam Electric Arc Furnace (EAF) dapat
menghasilkan bahan yang dapat menggantikan kapur tanpa menurunkan kualitas baja, dengan
potensi mendaur ulang slag dan baja. Namun, perlu diperhatikan bahwa debu EAF tetap
berbahaya. Penggunaan siklon dan scrubber dalam incinerator sampah rumah tangga dapat
efektif mengurangi emisi gas berbahaya seperti NOx dan CO, dengan scrubber menunjukkan
efektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan siklon. Abu dasar dari proses pembakaran
limbah memiliki potensi reaktivitas tinggi dan dapat mempengaruhi lingkungan jika tidak
dikelola dengan baik. Dalam konteks rumah sakit, penggunaan incinerator perlu
dipertimbangkan dengan cermat, dengan penekanan pada teknologi yang efektif, efisien, dan
ramah lingkungan untuk mengatasi dampak negatif dan meningkatkan manfaat pengelolaan
limbah.

C. EFEKTIVITAS (EFFECTIVENESS)
Efektifitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan
operasional. HTA tidak terlepas dari penilaian dengan kriteria efektivitas yang tidak hanya
untuk obat maupun prosedur medis, namun juga termasuk untuk alat kesehatan. Efektivitas
menilai apakah penggunaan dari teknologi lebih bermanfaat atau malah merugikan. Untuk
menilai kriteria efektivitas alat kesehatan dengan keperluan diagnostik, dapat dilakukan
dengan memberikan bukti akurasi membandingkan dengan goldstandard dari alat tersebut.
Hasil penelitian Di Maria & Sisani, (2018), menunjukkan bahwa efisiensi energi dari
fasilitas pembakaran sampah skala penuh di Uni Eropa bervariasi tergantung pada mode
operasional dan ukuran fasilitas. Terdapat perbedaan antara hasil penelitian ini dengan
klasifikasi fasilitas pembakaran sampah berdasarkan rumus efisiensi energi yang digunakan
dalam peraturan Uni Eropa. Temuan ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan analisis siklus
hidup yang lebih komprehensif untuk memahami kontribusi sebenarnya dari pembakaran
sampah dalam menggantikan sumber energi primer lainnya.
Hasil penelitian Lando et al., (2020), mengungkapkan bahwa salah satu kelemahan
penggunaan incinerator adalah biayanya yang sangat tinggi. Namun, keuntungannya adalah
dapat mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dan mengatasi masalah lingkungan dan
kesehatan. Dalam perbandingan antara incinerator Double Chamber dan Maxpell, hasil
penelitian menunjukkan bahwa incinerator Maxpell adalah yang paling efektif dan efisien,
dengan tingkat efektivitas sebesar 97,5% dan tingkat efisiensi sebesar 17,17%. Penggunaan
incinerator memiliki manfaat dalam mengurangi jumlah sampah dan mengatasi masalah
lingkungan dan kesehatan, namun biaya penggunaannya masih sangat tinggi.
Penelitian Kwon et al., (2024), mengkaji kinerja insinerator dan kerangka kebijakan
untuk pengelolaan limbah yang efektif dan pemulihan energi di Korea Selatan. Hasil
penelitian menunjukkan insinerasi limbah dapat secara signifikan mengurangi volume limbah
sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir. Dalam penelitian ini, insinerasi 100 ton
limbah komunal menghasilkan pengurangan volume hingga 338,7 m3 di tempat pembuangan
dan pemulihan energi sebesar 637,5 GJ dalam bentuk panas atau listrik. Fasilitas insinerasi di
Korea Selatan secara signifikan memperpanjang umur tempat pembuangan sampah, sesuai
dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Korea Selatan yang melarang pembuangan
langsung limbah rumah tangga. Pemulihan energi dari proses insinerasi merupakan aspek
penting yang dapat memberikan manfaat ekonomi. Energinya dapat digunakan dalam bentuk
panas atau listrik, menggantikan sumber energi lain seperti batu bara dan gas alam. Meskipun
pemulihan energi melalui insinerasi memiliki manfaat ekonomi dan dapat mengurangi emisi
gas rumah kaca, perlu diingat bahwa emisi polutan udara dari insinerasi berdampak negatif
terhadap lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan peraturan dan pengawasan yang ketat untuk
mengendalikan emisi polutan udara dari fasilitas insinerasi.
Berdasarkan hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa, efektivitas penggunaan
incinerator di rumah sakit memiliki aspek yang kompleks. Meskipun efisiensi energi fasilitas
pembakaran sampah bervariasi tergantung pada mode operasional dan ukuran, temuan
menunjukkan bahwa perbedaan klasifikasi fasilitas berdasarkan regulasi Uni Eropa
menunjukkan perlunya analisis siklus hidup yang lebih komprehensif. Sementara incinerator
memiliki keuntungan dalam mengurangi jumlah sampah dan mengatasi masalah lingkungan
dan kesehatan, kelemahannya adalah biaya yang tinggi. Hasil penelitian juga menyoroti
bahwa perbandingan antara jenis incinerator menunjukkan bahwa Maxpell lebih efektif dan
efisien. Di Korea Selatan, insinerasi limbah terbukti dapat secara signifikan mengurangi
volume limbah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir, dengan pemulihan energi
memberikan manfaat ekonomi. Namun, diperlukan regulasi yang ketat untuk mengendalikan
emisi polutan udara dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Keseluruhan,
penggunaan incinerator di rumah sakit memiliki potensi untuk mengurangi dampak
lingkungan, namun perlu mempertimbangkan secara menyeluruh aspek biaya, efisiensi, dan
dampak lingkungan.

