Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Makan

2.1.1 Definisi

Pola makan adalah susunan dan jumlah pangan yang dikonsumsi

seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dikemukakan oleh

Lund dan Burk (1969), konsumsi pangan anak tergantung pada adanya sikap

anak, pengetahuan anak, dan tiga motivasi utama terhadap pangan yaitu

kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial yang sangat dipengaruhi oleh

lingkungan, keluarga dan sekolah (Baliwati dkk, 2004).

2.1.2 Unsur-unsur dalam pola makan

Secara umum ada tiga unsur pola makan :

1. Jumlah

Jumlah sesuai kebutuhan kalori, tidak kekurangan dan tidak berlebih.

Misalnya : anak dengan berat badan 1-10 kg, membutuhkan 100

kal/kilogram berat badan. Sementara itu anak yang bobotnya 10-20 kg

membutuhkan kalori 50 kal/kg BB (ditambah 1000 kalori) (Anna, 2011).

Berikut ini adalah tabel jumlah anjuran porsi makanan untuk anak usia

10-12 tahun yang apat memenuhi kebutuhan gizi sehari :

7
12

Tabel 2.1 Jumlah Anjuran Porsi Makan Untuk Anak Berdasarkan Usia 10 -

12 tahun

Bahan Makanan Laki-laki Perempuan

Nasi 500 gr 400 gr


Sayuran 300 gr 300 gr
Buah 400 gr 400 gr
Tempe 150 gr 150 gr

Daging 125 gr 100 gr

Susu 200 ml 200 ml

Minyak 25 gr 25 gr

Gula 20 gr 20 gr

Sumber: Penuntun Diit Anak, 1998

2. Jenis

Jenis makanan sesuai dengan kebutuhan gizi yang meliputi

karbohidrat, protein nabati dan hewani, buah-buahan, sayuran, lemak serta

susu. Makanan dengan kandungan gizi seimbang, cukup energi, dan zat gizi

sesuai kebutuhan gizi anak sekolah, sangat dianjurkan. (Damayanti dan

Muhilal, 2006 )

3. Jadwal

Jadwal menyangkut waktu dan frekwensi makan. Misalnya : jadwal

makan yang sehat pada anak-anak adalah : tiga kali makan utama dan dua

kali snack (Anna, 2011).

2.1.3 Metode Pengukuran Pola Makan

Metode pengukuran pola makan untuk individu, antara lain : metode

Food recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan


12

makanan (food weighing), metode dietary history, metode frekuensi

makanan (food frequency) (Baliwati dkk, 2004).

1. Metode Food Recall 24 Jam

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis

dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data

yang diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk

mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu

ditanyakan secara teliti denganmenggunakan alat URT (sendok, gelas, piring

dan lain-lain). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali

recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat

gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake

harian individu (Baliwati dkk, 2004).

Dalam metode food recall 24 jam, responden diminta menceritakan

semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin).

Biasanya dimulai sejak dia bangun pagi (kemarin) sampai dia istirahat tidur

pada malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan

wawancara mundur kebelakang 24 jam penuh. Wawancara dilakukan

dengan menggunakan kuesioner tertutup.

2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Recall 24 Jam

Menurut Supariasa (2007), metode pengukuran food recall 24 jam dapat

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :


12

a. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat

semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam

ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu.

Dalam membantu responden mengingat apa yang dimakan, perlu

diberi penjelasan waktu kegiatannya seperti waktu baru bangun,

setelah sembahyang, pulang dari sekolah atau bekerja, sesudah tidur

siang dan sebagainya. Selain dari makanan utama, makanan kecil

atau jajan juga dicatat. Termasuk makanan yang dimakan diluar

rumah seperti : di restoran, di kantor, di rumah teman atau saudara.

Pewawancara melakukan konversi dari URT kedalam ukuran berat

(gram). Dalam menaksir atau memperkirakan kedalam ukuran berat

(gram) pewawancara menggunakan sebagai alat bantu seperti contoh

ukuran rumah tangga (piring, gelas, sendok dan lain-lain), atau

model dari makanan (food model). Makanan yang dikonsumsi dapat

dihitung dengan alat bantu ini atau dengan menimbang langsung

contoh makanan yang akan dimakan berikut informasi tentang

komposisi makanan jadi.

b. Menganalisis bahan makanan kedalam zat gizi dengan menggunakan

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

c. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan

(DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Agar wawancara berlangsung secara sistematis, perlu disiapkan

kuesioner sebelumnya sehingga wawancara terarah menurut urutan waktu


12

dan pengelompokan bahan makanan. Urutan waktu makan sehari dapat

disusun berupa makan pagi, siang, malam, dan snack serta makan jajanan.

Pengelompokan bahan makanan dapat berupa makanan pokok, sumber

protein nabati, hewani, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pola Makan

Sebagaimana kita ketahui bahwa pola makan adalah perilaku yang

ditempuh seseorang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan

frekuensi makanan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya

dimana mereka hidup. Perilaku sangat mempengaruhi seseorang dalam

bertingkah laku. Menurut Green dalam Notoadmodjo (2007), perilaku

dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu :

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu : faktor pencetus

timbulnya perilaku seperti : umur, pengetahuan, pengalaman,

pendidikan, sikap, keyakinan, paritas dan lain sebagainya.