D. KEAMANAN (SAFETY)
Rumah sakit merupakan lingkungan yang kompleks dengan berbagai macam prosedur
medis, pengobatan, dan perawatan yang diberikan kepada pasien. Hal ini menyebabkan
rumah sakit harus memastikan bahwa peralatan medis dan teknologi yang digunakan telah
teruji, aman, dan sesuai dengan standar keamanan. Perawatan rutin dan pemeliharaan teratur
juga dilakukan untuk memastikan peralatan berfungsi dengan baik dan tidak menimbulkan
risiko tambahan.
Penelitian Farshad et al., (2014), mengkaji empat jenis peralatan pengelolaan limbah
rumah sakit tanpa pengincaran, yaitu otoklaf tanpa pemotong, sistem panas kering, otoklaf
dengan pemotong, dan hidroklaf. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan jenis dan
konsentrasi Volatile Organic Compounds (VOC) atau zat organik beracun serta risiko infeksi
mikroba pada sisa limbah keempat peralatan tersebut. Otoklaf tanpa pemotong memiliki
risiko VOC dan infeksi mikroba paling rendah. Namun secara umum, pemotong limbah dapat
meningkatkan risiko zat beracun dalam emisi. Hal ini perlu diperhatikan dalam menentukan
keamanan penggunaan incinerator rumah sakit agar dapat menghindari paparan berbahaya
bagi staf dan masyarakat di sekitarnya.
Penelitian Matee & Manyele, (2015), menganalisis kinerja incinerator berskala besar
yang digunakan di rumah sakit nasional Muhimbili untuk membakar limbah medis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa incinerator mampu membakar sekitar 945 kilogram limbah
medis per hari dengan menghasilkan rata-rata pengurangan berat sebesar 94,6%. Namun,
tingkat konsumsi bahan bakar dieselnya terlalu tinggi yaitu rata-rata 362 liter per hari.
Tingginya konsumsi bahan bakar menyebabkan efisiensi bahan bakar yang rendah, yaitu
sekitar 2,6 kilogram limbah per liter bahan bakar. Hal ini mengindikasikan perlunya
perbaikan kinerja incinerator untuk mengurangi biaya operasional. Secara keseluruhan,
incinerator mampu membakar limbah medis dengan baik namun perlu diperbaiki terkait
efisiensi bahan bakarnya guna meningkatkan keamanan dan mengurangi biaya
pengoperasian.
Penelitian Gielar & Helios-Rybicka, (2013), menganalisis dampak lingkungan dari
pembakaran limbah rumah sakit di sebuah pabrik di Krakow, Polandia. Hasilnya
menunjukkan bahwa pabrik tersebut dapat memproses limbah rumah sakit di Krakow dengan
baik. Namun, abu sisa dan slag dari proses pembakaran mengandung konsentrasi logam berat
dan zat pencemar lain yang cukup tinggi dan dapat menyebabkan polusi lingkungan.
Konsentrasi zat tersebut melebihi baku mutu yang diperbolehkan. Oleh karena itu, abu sisa
dan slag tersebut perlu ditangani dengan hati-hati dan dikubur di tempat penguburan limbah
berbahaya untuk mencegah polusi lingkungan. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini
menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan limbah sekunder
dari pembakaran limbah rumah sakit guna meningkatkan keamanan lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas disimpulkan bahwa, keamanan penggunaan
incinerator di rumah sakit memiliki aspek yang kompleks. Risiko zat organik beracun serta
risiko infeksi mikroba pada sisa limbah dengan otoklaf tanpa pemotong memiliki risiko
paling rendah. Incinerator mampu membakar limbah medis dengan baik, namun perlu
diperbaiki terkait efisiensi bahan bakarnya guna meningkatkan keamanan dan mengurangi
biaya pengoperasian. Pengelolaan limbah sekunder dari proses pembakaran incinerator dapat
menyebabkan polusi lingkungan jika tidak ditangani dengan hati-hati. Oleh karena itu,
keseluruhan hasil penelitian menekankan pentingnya pengawasan ketat dan perbaikan pada
aspek teknis, konsumsi bahan bakar, dan penanganan limbah sekunder untuk memastikan
keamanan penggunaan incinerator di rumah sakit serta mencegah dampak negatif terhadap
staf dan lingkungan sekitar.
E. ANALISIS BIAYA (ECONOMIC ANALYSIS)
Analisis biaya mempunyai peranan penting dalam menanggulangi berbagai masalah
manajemen. Penekanannya terletak pada penentuan bagaimana penyediaan pelayanan
kesehatan yang terbaik, bukan penentuan prioritas dalam investasi. Evaluasi ekonomi
berutujuan untuk membantu mengidentifikasi apakah intervensi yang lebih efektif adalah
intervensi yang cost effective atau tidak, serta membantu dalam analisis keuntungan marginal
dari sebuah intervensi baru. Evaluasi ekonomi tidak hanya menyangkut masalah uang atau
biaya melainkan focus pada analisis tindakan yang akan memaksimalkan social welfare
(kesejahteraan social)
Penelitian Jia et al., (2022), dengan menggunakan data statistik bulanan dari sebuah
rumah sakit kelas satu di China, yang mencakup jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta data operasional rumah sakit. Data tersebut digunakan untuk memodelkan skenario
perlakuan limbah medis di rumah sakit, termasuk penggunaan sistem insinerasi. Selain itu,
penelitian ini juga menggunakan analisis aliran material untuk mengkuantifikasi aliran
material limbah medis dalam sistem rumah sakit. Hasil menunjukkan, pengintegrasian sistem
perlakuan limbah kesehatan yang berbeda dengan sistem insinerasi yang sudah ada dapat
menghemat rumah sakit sekitar 43-61% dibandingkan dengan sistem insinerasi tunggal.
Penelitian Puška et al., (2022), menggunakan metode analisis multi-kriteria untuk
mengevaluasi dan memilih incinerator pengelolaan limbah kesehatan di rumah sakit. Metode
ini melibatkan penilaian berbagai kriteria, seperti lingkungan, ekonomi, sosial, dan teknis,
serta penggunaan berbagai metode analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
metode Distance to Ideal Solution (CRADIS) dalam analisis ekonomi incinerator di rumah
sakit dapat memberikan hasil yang konsisten dan dapat diandalkan dalam menentukan
incinerator terbaik untuk kebutuhan institusi kesehatan. Distance to Ideal Solution (CRADIS)
adalah sebuah pendekatan dalam analisis multi-kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
dan memilih alternatif berdasarkan seberapa dekat atau jauhnya alternatif tersebut dari solusi
ideal dan solusi anti-ideal. Metode ini mempertimbangkan berbagai kriteria dan sub-kriteria,
serta menghitung jarak antara setiap alternatif dengan solusi ideal dan solusi anti-ideal untuk
menentukan peringkatnya. Metode ini memberikan hasil yang konsisten dan dapat diandalkan
dalam menentukan alternatif terbaik dalam konteks pengambilan keputusan multi-kriteria.
Studi Oyebode & Otoko, (2022), dengan melakukan penilaian terhadap praktik
manajemen limbah medis di rumah sakit di Nigeria, serta merancang incinerator berbiaya
rendah untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik
manajemen limbah medis yang kurang memadai di rumah sakit, seperti kurangnya
perlindungan bagi petugas pembersih, penggunaan truk terbuka untuk transportasi limbah,
dan pembakaran limbah secara terbuka, dapat menyebabkan dampak ekonomi yang
signifikan akibat risiko kesehatan masyarakat dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu,
penggunaan incinerator yang dirancang dengan biaya rendah dapat memberikan solusi
ekonomis yang efektif untuk mengelola limbah medis di rumah sakit, dengan potensi untuk
mengurangi risiko kesehatan dan dampak lingkungan yang merugikan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, disimpulkan bahwa integrasi sistem perlakuan
limbah medis yang berbeda dengan sistem insinerasi dapat menghemat rumah sakit sekitar
43-61%. Metode Distance to Ideal Solution (CRADIS) untuk mengevaluasi incinerator
pengelolaan limbah kesehatan di rumah sakit memberikan hasil yang konsisten dan dapat
diandalkan dalam menentukan incinerator terbaik, mempertimbangkan aspek ekonomi serta
kriteria lainnya seperti lingkungan, sosial, dan teknis. Konsekuensi ekonomi dari praktik
manajemen limbah yang kurang memadai di rumah sakit adalah pencemaran lingkungan
akibat pembakaran limbah terbuka.