2. Faktor Pendukung (enabling factors), yaitu : faktor yang mendukung

timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber daya yang

ada di masyarakat.

3. Faktor Pendorong (reinforcing factors), yaitu : faktor yang memperkuat

atau mendorong seseorang untuk berperilaku yang berasal dari orang

lain misalnya : teman.


12

2.2 Obesitas

2.2.1 Pengertian Obesitas

Obesitas adalah keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan

lemak yang berlebihan dari pada yang diperlukan untuk fungsi tubuh

(Mansjoer, 2000).

Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak dibawah kulit yang berlebihan

dan terdapat di seluruh tubuh (Hassan, dkk, 2005).

Obesitas yaitu peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka

dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh

(Nuswantan, 1998).

2.2.2 Berat Badan Ideal pada Anak

Menurut Poppy dkk (2003), Perhitungan berat badan ideal secara

konvesional (biasa) adalah sebagai berikut :

1. Untuk bayi (anak 0-12 bulan)

B Umur + 4
2
B
I
Keterangan :
=
Umur bayi dalam satuan bulan.

BBI = berat badan ideal

2. Untuk anak (1-10 tahun)

BBI = (umur anak x 2) +


8

Keterangan :

Umur anak dalam satuan tahun.


12

3. Remaja dan dewasa


BBI = (TB -100) - (TB - 100) x 10 %

Keterangan :

TB = Tinggi badan remaja dalam satuan centimeter (cm)

2.2.3 Tipe-tipe Kegemukan

Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan dalam

beberapa tipe :

1. Tipe Hiperplastik

Kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih banyak

dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan

ukuran normal. Tipe ini biasa terjadi pada masa anak-anak, upaya

menurunkan berat badan ke kondisi normal di usia anak-anak akan lebih

sulit (Poppy, dkk, 2003).

2. Tipe Hipertropik

Kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar

dibandingkan ukuran sel normal tetapi jumlah sel normal kegemukan tipe

ini terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk menurunkan berat badan

akan lebih mudah dibandingkan tipe hiperplastik (Poppy, dkk, 2003).

3. Tipe Hiperplastik dan Hipertropik

Kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan ukuran sel melebihi

normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak-anak dan

berlangsung setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan berat badan paling

sulit dan paling beresiko terjadinya komplikasi penyakit, seperti penyakit

regeneratif (Poppy, dkk, 2003).


12

2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Obesitas

Berbagai bukti menunjukkan bahwa seringkali terjadi kegemukan

disebabkan oleh faktor-faktor genetik, hormonal, aktivitas fisik, dan

psikologis (Poppy, dkk, 2003).

1. Faktor Makan

Jika anak mengkonsumsi energi melebihi yang dibutuhkan tubuh maka

kelebihan energi akan disimpan sebagai cadangan energi, cadangan energi

secara berkesinambungan ditimbun setiap hari yang pada akhirnya akan

menimbulkan kegemukan (Poppy, dkk, 2003).

2. Faktor Genetik

Kegemukan dapat terjadi karena faktor genetik (keturunan).

kemungkinan seorang anak beresiko menderita kegemukan sebesar 80 %,

jika kedua orang tuanya menderita kegemukan. seorang anak beresiko

menderita kegemukan sebesar 40 %, jika satu orang tuanya menderita

kegemukan (Poppy, dkk, 2003).

3. Faktor Hormonal atau Metabolisme

Kegemukan juga disebabkan oleh faktor hormonal, misalnya

menurunnya fungsi kelenjar tiroid dalam tubuh. Akibatnya, metabolisme

dalam tubuh menjadi lambat, artinya kalori energi yang dikeluarkan tubuh

berkurang sehingga terjadi peningkatan timbunan lemak dalam tubuh, berat

badanpun bertambah (Poppy, dkk, 2003).

4. Faktor Psikologis

Faktor psikologis mempengaruhi kebiasaan makan anak, misalnya

kepuasan anak mengkonsumsi makanan yang sedang tren. Aspek psikologis


12

dan orang tua juga dapat memicu terjadinya kegemukan pada anak, misalnya

adanya anggapan bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat dan

menunjukkan keadaan sosial ekonomi (Poppy, dkk, 2003).

5. Faktor Aktivitas Fisik

Jika suapan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik

yang seimbang maka seorang anak akan mudah menderita kegemukan

(Poppy, dkk, 2003).

2.2.5 Pengukuran Status Gizi (antropometri)

Menurut Supariasa (2002) pengukuran antropometri adalah pengukuran

berdasarkan komposisi tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sebagai indikator status

gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter yaitu umur, berat

badan, tinggi badan, lingkat lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar

pinggul dan tebal lemak. Pada anak pengukuran antropometri biasanya

dilakukan dengan pengukuran berat badan menurut umur (BB/U), dan berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB).