F. BUDGET IMPACT ANALYSIS


Budget impact analysis dalam hal ini menggunakan metode Cost Effectiveness Analysis
(CEA). Dengan melakukan CEA untuk penggunaan di rumah sakit, institusi kesehatan dapat
mendapatkan pemahaman yang holistik tentang nilai tambah dari investasi ini. Analisis ini
dapat membantu rumah sakit membuat keputusan informasional yang mencakup aspek biaya
dan efektivitas klinis untuk mencapai keseimbangan optimal antara pelayanan yang
berkualitas dan efisiensi pengelolaan biaya. Efektivitas Biaya (Cost Effectiveness
Analysis/CEA) penggunaan incinerator di rumah sakit, melibatkan evaluasi biaya dan hasil
klinis untuk memahami sejauh mana pemanfaatan incinerator dapat memberikan nilai tambah
secara ekonomis.
Faktor biaya yang perlu dipertimbangkan meliputi biaya pembelian incinerator,
perawatan dan pemeliharaan berkala, untuk menjaga keamanan dan kebersihan, serta biaya
pelatihan staf dalam penggunaan incinerator. biaya pembelian incinerator harus
diperhitungkan sebagai biaya awal yang mencakup investasi peralatan. Selanjutnya, biaya
perawatan berkala dan pemeliharaan perlu diidentifikasi untuk memastikan kinerja optimal
dan umur panjang peralatan. Terakhir, biaya pelatihan staf dalam penggunaan incinerator
untuk memastikan keamanan dan efisiensi. Dengan melakukan CEA penggunaan incinerator,
rumah sakit dapat mendapatkan pemahaman yang holistik tentang nilai tambah dari investasi
ini. Analisis ini dapat membantu rumah sakit membuat keputusan informasional yang
mencakup aspek biaya dan efektivitas incinerator untuk mencapai keseimbangan optimal
antara pelayanan yang berkualitas dan efisiensi pengelolaan biaya (Dietrich et al., 2013).
Dalam penelitian Aini et al., (2019), dengan metode pengambilan data dilakukan
melalui observasi langsung terhadap sistem pengelolaan limbah medis padat di Rumah Sakit
Umum Daerah West Pasaman, Sumatera Barat. Data juga dikumpulkan melalui wawancara
dengan pihak rumah sakit dan pihak ketiga yang terlibat dalam pengelolaan limbah medis
padat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengimplementasikan teknologi
sterilisasi menggunakan incinerator, rumah sakit dapat mencapai efektivitas anggaran sebesar
IDR 168.890.000 per tahun. Kesimpulan ini didasarkan pada analisis dampak anggaran yang
menunjukkan bahwa penggunaan incinerator sebagai metode pengolahan limbah medis padat
dapat mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga dan mengoptimalkan penggunaan
teknologi yang ada, sehingga menghasilkan efisiensi anggaran yang signifikan.
Penelitian Funari et al., (2016), dengan menganalisis sampel abu dasar dan abu terbang
dari pabrik-pabrik incinerator limbah padat perkotaan. Konsentrasi osmium dan pengukuran
isotopik 187Os/188Os dari sampel-sampel tersebut dianalisis untuk mengevaluasi dampak
potensial penggunaan incinerator terhadap anggaran osmium antropogenik. Hasil penelitian
menunjukkan adanya variasi konsentrasi osmium dan tanda isotopik 187Os/188Os yang
berbeda dari sumber osmium lainnya, baik yang alami maupun buatan manusia. Selain itu,
ditemukan penurunan konsentrasi osmium dari waktu ke waktu dalam sampel abu terbang
referensi, yang menunjukkan peningkatan efisiensi daur ulang limbah yang mengandung
osmium. Berdasarkan perhitungan angka rata-rata osmium dan keseimbangan massa
incinerator limbah padat perkotaan, diperkirakan jumlah osmium yang dilepaskan dari satu
incinerator rata-rata adalah 13,4 g/tahun. Jumlah osmium yang potensial dilepaskan dari
cerobong asap incinerator limbah padat perkotaan diperkirakan sebesar 16 hingga 38 ng
Os/m2/tahun, yang jauh lebih tinggi daripada osmium yang diangkut secara alami oleh debu
kontinental di atmosfer (sekitar 1 pg Os/m2/tahun). Oleh karena itu, meskipun sistem
incinerator limbah padat perkotaan dianggap sebagai salah satu opsi terbaik untuk
pengelolaan limbah padat perkotaan di negara-negara industri, kontribusinya terhadap
anggaran osmium bisa signifikan.
Penelitian Khammaneechan et al., (2011), menggunakan metode pengumpulan data
yang melibatkan wawancara terstruktur dan observasi. Data dikumpulkan pada dua tahap,
yaitu sebelum dan selama fase operasional proyek incinerator. Penelitian ini melibatkan 127
fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit pemerintah, pusat perawatan kesehatan, dan klinik
swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 63% petugas pengelola limbah risiko
kesehatan mengikuti pelatihan. Perbaikan terlihat pada setiap tahap sistem pengelolaan
HCRW di semua kelompok fasilitas. Total biaya sistem pengelolaan HCRW tidak berubah,
tetapi biaya untuk rumah sakit mengalami penurunan, sementara biaya untuk klinik
mengalami peningkatan yang signifikan. Meskipun ada peningkatan biaya bagi beberapa
kelompok, penelitian ini menyimpulkan bahwa proyek incinerator pusat untuk limbah
kesehatan berdampak positif pada pengelolaan HCRW di area tersebut, dan manfaat beralih
ke sistem pengelolaan HCRW yang lebih tepat akan melebihi peningkatan biaya tersebut

G. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa hasil health technology assesment
incinerator di Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kabupaten Malang tahun 2024 adalah
sebagai berikut:
1. Efikasi (efficacy): Penggunaan incinerator di rumah sakit perlu mempertimbangkan
dengan cermat, dengan penekanan pada teknologi yang efektif, efisien, dan ramah
lingkungan untuk mengatasi dampak negatif dan meningkatkan manfaat pengelolaan
limbah.
2. Efektivitas (effectiveness): Penggunaan incinerator di rumah sakit memiliki potensi untuk
mengurangi dampak lingkungan, namun perlu mempertimbangkan secara menyeluruh
aspek biaya, efisiensi, dan dampak lingkungan
3. Keamanan (safety): Pengawasan ketat dan perbaikan pada aspek teknis, konsumsi bahan
bakar, dan penanganan limbah sekunder sangat perlu untuk diperhatikan, sebagai upaya
memastikan keamanan penggunaan incinerator di rumah sakit, serta mencegah dampak
negatif terhadap staf dan lingkungan sekitar.
4. Analisis biaya (economic analysis): Integrasi sistem perlakuan limbah medis yang berbeda
dengan sistem insinerasi dapat menghemat rumah sakit sekitar 43-61%. Metode Distance
to Ideal Solution (CRADIS) untuk mengevaluasi incinerator pengelolaan limbah kesehatan
di rumah sakit memberikan hasil yang konsisten dan dapat diandalkan. Konsekuensi
ekonomi dari praktik manajemen limbah yang kurang memadai di rumah sakit adalah
pencemaran lingkungan akibat pembakaran limbah terbuka.
5. Budget impact analysis menggunakan pendekatan Cost Effectiveness Analysis (CEA)
menunjukkan penggunaan incinerator dapat menghemat anggaran rumah sakit dan
mengatasi dampak negatif limbah terhadap lingkungan.