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran

massa tubuh. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat

labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat giziterjamin, maka berat

badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Berdasarkan karakteristik


12

ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara

pengukuran status gizi. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi

seseorang saat ini (Supariasa, 2002).

Berikut ini adalah tabel klasifikasi berat badan menurut umur (BB/U)

yang dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Menurut Umur (BB/U).

Klasifikasi Batasan
Gizi lebih > + 2,0 SD
Gizi baik - 2,0 SD s/d + 2,0 SD
Gizi Kurang < - 2,0 SD s/d – 3,0 SD
Gizi Buruk < - 3,0 SD
Sumber: WHO/ NCHS dalam Supariasa (2002)

2. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur.

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan

tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jellife (1996) memperkenalkan indeks

ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator

yang baik untu menilai status gizi saat ini apabila data umur yang akurat sulit

didapat (Supariasa, 2002). Berikut ini adalah tabel klasifikasi berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) yang dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi Berat Badan Menurut Umur (BB/TB)


Klasifikasi Batasan
Gemuk > + 2,0 SD
Normal - 2,0 SD s/d + 2,0 SD
Kurus < - 2,0 SD s/d – 3,0 SD
Sangat Kurus < - 3,0 SD
12

Sumber: WHO/ NCHS dalam Supariasa (2002)

3. Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan CDC-NCHS

Menurut Rijanti (2002) Indeks Massa tubuh juga merupakan salah satu

cara penilaian status gizi selain menggunakan BB/U atau BB/TB. IMT pada

anak dan remaja berbeda dengan IMT orang dewasa. Letak cut-off point yang

digunakan berbeda antara anak dan remaja dengan orang dewasa. Pada anak

dan remaja status gizi diperoleh dari perbandingan IMT dan umur, dapat

dilihat pada Grafik Growth Chart CDC-NCHS (2000) dan WHO (2007).

Berikut ini adalah tabel klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut

umur dan jenis kelamin berdasarkan CDC-NCHS.

Tabel 2.4 Klasifikasi Status Gizi Anak dan Remaja Menurut Umur dan Jenis
Kelamin Berdasarkan CDC-NCHS
Klasifikasi Batasan
Gizi Kurang IMT < 5th tile
Gizi Normal IMT 5-84th tile
Gizi Lebih IMT 85-94th tile
Obesitas IMT ≥ 95th tile
Sumber: CDC-NCHS (2000) dalam Supariasa (2002)
12

2.3 Kerangka Konsep

1. Sesuai
Faktoryang Kebutuhan zat Jumlah 2. Tidak sesuai
mempengaruhi pola gizi anak usia
makan sekolah :
1. Faktor 1. Energi 1. Sesuai
Jenis 2. Tidak
Pendorong 2. Protein
(reinforcing 3. Vitamin sesuai
factors), dan Jadwal 1. Sesuai
2. Faktor mineral 2. Tidak
Pendukung sesuai
(enabling Pola makan
factors), anak usia sekolah di kelas
3. Faktor VI SD Islam Hasanudin
Predisposisi
(predisposing
factors)
Berat badan anak usia sekolah
di kelas VI SD Islam Hasanudin

Status gizi : Tidak Obesitas


1. Gizi Kurang
2. Gizi Normal
Faktor yang 3. Gizi Lebih
mempengaruhi
kejadian obesitas : 4. Obesitas Obesitas
1. Faktor makan
2. Faktor genetik
3. Faktor
Kejadian Obesitas
hormonal
4. Faktor
psikologis
5. Faktor aktivitas
fisik

Keterangan :

= Diteliti
= Tidak diteliti

Bagan 2.1. Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas
Pada Anak Usia Sekolah.
12

2.3.1. Penjelasan Kerangka Konsep

Pola makan anak usia sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

faktor pendorong (reinforcing factors), faktor pendukung (enabling factors), dan

faktor predisposisi (predisposing factors). pola makan anak usia sekolah dapat

dilihat dari 3 indikator yaitu : jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan

yang dikonsumsi, serta jadwal makan. Pola makan anak dapat diklasifikasikan

menjadi 3 menurut jenis yaitu sesuai dan tidak sesuai, menurut jumlah yaitu

sesuai dan tidak sesuai, menurut jadwal yaitu sesuai dan tidak sesuai. Dengan

menggunakan metode food recall 24 jam dapat ditentukan kualitas suatu pola

makan anak, dengan kriteria : baik, cukup atau kurang. Pola makan anak

berhubungan dengan kejadian obesitas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kejadian obesitas, diantaranya : faktor makan, faktor genetik, faktor hormonal,

faktor psikologis dan faktor aktivitas fisik. Obesitas merupakan salah satu

keadaan status gizi anak. Kejadian obesitas dapat dilihat dengan cara mengukur

Indeks Massa Tubuh (IMT), dimana IMT lebih dari 95 th tile dapat dianggap

sebagai kejadian obesitas dan IMT kurang dari 95th tile dapat dianggap sebagai

bukan obesitas.

2.4 Hipotesa

H1 : Ada hubungan pola makan dengan kejadian obesitas pada anak usia

sekolah

Anda mungkin juga menyukai