REFERENSI

Aini, F., Siregar, E. S., & Zulvianti, N. (2019). Solid Medical Waste Management on the
Budget Effectiveness at West Pasaman Regional General Hospital West Sumatera.
International Journal of Online & Biomedical Engineering, 15(10).
Caviglia, C., Confalonieri, G., Corazzari, I., Destefanis, E., Mandrone, G., Pastero, L., Boero,
R., & Pavese, A. (2019). Effects of particle size on properties and thermal inertization of
bottom ashes (MSW of Turin’s incinerator). Waste Management, 84, 340–354.
Di Maria, F., & Sisani, F. (2018). Effectiveness of municipal solid waste incinerators in
replacing other fuels. A primary energy balance approach for the EU28. Waste
Management & Research, 36(10), 942–951.
Farshad, A., Gholami, H., Farzadkia, M., Mirkazemi, R., & Kermani, M. (2014). The safety
of non-incineration waste disposal devices in four hospitals of Tehran. International
Journal of Occupational and Environmental Health, 20(3), 258–263.
Funari, V., Meisel, T., & Braga, R. (2016). The potential impact of municipal solid waste
incinerators ashes on the anthropogenic osmium budget. Science of the Total
Environment, 541, 1549–1555.
Gielar, A., & Helios-Rybicka, E. (2013). Enviromental impact of a hospital waste
incineration plant in Krakow (Poland). Waste Management & Research, 31(7), 722–728.
Jia, J., Wang, W., Yin, L., Liu, J., Nzioka, A. M., & Yan, C. (2022). Cost–Benefit Analysis of
Introducing Custom-Made Small Thermal-Frictional Sterilization System to the Existing
Hospital Waste Disposal System: A Case Study of Chinese Hospital. Sustainability,
14(19), 12837.
Khair, H., Nur, T. B., Suryati, I., Utami, R., & Surya, K. D. (2023). Analyzing the
performance of cyclones and scrubbers as air pollution control methods for household
solid waste incinerator. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science,
1239(1), 12014.
Khammaneechan, P., Okanurak, K., Sithisarankul, P., Tantrakarnapa, K., & Norramit, P.
(2011). Effects of an incinerator project on a healthcare-waste management system.
Waste Management & Research, 29(10_suppl), S91–S96.
Kwon, Y., Lee, S., Bae, J., Park, S., Moon, H., Lee, T., Kim, K., Kang, J., & Jeon, T. (2024).
Evaluation of Incinerator Performance and Policy Framework for Effective Waste
Management and Energy Recovery: A Case Study of South Korea. Sustainability, 16(1),
448.
Lando, A. T., Djamaludin, I., Arifin, A. N., Oktorina, N., Danah, R., & Sulistyowati, M. F.
(2020). The Effectiveness of Incinerator at the Integrated Waste Treatment Plant in the
Campus of Engineering Faculty-Hasanuddin University. IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering, 875(1), 12017.
Matee, V. E., & Manyele, S. V. (2015). Performance of a large-scale medical waste
incinerator in a referral hospital. Engineering, 7(10), 676.

Naryono, E., & Soemarno, S. (2013). Pengeringan Sampah Organik Rumah Tangga. The
Indonesian Green Technology Journal, 2(2), 61–69.
Oyebode, O. J., & Otoko, J. A. (2022). Medical Waste Management and Design of a Low-
Cost Incinerator for Reduction of Environmental Pollution in a Multi-System Hospital.
Nature Environment & Pollution Technology, 21(4).
Puška, A., Stević, Ž., & Pamučar, D. (2022). Evaluation and selection of healthcare waste
incinerators using extended sustainability criteria and multi-criteria analysis methods.
Environment, Development and Sustainability, 1–31.
Rizki, Z. (2021). Perancangan Sistem Pembakaran/incinerator Untuk Sampah Organik
Menggunakan Bahan Bakar Oli Bekas. Universitas Islam Riau.
Yang, G. C. C. (2002). Efficacy of melting municipal incinerator fly ash by a mini-mill EAF.
Proceedings of Conference on Practical Technology for Industrial Environmental
Engineering, 373–386.

Kepanjen, …Januari 2024


Menyetujui Ketua Tim HTA
Plt. Direktur RSUD Kanjuruhan

dr. BOBI PRABOWO,Sp.EM YUDIONO, S.Kp., M.Kes


NIP. 197605282014101001 NIP. 196810181992031006

Anda mungkin juga menyukai